Anda di halaman 1dari 63

HAKIKAT, CIRI, DAN KOMPONEN

BELAJAR MENGAJAR
HAKIKAT, CIRI, DAN KOMPONEN BELAJAR MENGAJAR
Sebagai kegiatan yang bernilai edukaif, belajar mengajar mempunyai hakikat,
cirri, dan komponen. Ketiga aspek tersebut harus dipahami oleh guru untuk
menunjang kenerhasilan tugasnya. Ketiga aspek tersebut diuraikan sebagai
berikut :

1. A.    Hakikat Belajar Mengajar


Pada hakikatnya, belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
setelah berakhirnya melakukan aktifitas belajar. Walaupun pada kenyataannya
tidak semua perubahan termasuk kategori belajar, misalnya perubahan fisik dan
lain – lain.

Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses,
yaitu proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak
didik, sehingga dapat menumbuhkan minat belajar dan mendorong anak didik
melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses
memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan
proses belajar.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa jika hakikat belajar adalah perubahan, maka pada
hakikanya belajar mengajar adalah proses pengaturan yang dilakukan oleh guru.

1. B.     Ciri –ciri Belajar Mengajar


Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari
ciri – ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi adalah sebagai berikut :

1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak didik dalam
suatu perkembangan tertentu.
2. Terdapat suatu prosedur yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang
khusus.
4. Ditandai dengan aktivitas anak didik.
5. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
6. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan kedisiplinan.
7. Adanya batas waktunya.
8. Adanya evaluasi pada tahap akhir.
1. C.    Komponen – komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem, kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah
komponen sebagai berikut :
1. Tujuan
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita –cita yang bernilai
normatif. Dengan kata lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus
ditanamkan kepada anak didik. Tujuan tersebut mempunyai jenjang dari yang
luas dan umum sampai pada yang sempit dan khusus. Semua tujuan itu
berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, dan tujuan yang berada di
bawah akan menunjang tujuan di atasnya.

1. Bahan Pelajaran
Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut
sebagai sumber belajar ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan
pengajaran. Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak
bisa diabaikan dalam pengajaran. Karena bahan adalah salah satu inti dalam
proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada anak didik.

1. Kegiatan Belajar Mengajar


Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan, karena akan
menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Segala
sesuatu yang diprogramkan akan dilaksanakan dan akan melibatkan semua
komponen pengajaran. Kegiatan belajar mengajar yang baik ditentukan dari baik
atau tidaknya program pengajaran yang telah dilakukan pula, karena akan
berpengaruh terhadap tujuan yang akan dicapai.

1. Metode
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, penggunaan metode bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M. Sc.
Ed., Mengemukakan lima faktor yang mempengaruhi penggunaan metode, yaitu :

1. Tujuan yang berbagai – bagai jenis dan fungsinya.


2. Anak didik yang berbagai – bagai tingkat kematangannya.
3. Situasi yang berbagai – bagai keadaannya.
4. Fasilitas yang berbagai – bagai kualitas dan kuantitasnya.
5. Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda – beda.
1. Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran yang berfungsi sebagai perlengkapan, sebagai alat bantu
mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan. Alat dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu ala dan alat bantu. Alat adalah berupa suruhan,
perintah, larangan, dan lain – lain. Sedangkan alat bantu adalah berupa globe,
papan tulis, kapur, dan lain – lain.

1. Sumber Pelajaran
Dalam mengemukakan sumber – sumber belajar ini, para ahli sepakat bahwa
segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai sumber belajar sesuai dengan
kepentingan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

1. Evaluasi
Menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentuka nilai dari sesuatu. Menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N
Sumartana, evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan.
Menurut Ny. Drs. Roestiyah N.K, evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data
seluas – luasnya, sedalam – dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas
siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat
mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar siswa.

Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi
mempunyai fungsi sebagai barikut :

1. Untuk memberikan umpan balik kepaa guru sebagai dasar untuk


memperbaiki proses belajar mengajar.
2. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari
setiap siswa.
3. Untuk menentukan situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat
kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
Untuk mengenal latar belakang siswa yang mengalami kesulitan

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Siapa pun tidak akan pernah menyangkal bahwa kegiatan belajar mengajar tidak
berproses dalam kehampaan, tetapi dengan penuh makna. Di dalamnya terdapat
sejumlah norma untuk ditanamkan ke dalam ciri setiap pribadi anak didik.

Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan.
Gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Guru yang mengajar
dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah
interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Di sana semua
komponen pengajaran diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran
yang telah ditetapkan sebelum pangajaran dilaksanakan.

Sebagai guru sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan
kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak didik ke tujuan. Di sinitentu
saja tugas guru berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan
menyenangkan bagi semua anak didik. Suasana belajar yang tidak menggairahkan
dan menyenangkan bagi anak didik biasanya lebih banyak mendatangkan kegiatan
belajar mengajar yang kurang harmonis. Anak didik gelisah duduk berlama-Iama di
kursi mereka masing-masing. Kondisi ini tentu menjadi kendala yang serius bagi
tercapainya tujuan pengajaran.

BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai kegiatan yang bernilai edukatif, belajar mengajar mempunyai hakikat, ciri,
dan komponen. Ketiga aspek ini perlu betul guru ketahui dan pahami guna
menunjang tugas di medan pengabdian. Ketiga aspek ini diuraikan pada
pembahasan berikut:

A. Hakikat Belajar Mengajar

Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek
dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah
kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan
pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktifuntuk
mencapainya. Keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi
juga dari segi kej iwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya
kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama
halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di
dalam dirinya. Padahal belajar pada hakikatnya adalah "perubahan" yang terjadi di
dalam diri seseorang setelah berakhimya melakukan aktivitas belajar. Walaupun
pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya,
perubahan fisik, mabuk, gila, dan sebagainya.

Kegiatan mengajar bagi seorang guru menghendaki hadimya sejumlah anak didik.
Berbeda dengan belajar. Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang
guru. Cukup banyak aktivitas yang dilakukan oleh seseorang di luar dari keterlibatan
guru. Belajar di ru mah cenderung menyendiri dan terlalu banyak mengharapan
bantuan dari orang lain. Apalagi aktivitas belajar itu berkenaan dengan kegiatan
membaca sebuah buku tertentu.

Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu


anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu
sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran.
Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di
dalam konsep pengajaran.

Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal dalam
perpisahan raga j iwa bersatu an tara guru dan anak didik.

Biasanya permasalahan yang guru hadapi ketika berhadapan dengan sejumlah anak
didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaimana, kapan, dan di
mana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan
masalah pengelolaan kelas. Peranan guru itu paling tidak berusaha mengatur
suasana kelas yang kondusif bagi kegairahan dan kesenangan belajar anak didik.
Setiap kali guru masuk kelas selalu dituntut untuk mengelola kelas hingga
berakhimya kegiatan belajar mengajar. Jadi, masalah pengaturan kelas ini tidak akan
pemah sepi dari kegiatan guru. Semua kegiatan itu guru lakukan tidak lain demi
kepentingan anak didik, demi keberhasilan belajar anak didik.

Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses,
yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik,
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses
belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan
bimbinganlbantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. (Nana
Sudjana, 1991: 29).

Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang
bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat mencema bahan, ada anak
didik yang sedang mencema bahan, dan ada pula anak didik yang lamban mencerna
bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar
guru mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak
didik.

Akhimya, bila hakikat belajar adalah "perubahan", maka hakikat belajar mengajar
adalah proses "pengaturan" yang dilakukan oleh guru.

B. Ciri-ciri Belajar Mengajar

Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-
ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi sebagai berikut:

1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu
perkembangan tertentu.lnilah yang dimaksud kegiatan belajar mengajar itu sadar
akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian. Anak didik
mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.

2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk


mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara optimal,
maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur, atau langkah-Iangkah
sistematik dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu
dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda
pula. Sebagai contoh, misalnya tujuan pembelajaran agar anak didik dapat
menunjukkan letak kota New York tentu kegiatannya tidak cocok kalau anak didik
disuruh membaca dalam hati; dan begitu seterusnya.

3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk
mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-
komponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi
harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar
mengajar.

4. Ditandai dengan aktivitas anak didik. Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik
merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas
anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Inilah yang
sesuai dengan konsep CBSA. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar
mengajar, kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka
merekalah yang harus melakukannya.

5. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam


peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan
memberikan motivasi, agarterjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap
sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga guru akan
merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru (akan
lebih baik bersama anak didik) sebagai designer akan memimpin terjadinya interaksi.

6. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam kegiatan


belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian
rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik
dengan sadar. Mekanisme konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu
akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi, langkah-langkah yang dilaksanakan
sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berarti
suatu indikator pelanggaran disiplin.

7. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajar tertentu dalam sistem
berkelas (kelompok anak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yangtidak bisa
ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus
tercapai.

8. Evaluasi. Dari seluruh kegiatan di atas, masalah evaluasi bagian penting yang
tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi
harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah
ditentukan.
C. Komponen-komponen Belajar Mengajar

Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah
komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar,
metode, alat dan sumber, serta evaluasi. Penjelasan dari setiap komponen tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan.
Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah
suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan
itu akan dibawa. Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang
dicapai dalam kegiatannya.

Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai
normatif. Dengan perkataan lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus
ditanamkan kepada anak didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik
bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.

Tujuan mempunyai jenjang dari yang luasdan umum sampai kepada yang
sempit/khusus. Semua tujuan itu berhubungan antara yang satu dengan yang
lainnya, dan tujuan di bawahnya menunjang tujuan di atasnya. Bila tujuan terendah
tidak tercapai, maka tujuan di atasnya juga tidak tercapai, sebagai rumusan tujuan
terendah biasanya menjadikan tujuan di atasnya sebagai pedoman. lni berarti bahwa
dalam merumuskan tujuan harus benar-benar memperhatikan kesinambungan setiap
jenjang tujuan dalam pendidikan dan pengajaran.

Tujuan adalah komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya


seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber,
dan alat evaluasi. Bila salah satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Ny. Dr. Roestiyah,N.K. (1989: 44) mengatakan bahwa suatu tujuan pengajaran
adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) murid-murid yang kita
harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Suatu
tujuan pengajaran mengatakan suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran itu
dan bukan sekadar suatu proses dari pengajaran itu sendiri.

2. Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar
mengajar. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni
penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan
pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang
dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan
bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat
membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang
penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang
terlepas dari disiplin keilmuan guru, Pemakaian bah an pelajaran penunjang ini harus
disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan
motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.

Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut
sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah sesuatu yang membawa pesan untuk
tujuan pengajaran. (Sudirman, N.K., 1991;203). Bahan pelajaran menurut Dr.
Suharsimi Arikunto (1990) merupakan unsur inti yang ada di dalam kegiatan belajar
mengajar, karena memang bahan pelajaran itulah yang diupayakan untuk dikuasai
oleh anak didik. Maslow berkeyakinan bahwa minat seseorang akan muncul bila
sesuatu itu terkait dengan kebutuhannya. (Sadirman, A.M., 1988; 81). Jadi, bahan
pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik akan memotivasi anak didik
dalam jangka waktu tertentu.

Biasanya aktivitas anak didik akan berkurang bila bahan pelajaran yang guru berikan
tidak atau kurang menarik perhatiannya, disebabkan cara mengajar yang
mengabaikan prinsip-prinsip mengajar, seperti apersepsi dan korelasi, dan lain-lain.
Guru merasa pintar dengan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan
perkembangan bahasa dan jiwa anak didik akan lebih ban yak mengalami kegagalan
dalam menyampaikan bahan pelajaran dalam proses belajar mengajar. Karena itu,
lebih baik menyampaikan bahan sesuai dengan perkembangan bahasa anak didik
daripada menuruti kehendak pribadi. Ini perlu mendapat perhatian yang serius, agar
anak didik tidak dirugikan oleh sikap dan tindakan guru yang keliru.

3. Kegiatan Belajar Mengajar


Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu
yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam
kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi
dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak didiklah yang
lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator. Inilah
sistem pengajaran yang dikehendaki dalam pengajaran dengan pendekatan CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif) dalam pendidikan modern. Kegiatan belajar mengajar
pendekatan CBSA menghendaki aktivitasanak didik seoptimal mungkin. Keaktifan
anak didik menyangkut kegiatan fisik dan mental. Aktivitas anak didik bukan hanya
secara individual, tetapi juga dalam kelompok sosial. Aktivitas anak didik dalam
kelompok sosial akan membuahkan interaksi dalam kelompok. Interaksi dikatakan
maksimal bila interaksi itu terjadi antara guru dengan semua anak didik, antara anak
dengan guru, dan antara anak didik dengan anak didik dalam rangka bersama-sama
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan
individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Mastery
learning adalah salah satu strategi belajar mengajar pendekatan individual (Drs.
Muhammad Ali, 1992: 94). Mastery learning adalah kegiatan yang meliputi dua
kegiatan, yaitu program pengayaan dan program perbaikan (Dr. Suharsimi Arikunto,
1988: 31). Dalam kegiatan belajar mengajar, guru akan menemui bahwa anak
didiknya sebagian ada yang dapat menguasai bahan pelajaran secara tuntas dan
ada pula anak didik yang kurang menguasai bahan pelajaran secara tuntas
(mastery). Kenyataan tersebut merupakan persoalan yang perlu diatasi dengan
segera, dan mastery learning-Iah sebagai jawabannya.

4. Metode

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan
penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah
pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia
tidak menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para
ahli psikologi dan pendidikan (Syaiful Bahri Djamarah, 1991: 72).

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan
satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar
jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik.
pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan
bila guru mengabaikan faktor faktor yang' mempengaruhi penggunaannya. Prof. Dr.
Winarno Surakhmad, M. Sc. Ed., mengemukakan lima macam faktor yang
mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut:

a) Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya;


b) Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya;
c) Situasi yang berbagai-bagai keadaannya;
d) Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya;
e) Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.

5. Alat
Alat adalah segal a sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan
pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai
pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan (Dr.
Ahmad D. Marimba, 1989:51).

Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran. Yang
dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan, dan sebagainya.
Sedangkan alat bantu pengajaran adalah berupa globe, papan tulis, batu tulis, batu
kapur, gambar, diagram, slide, video, dan sebagainya. Ahli lain membagi alat
pendidikan dan pengajaran menjadi alat material dan nonmaterial.

Alat material termasuk alat bantu audiovisual di dalamnya. Penggunaan alat bantu
audiovisual dalam proses balajar mengajar sangat didukung oleh Dwyer (1967),
salah satu tokoh aliran Realisme. Aliran Realisme berasumsi bahwa belajar yang
sempuma hanya dapat tercapai jika digunakan bahan-bahan audiovisual yang
mendekati realitas. Menurut Miller, dkk. (1957), lebih banyak sifat bahan audiovisual
yang menyerupai realisasi, makin mudah terjadi belajar.

Sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pengajaran, alat material


(audiovisual) mempunyai sifat sebagai berikut:
a) Kemampuan untuk meningkatkan persepsi;
b) Kemampuan untuk meningkatkan pengertian;
c) Kemampuan untukmeningkatkan transper(pengalihan) belajar;
d) Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement) atau pengetahuan
hasil yang dicapai;
e) Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan).

6. Sumber Pelajaran

Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah sebagai sesuatu
yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau
asal untuk belajar seseorang (Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs.
Rustana Ardiwinata, 1991: 165). Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan
bahanlmateri untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru
bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal hal
baru (perubahan).

Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat di mana mana: di sekolah, di


halaman, di pusat kota, di pedesaan, dan sebagainya. Pemanfaatan sumber-sumber
pengajaran tersebut tergantung pad a kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-
kebijakan lainnya. (Drs. Sudirman N. dkk., 1991: 203).
Untuk mendapatkan gambaran apa-apa saja yang termasuk kategori sumber-sumber
belajar, berikut dikemukakan pendapat-pendapat:

Ny. Dr. Roestiyah, N.K. (1989: 53) mengatakan bahwa sumbersumber belajar itu
adalah:
a) Manusia (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat).
b) Buku/perpustakaan.
c) Mass media (majalah, surat kabar, radio, tv, dan lain-lain).
d) Dalam lingkungan.
e) Alat pengajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur,
spidol, dan lain-lain).
f) Museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno).
Drs. Sudirman N, dkk. (1991: 203) mengemukakan macam-macam sumber belajar
sebagai berikut:
a) Manusia (people).
b) Bahan (materials).
c) Lingkungan (setting).
d) Alat dan perlengkapan (tool and equipment).
e) Aktivitas (activities).
1. Pengajaran berprogram.
2. Simulasi.
3. Karyawisata.
4. Sistem pengajaran modul.
Aktivitas sebagai sumber belajar biasanya meliputi: Tujuan khusus yang harus
dicapai oleh siswa. Materi (bahan pelajaran) yang harus dipelajari. Aktivitas yang
harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.

Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata (1991: 165)
berpendapat bahwa terdapat sekurang-kurangnya lima macam sumber belajar, yaitu:
a. Manusia.
b. Buku/perpustakaan.
c. Media massa.
d. Alam lingkungan:
1) Alam lingkungan terbuka
2) Alam lingkungan sejarah atau peninggalan sejarah atau peninggalan sejarah.
3) Alam lingkungan manusia.
e. Media pendidikan.

7. Evaluasi

Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials
of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown. dikatakan
bahwa Evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something.
Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menu
rut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983: 1) evaluasi pendidikan dapat
diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sebagai
sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala yang sesuatu yang ada hubungannya
dengan dunia pendidikan.

Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Drs. Roestiyah N.K. (1989: 85) mengatakan
bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-Iuasnya, sedalam-
dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab
akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan
kemampuan belajar.

Dari kedua pengertian evaluasi tersebut, dapat diketahui tujuan penggunaan


evaluasi. Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak menegaskan bahwa:

a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:


1. Mengumpulkan data-data yang membuktikan tarafkemajuan murid dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas pengalaman yang didapat.
3. Menilai metode mengajar yang dipergunakan.

b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:


1. Merangsang kegiatan siswa.
2. Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
3. Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat
siswa yang bersangkutan.
4. Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang
tua dan lembaga pendidikan.
5. Untuk memperbaiki mutu pelajaran cara belajar dan metode mengajar. (Abu
Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991: 189).

Dari tujuan itu juga dapat dipahami bahwa pelaksanaan evaluasi diarahkan kepada
evaluasi proses dan evaluasi produk (W.S. Winkel, 1989: 318). Evaluasi proses
dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai bagaimana
pelaksanaan proses belajar mengajar yang telah dilakukan mencapai tujuan, apakah
dalam proses itu ditemui kendala, dan bagaimana kerja sama setiap komponen
pengajaran yang telah diprogramkan dalam satuan pelajaran. Evaluasi produk
dimaksud, adalah suatu evaluasi yang diarahkan kepada bagaimana hasil belajar
yang telah dilakukan oleh siswa, dan bagaimana penguasaan siswa terhadap
bahanlmateri pelajaran yang telah guru berikan ketika proses belajar mengajar
berlangsung.

Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi
murid.
b. Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari
setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan
belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus
tidaknya seorang murid.
c. Untuk menentukan murid di dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai
dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid.
d. Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) murid yang
mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar
dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul. (Abu Ahmadi dan Widodo
Supriyono, 1991: 189)
DAFTAR PUSTAKA
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,
Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta,
Jakarta, Cet.IV. 2010

MAKALAH PRINSIP-PRINSIP
PEMBELAJARAN

MAKALAH
PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kurikulum Pembelajaran

Disusun Oleh:

1.      Risma Wida Priphelia         142151184

2.      Pina Pitriyanti                     142151196

Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Siliwangi

Tasikmalaya

2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini kami susun sebagai bukti bahwa kami telah menyelesaikan
tugas Kurikulum Pembelajaran. Penyusun berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan data selengkap-lengkapnya. Hal ini dimaksudkan agar makalah dapat
berguna umumnya bagi para pembaca makalah, khusunya bagi para penyusun.

Dalam menyusun makalah ini, penyusun mendapatkan bantuan dari berbagai


pihak. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1.      Setya Wahyuningsih, M.Pd sebagai dosen Kurikulum Pembelajaran.

2.      Rekan-rekan tim penyusun makalah

3.      Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan baik materil maupun imateril
serta mencurahkan rangkaian do’anya untuk keberhasilan.

4.      Rekan-rekan seperjuangan yang berada di FKIP-Matematika khususnya 2014 E

Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan
para pembaca. Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini terdapat
banyak kekurangan, dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar menjadi lebih baik
dimasa mendatang.

Tasikmalaya, Mei 2016


Penyusun

DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar .......................................................................................          ii

Daftar Isi ................................................................................................          iii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar belakang.............................................................................          1

B.     Rumusan masalah........................................................................          1

C.     Manfaat makalah.........................................................................          1

BAB II PEMBAHASAN

A.    Pengertian prinsip-prinsip pembelajaran .....................................          2

B.     Prinsip pembelajaran ...................................................................          2

C.     Prinsip pembelajaran KTSP ........................................................          8

D.    Prinsip-pinsip pembelajaran kurikulum 2013 ..............................          10

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan .................................................................................          14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Tugas utama seorang guru adalah menyajikan ilmu pengetahuan kepada
peserta didik, dan menyampaikan pengetahuan tersebut sesuai dengan metode
yang telah dirumuskan sebelumnya, dan metode tersebut harus sesuai dengan
karakteristik  peserta didik dalam memahami pengetahuan. Tidak sampai disini
saja, guru pun harus mampu mengelola kelas dengan baik, merumuskan bahan
ajar yang akan disampaikan, hingga menyusun penilaian belajar peserta didik. Hal
tersebut dapat dilakukan oleh setiap guru dengan mempersiapkan rencana
pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran,
sehingga tujuan pembelajaran dapat terwujud. Rencana pembelajaran dapat
disusun dan dikembangkan berdasarkan kurikulum yang berlaku, dimana telah
dirumuskan pula prinsip-prinsip perencanaan  pembelajaran yang tepat, sehingga
dapat digunakan sebagai rambu-rambu dalam merumuskan perencanaan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran.

B.     Rumusan masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan prinsip pembelajaran?

b.      Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran KTSP?

c.       Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran Kurikulum 2013?

C.     Manfaat makalah

a.       Mengetahui pengertian prinsip-prinsip pembelajaran

b.      Mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran KTSP

c.       Mengetahui prinsip-prinsip Kurikulum 2013

BAB II

PEMBAHASAN
A.    Pengertian prinsip pembelajaran

Kata prinsip dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kebenaran


yang menjadi pokok dasar berpikir, berpijak, bertindak, dan sebagainya. Dalam
pengertian lain disebutkan bahwa prinsip adalah kebenaran umum yang sudah
terbukti. Sedangkan pembelajaran berasal dari kata dasar ajar, yang memiliki arti
sebuah proses, cara, dan perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup
memiliki pengetahuan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip
pembelajaran adalah suatu landasan, konsep dasar, dan sumber yang menjadikan
proses belajar yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik lebih dinamis dan
terarah sesuai dengan tujuannya.

B.     Prinsip pembelajaran

1.      Perhatian dan motivasi

Perhatian dalam pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting.


Kenyataan menunjukkan bahwa tanpa perhatian tidak mungkin terjadi
pembelajaran baik dari pihak guru sebagai pengajar maupun dari pihak peserta
didik yang belajar. Perhatian peserta didik akan timbul apabila bahan pelajaran
yang dihadapinya sesuai dengan kebutuhannya, apabila bahan pelajaran itu
sebagai sesuatu yang dibutuhkan tentu perhatian untuk mempelajarinya semakin
kuat.

Secara psikologis, apabila sudah berkonsentrasi (memusatkan perhatian) pada


sesuatu maka segala stimulus yang lainnya tidak diperlukan. Akibat dari keadaan
ini kegiatan yang dilakukan tentu akan sangat cermat dan berjalan baik. Bahkan
akan lebih mudah masuk ke dalam ingatan, tanggapan yang terang, kokoh dan
lebih mudah untuk diproduksikan.

Motivasi juga mempunyai peran penting dalam kegiatan pembelajaran.


Seseorang akan berhasil dalam belajar kalau keinginan untuk belajar itu timbul
dari dirinya. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: a) mengetahui apa yang
akan dipelajari, b) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Kedua hal ini
sebagai unsur motivasi yang menjadi dasar permulaan yang baik untuk belajar.
Sebab tanpa kedua unsur tersebut kegiatan pembelajaran sulit untuk berhasil.

Seseorang yang mempunyai motivasi yang cukup besar sudah dapat berbuat
tanpa motivasi dari luar dirinya. Itulah yang disebut motivasi intrinsic, atau tenaga
pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebaliknya, bila
motivasi intrinsiknya kecil, maka dia perlu motivasi dari luar yang disebut
ekstrinsik, atau tenaga pendorong yang ada di luar. Motivasi ekstrinsik ini berasal
dari guru, orang tua, teman, buku-buku dan sebagainya.  Kedua motivasi ini
dibutuhkan untuk keberhasilan proses pembelajaran, namun yang memegang
peranan penting adalah peserta didik itu sendiri yang dapat memotivasi dirinya
yang didukung oleh kepawaian seorang guru dalam merancang pembelajaran yang
dapat merangsang minat sehingga motivasi peserta didik dapat dibangkitkan.

Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat pembelajaran. Sebagai tujuan,


motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar, sebagai alat, motivasi
merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensia dan hasil belajar
sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar peserta didik dari segi
kognitif, afektif dan psikomotor. Motivasi adalah unsur utama dalam
pembelajaran dan pembelajaran tidak dapat berlangsung tanpa adanya perhatian
anak, apabila anak memperhatikannya secara spontan tanpa memerlukan usaha
(perhatian tidak sekehendak, perhatian tidak disengaja). Bila terjadi
perhatianspontan yang bukan disebabkan usaha dari guru yang membuat pelajaran
begitu menarik, maka perhatian ini tidak memerlukan motovasi, walaupun
dikatakan bahwa motivasi dan perhatian harus sejalan. Berbeda halnya kalau
perhatian yang

2.      Keaktifan

Mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman


tersebut diperoleh apabila peserta didik mempunyai keaktifan untuk bereaksi
terhadap lingkungannya. Apabila seorang anak ingin memecahkan suatu persoalan
dia harus dapat berpikir sistematis atau menurut langkah-langkah tertentu,
termasuk dia menginginkan suatu keterampilan tentunya harus pula dapat
menggerakan otot-ototnya untuk mencapainya.

Termasuk dalam pembelajaran, peserta didik harus selalu aktif. Mulai dari
kegiatan fisik yang mudah diamati sampai pada kegiatan psikis yang susah
diamati. Dengan demikian belajar yang berhasil harus melalui banyak aktifitas
baik fisik maupun psikis. Bukan hanya sekedar menghafal sejumlah rumus-rumus
atau informasi taetapi belajar harus berbuat, seperti membaca, mendengar,
menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya.

Prinsip aktifitas di atas menurut pandangan psikologis bahwa segala


pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman sendiri. Jiwa
memiliki energy sendiri dan dapat menjadi aktif karena didorong oleh kebutuhan-
kebutuhan. Sadi, dalam pembelajaran yang mengolah dan merencana adalah
peserta didik dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakang masing-
masing, guru hanya merangsang keaktifan peserta didik dengan menyajikan bahan
pelajaran.disengaja  atau sekehendak, hal ini diperlukan motivasi.

3.      Keterlibatan langsung

Prinsip keterlibatan langsung merupakan hal yang penting dalam


pembelajaran. Pembelajaran sebagai aktifitas mengajar dan belajar, maka guru
harus terlibat langsung begitu juga peserta didik. Prinsip keterlibatan langsung ini
mencakup keterlibatan langsung secara fisik maupun non fisik. Prinsip ini
diarahkan agar peserta didik merasa dirinya penting dan berharga dalam kelas
sehingga dia bisa menikmati jalannya pembelajaran.

Edge Dale dalam Dimyati mengatakan bahwa: “belajar yang baik adalah
belajar melalui pengalaman langsung”. Pembelajaran dengan pengalaman ini
bukan sekedar duduk dalam kelas ketika guru sedang menjalankan pelajaran,
tetapi bagaimana peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajaran
tersebut. Kegiatan pembelajaran yang ditetapkan guru berarti pengalaman belajar
bagi peserta didik.

4.      Pengulangan

Prinsip pembelajaran yang menekankan pentingnya pengulangan yang


barangkali paling tua seperti yang dikemukakan oleh teori psikologi daya.
Menurut teori ini bahwa belajar adalah melihat daya-daya yang ada pada manusia
yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan,
berpikir dan sebagainya. Daya-daya tersebut akan berkembang.

Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori


koneksionisme. Tokohnya yang terkenal adalah Thorndike dengan teorinya yang
terkenal pula yaitu “law of exercise” bahwa belajar ialah pembentukan hubungan
antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman
itu memperbesar timbulnya respon benar. Selanjutnya teori dari phychology
conditioning respons sebagai perkembangan lebih lanjut dari teori
konseksionisme yang dimotori oleh Pavlov yang mengemukakan bahwa perilaku
individu dapat dikondisikan dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan
suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Begitu pula mengajar membentuk
kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan
dan pembiasaan yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.

Ketiga teori di atas menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam


pembelajaran walaupun dengan tujuan yang berbeda. Teori yang pertama
menekankan pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa, sedangkan teori yang
kedua dan ketiga menekankan pengulangan untuk membentuk respons yang benar
dan membentuk kebiasaan.

Meskipun ketiga teori ini tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua
bentuk belajar, tetapi masih dapat digunakan karena pengulangan masih relevan
sebagai dasar pembelajaran. Sebab, dalam pembelajaran masih sangat dibutuhkan
pengulangan-pengulangan atau latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respons
akan bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang bahkan hilang sama
sekali jika jarang atau tidak pernah digunakan. Oleh karena itu, perlu banyak
latuhan, pengulangan, dan pembiasaan.

5.      Tantangan

Kuantzu dalam Azhar Arsyad mengatakan”if you give a man fish, he will
have a single meal. If you teach him how to fish he will eat all his life”.
Pernyataan Kuantzu ini senada dengan prinsip pembelajaran yang berupa
tantangan, karena peserta didik tidak merasa tertantang bila hanya sekedar disuapi
sehingga dirinya tinggal menelan apa yang diberikan oleh guru. Sebab, tanpa
tantangan peserta didik merasa masa bodoh dan kurang kreatif sehingga tidak
berkesan materi yang diterimanya.

Agar pada diri peserta didik timbul motiv yang kuat untuk mengatasi
hambatan dengan baik, maka materi pembelajaran juga harus menantang sehingga
peserta didik bergairah untuk mengatasinya.Hal ini sejalan dengan prinsip
pembelajaran dengan salah satu prinsip konsep contextual teaching and learning
yaitu inkuiri. Di mana dijelaskan bahwa inkuiri merupakan proses pembelajaran
yang berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis. Jadi, peserta didik akan bersungguh-sungguh dalam menemukan
masalahnya terlebih dahulu kemudian menemukan sendiri jalan keluarganya.

6.      Balikan dan penguatan

Prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan balikan dan penguatan,


ditekankan oleh teori operant conditioning, yaitu law of effect. Bahwa peserta didi
akan belajar bersemangat apabila mengaetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
Hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik
bagi hasil usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar tidak saja oleh
penguatan yang menyenangkan atau penguatan positif, penguatan negatif pun
dapat berpengaruh pada hasil belajar selanjutnya.
Apabila peserta didik memperoleh nilai yang baik dalam ulangan tentu dia
akan belajar bersungguh-sungguh untuk memperoleh nilai yang lebih baik untuk
selanjutnya. Karena nilai yang baik itu merupakan penguatan yang positif
sebaliknya, bila peserta didik memperoleh nilai yang kurang baik tentu dia merasa
takut tidak naik kelas, dia terdorong pula untuk lebih giat. Inilah yang disebut
penguatan negatif yang berarti bahwa peserta didik mencoba menghindar dari
peristiwa yang tidak menyenangkan.

Format sajian berupa Tanya jawab, eksperimen, diskusi, metode penemuan


sebagainya merupakan cara pembelajaran yang memungkinkan terjadinya balikan
dan penguatan. Balikan yang diperoleh peserta didik setelah belajar dengan
menggunakan metode-metode akan menarik yang membuat peserta didik
terdorong untuk belajar lebih bersemangat.

7.      Proses individual

Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah pada saat ini


masih cenderung berlangsung secara klasikal yang artinya seorang guru
menghadapi 30-40 orang peserta didik dalam satu kelas. Guru masih juga
menggunakan metode yang sama kepada seluruh peserta didik dalam kelas itu.
Bahkan mereka memperlakukan peserta didik secara merata tanpa memperhatikan
latar belakang social budaya, kemampuan, atau segala perbedaan individual
peserta didik. Padahal setiap peserta didik memiliki ciri-ciri dan pembawaan yang
berbeda. Ada peserta didik yang memiliki bentuk badan tinggi kurus, gemuk
pendek, ada yang cekatan, lincah, periang, ada pula yang lamban, pemurung,
mudah tersinggung dan beberapa sifat-sifat individual yang berbeda.

Untuk dapat memberikan bantuan agar peserta didik dapat mengikuti


pembelajaran yang disajikan oleh guru, maka guru harus benar-benar dapat
memahami ciri-ciri para peserta didik tersebut. Begitu pula guru harus mampu
mengatur kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan, proses pelaksanaan
sampai pada tahap terakhir yaitu penilaian atau evaluasi, sehingga peserta didik
secara total dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik tanpa perbedaan
yang berarti walaupun dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda.

S. Nasution dalam Ahmad Rohani menyarankan empat cara untuk


menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan individual:

a)      Pengajaran individual, peserta didik menerima tugas yang diselesaikan menurut


kecepatan masing-masing
b)      Tugas tambahan, peserta didik yang pandai mendapat tugas tambahan, di luar
tugas umum bagi seluruh kelas sehingga hubungan kelas selalu terpelihara.

c)      Pengajaran proyek, peserta didik mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan minat
serta kesanggupannya.

d)     Pengelompokan menurut kesanggupan, kelas dibagi dalam beberapa kelompok


yang terdiri atas peserta didik yang mempunyai kesanggupan yang sama.

Perbedaan individual harus menjadi perhatian bagi para guru dalam


mempersiapkan pembelajaran dalam kelasnya. Karena perbedaan individual
merupakan suatu prinsip dalam pembelajaran yang tidak boleh dikesampingkan
demi keberhasilan dalam proses pembelajaran.

C.     Prinsip pembelajaran KTSP

Berikut ini prinsip pembelajaran yang dikembangkan dalam Kurikulum


Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guna menunjang belajar yang efektif dan
efisien adalah:

a.       Kesempatan Belajar. Kegiatan belajar perlu menjamin pengalaman siswa untuk


secara langsung mengamati dan mengalami proses, produk, keterampilan dan nilai
yang diharapkan.

b.      Pengetahuan Awal Siswa. Kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman


belajar yang dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa serta disesuaikan dengan
keterampilan dan nilai yang dimiliki siswa sambil memperluas dan menunjukan
keterbukaan pada cara pandang dan cara tindak sehari-hari.

c.       Refleksi. Kegiatan belajar perlu menyediakan pengalaman belajar bermakna yang


mampu mendorong tindakan (aksi)dan renungan (refleksi) pada setiap siswa.

d.      Motivasi. Kegiatan mengajar harus mampu menyediakan pengalaman belajar


yang memberimotivasi dan kejelasan tujuan.

e.       Keragaman Individu. Kegiatan belajar mengajar perlu menyediakan pengalaman


belajar yang mengenalkan siswa kepada individu lain.

f.       Kemandirian dan Kerjasama. Kegiatan mengajar perlu menyediakan pengalaman


belajar yang mendorong siswa belajar secara mandiri maupun kerjasama.

g.      Suasana yang Mendukung. Sekolah dan kelas perlu diatur lebih aman dan lebih
kondusif untuk menciptakan situasi supaya siswa belajar efektif.
h.      Belajar untuk Kebersamaan. Kegiatan mengajar  menyediakan pengalaman
belajar yang mendorong siswa untuk memiliki simpati, empati dan toleransi pada
orang lain.

i.        Siswa sebagai Pembangun Gagasan. Kegiatan mengajar  menyediakan


pengalaman belajar yang mengakomodasikan pandangan bahwa pembangunan
gagasan adalah siswa, sedangkan guru hanya sebagai penyedia kondisi supaya
pristiwa belajar berlangsung.

j.        Rasa Ingin Tahu, Kreatifitas dan Ketuhanan. Kegiatan mengajar  menyediakan


pengalaman belajar yang memupuk rasa ingin tahu, mendorong kreatifitas dan
selalu mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

k.      Menyenagkan. Kegiatan mengajar perlu menyediakan pengalaman belajar


menyenangkan bagi siswa.

l.        Interaksi dan Komunikasi. Kegiatan mengajar perlu menyediakan pengalaman


belajar yang meyakinka siswa terlibat aktif secara fisik, mental dan sosial.

m.    Belajar Cara Belajar. Kegiatan mengajar perlu menyediakan pengalaman belajar


yang memuat keterampilan belajar, sehingga siswa terampil belajar bagaimana
belajar (learn how to learn).

D.    Prinsip-pinsip pembelajaran kurikulum 2013

Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi yang diharapkan terdapat maka


dipeloleh 14 prinsip utama pembelajaran yang perlu guru terapkan.

Ada pun 14 prinsip itu adalah:

a.       Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu. Pembelajaran mendorong
siswa menjadi pembelajar aktif, pada awal pembelajaran guru tidak berusaha
untuk meberitahu siswa karena itu materi pembelajaran tidak disajikan dalam
bentuk final. Pada awal pembelajaran guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa
terhadap suatu fenomena atau fakta lalu mereka merumuskan ketidaktahuannya
dalam bentuk pertanyaan. Jika biasanya kegiatan pembelajaran dimulai dengan
penyampaian informasi dari guru sebagai sumber belajar, maka dalam
pelaksanaan kurikulum 2013 kegiatan inti dimulai dengan siswa mengamati
fenomena atau fakta tertentu. Oleh karena itu guru selalu memulai dengan
menyajikan alat bantu pembelajaran untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa
dan dengan alat bantu itu guru membangkitkan rasa ingin tahu siswa dengan
bertanya.

b.      Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis


aneka sumber. Pembelajaran berbasis sistem lingkungan. Dalam kegiatan
pembelajaran membuka peluang kepada siswa  sumber belajar seperti informasi
dari buku siswa,  internet, koran, majalah, referensi dari perpustakaan yang telah
disiapkan. Pada metode proyek, pemecahan masalah, atau inkuiri siswa dapat
memanfaatkan sumber belajar di luar kelas. Dianjurkan pula untuk materi tertentu
siswa memanfaatkan sumber belajar di sekitar lingkungan masyarakat. Tentu
dengan pendekatan ini pembelajaran tidak cukup dengan pelaksanaan tatap muka
dalam kelas.

c.       Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan


pendekatan ilmiah. Pergeseran ini membuat guru tidak hanya menggunakan
sumber belajar tertulis sebagai satu-satunya sumber belajar siswa dan hasil belajar
siswa hanya dalam bentuk teks. Hasil belajar dapat diperluas dalam bentuk teks,
disain program, mind maping, gambar, diagram, tabel, kemampuan
berkomunikasi, kemampuan mempraktikan sesuatu yang dapat dilihat dari
lisannya, tulisannya, geraknya, atau karyanya.

d.      Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis


kompetensi.Pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar, tetapi dari
aktivitas dalam proses belajar. Yang dikembangkan dan dinilai adalah sikap,
pengetahuan, dan keterampilannya.

e.       Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; mata pelajaran


dalam pelaksanaan kurikulum 2013 menjadi komponen sistem yang
terpadu. Semua materi pelajaran perlu diletakkan dalam sistem yang terpadu
untuk menghasilkan kompetensi lulusan. Oleh karena itu guru perlu merancang
pembelajaran bersama-sama, menentukan karya siswa bersama-sama, serta
menentukan karya utama pada tiap mata pelajaran bersama-sama, agar beban
belajar siswa dapat diatur sehingga tugas yang banyak, aktivitas yang banyak,
serta penggunaan waktu yang banyak tidak menjadi beban belajar berlebih yang
kontraproduktif terhadap perkembangan siswa.

f.       Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju


pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi. Di sini
siswa belajar menerima kebenaran tidak tunggul. Siswa melihat awan yang sama
di sebuah kabupaten. Mereka akan melihatnya dari tempatnya berpijak. Jika ada
sejumlah siswa yang melukiskan awan pada jam yang sama dari tempat
yangberjauhan, mereka akan melukiskannya berbeda-beda, semua benar tentang
awan itu, benar menjadi beragam.

g.      Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif. pada waktu


lalu pembelajaran berlangsung ceramah. Segala sesuatu diungkapkan dalam
bentuk lisan guru, fakta disajikan dalam bentuk informasi verbal, sekarang siswa
harus lihat faktanya, gambarnya, videonya, diagaramnya, teksnya yang membuat
siswa melihat, meraba, merasa dengan panca indranya. Siswa belajar tidak hanya
dengan mendengar, namun dengan menggunakan panca indra lainnya.

h.      Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan


keterampilan mental (softskills). Hasil belajar pada rapot tidak hanya
melaporkan angka dalam bentuk pengetahuannya, tetapi menyajikan informasi
menyangku perkembangan sikapnya dan keterampilannya. Keterampilan yang
dimaksud bisa keterampilan membacan, menulis, berbicara, mendengar yang
mencerminkan keterampilan berpikirnya. Keterampilan bisa juga dalam bentuk
aktivitas dalam menghasilkan karya, sampai pada keterampilan berkomunikasi
yang santun, keterampilan menghargai pendapat dan yang lainnya.

i.        Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan  dan pemberdayaan siswa


sebagai pembelajar sepanjang hayat. ini memerlukan guru untuk
mengembangkan pembiasaan sejak dini untuk melaksanakan norma yang baik
sesuai dengan budaya masyarakat setempat, dalam ruang lingkup yang lebih luas
siswa perlu mengembangkan kecakapan berpikir, bertindak, berbudi sebagai
bangsa, bahkan memiliki kemampuan untuk menyesusaikan dengan dengan
kebutuhan beradaptasi pada lingkungan global. Kebiasaan membaca, menulis,
menggunakan teknologi, bicara yang santun  merupakan aktivitas yang tidak
hanya diperlukan dalam budaya lokal, namun bermanfaat untuk berkompetisi
dalam ruang lingkup global.

j.        Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan


(ing ngarso sung tulodo),  membangun kemauan (ing madyo mangun karso),
dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani).Di sini guru perlu menempatkan diri sebagai fasilitator yang dapat
menjadi teladan, meberi contoh bagaimana hidup selalu belajar, hidup patuh
menjalankan agama dan prilaku baik lain. Guru di depan jadi teladan, di tengah
siswa menjadi teman belajar, di belakang selalu mendorong semangat siswa
tumbuh mengembangkan pontensi dirinya secara optimal.

k.      Pembelajaran berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Karena


itu pembelajaran dalam kurikulum 2013 memerlukan waktu yang lebih banyak
dan memanfaatkan ruang dan waktu secara integratif. Pembelajaran tidak hanya
memanfaatkan waktu dalam kelas.

l.        Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja
adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. Prinsip ini menadakan bahwa
ruang belajar siswa tidak hanya dibatasi dengan dinding ruang kelas. Sekolah dan
lingkungan sekitar adalah kelas besar untuk siswa belajar. Lingkungan sekolah
sebagai ruang belajar yang sangat ideal untuk mengembangkan kompetensi siswa.
Oleh karena itu pembelajaran hendaknya dapat mengembangkan sistem yang
terbuka.

m.    Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk


meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Di sini sekolah perlu
meningkatkan daya guru dan siswa untuk memanfaatkan TIK. Jika guru belum
memiliki kapasitas yang mumpuni siswa dapat belajar dari siapa pun. Yang paling
penting mereka harus dapat menguasai TIK sebabab mendapatkan pelajaran
dengan dukungan TIK atau tidak siswa tetap akan menghadapi tantangan dalam
hidupnya menjadi pengguna TIK. Jika sekolah tidak memfasilitasi pasti daya
kompetisi siswa akan jomplang daripada  siswa yang memeroleh pelajaran
menggunakannya.

n.      Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa. Cita-


cita, latar belakang keluarga, cara mendapat pendidikan di rumah, cara pandang,
cara belajar, cara berpikir, keyakinan siswa berbeda-beda. Oleh karena itu
pembelajaran harus melihat perbedaan itu sebagai kekayaan yang potensial dan
indah jika dikembangkan menjadi kesatuan yang memiliki unsur keragaman.
Hargai semua siswa, kembangkan kolaborasi, dan biarkan siswa tumbuh menurut
potensinya masing-masing dalam kolobarasi kelompoknya.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Prinsip  pembelajaran adalah suatu landasan, konsep dasar, dan sumber


yang menjadikan  proses belajar yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik
lebih dinamis dan terarah sesuai dengan tujuannya.
Prinsip pembelajaran

1.      Perhatian dan motivasi

2.      Keaktifan

3.      Keterlibatan langsung

4.      Pengulangan

5.      Tantangan

6.      Balikan dan penguatan

7.      Proses individual

DAFTAR PUSTAKA

Pembelajaran, T. P. (n.d.). Bandung.

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Asumsi-asumsi yang melandasi program-program pendidikan seringkali
tidak sejalan dengan konsep dan prinsip dasar pembelajaran. Dunia pendidikan,
lebih khusus lagi dunia belajar, didekati dengan paradigma yang tidak mampu
menggambarkan konsep dan prinsip dasar pembelajaran secara komprehensif.

 Praktik-praktik pendidikan dan pembelajaran sangat diwarnai oleh


landasan teoritik dan konseptual yang tidak akurat. Pendidikan dan pembelajaran
selama ini hanya mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman,
dengan harapan akan menghasilkan keteraturan, ketertiban, dan kepastian
(Degeng, 2000). Pembentukan ini dilakukan dengan kebijakan penyeragaman
pada berbagai hal di sekolah. Paradigma pendidikan yang mengagungkan
keseragaman ternyata telah berhasil mengajarkan anak-anak untuk mengabaikan
keberagaman/perbedaan. Dari uraian di atas maka para pendidik dan para
perancang pendidikan serta pengembangan program-program pembelajaran perlu
menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan
pembelajaran.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini yaitu :

1.2.1        Bagaimana Konsep Dasar Pembelajaran ?

1.2.2        Apa pengertian dari Hakikat Belajar dan Pembelajaran ?

1.2.3        Bagaimanakah Proses Pembelajaran ?

1.2.4        Apa sajakah Prinsip – Prinsip Pembelajaran ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :


1.3.1        Untuk mengetahui Konsep Dasar Pembelajaran

1.3.2        Untuk mengetahui Pengertian Hakikat Belajar dan Pembelajaran

1.3.3        Untuk mengetahui Proses Pembelajaran

1.3.4        Untuk mengetahui Prinsip – Prinsip Pembelajaran


 

 
 

BAB II

PEMBAHASAN
2.1  Konsep Dasar Pembelajaran

Dalam memaknai konsep maka akan berhubungan dengan teori,


sedangkan teori akan berkaitan dengan sesuatu hal yang dipandang secara ilmiah.
Jika teori berhubungan dengan konsep maka dalam uraian tentang konsep dasar
pembelajaran akan tertuju pada landasan ilmiah pembelajaran. Dalam belajar ada
yang dinamakan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan suatu
upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau pendidik untuk membelajarkan
siswa yang belajar. Oleh karena itu, guru hendaknya berperan dalam memfasilitasi
agar terjadi proses mental emosional siswa tersebut sehingga kemajuan belajar
dapat dicapai dalam proses pembelajaran.

Setelah mengalami proses pembelajaran ada yang dinamakan hasil belajar


sebagai suatu yang ditentukan oleh usaha sesorang dalam melaksanakan kegiatan
belajar. Pada dasarnya, hasil belajar ini ditandai dengan adanya perubahan tingkah
laku secara keseluruhan baik yang meliputi segi kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Dan hasil belajar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam 
mencapai tujuannya baik  faktor internal maupun faktor eksternal. Dalam proses
pembelajaran harus ada hal yang dapat dijadikan sebagai motivasi atau dorongan
yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan
suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.2  Hakikat Belajar

Belajar merupakan aktivitas yang di sengaja  yang di lakukan oleh individu agar
terjadi perubahan kemampuan diri. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang
diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Menurut
Sudjana (1989:28), belajar merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami
sesuatu. Sedangkan belajar menurut Gagne (1984), adalah suatu proses perubahan
perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Beberapa pengertian belajar yang di
pandang dari tujuan dan proses berbagai pengalaman diantaranya :

a.    Belajar merupakan suatu proses, yaitu kegiatan yang berkesinambungan yang di mulai
sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.

b.    Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen.

c.    Hasil belajar ditunjukan dengan aktivitas-aktifitas tingkah laku secara keseluruhan.

d.   Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi, emosional,
sikap, dan sebagainya.

Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar yaitu:

1.        Proses

Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan
merasakan. Seorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas
pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat di amati orang lain akan tetapi dirasakan oleh
yang bersangkutan sendiri. Guru tidak dapat melihat aktivitas pikiran dan perasaan
siswa. Guru melihat dari kegiatan siswa sebagai aktivitas siswa pikiran dan perasaan
siswa sebagai contoh siswa bertanya ,menanggapi, menjawab pertanyaan, memecahkan
persoalan, melaporkan hasil kerja,membuat rangkuman. Itu semua gejala yang tampak
dari aktivitas mental dan emosional siswa.

2.        Perubahan perilaku

Hasil belajar akan tampak pada perubahan prilaku individu yang belajar.
Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan prilaku sebagai akibat kegiatan
belajarnya, pengetahuan dan keterampilannya bertambah, dan penguasaan nilai-nilai
dan skap bertambah pula. Menurut para ahli psikologi tidak semua perubahan perilaku
sebagai hasil belajar. Perubahan prilaku sebagai hasil belajar di klasifikasikan menjadi
tiga domain yaitu:

1)   Kognitif

Kognitif meliputi perilaku daya cipta, yaitu berkaitan dengan kemampuan intelektual
manusia, antara lain: kemampuan mengingat (knowledge), memahami (comprehension),
menerapkan (application), menganalisis (analysis) dan mengevaluasi  (evaluation).

2)   Afektif

Afektif berkaitan dengan prilaku daya rasa atau emosional manusia.

3)   Psikomotorik

Psikomotorik berkaitan dengan prilaku dan bentuk keterampilan-keterampilan motorik


(gerakan fisik).

3.        Pengalaman

Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena individu
berintraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial,
lingkungan fisik adalah lingkungan di sekitar individu baik dalam bentuk alam sekitar
individu baik dalam bentuk alam sekitar (natural) maupun dalam bentuk ciptaan manusia
(cultural). Lingkungan pembelajaran yang baik ialah lingkungan yang merangsang dan
menantang siswa untuk belajar. Guru yang mengajar tanpa menggunakan alat peraga
tentu kurang merangsang / menantang siswa untuk belajar apalagi bagi siswa SD yang
perkembangan intelektualnya masih membutuhkan alat peraga. Semua lingkungan yang
di perlukan untuk belajar siswa ini akan menjadi bahan belajar dan pembelajaran yang
efektif.

2.2.1        Hakikat Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran,
Pembelajaran adalah suatu upaya yang di lakukan oleh seorang guru atau pendidik
untuk membelajarkan siswa yang belajar dengan
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar untuk membantu peserta didik
agar dapat belajar dengan baik. Definisi pembelajaran menurut para ahli :

      Gagne dan Briggs (1979:3), Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan


untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang
dirancang,disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung
terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

      Zaenal Aqib (2002:41). Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun,


meliputi unsur-unsur manusiawi, materil, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran serta
mempersiapkan peserta didik menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari
dengan mengorganisasi lingkungan  untuk menciptakan kondisi belajar bagi
peserta didik

Dengan arti lain bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dari guru
untuk membuat siswa belajar sebagai hasil perubahan tingkah laku pada diri siswa
yang belajar dengan mendapatkan kemampuan baru yang berlaku dalam waktu
yang relative lama karena adanya usaha. Kegiatan pembelajaran bukan lagi
sekedar kegiatan, melainkan menyiapkan pengajaran dan melaksanakan prosedur
mengajar dalam pembelajaran tatap muka. Akan tetapi, kegiatan pembelajaran
lebih kompleks lagi jika dilaksanakan dengan pola dan bahan pembelajaran yang
bervariasi. Menurut Modhoifir (1987:30) pada garis besarnya ada tiga pola
pembelajaran :

1.    Pola pembelajaran guru dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu/bahan


pembelajaran dalam bentuk alat peraga. Pola pembelajaran sangat tergantung pada
kemampuan guru dalam mengingat bahan pembelajaran dan menyampaikan
bahan tersebut secara lisan kepada siswa.

2.    Pola (guru + alat bantu)  dengan siswa. Pola pembelajaran ini guru sudah di bantu
oleh berbagai bahan pembelajaran yang disebut alat peraga pembelajaran dalam
menjelaskan dan menerangkan suatu pesan yang bersifat abstrak.

3.    Pola (guru) + (media) dengan siswa. Pola pembelajaran ini sudah


mempertimbangkan keterbatasan guru, yang tidak mungkin menjadi satu-satunya
sumber belajar. Guru dapat memanfaatkan berbagai media pembelajaran. Jadi
pola pembelajaran bergantian antara guru dan media interaksi dalam berintraksi
dengan siswa.

Selain pola pembelajaran yang bervariasi, peran guru juga menentukan


proses penyampaian pembelajaran. Menurut Adams & Dickey ( dalam Oemar
hamalik, 2005 ), peran guru sesungguhnya sangat luas, meliputi:
a. Guru sebagai pengajar (teacher as instructor)

b. Guru sebagai pembimbing (teacher as counselor)

c. Guru sebagai ilmuan (teacher as scientist)


d. Guru sebagai pribadi (teacher as person)

Bahkan dalam arti luas , sekolah berubah fungsi menjadi penghubung


antar ilmu/teknologi dengan masyarakat, dan sekolah lebih aktif ikut dalam
pembangunan, maka peran guru menjadi luas.

2.3              Proses Pembelajaran

Bila semua paradigma masyarakat perguruan tinggi telah memahami


dengan baik tentang proses pembelajaran siswa aktif (Learning how to
learn) penyiapan sumber daya telah di atur dengan baik, dan penyiapan konten
yang sudah tersedia dengan baik dan RPP/SAP yang telah mengatur dengan baik
mekanisme proses pembelajaran, maka proses pembelajaran akan berjalan dengan
lebih mudah.

Dalam proses pembelajaran meliputi kegiatan dari membuka sampai


menutup pelajaran, sebagai berikut :

a.       Kegiatan  awal, yaitu: melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran,


dan bila di anggap perlu memberikan pre-test;

b.      Kegiatan inti, yaitu kegiatan utama yang di lakukan guru dalam memberikan
pengalaman belajar, melalui berbagai strategi dan metode yang di anggap sesuai
dengan tujuan dan materi yang akan di sampaikan;

c.       Kegiatan akhir, yaitu menyimpulkan kegiatan pembelajaran dan pemberian tugas


atau pekerjaan rumah bila di anggap perlu.

2.4 Komponen – Komponen Pembelajaran

Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran


dalamkeseluruhan berlangsungnya suatu proses pembelajaran untuk mencapai
suatu pembelajaran yang optimal. Jadi, komponen pendidikan adalah bagian-
bagian dari sistem proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya
proses pendidikan (Slameto, 2010). Adapun komponen-komponen tersebut
meliputi:

1.    Tujuan pendidikan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu
kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogamkan tanpa tujuan, karena hal itu
adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana
kegiatan itu akan dibawa. Demikian juga halnya dalam kegiatan belajar mengajar,
tujuan adalah suatu cita-cita yang dicapai dalam kegiatannya. Tujuan merupakan
komponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran lainnya seperti:
bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat, sumber dan
evaluasi. Semua komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk
mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Tujuan Pendidikan menurut Dimyati, dkk (2009) yaitu :

1. Tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing kegiatan pendidik dan peserta


didik dalam proses pengajaran;

2. Tujuan pendidikan memberikan motivasi kepada pendidik dan peserta didik;

3. Tujuan pendidikan memberikan pedoman dan petunjuk kepada pendidik dalam


rangka memilih dan menentukan metode mengajar atau menyediakan lingkungan
belajar bagi peserta didik;

4. Tujuan pendidikan penting maknanya dalam rangka memilih dan menentukan alat
peraga pendidikan yang akan digunakan; dan

5. Tujuan pendidikan penting dalam menentukan alat/ teknik penilaian pendidik


terhadap hasil belajar peserta didik.

Ada bermacam - macam tujuan pendidikan menurut M. J. Langeveld


(Siswoyo, 2007: 26), yaitu:

1.  Tujuan Umum

Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhan/


kebulatan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Menurut Langeveld tujuan
umum atau tujuan akhir, akhirnya adalah kedewasaan, yang salah asatu cirinya
adalah tetap hidup dengan pribadi mandiri. Dan menurut Hoogveld (Soekarlan,
1969: 29) mendidik itu berarti membantu manusia agar mampu menunaikan tugas
hidupnya secara berdiri sendiri.

2.  Tujuan Khusus

Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai hal.
Misalnya usia, jenis kelamin, intelegensi, bakat, minat, lingkungan sosial budaya,
tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan sebagainya.

3.  Tujuan tak lengkap


Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek
kehidupan manusia.Misalnya aspek psikologis, biologis, sosiologis saja. Salah
satu aspek psikologis misalnya hanya mengembangkan emosi dan pikiran saja.

4.  Tujuan Sementara

Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara


saja, sedangkan jika tujuan sementara sudah tercapai maka ditinggalkan dan
diganti dengan tujuan yang lain. Misalnya: orang tua ingin agar anaknya berhenti
merokok, dengan dikurangi uang sakunya. Kalau sudah tidak merokok, lalu
ditingalkan dan diganti dengan tujuan lain misalnya agar tidak suka begadang.

5.  Tujuan Intermedier

Tujuan intermedier yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok.
Misalnya: anak yang dibiasakan untuk menyapu halaman, maksudnya agar klak ia
mempunyai rasa tanggung jawab. Membiasakan mmbagi-bagi tugas pada anak
satu dngan lainnya juga berarti melatih tanggung jawab dengan maksud agar kelak
mereka memiliki rasa tanggung jawab.

6.  Tujuan Insidental

Tujuan insidental yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu,


seketika atau spontan. Misalnya: pendidik menegur anak yang bermain kasar
ketika bermain sepak bola. Selain itu, orang tua yang menegur anaknya untuk
duduk dengan sopan.

Dalam bukunya, Djamarah (2010: 42) mengatakan bahwa suatu tujuan


pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) peserta
didik yang kita harapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita
ajarkan peserta didik dapat memahami dan mengamalkannya.

2.    Peserta didik

Menurut Hamalik, (2004), peserta didik adalah salah satu komponen


dalam pengajaran dapat dikatakan bahwa peserta didik adalah komponen yang
terpenting diantara kelompok lainnya. Pada dasarnya peserta didik adalah unsur
penentu dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya peserta didik,
sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran. Tanpa adanya peserta didik,
pendidik tak akan mungkin mengajar. Sehingga peserta didik adalah komponen
yang penting dalam hubungan proses belajar mengajar ini.              Menurut J.
Locke berpandangan bahwa jiwa anak bagaikan tabu rasa, sebuah meja lilin yang
dapat ditulis dengan apa saja bagaimana keinginan si pendidik. Sedangkan
menurut J.J. Rousseau memandang anak sebagai seseorang yang memiliki jiwa
yang bersih dan karena lingkungan maka ia jadi kotor. Berbeda dengan pandangan
di atas maka menurut psikologi modern, anak adalah suatu organisme yang hidup,
yang mereaksi, berbuat, dan sebagainya, yang memiliki suatu kebutuhan, minat,
kemampuan, dan masalah-masalah tertentu. Tujuan mengenal peserta
didik dengan maksud agar pendidik dapat membantu pertumbuhan dan
perkembangannya secara efektif. Mengenal dan memahami peserta didik sangat
penting agar pendidik dapat menentukan bahan-bahan yang akan diberikan,
menggunakan prosedur belajar yang serasi, mengadakan diagnosis atas kesulitan.

3.    Pendidik

Sebelum memulai tugasnya, pendidik harus terlebih dahulu mempelajari


kurikulum dan memahami program pendidikan yang sedang dilaksanakan. Hal –
hal yang harus dipersiapkan pendidik setiap akan mengajar yaitu :

1)   Membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana


bulanan dan rencana tahunan. Karena itu pendidik harus memahami benar tentang
tujuan pengajaran, cara merumuskan tujuan mengajar, memilih dan menentukan
metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

2)   Memahami bahan pelajaran sebaik mungkin dengan menggunakan berbagai


sumber

3)   Memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga,

Dengan melaksanakan tugasnya, ia perlu mengadakan kerja sama dengan


orang tua peserta didik, dengan badan-badan kemasyarakatan dan sekali-sekali
membawa peserta didik mengunjungi objek-objek yang perlu diketahui peserta
didik (Slameto, 2010). Selain itu pendidik memegang peran yang sangat penting
dalam proses belajar mengajar, seperti yang dikemukakan oleh Adams dan Dickey
bahwa peran pendidik sesungguhnya sangat luas, meliputi:

a)    Pendidik sebagai pengajar

Pendidik bertugas memberikan pengajaran di dalam


kelas.Dengan      menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan
baik semua pengetahuan yang telah disampaikan. Selain
itu pendidik harusberusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan,
hubungan sosial, apresiasi, dan sebagainya terhadap peserta didik melalui
pengajaran yang diberikan.

b)   Pendidik sebagai pembimbing

Pendidik berkewajiban memberikan bantuan kepada peserta didik agar


mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan masalahnya
sendiri, mengenal dirinya sendiri, dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.Pendidik perlu memahami dengan baik tentang teknik bimbingan
kelompok, penyuluhan individual, teknik mengumpulkan keterangan, teknik
evaluasi, statistik penelitian, psikologi kepribadian, dan psikologi belajar.
c)    Pendidik sebagai pemimpin

Pendidik berkewajiban mengadakan supervisi atas kegiatan belajar peserta


didik, dengan membuat rencana pengajaran bagi kelasnya; mengadakan
manajemen belajar sebaik-baiknya; melakukan manajemen kelas; mengatur
disiplin kelas secara demokratis. Pendidik juga harusmempunyai jiwa
kepemimpinan yang baik, seperti hubungan sosial, kemampuan berkomunikasi,
ketenagaan, ketabahan, humor, tegas, dan bijaksana.

d)   Pendidik sebagai ilmuwan

Pendidik dipandang sebagai orang yang berpengetahuan. Pendidik bukan


saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta
didik, tetapi juga berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu dan terus-
menerus memupuk pengetahuan yang telah dimilikinya.

e)    Pendidik sebagai pribadi

Sebagai pribadi, setiap pendidik harus memiliki sifat-sifat yang disenangi


oleh peserta didiknya, oleh orang tua, dan oleh masyarakat. Sifat-sifat itu sangat
diperlukan agar pendidik dapat melaksanakan pengajaran secara efektif.

f)    Pendidik sebagai penghubung

Sekolah berdiri diantara dua kewajiban, yakni kewajiban


untukmengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan
kebudayaan yang terus menerus berkembang, dan keajiban untukmenampung
aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, dan tuntutan masyarakat. Di antara
kedua kewajiban tersebut disinilah pendidik memegang peranannya sebagai
pelaksana.

g)   Pendidik sebagai pembaharu

Pendidik memegang peranan sebagai pembaharu, oleh karena melalui


kegiatan pendidik penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh yang baik dan
lain-lain maka akan menanamkan jiwa pembaruan di kalangan peserta didik.

h)   Pendidik sebagai pembangunan

Sekolah turut serta memperbaiki masyarakat dengan jalan memecahkan


masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan dengan  turut melakukan
kegiatan-kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat itu.
Pendidik baik secara pribadi dan professional dapat menggunakan setiap
kesempatan yang ada untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan
masyarakat.
4.      Kurikulum

Menurut Sujarwo (2012: 7) mengemukakan bahwa kurikulum merupakan


seperangkat rencana kegiatan pembelajaran yang berisi tujuan, materi
pembelajaran, pembelajaran (metode/strategi), dan penilaian dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kurikulum dipandang sebagai semua pengalaman
belajar yang diberikan pendidik kepada peserta didik selama mengikuti
pendidikan di suatu lembaga pendidikan, atau segala usaha lembaga pendidikan
yang menghasilkan lulusan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Materi pembelajaran di dalam kurikulum diartikan sebagai bahan yang


hendak diajarkan kepada peserta didik, dengan kata lain materi pembelajaran
merupakan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
harus dipelajari peserta didik sesuai dengan standard kompetensi yang telah
ditetapkan.

5.      Strategi

Strategi dapat diartikan sebagai pokok-pokok yang menjadi acuan untuk


bertindak mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi menjadi komponen
pembelajaran yang memiliki arti suatu rencana kegiatan pembelajaran yang
dirancang dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sujarwo (2012:
7-8) strategi merupakan suatu penataan mengenai cara mengelola, mengorganisasi
dan menyampaikan sejumlah materi pembelajaran untuk dapat mewujudkan
tujuan pembelajaran, sedangkan pembelajaran merupakan pengaturan informasi
dan lingkungan sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya proses
belajar pada diri peserta didik. Strategi pembelajaran dimaknai sebagai suatu
strategi dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga
sasaran didik dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan yang
diharapkan.Menurut Dick, Carey & Carey (2003: 1) menyebutkan lima komponen
umum dari strategi instruksional sebagai berikut :

1) kegiatan pra instruksional ;

2) penyajian informasi ;

3) partisipasi peserta didik ;

4) tes ; dan

5) tindak lanjut.
Strategi pembelajaran pada dasarnya harus menjadi kemampuan pendidik.
Pendidik harus mampu merancang dan menerapkan strategi pembelajaran yang
dirasa efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajarandengan melihat
pada aspek kesesuian pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan acuan
kurikulum dan keterlibatan peserta didik.

6.  Media Pembelajaran

Media merupakan suatu alat, benda atau seperangkat komponen yang


dapat digunakan sebagai sarana dalam menyampaikan informasi, pesan ataupun
suatu hal sehingga informasi atau pesan tersebut dapat diterima dengan baik oleh
penerima pesan, yang pada intinya media berperan dalam mempermudah
pekerjaan manusia. Menurut Gagne dan Briggs (Arsyad, 2011: 4-5) secara
implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik
digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri antara lain
buku, tape recorder, kaset video, film, gambar, grafik, televisi dan komputer.
Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang
siswa untuk belajar. Sedangkan menurut Sujarwo (2012: 10) mengatakan bahwa
media dimaknai sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk
menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan
semangat, perhatian dan kemauan peserta didik, sehingga dapat mendorong
terjadinya proses pembelajaran pada diri peserta didik. Media pembelajaran
meliputi; media cetak meliputi : gambar, sketsa, kartun, diagram, chart, grafik,
poster, dan media elektronik meliputi : audio seperti: a) radio, tape, b)
visual seperti: film, slide, film strip, film loop, epidioskop OHP, c) audio
visual seperti: televisi, film suara. radio vision, slide suara, tape dan film suara.

7.  Evaluasi

Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan yang


dilakukan secara sistematis, berkelanjutan dan dilakukan secara menyeluruh
dengan tujuan penjaminan, pengendalian dan penetapan kualitas (nilai, makna dan
arti) atas berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria
tertentu. Dalam Permen No. 41 tahun 2007 tentang Standar proses dinyatakan
bahwa evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas
pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan poses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil
pembelajaran. Menurut Sujarwo (2012: 10-11) evaluasi berasal dari bahasa
Inggris yang berarti penilaian atau penaksiran, sedangkan menurut pengertian
istilah evaluasi adalah suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan
sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan
tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Semua komponen dalam sistem pengajaran saling berhubungan dan saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya, proses
pengajaran dapat terselenggara secara lancar, efisien, dan efektif berkat adanya
interaksi yang positif, konstruktif, dan produktif antara berbagai komponen yang
terkandung di dalam sistem pengajaran tersebut.

2.4  Pengertian Prinsip – Prinsip Pembelajaran

Prinsip – prinsip pembelajaran merupakan bagian penting yang perlu


diketahui oleh seorang pengajar, dengan memahami prinsip – prinsip
pembelajaran, seorang pengajar dapat membuat suatu acuan dalam pembelajaran.
Sehingga kegiatan pembelajaran akan berjalan lebih efektif serta dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Prinsip – prinsip pembelajaran yang perlu
diketahui adalah :
1.    Perhatian dan Motivasi

Dalam proses pembelajaran, perhatian memliliki peranan yang sangat


penting sebagai langkah awal dalam memicu aktivitas-aktivitas belajar. Perhatian
dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang diberikan;
melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus
pada masalah yang harus diselesaikan. Sedangkan Motivasi berhubungan erat
dengan minat. Siswa yang memiliki minat lebih tinggi pada suatu mata pelajaran
cenderung lebih memiliki perhatian yang lebih terhadap mata pelajaran tersebut
yang akan menimbulkan motivasi lebih tinggi dalam belajar. Selain itu motivasi
merupakan salah satu tujuan dan alat dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa
tertarik pada kegiatan intelektual dan estetik setelah kegiatan belajar dan mengajar
berakhir. Sebagai alat motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya
intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan
belajar siswa dalam pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.

2.    Prinsip Keaktifan

Belajar pada hakekatnya adalah proses aktif seseorang dalam melakukan


kegiatan secara sadar untuk mengubah suatu perilaku, terjadikegiatan merespon
terhadap setiap pembelajaran.

3.    Prinsip Keterlibatan Langsung / Pengalaman

Prinsip ini berhubungan dengan prinsip aktivitas, bahwa setiap individu


harus terlibat secara langsung untuk mengalaminya, bahwa setiap kegiatan belajar
harus melibatkan diri terjun mengalami.

4.    Prinsip Pengulangan
Teori yang dapat dijadikan sebagai petunjuk pentingnya prinsip
pengulangan dalam belajar, antara lain bisa dicermati dari dalil-dalil belajar yang
dikemukakan oleh Edward L. Thorndike (1974-1949) tentang Law of Learning,
yaitu “Law of effect, Law of exercise, and Law of readiness”

5.    Prinsip Tantangan

Implikasi lain dari adanya bahan belajar yang dikemas dalam suatu kondisi
yang menantang, seperti yang mengandung masalah yang perlu dipecahkan, siswa
akan tertantang untuk mempelajarinya. Dengan kata lain pembelajaran yang
memberi kesempatan pada siswa untuk turut menemukan konsep-konsep, prinsip-
prinsip dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan
menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi tersebut.

6.    Prinsip Balikan dan Penguatan

Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan


hasil yang baik. Apalagi hasil yang baik, merupakan balikan yang menyenangkan
dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Balikan segera diperoleh
siswa setelah belajar melalui pengamatan melalui metode-metode pembelajaran
yang menantang, seperti tanya jawab, diskusi,eksperimen, metode penemuan dan
yang sejenisnya akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih rajin dan
bersemangat.

7.    Prinsip Perbedaan Individual

Perbedaan individual dalam belajar, yaitu bahwa proses belajar yang terjadi
pada setiap individu berbeda satu dengan yang lain baik secara fisik maupun
psikis, untuk itu dalam proses pembelajaran mengandung implikasi bahwa setiap
siswa harus dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan
selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayanan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan siswa itu sendiri.

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Hal yang harus disadari saat ini adalah pentingnya belajar konsep tentang
sesuatu. Konsep yang dimaksud disini tidak lain dari kategori-kategori yang kita
berikan dari stimulus atau rangsangan yang ada di lingkungan kita. Konsep yang
ada di dalam struktur kognitif individu merupakan hasil dari pengalaman yang ia
peroleh. Jika keadaannya demikian, sebagian konsep yang dimiliki individu
merupakan hasil dari proses belajar yang mana proses hasil dari proses belajar ini
akan menjadi pondasi (building blocks) dalam struktur berpikir individu. Konsep
inilah yang dijadikan dasar oleh seseorang dalam memecahkan masalah,
mengetahui aturan aturan yang relevan, dan hal-hal lain yang ada keterkaitannya
dengan apa yang harus dilakukan oleh individu.

Pembelajaran adalah adanya interaksi. lnteraksi yang terjadi


antara pe belajar dengan lingkungan belajarnya, baik itu dengan pendidik, teman-
temannya, tutor, media pembelajaran, dan atau sumber-sumber belajar yang lain.
Sedangkan ciri-ciri lainnya dari pembelajaran ini berkaitan dengan komponen-
komponen pembelajaran itu sendiri. Di dalam pembelajaran akan terdapat
komponen-komponen sebagai berikut : tujuan pendidikan, peserta didik,
pendidik , bahan atau materi pelajaran, pendekatan dan metode, media atau alat,
sumber belajar serta, evaluasi. Semua komponen tersebut saling terkait atau
berhubungan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Komponen-komponen pembelajaran tersebut sebagai suatu sistem yang utuh dan
saling mendukung satu sama lain.

3.2    Saran

19

Di dalam penulisan makalah ini sangat banyak sekali yang harus di


perhatikan contohnya di dalam dunia pendidikan seharusnya terapan yang harus di
perhatikan adalah yang pertama itu adalah program pendidikan, karena di sinilah
kita dapat mengetahui apa yang harus di lakukan oleh setiap sekolah sudah
menerapkan suatu program pendidikan yang baik agar tujuannya untuk
mendapatkan kualitas peserta didik yang baik dan mempunyai nilai saing dalm
dunia pendidikan.

Kami sangat mengharapkan dari berbagai pihak untuk memberikan


support atau partisipasinya agar dunia pendidikan akan terus berjalan seiring
dengan waktu saat ini dalam mengejar ilmu pengetahuan yang rasional. Peran
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang bermoral dan berilmu
tinggi sangat di harapakan oleh masyarakat pada umumnya.
DAFTAR RUJUKAN

Arrash. 2011. Konsep Dasar Pembelajaran.(http:// arassh.wordpress.com). diakses 5


September 2013.

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.


Dick, W., Carey, L., & Carey, J.O. 2003. The Systemic Design of Instruction. New York :
Harper Collins Publisher Inc.
Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Rineka
Cipta.

Dimyati,dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


Glendomi. 2012. Komponen-Komponen Pembelajaran,(Online),
(http://www.glendomi.com/2012/10/komponen-komponen-pembelajaran_3.html),
diakses 5 September 2013.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.


Hermawan, A.H dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan. 2009. Undang-undang Sisdiknas nomor 20
tahun 2003. Bandung: Fokus Media

Ihromi.TO.1981. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Graniedia.


Indry. 2013. Komponen-Komponen Pembelajaran, (Online),
(http://indrycanthiq.blogspot.com/2013/04/komponen-komponen-pembelajaran-
konsep.html), diakses 5 September 2013.
Koentjaraningrat. 1980. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Kini.Y.B.P.FE.UI Jakarta.

Kosasih Jahiri, dkk. 1979. Pengajaran Studi Sosial/IPS, LPPP -IPS, FKIS –IMP


Bandung.

Peraturan Menteri No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.


Poerwito. 1991/1992. Ilmu Pengetahuan Sosial. Malang : Departemen P dan K, Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah P3G IPS dan PMP.
Slameto. 2010.Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.Siswoyo, Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta:Universitas Negeri YogyakartaPress.

Soeijono Soekanto.1964. Setangkai Bunga Sosiologi. FE, UI Jakarta.

Soekarlan, Endang. 1969. Pedagogik Umum. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.


Soelaimen, M. Munandar 1986, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial,
Bandung : Eresco.

Soemardi.S.1983. Pengantar Sosiologi. FE.UI, Jakarta.

Sujarwo. 2012. Model-model Pembelajaran: suatu strategi mengajar. Yogyakarta

Susilo, H. 1995. Pengantar Pendidikan Lingkungan, PKPKLH Malang.

Selo Soemardjan.1982. Sosiologi Pengantar. Rajawali-Jakarta.

Taneo, S. 2005. Bahan Ajar Materi dan Pembelajaran IPS SD, FKIP Undana – Kupang.
Thamrin Thalut & Abduh M. 1980. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : P3G
Departemen P dan K. 

Tim Pengembang MKOP. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Tukidi B. 1992. Materi Ilmu Pengetahuan Sosial PGSD, FTP IKIP – Jogyakata.

Vilila. 2010. Konsep dasar Pembelajaran, (Online), (http://www.vilila.com/2010/03/bab-


1-konsep-dasar-pembelajaran.html#ixzz1qiknXlNt), diakses 5 September 2013.

Wawan,Haris. 2012. Konsep Dasar Pembelajaran, (Online),


(http://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/konsep-dasar-
pembelajaran.html), diakses 5 September 2013.

Makalah Prinsip-Prinsip Pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pembelajaran adalah suatu aktivitas atau suatu proses mebgajar dan


belajar. Aktivitas ini merupakan proses komunikasi dua arah, antara pihak guru
dan peserta didik. Undang undang no 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional menyatakan: “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Memperhatikan makna pembelajaran tersebut dapatlah dipahami bahwa


pembelajaran adalam membelajarkan peserta didik dengan menggunakan asas
pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan
pendidikan. Pembelajaran dapat disebut berhasil bila dapat mengubah peserta
didik dalam arti luas serta dapat menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik
untuk belajar sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia terlibat
dalam proses pembelajaran itu dapat dirasakan manfaatnya secara langsung. Hal
itu dapat dicapai manakala kesiapan guru untuk dapat mengerti, memahami, dan
menghayati berbagai hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran,
termasuk di dalamnya prinsip-prinsip pembelajaran.[1]

Makalah ini akan membahas tentang prinsip-prinsip pembelajaran yang


sangat diperlukan oleh para guru dan peserta didk dalam rangka kelangsungan
pembelajaran yang efektif dan efesien.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan prinsip pembelajaran?

2.      Apa saja yang termasuk ke dalam prinsip pembelajaran?

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian prinsip pembelajaran

2.      Untuk mengetahui yang termasuk ke dalam prinsip pembelajaran


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Prinsip Pembelajaran

Kata prinsip berasal dari bahasa Latin yang berarti “asas (kebenaran yang
menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) dasar”.[2] Prinsip
merupakan sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar dalam
berfikir atau bertindak. Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi
dasar pokok berpikir, berpijak atau bertindak.

Kata pembelajaran adalah suatu aktivitas atau proses mengajar dan belajar.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan
oleh pihak guru dan belajar dilakukan oleh peserta didik.

Jadi prinsip-prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan


berpijak dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan tumbuhnya proses
pembelajaran yang dinamis dan terarah.

B.     Prinsip-prinsip Pembelajaran

1.    Perhatian dan motivasi

Perhatian dalam pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting.


Kenyataan menunjukkan bahwa tanpa perhatian tidak mungkin terjadi
pembelajaran baik dari pihak guru sebagai pengajar maupun dari pihak peserta
didik yang belajar. Perhatian peserta didik akan timbul apabila bahan pelajaran
yang dihadapinya sesuai dengan kebutuhannya, apabila bahan pelajaran itu
sebagai sesuatu yang dibutuhkan tentu perhatian untuk mempelajarinya semakin
kuat.[3]

Secara psikologis, apabila sudah berkonsentrasi (memusatkan perhatian)


pada sesuatu maka segala stimulus yang lainnya tidak diperlukan. Akibat dari
keadaan ini kegiatan yang dilakukan tentu akan sangat cermat dan berjalan baik.
Bahkan akan lebih mudah masuk ke dalam ingatan, tanggapan yang terang, kokoh
dan lebih mudah untuk diproduksikan.

Motivasi juga mempunyai peran penting dalam kegiatan pembelajaran.


Seseorang akan berhasil dalam belajar kalau keinginan untuk belajar itu timbul
dari dirinya. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: a) mengetahui apa yang
akan dipelajari, b) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Kedua hal ini
sebagai unsur motivasi yang menjadi dasar permulaan yang baik untuk belajar.
Sebab tanpa kedua unsur tersebut kegiatan pembelajaran sulit untuk berhasil.

Seseorang yang mempunyai motivasi yang cukup besar sudah dapat berbuat
tanpa motivasi dari luar dirinya. Itulah yang disebut motivasi intrinsic, atau tenaga
pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebaliknya, bila
motivasi intrinsiknya kecil, maka dia perlu motivasi dari luar yang disebut
ekstrinsik, atau tenaga pendorong yang ada di luar. Motivasi ekstrinsik ini berasal
dari guru, orang tua, teman, buku-buku dan sebagainya.  Kedua motivasi ini
dibutuhkan untuk keberhasilan proses pembelajaran, namun yang memegang
peranan penting adalah peserta didik itu sendiri yang dapat memotivasi dirinya
yang didukung oleh kepawaian seorang guru dalam merancang pembelajaran yang
dapat merangsang minat sehingga motivasi peserta didik dapat dibangkitkan.[4]

Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat pembelajaran. Sebagai tujuan,


motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar, sebagai alat, motivasi
merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensia dan hasil belajar
sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar peserta didik dari segi
kognitif, afektif dan psikomotor. Motivasi adalah unsur utama dalam
pembelajaran dan pembelajaran tidak dapat berlangsung tanpa adanya perhatian
anak, apabila anak memperhatikannya secara spontan tanpa memerlukan usaha
(perhatian tidak sekehendak, perhatian tidak disengaja). Bila terjadi
perhatianspontan yang bukan disebabkan usaha dari guru yang membuat pelajaran
begitu menarik, maka perhatian ini tidak memerlukan motovasi, walaupun
dikatakan bahwa motivasi dan perhatian harus sejalan. Berbeda halnya kalau
perhatian yang disengaja  atau sekehendak, hal ini diperlukan motivasi.

2.    Keaktifan

Mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar. Pengalaman


tersebut diperoleh apabila peserta didik mempunyai keaktifan untuk bereaksi
terhadap lingkungannya. Apabila seorang anak ingin memecahkan suatu persoalan
dia harus dapat berpikir sistematis atau menurut langkah-langkah tertentu,
termasuk dia menginginkan suatu keterampilan tentunya harus pula dapat
menggerakan otot-ototnya untuk mencapainya.

Termasuk dalam pembelajaran, peserta didik harus selalu aktif. Mulai dari
kegiatan fisik yang mudah diamati sampai pada kegiatan psikis yang susah
diamati. Dengan demikian belajar yang berhasil harus melalui banyak aktifitas
baik fisik maupun psikis. Bukan hanya sekedar menghafal sejumlah rumus-rumus
atau informasi taetapi belajar harus berbuat, seperti membaca, mendengar,
menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya.

Prinsip aktifitas di atas menurut pandangan psikologis bahwa segala


pengetahuan harus diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman sendiri. Jiwa
memiliki energy sendiri dan dapat menjadi aktif karena didorong oleh kebutuhan-
kebutuhan. Sadi, dalam pembelajaran yang mengolah dan merencana adalah
peserta didik dengan kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakang masing-
masing, guru hanya merangsang keaktifan peserta didik dengan menyajikan bahan
pelajaran.[5]

3.    Keterlibatan langsung

Prinsip keterlibatan langsung merupakan hal yang penting dalam


pembelajaran. Pembelajaran sebagai aktifitas mengajar dan belajar, maka guru
harus terlibat langsung begitu juga peserta didik. Prinsip keterlibatan langsung ini
mencakup keterlibatan langsung secara fisik maupun non fisik. Prinsip ini
diarahkan agar peserta didik merasa dirinya penting dan berharga dalam kelas
sehingga dia bisa menikmati jalannya pembelajaran.

Edge Dale dalam Dimyati mengatakan bahwa: “belajar yang baik adalah
belajar melalui pengalaman langsung”. Pembelajaran dengan pengalaman ini
bukan sekedar duduk dalam kelas ketika guru sedang menjalankan pelajaran,
tetapi bagaimana peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajaran
tersebut. Kegiatan pembelajaran yang ditetapkan guru berarti pengalaman belajar
bagi peserta didik.

4.    Pengulangan

Prinsip pembelajaran yang menekankan pentingnya pengulangan yang


barangkali paling tua seperti yang dikemukakan oleh teori psikologi daya.
Menurut teori ini bahwa belajar adalah melihat daya-daya yang ada pada manusia
yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan,
berpikir dan sebagainya. Daya-daya tersebut akan berkembang.

Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori


koneksionisme. Tokohnya yang terkenal adalah Thorndike dengan teorinya yang
terkenal pula yaitu “law of exercise” bahwa belajar ialah pembentukan hubungan
antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman
itu memperbesar timbulnya respon benar. Selanjutnya teori dari phychology
conditioning responssebagai perkembangan lebih lanjut dari teori konseksionisme
yang dimotori oleh Pavlov yang mengemukakan bahwa perilaku individu dapat
dikondisikan dan belajar merupakan upaya untuk mengkondisikan suatu perilaku
atau respons terhadap sesuatu. Begitu pula mengajar membentuk kebiasaan,
mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan
pembiasaan yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.

Ketiga teori di atas menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam


pembelajaran walaupun dengan tujuan yang berbeda. Teori yang pertama
menekankan pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa, sedangkan teori yang
kedua dan ketiga menekankan pengulangan untuk membentuk respons yang benar
dan membentuk kebiasaan.

Meskipun ketiga teori ini tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua
bentuk belajar, tetapi masih dapat digunakan karena pengulangan masih relevan
sebagai dasar pembelajaran. Sebab, dalam pembelajaran masih sangat dibutuhkan
pengulangan-pengulangan atau latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respons
akan bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang bahkan hilang sama
sekali jika jarang atau tidak pernah digunakan. Oleh karena itu, perlu banyak
latuhan, pengulangan, dan pembiasaan.[6]

5.    Proses individual

Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah pada saat ini


masih cenderung berlangsung secara klasikal yang artinya seorang guru
menghadapi 30-40 orang peserta didik dalam satu kelas. Guru masih juga
menggunakan metode yang sama kepada seluruh peserta didik dalam kelas itu.
Bahkan mereka memperlakukan peserta didik secara merata tanpa memperhatikan
latar belakang social budaya, kemampuan, atau segala perbedaan individual
peserta didik. Padahal setiap peserta didik memiliki ciri-ciri dan pembawaan yang
berbeda. Ada peserta didik yang memiliki bentuk badan tinggi kurus, gemuk
pendek, ada yang cekatan, lincah, periang, ada pula yang lamban, pemurung,
mudah tersinggung dan beberapa sifat-sifat individual yang berbeda.

Untuk dapat memberikan bantuan agar peserta didik dapat mengikuti


pembelajaran yang disajikan oleh guru, maka guru harus benar-benar dapat
memahami ciri-ciri para peserta didik tersebut. Begitu pula guru harus mampu
mengatur kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan, proses pelaksanaan
sampai pada tahap terakhir yaitu penilaian atau evaluasi, sehingga peserta didik
secara total dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik tanpa perbedaan
yang berarti walaupun dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda.

S. Nasution dalam Ahmad Rohani menyarankan empat cara untuk


menyesuaikan pelajaran dengan kesanggupan individual:

a)        Pengajaran individual, peserta didik menerima tugas yang diselesaikan menurut


kecepatan masing-masing

b)        Tugas tambahan, peserta didik yang pandai mendapat tugas tambahan, di luar
tugas umum bagi seluruh kelas sehingga hubungan kelas selalu terpelihara.

c)        Pengajaran proyek, peserta didik mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan minat
serta kesanggupannya.

d)       Pengelompokan menurut kesanggupan, kelas dibagi dalam beberapa kelompok


yang terdiri atas peserta didik yang mempunyai kesanggupan yang sama.

Perbedaan individual harus menjadi perhatian bagi para guru dalam


mempersiapkan pembelajaran dalam kelasnya. Karena perbedaan individual
merupakan suatu prinsip dalam pembelajaran yang tidak boleh dikesampingkan
demi keberhasilan dalam proses pembelajaran.[7]

6.    Tantangan

Kuantzu dalam Azhar Arsyad mengatakan”if you give a man fish, he will
have a single meal. If you teach him how to fish he will eat all his life”.
Pernyataan Kuantzu ini senada dengan prinsip pembelajaran yang berupa
tantangan, karena peserta didik tidak merasa tertantang bila hanya sekedar disuapi
sehingga dirinya tinggal menelan apa yang diberikan oleh guru. Sebab, tanpa
tantangan peserta didik merasa masa bodoh dan kurang kreatif sehingga tidak
berkesan materi yang diterimanya.
Agar pada diri peserta didik timbul motiv yang kuat untuk mengatasi
hambatan dengan baik, maka materi pembelajaran juga harus menantang sehingga
peserta didik bergairah untuk mengatasinya.

Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran dengan salah satu prinsip
konsep contextual teaching and learning yaitu inkuiri. Di mana dijelaskan bahwa
inkuiri merupakan proses pembelajaran yang berdasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Jadi, peserta didik akan
bersungguh-sungguh dalam menemukan masalahnya terlebih dahulu kemudian
menemukan sendiri jalan keluarganya.[8]

7.    Balikan dan penguatan

Prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan balikan dan penguatan,


ditekankan oleh teori operant conditioning, yaitu law of effect. Bahwa peserta didi
akan belajar bersemangat apabila mengaetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
Hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik
bagi hasil usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar tidak saja oleh
penguatan yang menyenangkan atau penguatan positif, penguatan negatif pun
dapat berpengaruh pada hasil belajar selanjutnya.

Apabila peserta didik memperoleh nilai yang baik dalam ulangan tentu dia
akan belajar bersungguh-sungguh untuk memperoleh nilai yang lebih baik untuk
selanjutnya. Karena nilai yang baik itu merupakan penguatan yang positif
sebaliknya, bila peserta didik memperoleh nilai yang kurang baik tentu dia merasa
takut tidak naik kelas, dia terdorong pula untuk lebih giat. Inilah yang disebut
penguatan negatif yang berarti bahwa peserta didik mencoba menghindar dari
peristiwa yang tidak menyenangkan.

Format sajian berupa Tanya jawab, eksperimen, diskusi, metode penemuan


sebagainya merupakan cara pembelajaran yang memungkinkan terjadinya balikan
dan penguatan. Balikan yang diperoleh peserta didik setelah belajar dengan
menggunakan metode-metode akan menarik yang membuat peserta didik
terdorong untuk belajar lebih bersemangat.[9]

C. Prinsip Pembelajaran Kompetensi

Mengajar atau membelajarkan siswa bukan pekerjaan sampingan tetapi


membutuhkan keahlian, kesungguhan, pengetahuan, keterampilan dan seni.
Membelajar siswa bersifat unik sebab siswa itu individu manusia yang memiliki
karakteristik yang kompleks. Setiap siswa memiliki potensi dan kecakapan
berpikir dan keterampilan yang berbeda, semua itu membentuk kepribadian yang
kahs dan unik, berbeda antara yang satu dengan lainnya. Seorang guru dihadapkan
kepada situasi keragaman karakteristik siswa. Secara psikologis tidak ada individu
yang sama, yang ada adalah aneka ragam individu. Oleh karena itu, mengajar
merupakan ilmu dan seni sebab ilmu mengajar saja itu, tidak cukup diperlukan
juga seni mengajar. Seni mengajar merupakan kreativitas guru menemukan
pendekatan atau model mengajar yang memungkinkan setiap siswa
mengembangkan potensi, kecakapam dan karakteristiknya secara optimal.

Prinsip pembelajaran merupakan hal-hal yang mendasari dan menjadi


sebab-sebab terjadinya belajar. Dengan perkataan lain apabila suatu prinsip tidak
nampak dalam kegiatan pembelajaran, maka proses belajar itu tidak akan terjadi
secara efektif dan berhasil sesuai dengan harapan. Efektivitas belajar berkaitan
dengan suasa belajar yang menyenangkan seperti ciptakan kondisi terbaik untuk
belajar, bentuk presentasi yang melibatkan seluruh indra, berfikir kreatif dan kritis
untuk membantu proses internalisasi dan beri rangsangan dalam mengakses materi
pelajaran (gordon and vos, 2000). Ada beberapa prisnsip penting dalam
pembelajaran kompetensi, antara lain:

1.                  Proses pembelajaran kompetensi membentuk kreasi lingkungan


yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Tujuan pengaturan
lingkungan dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberi
latihan-latihan penggunaan fakta-fakta. . Struktur kognitif akan tumbuh dan
berkembang manakala siswa memilki pengalaman belajar. Oleh karena itu dalam
pembelajaran kompetensi menuntut aktivitas siswa secara penu untuk mencari dan
menemukan sendiri.

2.                  Berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajar,


ada tipe pengetahuan fisis, sosial dan logika (Bruce weil, 1980). Pengetahuan
fisis  adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian
seperti bentuk, besar, kecil, serta begaimana objek itu berinteraksi satu dengan
yang lainnya. Pengetahuan fisis diperoleh melalui pengalaman indera secara
langsung. Misalkan anak memegang logam yang bersifat keras dan memegang
kain sutra yang bersifat halus. Pengetahuan sosial berhubungan dengan perilaku
individu dalam mempengaruhi interaksi sosial, contohnya pengetahuan tentang
aturan, hukum, moral, nilai, bahasa dan lain sebagainya .
3.                  Pembelajaran dalam konteks kompetensi harus melibatkan peran
lingkungan sosial. Anak akan lebih baik mempelajari pengetahuan logika dan
sosial dari temannya sendiri. Melalui pergaulan dan hubungan sosial anak akan
belajar lebih baik dibandingkan dengan belajar yang menjauhkan dari hubungan
sosial. Oleh karena itu, melalui hubungan sosial itulah anak berinteraksi dan
berkomunikasi, berbagi pengalaman memungkinkan mereka terus berkembang
secara wajar.

4.                  Pembelajaran melalui KBK diarahkan agar siswa mampu


mengatasi setiap tantangan dan rintangan dalam kehidupan yang cepat berubah,
melalui sejumlah kompetensi akademik, kompetensi okupasional, kompetensi
kultural, dan kompetensi temporal. Itu sebabnya makna pembelajaran
KBK  bukan hanya mendorong anak agar mampu menguasai sejumlah materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana agar anak itu memiliki sejumlah kompetensi
untuk mampu menghadapi rintangan yang muncul sesuai dengan perubahan pola
kehidupan masyarakat (Sanjaya, 2005).

Adapun beberapa prinsip pembelajaran yang dikembangkan dalam


mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam rangka menunjangn
hasil belajar yang efektif dan efesien, menurut Puskur (Balibang Depdiknas,
2002) rambu-rambunya sebagai berikut.

1.         Kesempatan untuk belajar, kegiatan pembelajaran perlu


menjamin                           pengalaman siswa untuk secara langsung mengamati
dan mengalami                proses, produk, keterampilan dan nilai yang diharapkan.

2.         Pengetahuan awal siswa, kegiatan pembelajaran perlu


mengaitkan                          pengalaman belajar yang dikaitkan dengan
pengetahuan awal siswa                   serta disesuaikan dengan keterampilan dan
nilai yang dimiliki siswa             sambil memperluas dan menunjukkan
keterbukaan cara pandang dan                       cara tindak sehari-hari.

3.         Refleksi, kegiatan mengajar perlu menyediakan pengalaman


belajar                        yang bermakna yang mampu mendorong tindakan dsn
renungan                              (refleksi) pada setiap siswa.

4.         Memotivasi, kegiatan pembelajaran harus mampu


menyediakan                              pengalaman belajar yang memberi motivasi dan
kejelasan tujuan.
5.         Keragaman individu, kegiatan pembelajaran perlu
menyediakan                              pengalaman pembelajaran yang mampu
membedakan kemampuan                                  individu yang satu dengan yang
lain sehingga variasi metode mengajar                  mutlak diperlukan.

Kemandirian dan kerjasama, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan


pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk  belajar mandiri maupun
melakukan kerjasama.

1.         Suasana yang mendukung, sekolah dan kelas perlu diatur lebih


aman                      dan lebih kondusif untuk menciptakan situasi agar siswa
belajar secara              efektif.

2.         Belajar untuk kebersamaan, kegiatan pembelajaran


menyediakan                            pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk
memiliki simpati,                    empati, dan roleransi bagi orang lain.

3.         Siswa sebagai pembangun gagasan, kegiatan


pembelajaran                                      menyediakan pengalaman belajar yang
mengakomodasikan pandangan                  bahwa pembangunan gagasan adalah
siswa, sedangkan guru hanya                                   sebagai menyediakan kondisi
supaya peristiwa belajar tetap                                    berlangsung.

4.         Rasa ingin tahu, kreativitas dan ketuhanan, kegiatan


pembelajaran                          menyediakan pengalaman belajar yang menumpuk
rasa ingin tahu,                                    mendorong kreativitas, dan selalu
mengagungkan kebesaran Tuhan                   Yang Maha Esa.

5.         Menyenagkan, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan


pengalaman                    belajar yang menyenangkan siswa, seperti pembelajaran
kuantum.

6.         Interaksi dan komunikasi, kegiatan pembelajaran perlu


menyediakan                      pengalaman belajar yang meyakinkan siswa terlibat
secara aktif baik                  mental, fisik maupun sosial.

7.         Belajar cara belajar, kegaiatan pembelajaran kompetensi


memerlukan                      pengalaman belajar yang memuat keterampilan belajar,
sehingga siswa               menjadi terampil belajar bagaimana cara belajar.

Pembelajaran kompetensi dapat terlaksana secara optimal, dalam arti


mencapai sasaran kompetensi standar dalam implementasi dan pengembangan
jika memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran kompetensi menurut
Sukmadinata (2004) harus memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:

1.                  Agar setiap siswa dapat menguasai kompetensi standar


perlu                      disediakan waktu yang cukup dengan program
pembelajaran                 yang berkualitas.

2.                  Setiap siswa memiliki kemampuan untuk


menguasai                                    kompetensi yang dituntut, tanpa memperhatikan
latar belakang                        pengalaman pendidikan dan pengalaman  mereka.
Dengan                                  penyelenggaraan program pembelajaran yang baik
dan waktu                       yang cukup maka setiap siswa dapat mencapai hasil
yang                             ditargetkan.

3.                  Perbedaan individual dalam penguasaan kompetensi


diantara                      siswa, bukan saja disebabkan karena faktor-faktor diri
siswa                 tetapi karena ada kelemahan dalam lingkungan pembelajaran.

4.                  setiap siswa mendapatkan peluang yang sama untuk


memiliki                     kemampuan yang diharapakan, asal disesuaikan
dengan                                    kecepatan belajar masing-masing. Setiap siswa
dapat                           menguasai kompetensi yang diharapkan asalkan rancangan
dan                    pelaksanaan program pembelajaran sedekat mungkin
diarahkan                    pada pencapai sasaran pembelajaran.

5.                  Apa yang paling berharga dalam pembelajaran adalah


berharga                   dalam belajar. Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan
agar                      para siswa terjadi belajar secara optimal. Jika ada siswa
yang                   gagal dalam belajar disebabkan kesalahan rencana
dan                                  pelaksana pendidikan, perlu dicari penyebab dan
terus                          disempurnakan.[10]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

a.       Pengertian prinsip

Kata prinsip berasal dari bahasa Latin yang berarti “asas (kebenaran yang
menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) dasar”.[11]Prinsip
merupakan sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar dalam
berfikir atau bertindak. Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi
dasar pokok berpikir, berpijak atau bertindak.

b.      Prinsip-prinsip dalam pembelajaran


1.      Perhatian dan motivasi
2.      Keaktifan

3.      Keterlibatan langsung

4.      Pengulangan

5.      Proses individual

6.      Tantangan

7.      Balikan dan penguatan

DAFTAR PUSTAKA

         Sagala Syaiful. Konsep dan Mkana Pembelajaran. Alfabeta. 2009. Bandung

         Kamus Besar Bahasa Indonesia.

         Mudjiono dan Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. 2009. Jakarta.

         Rohani Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. 2004. Jakarta.


         Prof, Udin Syaefudin Sa’ud, Ph.D. Inovasi Pendidikan Alfabeta. 2012. Bandung.

[1] Syaiful Sagala, konsep dan makna pembelajaran. Hal 63

[2] Kamus besar bahasa indonesia

[3] Dimyati dan Mudjiono, belajar dan pembelajaran. Hal 42

[4] Ahmad Rohani, pengelolaan pengajaran. Hal 20

[5] Ibid, hal 21

[6] Belajar dan pembelajaran. Hal 43

[7] Pengelolaan pengajaran. Hal 17

[8] Belajar dan pembelajaran. Hal 48

[9]Ibid. hal 49

[10]  Prof. Udin Syaefudin Sa’ud, Ph.D. Inovasi pendidikan, hal 146-150

[11] Kamus besar bahasa indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang didalamnya


terdapat norma-norma yang ditanamkan pada setiap diri anak didiknya,
untuk membelajarkan kepada anak didiknya, maka guru harus
menciptakan suatu kondisi yang di sengaja dibuat untuk mencapai suatu
tujuan.

Tujuan sebuah pengajaran tidak akan tercapai apabila seorang guru tidak
dapat menciptakan suatu kondisi yang dapat mengantarkan anak didiknya
pada tujuan pengajaran tersebut. Sebagai seorang guru maka
sepatutnyalah untuk mengetahui hakikat, ciri dan komponen dalam belajar
mengajar.

Hakikat, ciri dan komponen dalam belajar mengajar merupakan suatu


bagian yang sangat penting untuk diketahui sebagai penunjang kegiatan
belajar mengajat seorang guru, sehingga dalam makalah ini kami akan
membahas hal-hal tersebut dan yang terkait dengannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat  Belajar Mengajar

Belajar dan mengajar adalah dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Belajar merupakan apa yang harus dilakukan seseorang
sebagai subyek dan sebagai obyek pembelajaran, sedangkan mengajar
merupakan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.

Dua konsep tersebut menjadi terpadu menjadi suatu kegiatan manakala


terjadi interaksi guru dan siswa pada saat pembelajaran itu berlangsung.
Inilah hakikat belajar mengajar sebagai suatu proses. Interaksi tersebut
dalam proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang efektif. Mengingat kedudukan siswa sebagai
subyek dan obyek pembelajaran maka inti proses pembelajaran adalah
tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran.[1] Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika
anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya.[2] Belajar atau
mendulang ilmu pada hakikatnya bukan sekedar untuk, paham,dan
hafalsuatu pengetahuan tertentu, melainkan bagaimana menjadi mengerti,
kemudian mengamalkan, dan pada puncaknya menyemaikan manfaat
bagi lingkungannya.[3]

B.     Ciri-ciri Belajar Mengajar

Sebagai interaksi yang bernilai normatif, maka dalam proses belajar


mengajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1.      Interaksi edukatif mempunyai tujuan


Membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu merupakan
sebuah tujuan interaksi adukatif. Inilah maksud dari kegiatan belajar
mengajar yang sadar akan suatu yang menjadi tujuan dalam pendidikan
dengan menjadikan anak didik sebagai pusat perhatian.

2.      Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan materi khusus


Selain interaksi edukatif  harus mempunyai tujuan yang jelas, interaksi
edukatif juga harus di desain dengan sebaik mungkin, sehingga relevan
untuk  digunakan sebagi alt untuk mencapai tujuan pendidikan yang baik.
Untuk itu kita harus merancangnya dan memperhatikan komponen-
komponen sebelum berlangsungnya interaksi edukatif.
3.      Interaksi edukatif membutuhkan disiplin
Kedisiplinan dalam interaksi edukatif dapat artikan sebagai suatu perilaku
yang diatur secara rapi sehingga menjadikan guru dan anak didik mentaati
ketentuan yang berlaku secara sadar.

4.      Mempunyai prosedur yang direncanakan untuk mencapai tujuan


Adanya prosedur  atau langkah-langkah yang relevan dan sistematik yang
telah direncanakan merupakan sesuatu yang sangat di perlukan dalam
melakukan interaksi edukatif  agar dapat mencapai tujuan secara
maksimal.

5.      Ditandai dengan aktifitas anak didik


Karena kita menempatkan anak didik sebagai pusat pengajaran, maka
konsekuensinya adalan keaktifan anak didik tersebut dan sebagai syarat
mutlak dalam interaksi edukatif .

6.      Guru berperan sebagai pembimbing


Didalam kelas guru harus bisa menghidupkan suasana  interaksi edukatif
dan memberikan motivasi terhadap anak didiknya dalam belajar. Dalam
segala situasi apapun seorang guru harus siap menjadi mediator dalam
proses beajar mengajar, sehingga anak didik bisa menjadikan guru
sebagai tokoh yang dapat diteladani tingkah lakunya.

7.      Diakhiri dengan evaluasi


Evaluasi merupakan bagian yang terpenting yang tidak boleh kita abaikan
begiatu saja, setelah guru melakukan kegiatan belajar mengajar maka
untuk mengetahui tercapai atau tidak nya suatu pembelajaran maka guru
harus melakukan evalauasi.

8.      Mempunyai batas waktu


Batas waktu ini merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
belajar secara kelompok, tercapainya tujuan pembelajaran dalam waktu
yang telah ditentukan maka berakhir pula interaksi edukatif tersebut. [4]

C.    Komponen-Komponen Belajar Mengajar

1.      Tujuan
Adalah suatu cita-cita yang ingin di capai dari pelaksanaan suatu
kegiatan.[5] Tujuan dalam pendidikan adalah suatu cita-cita yang bernilai
normatif, dengan kata lain terdapat sejumlah nilai yang harus di tanamkan
kepada peserta didik. Nilai-nilai yang nantinya akan menjadi cara anak
didik bersikap dan berbuat dalam kehidupanya. Dr.Roestiyah, N.K
mengatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah deskripsi tentang
perilaku murid-murid yang kita harapkan setelah mereka mempelajari
bahan pelajaran yang kita ajarkan.[6]
2.      Bahan pelajaran
Adalah substansi yang akan di capai dalam proses belajar mengajar,
menurut Dr. Suharsimi Arikunto bahan pelajaran merupakan unsur inti
yang ada dalam kegiatan belajar mengajar, karena memang bahan
pelajaran itulah yang di upayakan untuk di kuasai oleh peserta didik.
Karena itu guru khususnya dan pengembang kurikulum pada umumnya
tidak boleh lupa memikirkan sejauhmana bahan-bahan yang topiknya
tertera dalam silabi berkaitan dengan kebodohan peserta didik pada usia
tertentu dan dalam lingkungan tertentu pula.

3.      Kegiatan belajar mengajar ( pendidik dan anak didik )


Kegiatan belajar adalah inti kegiatan dalam  pendidikan. Segala proses
yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam  proses belajar
mengajar. Semua komponenpengajaran akan dilaksanakan dalam proses
belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Dalam kegiatan belajar
mengajar, anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan
pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi tersebut, anak didiklah
yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya sebagai motivator dan fasilitator.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru hendaknya memperhatikan
perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual,
dan psikologis. Hal tersebut dimaksudkan agar guru mudah dalam
melakukan pendekatan mastery learning kepada setiap anak didik secara
individual. Mastery learning adalah salah satu strategi belajar mengajar
pendkatan individual yang meliputi 2 kegiatan, yaitu program pengayaan
dan program perbaikan. Dalam kegiatan belajar mengajar guru akan
menemui bahwa tidak semua anak didik akan dapat menguasai bahan
pelajaran secara tuntas (mastery). Kenyataan tersebut merupakan
persoalan yang harus diatasi dengan segera.

4.      Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujua yang
telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode diperlukan oleh
guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai setelah pengajaran berakhir. Dalam mengajar hendaknya guru
menggunakan metode yang bervariasi agar pembelajaran tidak
membosankan tetapi menarik perhatian anak didik, penggunaan metode
yang bervariasi juga hendaknya disesuaikan dengan kondisi psikologis
anak didik, oleh karena itu guru dituntut untuk memiliki kompetensi dalam
pemilihan metode yang tepatdalam mengajar. Faktor yang mempengaruhi

penggunaan metode dalam mengajar sebagai berikut:

a.       Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya


b.      Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya
c.       Situasi yang bermacam-macam
d.      Fasilitas yang bermacam-macam kualitas dan kuantitasnya
e.       Pribadi guru serta kemampuan dan profesional yang berbeda-
beda[7]

5.      Alat
Yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai
tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai 2 fungsi , yaitu alat
sebagai perlengkapan dan alat sebagai tujuan.

Alat dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :


I.  Alat yang berupa suruhan, larangan, perintah dll.
II. Alat bantu pengajaran adalah berupa globe, papan tulis, batu tulis, batu
kapur, gambar, diagram,slide, video dll.[8]

6.      Sumber Pengajaran
Sumber pengajaran merupakan materi/bahan untuk menambah ilmu
pengetahuan dan hal-hal baru. Dalam mengemukakan sumber belajar ini
para ahli sepakat bahwa segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai
sumber belajar sesuai dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.

Macam-macam sumber belajar:


i.   Manusia (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat).
ii.  Buku atau perpustakaan.
iii. Mass media (peta, buku pelajaran, papan tulis, kapur, dan lain-lain).
iv. Museum.
v.  Alam lingkungan
vi. Aktivitas (karyawisata, simulasi)

7.      Evaluasi
Adalah suatu tindakan atau proses menentukan nilai yang ada
hubungannya dengan dunia pendidikan. Ketika evaluasi dapat
memberikan manfaat bagi guru dan siswa maka evaluasi mempunyai
fungsi sebagai berikut:

a) Sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses belajar mengajar.


b)      Untuk memberikan angka yang tepat bagi kemajuan atau laporan
hasil belajar bagi setiap siswa.
c)      Untuk menentukan situasi belajar mengajar siswa sesuai dengan
tingkat kemampuan yang dimiliki siswa.
d)     untuk mengetahui penyebab siswa yang mengalami kesulitan belajar
yang dapat dipergunakan
sebagai dasar untuk mencari solusinya.[9]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari uraian makalah diatas, dapat kita simpulkan bahwa seorang guru
harus mengetahui tiga aspek dalam kegiatan belajar mengajar yang
berguna untuk menunjang tugas dalam pengabdianya, tiga aspek tersebut
adalah hakikat, ciri, dan komponen.

Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri


seseorang yang telah melakukan aktifitas belajar, sedangkan mengajar
pada hakikatnya adalah suatu proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga anak didik dapat
tumbuh dan terdorong untuk terus belajar.

Hakikat belajar adalah “perubahan” dan hakikat belajar mengajar adalah


proses “pengaturan”.

Anda mungkin juga menyukai