Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDU INOVASI PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN DASAR

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd.


Prof. Dr. I Wayan Lasmawan

OLEH

Ida Ayu Dian Citra Dewi


NIM. 2229041024

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN DASAR


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2023
ANALISIS TERHADAP KONDISI PEMBELAJARAN SESUAI BIDANGNYA DI
SEKOLAH DASAR YANG DIKAJI DARI BERBAGAI PERSPEKTIF (KURIKULUM,
GURU, ASESMEN DAN EVALUASI)

1. Analisis Kondisi Pembelajaran Dikaji dari Segi Kurikulum


Dalam dunia pendidikan di Indonesia memiliki berbagai perubahan yang sangat cepat.
Apalagi dalam hal kurikulum pendidikan yang sering berubah-ubah. Dilihat dari segi pengertian
kurikulum sendiri. Secara etimologi, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu
curir yang artinya "pelari" dan curere yang berarti "tempat berpacu". Secara terminologi, istilah
kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan yaitu sejumlah pengetahuan atau kemampuan yang
harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai tingkatan tertentu secara formal dan dapat
dipertanggung jawabkan. Kurikulum adalah segala sesuatu yang perlu ditempuh dan harus
diselesaikan oleh siswa tujuannya untuk memberikan pengetahuan, mengembangkan potensi siswa
agar mampu ikut andil dalam kehidupan bermasyarakat dan berguna bagi masyarakat, serta juga
akan berguna masa depannya kelak (Mulyasa,2007). Namun, kurikulum pendidikan di Indonesia
masih sering berubah-ubah.

Dengan seringnya perubahan pada kurikulum pendidikan membuat banyaknya perubahan


dalam komponen materi dan perubahan strategi pengajaran. Permasalahan kurikulum pendidikan
di Indonesia yang sering berubah-ubah sebenarnya juga bertujuan untuk mencapai arah kegiatan
pendidikan yang ingin dijalankan, begitu pula dengan komponen materi yang disediakan sangatlah
kompleks, dan perlunya penyesuaian strategi pembelajaran yang tepat supaya mudah diterima oleh
siswa, serta perlunya evaluasi disetiap kurikulum yang telah dilakukan. Kurikulum di Indonesia
yang komponen materinya sangatlah kompleks berdampak pada guru dan juga siswanya. Pasalnya
siswa harus berusaha untuk memahami materi yang ada dan guru juga harus mengejar target materi
yang diajarkan. Siswa yang sebenarnya belum paham akan materi yang diajarkan, namun guru
akan tetap melanjutkan materi yang diajarkan untuk mencapai target. Sehingga banyak siswa yang
hanya sepintas mempelajari satu materi tanpa mampu mengembangkan soft skill yang dimilikinya,
karena harus lanjut ke materi berikutnya.
Guru juga tidak bisa maksimal dalam memberikan materi. Ditambah dengan kondisi
kurikulum pendidikan yang sering berubah menyebabkan perlunya penyesuaian terhadap
pengajaran kepada siswanya dan siswa dituntut untuk menyesuaikan pengetahuan yang
diterimanya. Dengan seringnya berubah kurikulum diperlukan penyesuaian strategi pelaksanaan
meliputi pengajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan serta pengaturan kegiatan sekolah,
namun harus tetap disesuaikan dengan kurikulum yang sedang digunakan. Guru harus mampu
membuat strategi yang sesuai dengan kurikulum yang sedang dijalankan. Strategi yang tepat dalam
pelaksanaan kurikulum dapat memberikan hasil yang sesuai harapan, namun jika strateginya tidak
tepat maka harapan dalam kurikulum tersebut tidak mendapat hasil yang tepat.

Dan peranan penting yang perlu ada di kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi yaitu kegiatan
terencana untuk mengukur, menilai, dan keberhasilan suatu program. Kegitan ini dijadikan bahan
penilaian untuk kurikulum yang telah dilakukan apakah perlu dilanjutkan atau diganti kurikulum
baru. Dari hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang
digunakan. Kurikulum yang berubah juga mengharuskan guru membuat strategi yang tepat dalam
pelaksanaan, serta kegiatan evaluasi harus tetap dilakukan untuk mendapatkan kurikulum yang
sesuai dengan harapan.

2. Kondisi Pembelajaran Dikaji dari Segi Pendidik/Guru

Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam membelajarkan siswa-siswinya. Artinya
bahwa bagaimanapun hebatnya kemajuan teknologi, peran guru akan tetap diperlukan. Teknologi
yang konon bisa memudahkan manusia mencari dan mendapatkan informasi dan pengetahuan,
tidak mungkin dapat mengganti peran guru. Lalu apa peran guru dalam kondisi demikian? Apakah
guru sebagai satu-satunya sumber belajar masih tetap relevan? Apakah ada peran lain yang
dianggap lebih penting? Bagaimana melaksanakan peran-peran tersebut agar proses pengajaran
yang menjadi tanggung jawab lebih berhasil? Di bawah ini peran-peran guru yang sangat penting
dan harus dimiliki secara personal dan professional.
a. Guru sebagai Sumber Belajar

Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai
baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. Sehingga guru berperan
benar-benar sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan
dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh
keyakinan. Sebaliknya, ketidakpahaman guru tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh
perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi pelajaran yang monoton, guru
sering duduk di kursi sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata
dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dan lain-lain. Perilaku guru yang demikian bisa
menyebabkan hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga guru akan sulit mengendalikan
siswa.

b. Guru sebagai Fasilitator

Guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses
pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai sering guru bertanya: “Bagaimana caranya
agar ia (baca: guru) mudah menyajikan bahan pelajaran?” Pertanyaan ini sekilas memang ada
benarnya. Melalui usaha yang sungguh-sungguh, guru ingin agar ia mudah menyajikan bahan
pelajaran dengan baik. Namun demikian, pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa proses
pembelajaran berorientasi pada guru. Oleh sebab itu, akan lebih tepat manakala pertanyaan
tersebut diarahkan kepada siswa. Misalnya apa yang harus dilakukan agar siswa mudah
mempelajari bahan pelajaran sehingga tujuan belajar tercapai secara optimal. Pertanyaan tersebut
mengandung makna kalau tujuan mengajar adalah mempermudah siswa belajar. Inilah hakikat
peran fasilitator dalam proses pembelajaran.

c. Guru sebagai Pengelola

Dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam kegiatan yang harus dilakukan,
yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan peran sebagai sumber belajar itu sendiri.
Artinya bahwa sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru perperan dalam
menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui
pengelolaan kelas yang baik, guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses
belajar seluruh siswa.
d. Guru sebagai Pembimbing

Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya
tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan,
tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan, dan
sebagainya. Agar guru berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada bebrapa hal yang harus
dimiliki. Pertama, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya.
Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus
diberikan kepada mereka. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik
merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses
pembelajaran.

e. Guru sebagai Motivator

Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting.
Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang,
tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk
mengerahkan segala kemampuannya. Proses pembelajaran akan berhasil ketika siswa mempunyai
motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa.

f. Guru sebagai Evaluator

Guru berperan mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk
menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan
keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan
guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan. Semua peran-peran di atas
merupakan peran yang harus dimiliki oleh seorang guru. Jadi, guru bukan hanya sekedar
menyampaikan materi tapi mencakup seluruh aspek kebutuhan anak didik. Dan sekali lagi perlu
penulis tekankan bahwa tidak sembarang orang bisa menjadi guru, tidak semuanya. Karena harus
menempuh prosedur-prosedur tertentu yang tidak bisa dilakukan tanpa harus mengikuti
pendidikan pada lembaga yang sudah ditunjuk oleh Undang-Undang sebagai lembaga pencetak
guru-guru professional. Mudah-mudahan bisa bermanfaat.
3. Analisis Kondisi Pembelajaran Dikaji dari Segi Asesmen
bagian terpadu dalam pembelajaran lainnya yakni ASESMEN tak luput dibuat hanya dengan
mengcopy pada soal yang sudah ada di buku siswa atau buku guru. Bukan tidak setuju dengan cara
ini namun dalam mengambil soal ini hendaknya diiringi dengan pengetahuan dan argumentasi
mengapa soal ini diambil. Bukankah asesmen bertujuan untuk menjelaskan kemajuan belajar dan
menentukan keputusan tentang langkah selanjutnya? Bukankah hasil asesmen ini digunakan oleh
peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan orang tua sebagai bahan refleksi untuk
meningkatkan mutu pembelajaran?

Secara khusus, asesmen pembelajaran oleh pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan
belajar, memantau hasil belajar dan mendeteksi kebutuhan remidial.
Untuk itu sebuah asesmen idealnya dilakukan pada 3 bentuk ditinjau dari segi waktu pembelajaran
yaitu awal pembelajaran (asesmen diagnostik), saat proses pembelajaran (asesmen formatif) dan
akhir pembelajaran (asesmen sumatif) (Rinjani, 2017).
1. Asesmen Diagnostik
Asesmen diagnostik merupakan asesmen yang dilakukan guru di awal pembelajaran untuk
melihat kompetensi dan memonitor perkembangan belajar peserta didik dari aspek kognitif
maupun non kognitif. Hasil asesmen diagnostik digunakan untuk memetakan kebutuhan
belajar sehingga guru dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat sesuai kondisi
peserta didik. Asesmen diagnostik dapat mengandung satu atau lebih dari satu topik. Asesmen
diagnostik dapat dilaksanakan secara rutin, pada awal ketika guru akan memperkenalkan
sebuah topik pembelajaran baru, pada akhir ketika guru sudah selesai menjelaskan dan
membahas sebuah topik, dan waktu yang lain selama semester (setiap dua minggu/ bulan/
triwulan/ semester). Kemampuan dan keterampilan siswa di dalam sebuah kelas berbeda-
beda. Ada yang lebih cepat paham dalam topik tertentu, akan tetapi ada juga yang
membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami topik tersebut. Seorang siswa yang cepat
paham dalam satu topik belum tentu cepat paham dalam topik lainnya.
Asesmen diagnostik memetakan kemampuan semua siswa di kelas secara cepat, untuk
mengetahui siapa saja yang sudah paham, siapa saja yang agak paham dan siapa saja yang
belum paham. Dengan demikian guru dapat menyesuaikan materi pembelajaran dengan
kemampuan sisw. Asesmen diagnostik dilakukan tidak hanya untuk mengukur kemampuan
pengetahuan siswa (diagnostic cognitive) tetapi juga untuk mengukur kemampuan non
pengetahuan (diagnostic non cognitive). Beberapa contoh pertanyaan asesmen diagnostik non
kognitif seperti: Apa kabar anak-anak? Bagaimana perasaan anak-anak pagi ini? Apakah
ketika melangkahkan kaki keluar rumah anak-anak berdoa agar dibukakan hati dan pikiran
serta dimudahkan dalam menerima pelajaran? Semua pertanyaan diatas tidak mengukur
pengetahuan siswa tetapi mengukur kesiapan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Oleh karena itu dinamakan asesmen non kognitif. Setelah melakukan asesmen non kognitif
guru juga bisa mengajukan beberapa pertanyaan asesmen diagnostic cognitive di awal
pembelajaran. Beberapa contoh pertanyaan diagnostik kognitif seperti: Apa yang anak-anak
ketahui tentang mengukur? Dimana anak-anak bisa lihat orang melakukan pengukuran? Alat
ukur apa yang pernah anak-anak lihat di sekitar kita? Apa yang terjadi jika kita mengukur
dengan hanya memperkirakan saja?
2. Asesmen Formatif
Asesmen formatif merupakan asesmen yang dilakukan guru selama proses pembelajaran
untuk memberikan informasi mengenai perkembangan penguasaan kompetensi peserta didik
pada setiap tahap pembelajaran. Hasil asesmen formatif berguna bagi guru untuk mengambil
tindakan dan memastikan bahwa setiap peserta didik mencapai penguasaan yang optimum.
Asesmen formatif dapat mendorong peserta didik mencapai tujuan belajar dengan melakukan
penyampaian umpan balik yang dilakukan secara berkala. Asesmen formatif melibatkan
aktivitas guru dan peserta didik yang bertujuan untuk memantau kemajuan belajar siswa
selama proses belajar berlangsung. Penilaian ini akan memberikan umpan balik bagi
penyempurnaan program pembelajaran, mengetahui dan mengurangi kesalahan yang
memerlukan perbaikan. Asesmen formatif merupakan bagian dari langkah-langkah
pembelajaran, dilakukan selama kegiatan pembekajaran berlangsung yang merupakan bagian
dari praktik keseharian pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar di kelas.
Asesmen formatif bertujuan untuk merefleksikan proses belajar dan tidak menentukan nilai
akhir peserta didik. Tujuan asesmen formatif adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran,
tidak hanya untuk menentukan tingkat kemampuan peserta didik. Selain itu, asesmen formatif
juga bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan pembelajaran
yang telah dilakukan. Pendidik dapat menggunakan informasi tersebut untuk memperbaiki,
mengubah atau memodifikasi pembelajaran agar lebih efektif dan dapat meningkatkan
kompetensi peserta didik.
3. Asesmen sumatif
Asesmen sumatif merupakan asesmen yang dilakukan guru setelah menyelesaikan proses
pembelajaran. Asesmen sumatif tidak selalu dilakukan di akhir pembelajaran. Hasil asesmen
sumatif digunakan untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, mengukur konsep
dan pemahaman peserta didik, serta mendorong untuk melakukan aksi dalam mencapai
kompetensi yang dituju. Di dalam asesmen sumatif mencakup lebih dari satu pokok bahasan
yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari
suatu unit pembelajaran ke unit pembelajaran berikutnya. Asesmen sumatif dapat juga
diartikan sebagai penggunaan tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang
meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan
setelah selesai pembahasan suatu bidang studi.
Asesmen sumatif dilaksanakan setelah sekumpulan program pelajaran selesai diberikan.
Kegiatan asesmen sumatif dilakukan jika satuan pengalaman belajar atau seluruh materi
pelajaran telah selesai. Asesmen sumatif menghasilkan nilai atau angka yang kemudian
digunakan sebagai keputusan pada kinerja peserta didik. Asesmen sumatif digunakan untuk
menentukan klasifikasi penghargaan pada akhir kursus atau program. Penilaian sumatif
dirancang untuk merekam pencapaian keseluruhan siswa secara sistematis.
Asemen sumatif berkaitan dengan menyimpulkan prestasi peserta didik dan diarahkan pada
pelaporan di akhir suatu program studi. Fungsi asesmen sumatif, yaitu pengukuran
kemampuan dan pemahaman peserta didik dan sebagai sarana memberikan umpan balik
kepada peserta didik.

4. Analisis Kondisi Pembelajaran Dikaji dari Segi Evaluasi


Menurut pendapat dari Grondlund serta Linn (1990), evaluasi pembelajaran merupakan
suatu proses menganalisa, mengumpulkan serta menginterpretasi suatu informasi secara runtut
untuk menetapkan sudah sampai sejauh mana tujuan pembelajaran tersebut membuahkan hasil.
Agar informasi yang diperoleh tepat, diperlukan kegiatan pengukuran. Proses pemberian skor
berupa angka terhadap suatu kondisi maupun gejala yang berdasarkan pada aturan tertentu disebut
dengan pengukuran.
Evaluasi pembelajaran menurut Erman (2003:2) merupakan suatu penentuan kesesuaian dari
kedua sisi, yaitu, tampilan siswa dan tujuan pembelajaran itu sendiri. Yang dievaluasi adalah ciri
khas atau karakteristik seorang siswa dengan memakai suatu tolak ukur. Ciri khas atau
karakteristik tersebut meliputi beberapa kegiatan pembelajaran, enth dari segi kognitif, dari segi
afektif, maupun segi psikomotor. Semua karakteristik tersebut dapat dievaluasi dengan baik,
secara lisan maupun tertulis dan perilaku keseharian siswa. Jika dikaji secara lebih luas, kedua
pendapat para ahli akan pengertian evaluasi pembelajaran sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
pengertian evaluasi yang telah dipelajari secara umum. Evaluasi pembelajaran adalah proses yang
dilakukan untuk menentukan nilai dari pembelajaran yang telah dilaksanakan, melalui berbagai
kegiatan pengukuran maupun penilaian pembelajaran.
Setiap guru dalam melaksanakan evaluasi harus paham dengan tujuan dan manfaat dari
evaluasi atau penilaian tersebut. Tetapi ada juga guru yang tidak menghiraukan tentang kegiatan
ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi di akhir pelajaran atau
tidak itu urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia telah mencapai target kurikulum. Ini yang
menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan saat ini. Hal ini terjadi karena beberapa sebab,
yaitu:
a. Guru kurang menguasai materi pelajaran, sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran
kepada anak kalimatnya sering terputus-putus ataupun berbelit-belit yang menyebabkan anak
menjadi bingung dan sukar mencerna apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Tentu saja di
akhir pelajaran mereka kewalahan menjawab pertanyaan atau tidak mampu mengerjakan
tugas yang diberikan. Dan akhirnya nilai yang diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.
b. Guru kurang menguasai kelas. Guru yang kurang mampu menguasai kelas mendapat
hambatan dalam menyampaikan materi pelajaran, hal ini dikarenakan suasana kelas yang
tidak menunjang membuat anak yang betul-betul ingin belajar menjadi terganggu.
c. Guru enggan mempergunakan alat peraga dalam mengajar. Kebiasaan guru yang tidak
mempergunakan alat peraga memaksa anak untuk berpikir verbal sehingga membuat anak
sulit dalam memahami pelajaran dan otomatis dalam evaluasi di akhir pelajaran nilai anak
menjadi jatuh.
d. Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar, sehingga dalam menyampai- kan materi
pelajaran, anak kurang menaruh perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru,
sehingga ilmu yang terkandung di dalam materi yang disampaikan itu berlalubegitu saja tanpa
ada perhatian khusus dari anak didik.
e. Guru menyamaratakan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran. Setiap anakdidik
mempunyai kemampuan yang berbedadalam menyerap materi pelajaran. Guruyang kurang
tanggap tidak mengetahui bahwa ada anak didiknya yang dayaserapnya di bawah rata-rata
mengalami kesulitan dalam belajar.
f. Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu. Waktu yang tertulis dalam jadwal pelajaran,
tidak sesuai dengan praktikpelaksanaannya. Waktu untuk memulai pelajaran selalu telat,
tetapi waktu istirahat dan jam pulang selalu tepat atau tidakpernah telat.
g. Guru enggan membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkahdalam
mengajar, yang disertai dengan ketentuan-ketentuan waktu untuk mengawali pelajaran, waktu
untuk kegiatan proses danketentuan waktu untuk akhir pelajaran.
h. Guru tidak mempunyai kemajuan untukmenambah atau menimba ilmu, misalnyamembaca
buku atau bertukar pikiran denganrekan guru yang lebih senior dan profesional guna
menambah wawasannya.
i. Guru dalam tes lisan di akhir pelajarankurang terampil mengajukan pertanyaankepada murid,
sehingga murid kurangmemahami tentang apa yang dimaksud olehguru.
j. Guru selalu mengutamakan pencapaian tar- get kurikulum. Guru jarang memperhatikanatau
menganalisis berapa persen daya serapanak terhadap materi pelajaran tersebut
DAFTAR RUJUKAN

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Dasar dan
Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan

E. Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

http://situs-berita-terbaru.blogspot.com/2012/07/kurikulum-pendidikan-di-indonesia.html.

Istiqomah, Mawar (2016). Kendala Guru Dalam Menerapkan Penilaian Autentik Pada
Pembelajaran Akuntansi Di SMK Negeri Surakatra. Jurnal Pendidikan. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.

Rinjani, E. D. 2017. Pendidikan Karakter Berbasis Multikultural dalam Pembelajaran Bahasa


Indonesia sebagai Upaya Menghadapi Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Education
and LanguageInternational Conference Proceedings C.

Gronlund, Norman E. dan Robert L. Linn. (1990). Measurement and Evaluation in Teaching. New
York: ?Vlacmillan Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai