PENDAHULUAN
1. Identifikasi Masalah
Menurut Zakiah Daradjat (1996:86), pendidikan adalah usaha atau tindakan untuk
membentuk manusia. Disini guru sangat berperan dalam membimbing anak didik ke arah
terbentuknya pribadi yang diinginkan. Sedangkan metode adalah “suatu cara dan
siasat penyampaian bahan pelajaran tertentu dari suatu mata pelajaran, agar siswa
dapat mengetahui, memahami, mempergunakan dan menguasai bahan pelajaran”. Selain
itu juga dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi dua arah antara pengajar
dan peserta didik.
Mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran pada siswa, tetapi merupakan
suatu proses upaya dalam membimbing dan memfasilitasi siswa supaya dapat belajar
secara efektif dan efisien, keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh proses
pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Oleh karena itu guru harus memiliki
kemampuan dalam memilih, mengembangkan dan menerapkan berbagai model, metode
dan strategi mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menentukan atau memilih
suatu model, metode dan strategi mengajar yang digunakan dalam proses pembelajaran
harus mempertimbangkan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap efektivitas
pembelajaran lebih jauh lagi guru harus memiliki kemampuan dalam menerapkan
pembelajaran.
Keberhasilan semua siswa untuk mencapai kompetensi atau tujuan yang telah ditetapkan
merupakan kebahagiaan tersendiri bagi seorang guru, namun kadang kala dalam setiap
test yang diberikan guru, tidak semua siswa yang dapat menjawab sebagian besar
pertanyaan yang diajukan, ada pula siswa yang hanya dapat menjawab sebagian kecil
pertanyaan yang diajukan. Kejadian seperti ini juga terjadi di SDN 20 Way Khilau
Kecamatan Way Khilau Kabupaten Pesawaran, Proses pembelajaran masih monoton
seperti guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan pada setiap pertemuan
pembelajaran, hal ini disebabkan sarana yang tersedia di sekolah sangat kurang,
sehingga aktivitas belajar sisiwa terpengaruh buruk dan berdampak pada model
pembelajaran yang digunakan guru berpusat hanya pada guru, sehingga siswa menjadi
pasif dan pada akhirnya prestasi belajar siswa menjadi rendah dalam pencapaian hanya
35 % keberhasilan siswa. Nilai rata-rata dalam ulangan atau penilain akhir pembelajaran
hanya mendapat nilai 5.00 dari 15 siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
A. Pengertian Belajar
Pengertian belajar juga dapat didifensikan sebagai suatu proses yang mana suatu kegiatan
berasal atau berubah lewat reaksi dari suatu situasi yang dihadapi, dengan keadaan bahwa
karaktarestik-karaktarestik dari perubahan aktivitas tersebut tidak dapat dijelaskan dengan
dasar kecendrungan-kecendrungan reaksi asli, kematangan, atau perubahan sementara dari
organisme. (Learning is the process by which an activity that the characteristics of the change
in activity cannot be explained on the basis of native response tendencies, maturation, and
temporary states of the organism) (Hilgard & Bower, 1996:2, dalam Jogiyanto, 2006:12).
Tujuan belajar terdiri dari tiga komponen yaitu: Tingkah laku terminal, kondisi-kondisi tes,
standar perilaku. Tingkah laku terminal adalah komponen tujuan belajar yang menentukan
tingkah laku siswa setelah belajar. tingkah laku itu merupakan bagian tujuan yang menunjuk
pada hasil yang diharapkan dalam belajar. kondisi-kondisi tes, komponen ini menentukan
situasi dimana siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku terminal. kondisi-kondisi
tersebut perlu disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ ujian yang diberikan oleh
guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
Ada tiga kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku saat tes. pertama, alat dan sumber yang
harus digunakan oleh siswa dalam upaya mempersiapkan diri untuk menempuh suatu tes,
misalnya buku sumber. kedua, tantangan yanng disediakan terhadap siswa, misalnya
pembatasan waktu untuk mengerjakan tes. ketiga, cara menyajikan informasi, misalnya
dengan tulisan atau dengan rekaman dll. tujuan-tujuan belajar yang lengkap seharusnya
memuat kondisi-kondisi di mana perilaku akan diuji.
Ukuran-ukuran perilaku, komponen ini merupakan suatu pernyataan tentang ukuran yang
digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa. suatu ukuran menentukan
tingkat minimal perilaku yang dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai
tujuan, misalnya: siswa telah dapat memecah suatu masalah dalam waktu 10 menit. Ukuran-
ukuran perilaku tersebut dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang harus dikerjakan
sebagai lambang tertentu, atau ketepatan tingkah laku, atau jumlah kesalahan, atau kedapatan
melakukan tindakan, atau kesesuainya dengan teori tertentu.
2) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada hakekatnya adalah rumusan tentang perilaku hasil belajar
( kognitif, psikomotor, dan afektif ) yang diharapkan untuk dimiliki (dikuasai) oleh si pelajar
setelah si pelajar mengalami proses belajar dalam jangka waktu tertentu.
Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan
siswa,mata ajaran, dan guru itu sendiri. berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yan
hendak dicapai dan dikembangkan dan diapresiasikan. berdasarkan mata ajaran yang ada
dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. guru
sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa dan dia harus mampu menulis dan
memilih tujuan pendidikan yang bermakna dan dapat diukur.
Suatu tujuan pembelajaran sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Tujuan itu
menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya: dalam situasi bermain peran. b)
Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat diamati, dan
c) Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya pada peta pulau
jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi label pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama.
Dalam proses belajar mengajar diperlukan suatu model pembelajaran. Dimana dengan
model pembelajaran tersebut siswa bisa lebih aktif di dalam kelas dan nantinya dapat
meningkatkan kualitas belajar siswa. Seorang guru yang bertugas sebagai fasilitator harus
pandai memilih model pembelajaran yang cocok dengan karakteristik siswanya.
Pembelajaran aktif merupakan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta
didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam
proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang
dapat meningkatkan kompetensinya. Selain itu, belajar aktif juga memungkinkan peserta
didik dapat mengembangkan kemampuan analisis dan sintesis serta mampu merumuskan
nilai-nilai baru yang diambil dari hasil analisis mereka sendiri.
Secara harfiah active learning maknanya adalah belajar aktif. Kebanyakan praktisi dan
pengamat menyebutnya sebagai model learning by doing. Pendekatannya, memandang
belajar sebagai proses membangun pemahaman lewat pengalaman dan informasi. Dengan
pendekatan ini, persepsi, pengetahuan dan perasaan peserta didik yang unik ikut
mempengaruhi proses pembelajaran.
Model pembelajaran active learning merupakan salah satu model dalam belajar mengajar
yang bertujuan untuk meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan dengan memberdayakan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Sebagai mana yang dinyatakan oleh A. Fatah
Yasin, bahwa pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan
maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan berbagai
cara atau strategi secara aktif.
Dalam hal ini proses aktivitas pembelajaran didominasi oleh peserta didik dengan
menggunakan otak untuk menemukan konsep dan memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, disamping itu juga untuk menyiapkan mental dan melatih keterampilan fisiknya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Melvin L. Silberman, menurutnya bahwa agar belajar
menjadi aktif maka siswa harus menggunakan otak dengan cara mengkaji suatu gagasan,
memecahkan masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari selain itu belajar aktif
harus penuh semangat, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about and thinking
aloud).
Cara memberdayakan peserta didik tidak hanya dengan menggunakan metode ceramah saja,
sebagaimana yang selama ini digunakan oleh para pendidik (guru) dalam kegiatan belajar
mengajar. Mendidik dengan ceramah selain akan menimbulkan rasa bosan, siswa akan sulit
untuk berkonsentrasi lebih lama, hal ini berdasarkan hasil sebuah penelitian yang
menunjukkan bahwa dengan metode caramah siswa kurang menaruh perhatian selama 40%
dari seluruh waktu pelajaran. Siswa dapat mengingat sebanyak 70 % dalam sepuluh menit
pertama, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir meraka hanya dapat mengingat 20 %
materi pelajaran. Kenyataan ini sesuai dengan kata mutiara yang diberikan oleh seorang
filosof dari Cina, Konfusius. Yang mengatakan bahwa” Apa yang saya dengar saya lupa,
Apa yang saya lihat saya ingat, Apa yang saya lakukan saya paham.”
2. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Active Learning
Ada beberapa ciri yang terdapat dalam proses belajar mengajar aktif antara lain:
1. Situasi kelas yang merangsang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas, dan
terkendali.
2. Guru tidak mendominasi pembicaraan, tetapi lebih banyak memberikan rangsangan
berpikir kepada siswa untuk memecahkan masalah.
3. Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terikat dengan susunan yang mati, tetapi sewaktu-
waktu dapat diubah sesuai dengan kebutuhan siswa.
4. Hubungan guru dengan siswa sifatnya mencerminkan hubungan manusiawi yang
sifatnya membimbing.
5. Kegiatan belajar siswa bervariasi
6. Belajar tidak hanya dilihat atau diukur dari segi hasil yang dicapai siswa tetapi juga
dilihat dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan oleh siswa.
Ciri-ciri di atas merupakan sebagian kecil dari hakikat belajar siswa aktif dalam praktek
pengajaran. Untuk dapat mewujudkan ciri-ciri di atas perlu pemahaman dan pengaplikasian
strategi mengajar yang baik.