Anda di halaman 1dari 14

“Hakikat Problematika Pembelajaran”

DOSEN PENGAMPU
Dr. DENY SETIAWAN, M.Si

AZRI RANUWALDY SUGMA


NIM. 8226183006

Doktor Pendidikan Dasar


Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan
A. PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Masalah


Problematika pembelajaran di Sekolah sangat beragam. Dari segi metodologi,
penggunaan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru yakni Teacher centered
masih sering digunakan. Ada berbagai macam metode yang bisa digunakan tapi
agaknya guru masih sering menggunakan metode penyampaian langsung yaitu
metode ekspositori atau sering disebut sebagai metode ceramah. Pembelajaran
berlangsung tanpa mempertimbangkan potensi- potensi yang dimiliki anak didik,
padahal anak didik dengan segala macam potensinya harus diarahkan untuk
mencapai tujuan pengajaran. Ini berdampak pada rendahnya minat siswa dalam
proses belajar . ini semua sangat berkaitan erat dengan peran seorang guru dalam
proses pembelajaran, masih banyak orang yang berpandangan bahwa peranan
guru hanya mendidik dan mengajar saja, padahal bukan itu saja satu-satunya tugas
guru. Seperti yang dikemukakan Adams & dickey dalam Hamalik (2004: 123)
bahwa peranan guru hanya mendidik dan mengajar saja, padahal bukan itu saja
satu-satunya tugas guru sangatlah luas, yang meliputi:
a. Guru sebagai pengajar (teacher as instructor),
b. Guru sebagai pembimbing (teacher as counsellor),
c. Guru sebagai pemimpin (teacher as leader),
d. Guru sebagai ilmuan (teacher as scient),
e. Guru sebagai pribadi (teacher as person).
Menurut Yamin (2006: 27) Guru juga berperan sebagai fasilitator yang
memiliki peran memfasilitasi anak didik untuk belajar secara maksimal dengan
mempergunakan berbagai strategi, metode, media dan sumber belajar. Dalam
proses pembelajaran, dimana siswa sebagai titik sentral belajar, siswa yang lebih
aktif mencari dan memecah permasalahan belajar, sedangkan guru mmebantu
kesulitan anak didik yang mendapat kendala, kesulitan dalam memahami, dan
memecahkan masalah.
Apabila kita melihat peranan guru yang sangat kompleks, tentu saja kita
berharap agar terjadi perubahan fundamental dalam sistem pengajaran disekolah,
dengan memaksimalkan berbagai peran guru dan kinerja guru tersebut. Perubahan
dalam sistem pengajaran yang dimaksud, diharapkan dapat memberikan stimulus
kepada anak didik dalam meningkatkan dan menumbuh kembangkan minat
belajarnya disekolah.
Keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan
praktik pendidikan yang berkualitas. Hampir di semua Negara didunia ini, selalu
mengembangkan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas
pendidikan, yang salah satunya yaitu mendorong terciptanya tenaga pendidik/ guru
yang berkualitas. Di Indonesia, kebijakan yang diarahkan pada pemberdayaan
dan peningkatan kualitas guru adalah melalui standar kompetensi dan
sertifikasi.
Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan
untuk mengangkat harkat danmartabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya
dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang mapan kehidupannya.
Melalui standart kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan,
diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta
tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Dalam
hal ini guru diharapkan dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.
Menurut Mulyasa: 2012, Kompetensi merupakan komponen utama dari
standar profesi disamping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang
ditetapkan dalam prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi guru
merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial dan
spritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang
mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran
yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.
Sertifikasi guru diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan, bahwa
seorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan
pada satuan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh
lembaga sertifikasi. Menurut Yamin (2006: 2) dengan kata lain, sertifikasi guru
adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen atau bukti formal
sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga
profesional. Program sertifikasi ini, wajib diikuti oleh setiap tenaga pendidik/ guru
yang telah memenuhi kualifikasi, disetiap jenjang pendidikan. Selain itu, guru
juga dituntut untuk selalu berinovasi dalam mengembangkan model-model
pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
Menurut Hafid Abbas guru telah diseleksi untuk mengikuti program
sertifikasi guru berdasarkan kualifikasi akademik, senioritas dan golongan
kepangkatan, seperti harus berpendidikan S1 dan jumlah jam mengajar 24 jam/
minggu. Indikator ini digunakan untuk memperhatiakan kompetensi paedagogis,
kepribadian, sosial dan profesional mereka. Sejak itu sekitar 2 juta guru di
Indonesia telah tersertifikasi, sebanyak 240.852 guru madrasah telah tersertifikai
baik melalui penilaian portofolio pengalaman kerja dan pelatihan yang telah
diperoleh ataupun melalui pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) selama 90
jam. para guru yang lulus disebut guru bersertifikasi dan berhak mendapatkan
tunjangan profesi sebesar gaji pokok yang diterima setiap bulannya. Tentu saja
proses sertifikasi guru dilaksanakan dengan memprehatikam kompetensi
pedagogis, kperibadian, sosial dan profesional mereka.
Menurut Sujanto (2007: 33) guru yang profesional adalah guru yang
menguasai mata pelajaran dengan baik dan mampu membelajarkan siswa secara
optimal, menguasai semua kompetensi yang dipersyaratkan bagi seorang guru.
Dalam kenyataannya yang ada di lapangan mata pelajaran dewasa ini
mutunya masih rentan karena belum mencapai target yang diinginkan secara
memadai khususnya di sekolah umum. Apalagi realitasnya selain
ketidakberhasilan guru dalam mengajar tetapi juga pada penilaian yang digunakan
terkesan masih dalam pembelajaran yang konvensional, sehingga hal ini berakibat
pada keberhasilan belajar peserta didik pada mata pelajaran , sehingga seorang
guru selain harus memilih penilaian mana yang tepat dalam pembelajarannya yang
sesuai dengan keseluruhan kompetensi yang akan dicapai peserta didiknya. Guru
juga harus mempertimbangkan keberhasilan dalam pembelajaran peserta didiknya
sudah mencapai dalam keseluruhan aspeknya atau tidak. Dan dengan
tersertifikasinya guru diharapkan tidak hanya meningkatkan kompetensi guru
tersebut, guru diharapkan jugameningkatkan kinerjanya dalam mengajar dan dalam
proses pembelajaran.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana problematika kinerja guru selama ini?
2. Bagaimana intensitas kinerja guru yang telah disertifikasi?

B. PEMBAHASAN
1. Grandtheory yang digunakan
Menurut teori behavioristik, adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
tingkah laku. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia
sudah berusaha giat, dan gurunya sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika
anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum
dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukan perubahan perilaku sebagai
hasil belajar. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau Input yang
berupa stimulus dan keluaran atau Output yang berupa respon. Dalam contoh di
atas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, misalnya daftar
perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu
belajar siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Menurut teori
behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
hanyalah stimulus dan respon. oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru
(stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan
suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat, begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement)
responpun akan tetap dikuatkan.
Kelebihan Teori Behavioristik: (1) Membisakan guru untuk bersikap jeli
dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar. (2) Guru tidak membiasakan
memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid
menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan. (3) Mampu
membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan
prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada
prilaku yang tampak. (4) Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang
berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah
terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih
dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan
tersebut dan lebih optimal. (5) Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari
yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi
dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan
tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang
tertentu. (6) Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan
seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul. (7) Teori ini cocok untuk
memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. (8) Teori
behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru,
dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Kekurangan Teori Behavioristik: (1) Sebuah konsekwensi untuk menyusun
bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. (2) Tidak setiap pelajaran dapat
menggunakan metode ini. (3) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses
pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar
yang efektif. (4) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh
behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa. (5) Murid dndang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru. (6) Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dndang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa
terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan
oleh siswa. (7) Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
(8) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher cenceredlearning) bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. (9)
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya
proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai
center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan
apa yang harus dipelajari murid.
2. Penelitian terdahulu yang relevan
Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah
penulis baca diantaranya:
1. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul yang diangkat pada
penelitian ini adalah sebuah penelitian dengan judul “Efektifitas Sertifikasi
Guru di SMP Negeri Watampoe” dengan nama peneliti Andi Arham Riady,
beliau menggunakan analisis penelitian Kualitatif deskripstif dan didukung
dengan data sekunder dan mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitiannya
yaitu belum efektifnya sertifikasi guru di SMP Negeri 2 Watampone. Guru
bersertifikat pendidik tidak memenuhi sasaran atau tujuan sertifikasi guru
seperti yang dikemukakan oleh Bedjo Sujanto yakni meningkatkan mutu
dan hasil pendidikan, serta meningkatkan profesionalisme guru yang belum
maksimal dan masih banyak kekurangan didalamnya.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan
penulis terletak pada obyek yang diteliti, penulis bukan hanya menyajikan
kefektifan program sertifikasi, tetapi peneliti lebih meneliti kepada
intensitas Kinerja guru PAI yang tersertifikasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Umi Nur Afiyah tahun 2012, fakultas
Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, dengan judul “pengaruh Program
Sertifikasi Guru Terhadap Hasil Belajar PAI Di SMPN I Soko Tuban”.
Dalam menganalisis data hasil penelitian ini digunakan metode analisis data
kuantitatif dengan melalui pendekatan ex post facto yaitu data dikumpulkan
setelah semua peristiwa yang diperhatikan terjadi. Dalam skripsi ini peneliti
mengupas lebih dalam mengenai pengaruh program sertifikasi guru
terhadap prestasi belajar PAI. Dimana isi dalam skripsi ini peneliti
menguraikan secara detail upaya-upaya yang dilakukan oleh guru agama
Islam sebagai bentuk peningkatan prestasi siswa guna terciptanya suatu
pembelajaran PAI yang berkualitas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
kualitas guru PAI SMP Negeri 1 suko Tuban termasuk dalam kategori
cukup, hal ini dapat terlihat dari upaya peningkatan kualitas dan
profesionalitas guru dalam mengikuti MGMP (Musyawarah Guru Mata
Pelajaran) ditingkat gugus dan kabupaten serta diklat-diklat terkait
pembelajaran dan juga kedisiplinan guru dalam pembelajaran dan juga
kedisiplinan guru dalam mengajar. Jadi, dalam skripsi ini peneliti tidak
melakukan penelitian tentang ada tidaknya Intensitas kinerja Guru PAI
yang telah tersertifikasi.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Puji Wulandari tahun 2013, Fakultas
Ilmu tarbiyah dan Keguruan jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, dengan judul
“Perbandingan Kompetensi Guru Yang Belum Dan Sudah Disertifikasi Di
Madrasah Ibtidaiyah Di Bawah Naungan MWC LP. Ma’arif NU Sukodono”
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini
peneliti menyajikan keefektifan program sertifikasi di lingkup sekolah
tetapi lebih spesifik pada perbandingan kompetensi guru PAI antara yang
belum disertifikasi dengan yang sudah disertifikasi diobyek penelitian.
Kesimpulan dari penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara
kompetensi guru Pendidikan Agama Islam yang belum dan yang sudah
disertifikasi dan yang sudah disertifikasi. Jadi, dalam skripsi ini peneliti
tidak melakukan penelitian tentang ada tidaknya intensitas kinerja guru PAI
yang telah tersertifikasi.
3. Solusi
Kesulitan belajar seringkali dihadapi oleh siswa saat menuntut ilmu di sekolah.
Masalah ini biasanya terlihat dari ketidakmampuan siswa dalam mempelajari
kemampuan dasar seperti membaca, berhitung, mengeja atau menyerap pelajaran
lain. Bagi seorang tenaga pendidik atau guru diperlukan cara khusus mengatasi
kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa tersebut. Seperti yang kita tahu, guru
adalah sosok orang tua kedua bagi para siswa. Tentu peran guru sangat penting
dalam memberikan pendidikan baik secara akademik maupun moral yang
membentuk perilaku dan karakter. Sangat disayangkan apabila pesan atau pelajaran
yang disampaikan guru tidak bisa diterima dengan maksimal oleh siswa tersebut.
Berikut ada beberapa cara mengatasi kesulitan belajar bagi siswa yang bisa menjadi
pertimbangan.
1. Gunakan Prior Knowledge
Prior knowledge dapat diartikan sebagai pengetahuan awal yang sudah dimiliki
oleh siswa dari pengalaman atau pengetahuan yang didapat sebelumnya. Prior
knowledge bisa menjadi sebuah metode pendekatan oleh guru agar dapat mengatasi
kesulitan belajar siswa di sekolah. Cara ini sangat bermanfaat sehingga siswa dapat
mudah menerima materi baru selanjutnya.
Metode prior knowledge dapat didahului dengan mempelajari suatu materi.
Sebagai contoh, siswa dapat diberikan tugas untuk membaca lebih dulu materi yang
akan disampaikan di pertemuan selanjutnya.
2. Selalu Evaluasi
Cara mengatasi kesulitan belajar siswa bisa dilakukan dengan metode evaluasi
atau self-monitoring. Di sini, guru dapat melihat perkembangan siswanya sekaligus
mengambil langkah-langkah yang harus dilakukan kepada siswa tersebut.
Sebagai contoh, guru dapat memberikan kunci jawaban yang benar, ketika siswa
telah menyelesaikan suatu tugas. Dari sini, siswa dapat mengetahui sejauh mana
kemampuan dia dalam menyelesaikan tugas dengan melihat jawaban yang benar
dan salah. Bagi guru sendiri tentu akan mengetahui seberapa jauh perkembangan
kemampuan siswa mengerjakan suatu tugas dan mengetahui konsep-konsep yang
masih sulit dhami dari jawaban yang salah.
3. Hindari Memberikan Tugas Yang Sangat Panjang
Setiap siswa memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda, seperti halnya
dalam kecepatan mengerjakan tugas yang diberikan. Umumnya, kesulitan belajar
yang dialami siswa adalah ketidaksanggupan mereka mengerjakan tugas dalam
jangka waktu panjang. Oleh karena itu, sebaiknya siswa diberikan tugas yang
singkat. Sebagai contoh, guru dapat memberikan tugas yang mudah dengan
pertanyaan dan jawaban yang singkat dan bisa langsung memberikan nilai di saat
yang sama.
4. Ajak Siswa Aktif Berpastisipasi
Cara mengatasi kesulitan belajar selanjutnya adalah dengan mengajak siswa lebih
aktif dalam pelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan melibatkan siswa berdiskusi
saat menerangkan pelajaran. Caranya adalah dengan membiarkan siswa
menyampaikan apa saja yang mereka ingin tahu tentang pelajaran tersebut. Metode
ini memang membutuhkan kesabaran dan keuletan dari guru.
Sebagai contoh, dapat mengajak siswa supaya mereka mau bertanya. Namun, perlu
diingat, guru mesti menghindari sikap marah ataupun menyalahkan secara
berlebihan apabila ada pendapat dari mereka yang salah. Sikap tersebut sangat
mungkin akan menurunkan mental siswa atau menjadi tidak tertarik dengan
pelajaran yang disampaikan.
Siswa butuh diarahkan agar siswa menyadari potensinya. Minat dan bakat anak
nantinya akan menjadi life skill, yaitu kemampuan khusus untuk dapat bertahan
hidup dan menjadi berhasil. Ini menjadi bekal yang sangat bermanfaat hingga
mereka dewasa nanti.
5. Ajarkan Membuat Catatan
Membuat catatan atau mind mapping bisa menjadi cara mengatasi kesulitan belajar
yang dialami oleh siswa. Terkadang, banyak siswa memang tidak memiliki strategi
belajar yang cukup baik sehingga bingung dalam merangkum atau mencerna isi
pelajaran. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh guru adalah mengajarkan mereka
membuat catatan. Hal ini dapat memudahkan siswa untuk mempelajari dan
mengulang suatu materi.
6. Pendekatan Personal
Menangani kesulitan belajar selanjutnya adalah dengan melakukan pendekatan
personal antara guru dan siswa. Pendekatan personal meliputi dialog atau
komunikasi langsung dan terbuka antara guru dengan murid. Guru dapat
menanyakan banyak hal terkait proses pembelajaran dan apa saja yang menghambat
penerimaan materi. Dari sini, guru dapat memberikan solusi penyelesaian masalah
kesulitan belajar yang dialami siswa tersebut.
7. Metode Resiprokal
Reciprocal teaching atau pengajaran resiprokal adalah bentuk dialog interaktif
antara guru dan siswa. Cara baru ini bertujuan untuk membangun pemahaman siswa
terhadap sebuah materi atau tugas. Siswa dibebaskan menjawab sebuah pertanyaan
sesuai yang dia tahu. Pengajaran resiprokal diharapkan dapat meningkatkan
kedekatan antara guru dengan siswa.
8. Bentuk Kelompok Belajar
Menyelesaikan masalah kesulitan belajar bisa dengan cara membentuk kelompok
belajar. Guru dapat membentuk sebuah kelompok di dalam kelas untuk
menyelesaikan suatu tugas. Selain itu, diusahakan setiap kelompok harus diisi
dengan siswa yang tergolong cerdas dan siswa yang kurang mampu menyerap
pelajaran dengan baik. Hal ini bertujuan meningkatkan kerjasama siswa,
mempengaruhi siswa yang kurang mampu menyerap pelajaran, dan mendorong
aktif semua siswa dalam menyelesaikan tugas. Melalui kelompok belajar ini siswa
juga mesti dibebaskan menyampaikan materi sesuai dengan pemikiran mereka
sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
C. KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana
perubahan itu didapatkannya karena kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Pembelajaran juga dapat
diartikan dengan usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu
terjadinya perubahan tingkah laku padadiri siswa yang belajar, dimana
perubahan itu didapatkannya karena kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengertian Problematika Pembelajaran


adalah kendala atau persoalan dalam proses belajar mengajar yang harus
dipecahkan agar tercapai tujuan yang maksimal.

Poblematika pembelajaran merupakan unsur-unsur yang menjadi penghambat


terselenggaranya keberhasilan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Saehan Muchith, kurang lebihnya ada tiga (3) jenis problem atau
permasalahan pembelajaran, diantaranya: pertama, problem yang bersifat
metodologis merupakan problem atau masalah yang berhubungan dengan upaya
atau kegiatan. pembelajaran yang menyangkut persoalan kualitas penyampaian
materi, kualitas interaksi antar guru dengan siswa, kualitas pemberdayaan sarana
dan elemen pembelajaran. Problematika adalah Persoalan atau berbagai perkara
yang sulit dihadapi. Problematika mempunyai pengertian sebagai hal-hal yang
menimbulkan masalah yang belum bisa dipecahkan (permasalahan). Dalam proses
pembelajaran guru berperan penting dalam penyelesain problematika
pembelajaran, dalam penyelesaian problematika pembelajaran seorang guru
hendaknya menggunakan strategi yang sesuai dengan problem yang sedang
dihadapi agar tercapai tujuan dari pendidikan.
Kedua, problem atau masalah yang bersifat kultural merupakan problem atau
masalah yang berhubungan dengan karakter atau sifat seorang pendidik dalam
menyikapi kegiatan pembelajaran. Masalah ini timbul dari sudut pandang atau
pemahaman pendidik terhadap peran pendidik dan makna pembelajaran. Ketiga,
problem atau masalah yang bersifat sosial merupakan problem atau masalah yang
berhubungan dengan hubungan dan komunikasi antara pendidik dengan elemen lain
diluar pendidik. (Muchith, 2008:10)
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Muhith, Problematika Pembelajaran Tematik Terpadu di MIN III Bondowoso,
(Indonesian Journal of Islamic Teaching Vol. 1 No. 1, 2018), hal 47

Bedjo Sujanto, Guru Indonesia dan Perubahan Kurikulum Mengorek


Kegelisahan Guru, (Jakarta: CV. Sagung Seto, 2007), h. 33

E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Rosda


Karya Offest, 2012), cet. 6.

Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan Di Indonesia, (jakarta: Gaung


Persada Press, 2006)

Oemar Hamik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), cet. Ke
4
Dari Artikel dalam Internet. Hafid Abbas. Misteri Pelaksanaan Sertifikasi guru.
Lihat di Http://edukasikompas.com, (diakses tanggal 20 September 2022
Pukul 19:59)

Dari Artikel Dalam Internet. Jaringan Berita Terluas di Indonesia. Lihat di :


Http//jbnn.com (diakses tanggal 20 September 2022)

Anda mungkin juga menyukai