Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dalam Dirjen Dikti
Kemendiknas (2010) memuat bahwa sistem pendidikan nasional bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya.Maksudnya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta berbudi pekerti luhur dan memiliki pengetahuan dan keterampilan, bertanggung jawab
kepada masyarakat dan bangsanya.
Menurut Nasution (2017) Prestasi belajar siswa merupakan salah satu tujuan dari proses
pembelajaran di sekolah, untuk itu seorang guru perlu mengetahui, mempelajari beberapa
metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar. Untuk menghasilkan prestasi (hasil)
belajar siswa yang tinggi, guru dituntut untuk mendidik dan mengajar siswa dengan
menggunakan metode pembelajaran yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran di kelas.
Djamarah dan Zain (2010) menyebutkan bahwa kedudukan metode adalah sebagai alat
motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran dan juga sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Harapan yang selalu menjadi tuntutan guru adalah bagaimana bahan pelajaran yang
disampaikan dapat dikuasai siswa secara menyeluruh dan tuntas. Ini merupakan masalah yang
cukup sulit bagi guru. Kesulitan ini disebabkan oleh metode pembelajaran yang diterapkan
kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan siswa. Siswa dalam pembelajaran tidak
hanya sebagai subjek dan objek, namun perlu disadari bahwa mereka individu dengan latar
belakang yang berbeda. Perbedaan bisa terjadi dari lingkungan tempat tinggal, aspek
intelektualnya, latar belakang ekonomi, maupun secara psikologi Untuk mencapai tujuan
pendidikan tersebut maka dalam proses belajar mengajar guru harus mampu untuk
menciptakan suasana kelas yang kondusif baik dengan menggunakan strategi, metode maupun
model-model pembelajaran. Menurut Saripudin dalam Sanjaya (2006) “model pembelajaran
merupakan suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model
pembelajaran sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran serta pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar di kelas. Pemilihan model
pembelajaran ini pengajar harus teliti untuk memilihnyaagar sesuai dengan tahap
perkembangan mahasiswa, tujuan kurikulum, potensi mahasiswa serta keadaan kondisi

1
2

dimana sasaran didik itu berada. Model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh
pengajar berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar (Kosasi:1996:2).
Berdasarkan hasil observasi ini berawal dari permasalahan masih rendahnya motivasi
belajar dan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran tematik
di kelas V SDN 1 Banjar Sari menunjukkan bahwa siswa kelas V mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal yang membutuhkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.
Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar dan prestasi belajar siswa kelas V SDN 1
Banjar Sari masih kurang. Diadakannya observasi ini bertujuan untuk melihat motivasi
belajar dan prestasi belajar siswa pada pembelajaran. Motivasi belajar merupakan hal yang
sangat esensial dalam belajar, tetapi kondisi di lapangan menunjukkan hal lain, motivasi
belajar siswa sekolah dasar memiliki kecenderungan rendah. Hasil observasi motivasi
belajar dan prestasi belajar siswa menunjukkan angka yang masih rendah.
Model Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan
inquiri dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Sistem pendidikan yang saat ini lebih
menekankan keaktifan siswa dibimbing guru sebagai fasilitator dalam proses belajar
mengajar. Siswa tidak hanya dituntut sekadar tahu tetapi paham dan memaknai setiap ilmu
yang diperoleh. Perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang disebut Student Center Learning
(SCL). Untuk menciptakan pembelajaran yang dapat berpusat pada siswa, guru haruslah
kreatif dalam penggunaan model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran dalam
pelajaran IPS sangat berpengaruh dalam ke-efektifan dan ke-efisiensian proses
pembelajaran. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu
model pembelajaran yang efektif digunakan pada pembelajaran berbasis kurikulum 2013.

Trianto (2010) menyatakan bahwa Problem Based Learning mampu membantu


siswa dalam memperoleh informasi dan menyusun pengetahuannya sendiri. Menurut
Yuliasari (2017) Problem Based Learning merupakan suatu model yang dimulai dengan meng-
hadapkan siswa pada masalah keseharian yang nyata atau masalah yang disimulasikan sehingga
siswa diharapkan menjadi terampil dalam memecahkan masalah . Sintak-sintak ini dengan
sendirinya akan melatihkan siswa untuk berpikir dan mencari informasi dalam
menyelesaikan permasalahan. Proses ini akan akan membuat siswa saling bertukar
informasi atau pendapat yang mendorong siswa untuk mendapatkan pengetahuan lebih dari
3

informasi yang didapat dari individu lain. Bentuk partisipasi yang mereka alami dengan
penerapan PBL yaitu berdiskusi, presentasi, bertanya dan menjawab dalam proses
pembelajaran sehingga dapat menguatkan siswa bahwa sebenarnya mereka bisa mandiri
tanpa harus menggantungkan orang lain (guru) untuk menjelaskan suatu hal yang baru yang
ditemukan dalam teks bacaan
Motivasi dalam kegiatan belajar merupakan faktor yang penting, karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong keadaan peserta didik untuk melakukan belajar.
Sedangkan menurut Purwanto (2007), motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong
seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu atau suatu usaha yang disadari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan
sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Perubahan energy dalam diri seseorang
yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan merupakan pengetian motivasi menurut Motivasi belajar dapat timbul karena faktor
intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan
cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar
yang kondusif,dan kegiatan belajar yang menarik. Kedua faktor tersebut disebabkan oleh
ransangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang
lebih giat dan semangat.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang sangat saling mempengaruhi. Belajar
adalah perubahan tingkah laku secara permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dan
praktik penguatan (motivasi) yang dilandasi tujuan tertentu. Korelasi ini menguatkan
urgensitas motivasi belajar.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang
sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses
member semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang termotivasi
adalah perilaku yang penuh eneri terarah dan bertahan lama.
Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dengan
memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Harapan yang tidak pernah
sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampailkan guru dapat
dikuasai anak didik secara tuntas. Ini merupakan masalah yang cukup sulit yang dirasakan
guru. Kesulitan itu dikarenakan peserta didik bukan hanya sebagai individu dengan segala
keunikannya, tetapi sedikit ada tiga askpek yang membedakan peserta didik yang satu dengan
yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis dan biologis.
4

Ketiga spek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervareasinya
sikap dan tingkah laku peserta didik di sekolah. Hal ini pula yang menjadi tugas cukup berat
bagi gurudalam mengelola kelas, tujuan pengajaran pun sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya
tidak perlu terjadi, karena usaha yang dilakukan masih terbuka lebar.
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran adalah
guru. Guru yang berkualitas dan profesional merupakan kunci keberhasilan pendidikan
melalui proses belajar mengajar sebagaimana digariskan dalam setiap perubahan kurikulum.
Unsur guru adalah unsur strategis dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar.
Mengacu kepada penyataan di atas, salah satu hal yang harus diperhatikan guru dalam
pembelajaran adalah kemampuannya dalam memilih dan menggunakan model, metode, dan
media/alat peraga serta sumber belajar yang sesuai dengan materi pelajaran yang
disampaikannya.Tetapi pada kenyataannya sampai saat ini guru belum mampu menentukan
model, metode, dan media/alat peraga serta sumber belajar yang tepat untuk digunakan dalam
pembelajaran sehingga berdampak negatif terhadap perolehan hasil belajar siswa. Metode
mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan yang
diharapkan dapat dimiliki peserta didik akan ditentukan oleh kerelevansian penggunaan suatu
metode yangs esuai dengan tujuan. Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat dicapai dengan
penggunaan metode yang tepat, sesuai dengan standar keberasilan yang terpatri di dalam
suatu tujuan.
Dapat dikatakan bahwa adanya prestasi belajar siswa yang tinggi dan berkualitas,
dapat dihasilkan dari proses pembelajaran yang berkualitas dan motivasi siswa yang tinggi,
untuk menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas seorang tenaga pendidik
membutuhkan kemampuan dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan dalam kelas, ketidaksesuaian metode pembelajaran yang diterapkan dapat
menurunkan kualitas proses pembelajaran itu sendiri, dengan demikian maka perbaikan dan
peningkatan prestasi belajar siswa di sekolah dapat dilaksanakan dengan adanya penggunaan
metode pembelajaran yang tepat oleh guru, dengan demikan dalam penelitian ini ingin
mengetahui dan menganalisis mengenai penggunaan metode pembelajaran dalam
peningkatan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa di sekolah.
Hal itu memerlukan adanya upaya untuk menggunakan model pembelajaran yang
sesuai, bervariasi dan menarik. Penggunaan media yang selama ini dilakukan seperti bagan,
peta konsep dan sejenisnya diduga membuat siswa bosan dan tidak menarik, di samping
faktor-faktor lainnya. Proses kegiatan belajar mengajar dalam menyampaikan materi
seharusnya guru memiliki inovasi baru agar peserta didik memiliki perhatian terhadap
5

proses pembelajaran sehingga akan lebih mudah memahami apa yang disampaikan. Inovasi
baru tersebut dapat dilihat dari cara mengajar, media yang digunakan, maupun dari sumber
belajarnya yang disesuaikan kebutuhaan dan tujuan pembelajaran. Guru juga dapat
memanfaatkan kemajuan teknologi baik informasi maupun elektronik untuk dijadikan
media pembelajaran yang dapat menarik minat siswa untuk belajar dan meningkatkan
motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti bermaksud untuk melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran PBL terhadap motivasi belajar dan
prestasi belajar Siswa Pada Kelas V SDN 1 Banjar Sari.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang maka rumusan masalah penelitian ini
adalah
a) Apakah model problem based learning efektif terhadap motivasi belajar siswa?
b) Apakah model problem based learning efektif terhadap prestasi belajar siswa?
c) Apakah terdapat pengaruh pada prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah
pembelajaran dengan model problem based learning berbantuan buku saku?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a) Menganalisis keefetifan model problem based learning berpengaruh terhadap motivasi
belajar siswa
b) Menganalisis keefektifan model problem based learning berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa.
c) Menganalisis perbedaan yang signifikan pada prestasi belajar siswa sebelum dan
sesudah pembelajaran dengan model problem based learning.
4. Kegunaan Penelitian
a) Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan alternatif kepada guru
dalam mengajar melalui model pembelajaran aktif seperti model Problem Based
Learning.
b) Dapat membantu siswa dalam meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar
siswa dan memberikan pengalaman yang baru dalam pembelajaran khususnya dalam
materi Ekosistem
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan informasi guna mendukung
peningkatan proses pembelajaran yang nantinya berpengaruh terhadap
kualitas sekolah sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.
6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Teori Pembelajaran
a. Teori Kontruktivisme
Perspektif konstruktivisme berakar pada filsafat tertentu tentang manusia dan
pengetahuan. Pada dasarnya perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih
bersifat kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak
(multiple perspectives) bukan hanya satu penafsiran saja. Hal ini berarti bahwa pengetahuan
dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi dengan lingkungan dan orang
lain. Dengan demikian peranan kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses
belajar melalui kegiatan individual dan sosial menjadi sangat penting (Bruning et al., dalam
Winataputra, 2008:65). Berikut ini akan dikemukakan ciri-ciri pembelajaran yang
konstruktivis menurut beberapa literature, yaitu: (1) Pengetahuan dibangun berdasarkan
pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya; (2) Belajar adalah merupakan
penafsiran personal tentang dunia; (3) Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna
dikembangkan berdasarkan pengalaman; (4) Pengetahuan tumbuh karena adanya
perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai informasi atau menyepakati suatu
pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain; (5) Belajar harus
disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan tugas
dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.
Kenyataan menunjukkan bahwa seorang guru yang mengajar di kelas sering
mendapatkan siswa-siswanya mempunyai pemahaman yang berbeda tentang pengetahuan
yang diperoleh dan dipelajarinya, pada hal siswa-siwa belajar dalam lingkungan sekolah
yang sama, guru yang sama, dan bahkan buku teks yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan tidak begitu saja di transfer dari guru ke siswa dalam bentuk tertentu,
melainkan siswa membentuk sendiri pengetahuan itu dalam pikirannya masing-masing
sehingga pengetahuan tentang sesuatu dipahami secara berbeda-beda oleh siswa.
Pengetahuan tumbuh dan berkembang dari buah pikiran manusia melalui konstruksi berfikir,
bukan melalui transfer dari guru kepada siswa. Oleh karena itu siswa tidak dianggap sebagai
berotak kosong ketika berada di kelas. Ia telah membawa berbagai pengalaman,
pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengkonstruksikan pengetahuan baru atas dasar
perpaduan pengetahuan sebelumnya dan pengetahuan yang baru itu dapat menjadi milik
mereka.

6
7

Perspektif konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih


menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses
yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar,
hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir
dan skema berpikir seseorang (Winataputra, 2008:66). Sebagai upaya memperoleh
pemahaman atau pengetahuan, siswa mengkonstruksi atau membangun pemahamannya
terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan
keyakinan yang dimiliki (Jonassen dalam Winataputra, 2008:66).
Dalam proses konstruksi, menurut Glasersfeld (dalam Nurhidayati, 2017) diperlukan
beberapa kemampuan sebagai berikut: 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan
kembali pengalaman; 2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi)
mengenai persamaan dan perbedaan; dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman
yang satu daripada yang lain. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman sangat penting karena pengetahuan di bentuk berdasarkan interaksi dengan
pengalaman-pengalaman tersebut.
Perspektif konstruktivisme pembelajaran di kelas dilihat sebagai proses konstruksi
pengetahuan oleh siswa. Perpektif konstruktivisme mengharuskan siswa bersikap aktif.
Dalam proses belajar, siswa mengembangkan gagasan atau konsep baru berdasarkan analisis
dan pemikiran ulang terhadap pengetahuan yang diperoleh pada masa lalu dan masa kini.
Dengan demikian pembelajaran perlu disusun berorientasi lebih kepada kebutuhan dan
kondisi siswa, dengan memicu rasa ingin tahu dan keterampilan memecahkan masalah
melalui inquiry learning, reflective learning, dan problem based learning. Proses
pembelajaran yang terjadi lebih dimaksudkan untuk membantu atau mendukung proses
belajar, bukan sekadar untuk menyampaikan pengetahuan (Cunningham & Duffy dalam
Winataputra, 2008:67). Sehingga penekanannya bukan hanya pada bagaimana mentransfer
ilmu sebagaimana menyuapi siswa dengan makanan jadi, tetapi pada cara mentransform
struktur berpikir dan pengetahuan dimana siswa mengolah pemahamannya dari yang
disiapkan guru.
b. Teori Konstruktivisme Menurut Piaget
Piaget (dalam Winataputra, 2008:68) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif
manusia sesuai dengan urutan atau sequence tertentu. Kemampuan berpikir pada satu
tahapan yang lebih tinggi merupakan perkembangan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Pada
tahapan yang lebih tinggi seseorang lebih mampu berpikir terorganisasi dan abstrak
(abstract thinking). Piaget menyebutkan sebagai kemampuan untuk mengembangkan skema
8

berpikir (schemas, yang berarti building blocks of thinking). Menurut Piaget proses berpikir
melibatkan dua jenis proses yang saling berhubungan, yaitu mengorganisasikan (organizing)
dan mengadaptasi/mengubah (adapting) informasi atau pengetahuan. Ketika
mengorganisasikan pengetahuan, yang dilakukan seseorang adalah membedakan informasi
yang penting, atau konsep utama dengan jabarannya, serta melihat saling keterkaitan antara
satu konsep dengan konsep lainnya. Di samping itu seseorang yang adaptasi ketika belajar,
yaitu melalui asimilasi dengan cara pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki, atau melalui proses akomodasi terhadap pengetahuan baru, dengan sedikit banyak
mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki.
Dalam pandangan Piaget, pengetahuan dibentuk oleh anak lewat asimilasi dan
akomodasi dalam proses yang terus menerus sampai ketika dewasa. Asimilasi adalah proses
kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, nilai-nilai ataupun
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi
dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan
kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Setiap orang selalu secara
terus menerus mengembangkan proses asimiliasi. Proses asimilasi bersifat individual dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga pengertian
orang berkembang.
Dalam proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman baru dengan skema yang telah dipunyai. Dalam keadaan
seperti ini orang akan mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru yang cocok
dengan rangsangan yang baru, atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok
dengan rangsangan itu. Misalnya, seorang anak mempunyai skema bahwa semua binatang
harus berkaki dua atau empat. Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-
binatang yang pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia datang ke kebun binatang, di mana
ada puluhan bahkan ratusan binatang yang jumlah kakinya ada yang lebih dari empat atau
bahkan tanpa kaki. Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok dengan
pengalaman yang baru, maka dia mengadakan akomodasi dengan membentuk skema baru
bahwa binatang dapat berkaki dua, empat atau ledih bahkan ada yang tanpa kaki namun
semua disebut binatang.
Skema itu hasil suatu konstruksi yang terus menerus diperbaharui, dan bukan tiruan
dari kenyataan dunia yang ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus
berjalan dalam diri seseorang, sampai pada pengetahuan yang mendekati para ilmuwan.
Pendekatan Piaget dalam proses pembentukan pengetahuan memang lebih personal dan
9

individual, kendati dia juga bicara soal pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan
pemikiran anak, tetapi tidak secara jelas memberikan model bagaimana hal itu tejadi pada
diri anak. Bagi Piaget, dalam taraf-taraf perkembangan kognitif yang lebih rendah (sensori-
motor, dan pra-operasional), pengaruh lingkungan sosial lebih dipahami oleh anak sebagai
sama dengan objek-objek yang sedang diamati anak. Anak belum dapat menangkap ide-ide
dari masyarakatnya. Baru pada taraf perkembangan yang lebih tinggi (operasional konkret,
terlebih operasional formal), pengaruh lingkungan sosial menjadi lebih jelas. Dalam taraf
ini, bertukar gagasan dengan teman-teman, mendiskusikan bersama pendirian masing-
masing, dan mengambil konsensus sosial sudah lebih dimungkinkan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif
konstruktivisme, belajar lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai
tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga
dinilai penting. Belajar melalui dua tahap yaitu mengorganisasikan dan adaptasi.
mengorganisasikan pengetahuan, yang dilakukan seseorang adalah membedakan informasi
yang penting, atau konsep utama dengan jabarannya, serta melihat saling keterkaitan antara
satu konsep dengan konsep lainnya. Kemudian adaptasi ketika belajar, yaitu melalui
asimilasi dengan cara pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki, atau
melalui proses akomodasi terhadap pengetahuan baru, dengan sedikit banyak mengubah
struktur kognitif yang telah dimiliki.
2. Penelitian yang Relevan
a. Hasil penelitian dari Indrayati & Jailani pada tahun 2015 dengan judul Pengembangan
Media Komik Pembelajaran Matematika Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar
Siswa Kelas V. dengan hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa media
yang dikembangkan ini mendapatkan penilaian dari para ahli dengan kategori “baik”,
penilaian guru dan siswa yang menggunakan media komik menyatakan praktis,
sehingga media pembelajaran ini layak digunakan. Hasil uji lapangan menunjukkan
media komik pembelajaran matematika yang digunakan dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa sebesar 0,65 tergolong dalam kategori sedang menurut skala gain,
sedangkan prestasi belajar siswa sebesar 0,73 tergolong dalam kategori tinggi menurut
skala gain.
b. Penelitian dari Sri Sumarni tahun 2017 dengan judul penelitian Upaya Meningkatkan
Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SDN Randuagung 02 dengan Model CTL
Melalui Metode Variasi pada materi Lingkaran. Hasil penelitian Dari hasil analisis hasil
observasi di ketahui bahwa motivasi belajar siswa mengalami peningkatan dimana pada
10

Siklus I 79,9% dan Siklus II 87,3% mengalami peningkatan 7,4%. Hasil observasi ini
memungkinkan satu anak melakukan berbagai aktivitas sesuai alat observasi yang
digunakan. Sedangkan hasil belajar yang dilakukan melalui tes, setelah tindakan ratarata
67,1 pada Siklus I 75,2 dan pada Siklus II 82,7. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dengan Variasi Metode
berdampak positif terhadap motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas VI SDN
Randuagung 02 Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
c. Penelitian mengenai model Problem Based Learning yang dilakukan oleh Dewi et al.,
pada Tahun 2014 Dengan Judul “Pengaruh Model Problem Based Learning Berbantuan
Media Cetak Terhadap Hasil Belajar Ips Siswa Kelas V Sd Gugus V Mengwi” hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan Model Problem Based Learning berbantuan
Media Cetak berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD gugus V Mengwi
Ka bupaten Badung tahun pelajaran 2013/2014. Latar belakang penelitian ini yaitu
minimnya kemampuan berpikir kritis siswa dan kemampuan pemecahan masalah, media
yang digunakan di sekolah kurang inovatif sehingga membuat siswa malas belajar, dan
dalam kegiatan pembelajaran guru tidak menggunakan model pembelajaran yang sesuai
dengan materi yang akan disampaikan.
d. Astuti et al., (2016) melakukan penelitian mengenai model PBL yang menunjukkan
bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan Penguasaan
Kompetensi Pengetahuan IPS dan kemampuan berpikir kritis pada kelas VA SDN 1
Sumerta tahun ajaran 2015/2016. Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini
yaitu penguasaan kompetensi pengetahuan IPS terutama kemampuan berpikir kritis di
kelas VA masih kurang optimal, kurang maksimalnya penerapan pendekatan saintifik
dan pemilihan model pembelajaran yang tepat membuat proses pembelajaran menjadi
kurang menarik, siswa merasa bosan, kurang komunikatif, aktif dan partisipasi yang
rendah dalam kegiatan pembelajaran.

3. Pengertian Belajar
1. Belajar

Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam
keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru
sehingga memungkinkan seseorang mengalami perubahan prilaku yang relatif tetap baik
dalam berfikir, merasa, maupun dalam bertindak (Susanto, 2016:4). Belajar adalah suatu
11

perubahan prilaku yang relatif permanen dan dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun
dari pembelajaran yang memiliki tujuan atau direncanakan (Sumantri, 2015:2). Belajar
secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi mealui pengalaman,
dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakterisktik seseorang
sejak lahir (Al-tabany, 2014:18). Belajar merupakan proses aktif internal individu dimana
melalui pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya perubahan
tingkah laku yang relatif permanen (Kurniawan, 2014:4). Belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan, dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap, dimana perubahan ini tidak lepas dari peran guru
sebagai pengajar. Dalam proses belajar ini pula keaktifan tiap siswa dalam melakukan
ketrampilan, eksplorasi, penemuan-penemuan baru supaya lebih ditingkatkan. Agar proses
belajar berjalan dengan baik hendaknya mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan siswa
sehari-hari. Qamardhani (2016). Menurut Slameto (2010: 2), ”belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan di atas mengenai pengertian belajar menurut
para ahli, maka dapat disintesiskan bahwa belajar memang merupakan suatu proses tingkah
laku yang dilakukan oleh individu untuk mendatangkan suatu perubahan baik secara
keseluruhan maupun sebagian yang disertai adanya perubahan terhadap sikap, pengetahuan,
kebiasaan, keterampilan dan daya pikir untuk menuju kearah yang lebih baik

Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian belajar, peneliti


menyimpulkan bahwa belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja
untuk memperoleh pengetahan baru sehingga memungkikan seseorang mengalami
perubahan tingkah laku yang relatif permanen. Perubahan tingkah laku tersebut dihasilkan
dari pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan ataupun dari pembelajaran yang
memiliki tujuan atau direncanakan.

a. Pengertian Pembelajaran
Kata pembelajaran merupaka perpaduan dari aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas
belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada peserta didik. Sementara
mengajar instruksional dilakukan oleh guru. Jadi, istilah pembelajaran adalah ringkasan kata
dari belajar dan mengajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata
12

belajar dan mengajar, proses belajar mengajar, atau kegiatan belajar mengajar (Susanto,
2016:18-19).
Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik,
dimana diantara keduaya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada
suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya (Al-tabany, 2014:19).
Sedangkan menurut Hamalik berpenfapat bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran (Hamalik, 2014:57).
Dari pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
pembelajaran adalah suatu aktivitas belajara yang dilakukan oleh peserta didik dan aktivitas
mengajar yang dilakukan oleh guru serta meliputi unsur-unsur material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur sehingga terjadi komunikasi yang intens dan terarah agar
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Ciri-Ciri Belajar
Dalam kegiatan harus terdapat suatu tanda atau ciri, sehingga seseorang dikatakan belajar.
Karena ada seseorang yang dikatakan belajar tetapi justru bermain, walaupun ada
pemahaman tentang belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar. Ciri-ciri suatu
kegiatan dikatakan sebagai kegiatan belajar yaitu: 1) Siswa berpartisipasi aktif
meningkatkan minat dan tercapainya tujuan instruksional. 2) Adanya interaksi siswa dengan
lingkungan. 3) Belajar merupakan proses berkelanjutan hingga mendapat pengertian yang
mendalam, sehingga hasilnya diterima oleh peserta didik apabila memberi kepuasan pada
kebutuhan dan berguna serta bermakna bagi peserta didik tersebut. 4) Mengembangkan
kemampuan siswa ke arah lebih maju dan baik, hasil yang telah dicapai bersifat kompleks
dan dapat berubah-ubah jadi tidak sederhana dan statis
2. Motivasi Belajar
Menurut Uno (2014, p. 31), indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: (a) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (b) adanya dorongan dan kebutuhan dalam
belajar, (c) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (d) adanya penghargaan dalam belajar,
(e) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan (f) adanya lingkungan belajar yang
kondusif. Jadi, motivasi dapat didefinisikan sebagai pendorong, atau motivasi adalah suatu
usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya
untuk bertindak melakukan sesuatu atau belajar sehingga mencapai tujuan tertentu
13

Motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses belajar yang dapat
memberikan dampak positif pada prestasi siswa. Motivasi belajar dapat terbentuk melalui
keterlibatan guru dan orang tua dengan berbagai cara dalam mendorong motivasi siswa.
Pemberian hadiah yang dapat berupa benda atau ucapan bernilai positif (pujian) terhadap
perilaku positif yang ditunjukkan siswa dapat meningkatkan motivasi siswa. Motivasi yang
timbul dari luar diri siswa disebut sebagai motivasi ekstrinsik.
Pemberian motivasi ekstrinsik seperti hadiah dan penghargaan pada akhirnya akan
mencapai titik jenuh yaitu saat siswa tidak termotivasi lagi dengan hadiah atau penghargaan
yang diberikan oleh guru atau orang tua. Jacobsen (2009: 12) menyebutkan bahwa faktor
motivasi yang didasarkan pada penghargaan-penghargaan ekstrinsik karena menyenangkan
orang lain dan menerima reward hanya menghasilkan keuntungan pembelajaran jangka
pendek. Dengan demikian, penting sekali bagi guru untuk membantu siswa menumbuhkan
motivasi instrinsik supaya siswa memiliki keinginan untuk menghadapi, mengeksplorasi,
dan mengatasi tantangan-tantangan dalam proses belajar.
3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar yang
dijalani oleh seorang siswa di bangku pendidikan. Tinggi rendahnya hasil belajar siswa yang
menunjukkan tingkat keberhasilan belajarnya, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) siswa.
Purwanto (dalam Premana, 2011:3) berpendapat sebagai berikut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: 1) Faktor yang
ada pada diri organisme itu sendiri, disebut faktor individual. 2) Faktor yang ada di luar diri
individu, yang disebut faktor sosial. Yang termasuk ke dalam faktor individual adalah faktor
kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedang yang
termasuk faktor sosial adalah faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara
mengajarnya, alatalat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan, kesempatan
yang tersedia, dan motivasi sosial.
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh
prestasi. Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam
belajar, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar
mengajar berlangsung.
Adapun prestasi dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar
yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan
belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang lebih khusus mengartikan
14

bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada suatu yang
mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan
prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara
garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli
mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka
anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.
Sehubungan dengan prestasi belajar, M Ngalim Poerwanto (2007:28) memberikan
pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar
sebagaimana yang dinyatakan dalam rapor”. Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan
bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang
siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”.
Sedangkan menurut S. Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah “Kesempurnaan yang
dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna
apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan
prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga
kriteria tersebut”. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi
belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan
menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar
seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran
yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses
belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari
evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi prestasi Belajar


Menurut Muhibbin Syah (2002, 132–139), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, antara lain :
1 Faktor Internal Siswa Yaitu faktor dari dalam diri siswa sendiri, meliputi dua aspek,
yakni aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat
rohaniah).
a) Aspek fisiologis (fisik) Kondisi fisik meliputi kelima indera, yaitu indera penglihat,
pendengar, peraba, pembau dan perasa. Dalam pembelajaran kelima indera tersebut
yang berperan penting adalah pendengaran dan penglihatan. Keadaan fisik yang baik
15

dan sehat akan sangat menguntungkan perbuatan belajar sekaligus akan mempengaruhi
prestasi belajar itu sendiri, tetapi sebaliknya keadaan fisik yang terganggu atau sakit
memungkinkan prestasi belajar akan menurun. Aspek psikologis yaitu 1)Tingkat
Kecerdasan atau intelegensi siswa Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak
dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini
bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegansi seorang siswa maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi
seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses. 2) Sikap
siswa Sikap siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang disajikan
guru merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya,
sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang disajikan, apalagi jika
diiringi kebencian kepada guru atau pada mata pelajaran yang disajikan maka dapat
menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut. 3) Bakat siswa Tumbuhnya keahlian
tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan
dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang
studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang
peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik, apalagi seorang
guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai
dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut. 4) Minat siswa Minat
seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas
pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Siswa yang menaruh
minat yang besar terhadap mata pelajaran tertentu akan memusatkan perhatiannya lebih
banyak daripada siswa lainnya, kemudian karena pemusatan perhatian yang intensif
terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat dan
akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. 5) Motivasi siswa Motivasi dalam belajar
adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong
keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar
adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan, demikian pula dalam
kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi
untuk belajar.
2 Faktor eksternal siswa Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa. Seperti faktor internal siswa, faktor
ekstenal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan non-sosial.
16

a) Lingkungan sosial Lingkungan sosial terdiri dari lingkungan sosial sekolah dan
lingkungan sosial siswa. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf
administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar
seorang siswa. Lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-
teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan sosial yang
banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu
sendiri.
b) Lingkungan non-sosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial ialah
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya,
alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-
faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa
3) Faktor pendekatan belajar Disamping faktor-faktor internal dan eksternal, faktor
pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa
tersebut. Misalnya seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep,
mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang
menggunakan pendekatan belajar surface atau reproductive Pengukuran Prestasi Belajar
Pengukuran prestasi belajar untuk mengetahui proses belajar siswa pada pelajaran dan dapat
dilakukan dengan tes sebagai alat ukur. Menurut M. Ngalim Purwanto (2009: 33-34), ada
empat macam kegunaan tes yaitu:
a) Untuk menentukan penempatan siswa dalam suatu jenjang atau jenis program
pendidikan tertentu disebut placement test.
b) Untuk mencari umpan balik (feed back) guna memperbaiki proses belajar mengajar
bagi guru maupun siswa disebut tes formatif.
c) Untuk mengatur atau menilai sampai dimana pencapaian siswa terhadap bahan
pelajaran yang telah diajarkan dan selanjutnya untuk menentukan kenaikan tingkat
atau kelulusan siswa bersangkutan disebut tes sumatif.
d) Tes yang bertujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan belajar siswa seperti latar
belakang psikologis, fisik dan lingkungan ekonomi siswa disebut tes diagnostik.
Dari masing-masing tes tersebut diatas yang digunakan dalam pengukuran prestasi belajar
adalah rata-rata nilai UTS semester I SD Negeri 1 Banjar Sari tahun 2021/2022 yang telah
dicapai siswa yang dapat menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya.
4. Model Pembelajaran
17

Menurut Soekamto, dkk mengemukakan maksud dari model pembelajaran, yaitu:


“Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.” (dalam al-Tabany 2014:24).
Menurut Suherman, model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi peserta
didik dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas (dalam
Nurdin dan Andriantoni 2016:181).
Menurut Arends model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,
termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat di definisikan
sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (dalam Suprijono 2017:65).
Menurut berbagai pendapat tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah rancangan pola metode, strategi, teknik, dalam sebuah kegiatan
pembelajaran di dalam kelas sebagai interaksi guru dan peserta didik dalam kegiatan belajar.
a. Macam-Macam Model Pembelajaran
Arends menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru
dalam mengajar yaitu presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran
kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah (problem based learning) dan diskusi kelas
(dalam Trianto 2009: 25).
Menurut Nurdin dan Andriantoni model-model pembelajaran meliputi, model
pembelajaran Cooperative Learning, model pembelajaran Contextual Teaching Learning
(CTL), model pembelajaran Discovery/inquiry Learning, model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL), model pembelajaran Induktif, model pembelajaran Advance
Organizer, model pembelajaran Sinektik, model pembelajaran Mind Mapping, model
pembelajaran belajar tuntas (Mastery Learning), model pembelajaran Role Playing (Nurdin
dan Andriantoni, 2016:179-255).
Berdasarkan macam-macam model pembelajaran yang telah dijelaskan di atas, peneliti
mengunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk diterapkan dalam
meningkatkan motivasi belajar dan hasil prestasi belajar peserta didik kelas V pada mata
pelajaran Ekosistem
18

b. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran (Hairi, 2017).
Supriadi (2013) menyatakan model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang
merupakan model pembelajaran inovatif yang mengupayakan siswa untuk dapat
menyelesaikan masalah (problem). Masalah dapat diperoleh dari guru atau dari siswa.
Dalam kegiatan pembelajarannya siswa dilatih untuk kritis dan kreatif dalam memecahkan
masalah serta difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa.
Cindy & Barrows (2006), menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
model pembelajaran aktif berdasarkan penggunaan yang tidak terstruktur masalah sebagai
stimulus untuk belajar. Masalah-masalah yang terstruktur sangat kompleks masalah yang
tidak dapat diselesaikan dengan algoritma sederhana. Masalah seperti itu belum tentu
memiliki satu jawaban yang benar tetapi mengharuskan peserta didik untuk
mempertimbangkan alternatif dan memberikan argumen beralasan untuk mendukung solusi
yang mereka hasilkan. Dalam PBL, siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan dalam penalaran dan pembelajaran mandiri. Studi empiris dari PBL telah
menunjukkan bahwa siswa yang telah belajar dari kurikulum PBL lebih mampu untuk
menerapkan pengetahuan mereka pada masalah-masalah baru serta memanfaatkan self-
directive yang lebih efektif strategi belajar daripada siswa yang telah belajar dari kurikulum
tradisional (Schmidt et al., dalam Cindy & Barrows, 2006).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL
merupakan model pembelajaran yang mendayagunakan kemampuan berpikir dalam sebuah
proses kognitif yang melibatkan proses mental yang dihadapkan pada kompleksitas suatu
permasalahan yang ada di dunia nyata. Siswa diharapkan memiliki pemahaman yang utuh
dari sebuah materi yang diformulasikan dalam masalah, penguasaan sikap positif, dan
keterampilan secara bertahap dan berkesinambungan. PBL menuntut aktivitas mental siswa
dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan melalui situasi atau masalah yang
disajikan di awal pembelajaran. Siswa memahami konsep dan prinsip dari suatu materi
dimulai dari bekerja dan belajar terhadap situasi atau masalah yang diberikan melalui
investigasi, inquiry, dan pemecahan masalah. Siswa membangun konsep atau prinsip
dengan kemampuannya sendiri yang mengintegrasikan keterampilan dan pengetahuan yang
sudah dipahami sebelumnya.
19

c. Tujuan PBL
Huang & Wang (2012) menyatakan PBL bertujuan untuk membantu peserta didik
meningkatkan motivasi intrinsik, membangun kemampuan berpikir, mengembangkan
pengetahuan tingkat tinggi, melatih peserta didik menjadi pembelajar mandiri yang bisa
bekerja sama berkolaborasi dalam kelompok, untuk membantu peserta didik
mengidentifikasi kemungkinan koneksi antara bukti yang relevan dan masalah, dan untuk
membantu peserta didik mengembangkan karakter yang bertanggung jawab dan
professional. Trianto (2012:94-95) menyatakan tujuan PBL sebagai berikut: 1) membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah,
melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi; 2) belajar peranan orang
dewasa yang autentik, mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas; 3) menjadi
pembelajar yang mandiri.
d. Sintak PBL
Kosasih (dalam Astuti, 2016) menyatakan PBL terdiri dari lima tahapan yakni (1)
mengamati, mengorientasikan siswa terhadap masalah; (2) menanya, merumuskan
permasalahan; (3) menalar, mengumpulkan data; (4) mengasosiasi, merumuskan jawaban;
(5) mengkomunikasikan. Trianto (2012:99) menyatakan sintaks PBL sebagai berikut.
Tabel 2.1 Sintaks PBL

Fase Indikator Tingkah laku Guru


1 Orientasi siswa pada Menjelaskan tujuan pembelajaran,
masalah menjelaskan logistik yang
diperlukan, dan memotivasi
siswa yang terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa Membantu siswa mendefinisikan
untuk belajar dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut
3 Membimbing Mendorong siswa untuk
penyelidikan mengumpulkan informasi
individual/kelomp yang sesuai, melaksanakan
ok eksperimen untuk
mendapatkan penejalsan dan
pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan Membantu siswa dalam
mengajikan hasil merencanakan dan
karya menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan, dan
membantu mereka untuk
berbagai tugas dengan
temannya
5 Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan
20

Fase Indikator Tingkah laku Guru


mengevaluasi refleksi atau evaluasi
proses pemecahan terhadap penyelidikan mereka
masalah dan proses yang mereka
gunakan

e. Kelebihan PBL
Uden dan Beaumonr (dalam Astuti, 2016) menyatakan beberapa kelebihan yang dapat
diamati dari siswa yang belajar dengan menggunakan PBL, asebagai berikut.
1. Mampu mengingat dengan lebih baik informasi dan pengetahuannya;
2. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis, dan keterampilan
komunikasi;
3. Mengembangkan basis pengetahuan secara integrasi;
4. Menikmati belajar;
5. Meningkatkan motivasi yang baik dalam kerja kelompok;
6. Mengembangkan belajar straregi belajar;
7. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
f. Kekurangan PBL
Hamdani (2010:86) menyatakan beberapa kelamahan model pembelajaran PBL,
sebagai berikut.
1. Sukar sekali menemukan masalah yang ebnar-benar cocok dengan tingkat
kemampuan siswa;
2. Memerlukan waktu yang lama, artinya memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang
dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain;
3. Siswa yang pasif dan malas akan tertinggal;
21

5. Kerangka Berpikir

Permasalahan:
1. Motivasi belajar siswa masih tergolong rendah.
2. Penggunaan model pembelajaran yang masih kurang optimal dan terbatas
3. Kontribusi siswa dalam pembelajaran masih belum optimal.
4. Rendahnya prestasi belajar siswa

Kegiatan pembelajaran mata pelajaran Kelas V SDN 1 Banjar


Sari
Materi Ekosistem

Pembelajaran PBL

Setiap kelompok berdiskusi


(proses konstruksi) untuk
menentukan solusi dari
permasalahan dibantu dengan
model PBL

Pretest dan Posttest

Model pembelajaran Problem Based Learning efektif terhadap


motivasi belajar dan prestasi belajar siswa

Kondisi di lapangan kurangnya penggunaan model pembelajaran yang interaktif,


kegiatan pembelajaran berlangsung membosankan karena guru belum memanfaatkan model
pembelajaran. Kurangnya penggunaan model pembelajaran menyebabkan motivasi belajar
yang rendah. Pembelajaran menjadi kurang menarik bagi siswa dan berakibat pada
22

kurangnya prestasi belajar siswa. Oleh sebab itu, perlu dirancang model pembelajaran
pembelajaran.
Langkah dalam setiap pembelajaran problem based learning akan memberikan
dampak pada setiap siswa. Tahap orientasi siswa pada masalah diharapkan siswa termotivasi
agar terlibat dalam pemecahan masalah dalam pembelajaran. Membimbing penyelidikan
individu dan kelompok mengumpulkan informasi dari berbagai sumber. Mengembangkan
dan mneyajikan hasil karya siswa memecahkan masalah, merencanakan, dan menyiapkan
laporan. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah siswa melakukan
refleksi serta evaluasi terhadap masalah yang telah dipecahkan serta meminta kelompok
presentasi

6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1) Terdapat pengaruh model probelm based learning terhadap motivasi belajar siswa.
2) Terdapat pengaruh model problem based learning terhadap prestasi belajar siswa.
3) Terdapat pengaruh pada prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah mendapat
pembelajaran dengan model problem based learning
23
24

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 METODE PENELITIAN
3.1.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu quassi eksperimental atau yang biasa disebut
eksperimental semu. Jenis penelitian ini dipilih karena pada kenyataannya sulit
mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian seperti True
eksperimental design (Sugiyono,2011:114)
Penelitian ini menggunakan desain preetes-posttest nonequivalent control group
design dengan menggunakan dua kelas yang terdiri dari kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Pada kelas eksperimen akan mendapatkan model pembelajaran Problem Based Learning
berbantuan media buku saku, sedangkan pada kelas kontrol akan mendapatkan
pembalajaran dengan menggunakan model problem based learning berbantuan media
gambar.
Desain ini digunakan karena sebelumn dan sesudah diberikan perlakuan, kelas kontrol
dan kelas eksperimen mendapatka preetest dan posttest. Selain itu, pemilihan kelas kontrol
dan kelas eksperimen juga dulakukan secara acak sehingga tidak sepenuhnya sama
(nonequivalent) (Andy Prastowo, 2011:158). Sebelum diberi perlakuan untuk mengukur
kemampuan awal.
Desain penelitian disajikan pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Desain Penelitian Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group Design
Group Pretest Treatment Posttest
Kelas
O1 X1 O2
Eksperimen
Kelas Kontrol O1 X2 O2

Keterangan :
O1 : pretest pada kelas eksperimen dan kontrol
O2 : posttest pada kelas eksperimen dan kontrol
X1 :perlakuan dengan model pembelajaran problem based learning
X2 :perlakuan dengan pembelajaran menggunakan ekspositori

24
25

.2 Populasi dan Sampel


.2.1 Populasi
Populasi adalah sekumpulan orang, hewan, tumbuhan atau benda yang mempunyai
karakteristik tertentu yang akan diteliti. Populasi akan menjadi wilayah generalisasi
kesimpulan hasil penelitian Mulyatiningsih, (2014:9)
Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh peserta kelas V SDN Banjar Sari tahun
pelajaran 2021/2022. Jumlah subjek populasi sebanyak 60 peserta didik yang terbagi dalam
2 kelas, yaitu kelas V A dan V B, dengan jumlah masing-masing kelas VA 31 peserta didik
dan VB 29 peserta didik.
.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah cuplikan atau bagian dari populasi. Peneliti boleh mengambil
sebagian populasi saja untuk diteliti meskipun kesimpulan hasil penelitian akan berlaku
untuk semua populasi Mulyatiningsih, (2014:10)
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Nonprobability sampling
dengan teknik sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Kelas V di SDN 1 Banjar Sari tidak ada yang
dikategorikan sebagai kelas unggulan, oleh karena itu siswa bersifat homogen. Hasil
pengundian diperoleh peserta didik kelas VA sebagai kelas sebagai eksperimen akan
diberikan model pembelajaran berbasis problem based learning dan kelas VB sebagai kelas
kontrol akan diberikan perlakuan pembelajaran dengan melalui ekspositori
.3 Variabel Penelitian
.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem based
learning.
.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar siswa dan prestasi
belajar siswa
.3.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol merupakan variabel yang sengaja dikendalikan atau dibuat konstan
oleh peneliti sebagai usaha meminimalisir bahkan menghilangkan pengaruh lain variabel
bebas yang dimungkinkan memerngaruhi hasil variabel terikat. Variabel kontrol dalam
penelitian ini adalah materi pembelajaran, model problem based learning (PBL) pengampu
atau guru, alokasi waktu pembelajaran, jenjang kelas, dan instrumen pangambilan data.#
26

.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Perangkat pembelajaran dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut
.4.1 Instrumen Pembelajaran
1) Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu,
dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus digunakan sebagai pedoman dalam membuat RPP
atau rencana pelaksanaan pembelajaran.
2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelakasanaan pembelajaran (RPP) kelas IV disesuaikan dengan pendekatan
pembelajaran yang digunakan pada masing-masing kelas setiap pertemuan. Hal ini
bertujuan untuk menggambarkan deskripsi kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.
RPP dalam instrumen pengumpulan data divalidasi oleh validasi ahli.
.4.2 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan non tes. Tes yang
diberikan berupa soal-soal yang diadospi dari soal-soal literasi membaca. Nontes yang
diberikan berupa lembar angket.
1) Tes
Tes merupakan metode pengumpulan data peneliian yang berfungsi untuk mengukur
kemampuan seseorang. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan yang memiliki
respon/jawaban benar atau salah. Jawaban benar akan mendapat skor dan jawaban salah
tidak mendapat skor. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan menggunkaan tes
termasuk kategori data kuantitatif Mulyatiningsih, (2014:25)
2) Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan dan
pencatatan perilaku subjek penelitian yang dilakukan secara sistematik Mulyatiningsih,
(2014:26)
3) Wawancara
Tujuan wawancara dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui hal-hal yang
mendalam mengenai pembelajaran problem based learning terhadap motivasi belajar dan
prestasi belajar siswa. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara tak terstruktur, dengan ketentuan: (1) pertanyaan wawancara yang diajukan
disesuaikan dengan penyelesaian yang dilakukan peserta didik, (2) pertanyaan yang
27

diajukan tidak boleh sama dengan yang tertulis pada pedoman wawancara, tetapi memuat
inti permasalahan yang sama, dan (3) apabila siswa mengalami kesulitan dengan pertanyaan
tertentu, peserta didik akan didorong merefleksi atau diberikan pertanyaan yang lebih
sederhana tanpa menghilangkan inti permasalahan.
4) Lembar Angket Motivasi Belajar
Angket merupakan merupakan alat pengumpulan data yang memuat sejumlah
pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh subjek penelitian Mulyatiningsih,
(2014:28). Lembar angket motivasi belajar digunakan untuk mengukur tingkat motivasi
belajar masing-masing siswa. Angket yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
merupakan penggabungan dari indikator pendapat ahli yang kemudian dispesifikasikan lagi
untuk mengukur motivasi belajar sesuai dengan yang akan diteliti. Item-item yang akan
ditanyakan merupakan turunan dari indikator motivasi belajar.

.5 Validitas dan Riliabilitas Instrumen Penelitian


3.5.1 Analisis Instrumen Penelitian
1. Analisis Validasi Perangkat
Perangkat pembelajaran yang divalidasi terdiri dari penilaian silabus, RPP, lembar
kerja peserta didik, soal tes prestasi belajar dan lembar kuesioner motivasi belajar.
Perangkat yang telah divalidasi dan memenuhi syarat bisa digunakan dalam proses
pembelajaran.
2. Analisis Validasi
a. Validasi Isi
Pengujian yang telah dilakukan guna untuk mengetahui seberapa cermat suatu instrumen
dapat diukur apa yang ingin diukur, Dwi Priyatno (2010). Validitas instrumen menggunkaan
validitas konstruksi dengan menggunkan pendapat dari para ahli (judgment expert)
Sugiyono (2014). Instrumen hasil belajar dan sikap percaya diri dan sikap percaya diri
divalidasi oleh dosen.

b. Validitas Empiris
Validitas empiris pada penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment dengan
angka kasar. Uji validitas dilakukan dengan bantuan SPSS.
3. Analisis Reliabilitas
28

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha
Cronbach dan dengan menggunakan program SPSS for windows.
4. Analisis Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran adalah suatu bilangan yang menyatakan derajat kesukaran suatu butir
soal. Taraf kesukaran sangat erat kaitannya dengan daya pembeda, jika soal terlalu sulit
atau mudah, maka daya pembeda soal tersebut menjadi buruk karena baik peserta didik
kelompok atas maupun bawah akan menjawab soal tersebut dengan tepat atau tidak dapat
menjawab soal dengan tepat. Akibatnya, butir soal tersebut tidak akan mampu
membedakan siswa berdasarkan kemampuannya. Oleh karena itu, suatu butir soal
dikatakan memiliki indeks kesukaran yang baik jika soal tersebut tidak terlalu mudah dan
terlalu sukar (Lestari, et al., 2015:224)
Rumus yang dapat digunakan untuk menentukan indeks kesukaran instrumen tes tipe
subjektif, yaitu :


IK= SMI

Keterangan :
IK : Indeks kesukaran butir soal
: rata-rata skor jawaban siswa pada suatu butir soal
SMI : Skor Maksimum Ideal, yaitu skor maksimum yang akan diperoleh siswa
jika menjawab butir soal tersebut dengan tepat
5. Analisis Daya Pembeda
Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana butir soal dapat
membedakan siswa yang sudah menguasai kompetensi dan siswa yang belum/kurang
menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu. Semakin tinggi koefisien daya
pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut dalam membedakan antara
siswa yang telah mneguasaik dan belum/kurang menguasai kompetensi yang diujikan.
Dengan kata lain, daya pembeda dari butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut
membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dengan
kemampuan rendah. Tinggi rendahnya daya pembeda dinyatakan dengan indeks daya
pembeda (DP).
Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks diskriminan pada butir soal uraian adalah:
Keterangan :
DP : Indeks Daya Pembeda
A : rata-rata dari keompok atas
29

B : rata-rata dari keompok bawah


SMI : Skor Maksimum ideal, yaitu skor maksimum yang akan diperoleh siswa jika
menjawab butir soal tersebut dengan tepat.

Tabel 3.2 Kriteria Indeks Daya Pembeda

Skor Interpretasi Daya Pembeda


0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,00 < DP ≤ 0,20 Buruk
DP ≤ 0,00 Sangat baik

.6 Teknik Analisis Data


Setelah memperoleh data, selanjutnya dilakukan kegiatan analisis data yaitu
menggunakan analisis statistik inferensial karena penelitian dilakukan dengan mengolah
data sampel yang dapat digeneralisasikan untuk populasi.
.6.1 Uji Prasyarat
Penggunaan statistik parametris bekerja dengan asumsi bahwa data setiap variabel
penelitian yang akan dianalisis membentuk distribusi normal Sugiyono (2014:75). Uji
prasyarat dilakukan apabila peneliti menggunakan analisis parametris. Terdapat dua syarat
untuk menggunakan statistik parametris yaitu berdistribusi normal dan homogen
a. Uji Normalitas
Statistik parametris bekerja berdasarkan asumsi data setiap variabel yang akan
dianalisisberdistribusi normal. Sebelum peneliti menggunakan teknik statistik parametris,
kenormalan data harus diuji terlebih dahulu. Bila data tidak normal, maka statistik
parametris tidak dapat digunakan, sehingga perlu digunakan statistik non parametris untuk
menghitung post test. Dalam penelitaian ini uji normalitas dilakukan terhadap kemampuan
literasi membaca yang dicapai seluruh anggota sampel dengan menggunakan uji Liliefors
pada taraf signifikan 5%. Pengolahan data menggunakan SPSS versi 23 dengan uji
Liliefors. Pengolahan data dilakukan dengan melihat kolom nilai pada Kolmogrof-Smirnov.
Data dikatakan normal apabila nilai yang ditunjukkan pada kolom nilai Kolmogrof-Smirnov
menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05 Priyatno (2010:71)
b. Uji homogenitas
30

Pada dasarnya uji homogenitas dilakukan untuk menyelidiki terpenuhinya tidak sifat
homogen pada varians antar kelompok. Uji hipotesis mengenai homogenitas variasi
dilakukan dengan uji independent sample t-test, yang menggunakan SPSS versi 23 dan
dengan pengambilan keputusan dan penarikan kesimpulan terhadap uji hipotesis dilakukan
pada taraf signifikan 5%. Jika signifikansinya lebih dari 0,05 maka disimpulkan bahwa
variannya sama (homogen), namun jika signifikansinya kurang dari 0,05 maka variannya
berbdea Priyatno (2010:76). Hipotesis yang diuji dalam uji homogenitas yaitu sebagai
berikut

Ho : σ 12 = σ 22 (varian kedua kelas sampel homogen)


Ha : σ 12 ≠ σ 22 ( varian kedua kelas sampel tidak homogen)

3.6.2. Uji Analisis Akhir


Uji analisi akhir dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel-variabel yang diteliti
3.6.2.1. Uji Hipotesis
a. Pengaruh model problem based learning terhadap motivasi belajar siswa

Pengujian hipotesis ini menggunakan statistika uji regresi linier adakah pengaruh
model problem based learning terhadap motivasi belajar siswa. Hipotesis yang dapat dibuat
untuk menjawab masalah ini adalah:

H0 : tidak ada pengaruh model problem based learning terhadap motivasi belajar
siswa

H1 : ada pengaruh yang signifikan model problem based learning terhadap


motivasi belajar siswa.

Pengujian hipotesis yang digunakan untuk menguji pangaruh model problem based
learning digunakan nilai N gain, karena dari nilai gain ternormalisasi pengaruh model
problem based larning akan terlihat yaitu berguna untuk melihat skor peningkatan sebelum
perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest). Perhitungan N gain menggunakan
persamaan sebagai berikut

Menghitung indeks gain (normalized gain) dengan rumus yang dikemukanan oleh hake
(1998) sebagai berikut:
31

skor posttest −skor pretest


N-gain =
skor maksimum−skor pretest

Adapun kriteria tingkat indeks gain (normalized gain) dapat dilihat dari tabel 3.3

Tabel 3.3 Kriteria Normalized Gain

Klasifikasi Kriteria

(g) ≥ 0,70 N-gain tinggi


0,30 ≤ (g) < 0,70 N-gain sedang
(g) < 0,30 N-gain rendah
Hake (1998)

b. Pengaruh model problem based learning terhadap prestasi belajar siswa

Pengujian hipotesis ini menggunakan statistika uji regresi linier adakah pengaruh model
problem based learning terhadap prestasi belajar siswa. Hipotesis yang dapat dibuat untuk
menjawab masalah ini adalah:

H0 : tidak ada pengaruh model problem based learning b terhadap prestasi


belajar siswa

H1 : ada pengaruh yang signifikan model problem based learning terhadap


prestasi belajar siswa.

Berdasarkan hipotesis kriteria yang digunakan untuk menentukan asumsi yakni


apabila Sig pada tabel <0,05 makan H0 ditolak dan apabila Sig > 0,05 maka H0 diterima.

c. Pengaruh model problem based learning berbantuan buku saku terhadap motivasi
belajar dan prestasi belajar siswa

Pengujian hipotesis ini menggunakan statistika uji t-test adakah pengaruh model
problem based learning terhadap motivasi belajar dan prestasi siswa. Hipotesis yang dapat
dibuat untuk menjawab masalah ini adalah:

H0 : tidak ada pengaruh model problem based learning terhadap motivasi belajar
siswa dan prestasi belajar siswa

H1 : ada pengaruh yang signifikan model problem based learning terhadap


motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.
32

Berdasarkan hipotesis kriteria yang digunakan untuk menentukan asumsi yakni


apabila Sig pada tabel <0,05 makan H0 ditolak dan apabila Sig > 0,05 maka H0 diterima.

Kesimpulan rata-rata gain skor pada kelompok eksperimen dengan rata-rata gain
skor kelompok kontrol dapat diketahui melalui uji-t. Dengan hipotesis seperti sebagai
berikut.

Ho : tidak ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok kontrol dengan
kelompok eksperimen.

Ha : ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok kontrol dengan kelompok
ekserimen.

Pengujian hipotesis dibantu dengan program SPSS versi 23. Jika didapatkan nilai
thitung > ttabel, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak . pengambilan
keputusan bisa juga dilihat dari nilai signifikansinya. Jika nilai signifikansinya lebih dari
0,05 maka H0 diterima, sedangkan jika nilai signifikansinya kurang dari 0,05 maka H0
ditolak. Priyatno (2010:35)
33

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, H.D., I Made S., & I.B Gede S.A. 2016. Penerapan Model Problem Based Learning
Untuk Meningkatkan Penguasaan Kompetensi Pengetahuan IPS Dan Kemampuan
Berpikir Kritis Tema Sejarah Peradaban Indonesia Siswa Kelas V SDN 1 Sumerta
Tahun Ajaran 2015/2016. E-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, 4(1): 1-
10.

Dewi, P., I Wayan D., & Ni Wayan S. 2014. Pengaruh Model Problem Based Learning
Berbantuan Media Cetak Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V Sd Gugus V
Mengwi. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, 2(1): 1-10

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.

Hairi, Ahmad. 2016. Meningkatkan Kemampuan Menemukan Kalimat Utama Melalui


Membaca Intensif Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based
Learning Dan Numbered Heads Together Di Kelas IV SD Negeri 2 Wayau. Jurnal
Langsat, 3(2): 35-40.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Huang, K & Puang, T. 2012. Applying Problem-based Learning (PBL) in University


English Translation Classes. The Journal of International Management Studies, 7(1):
121-127.

Ibnu Badar al-Tabany, Trianto. (2014). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif,
dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group

Jacobsen, David, dkk. 2009 Methods For Teaching Metode-metode Pengajaran


Meningkatkan BelajarSiswa TK-SMA, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Karli, H. dan Yuliariatiningsih, M.S. (2003). Model-Model Pembelajaran. Bandung : Bina


Media Informasi.

Kemendiknas.2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.Jakarta:


Kementrian Pendidikan Nasional.

Kurniawan, Deni. (2014). Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik, dan Penilaian).
Bandung: Alfabeta.

Lestari, K.e., & Yudhanegara, M.R. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika.Bandung: PT


Refika Aditama
34

Mulyatiningsih Endang, 2014. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung.


Alfabeta

Nasution. 1996. Metode Penelitian Kualitatif Naturalistik. Jakarta: Sinar Grafika

Nurdin, Syafruddin dan Adriantoni. (2016). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali
Pers RajaGrafindo Persada.

Nurhidayati, Euis. 2017. Pedagogi Konstruktivisme dalam Praksis Pendidikan Indonesia.


Indonesian Journal of Education Conseling, 1(1): 1-14.

Priyatno, D. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta. MediaKom.

Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta: Pustaka Belajar.


Rahmad. 2016. Kedudukan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Sekolah Dasar. Jurnal
Madrasah Ibtidaiyah, 2(1): 67-78

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Prenada Media Group

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supriadi, I.M., Sujana, I.W. & Wiarta, I.W. 2013. Model Pembelajaran Problem Based
Learning (Pbl) Berbantuan Media Audiovisual Berpengaruh terhadap Hasil Belajar
IPS Siswa Kelas IV Sd Gugus Ubud Gianyar. e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha, 8(2): 1-8.

Suprijono Agus. (2013). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.

Susanto, Ahmad. (2016). Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Prenadamedia Group.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan dan


Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group.
35

Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran, Menciptakan Proses belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif.jakarta: Bumi Aksara.

W.S. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Yuleilawati, E. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta :
Pakar Raya.

Yuliasari Eva. 2017. Eksperimentasi Model PBL dan Model GDL Terhada Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Kemandirian Belajar. JIPM. 6(1):1-10

Anda mungkin juga menyukai