Anda di halaman 1dari 40

Nama : Galis Nurlia

NIM : 2119160056

Kelas : 3C

PERBANDINGAN ANTARA METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD


DENGAN METODE EKSPOSITORI TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DI SMA N 1
SINDANGKASIH

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan masyarakat Indonesia berjalan kian hari kian cepat. Salah satu
faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap kecepatan ini adalah pembangunan
nasional. Ada banyak pengaruh yang memberikan arah kepada pembangunan nasional.
Pengaruh yang sangat menonjol berasal dari penerapan ilmu dan teknologi. Seirama
dengan perkembangan itu, tidak hanya terjadi perbenturan dan pergeseran nilai-nilai
yang dianut masyarakat, tetapi bahkan terjadi pula perubahan-perubahannilai.
Tugas pendidikan tidak hanya terbatas pada mengalihkan hasil-hasil ilmu dan
teknologi. Selain itu, bidang pendidikan bertugas pula menanamkan nilai-nilai baru yang
dituntut oleh perkembangan ilmu dan teknologi pada diri anak didik dalam kerangka
nilai-nilai dasar yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia.
Undang-Undang No.2 Tahun 1989 maupun UU no.20/2003 merumuskan Tujuan
Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Hal ini berarti tujuan
pendidikan sains pun harus mencakup ranah kognitif, psikomotor, dan ranah afektif.
Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan
perkembangan dunia pendidikan yang ada, menuntut sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan
mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih baik khususnya bidang ilmu
pengetahuan alam(IPA).
Belajar merupakan suatu proses yang menghasilkan perubahan dalam hal
memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku seseorang . Untuk menghasilkan
perubahan tidaklah mudah, ada faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi proses
tersebut. Dalam pengajaran IPA guru harus memahami hakikat proses pembelajaran
IPA yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Setara dengan pendapat yang
diungkapkan Gordon dalam Mulyasa menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang
terkandung dalam konsep kompetensi belajar yaitu pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat.
Sekolah merupakan sarana formal yang digunakan untuk belajar. Pada proses
pembelajaran seharusnya siswa dapat berperan aktif untuk mengembangkan potensi
dirinya. Akan tetapi, masih banyak sekolah yang gurunya berperan sebagai pusat dari
kegiatan belajar mengajar sehingga siswa menjadipasif.

menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu cara yang


dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan mengembangkan
sistem pembelajaran yang lebih baik khususnya bidang ilmu pengetahuan alam(IPA).
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di SMA N 1 SINDANGKASIH kegiatan
pembelajaran masih terpusat pada guru. Jadi siswa hanya aktif mendengarkan apa
yang diajarkan oleh guru. Siswa menerima informasi dan pengetahuan secara verbal
sehingga menyebabkan siswa merasa jenuh dengan pembelajaran yang demikian.
Padahal pembelajaran yang tepat dapat mempengaruhi motivasi siswa untuk lebih giat
dan bersemangat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya. Siswa
hanya diberikan kesempatan bertanya setelah pelajaran selesai. Hanya siswa tertentu
yang aktif bertanya apabila tidak mengerti dengan materi yang telah dipelajarinya.
Selainitu,siswa menganggap biologi itu pelajaran yang membosankan karena terlalu
banyak hafalan. Selain itu, siswa kurang antusias dan terlihat jenuh saat guru menerangkan
pelajaran biologi. Keadaan ini sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, siswa
membutuhkan metode yang tepat dan menarik supaya lebih mudah untuk menerima konsep-
konsep yang berhubungan dengan biologi.

Tahun 2006 pemerintah memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


yang menekankan pada pengembangan kompetensi dasar yang dimiliki oleh siswa.
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum 2004 yang dikenal dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pengembangan kurikulum ini mengacu pada
Standar Pendidikan Nasional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti
yang dinyatakan dalam pasal 36 ayat 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dirancang agar dapat menghasilkan lulusan yang kompeten (memiliki pengetahuan,
sikap, dan nilai-nilai dasar yang tercermin dari kebiasaan berpikir dan bertindak.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman, menggunakan pendekatan dan
metode yang bervariasi, sumber belajar yang bukan hanya guru, serta penilaian yang
menekankan pada proses dan hasil belajar.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kompetensi siswa yaitu
dengan memberikan metode dan pendekatan yang bervariasi sehingga siswa akan
termotivasi untuk belajar. Guru dalam memberikan pelajaran menggunakan metode dan
pendekatan, untuk melayani, mendidik dan mengajar agar sesuai dengan situasi dan
kondisi siswa, maka perlu diterapkan suatu pembelajaran yang mengacu pada teori
belajar kognitif. Relevansi dari teori ini dalam pengajaran IPA dijabarkan melalui
konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri. Salah satu
bentuk pembelajaran yang berorientasi dengan pendekatan konstruktivis adalah
pembelajaran kooperatif, karena pembelajaran kooperatif merupakan strategi alternatif
untuk mencapai tujuan IPA yang antara lain memberikan pengetahuan kepada siswa
tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap, menanamkan sikap hidup ilmiah,
memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan, mendidik siswa untuk
mengenal, mengetahui cara kerja serta mengahrgai para ilmuwan penemunya dan
menggunakan serta menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.
Pembelajaran kooperatif juga merupakan suatu model pembelajaran yang
dibentuk dalam suatu kelompok kecil di mana siswa bekerjasama dalam
mengoptimalkan keterlibatannya dan anggota kelompoknya dalam belajar. Menurut
Tantra dan Tengah (1999) dalam Selamat, siswa diberikan dua macam tanggung jawab
pada belajar kooperatif yaitu, mempelajari dan menyelesaikan materi tugas yang
diberikan serta menyakinkan diri dan anggota kelompok lainnya. Pelaksanaan
pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tingkatan sasaran, yaitu kooperatif, kompetisi,
dan individualisasi. Ketiga sasaran ini penting diupayakan dalam proses pembelajaran.
Sasaran kooperatif merupakan hal yang paling dominan dalam interaksi belajar
mengajar. Tiga tingkatan sasaran dalam pembelajaran kooperatif tersebut yang
membedakan dengan model berkelompok biasa.

Pembelajaran kooperatif dapat membantu pembentukan kepribadian siswa.


Kepribadian dapat dikembangkan dengan bekerja sama dengan orang lain untuk
mencapai hal-hal yang baik. Kerja sama sangat diperlukan dalam pembelajaran
kooperatif sebagai bentuk interaksi siswa di lingkungan kelas, terutama untuk
mencapai hasil belajar yang lebih baik.

Menurut Johnson and Johnson dalam Zuchdi, sejak tahun 1970-an di Amerika
Serikat terjadi suatu gerakan dalam pendidikan yang disebut
CooperativeLearning‘belajarsecarakooperatif’berbagaipendekatanuntuk Isjoni,
Pembelajaran Kooperatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), h.142
INyoman Selamat, Pengembangan Pembelajaran Kooperatif Melalui
Metode Bermain untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa
pada Konsep-konsep Kimia

mengajarkan kepada murid-murid cara bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugas


akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila proses pendidikan tersebut
dilakukan secara efektif, pembelajaran yang bersifat akademik dan yang bersifat sosial
berlangsung dengan lebih baik.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang diterapkan
salah satunya STAD. STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,
dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru
mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dengan cara kooperatif ini
bertujuan untuk menciptakan suasana yang dapat membangkitkan motivasi belajar
siswa dengan bekerja satu sama lain dengan anggota kelompoknya. Tercapainya tujuan
pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya seiring dengan peningkatan minat dan
motivasi belajar karena minat belajar berkorelasi positi dengan hasil belajar.

Selain dengan pembelajaran kooperatif, metode ekspositori merupakan metode


yang tepat untuk biologi karena dengan bantuan alat bantu dan media dapat
memperjelas penyampaian informasi sehingga memudahkan siswa untuk memahami
konsep-konsep biologi tanpa menghafal.

Jadi dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan peserta didik


diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap,
dan minat agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan
keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. Di antara aspek-aspek tersebut, nilai
merupakan aspek penting yang perlu dikembangkan. Menurut Manan yang dikutip
dalam Suroso nilai adalah serangkaian sikap yang menimbulkan atau menyebabkan
pertimbangan yang harus dibuat untuk menghasilkan suatu standar atau serangkaian
prinsip dan aktivitas yang dapat di ukur.

Darmiyati Pendekatan Pendidikan Nilai secara


Zuchdi,
Komprehensif sebagai suatu Alternatif Pembentukan Akhlak Bangsa,
Cakrawala Pendidikan, No. 3 Th. XX Juni 2001,h. 164
Isjoni, Op. Cit, h.16
Mega Iswari, Pendidikan untuk Mempersiapkan Anak

Menghadapi Era-Globalisasi, Pedagogi Jurnal Ilmu Pendidikan,


Vol. II No. 1 Juni 2001

Dengan demikian nilai dimaknai sebagai standar pertimbangan perilaku dalam


kehidupan seseorang.
Dengan demikian, pembelajaran kooperatif dan metode ekspositori akan
memberikan suasana berbeda bagi siswa dalam kegiatan belajar mengajar untuk
mempengaruhi hasil belajar yang maksimal.
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu : Manakah yang menunjukkan hasil belajar biologi yang lebih
tinggi, pembelajaran kooperatif tipe STAD atau dengan metode ekspositori ?
C.Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini tujuan yang peneliti inginkan, yaitu: mengetahui manakah
yang menunjukkan hasil belajar biologi yang lebih tinggi, pembelajaran kooperatif
tipe STAD atau dengan metode ekspositori ?

D.Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Sebagai sumber informasi mengenai pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan metode ekspositori serta penerapannya di dalamkelas.
2. Sebagai suatu alternatif yang dapat berguna bagi perbaikan metode belajar
agar pembelajaran menjadi lebih baik dan berkualitas.
3. Sebagai bekal untuk membantu peningkatan hasil belajar biologi yang
lebih optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Pembelajaran Teori Konstruktivisme
a.Konstruktivisme
Teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut
teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi
ilmu pengetahuan.
Seperti yang dikutip Poedjiadi (1999) dalam Hamzah, Piaget mengemukakan
bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui
tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka
aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan
kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan
ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan.
Konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri. Von Glasersfeld menegaskan bahwa
pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Tetapi pengetahuan selalu
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan
seseorang.Pandangan konstruktivis Abruscato dan Slavin dalam pembelajaran
mengatakan, bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya
sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,


yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaranterbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudahada.
5. Ketidak seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya
tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Menurut konsep konstruktivisme, pengetahuan seseorang bersifat temporer,
terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan budaya. Pengetahuan itu
tidak pernah berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri seseorang terbentuk ketika
seseorang mengalami tempaan kognitif. Melalui perspektif ini belajar dapat dipahami
sebagai proses terbentuknya konflik kognitif yang bergulir dengan sendirinya dalam diri
seseorang ketika yang bersangkutan memperoleh pengalaman kongkrit, wacana
kolaboratif, dan kegiatan melakukan refleksi. Jadi pengetahuan seseorang akan terus
berkembang apabila selalu memperoleh pengalaman untuk mengasah struktur kognitif
dalamdirinya.

Menurut rujukan konstruktivisme setiap orang yang belajar sesungguhnya

membangun pengetahuannya sendiri.6Dalam hal ini siswa harus aktif untuk dapat
mengembangkan pengetahuanmereka.

Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan


begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara
mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang
dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap
diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Sehubungan
dengan hal di atas, Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar
konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya membuat
kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah
mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Implikasi dari pandangan dengan konstruktivisme di sekolah ialah pengetahuan
itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif
dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Senada dengan pernyataan ini
peneliti pendidikan sains Piaget mengungkapkan bahwa belajar sains merupakan
proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa, sehingga di sini peran
guru berubah, dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosa dan fasilitator
belajar siswa.
Pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti.
Pertama, pembelajaran konstruktivisme berkaitan dengan pengetahuan awal (prior
knowledge) siswa. Kedua, pembelajaran konstruktivisme mengandung kegiatan
pengalaman nyata (experience). Ketiga, dalam pembelajaran terjadi interaksi sosial
(social interaction). Keempat, pembelajaran konstruktivisme membentuk kepekaan
siswa terhadap lingkungan (sense making).
Implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anakyang dikutip
Poedjiadi (1999) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar
konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan
berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan
masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah
dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai
mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya
konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Menurut Vygotsky, implikasi utama dalam pembelajaran menghendaki seting
kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa berinteraksi dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif masing-masing zona
perkembangan terdekat mereka. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif
terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya,karena siswa itu dapat meningkatkan
motivasi,hasil belajar dan menyimpan materi pelajaran yang lebih lama karena ia
mengkonstruk pemahamannya dari pengalaman sendiri.
Sains/IPA merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang
mengandung pertanyaan, pencarian, pemahaman, serta penyempurnaan jawaban
tentang suatu gejala dan karakteristik alam sekitar. Sains/IPA merupakan suatu
kebutuhan yang dicari manusia karena memberikan suatu cara berpikir sebagai suatu
struktur pengetahuan yang utuh. Metode Science mengajar kita bagaimana cara
memecahkan masalah, bagaimana mengambil kesimpulan, dengan cara yang teratur,
dan menghemat tenaga, pikiran dan waktu.Oleh karena itu, siswa harus membangun
atau mengkonstruk pengetahuan yang belum mereka ketahui di alam agar mereka
dapat memahami apa yang mereka cari tentang sains/IPA itu sendiri. Dengan demikian
proses pembelajaran sains/IPA tidak hanya mengembangkan aktivitas yang berkaitan
dengan keterampilan-keterampilan ilmiah tetapi juga mengajarkan siswa untuk berpikir
dalam mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri.

b. Pembelajaran Kooperatif dalam PembelajaranIPA


Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran dalam bentuk
kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri atas siswa- siswa dengan tingkatan
kemampuan yang berbeda, menggunakan aneka macam aktivitas pembelajaran untuk
mengembangkan pemahaman mereka tentang suatu subjek. Masing-masing anggota
kelompok tidak hanya mempelajari apa yang diajarkan tetapi juga saling membantu
anggota kelompoknya untuk berprestasi.

Belajar kooperatif adalah sejenis belajar berkelompok yang melibatkan 4-6 orang
peserta didik. Di dalam kelompok ini, peserta didik bekerja bersama-sama di bawah
pengawasan pendidik menyelesaikan tugas yang disediakan oleh guru. Di dalam diskusi
kelompok tersebut, peserta didik mengemukakan pendapatnya dan seorang anggota
kelompok dapat diangkat sebagai pimpinan kelompok untuk mengambil inisiatif
menyimpulkan hasil diskusi.
Eggen dan Kauchak mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai
sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling - membantu
dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan
“belajar teman sebaya.”
Menurut Slavin (1997) seperti yang dikutip dalam Nur dan Wikandari,
pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam
kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif atau
cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam
kelompok kecil saling membantu dalambelajar.
Menurut Ibrahim dkk (2000), model pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Menurut Rustaman et al. (2003), Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan
struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional .

Menurut Sugandi (2002) sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative


learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik
untuk bekerja sama dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi
belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena
dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang
bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu
memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa
untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu
dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran
gotong royong,yaitu:
1. Saling ketergantungan.
Saling ketergantungan didasari dengan adanya kepentingan yang sama atau
perasaan di antara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan
merupakan keberhasilan anggota yang lain atau sebaliknya.
2. Tanggung jawabperseorangan.
Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota
kelompok sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena tujuan
pembelajaran kooparetif adalah menjadikan setiap anggota kelompoknya menjadi lebih
kuatpribadinya
3. Tatapmuka.
Adanya interaksi langsung antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya
penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan saling hubungan timbal
balik yang positif sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan danpengajaran.
4. Komunikasi antaranggota.
Untuk memperoleh informasi para siswa perlu mengadakan perbaikan- perbaikan.
Komunikasi sangat penting untuk menyampaikan ide dari masing-masing anggota.
5. Proses kelompok.
Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses
kelompok) merupakan tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai pembelajaran
kooperatif.
Definisi-definisi di atas menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan sekumpulan strategi pembelajaran dalam kelompok- kelompok kecil yang
digunakan guru agar siswa saling membantu dan bekerja sama mempelajari sesuatu
untuk mencapai prestasimereka.
Shepardson dalam Ghazali menyebutkan beberapa ciri Belajar Kooperatif (BK)
seperti berikut ini:

1. Pendidik harus mengupayakan terwujudnya interaksi antarpeserta didik


yang berada dalam sebuah kelompok (student-to-studentinteraction).
2. Pendidik harus menciptakan interdependensi positif di kalangan anggota
kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus diupayakan
terlibat dalam kegiatan belajarini.
3. Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan secara adil
(individualaccountability).
4. Strategi BK menekankan pada pencapaian tujuan bersama (group process
skill).
Menurut Arends dalam Holil, pembelajaran yang menggunakan model

kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 20


1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan
materibelajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
3.Jika mungkin, anggota kelompok berasal dariras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda-beda.

4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.


Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Carin adalah: (a)setiap
anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c)
setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi
akademis.
b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang
berkemampuan rendah, sedang, dantinggi.
c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif
berbeda suku, budaya, dan jeniskelamin.
d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Menurut Lickona ada delapan bentuk pembelajaran kooperatif,yaitu:
(1) belajar berpasangan (learning partners), (2) susunan duduk berkelompok (cluster
group seating), (3) belajar bertim (student team learning), (4) belajar dengan membahas
berbagai topik dalam tim (Jigsaw learning), (5) mengetes tim (team testing), (6) proyek
kelompok kecil (small-group learning), (7) kompetisi dalam tim (team competision), dan
(8) proyek untuk seluruh kelas (Whole-class project). Sedangkan menurut Slavin,
terdapat lima metode utama dalam pembelajaran bertim (Student Teams Learning).
Tiga diantaranya, berlaku secara umum pada senua bidang studi, yaitu sebagai berikut:
”Student Teams-Achievement Division (STAD), Teams-Games Tournaments (TGT), and

Jigsaw II’. Sedangkan dua metode lainnya hanyaberlaku secara khusus, yaitu:
”Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)” untuk pengajaran
membaca dan menulis pada tingkat 2-8, dan ”Team Accelerated Instruction (TAI)” untuk
pengajaran matematika pada 3-6. Dari kelima metode pembelajaran kooperatif di atas
penulis menggunakan metode ”Student Teams-Achievement Division (STAD).”

Pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran IPA selain dapat


mempermudah dalam proses pembelajarannya, tetapi juga dapat
mengembangkan nilai sosialnya seperti interaksi antara guru dengan siswa,
antara siswa dengan siswa lainnya, komunikatif, serta bersifat multi arah.
Sebaliknya, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang bersifat
tradisional di kelas yang didominasi oleh metode ceramah dan ekspositorik,
sehingga proses belajar lebih banyak didominasi oleh guru (teacher centered).
Menurut Johnson dan Johnson kelemahan pembelajaran konvensional jika
dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 1 Perbandingan antara Pembelajaran Kooperatif dan
Pembelajaran Konvensional
Kelompok Pembelajaran Kelompok
Kooperatif Pembelajaran
Konvensional
saling tergantung secaraposistif tidak ada salingketergantungan
tidak ada pertanggungjawaban
pertanggungjawaban individual
secara individual homogen
menunjuk seorangpemimpin
heterogen bertanggung jawab
kepemimpinanbergantian hanya untuk dirinya
bertanggung jawab satu samalain hanya menekan padatugas
pada tugas danpemeliharaan keterampilan sosialdiabaikan
keterampilan sosial
diajarkan secara langsung guru mengabaikan
guru mengamati dan fungsi kelompok
campur tangan tidak
memperhatikan keefektifan proses memperhatikan kefektifan
kelompok proseskelompok

Ina Karlina, S.Pd, OpCit.


IWayan Koyan, Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif
dan Kemampuan Penalaran Verbal terhadap Hasil Belajar Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran IKIP Singaraja, No. 1TH.XXXVI Januari 2003, h.3
Menurut Lickona ada beberapa keuntungan dari penggunaan
pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:
1. Mengajarkan nilai-nilaikerjasama
2. Membangun masyarakat di dalamkelas
3. Mengajarkan dasar keterampilanhidup
4. Meningkatkan prestasiakademik
5. Menawarkan suatu alternatif jalan keluar (other alternative to tracking), dan
6. Memiliki potensi untuk memperlunak aspek negatif darikompetisi.
Terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada
dalam model pembelajaran kooperatifyaitu:
a. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengannorma.
b. Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina
hubungan kerja sama diantara anggotakelompok.
c. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang
dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan
menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yangdiberikan.
d. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,
mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran
untuk memperolehkesimpulan.

Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif


yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada tabel
2. 2.
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fas Tingkahlaku Guru


e
Guru menyampaikan semua
Fase 1:
tujuan pelajaran yang ingin
Menyampaikan tujuan
dicapai pada pelajaran
dan memotivasi
tersebut dan memotivasi siswa
siswa
belajar.
Guru menyajikan informasi
Fase 2: kepada siswa dengan jalan
Menyajikan informasi demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Guru menjelaskan kepada
Fase3: siswa bagaimana
Mengorganisasikan caranya membentuk kelompok
siswa ke dalam belajar dan
kelompok-kelompok membantu setiap
belajar kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-
Fase 4:
kelompok belajar pada saat
Membimbing kelompok
mereka mengerjakan tugas
bekerja dan belajar
mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah
Fase 5: dipelajari atau masingmasing
Evalua kelompok
si mempresentasikan hasil
kerjanya.
Guru mencari cara-cara
Fase 6: untuk menghargai
Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.
Sumber: (Arends, 1997) dalam
Yusuf

Menurut Slavin dalam Karuru pendekatan konstruktivis dalam


pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar
teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-
konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep
itu dengan temannya.
Thompson berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif turut
menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Di
dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok
-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam
kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang
heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran
kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku.
Metode adalah suatu cara mengajar, yang berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan pengajaran. Semakin baik metode yang digunakan, maka
akan semakin efektif dan efisien pula pencapaian tujuannya.
Guru dalam memberikan pelajaran menggunakan metode dan
pendekatan, untuk melayani, mendidik dan mengajar agar sesuai dengan
situasi dan kondisi siswa, maka perlu diterapkan suatu pembelajaran yang
pada teori belajar kognitif. Relevansi dari teori ini dalam pengajaran IPA
dijabarkan melalui konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan
mereka sendiri. Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi dengan
pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif, karena
pembelajaran kooperatif merupakan strategi alternatif untuk mencapai tujuan
IPA yang antara lain meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama
dengan orang lain, berpikir kritis dan pada saat yang sama dapat
meningkatkan prestasi akademiknya. Jadi siswa harus aktif membangun
pengetahuan mereka sendiri salah satunya dengan belajar kooperatif untuk
mencapai tujuan IPA.

c. Pembelajaran Kooperatif TipeSTAD


Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu
pembelajaran kelompok yang paling awal ditemukan dan populer di kalangan
para ahli pendidikan dari Johns Hopkins University dan telah banyak
diterapkan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang sangat mudah
diterapkan. Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif tipe STAD ini
menekankan pada aktivitasnya dan interaksi di antara siswa untuk saling
memotivasi dan saling menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi
yang maksimal. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok
dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari
laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah.
Pembelajaran dalam STAD dilakukan dengan presentasi, bukan hanya
oleh 4-5 anggota tim, tetapi guru juga melakukan presentasi. Siswa mengikuti
kuis individual untuk menunjukkan berapa banyak yang telah mereka pelajari.
Skor kuis individu dijumlahkan untuk membentuk sebuah tim skor, dan tim
adalah imbalan atas kinerja mereka. Tim yang terdiri dari siswa dengan
berbagai kemampuan akademis, genders, dan ras.
Pembelajaran tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan, dan
penghargaan kooperatif. Siswa bekerja sama dalam situasi semangat
pembelajaran kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai
tujuan bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan
tugas.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama.
Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat
dalam tabel 2. 3 berikut ini:

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Presentasi kelas Materi pelajaran dipresentasikan oleh


guru dengan menggunakan metode
pembelajaran. Siswa mengikuti
presentasi guru dengan seksama
sebagai persiapan untuk mengikuti tes
berikutnya
Kerja kelompok Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam
kegiatan kelompok ini, para siswa
bersama- sama mendiskusikan masalah
yang dihadapi, membandingkan jawaban,
atau memperbaiki miskonsepsi.
Kelompok diharapkan bekerja sama
dengan sebaik-baiknya dan saling
membantu dalam memahami materi
pelajaran
Tes Setelah kegiatan presentasi guru dan
kegiatan kelompok, siswa diberikan tes
secara individual. Dalam menjawab tes,
siswa tidak diperkenankan saling
membantu
Peningkatan skor individu Setiap anggota kelompok diharapkan
mencapai skor tes yang tinggi karena
skor ini akan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan skor rata-rata
kelompok
Penghargaan kolompok Kelompok yang mencapai rata-rata
skor tertinggi, diberikan
penghargaan.

belajar itu penting, bermakna dan menyenangkan. Guru yang menggunakan


STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi
akademik baru kepada siswa setia minggu menggunakan presentasi verbal
atau teks. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa
diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor
perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi
berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu.

Penyajian kelas maksudnya adalah pengajaran yang dilakukan oleh guru di dalam
kelas. Pengajaran di dalam kelas pada STAD tidak begitu berbeda dengan kegiatan
pengajaran biasa, hanya pengajaran yang diberikan harus difokuskan pada materi yang
dibahas saja. Setelah guru menyajikan materi sebanyak satu atau dua kali, barulah
kemudian siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
Dalam STAD, siswa akan disusun beranggotakan empat siswa yang beragam dalam
kemampunnya ataupun jenis kelaminnya. Fungsi ditentukannya kelompok dalam STAD
adalah untuk saling meyakinkan bahwa semua anggota dapat bekerja sama dalam
belajar, lebih khusus untuk menyiapkan semua anggota dalam menghadapi tes
perorangan dengan baik. Kelompok menjadi hal yag sangat penting dalam STAD, karena
dalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa sebaya untuk
mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Untuk menentukan anggota suatu
kelompok terlebih dahulu siswa disusun berdasarkan ranking (peringkat) nilairapor.
Kemudian guru memberikan tes untuk mengetahui skor individu maupun
kelompok. Langkah terakhir adalah pengakuan kelompok, dilakukan dengan
memberikan pujian sebagian penghargaan atas usaha yang dilakukan kelompok selama
belajar. Pujian ini diberikan kepada kelompok yang mencapai kriteria yang telah
ditetapkan bersama.
d. Metode Ekspositori
Metode ini sering dianggap sama dengan metode demonstrasi. Metode
ekspositori adalah suatu penyajian visual dengan menggunakan benda dua dimensi
atau tiga dimensi, dengan maksud mengemukakan gagasan atau sebagai alat untuk
membantu menyampaikan informasi yang diperlukan.
Mengajar dengan metode ekspositori berarti memadukan antara metode
demonstrasi dengan metode ceramah. Dalam menggunakan metode ini seorang guru
harus menyajikan dan memperagakan benda pada tempat yang dapat dilihat oleh
seluruh siswa sehingga siswa dapat memahami informasi yang disampaikan dengan
baik.
Pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori guru cenderung
menggunakan kontrol proses pembelajaran yang aktif, sementara siswa relatif pasif
menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Pembelajaran ekspositori ini
merupakan suatu proses pembelajaran yang berpusat pada guru (”teacher centered”),
guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama. Meskipun dalam ekspositori
digunakan metode lain selain ceramah dan dilengkapi atau didukung dengan
penggunaan media, penekanannya tetap pada proses penerimaan pengetahuan (materi
pelajaran) bukan pada proses pencarian dan konstruksi pengetahuan.
Tahapan pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut:
1.TahapPendahuluan
Guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas dan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, siswa mencatat bila perlu.
2. Tahap PenyajianMateri
Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan ceramah dan tanya
jawab, kemudian dilanjutkan dengan demonstrasi untuk memperjelas
materi yang disajikan dan diakhiri dengan penyampaian ringkasan atau
latihan.
3. TahapPenutup
Guru melaksanakan evaluasi berupa tes dan kegiatan tindak lanjut
seperti penugasan dalam perbaikan dan pengayaan atau pendalaman
materi.

e. Pembelajaran IPA dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan


MetodeEkspositori
Berbagai upaya dilakukan sebagai langkah untuk menyempurnakan kurikulum
serta peningkatan kualitas pembelajaran sains untuk mencapai tujuan pembelajaran
IPA yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achivement Division
(STAD) menjadi salah satu alternatif metode untuk meningkatkan hasil belajar IPA
terutama biologi. Dengan adanya model pembelajaran ini akan menarik minat siswa
dalam proses pembelajaran dan membantu para siswa untuk mencapai proses IPA,
keterampilan IPA, sikap ilmiah, sikap demokratis dan penerapannya di dunia nyata.
STAD dapat menyajikan proses belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan karena
siswa bisa lebih dekat dan akrab dengan teman sebaya mereka di kelas karena
pembelajaran dilakukan dengan cara berkelompok. Kebanyakan sekolah menggunakan
metode ekspositori yang metodenya berupa metode ceramah, tanya jawab dan juga di
dukung oleh metode demonstrasi. Akan tetapi dalam metode tersebut peranan guru
lebih dominan karena siswa hanya mendengarkan dan hanya menerima pengetahuan
tanpa adanya proses pencarian dan membangun pengetahuan.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah yang
menunjukkan hasil belajar biologi yang lebih tinggi, pembelajaran
kooperatif tipe STAD atau dengan metode ekspositori pada
konsep ekosistem terintegrasi nilai dan bagaimanakah respon
siswa terhadap nilai yang terkandung pada konsepekosistem?

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Sindangkasih. Adapun
waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2019 (semester
II tahun ajaran 2018/2019).

C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuasi eksperimen
atau eksperimen semu. Desain penelitian berbentuk randomized
control pretest- posttest design. Yaitu desain penelitian dimana
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dipilih secara acak,
masing-masing kelompok diberikan pretes dan postes.

Pre-test ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh


manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah
dapat dikuasai oleh peserta didik. Isi atau materi tes awal
menekankan pada bahan-bahan penting yang seharusnya sudah
diketahui atau dikuasai peserta didik sebelum pelajaran diberikan
kepada peserta didik. Sedangkan tes akhir dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang
tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya
oleh peserta didik. Isi atau materi tes akhir ini adalah pelajaran
yang tergolong penting yang telah diajarkan kepada peserta didik,
biasanya naskah tes akhir ini sama dengan naskah pada tesawal.

Adapun desain penelitian sebagai berikut:


Kelompok Pretest Perlakua Postte
n st
Eksperime T1 X T2
n
Kontrol T1 T2

D. Populasi dan Sampel


Pulasi Target adalah seluruh siswa SMAN 1 Sindangkasih.
Populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas X SMAN 1
Sindangkasih tahun ajaran 2016/2017. Sampel adalah siswa kelas
Xb dan Xc SMAN 1 Sindangkasih pada tahun ajaran 2018/2019.
Kelas Xc adalah sebagai kelas eksperimen dan kelas Xb adalah
sebagai kelas kontrol. Teknik pemilihan sampel dengan teknik
purposive.
E. VariabelPenelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe STAD
dengan. Sedangkan penanaman nilai-nilai sains. Sedangkan
variabel terikatnya adalah hasil belajar biologisiswa.
Variable X (Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning) Tipe STAD dengan Penanaman Nilai
-nilaiSains)

a. Definisi Konseptual
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang mengajarkan siswa
untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk
memerikan motivasi dan untuk membangun pemahaman dari
pengalaman mereka sendiri.
STAD (Student Team Achievement Division) merupakan
salah satu dari variasi pembelajaran kooperatif yang di
dalamnya terdiri atas 4-5 anggota kelompok yang heterogen.
Dalam STAD siswa saling bekerjasama untuk mencapai tujuan
bersama.
b. Definisi Operasional
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model
pembelajaran yang mengkoordinasikan anggota kelompok
untuk saling bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil
untuk menyelesaikan tugas kelompok secara bersama-sama.
2. Variabel Y (Hasil Belajar Biologi Siswa)
a. Definisi Konseptual
Hasil belajar adalah penguasaan keterampilan dan
konsep suatu mata pelajaran yang diukur melalui tes setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar biologi
adalah hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti pelajaran
biologi yang diketahui melalui hasil tes pelajaran tersebut.

b.Definisi Operasional
Dicapai oleh siswa dalam mata pelajaran biologi pada
konsep ekosistem. Hasil belajar biologi tentang konsep
ekosistem dapat diketahui setelah diberikan tes pada materi
ekosistem dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe
STAD.

F. Teknik PengumpulanData
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan data tes dan data non tes
sebagai instrumen penelitian. Adapun urutan pengumpulan
data dilakukan sebagai berikut:
1. Melakukan observasi terhadap kelas-kelas yang akan dijadikan

sampel dalam penelitian ini serta menentukan kelas yang akan


dijadikan kelompok eksperimen dan kelas yang akan dijadikan
kelompokkontrol.
2. Memberikan perlakuan (treatment) yaitu dengan memberikan
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bahasan
tentang ekosistem kepada kelas yang dijadikan kelas
eksperimen. Sedangkan pada kelas kontrol pembelajaran
biologi dengan menggunakan metode konvensional.
3. Memberikan soal-soal tes tentang konsep ekosistem dan non
tes pada kedua kelas dengan soal-soal yang sama. Soal non
tes diberikan untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran biologi dengan metode STAD dan nilai yang
terkandung dalam konsepekosistem.
Mengevaluasi hasil tes dan non tes yang diperoleh dari
kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Kemudian hasil tes tersebut dianalisis dan dipersiapkan
untuk dijadikan laporan hasil penelitian.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tes Kognitif
Tes kognitif berupa tes tertulis yang diberikan kepada
responden dalam bentuk tes objektif (multiple choice) dengan
lima option sebanyak 30 soal. Tes pengetahuan ini digunakan
untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap konsep
ekosistem yang telah dipelajari. Sebelum soal-soal itu diberikan
kepada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa melalui pre
test dan post test. Soal-soal itu telah diujicobakan dan
dinyatakan valid dan reliabel. Dari 50 soal pilihan ganda yang
diujicobakan, 20 soal yang dinyatakan valid berdasarkan
perhitungan yang menggunakan ANATES. Soal yang akan
dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 soal maka
dilakukan validitas konten kepada 10 soal yanglain.

Setelah soal-soal tersebut dinyatakan valid dan realiabel


maka soal- soal tersebut diberikan kepada siswa sebagai soal
pre test untuk mengetahui pemahaman awal siswa tentang
konsep ekosistem, siswa kelas eksperimen dan siswa kelas
kontrol diberikan soal-soal pre test dan post test sebanyak 30
soal pilihan ganda untuk mengetahui hasil belajar kedua
kelompok tersebut dan juga untuk mengetahui dampak dari
variabel bebas yang diterapkan pada kelompokeksperimen.
Diantarasoal-soalyangvalidantaralain:2,3,4,5,6,8,9,10,11,
13, 14, 17, 19, 20, 21, 22, 24, 26, 31, 32, 33, 34, 37, 38, 40, 44, 47, 48,
49, 50.

2. Kuesioner
Kuesioner dalam penelitian ini diberikan kepada siswa
untuk memperoleh respon siswa terhadap pembelajaran dengan
penanaman nilai sains. Angket ini bersifat tertutup dengan empat
pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju
(TS), sangat tidak setuju (STS). Angket yang digunakan
berjumlah 30 soal terdiri dari 20 butir pertanyaan positif dan 10
butir pertanyaan negatif.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Ekosistem yang Bernuansa Nilai Religi dan Praktis

Indikator No Butir Soal ∑ (+) ∑ ( -) ∑ %


Rasa Syukur kepada Allah 3, 4, 9, 19, 22 3 2 5 16,67%
Bukti Keberadaan Allah 10, 17, 21 1 2 3 10%
Perumpamaan Allah
1, 5, 6, 7, 14, 15, 5 1 6 20%
sebagai pelajaran bagi
Manusia
Ekosistem beserta 2, 8, 13, 20, 24, 26,
5 5 10 33,33%
Komponennya 27,
28, 29, 30
Manfaat Mempelajari
11, 12, 16, 18, 23, 25, 6 0 6 20%
Konsep Ekosistem
Total 20 10 30 100%

H. Kalibrasi Instrumen
Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan uji instrumen melalui:
1. Uji Validitas
Menurut Arikunto dalam Riduwan validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan
suatu alat ukur.3Instrumen dikatakan valid apabila alat ukur
yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur
(ketepatan). Untuk mengetahui bahwa hasil evaluasi maka
tiap butir soal harus diukur validitasnya, adapun pengukuran
validitas tiap butir soal yaitu dengan mempergunakan
korelasi Produk Momen dari Pearson melalui rumus sebagai berikut:

N   

N     N      


2 2 2 2

rxy =

Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y (Validitas
butir soal) X = Nilai suatu butir soal
Y = Nilai soal
N = Jumlah peserta tes
Dalam penelitian ini validitas butir soal dilakukan dengan
menggunakan program ANATES untuk butir soal pilihan ganda.
Berdasarkan pengujian validitas instrument penelitian yang
sudah disesuaikan dengan r tabel, dari 50 butir soal yang valid
berjumlah 20 butir. Karena butir soal yang dipergunakan
dalam instrumen penelitian ini berjumlah 30 soal maka ada 10
soal yang diperbaiki dengan validitas konten/isi.
Adapun kriteria acuan sebagai nilai pembanding untuk
menginterpretasikan validitas dapat dilihat pada tabel 3. 1

Tabel 3. 4 Derajat Validitas Soal

Rentang Keterangan
0,8 – 1,00 Sangat Tinggi
0,6 – 0,79 Tinggi
0,4 – 0,59 Cukup
0,2 – 0,39 Rendah
0,0 – 0,19 Sangat
Rendah

2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketetapan suatu alat evaluasi karena
memiliki taraf keterpercayaan yang tinggi. Suatu tes yang baik
akan memiliki reliabilitas yang tinggi, dimana tes tersebut akan
menghasilkan skor yang relatif tidak berubah walaupun diberikan
situasi yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini soal yang
digunakan berupa soal pilihan ganda (multiple choice) maka
digunakan rumus K-R 20 sebagai berikut :

nn

1 S 2 pq

r11 = S2

Keterangan :
r11= Reliabilitas soal secara keseluruhan
P = Proporsi siswa yang menjawab benar pada tiap item
Q = Proporsi siswa yang menjawab item dengan salah. (Q = 1 – P)

PQ = Jumlah hasil perkalian antara


P dan Q n = Banyaknya item
S = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar Varians)
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan ANATES
dalam untuk menghitung reliabilitas soal tes.
Adapun kriteria acuan sebagai nilai pembanding
untuk mengiterpretasikan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3. 5 Derajat Reliabilitas Soal

Rentang Keterangan
0,8 – 1,00 Sangat Tinggi
0,6 – 0,79 Tinggi
0,4 – 0,59 Cukup
0,2 – 0,39 Rendah
0,0 – 0,19 Sangat
Rendah

3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran merupakan salah satu analisis
kuantitatif konvensional paling sederhana dan mudah. Semakin
besar indeks menunjukkan semakin mudah butir soal, karena
dapat dijawab dengan benar oleh sebagian siswa atau seluruh
siswa. Sebaliknya, jika sebagian kecil atau tidak ada sama sekali
siswa yang menjawab benar menunjukkan butir sukar. Dalam
proses penghitungan peneliti menggunakan ANATES. Rumus
yang digunakan untuk mencari tingkat kesukaran suatu soal
adalah sebagai berikut:
B
P=N
Keterangan:
P = Proporsi (Indeks Kesukaran)
B = Jumlah siswa yang
menjawab benar N = Jumlah
peserta tes
Adapun kriteria yang menunjukan tingkat kesukaran
dapat dilihat tabel3.3.

Tabel 3. 6 Tingkat Kesukaran

Rentang Keterangan
0,76 – 1,00 Mudah
0,75 – 0,26 Sedang
0,00 – 0,25 Sukar

4. Daya Pembeda Soal


Daya beda digunakan untuk mengetahui kemampuan butir
dalam membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa
yang pandai dengan kelompok siswa yang kurang pandai. Dalam
proses penghitungan peneliti menggunakan ANATES. Rumus
yang digunakan untuk mencari daya
pembeda suatu soal adalah sebagai berikut:6
Ba Bb

D= 0,5N

Keterangan:
Ba = Jumlah yang menjawab benar pada
kelompok atas Bb = Jumlah yang menjawab
benar pada kelompok bawah N = Jumlah
peserta tes
Adapun kriteria yang baik sebagi daya pembeda adalah: > 0,30
1.Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
berdistibusi normal atau tidak. Menguji normalitas sampel
dengan menggunakan rumus Liliefors dengan taraf signifikan
=0,05.7

LO = F(Zi) – S(Zi)

Keterangan :

LO = Harga mutlak
terbesar F(Zi) =
Peluang angka baku
S(Zi) = Proporsi
angkabaku
Kriteria pengujian populasi ini dianggap berdistribusi normal jika :
Lhitung < Ltabel : Berdistibusi normal

Lhitung > Ltabel : Tidak Berdistribusi normal

b. Uji Homogenitas
Untuk menguji variasi dari populasi homogen, maka
dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan rumus uji
Fisher dengan taraf signifikan =0,05.

Rumus uji Fisher : Fhitung = Hipotesis statistik :


Ho : Varians populasi homogen
Variansterbesar Variansterkecil

Ha : Varians populasi tidak


homogen Kriteria
pengujian :
Ho diterima jika Fhitung
< Ftabel Ha ditolak jika
Fhitung > Ftabel
Setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas,
selanjutnya untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh
pembelajaran kooperatif dengan mengaitkan nilai sains terhadap
hasil belajar biologi maka dilakukan analisis data dengan
menggunakan rumus uji “t” sebagai berikut :

My = mean/nilai rata-rata hasil


kelompok kontrol Nx = jumlah siswa
kelompokeksperimen
Ny = jumlah siswa kelompokkontrol
t0 = nilai thitung
Kriteria Hipotesis, jika:
a. jika thitung > ttabel, maka tolak Ho dan Haditerima
b. jika thitung < ttabel, maka terima Ho dan Haditolak
Adapun taraf signifikan yang digunakan pada uji t adalah = 0,05
C. Analisis DataKualitatif
Dalam menganalisis data penulis menggunakan cara
persentase. Persentase artinya setiap data dipresentaikan
setelah dibuat tabulasi dalam jumlah frekuensi jawaban
responden untuk setiap alternatif jawaban. Pedoman yang
digunakan dalam mencari persentase setiap data adalah:

Keterangan :
f
P  N 100 0 0
P = Persentase untuk setiap
kategori jawaban f = Frekuensi
jawaban responden
N = Jumlah responden

J. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik yang akan diujikan adalah
sebagai berikut : Ho: μE < μK
Ha:
μE >
μK
KeterI
Ho = Hipotesis nihil
Ha = Hipotesis alternatif
μE = Hasil belajar siswa kelas eksperimen
μK = Hasil belajar siswa kelas kontrol.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Sa’dun. Pelakonan sebagai Pendekatan Unggulan dalam Pendidikan


Nilai.
Pendidikan Nilai. Tahun 1 No. 2 Mei 1996

Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta:


Bumi Aksara. 2002.

. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta. 2002.

Depdiknas. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).2008.

Efi, Perbandingan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Teknik Jigsaw


dengan STAD. Skripsi Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam,
Program Studi Biologi. Jakarta: Universitas Islam Syarif
Hidayatullah,2007

Ghazali, Syukur. Menerapkan Paradigma Konstruktivisme melalui


Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa,
JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 2.
OKTOBER2002
Hamzah, Teori Belajar
Konstruktivisme, http://akhmadsudrajat.wordpres.com/2008/08/20/teori-
belajar-konstruktivisme/(9 Januari2008)

http://www.damandiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf(9Janu

ari 2009)

http://www.wikipedia.org/konstruktivisme(9Januari 2009)

http://www.ed.gov/pub/EPTW/eptw10/eptw10u.html(9
Januari 2009)

http://www.geocities.com/guruvalah(28 Januari 2009)

http://www.puskur.net/inc/mdl/070_Model_PKH(22 November 2007)


http://rbaryans.wordspress.com/2007/05(22 November 2007)

http://www.disdikklungkung.net/PENERAPAN_MODELPEMBELAJA
RANKOOPERATIF_TYPE_STADDENGANMEDIAVCD.htm(28 Januari
2009)

Holil, Anwar. Pembelajaran Kooperatif,


http://anwarholil.blogspot.com/2007/09/pendidikan_inovatif.html(9

Januari 2009)
Isjoni. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009

Iswari, Mega. Pendidikan Nilai untuk Mempersiapkan Anak


Menghadapi Era- Globalisasi, Pedagogi Jurnal Ilmu
Pendidikani, Vol II No. 1 Juni 200.

Karlina, Ina. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai


Salah Satu Strategi Membangun
Pengetahuan Siswa.
http://www.sd_binatalenta/pend_pembelajarankooperatif_ina.
pdf (9

Januari 2009)

Karuru, Perdy. Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam


Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Siswa SLTP, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, No. 45, Tahun Ke-9, November
2003.

Koyan, I Wayan. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif dan


Kemampuan Penalaran Verbal terhadap Hasil Belajar
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja. No. 1TH.XXXVI
Januari 2003.

Mahanal, Susriyati. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup


(PLKH) sebagi Pendidikan Nilai. Pendidikan nilai. Tahun 2, No.
1 Nopember 1996.

Makmun, Abin Syamsudin. Psikologi Kependidikan, Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya. 2005.

Mansyur. Strategi Belajar Mengajar. Modul 1-6, Direktorat Jenderal


Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas
Terbuka. 1992.

Mulyasa,. E. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Reaja Rosdakarya.

2005.

Nasution, Wahydin Nur. Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif


dan Ekspositori terhadap Hasil Belajar Sains ditinjau dari
Cara Berpikir

Prayekti. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Berorientasi pada


Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division), Jurnal Tekeldikdas, Vol. 2, No.1, Juli
2002 : 121-134.

Rustaman, Nuryani. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM

Press, 2005 Sardiman A. M. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar.

Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada. 2007


Selamat, I Nyoman. Pengembangan Pembelajaran Kooperatif Melalui
Metode Bermain untuk Meningkatkan Proses dan Hasil
Belajar Siswa pada Konsep-konsep Kimia SMU

Semiawan, Conny dkk, Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: PT.


Gramedia.
1990

Soekarno, dkk,. Dasar-dasar Pendidikan Science. Jakarta: Bharara, 1973

Sofyan, Ahmad, dkk. Evaluasi Pembelaran IPA Berbasis Kompetensi,


Jakarta: UIN Press. 2006

Spencer, Kagan. Cooperative Learning. http://


www.KaganOnline.com(9 Januari 2009)

Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:


Rosdakarya, 1989

Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja


Grafindo Persada, 2005

Suja, I Wayan. Pendekatan Nilai-nilai Kemanusiaan (Human Values)


dalam Pembelajaran Sains, Aneka Widya STKIP Singaraja.
Edisi Khusus TH.XXXIII September 2000

Suparyanti, Noor, dkk, Psikologi Pendidikan, Modul 1-6, Direktorat


Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan
Universitas Terbuka. 1992

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.


Bandung: Remaja Rosdakarya. 2003

Yasa, Doantara. Metode Pembelajaran Kooperatif, http :

//www.ipotes.wordpress.com/ (9 Januari 2009)

Yudianto, Suroso Adi. Manajemen Alam sebagai Sumber Pendidikan Nilai.

Bandung: Mughni Sejahtera. 2005

Anda mungkin juga menyukai