TIM PENYUSUN:
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menjelaskan hasil kajian Hakikat Belajar dan Pembelajaran, Prinsip
Belajar, Motivasi dan Masalah-Masalah dalam Pembelajaran dengan bahasa sendiri dan
menekankan pentingnya dijadikan sebagai landasan dalam praktik pembelajaran (C2+A3)
(CPMK2).
C. Materi
Hakikat Belajar dan Pembelajaran, Prinsip Belajar, Motivasi dan Masalah-Masalah dalam
Pembelajaran
D. Uraian Materi
A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
1. Hakekat Belajar
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah
tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat (W.Gulo, 2002:
23).Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan prilaku siswa yang relatif
positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif (syah, 2003), dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri
dari beberapa tahap. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar, dan salah
satu tahapan nya adalah yang dikemukakan oleh witting yaitu :
Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi,
Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi,
Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah,2003).
Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang
menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung,
yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan
lingkungan(Roziqin, 2007: 62).Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan
adanya beberapa ciri belajar, yaitu:
1) Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior)
2) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang
terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.
3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar
sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman
5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Di dalam tugas melaksanakan
proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar
berikut:
Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang lain.
Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya
Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap
langkah yang dilakukan selama proses belajar.
Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat
proses belajar lebih berarti.
Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung jawab dan
kepercayaan penuh atas belajarnya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah
perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari
perubahan perilaku, yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu
yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menunjukkan ke arah
kemajuan.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya
melakukan perubahan.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baiktujuan
jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata,
tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilan nya.
seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh
keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
2. Hakekat Pembelajaran
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka
pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik
(Darsono, 2000:24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana
dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana
belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang
diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi
pelajaran itu sendiri (Tilaar,2002:128).
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran
membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik,
dimana penekanan nya adalah pada proses pembelajaran oleh peserta didik student
oflearning ), dan bukan pengajaran oleh guru(teacher of teaching ) (Suryosubroto,
1997:34).
Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih
ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan
sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta
didik. Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari
segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan
mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai.Ini
sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan
perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9)
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dan tugas guru
adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk
membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan
minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan
menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Fungsi-fungsi pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran sebagai sistem
Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara
lain tujuan pembelajaran , materi pembelajaran , strategi dan metode pembelajaran,
media pembelajaran/alat peraga , pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan
tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).
2. Pembelajaran sebagai proses
Pembelajaran sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam
rangka membuat siswa belajar, meliputi:
Persiapan, merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan
persiapan mengajar (lesson plan) dan penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain
alat peraga, dan alat evaluasi, buku atau media cetak lainnya.
Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran
yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-
metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapan nya, serta filosofi
kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya terhadap siswa.
Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini
dapat berbentuk enrichment(pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan
remedial teaching bagi siswa yang ber kesulitan belajar.
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
o Merupakan upaya sadar dan disengaja.
o Pembelajaran harus membuat siswa belajar.
o Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.
o Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasil.
C. Prinsip Belajar
1. Pengertian Prinsip Belajar
Prinsip Belajar Menurut Gestalt : Adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan
peserta didik sehingga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar mengajar
yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan mampu
menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan pengalaman-
pengalaman yang sudah diterimanya.
Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies : Suatu komunikasi terbuka antara pendidik
dengan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar yang bermanfaat bagi dirinya
melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan pendidik lewat metode yang
menyenangkan siswa. Berdasarkan Pendapat para Ahli, disimpulkan bahwa : Prinsip
Belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar Proses
Belajar dan Pembelajaran dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta
didik.
Berikut ini prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rothwal A.B. (1961) adalah :
Prinsip Kesiapan (Readinees)
Prinsip Motivasi (Motivation)
Prinsip Persepsi
Prinsip Tujuan
Prinsip Perbedaan Individual
Prinsip Transfer dan Retensi
Prinsip Belajar Kognitif
Prinsip Belajar Afektif
Prinsip Belajar Evaluasi
Prinsip Belajar Psikomotor
Prinsip – Prinsip Belajar Menurut Rochman Nata Wijaya dkk yaitu:
1. Prinsip efek kepuasan ( law of effect )
2. Prinsip pengulangan ( law of exercise )
3. Prinsip kesiapan ( law of readiness )
4. Prinsip kesan pertama ( law of primacy )
5. Prinsip makna yang dalam ( law of intensity )
6. Prinsip bahan baru ( law of recentcy )
7. Prinsip gabungan ( perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan )
Secara Umum, Prinsip-prinsip belajar berkaitan dengan :
1. Perhatian Dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori
belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin
terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada
siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu
dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan
perhatiannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan
belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan
Berliner, 1984 : 372). Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang
memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya
dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut.
Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya.
Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya.
Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat
siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat
eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya.
2. Keaktifan Belajar
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang
aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan
aspirasi sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif
mengalami sendri.
3. Keterlibatan Langsung Dalam Belajar
Di muka telah dikatakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang,
belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale
dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman
langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati
secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat
tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara langsung dalam perbuatan (direct
performance), bukan sekadar melihat bagaimana orang menikmati tempe
(demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan
tempe (telling).
4. Pengulangan Belajar
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan yang dikemukakan oleh teori
Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal,
merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-
daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi
tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan
menjadi sempuma.
5. Sifat Merangsang Dan Menantang Dari Materi Yang Dipelaiari
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam, situasi
belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yang
mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu
dengan mempelajari bahasa belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya
tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru,
demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan
dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.
6. Pemberian Balikan Atau Umpan Balik Dan Penguatan Belajar
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh
teori belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang
diberi kondisin adalah stimulus nya, maka pada operant conditioning yang diperkuat
adalah respons nya. Kunci dari teori belajar im adalah law of effect – nya Thomdike.
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang
haik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut
B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga ada yang tidak
menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat
memperkuat belajar (gage dan Berliner, 1984: 272).
E. Referensi
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menguraikan hasil kajian Pengertian Strategi Pembelajaran,
Membedakan Model, Pendekatan, Metode dan Teknik dalam Pembelajaran secara tepat
dan menekankan memanfaatkannya dalam praktik pembelajaran secara bermakna.
(C3+A3) (CPMK2).
C. Materi Perkuliahan
Pengertian Strategi Pembelajaran, Membedakan Model, Pendekatan, Metode dan Teknik
dalam Pembelajaran
D. Uraian Materi
E. Referensi
Dirdjosoemarto dkk. 2004. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : FPMIPA UPI dan
JICA IMSTEP.
Roestiyah. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Syah Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung : Remaja
Rosda Karya.
Mastia humi aisyah bilal. (2018). Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pemlihan Strategi
Pembelajaran. Wordpress.com
Huriah Rachmah. (2012). Strategi Pembelajaran Aktif di Sekolah Dasar. Cimahi : STKIP
Pasundan Cimahi.
BAHAN AJAR
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Model-Model Pembelajaran Inovatif dalam bentuk lisan
dan tulisan serta memadukan dan mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran dalam
praktik pembeelajaran (C4+A2) (CPMK2).
C. Materi Perkuliahan
Model-Model Pembelajaran Inovatif
D. Uraian Materi
A. Pengertian model pembelajaran inovatif
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Menurut Good dan Travers (dalam Gafar,
2001:37), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau
sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, atau lambang lain. Disebutkan pula
bahwa suatu model dapat dipakai untuk menirukan, menunjukkan, menjelaskan,
memperkirakan atau memperkenalkan sesuatu. Briggs (1977) memberi batasan model
sebagai seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses, seperti
penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi. Miarso (1987)
mendefinisikan model adalah representasi suatu proses dalam bentuk grafis, dan/atau
naratif, dengan menunjukkan unsur-unsur utama serta strukturnya.
Dari pengertian tersebut, para ahli pendidikan memberikan pengertian tentang
model pembelajaran adalah:
1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar. (Syaiful Sagala, 2005).
2. Secara luas, Joyce dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model pembelajaran
merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan
kurikulum, kursuskursus,rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar,
buku-buku pelajaran, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program
komputer. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil adalah membantu pebelajar
(peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir,
dan belajar bagaimana cara belajar.
Merujuk pada dua pendapat di atas, (Indrawati, 2009) memaknai model
pembelajaran sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola pembelajaran
tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan gurupeserta didik di dalam
mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya
belajar pada peserta didik.Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat
karakteristik berupa rentetan atau tahapan perbuatan/kegiatan guru-peserta didik yang
dikenal dengan istilah sintaks.Secara implisit di balik tahapan pembelajaran tersebut
terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan antara
model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya.
2) Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk
bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama (Felder, 1994:
2). Wahyuni (2001:8) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran dengan cara menempatkan siswa dalam kelompok kecil yang memiliki
kemampuan berbeda. Sependapat dengan pernyataa tersebut Setyaningsih (2001:8)
mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif memusatkan aktivitas di kelas
pada siswa dengan cara pengelompokan siswa untuk bekerja sama dalam proses
pembelajaran. Selanjutnya Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar kelompok
yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur sosial pertukaran
informasi antara anggota dalam kelompok dan tiap anggota bertanggungjawab untuk
kelompoknya dandirinya sendiri dan dimotivasi untuk meningkatkan pembelajar
lainnya (Kessler, 1992: 8). Belajar kooperatif merupakan satu strategi
pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan kumpulan-kumpulan kecil pelajar
dengan memberi peluang untuk berinteraksi sesama mereka di dalam proses
pembelajaran (Suhaida Abdul Kadir, 2002: 54).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah suatu metode pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa kedalam
kelompokkelompok kecil untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah.
Kemampuan siswa dalam setiap kelompok adalah hiterogen.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi
menjadi objek belajar karena dapat berkreasi secara maksimal dalam proses
pembelajaran. Hal ini terjadi karena pembelajaran kooperatif merupakan metode
alternatif dalam mendekati permasalahan, Mampu mengerjakan tugas besar,
meningkatkan ketrampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.
Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah model pembelajaran yang
terjadi sebagai akibat dari adanya pendekatan pembelajaran yang bersifat kelompok.
Pendekatan ini ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan paradigma baru dalam
pendidikan yang antara lain, bahwa pendidikan di masa sekarang, bukanlah lagi dilihat
semata-mata "mengisi air ke dalam gelas" atau sekadar mengisi otak anak dengan
berbagai teori atau konsep ilmu pcngetahuan, melainkan pengajaran yang lebih bersifat
"menyalakan cahaya", yaitu mendorong, menggerakkan, dan membimbing peserta
didik agar dapat mengembangkan imaginasi dan inspirasinya secara aktual. Model
pembelajaran dengan paradigma baru ini menempatkan guru bukan sebagai orang yang
se rba tahu yang dengan otoritas yang dimilikinya dapat menuangkan berbagai ide dan
gagasan, melainkan hanya sebagai salah satu sumber informasi, penggerak, pendorong,
dan pembimbing agar peserta didik dengan kemauannya sendiri dapat melakukan
kegiatan pembelajaran yang selanjutnya mengarah pada terjadinya masyarakat belajar
(learning society.( Abuddin Nata, 2011).
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif Roger dan David Johnson dalam (Anita Lie,
1999) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran
kooperatif (cooperative learning). Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur
model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan:
1. Kesaling Tergantungan Positif
2. Tanggung Jawab Perseorangan
3. Tatap Muka
4. Komunikasi Antar Anggota
5. Evaluasi Proses Kelompok
E. Referensi
BAHAN AJAR
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu merangkum Model Pembelajaran Inovatif (STEAM) dan
mengintegrasikan konsep tersebut dalam praktik pembelajaran serta membiasakan
penerapan secara tepat dalam proses pembelajaran. (C5+P4+A5) (CPMK2) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Model Pembelajaran Inovatif (STEAM)
D. Uraian Materi
A. Pengertian STEAM
Agar pembelajaran STEAM dapat berjalan lebih efektif dan dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan, kita perlu mengetahui prinsip-prinsip
pembelajaran yang berlaku dalam pembelajaran STEAM. Prinsip-prinsip
pembelajaran STEAM antara lain (Arassh, 2013):
Prinsip Penerjemahannya Contoh
Prinsip Apa yang dipelajari dan Pendidik menunjukkan
perhatian dan seberapa banyak yang masalah yang kontekstual dan
motivasi dipelajari, dipengaruhi oleh menggugah minat peserta
motivasi peserta didik. didik untuk
Sedangkan motivasi termotivasi menyelesaikan
dipengaruhi oleh kondisi masalah tersebut. Seperti
emosional, minat, maupun bagaimana merancang
kebiasaan berpikir peserta kemasan telur-telur agar tidak
didik (Schunk, 2012). mudah pecah dengan
memanfaatkan tali plastik.
Prinsip Peserta didik melakukan Peserta didik diarahkan agar
keaktifan kegiatan secara sadar untuk menyadari bahwa dalam
mengubah suatu perilaku. memecahkan masalah bidang
Peserta didik dapat STEAM, ada banyak cara
menciptakan dan strategi kognitif seperti
menggunakan perbendaharaan mengaitkan masalah dengan
strategi-strategi pemikiran dan pengetahuan yang telah
penalaran untuk memenuhi dimiliki, melakukan
tujuan yang kompleks perbandingan dan
(Schunk, 2012; Arassh, 2013). pengandaian (asosiasi),
berpikir secara induktif
maupun deduktif.
Prinsip Pengetahuan akan bermakna Peserta didik diberikan
keterlibatan jika adanya upaya konstruksi kesempatan untuk melakukan
langsung pengetahuan yang dilakukan uji coba rancangan berupa
oleh peserta didik (Arassh, kemasan telur jika dijatuhkan
2013). dalam
ketinggian tertentu.
Prinsip Melalui coba (trial) dan gagal Peserta didik diberikan
pengulangan (eror) peserta didik perlu latihan berupa lembar kerja,
melakukan pengulangan soal, dan kesempatan untuk
dalam pembelajaran. mengulang pembelajaran
STEAM dengan berbagai
sumber belajar.
Prinsip Suatu kondisi yang Peserta didik diberikan
tantangan menantang seperti beberapa contoh dan
mengandung masalah yang noncontoh untuk menemukan
perlu dipecahkan, peserta didik konsep dari bidang STEAM
akan tertantang untuk yang dipelajari.
mempelajarinya (Arassh,
2013).
Prinsip balikan Pemberian respon yang positif Peserta didik yang telah
dan secara berulang dapat berhasil melakukan langkah
penguatan memperkuat tindakan peserta pengujian kemasan telur anti
didik sedangkan pemberian pecah dapat diberikan
respon negatif memperlemah mendali dan diberikan
tindakan peserta didik. tantangan baru sebagai respon
positif. Kepuasan pada hasil
kerja menjadikan peserta
didik menjadi lebih
giat/semangat belajar.
Prinsip Proses belajar yang terjadi Setiap peserta didik harus
perbedaan pada setiap individu berbeda dibantu untuk memahami
individual satu dengan yang lain seperti kekuatan dan kelemahan
fisik, maupun kapabilitas dirinya sehingga mendapat
belajar (Schunk, 2012). perlakuan dan pelayanan
sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan peserta didik
tersebut.
Pembelajaran STEAM yang berpusat pada proyek didasarkan pada masalah dunia
nyata. Proyek-proyek ini mengharuskan peserta didik untuk meneliti, mengusulkan
dan memilih solusi, dan membuat desain. Setelah prototipe atau model dibuat,
peserta didik menguji dan mempresentasikan temuan mereka, dan jika waktu
memungkinkan, mereka mendesain ulang proyek dan melakukan perbaikan. Proyek-
proyek ini harus selaras dengan masalah atau kebutuhan lokal, regional, atau global
(Sesuatu yang dapat dihubungkan dengan peserta didik).
(Wijaya dkk, 2015) menyatakan bahwa sekolah dasar dan menengah pertama
adalah tingkat satuan pendidikan yang cocok untuk penerapan pembelajaran berbasis
STEAM. Hal ini dikarenakan pada jenjang ini setiap mata pelajaran diajarkan secara
tematik terintegrasi. Pada jenjang sekolah dasar, setiap mata pelajaran di ajarkan
berdasarkan tema. Setiap tema dapat memuat beberapa konsep kajian ilmu,
diantaranya matematika, IPA, IPS, bahasa Indonesia, teknologi dan lain sebagainya,
sehingga pembelajaran berdasarkan tema tersebut dapat diimplementasikan dengan
pembelajaran berbasis STEAM. Di akhir pembelajaran, siswa dapat membuat produk
hasil pembelajaran yang berhubungan dengan dispilin ilmu yang termuat pada
STEAM.
E. Referensi
Dewi, Finita. 2015. Proyek Buku Digital: Upaya Peningkatan Keterampilan Abad 21
Calon Guru Sekolah Dasar Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek.
Metodik Didaktik Vol. 9, No. 2, Januari 2015. Dalam
https://ejournal.upi.edu/index.php/MetodikDidaktik/article/view/3248, diakses
pada 27 Februari 2022.
Hasnawati, dkk. 2019. Model Pembelajaran STEAM (Science, Teknologi, Egineering,
Art dan Matematika) dengan Pendekatan Saintifik. Makassar. Dalam
http://repositori.kemdikbud.go.id/18412/1/model-pembelajaran-steam-
science-teknologi-engineering-art-dan-matematics-dengan-pendekatan-
saintifik.pdf, diakses pada 27 Februari 2022.
Muhtadi, Ali. 2019. Modul 3 Pembelajaran Inovatif. Jakarta. Dalam
https://repository.bbg.ac.id/bitstream/1102/1/FY_Modul_3_print.pdf, diakses
pada 27 Februari 2022.
Nurhasanah, Ana dan Zelela MS. 2021. Penerapan Pembelajaran Inovatif STEAM di
Sekolah Dasar. JIKAP PGSD: Jurnal Ilmiah Ilmu Kependidikan Vol, 5. No, 2.
Tahun 2021. Dalam https://ojs.unm.ac.id/JIKAP/article/view/20309, diakses
pada 27 Februari 2022.
Nurhikmayati, Iik. 2019. Implementasi Steam dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal
Didactical Mathematics Vol. 1 No. 2 April 2019 hal. 41-50. Dalam
https://media.neliti.com/media/publications/301053-implementasi-steam- dalam-
pembelajaran-ma-e85fc671.pdf, diakses pada 27 Februari 2022.
http://eprints.umpo.ac.id/8209/4/BAB%20II.pdf, diakses pada 27 Februari 2022.
https://id.scribd.com/document/518356776/Pembelajaran-STEAM-
menggunakan- Model-Problem-Based-Learning, diakses pada 27 Februari
2022.
BAHAN AJAR
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Model Cooperatif Learning dan menyajikan dalam praktik
pembelajaran serta membiasakan penerapannya dalam proses pembelajaran. (C4+P3+A5)
(CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Model Cooperatif Learning
D. Uraian Materi
A. Pengertian cooperative learning
Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif
dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan
pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan
bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara
khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikannya dengan temannya.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan
kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah
peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3 gurunya ke
pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru
(pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada
diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.
Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori
pembelajaran sosial (Arends, 1997). Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada
apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama
aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja
oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk
berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar
secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dari uraian di atas
nampak bahwa guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran, sumber utama pembelajaran,
serta pentransfer pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran konvensional. Pusat
pembelajaran telah bergeser dari guru ke peserta didik. Dalam model pembelajaran
kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik,
pembimbing peserta didik dalam belajar 4 kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam
memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan
kooperatif.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:
Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua ahli psikologi kognitif yang besar
sumbangannya dalam mendukung pengembangan pembelajaran kooperatif
(http://.users.muohio.edu/shermanlw/wolf_chapter-draft3-25.html).
Sumbangan pemikiran dan penelitian dari kedua ahli tersebut serta kaitannya dengan
model pembelajaran kooperatif dijelaskan dalam uraian berikut.
a. Teori Piaget
Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu
bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Baik
lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara fisik
dan pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga
mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam
mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil
pemikirannya dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui
pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki
pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya
menjadi obyektif Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu
struktur kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir (patterns
of behavior or thinking).
Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal pembelajaran, Duckworth (Slavin,
1995) mengemukakan bahwa pedagogi yang balk harus melibatkan anak pada situasi
di mana anak mandiri melakukan percobaan, dalarn arti anak mencoba segala
sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tandatanda, memanipulasi
simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri
jawabannya, mencocokkan apa yang la temukan dan membandingkan temuannya
dengan anak lain.
b. Teori Vygotsky
Aliport (Arends, 1997) berpandangan bahwa hukum saja tidaklah cukup untuk
mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan secara baik antar kelompok.
Pandangan Allport dikenal dengan "The Nature of Prejudice". Untuk mengurangi
kecurigaan dan meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah dengan jalan
mengumpulkan mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi, kontak langsung
dan bekerjasama antar mereka. Shlomo Sharan dan koleganya menyimpulkan
adanya tiga kondisi dasar untuk memformulasikan pandangan Allport untuk
mengurangi kecurigaan antar kelompok dan meningkatkan penerimaan antar
mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung antar suku atau ras; 2)
dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan berperan aktif dalam kelompok; 3)
dalam seting tersebut, mereka secara resmi menyetujui adanya kerjasama (Arends,
1997).
c. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat dipandang sebagai
Bapak Psikologi Sosial. (http://.users.muohio. edu/shermanlw/wolf_ chapter-draft3-
25.html). Lewin sangat tertarik pada masalah-masalah pergerakan yang dinamis
dalam kelompok (group dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik
sosial yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu kelompok, ada
duakernungkinan yang dapat terjadi, yaitu: mendorong penerimaan sosial
(promotesocial acceptance) atau meningkatkan jarak/ketegangan sosial (increase
social distance). Pandangan-pandangan Lewin tentang dinamika kelompok ini
kemudian dikembangkan oleh para peserta didikpeserta didiknya. D. Johnson, E.
Aronson, R. Schmuck dan L. Sherman adalah generasi ke-tiga dari Lewin (peserta
didik dari peserta didik Lewin) yang turut mengembangkan pandangan-pandangan
Lewin tersebut di atas.
Para penerus Lewin mencari cara bagaimana memfasilitasi integrasi dan
memajukan hubungan antar manusia, mendorong demokrasi dan mengurangi
timbulnya konflik. Dari sini muncul berbagai strategi pembelajaran kooperatif. Para
penerus Lewin (terutama generasi kedua dan ketiga Lewin) mengembangkan
berbagai teknik pembelajaran kooperatif yang menggabungkan pandangan
teoripsikologi sosial dari Lewin dan psikologi kognitif. Deutsch (dalam Slavin,
1995)mengembangkan prinsip "ketergantungan" (interdpendence), yang kemudian
ia bagi menjadi ketergantungan positip dan negatif. Johnson & Johnson
mengembangkan "creative conflict" dan Slavin dengan "group contingencies".
Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas
akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang sulit.
Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai macam latar belakang.
Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social
siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,
memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam
kelompok.
Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat
mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah
sulit terutama jika mempelajari sejarah.Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat
memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri.Ide teman dapat
dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu
ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada
saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
Kesempatan melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori
kepada teman belajar.Inilah saat yang baik untuk resitasi.Akan dijelaskan suatu teori
dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam
pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain
yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka
perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah
mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja.
Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi
yang turut campur dan tangan yang menulis.Semuanya sama-sama mengingat di
kepala.Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini
dapat kurang kuat.
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam
(intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut.
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan
lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai;
a. Free Rider
Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada
munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini
adalah beberapa siswa yang tidak bertanggungjawab secara personal pada tugas
kelompoknya mereka hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman
satu kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-
kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja, satu proyek, atau
satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa
anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian
anggota yang lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran kemana-mana.
b. Diffusion of responsibility
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division), tipe ini
dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
John Hopkins dan merupakan model pembelajarankooperatif paling sederhana
(Ibrahim dkk, 2000 : 6). Masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik
yang heterogen (Depelovment MA Project, 2002 : 31), sehingga dalam satu
kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang kemampuan
sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
Menurut Sofan Amri (2013, h. 34) model pembelajaran memiliki 4 ciri khusus yang
tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut ialah :
a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya
a) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap
anggota mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis,
maupun kemampuan.
Guru menyampaikan materi pelajaran.
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 72).
Tes , Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa
harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada
kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan
kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja
sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya.
Penentuan Skor, Hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang
diperoleh siswa masukkan dalam daftar skor individual, untuk melihat
peningkatan kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan individual
merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian hasil kelompok.
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas
dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam
anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam
bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan
yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama
berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan
kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).
Senada dengan ciri-ciri tersebut, Johnson dan Johnson (1984) mengemukakan ciri-ciri
pembelajaran kooperatif jigsaw adalah sebagai berikut.
a. Terdapat saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok.
c. Heterogen
d. Berbagi kepemimpinan.
Berikut merupakan langkah dalam aktivitas Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw:
1. Membuat grup yang terdiri dari bermacam latar belakang yang terdiri dari 4 hingga 6
siswa.
2. Dalam grup siswa akan diberi sub-konsep yang berbeda.
3. Setiap grup berdiskusi dan menjelaskan sub-konsep yang telah diberikan dan
memutuskan staf ahli yang bergabung ke grup staf ahli.
4. Anggota staf ahli akan mendiskusikan setiap sub-konsep yang ada dan mengkoneksikan
satu dengan yang lainnya.
5. Grup ahli dibimbing untuk diskusi tentang konsep yang ada dan saling bahu membahu
memahami konsep yang diberikan.
6. Setiap grup akan menjelaskan di depan kelas hasil dari diskusi yang telah dilaksanakan.
7. Guru akan mengadakan kuis untuk setiap siswa pada akhir pembelajaran mengenai
materi konsep yang sudah diterima siswa.
8. Siswa akan menyelesaikan kuis individu dan grup.
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70).
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
Membutuhkan waktu yang lama
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).
3. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together).
a. Pengertian
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada
umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
1. Positive Interdependence.
2. Interaction Face to face.
3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.
4. Membutuhkan keluwesan.
Agus (2014, h. 69) sintak Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
adalah sebagai berikut:
Fase-Fase Prilaku Guru
Fase 1: Establishing set Menyampaikan Menjelaskan tujuan pembelajaran,
tujuan dan mempersiapkan peserta didik. informasi latar belakang pelajaran,
mempersiapkan peserta didik untuk
belajar.
Fase Mendemonstarsikan keterampilan
2: Demonstrating Mendemonstasikan yang benar, menyajikan informasi
pengetahuan atau keterampilan tahap demi tahap
Fase 3: Guided Practice Merencanakan dan memberi pelatihan
Membimbing pelatihan awal.
Fase 4: Feed bacek Mengecek Mengecek apakah peserta didik telah
pemahaman dan memberikan umpan berhasil melakukan tugas dengan
balik baik, memberikan umpan balik
Fase 5: Extended pratice Mempersiapkan
Memberikan kesempatan untuk pelatihan kesempatan melakukan pelatihan
lanjutan dan penerapan lanjutan, dengan pelatihan khusus
pada penerapan kepada situasi lebih
kompleks dalam kehidupan sehari-
hari.
e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota
kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru
merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada akhir pembelajaran.
g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
Ada beberapa kelebihan pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang di
kemukakan Ibrahim (2007, h.18) anatara lain :
1. Siswa lebih aktif, kreatif terhadap proses belajarnya
2. Melibatkan semua siswa sehingga tanggung jawab individu dalam kelompok meningkat.
3. Siswa siap semua untuk menjawab pertanyaan dari guru sehingga setiap siswa
berusaha memperdalam dan memahami materi.
4. Penerimaaan terhadap individu lebih besar dan meminimalisir kegaduhaan dikelas
5. Mengembangkan sikap kepemimpinan siswa dan meningkatkan rasa percaya diri siswa
Menurut Ahmad (2010, h. 65) adapun kekurangan pembelajaran kooperatif tipe NHT
adalah:
1. Efisiensi waktu, belajar dengan menggunakan metode NHT memerlukan waktu
yang agak panjang agar siswa memahami materi yang diajarkan.
2. Membuat panik siswa, pembelajaran dengan metode NHT tidak hanya membuat siswa
percaya diri, namun dapat membuat siswa grogi atau panik. Hal ini terlihat ketika siswa
3. yang dipanggil nomornya untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
4. Membuat repot guru, metode NHT merupakan metode belajar diskusi kelompok yang
menggunakan kelompok, sehingga sebelum pembelajaran dimulai guru harus
menyediakan nomor.
E. Referensi
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Model Pembelajaran PBL, PJBL, dan Discovery dan
menyajikan dalam praktik pembelajaran serta membiasakan penerapannya dalam proses
pembelajaran. (C4+P3+A5) (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Model Pembelajaran PBL, PJBL, dan Discovery
D. Uraian Materi
1. Menurut Barbara J. Duch (1996), Problem Based Learning (PBL) adalah satu
model yang ditandai dengan penggunaan masalah yang ada di dunia nyata
untuk melatih siswa berfikir kritis dan terampil memecahkan masalah, dan
memperoleh pengetahuan tentang konsep yang penting dari apa yang dipelajari
(Wijayanto, 2009:15).
2. Menurut Suyatno (2009), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu
model pembelajaran yang berbasis pada masalah, dimana masalah tersebut
digunakan sebagai stimulus yang mendorong mahasiswa menggunakan
pengetahuannya untuk merumuskan sebuah hipotesis, pencarian informasi
relevan yang bersifat student-centered melalui diskusi dalam sebuah kelompok
kecil untuk mendapatkan solusi dari masalah yang diberikan.
3. Menurut Arend, PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan
tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan
kepercayaan dirinya (Trianto, 2007).
4. Menurut Sanjaya (2006: 214), Problem Based Learning (PBL) merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Hakekat permasalahan
yang diangkat dalam Problem Based Learning adalah gap atau kesenjangan
antara situasi nyata dengan situasi yang diharapkan, atau antara yang terjadi
dengan harapan.
2. Karakteristik PBL (Problem Based Learning)
e. kerja sama.
10. Problem based learning melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa
dan proses belajar
3. Langkah – langkah PBL (Problem Based Learning)
Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill
yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan
mendapatkan peta yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran.
b. Pendefinisian Masalah (Defining The Problem)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang
sedang dinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel
tetulis yang tersimpan dipepustakaan, halaman web, atau bahkan pakar
dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan
utama,yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan
pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan
dikelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu
dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat
dipahami.
d. Pertukaran Pengetahuan (Exchange Knowledge)
Kompetensi Dasar
3.3 Mendeskripsikan penyebab perkembangan penduduk dan dampaknya bagi
lingkungan
4.3 Menyajikan hasil penelusuran informasi tentang perkembangan penduduk
dan dampaknya bagi lingkungan
Indikator
FASE 2
FASE 5
Karakteristik Project Based Learning yaitu gaya belajar yang menuntut siswa
menguasai konsep pembelajaran dengan melibatkannya dalam pemecahan
masalah berupa proyek yang nyata. peneliti menemukan informasi mengenai teori
karakteristik model Project Based Learning. Teori pertama dikemukakan oleh
Utami, Firosalia, dan Indri (2018, hlm. 541-552) yang mengatakan bahwa
karakteristik model Project Based Learning (PjBL) yaitu:
a. Guru hanya sebagai fasilitator dan mengevaluasi produk hasil kerja;
6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan.
7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
1. membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek,
Pada akhir pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap
aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan
baik secara individu maupun kelompok.
4. Contoh penerapan PJBL (Project Based Learning)
Indikator
Materi
d. Peserta didik mengolah data hasil ujicoba. Selama penyelesaian proyek, guru
memonitor aktivitas yang penting dari peserta didik, menanyakan masalah-
masalah yang ditemui pada saat membuat rangkaian listrik paralel.
e. Peserta didik membuat laporan proyek
Menguji Hasil
C. DL (Discovery learniang)
a. Arends
Menurut Syah (2017, hlm. 243) langkah atau tahapan dan prosedur pelaksanaan
Discovery learning adalah sebagai berikut:
a. Stimulation (stimulus),
menarik sebuah simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi.
No fase kegiatan
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Blanded Learning dan mengembangkan dalam praktik
pembelajaran serta memecahkan masalah sesuai dengan orientasi penerapannya dalam
proses pembelajaran. (C4+P4+A5). (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Blanded Learning
D. Sub Pokok Materi
Pembelajaran tatap muka merupakan model pembelajaran yang sampai saat ini
masih terus dilakukan dan sangat sering digunakan dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu bentuk model pembelajaran
konvensional, yang berupaya untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta
didik. Pembelajaran tatap muka mempertemukan guru dengan murid dalam satu
ruangan untuk belajar. Pembelajaran tatap muka memiliki karakteristik yaitu
terencana, berorientasi pada tempat (place-based) dan interaksi sosial (Bonk, Siti
Istiningsih & Hasbullah 54 Graham, 2006:122).
Pembelajaran tatap muka biasanya dilakukan di kelas dimana terdapat model
komunikasi synchronous, dan terdapat interaksi aktif antara sesama murid, murid
dengan guru, dan dengan murid lainnya. Dalam pembelajaran tatap muka guru
atau pemelajar akan menggunakan berbagai macam metode dalam proses
pembelajarannya untuk membuat proses belajar lebih aktif dan menarik. Berbagai
macam bentuk metode pembelajaran yang biasanya digunakan dalam
pembelajaran tatap muka adalah : 1) Metode ceramah, 2) Metode penugasan, 3)
Metode tanya jawab, 4) Metode Demonstrasi. (Rusyan, dkk, 1990: 111).
Pembelajaran tatap muka (face to face) merupakan model pembelajaran yang
sampai saat ini masih terus dilakukan dan sangat sering digunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran tatap muka (face to face) merupakan salah satu
bentuk model pembelajaran konvensional yang mempertemukan pendidik dengan
peserta didik dalam satu ruangan untuk belajar. Karakteristik pembelajaran tatap
muka (face to face), yaitu terencana, berorientasi pada tempat (placed-based),
interaksi sosial.
Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu komponen dalam blended
learning, dalam pembelajaran tatap muka siswa dapat lebih memperdalam apa
yang telah dipelajari melalui online learning, ataupun sebaliknya online learning
untuk lebih memperdalam materi yang diajarkan melalui tatap muka.
Salah satu bentuk aktivitas model pembelajaran pada blended learning adalah
Individualized learning yaitu peseta didik dapat belajar mandiri dengan cara
mengakses informasi atau materi pelajaran secara online via internet. Belajar
mandiri bukan berarti belajar sendiri, karena orang kadang seringkali salah arti
mengenai belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Belajar mandiri berarti belajar
secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain dalam belajar.
Menurut Wedemeyer (1973) dalam Chaeruman (2007:10) belajar mandiri
sebagai pembelajaran yang merubah perilaku, dihasilkan dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh pebelajar dalam tempat dan waktu berbeda serta lingkungan
belajar yang berbeda dengan sekolah. Peserta didik yang belajar secara mandiri
mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pelajaran yang
diberikan pengajarnya di kelas. Peserta didik mempunyai otonomi yang luas
dalam belajar. Kemandirian itu perlu diberikan kepada peserta didik supaya
mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisplinkan dirinya
dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauannya sendiri. Sikap-sikap
seperti itu perlu dimiliki oleh peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri
kedewasaan orang terpelajar.
Proses belajar mandiri mengubah peran guru atau instruktur menjadi fasilitator
atau perancang proses belajar dan sebagai fasilitator, seorang guru atau instruktur
membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau dapat menjadi mitra
belajar untuk materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancang proses
belajar mengharuskan guru untuk mengubah materi ke dalam format yang sesuai
dengan pola belajar mandiri.
Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar
mandiri adalah proses belajar diaman peserta didik memegang kendali atas
pengambilan keputusan terhadap kebutuhan belajarnya dengan sedikit
memperoleh bantuan dari guru atau instruktur. Belajar mandiri merupakan salah
satu komponen dalam blended learning, karena dalam online learning didalamnya
terjadi proses belajar mandiri, karena peseta didik dapat belajar mandiri melalui
online learning.
Pembelajaran langsung atau tatap muka secara sinkronous dalam waktu dan
tempat yang sama ataupun waktu sama tetapi tempat berbeda. Pola
pembelajaran langsung masih menjadi pola utama yang sering digunakan oleh
pendidik. Pola pembelajaran ini perlu didesain sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
2. Self-Paced Learning (Pembelajaran Mandiri)
3. Collaboration (Kolaborasi)
Bahan ajar merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung proses
pembelajaran. Penggunaan bahan ajar akan menunjang kompetensi peserta
didik dalam menguasai suatu materi. Dalam pembelajaran dengan blended
learning hendaknya dikemas dalam bentuk digital maupun cetak sehingga
dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline maupun daring (online).
Penggunaan bahan ajar yang dikemas secara daring (online) sebaiknya juga
mendukung aplikasi pembelajaran daring (online).
5. Teknologi sinkron seperti Skype dan Elluminate Live, izinkan peserta didik
untuk berkomunikasi dan berkolaborasi di luar kelas.
6. Mengintegrasikan teknologi yang tepat dan mengelolanya secara efektif di
seluruh proses pembelajaran.
7. Menimimalkan biaya, fleksibilitas penempatan tenaga kerja, dan sebagainya.
8. Peluang untuk menciptakan pengalaman pelatihan yang bersifat pribadi,
relevan dan menarik.
adalah:
1. Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar,
sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
2. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi pendidik dan peserta didik
untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.
3. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan
menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online.
4. Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para peserta didik dalam
pengalaman interaktif. Sedangkan porsi online memberikan peserta didik
dengan konten multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan di
mana saja selama peserta didik memiliki akses Internet.
5. Mengatasi masalah pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian melalui
penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi.
a. Peserta didik tidak hanya belajar lebih banyak pada saat sesi online yang
ditambahkan pada pembelajaran tradisional, tetapi dapat meningkatkan
interaksi dan kepuasan peserta didik.
b. Peserta didik dilengkapi dengan banyak pilihan sebagai tambahan
pembelajaran di kelas, meningkatkan apa yang dipelajari, dan kesempatan
untuk mengakses tingkat pembelajaran yang lebih lanjut.
c. Penyajian dapat lebih cepat disampaikan bagi peserta didik yang belajar
menggunakan e-learning.
d. Tidak hanya belajar satu arah yang berurutan, dengan blended learning peserta
didik memiliki kesempatan untuk mempelajari materi yang diinginkan, serta
pengaturan jadwal dan waktu yang fleksibel suatu mata pelajaran.
2. Kelemahan
Dewi, Kadek Cahya, dkk. 2019. Blended Learning: Konsep dan Implementasi pada
Pendidikan Tinggi Vokasi. Bali: Swasta Nulus.
Handoko dan Waskito. 2018. Blended Learning: Konsep dan Penerapannya. Padang:
Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK)
Universitas Andalas
Istiningsih, Siti dan Hasbullah. 2015. Blended Learning, Trend Strategi Pembelajaran
Masa Depan. Jurnal Elemen. Vol.1 No. 1, Januari 2015.
Nasution, Nurlian, Nizwardi Jalinus, dan Syahril. 2019. Buku Model Blended
Learning. Pekanbaru: Unilak Press.
Nurhadi, Nunung. 2020. Blended Learning dan Aplikasi di Era New Normal Pandemi
Covid 19. Jurnal Agriekstensia. Vol. 19 No. 2 Desember 2020.
BAHAN AJAR
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Metode Pembelajaran dan mengembangkan dalam
praktik pembelajaran serta memecahkan masalah sesuai dengan orientasi penerapannya
dalam proses pembelajaran. (C4+P4+A5). (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Metode Pembelajaran
D. Uraian Materi
1. Abdurrahman Ginting
Menurut Ginting (2014, hlm. 42) metode pembelajaran dapat diartikan cara atau
pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta
berbagai teknik dan sumber daya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran
pada diri peserta didik.
2. Abu Ahmadi & Joko Tri Prasetya
Metode pembelajaran adalah teknik yang dikuasai pendidik atau guru untuk
menyajikan materi pelajaran kepada peserta didik di kelas, baik secara individu
maupun kelompok agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan
dimanfaatkan oleh peserta didik dengan baik (Ahmadi & Prasetya, 2015, hlm. 52).
3. Nur Hamiyah & Muhammad Jauhar
Sedangkan Hamiyah dan Jauhar, mengartikan metode sebagai cara untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamiyah & Jauhar, 2014, hlm.
49).
4. Ridwan Abdullah Sani
Menurut Amri (2013, hlm. 113) metode belajar mengajar dapat diartikan sebagai
cara-cara yang dilakukan untuk menyampaikan atau menanamkan pengetahuan
kepada subjek didik, atau anak melalui sebuah kegiatan belajar mengajar, baik di
sekolah, rumah, kampus, pondok, dan lain-lain.
B. Factor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemilihan Metode Pembelajaran
Pembelajaran merupakan aktivitas guru dan peserta didik sebagai proses interaksi
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran yang efektif terletak pada dua
hal yaitu: Pemilihan stimulus diskriminatif dan penggunaan penguatan. Keduanya
merupakan persyaratan penting bagi pembelajaran untuk dapat memperoleh
tingkah laku verbal yang lebih rumit, dan memberikan penguatan agar belajar
lebih efektif. Apabila seorang guru akan mengajarkan bahan pengajaran mengenai
setiap pokok bahasan kepada siswa-siswanya, maka guru tersebut harus
mengadakan persiapan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar, sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai. Adapun beberapa tujuan-tujuan pembelajaran di
antaranya yaitu:
a. Tujuan Kognitif
Menurut Benjamin Bloom ada enam tingkatan dalam tujuan ini yaitu:
1) Pengetahuan atau ingatan, aspek ini mengacu pada kemampuan
mengenal dan mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang
sederhana sampai pada hal-hal yang sukar.
2) Pemahaman, aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk
mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau
diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari.
3) Penerapan atau aplikasi, aspek ini mengacu pada kemampuan
menggunakan atau menerapkan pengetahuan atau menggunakan ide-
ide umum, metode-metode, prinsip-prinsip, dan sebagainya dalam
memecahkan persoalan tertentu.
4) Analisis, aspek ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau
menguraikan sesuatu bahan atau keadaan ke dalam komponen-
komponen atau bagian-bagian yang spesifik, serta mampu memahami
hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lain, sehingga struktur
dan aturannya dapat lebih dipahami.
5) Sintesis, aspek ini mengacu pada kemampuan memadukan berbagai
konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau
bentuk baru.
6) Evaluasi, aspek ini mengacu pada kemampuan memberikan
pertimbangan atau penilaian terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan
norma-norma atau patokan-patokan berdasarkan kriteria tertentu.
b. Tujuan Afektif
Menurut Krathwohl, Bloom, dan Mansia tujuan afektif berdasar pada lima kategori
yaitu:
1) Penerimaan, aspek ini mengacu pada kemampuan kepekaan dan
kesediaan menerima norma-norma disiplin yang berlaku di sekolah.
2) Pemberian Respon, aspek ini mengacu pada kecenderungan
memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu.
3) Penghargaan atau Penilaian, aspek ini mengacu pada kecenderungan
penilaian terhadap sesuatu dengan memposisikan diri sesuai dengan
penilaian itu, dan mengikat diri pada suatu norma.
4) Pengorganisasian, aspek ini mengacu pada proses membentuk konsep
tentang suatu nilai serta menyusun suatu sistem nilai-nilai dalam
dirinya.
5) Karakterisasi yaitu pembentukan pola hidup, aspek ini mengacu pada
proses mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan
watak, dimana norma itu tercermin dalam pribadinya.
c. Tujuan Psikomotor
Menurut Elizabeth Simpson tujuan psikomotor terbagi atas tujuh kategori yaitu:
1) Persepsi, aspek ini lebih mengacu pada penekanan kemampuan
berpendapat terhadap sesuatu dan peka terhadap sesuatu hal.
2) Kesiapan, aspek ini mengacu pada kesiapan memberikan respon secara
mental, fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan.
3) Respons terbimbing, aspek ini mengacu pada pemberian respons
perilaku, gerakan-gerakan yang diperlihatkan dan didemonstrasikan
sebelumnya.
4) Mekanisme, aspek ini mengacu pada keadaan dimana respons fisik
yang dipelajari telah menjadi kebiasaan.
5) respons yang kompleks, aspek ini mengacu pada pemberian respons
atau penampilan perilaku atau gerakan yang cukup rumit dengan
terampil dan efisien.
6) Penyesuaian pola gerak atau adaptasi, aspek ini mengacu pada
kemampuan menyesuaikan respons atau perilaku gerakan dengan
situasi yang baru.
7) Organisasi, aspek ini mengacu pada kemampuan menampilkan pola-
pola gerak gerik yang baru, dalam arti menciptakan perilaku dan
gerakan yang baru dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri.
2. Karakteristik Bahan Pelajaran/Materi Pelajaran
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode mengajar
adalah karakteristik materi pelajaran. Ada beberapa aspek (secara umum) yang
terdapat pada materi pelajaran, yaitu:
1) Aspek konsep, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan
pengertian, atribut, karakteristik, label atau ide dan gagasan sesuatu.
2) Aspek fakta, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa yang lalu, data-data yang memiliki esensi objek dan
waktu, seperti nama dan tahun yang berhubungan dengan peristiwa atau
sejarah.
3) Aspek prinsip, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan
dengan aturan, dalil, hukum, ketentuan, dan prosedur yang harus
ditempuh.
4) Aspek nilai, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan
aspek perilaku yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang
bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi orang banyak.
5) Aspek ketrampilan intelektual, merupakan substansi isi pelajaran yang
berhubungan dengan pembentukan kemampuan menyelesaikan
permasalahan, berpikir sistematis, berpikir logis, berpikir taktis, berpikir
kritis, berpikir inovatif dan berpikir ilmiah.
6) Aspek ketrampilan psikomotor merupakan substansi isi pelajaran yang
berhubungan dengan pembentukan kemampuan fisik.
3. Waktu yang Digunakan
Faktor siswa merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan metode mengajar. Siswa (peserta didik) adalah anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu., Aspek yang berkaitan
dengan faktor siswa terutama pada aspek kesegaran mental (faktor antusias dan
kelelahan), jumlah siswa dan kemampuan siswa. Guru harus bisa mengelola
pembelajaran berdasarkan jumlah siswa dan harus mengatur tempat duduk supaya
sesuai dengan kondisi siswa dalam belajar. Posisi tempat duduk tidak harus seperti
kelas formal reguler, tetapi bersifat fleksibel dan mendukung terhadap proses
pembelajaran.
5. Faktor Pendidik (Guru)
Guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing
dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah
maupun di luar sekolah. Seorang guru harus berpacu dalam pembelajaran, dengan
memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif,
professional, dan menyenangkan. Selain itu, guru juga mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk
mencapai keberhasilan pengajaran. Salah satu faktor untuk mencapai keberhasilan
dalam proses belajar mengajar, guru harus dapat menerapkan suatu cara untuk
tercapainya tujuan pembelajaran.
6. Faktor Media, Fasilitas, dan Sumber Belajar
Dalam hal ini perlu diupayakan, apabila guru dan siswa akan menggunakan alat
atau fasilitas maka guru bersangkutan sebelum pembelajaran harus
mempersiapkan terlebih dahulu. Media pesan lisan (bahasa) harus dapat dipahami
siswa sehingga siswa tidak menimbulkan verbalisme. Pemberdayaan media
maupun bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Dalam rangka mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran di kelas, seorang
guru untuk mempertimbangkan dan memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi belajar peserta didik. Ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar peserta didik yang dapat dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu: (1) faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani peserta didik; (2) Faktor eksternal (faktor dari luar peserta
didik), yakni kondisi lingkungan di sekitar peserta didik; dan (3) faktor
pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik
yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan
kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
C. Jenis-jenis Metode Pembelajaran
2. Metode Demonstrasi
Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa kriteria pemilihan metode
pembelajaran demonstrasi ini yaitu konteks domain tujuan pembelajaran. Karena
kriteria konteks domain tujuan pembelajaran ini yaitu misalnya untuk tujuan
pembelajaran yang menekankan pada domain, afektif, kognitif dan posikomotor,
jika domain yang ditekankan adalah domain psikomotor maka metode yang tepat
dalam pembelajaran adalah metode demonstrasi.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Tanya Jawab Kelebihan dari metode tanya
jawab adalah:
a. Pertanyaan menarik dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa,
sekalipun ketika siswa sedang ribut, yang mengantuk kembali tegar dan hilang
kantuknya.
b. Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan cara berpikir, termasuk
daya ingatan.
c. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan
mengemukakan pendapat.
Adapun kekurangan dari metode tanya jawab ini adalah:
a. Siswa merasa takut, apalagi bila kurang dapat mendorong siswa untuk berani,
dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.
b. Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan
mudah dipahami siswa.
c. Waktu sering banyak terbuang, terutama apabila siswa tidak dapat menjawab
pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
d. Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk
memberikan pertanyaan kepada setiap siswa.
4. Metode Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Jadi, bisa
disimpulkan bahwa metode resitasi adalah metode pembelajaran yang dilakukan
dengan memberikan tugas tertentu kepada siswa untuk dikerjakan dan hasilnya
dapat dipertanggung jawabkan. Tugas yang diberikan guru dapat memperdalam
materi pelajaran dan dapat pula mengevaluasi materi yang telah dipelajari.
Sehingga siswa akan terangsang untuk belajar aktif baik secara individual
maupun kelompok. Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini semua pendidik
memberikan tugas. Jadi, kenyataan siswa banyak mempunyai tugas dari beberapa
mata pelajaran itu. Akibatnya tigas itu terlalu banyak diberikan kepada siswa,
menyebabkan siswa mengalami kesukaran untuk mengerjakan, serta dapat
menganggu pertumbuhan siswa, karena tidak mempunyai waktu lagi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan lain yang perlu untuk perkembangan jasmani dan
rohaninya pada usiannya.
Maka dari itu, ciri yang baik dalam pemilihan metode ini adalah jangan terlalu
sesering atau kerap kali memberikan resitasi atau tugas kepada peserta didik agar
tidak terlalu menyita waktu para peserta didik dan menganggu pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik secara wajar. Sebab itu dalam pelaksanaan metode ini
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Merumuskaan tujuan khusus dari tugas yang diberikan.
b. Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas sebab dalam strategi ini
siswa harus mempertanggung jawabkan segala sesuatu (tugas) yang telah
dikerjakan.
c. Memberikan kebiasaan siswa untuk giat belajar. Memberikan tugas siswa
untuk sifat yang praktis. ( Zuhairini, dkk, Metodik Khusus
Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 98.).
5. Metode Eksperimen
b. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak
selalu mudah diperoleh dan mahal.
c. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan dan ketabahan.
d. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena
mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan
dan pengendalian.(Syaiful Bahri Djamarah & Azwan Zain, Strategi Belajar, h.
85.)
Kelebihan dan Kekurangan Metode Latihan Kelebihan metode latihan ini yaitu
antara lain:
a. Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan
huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.
b. Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian,
penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya.
c. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan
pelaksanaan.
a. Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak
dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian.
b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
7. Metode Inquiri
c. Merumuskan hipotesis;
Dari pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode ini berada
pada ranah kognitif, maka kriteria pemilihan metode pembelajaaran metode
inquiri adalah harus didasarkan pada tujuan pembelajaran atau konteks domain
tujuan pembelajaran yang tujuannya dengan penekanannya pada domain kognitif.
e. Menarik kesimpulan.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri pemilihan metode ini
berdasarkan sifat atau karakter pendidik yang pendiam.
9. Metode Diskusi
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan diskusi
didasarkan pada beberapa aspek, yaitu Tingkat kemampuan siswa itu sendiri,
Materi ( bahan ajar ) dengan karakteristik yang berbeda atau materi yang telalu
banyak maka boleh menggunakan metode pembelajaran ini.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi Kelebihan dari metode diskusi adalah:
a. Siswa memperoleh kesempatan untuk berpikir.
E. Referensi
Zuhairini, dkk. 1983. Metodik Khusus Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Pande Ali &
Imansyah. 1984. Didaktik Metode. Surabaya: Usaha Nasional.
Sagala Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta; Rineka Cipta
Prof. Dr. Syaiful Sagala, M. Pd. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk
membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar, Bandung; Alfabeta:
Wiji Suwarno, 2006 Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jogjakarta; Ar-Ruzz Media:
BAHAN AJAR
A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Media Pembelajaran
D. Uraian Materi
Menurut Rohani (2006:2) media adalah semua bentuk perantara yang dipakai
orang penyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima. Senada
dengan itu, Blake dan Horalsen (dalam Rohani, 2002:2) juga mengemukakan
pendapatnya tentang media.
Dari beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah suatu alat yang dapat digunakan sebagai perantara untuk
menyampaikan isi pelajaran atau mata pelajaran dari guru kepada siswa agar
siswa mudah untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Penggunaan media pembelajaran ini sekaligus agar siswa lebih tertarik
terhadap isi pesan yang disampaiakan.
Media pembelajaran bukan hanya alat atau perantara seperti tele- visi,
radio, slide, bahkan cetakan, tetapi juga meliputi orang atau manusia sebagai
sumber belajar atau juga berupa kegiatan seperti diskusi, seminar, simulasi,
karyawisata, dan sebagainya untuk menambah wawasan dan pengetahuan,
mengubah sikap siswa serta untuk menambah keterampilan.
Menurut Kemp (dalam Nurani dkk. 2003) kontribusi atau peranan media
dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Penyajian bahan ajar dapat diwujudkan dalam bentuk yang lebih standar
Penyajian bahan ajar yang dituangkan dalam bentuk media yang
dirancang dengan baik menjadi relatif tetap, baik dari segi sistematika
penyampaian maupun jumlah dan jenis materi, walaupun materi tersebut
diajarkan pada siswa dan kelas yang berlainan. Hal ini sulit terjadi jika
guru tidak menggunakan media. Penyajian ma- teri antara satu kelas
dengan kelas lain yang paralel akan berbeda- beda walaupun pada masa
yang hampir bersamaan (sinkronik), apalagi pada tahun yang berbeda
(diakronik). Misalnya dengan menggunakan media audio visual yang
berisikan langkah dan contoh berpidato, siswa pada satu kelas akan
mendapat penyajian urutan dan jumlah materi yang sama dengan kelas
lain yang sederajat.
2) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik
Pemanfaatan media yang dirancang dengan memperhatikan aspek estika,
apalagi menggunakan piranti yang canggih, dalam proses pembelajaran
akan menimbulkan daya tarik bagi siswa. Apabila sudah tertarik,
motivasi siswa juga akan meningkat sehingga mere- ka lebih dapat
menikmati dan mengikuti pelajaran dengait baik. Misalnya dalam
mengajarkan menulis teks deskriptif, penggunaan media yang menggunakan
gambar-rekaman audio-visual ke- hidupan binatang di alam liar dengan
pemandangan yang indah se- bagai bahan tulisan akan meningkatkan
penalaran dan imajinasi siswa dalam menulis teks deskriptif. Di samping
itu, penggunaan media semacam ini juga dapat menimbulkan rasa ingin tahu
siswa yang lebih besar mengenai materi yang disajikan.
3) Kegiatan belajar dapat menjadi lebih interaktif
Menurut Daryanto (1993) media visual adalah semua alat peraga yang
digunakan dalam proses belajar mengajar yang bisa dinikmati lewat panca
indra mata. Media visual merupakan penyampaian pesan atau informasi
melalui tampilan model, gambar, dan grafik sehingga pesan yang
disampaikan dapat diterima.
Media visual memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar,
media visual dapat memperlancar pemahaman dan mem- perkuat ingatan.
Media visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan memberikan
hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Jika dikaitkan antara
media visual dan pembelajaran akan di- peroleh hubungan yang positif yakni
pembelajaran akan lebih menarik, efektif, dan efisien dalam proses
pelaksanaannya.
Media visual dapat berupa (a) gambar representasi, seperti gambar,
lukisan, atau foto yang menunjukkan bagaimana nampaknya suatu benda; (b)
diagram yang melukiskan hubungan-hubungan konsep, organisasi dan
struktur materi, (c) peta yang menunjukkan hubungan-hubungan ruang
antar unsur-unsur, (d) grafik yakni dapat berupa bagan yang menyajikan
gambaran seperangkat gambar atau angka-angka.
Secara garis besar ada beberapa prinsip pemilihan media visual, di-
antaranya:
a) Ketepatan dalam pemilihan media visual, dimana menyebabkan proses
pembelajaran menjadi lancar, dan materi yang disampaikan dapat
dipahami oleh peserta didik
b) Membuat media visual yang efektif yaitu bentuk media visual dibuat
sesederhana mungkin agar mudah dipahami
c) Media visual yang dipilih harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai
d) Media visual harus bersifat fleksibel, sehingga tidak menyulitkan peserta
didik dalam memahami materi.
e) Menggunakan gambar untuk membedakan dua konsep yang ber- beda
f) Keterangan gambar harus dicantumkan secara garis besar dan penggunaan
warna harus realistic.
1) Model
a) Gambar atau foto, adapun kelebihan gambar atau foto sebagai media
pembelajaran adalah; memberikan tampilan yang si- fatnya konkret,
gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, gambar atau foto
dapat mengatasi keterbatasan penga- matan kita, dapat memperjelas
suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa
saja, serta harganya mu- rah, mudah didapat serta mudah digunakan
tanpa memerlukan peralatan khusus.
b) Sketsa, merupakan gambar sederhana atau draft kasar yang me-
lukiskan bagian pokok tanpa detail.
c) Diagram/skema, adalah gambar sederhana yang menggunakan garis
dan symbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara
garis besar. Misalnya diagram organisasi ke- hidupan dari sel sampai
organisme.
d) Bagan/chart, digunakan untuk menyajikan ide atau konsep yang sulit
sehingga lebih mudah dimengerti siswa. Dalam bagan sering dijumpai
bentuk grafis lain seperti gambar, dia- gram, kartun, atau lambang
verbal.
e) Grafik, merupakan gambar sederhana yang menggunakan garis, titik,
symbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data
kuantitatif. Fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data
kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau
perbandingan sesuatu objek atau peristiwa yang saling berhub- ungan
secara singkat dan jelas.
f) Kartun, penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur ten- tang
orang, gagasan atau situasi. Dalam pengajaran kartun dapat berfungsi
mempejelas rangkaian isi bahan dalam satu urutan logis atau
mengandung makna.
g) Poster, poster dapat menyampaikan pesan dan kesan tertentu yang
mampu mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang
melihatnya.
h) Papan Planel, yaitu papan yang dilapisi kain flannel untuk menyajikan
gambar atau kata-kata yang mudah ditempel dan mudah pula dilepas.
3) Media Bahan Cetak
1) Media rekaman memiliki harga yang cenderung dapat di- jangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, sehingga ketersediannya dapat
diandalkan.
2) Rekaman dapat digandakan untuk keperluan perorangan se- hingga
pesan dan isi pelajaran dapat berada di beberapa tempat pada waktu
yang bersamaan.
3) Merekam peristiwa atau isi pelajaran untuk digunakan kemudian.
4) Rekaman memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mendengarkan diri sendiri sebagai alat diagnosis guna membantu
meningkatkan keterampilan mengucapkan, membaca, dll.
5) Pengoperasian media rekaman relative murah dan mudah
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2007: 124), media
audio visual dibagi menjadi dua yaitu:
a. Audio Visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar
seperti bingkai suara (Sound Slide).
b. Audio Visual gerak yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara
dan gambar bergerak seperti film dan video.
1) Media Audio Visual Murni
Adalah media yang dapat menampilkan unsur suara serta gambar yang
bergerak, unsur suara atau unsur gambar itu berasal dari suatu sumber.
a. Film Bersuara, film merupakan media yang amat besar kemampuannya
dalam membantu proses belajar mengajar. Film yang baik adalah film
yang dapat memenuhi kebutuhan siswa sehub- ungan dengan yang
dipelajari. Film yang baik memiliki ciri-ciri yaitu, a) sesuai dengan
tema pembelajaran; b) dapat menarik minat siswa; c) Benar dan
autentik; d) Up to date dalam setting, pakain dan lingkungan; e) sesuai
dengan tingkat kematangan siswa; f) perbendaharaan bahasa yang
benar.
b. Video, video adalah media audio visual yang menampilkan gerak.
Pesan yang disampaikan dalam video dapat bersifat fakta ataupun
fiktif, bersifat informatif, edukatif, serta instruksional
c. Televisi, televisi adalah media yang menyajikan pesan-pesan
pembelajaran secara audio visual serta unsur gerak didalamnya.
2) Media Audio visual tidak murni
Merupakan media yang unsur suara serta gambarnya be- rasal dari sumber
yang berbeda. Audio visual tak murni biasa dise- but dengan audio visual
diam plus suara adalah media yang men- ampilkan suara disertai gambar
diam, misalnya Sound Slide (Film bingkai Suara). Slide atau filmstrip yang
ditambah dengan suara bukan alat audio visual yang lengkap, karena suara
dan rupa berada terpisah, oleh sebab itu slide atau filmstrip termasuk media
audio visual saja atau media visual diam plus suara. Slide bersuara meru-
pakan suatu inovasi dalam pembelajaran yang dapat digunakan se- bagai
media pembelajaran dan efektif membantu siswa dalam me- mahami
konsep yang abstrak menjadi lebih konkrit.
Kelebihan dan kekurangan media pembelajaran Audio-Visual:
Pemilihan media merupakan suatu keputusan yang dapat menen- tukan terhadap
ketepatan jenis media yang akan digunakan dapat mempengaruhi afaktifitas dan
efisiensi proses pembelajaran. Disamping itu pemilihan media juga membuat
pembelajaran mejadi menarik , sehingga menimbulkan motivasi belajar dan
perhatian siswa menjadi ter- pusat kepada topik yang dibahas dalam kegiatan
pembelajaran. Agar da- lam pemilihan media pembelajaran tepat, maka yang
perlu di pertim- bangkan adalah faktor/ kriteria-kriteria, prinsip-prinsip, dan
langkah- langkah dalam pemilihan media pembelajaran.
Menurut Nana Sudjana (1990: 4-5) kriteria yang perlu dipertimbangkan guru
dalam memilih media pembelajaran diantaranya :
1) Tujuan instruksional
2) Keefektifan
3) Siswa
4) Ketersediaan
5) Biaya pengadaan
6) Kualitas teknis.
1) Tidak ada satupun media yang paliang baik untuk semua tujuan
pembelajaran. Suatu media hanya cocok untuk tujuan pembelajaran
tertentu, tetapi mungkin tidak cocok untuk pembelajaran lain.
2) Media merupakan bagian dari integral dari proses pembelajaran. Maksunya
adalah media pembelajaran bukan hanya sekedar alat bantu mengajar guru
saja, tetapi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses
pembelajaran. Penerapan suatu media harus sesuai komponen lain dalam
perancangan pembelajaran.
3) Media apapun yang hendak digunakan, sasarannya untuk memu- dahkan
belajar peserta didik. Kemudahan belajara peserta didik ha- ruslah
dijadikan acuan utama dalam pemiilihan dan penggunaan suatu media.
4) Penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan pembelajaran bukan
hanya sekedar pengisi waktu atau hiburan, melainkan mempunyai tujuan
yang menyatu dengan pembelajaran yang ber- langsung.
5) Pemilihan media hendaknya bersifat objektif , yang artinya didasar- kan
pada tujuan pembelajaran tidak didasarkan pada kesenangan pribadi tenaga
pengajar.
6) Penggunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan peserta
didik. Penggunaan multi media tidak berarti menggunakan media yang
banyak sekaligus, tetapi media tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan
media yang lain untuk tujuan yang lain pula.
7) Kelebihan dan kekurangan media tidak tergantung pada kekonkritan dan
keabstrakannya saja. Media yang kongkrit wujudnya, mungkin sulit untu
dipahami karena kerumitannya, tetapi media yang abstrak dapat
memberikan pengertian yang tepat.
Media pembelajaran yang telah dipilih agar dapat digunkan secara efektif
dan efisien perlu menempuh langkah-langkah secara sistematis. Ada tiga
langkah- langkah yang dapat dilakukan dalam penggunaan media
pembelajaran, langkah-langkah tersebut diantaranya:
a) Persiapan
3. Jelaskan lebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh peserta didik
selama proses pembelajaran.
Lingkungan alam asli adalah lingkungan yang masih belum ban- yak
tersentuh oleh tangan manusia, murni dari alam dan bukan rekayasa
manusia. Contoh lingkungan alam asli yang dapat dijadi- kan sumber
belajar misalnya hutan, gunung, danau, pantai, laut, sungai, dan
sebagainya.
e. Sumber belajar menjadi lebih kaya, karena lingkungan yang dipela- jari
bisa beranekaragam.
E. Referensi
Fikri, Hasnul & Ade Sri Madona. 2018. Pengembangan Media Pembelajaran Ber- basis
Multimedia Interaktif. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru
A.Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
C.Materi Perkuliahan
Keterampilan Dasar Mengajar (4 Keterampilan)
D.Uraian Materi
A. Keterampilan Menjelaskan
1. Pengertian Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah keterampilan menyajikan
informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya
hubungan anatara satu bagian dengan bagian lainnya, misalnya antara sebab dan akibat,
definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui. Saud (2012).
Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan
yang cocok, merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. Pemberian penjelasan merupakan
suatu aspek yang sangat penting dalam kegiatan seorang guru. Interaksi di dalam kelas
cenderung dipenuhi oleh kegiatan pembicaraan, baik seorang guru sendiri, guru dengan
siswa, maupun siswa dengan siswa.
Keterampilan menjelaskan ini berhubungan dengan:
a. Penyampaian sesuatu ide/pendapat ataupun pemikiran (dalam hal ini, bahan pelajaran)
dalam bentuk kata-kata.
b. Pengorganisasian dalam menyampaiakan ide tersebut
c. Sistematika penyampaian
d. Hubungan antar hal terkandung dalam ide itu
e. Upaya untuk secara sadar menumbuhkan pengertian ataupun pemahaman pada diri
siswa.
2. Tujuan Keterampilan Menjelaskan
Menurut Saud,Udin Syaefudin (2012) tujuan utama keterampilan menjelaskan
sebagai berikut:
a. Membimbing murid memahami materi yang dipelajari
b. Melibatkan murid untuk berpikir untuk memecahkan masalah
c. Untuk memberikan balikan pada murid mengenai tingkat pemahamannya dan untuk
mengatasi kesalahpahaman mereka
d. Membimbing murid untuk menghayati dan mendapat proses penalaran serta
menggunakan bukti-bukti dalam pemecahan masalah
e. Menolong siswa untuk mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-prinsip
umum secara objektif dan bernalar
3. Komponen Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan terdapat komponen-komponen yang harus diperhatikan.
Komponen-komponen tersebut diantaranya yaitu komponen merencanakan dan penyanjian
suatu penjelasan.
a. Komponen Merencanakan
Penjelasan yang diberikan oleh guru perlu direncanakan dengan baik, terutama yang
berkenaan dengan isi pesan dan menerima pesan.
1) Isi pesan (materi)
Isi pesan (materi) meliputi:
a) Analisis masalah secara keseluruhan, dalam hal ini termasuk mengidentifikasikan
unsur-unsur apa yang akan dihubungkan dalam penjelasan tersebut.
b) Penemuan jenis hubungan yang ada antara unsur-unsur yang dikaitkan tersebut.
c) Penggunaan hukum atau generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah
ditentukan.
2) Penerima pesan
Merencakan suatu penjelasan harus mempertimbangkan penerima pesan. Penjelasan
yang disampaikan tersebut sangat tergantung pada kesiapan anak yang
mendengarkannya. Hal ini berkaitan erat dengan jenis kelamin, usia, kemampuan, latar
belakang, sosial, dan lingkungan belajar. Oleh karena itu, dalam merencanakan suatu
penjelasan harus selalu mempertimbangkan faktor tersebut.
b. Komponen Penyajian
Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Kejelasan
Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
siswa dan menghindari pengucapan istilah-istilah lain yang tidak dapat
dimengerti oleh siswa.
2) Penggunaan contoh ilustrasi
Dalam memberikan penjelasan sebaiknya menggunakan contoh-contoh yang ada
hubungannya dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pemberian tekananDalam memberikan penjelasan, guru harus mengarahkan perhatian
siswa agar terpusat pada masalah pokok dan mengurangi informasi yang tidak penting.
Dalam hal ini guru dapat menggunakan tanda atau isyarat lisan, seperti “yang terpenting”,
“perhatikan baik-baik konsep ini” atau “perhatikan yang ini agak susah”.
4) Penggunaan balikan
Guru hendaknya memberi kesempatan pada siswa untuk menunjukkan pemahaman,
keraguan, atau ketidakmengertiannya ketika penjelasan itu diberikan. Berdasarkan balikan
itu guru perlu melakukan penyesuaian dalam penyajiannya, misalnya kecepatannya,
memberi contoh tambahan atau mengulangi kembali hal-hal yang penting. Balikan tentang
sikap siswa dapat dijaring bersamaan dengan pertanyaan yang bertujuan menjaring balikan
tentang pemahaman mereka.
4. Prinsip – Prinsip Keterampilan Menjelaskan
Adapun prinsip-prinsip menurut Saud (2012) sebagai berikut:
a. Penjelasan dapat diberikan pada awal, di tengah, ataupun di akhir jam pelajaran,
tergantung pada keperluannya. Penjelasan itu dapat juga diselingi dengan tujuan
pembelajaran.
b. Penjelasan harus relevan dengan tujuan pembelajaran.
c. Guru dapat memberikan penjelasan apabila ada pertanyaan dari siswa ataupun yang
direncanakan oleh guru sebelumnya.
d. Materi penjelasan harus bermakna bagi siswa.
e. Penjelasan harus sesuai dengan kemampuan dan karateristik siswa.
5. Tahapan-Tahapan Dalam Keterampilan Menjelaskan
Menurut Saputri (2014) terdapat lima tahap dalam keterampilan menjelaskan, yaitu:
a. Menyampaikan Informasi
Secara sederhana menyampaikan informasi adalah memberi tahu. Dalam konteks
pembelajaran, menyampaikan informasi adalah memberitahu peserta didik tentang definisi-
definisi atau pengertian-pengertian dasar tentang materi pembelajaran.
b. Menerangkan
Pada tahap ini guru menguraikan istilah-istilah asing yang belum dikenal peserta didik.
c. Menjelaskan
Langkah inti adalah penjelasan. Penjelasan dimaksudkan untuk menunjukkan “mengapa”,
“bagaimana”, dan “untuk apa”. Pola penjelasan ini berupaya membuktikan hubungan antara
dua hal atau lebih yang saling mempengaruhi, bahkan menunjukkan sebab-akibat.
d. Pemberian Contoh
Untuk menyampaikan pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dijelaskan,
berilah contoh konkret secara nyata.
e. Latihan
Langkah terakhir di dalam penjelasan adalah latihan. Latihan peserta didik dengan mencari
hubungan sebab-akibat pada fenomena atau peristiwa yang lain.
6. Kelebihan Penerapan Keterampilan Menjelaskan
Kelebihan penerapan keterampilan menjelaskan menurut Saputri (2014) diantaranya sebagai
berikut:
a. Lebih mudah dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menemukan,
mengorganisasi, dan menilai informasi yang diterima.
b. Lebih mudah dalam memancing meningkatkan kemampuan siswa dalam membentuk
dan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan atas informasi yang
lengkap dan relevan.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan ide-ide dan mengemukakan ide-ide
tersebut.
d. Dapat mengatasi masalah pembelajaran yang diikuti oleh jumlah peserta didik yang
besar.
e. Merupakan cara yang lebih mudah saat guru akan memulai mengenalkan materi.
f. Dapat meningkatkan analisis guru terhadap teori yang sedang disampaikan dan guru
menjadi benar-benar mengerti isi berita dengan analisa yang lebih mendalam.
7. Kelemahan Penerapan Keterampilan Menjelaskan
Kelemahan penerapan keterampilan menjelaskan menurut Saputri (2014) diantaranya
sebagai
berikut:
a. Bila menjelaskan dilakukan terlalu lama, peserta didik cenderung menjadi
kaarkteristik auditif (mendengar) dan akhirnya menjadi siswa yang pasif.
6b. Apabila selalu digunakan dan terlalu lama maka perjalanan akan terkesan
membosankan.
c. Bila menjelaskan dilakukan terlalu lama, kesempatan untuk berdiskusi menjadi terlalu
sedikit bahkan habis untuk menjelaskan.
B. Keterampilan Membuka dan Menutup
1. Pengertian Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
a. Pengertian Membuka Pelajaran
Membuka pelajaran adalah seberapa jauh kemampuan guru dalam memulai interaksi
belajar mengajar untuk suatu jam pelajaran tertentu. Menurut Soli Abimanyu membuka
pelajaran adalah “kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pendidik untuk menciptakan suasana
siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan
dipelajari.
Adapun menurut Sanjaya membuka pelajaran atau set induction adalah usaha yang
dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi bagi siswa
agar mental maupun perhatian terpusat pada pengalaman belajar yang disajikan sehingga
akan mudah mencapai kompetensi yang diharapkan, artinya kegiatan yang dilakukan oleh
guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian agar siswa
terpusat pada hal – hal yang akan dipelajarinya. Dari beberapa teori di atas dapat
disimpulkan bahwasannya membukan pelajaran (set induction), adalah aktivitas yang
dilakukan guru untuk menciptakan kondisi siap mental, menumbuhkan perhatian serta
meningkatkan motivasi siswa agar terpusat pada kegiatan belajar yang dilakukan. Kegiatan
membuka pelajaran bukanlah kegiatan basa – basi tanpa arah yang jelas. dengan membuka
pelajaran dimaksudkan untuk menkondisikan siap mental bagi siswa untuk mengikuti
pembelajaran. Oleh karna itu, siap guru dituntun melatih diri agar memiliki keterampilan
membuka pembelajaran dengan baik dan tepat. Jika siswa sejak awal sudah memiliki
kesiapan untuk belajar, maka tidak terlalu sulit bagi guru untuk mengaktifkan siswa dalam
langkah pembelajaran selanjutnya (kegiatan inti pembelajaran). banyak orang beranggapan
bahwa kesan pertama dari suatu bentuk hubungan merupakan kunci keberhasilan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain, bahwa kesan pertama yang baik akan
membuahkan hasil yang baik.
Hubungan yang tercipta antara guru dan siswa pada waktu interaksi belajar mengajar
berlangsung, sesungguhnya ada dan dapat diamati tetapi dengan cara yang tidak langsung.
Kalimat – kalimat awal yang diucapkan guru menentukan keberhasilan jalannya sebuah
pelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran bergantung pada metode mengajar guru diawal
pelajaran. Seluruh persiapan dan rencana sebelum mangajar dapat menjadi tidak berguna
jika guru gagal dalam memperkenalkan pelajaran. Dalam tahap ini, yang perlu dilakukan
terlebih dahulu adalah menetapkan sikap dan minat yang benar diantara anggota kelas.
Berdo’a dan ucapan yang lembut pada waktu pelajaran dimulai, misalnya “ selamat pagi
saudara/anak-anak” atau menanyakan siapa-siapa hari itu tidak masuk, apa sebabnya tidak
masuk dan lain sebagainya akan mempunyai arti yang penting bagi siswa. Ucapan tersebut
seakan-akan menandai bahwa interaksi belajar mengajar secara resmi dibuka dan guru telah
siap membimbing siswa dengan cinta dan kasih yang tulus. Pada diri siswa akan tumbuh
rasa hormat, senang, tentram dan bergairah dalam kelompok siswa yang sedang belajar
dengan mengorbankan exsistensi pribadinya.
b. Pengertian Menutup Pelajaran
Pelajaran dapat dikatakan suatu proses yang tidak pernah berhenti karena merupakan
suatu proses yang tidak berhenti atau merupakan suatu proses yang berkalanjutan menuju
kearah kesempurnaan. Setiap kali berakhir dari suatu interaksi antara guru dan siswa,
hanyalah merupakan suatu terminal saja untuk kemudian beranjak keinteraksi selanjutnya
pada hari atau minggu lain, jadi akhir suatu pelajaran bukan bearti seluruh proses belajar
atau interaksi telah selesai sama sekali. Oleh karena itu,suatu kesan perpisahan yang baik
pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan pada kesempatan yang lain dapat
diterima dan berlangsung baik.
Mengakhiri pelajaran atau menutup pelajaran sama pentingnya dengan membuka
pelajaran, walau tentu saja berbeda tujuan dan fungsinya. Seperti juga dalam membuka
pelajaran, dalam rangka menutuo pelajaran seyogyanya dilakukan bersama-sama dimana
murid semua kelas yang dirangkap hadir dalam suatu ruangan atau satu tempat. Hal ini
dimaksudkan agar dapat mengontrol suatu episode pembelajaran untuk setiap kelas secara
utuh.Menurut Soli Abimayu menutup pelajaran pada dasarnya adalah kegiatan yang
dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan init pembelajaran.
2. Manfaat Membuka dan Menutup Pelajaran
a. Manfaat Membuka Pelajaran
Untuk menciptakan kondisi kesiapan mental siswa dalam mengikuti pembelajaran,
maka kegiatan membuka pelajaran tidak cukup hanya dengan melakukan kegiatan yang
bersifat adminitrasi seperti : mengecek kehadiran siswa, menyiapkan alat-alat pelajaran,
mempersiapkan buku sumber dan kegiatan adminitrasi lainnya.
Kegiatan atau pemeriksaan yang bersifat adminitrasi saja pada mengawali
pembelajaran, belum tentu akan mencapai sasaran menumbuhkan kesiapan mental siswa
secara optimal. Dengan demikian, kegiatan membuka pembelajaran selain untuk
mempersiapkan hal-hal yang bersifat teknis adminitratif, terutama harus memfokuskan pada
upaya mengkondisikan kesiapan baik fisik dan mental, perhatian dan motivasi siswa untuk
mengikuti kegiatan inti pembelajaran.
Maka manfaat dari keterampilan membuka pelajaran adalah :
1) Menyiapkan mental siswa untuk memasuki kegiatan inti pelajaran.
2) Membangkitkan motivasi dan perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
3) Memberikan gambaran yang jelas tentang aktivitas belajar yang akan dilakukan dan
batasbatas tugas yang harus dikerjakan siswa.
4) Menyadarkan siswa akan adanya hubungan antara pengalaman/bahan yang sudah
dimiliki/diketahui dengan yang akan dipelajari.
b. Manfaat Menutup Pelajaran
Adapun manfaat dari menutup pelajaran yaitu :
1) Untuk memberikan pemahaman yang utuh terhadap materi pokok atau kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
2) Mementapkan pemahaman siswa terhadap materi pokok atau kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan.
3) Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil pembelajaran yang telah diperoleh siswa,
sekaligus sebagai umpan balik bagi guru.
4) Untuk memberikan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan proses dan hasil
pembelajaran yang telah dicapai siswa.
E. Referensi
Alma, H. Buchari. 2010. Guru Profesionalisme. Bandung: Alfabeta
Majid, Abdul. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saud,Udin Syaefudin. 2012. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta
Sartika, Dewi.(2014). Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas. Jambi: Universitas Jambi.
Usman, Moh. Uzer. (2013). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
BAHAN AJAR
A.Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
C.Materi Perkuliahan
Keterampilan Dasar Mengajar (4 Keterampilan)
D.Uraian Materi
A. Pengertian Keterampilan Dasar Mengajar
Mengajar merupakan proses yang kompleks, tidak sekedar menyampaikan
informasi dari guru kepada siswa, banyak kegiatan maupun tindakan yang harus
dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada siswa. Menurut
Amstrong dkk (1992:33) yaitu kemampuan menspesifikasi tujuan performasi,
kemampuan mendiagnosa murid, keterampilan memilih strategi penajaran, kemampuan
berinteraksi dengan murid, dan keterampilan menilai efektifitas pengajaran. Menurut Ali (
1987 : 12 ) mengajar adalah : “Segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi
kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang
dirumuskan”.
Sedangkan menurut Nasution (1995:4) memberikan definisi mengajar yang
lengkap sebagai berikut: (1) Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada anak; (2)
Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada anak; (3) Mengajar adalah suatu
aktivitas mengorganisir atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan
dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
mengajar adalah keterampilan yang berkaitan dengan semua aspek kemampuan guru yang
berkaitan erat dengan berbagai tugas guru yang berbentuk keterampilan dalam rangka
memberi rangsangan dan motivasi kepada siswa untuk melaksanakan aktivitas oleh guru
adalah keterampilan untuk membimbing, mengarahkan, membangun siswa dalam belajar
guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan secara terpadu. Keterampilan
dasar mengajar adalah kemampuan atau keterampilan yang bersifat khusus yang harus
dimiliki oleh guru, dosen, instruktur atau widyaiswara agar dapat melaksanakan tugas
mengajar secara efektif, efisien dan professional.
E. Referensi
Asril, Zainal. 2011. Micro Teaching Disertai dengan Pedoman Pengalaman Lapangan. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Helmiati. 2013. Micro Teaching Melatih Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta : CV
Aswaja Pressindo.
Hermawan, Hendy. 2006. Dasar-Dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar.
Bandung: CV Citra Praya.
Nasional, S., Era, P., Jakarta, U. M., Roro, M., Wahyulestari, D., Guru, P., Dasar, S.,
Muhammadiyah, U., Kamus, D., & Bahasa, B. (2018). Abstrak. 199–210.
Wardani, IGAK, 1999. Pemantapan Kemampuan Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka