Anda di halaman 1dari 169

BAHAN AJAR

MATA KULIAH STRATEGI PEMBELAJARAN DI SD

TIM PENYUSUN:

Dra. Rahmatina, M.Pd


Drs. Muhammadi, M. Si
Dra. Rifda Eliyasni, M.Pd
Dra. Tin Indrawati, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS


ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAHUN 2022
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan :2

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menjelaskan hasil kajian Hakikat Belajar dan Pembelajaran, Prinsip
Belajar, Motivasi dan Masalah-Masalah dalam Pembelajaran dengan bahasa sendiri dan
menekankan pentingnya dijadikan sebagai landasan dalam praktik pembelajaran (C2+A3)
(CPMK2).
C. Materi
Hakikat Belajar dan Pembelajaran, Prinsip Belajar, Motivasi dan Masalah-Masalah dalam
Pembelajaran
D. Uraian Materi
A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
1. Hakekat Belajar
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah
tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan berbuat (W.Gulo, 2002:
23).Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan prilaku siswa yang relatif
positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif (syah, 2003), dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri
dari beberapa tahap. Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar, dan salah
satu tahapan nya adalah yang dikemukakan oleh witting yaitu :
 Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi,
 Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi,
 Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah,2003).
Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang
menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung,
yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan
lingkungan(Roziqin, 2007: 62).Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan
adanya beberapa ciri belajar, yaitu:
1) Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior)
2) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang
terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah.
3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar
sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman
5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Di dalam tugas melaksanakan
proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar
berikut:
 Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang lain.
 Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya
 Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap
langkah yang dilakukan selama proses belajar.
 Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat
proses belajar lebih berarti.
 Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung jawab dan
kepercayaan penuh atas belajarnya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah
perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari
perubahan perilaku, yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu
yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menunjukkan ke arah
kemajuan.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya
melakukan perubahan.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baiktujuan
jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata,
tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilan nya.
seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh
keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

2. Hakekat Pembelajaran
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka
pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik
(Darsono, 2000:24). Adapun yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah sarana
dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana
belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini tentu berbeda dengan proses belajar yang
diartikan sebagai cara bagaimana para pembelajar itu memiliki dan mengakses isi
pelajaran itu sendiri (Tilaar,2002:128).
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembelajaran
membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik,
dimana penekanan nya adalah pada proses pembelajaran oleh peserta didik student
oflearning ), dan bukan pengajaran oleh guru(teacher of teaching ) (Suryosubroto,
1997:34).
Konsep seperti ini membawa konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih
ditekankan pada keaktifan peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan
sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta
didik. Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari
segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan
mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai.Ini
sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan
perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9)
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dan tugas guru
adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk
membantu peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan
minatnya. Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan
menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Fungsi-fungsi pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran sebagai sistem
Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara
lain tujuan pembelajaran , materi pembelajaran , strategi dan metode pembelajaran,
media pembelajaran/alat peraga , pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan
tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).
2. Pembelajaran sebagai proses
Pembelajaran sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam
rangka membuat siswa belajar, meliputi:
 Persiapan, merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan
persiapan mengajar (lesson plan) dan penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain
alat peraga, dan alat evaluasi, buku atau media cetak lainnya.
 Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran
yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-
metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapan nya, serta filosofi
kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya terhadap siswa.
 Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini
dapat berbentuk enrichment(pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan
remedial teaching bagi siswa yang ber kesulitan belajar.
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
o Merupakan upaya sadar dan disengaja.
o Pembelajaran harus membuat siswa belajar.
o Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.
o Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasil.

C. Prinsip Belajar
1. Pengertian Prinsip Belajar
Prinsip Belajar Menurut Gestalt : Adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan
peserta didik sehingga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar mengajar
yang dilakukan secara terus menerus dan diharapkan peserta didik akan mampu
menghadapi permasalahan dengan sendirinya melalui teori-teori dan pengalaman-
pengalaman yang sudah diterimanya.
Prinsip Belajar Menurut Robert H Davies : Suatu komunikasi terbuka antara pendidik
dengan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar yang bermanfaat bagi dirinya
melalui contoh-contoh dan kegiatan praktek yang diberikan pendidik lewat metode yang
menyenangkan siswa. Berdasarkan Pendapat para Ahli, disimpulkan bahwa : Prinsip
Belajar adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar Proses
Belajar dan Pembelajaran dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta
didik.
Berikut ini prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rothwal A.B. (1961) adalah :
 Prinsip Kesiapan (Readinees)
 Prinsip Motivasi (Motivation)
 Prinsip Persepsi
 Prinsip Tujuan
 Prinsip Perbedaan Individual
 Prinsip Transfer dan Retensi
 Prinsip Belajar Kognitif
 Prinsip Belajar Afektif
 Prinsip Belajar Evaluasi
 Prinsip Belajar Psikomotor
Prinsip – Prinsip Belajar Menurut Rochman Nata Wijaya dkk yaitu:
1. Prinsip efek kepuasan ( law of effect )
2. Prinsip pengulangan ( law of exercise )
3. Prinsip kesiapan ( law of readiness )
4. Prinsip kesan pertama ( law of primacy )
5. Prinsip makna yang dalam ( law of intensity )
6. Prinsip bahan baru ( law of recentcy )
7. Prinsip gabungan ( perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan )
Secara Umum, Prinsip-prinsip belajar berkaitan dengan :
1. Perhatian Dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori
belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin
terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada
siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu
dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan
perhatiannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan
belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan
Berliner, 1984 : 372). Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang
memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya
dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut.
Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya.
Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya.
Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat
siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat
eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan sebagainya.
2. Keaktifan Belajar
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang
aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan
aspirasi sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif
mengalami sendri.
3. Keterlibatan Langsung Dalam Belajar
Di muka telah dikatakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang,
belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale
dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman
langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekadar mengamati
secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat
tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara langsung dalam perbuatan (direct
performance), bukan sekadar melihat bagaimana orang menikmati tempe
(demonstrating), apalagi sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan
tempe (telling).
4. Pengulangan Belajar
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan yang dikemukakan oleh teori
Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat. mengkhayal,
merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-
daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi
tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan
menjadi sempuma.
5. Sifat Merangsang Dan Menantang Dari Materi Yang Dipelaiari
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam, situasi
belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yang
mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu
dengan mempelajari bahasa belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya
tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru,
demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan
dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.
6. Pemberian Balikan Atau Umpan Balik Dan Penguatan Belajar
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh
teori belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang
diberi kondisin adalah stimulus nya, maka pada operant conditioning yang diperkuat
adalah respons nya. Kunci dari teori belajar im adalah law of effect – nya Thomdike.
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang
haik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan
berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut
B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi juga ada yang tidak
menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat
memperkuat belajar (gage dan Berliner, 1984: 272).

D. Motivasi dan Masalah-Masalah Dalam Pembelajaran


1. Pengertian Masalah Belajar
Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah
sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai
tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai
suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah
adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan
atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara
psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah
laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
“Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari
pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan
lingkungannya” ( Anita E,Wool Folk, 1995: 196). Menurut (Garry dan Kingsley, 1970:
15 ) “Belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah
melalui praktek dan latihan”.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana
suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Dari definisi masalah
dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut.
“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat
kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan”. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan
keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak
hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat
menimpa siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau
cerdas.
2. Masalah-Masalah Dalam Belajar
1. Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang membawa diri
sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan terjadinya
sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar.
Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan
belajar tersebut sebagai Ilustrasi. Seorang siswa yang tidak lulus ujian matematika
menolak ikut ulangan di kelas lain. Sikap menerima, menolak, atau mengabaikan suatu
kesempatan belajar merupakan urusan pribadi siswa. Akibat penerimaan, penolakan, atau
pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada perkembangan
kepribadian. Oleh karena itu, ada baiknya siswa mempertimbangkan masak-masak akibat
sikap terhadap belajar.
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar.
Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya
motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan
menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu di perkuat terus
menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat. Pada tempatnya diciptakan
suasana belajar yang menggembirakan.
3. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran.
Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan dasar belajar maupun proses
memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan
bermacam-macam strategi belajar mengajar dan memperhitungkan waktu belajar serta
selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian
selama tiga puluh menit telah menurun. Dia menyarankan agar guru memberikan
istirahat selingan selama beberapa menit. Dengan selingan istirahat tersebut, proses
belajar siswa akan meningkat kembali.
4. Mengolah Bahan
Belajar Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan
cara memperoleh ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar
merupakan nilai-nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta
nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik
jika siswa berperan aktif selama proses belajar
3. Faktor Kemunculan Masalah Yang mempengaruhi baik internal maupun
eksternal, sebagai berikut :
a. Faktor Internal : Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta
didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi,
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, dan ketekunan sikap.
b. Faktor eksternal : faktor yang berasal dari peserta didik yang memengaruhi hail belajar
yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat, keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Keluarga yang morat-marit terhadap ekonominya, pertengkaran suami istri,
perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya serta kebiasaan sehari-hari
berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh
dalam hasil belajar peserta didik
Ciri-ciri anak yang bermasalah dalam belajar
a. Susah diatur dan diajak bekerjasama
b. Kurang terbukanya kepada orang tua saat orang tua bertanya kepadaanak,
c .Menanggapi negatif
d. Menarik diri
e. Menolak kenyataan
f. Menjadi pelawan
g. Cari perhatian
h. Suka cari alasan
i. Menghindari tanggung jawab
j. Perkembangan Bahasa yang Lambat
k. Rendahnya Koordinasi Motorik
l. Gangguan Pemusatan Perhatian
m. Usia Sekolah

E. Referensi

Baharuddin, Wahyuni. 2010.Teori belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-RuzzMedia.


Dikutip dari: http://aggilnet.blogspot.com/2011/03/makalah-hakikat-belajar-dan.html
(minggu 1 Juli 2012)
Buku belajar dan pembelajar Dr Dimyanti, Drs. Mudjiono, Penerbit : RINEKACIPTA
Buku Belajar dan Pembelajaran, Dr. Ahmad Susanto, M.Pd, Penerbit : Prenadamedia Group
Dimyati, Mudjiono.1994.
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan :3

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menguraikan hasil kajian Pengertian Strategi Pembelajaran,
Membedakan Model, Pendekatan, Metode dan Teknik dalam Pembelajaran secara tepat
dan menekankan memanfaatkannya dalam praktik pembelajaran secara bermakna.
(C3+A3) (CPMK2).
C. Materi Perkuliahan
Pengertian Strategi Pembelajaran, Membedakan Model, Pendekatan, Metode dan Teknik
dalam Pembelajaran
D. Uraian Materi

A. Perbedaan Model, Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran


1. Model pembelajaran
Model pembelajaran (menurut Joyce dan Weil, 1986) adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran.
Contoh model pembelajaran :
1) Model Pembelajaran Examples Non Example
2) Model Pembelajaran JIGSAW
3) Model Pembelajaran Siklus Belajar 5E
2. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran (menurut T. Raka Joni, 1993) diartikan sebagai cara
umum dalam memandang permasalahan atau obyek kajian. Pendekatan pembelajaran
juga merupakan titik tolak atau cara pandang guru terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung dan bersifat umum. Pendekatan pembelajaran dapat menguatkan dan
melatari metode pembelajaran.
Contoh pendekatan pembelajaran :
1) Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
2) Pendekatan Pembelajaran Kontekstual/Contextual Teaching Learning (CTL)
3) Pendekatan Pembelajaran Pendekatan Open-Ended
3. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran (menurut Sanjaya, 2007) adalah pola umum perbuatan guru
dan siswa di dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar sehingga strategi menunjuk
kepada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru-siswa alam peristiwa belajar-
mengajar. Pada dasarnya strategi masih bersifat konseptual mengenai keputusan-
keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanan pembelajaran.
Contoh strategi pembelajaran :
1) Strategi Pembelajaran Ekspoisitori (SPE)
2) Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
3) Strategi Pembelajaran Berbasis Makalah (SPBM)
4. Motedo pembelajaran
Metode pembelajaran (menurut Slameto, 2003) adalah cara yang harus dilalui di
dalam mengajar. Metode juga dapat diartikan cara yang digunakan dalam rangka
mengimplementasikan rencana kegitan pembelajaran yang telah disusun untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Contoh metode pembelajaran :
1) Metode Pembelajaran Diskusi
2) Metode Pembelajaran Tanya jawab
3) Meode Pembelajaran Demonstrasi
5. Teknik pembelajaran
Teknik Pembelajaran merupakan cara yang dilakukan seseorang guru dalam
menerapkan suatu metode pmbelajaran secara spesifik. Guru dapat menggunakan
variasi teknik pembelajaran dalam satu metode pembelajaran, tergantung kondisi siswa
di kelas.
Contoh teknik pembelajaran :
1) Teknik penggunaan metode ceramah di kelas besar berbeda dengan kelas yang
jumlahnya sedikit
2) Teknik penggunaan metode Tanya jawab di kelas yang aktif berbeda dengan kelas
yang pasif
Perbedaan Model, Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikansecara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat
strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan, langkah- langkah, dan cara yang
digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode
pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke
dalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur
pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di
kelas saat pembelajaran berlangsung. Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses
pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti- ganti teknik meskipun dalam koridor
metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran.
B. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi Pembelajaran
Dalam sebuah pembelajaran bahasa pada jenjang pendidikan dasar,menengah,maupun
tinggi diperlukan pemilihan strategi pembelajaran yang tepat agaar tujuaan pembelajaran
dapat tercapai dengan maksimal.Ada kaalanya tujuan pembelajaran tidak tercapai
sebagaimana yang diharapakan karena pengajar kurang pandai dalam memilih strategi
pembelajaran untuk anak didiknya.Hal ini bila diberikan tentu akan berdampak buruk bagi
peserta didik dan bagi pembelajaran itu sendiri.walaupun kita menyadari ketidak tercapaian
tuuan belajar itu bukan satu-satunya disebabkaan oleh faktor pengajar.
Pemilihan strategi pembelajaran memeuat dua hal penting,yakni pemilihan strategi
belajar yang harus dilakukan peserta didik dan pemilihan strategi mengajar harus
dilaukukan pengajar. Strategi belajar mengacu pada perilaku dan proses berfikir yang
digunakn peserta didik yang mempengaruhi apa yang dipelajari,termasuk proses memori
dan metakognitif. Sedangkan strategi mengajar berkaaitan dengan pendekatan,metode,dan
teknik yang dikuasai dan digunakan pengajar dalam pembelajaran.oleh karena itu,pengajar
dituntut pula mempunyaai kepiawaian dalm memilih pendekatan,metode,dan teknik
mengajar yang benar-benar dibutuhkan oleh pesrta diddik.
Banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi pemelaajaran dan hal ini harus
benar-benar diperhatikan oleh orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran,baik langsung
maupun tidak langsung.
1. Karakteristik Peserta Didik
Peserta didik sebagai orang yang belajar merupakan subjek yang sangat penting dalam
proses pembelajaran. Dalam pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, pengajaran
harus memperhatikan karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta dididk itu
anatara lain sebagai berikut:
1) Kematangan mental dan kecakapan intelektual
Tingkat kematangan mental dan kecakapan intelektual peserta didik sangat
mempengaruhi strategi yang akan digunakan. Masing –masing peserta didik
memiliki kematangan mental dan kecakapan intelektual yang berbeda.oleh karena
itu, strategi yang digunakn harus benar-benar bermanfaat sesuai dengan tingkat
kematangan mental dan kecakapan intelektual.
2) Kondisi fisik dan kecakapan psikomotor
Kondisi fisik merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi
pembelajaran. Demikian pula, kecakapan psikomotor yang demikian dimiliki
peserta didik. Kecakapan psikomotor menyangkut gerakan-gerakan jasmani, seperti
kekuatan, kecpatan, koordinasi, dan fleksibilitas. Suatu strategi pembelajaran
digunakan bila sesuai dengankondisi fisik dan kecakapan psikomotor peserta
didik.tidak semua strategi cocok digunakan untuk setiap kondisi. Pengajar harus
benar-benar memperhatikan keadaan seperti ini.
3) Umur
Umur merupakan hal yang harus dipertimbangan dalam pememilihan strategi
pembelajaran. Strategi pembelajaran bahasa untuk umur 6-12 tahun tentu akan
berbeda dengan penggunaan strategi untuk peserta didik yang berumur 15-17
tahun, demikian seterusnya. Hal ini kaitannya dengan tugas-tugas perkembangan
belajar peserta didik.
4) Jenis kelamin
Meskipun secara prinsip antara peserta didik perempuan dan laki-laki tidak
terdapat perbedaan, namun dalam hal-hal tertentu terdapat perbedaan, misalnya
minat, cara beljar, kebiasaan, kecakapan, psikomotor, dan perhatian. Jenis kelamin
merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih strategi
pembelajaran yang dipakai, terutama dalam kelas yang heterogen.
2. Kompetensi Dasar yang Diharapkan
Kompetensi dasar adalah pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek subaspek mata pelajaran
tertentu.
Strategi pembelajaran harus dipilih sesuai kompetensi dasar yang diharapkan dapat
dicapai peserta didik. kompetensi tersebut merupakan titik tolak penentuan strategi
yang akan digunakan. Untuk mencapai kompetensi dasar tertentu, kira-kira strategi apa
yang cocok digunakan. Misalnya. Pada aspek kebahasaan, kompetensi yang diharapkan
adalah menguasai dan menggunakan kata dalam konteks. Dengan demikian, metode
yang dipakai sebagai bagian dari strategi adalah dengan menggunakan metode
kontekstual.
3. Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan seperangkat informasi yang harus diserap peserta didik
melalui pembelajaran yang menyenangkan. Peserta didik harus benar-benar merasakan
manfaat bahan ajar atau materi itu setelah ia mempelajarinya.
Secara umum, sifat ban ajar dapat dibedakan ke dam beberapa kategori, yaitu fakta,
konsep, prinsip dan keterampilan. Fakta merupakan sifat suatu gejala, peristiwa, benda
yang nyata, atau wujudnya dapat dilihat atau dirasakan oleh indra.fakta dapat dipelajari
melalui informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau kalimat, istilah , istilah,
maupun pernyataan.
Bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik dengan strategi tertentu
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Relevan dengan standar kompetensi mata pelajaran dan kompetensi dasr yang
harus dicapai peserta didik.
2) Bahan ajar merupakan isi pembelajaran dan penjabaran dari standar kompetensi
dasar tersebut.
3) Memberi motivasi peserta didik untuk belajar lebih jauh.
4) Berkaitan dengan bahan sebelumnya.
5) Bahan disusun secara sistematis dari yang sederhana menuju yang kompleks.
6) Bermanfaat bagi peserta didik.
7) Sesuai dengan perkembangan zaman.
8) Dapat diperoleh dengan mudah.
9) Menarik minat peserta didik.
10) Membuat ilustrasi yang menarik hati peserta didik
11) Mempertimbangkan aspek-aspek linguistik yang ssuai dengan kemampuan peserta
didik.
12) Berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lain.
13) Menstimulasi aktivitas-aktivitas pribadi para peserta didik yang menggunakannya.
14) Menghindari konsep yang samar-samar agar tidak membingungkan peserta didik.
15) Mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas.
16) Membedakan bahan ajar untuk anak dan untuk orang dewasa.
17) Menghargai perbedaan pribadi para peserta didik pemakaianya.
Dari sisi lain, kriteria bahan ajar yang baik dapat ditinjau dari beberap aspek, yaitu
aspek penampilan segi material, aspek buku pendukungnya, aspek linguistik, aspek
filosofi, dan aspek evaluasinya. Di samping itu, di bawah ini dikemukakan sejumlah
peranan bahan ajar, yaitu:
1) Mencerminkan suatu sudut pandang yang tajam dan inovatif mengenai pengajaran
serte mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan ajar yang disajikan.
2) Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca dan bervariasi,
sesuai dengan minat dan kebutuhan para peserta didik.
3) Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan bertahap.
4) Menyajikan metode-metode dan sarana-sarana pengajaran untuk memotivasi pesrta
didik.
5) Menjadi penunjang bagi latihan-latihan dan tugas-tugas praktis.
6) Menyajikan bahan/sarana evaluasi dan remidial yang serasi dan tepat guna.
7) Waktu yang Tersedia
Sebagaimana diketahui, dalam kurikulum pembelajaran bahasa yang berlaku saat
ini, terdapat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik dalam kurun
waktu tertentu, misalnya satu semester atau satu tahun ajaran. Untuk mencapai standar
kompetensi ataupun kompetensi dasar tersebut, pengajar mengembangkan bahan
ajar /materi pembelajaran, kemudian menyampaikan kepada apeserta didik. dalam
penyampaiannya diperlukan strategi yang tepat agar mencapai sasaran.
Bahan ajar yang termaksud kategori sulit diberi waktu yang lebih banyak. Oleh
karena itu, strategi yang dipilih pun harus sesuai dengan alokasi waktu yang sudhah
ditentukan sebelumnya.jangan sampai strategi yang dipilih melebihi waktu yang sudah
ditentukan. Kalau hal ini terjadi terus menerus tentu ada bahan ajar yang tidak
tersampaikan. Dengan demikian, kompetensi dasar peserta didik pun ada yang tidak
bisa dicapai.
4. Sarana/Prasarana Belajar
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
tujuan (KBBI 1993). Yang dimaksud dengan sarana belajar adalah segala sesuatu yang
dapat dipakai peserta didik dalam belajar untuk mencapai suatu kompetensi dasar
tertentu. Misalnya, buku paket, kamus, ensiklopedia, peta, alat peraga. Sedangkan,
prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggarannya
suatu proses. Prasarana belajar bahasa, misalnya laboratorium bahasa, ruang belajar,
kelas yang luas, podium, dan lain-lain.
5. Kemampuan/Kecakapan Pengajar Memilih dan Menggunakan Strategi Pembelajaran
Bahasa
Salah satu tujan uama pembelajaran bahasa adalah mempersiapkan peserta didik
untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi
dapat bermakna bagi peserta ddik dan dapat mencapai kompetensi dasar tertentu,
pengajar dituntut untuk lebih memiliki kemampuan atau kecakapan dalam mejalankan
profesionalismenya.
Pendekatan adalah seperangkat asumsi korektif yang menangani hakikat
pengajaran dan pembelajaran bahasa(Imam. 2004). Pendekatan mengacu pada teori
tentang hakikat bahasa dan hakikat pembelajaran bahasa.
C. Jenis – Jenis Strategi Pembelajaran
Ada beberapa jenis strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Menurut Rowntree
(1974) sebagaimana yang dikutip oleh Wina Sanjaya mengelompokkan ke dalam strategi
penyampaian-penemuan atau exposition-discovery learning, dan strategi pembelajaran
kelompok dan strategi pembelajaran individual atau groups-individual learning.
1. Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi
dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Sebagaimana yang dikutip oleh
Wina, Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung (direct
instruction). Mengapa dikatakan strategi pembelajaran langsung? Sebab dalam strategi
ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk
mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian,
dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda
dengan strategi discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan
sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai
fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini
sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak langsung.
2. Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan,
dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa
yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk
belajar sendiri. Contoh dari strategi pembelajaran ini adalah belajar melalui modul, atau
belajar bahasa melalui kaset audio.
3. Belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang guru
atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran
kelompok besar atau pembelajaran klasikal; atau bisa juga siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil semacam buzz group. Strategi kelompok tidak
memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu dianggap sama. Oleh
karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa yang memiliki kemampuan
tinggi akan terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan biasa-biasa saja;
sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa
yang mempunyai kemampuan tinggi.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat
dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran induktif.
1. Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan
mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan
ilustrasi-ilustrasi; atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang
abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal yang konkrit. Strategi ini disebut
juga strategi pembelajaran dari umum ke khusus.
2. Strateg Induktif adalah pembelajaran dimana bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal
yang konkrit atu contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada
materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran
dari khusus ke umum.
Strategi pembelajaran yang dibedakan menurut pusat pembelajarannya, yaitu :
1. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada guru.
2. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik.
3. Strategi belajar mengajar yang berpusat pada materi pengajaran
Dilihat dari kegiatan pengolahan pesan atau materi, maka strategi belajar mengajar
dibedakan dalam dua jenis, yaitu:
1. Strategi belajar mengajar ekspositori dimana guru mengolah secara tuntas pesan /
materi sebelum disampaikan di kelas sehingga peserta didik tinggal menerima saja.
2. Strategi belajar mengajar heuristik atau kuriorstik, dimana peserta didik
mengolah sendiri pesan / materi dengan pengarahan dari guru.
Strategi belajar mengajar dilihat dari cara pengolahan atau memproses pesan atau
materi dibedakan dalam dua jenis yaitu:
1. Strategi belajar mengajar deduksi yaitu pesan diolah mulai dari umum menuju
kepada yang khusus, dari hal-hal yang abstrak kepada hal-hal yang konkrit.
2. Strategi belajar mengajar induksi yaitu pengolahan pesan yang dimulai dari hal-hal
yang khusus menuju ke hal-hal umum, dari peristiwa-peristiwa yang bersifat
induvidual menuju ke generalisasi.
D. Macam Macam Strategi Pembelajaran
1. Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE)
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok
siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan salah satu dari macam-macam
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru. Hal ini dikarenakan guru
memegang peranan yang sangat penting atau dominan dalam strategi ini.
Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara
rapi, sistematik dan lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya
saja secara tertib dan teratur.
2. Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI)
Strategi Pembelajaran Inquiry (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawabannya dari suatu masalah yang ditanyakan. Proses berpikir
ini biasa dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan yang berorientasi
pada siswa. SPI merupakan strategi yang menekankan kepada pembangunan intelektual
anak. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor,
yaitu maturation, physical experience, social experience dan equilibration.
3. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM)
Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah.
Dilihat dari aspek psikologi belajar SPBM bersandarkan kepada psikologi kognitif
yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman. Pada dasarnya, belajar bukan hanya merupakan proses menghafal
sejumlah ilmu dan fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu
dengan lingkungannya.
Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Hal ini
berarti perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek
efektif dan psikomotor melalui penghayatan secara internal akan masalah yang akan
dihadapi.
Dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk
mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di mayarakat, maka SPBM merupakan
strategi yang memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan.
Hal ini disebabkan pada kenyataan setiap manusia agar selalu dihadapkan kepada
masalah baik masalah yang sederhana sampai masalah yang kompleks. Proses
pembelajaran SPBM ini diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap
individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah
satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem
pembelajaran.
4. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi
pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Dalam
pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa, akan tetapi
siswa dibimbing untuk proses menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui
proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa.
Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah model
pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa
melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan
masalah yang diajarkan.
5. Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK)
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan
oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan.
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang
yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku
yang berbeda (heterogen).
Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh
penghargaan (reward), jika kelompok tersebut menunjukkan prestasi yang
dipersyaratkan.
6. Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Strategi pembelajaran kontekstual/Contextual teaching and learning (CTL) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan
situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
7. Strategi Pembelajaran Afektif (SPA)
Strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan strategi pembelajaran
kognitif dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value) yang sulit diukur
karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam diri siswa. Dalam
batas tertentu, afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral.
Akan tetapi, penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa
dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan
hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan.
E. Strategi Pembelajaran di SD
1. Strategi Pembelajaran Metode ceramah
Jenis strategi pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah yaitu penuturan
materi dalam bahan ajar secara lisan yang dilakukan oleh guru. Terdapat kelebihan dan
kekurangan dalam melaksanakan metode pembelajaran yang satu ini. Yakni:
Kelebihan:
1) Ini adalah metode yang mudah dan murah.
2) Dapat menyajikan materi pelajaran secara luas dan lebih detail.
3) Guru dapat mengontrol keadaan kelas dengan lebih mudah.
Kekurangan:
1) Materi yang diserap siswa hanyalah apa yang diajarkan guru di dalam kelas.
2) Tidak ada peragaan khusus dari setiap materi yang disajikan.
3) Siswa juga sering merasa bosan jika guru tidak memiliki kemampuan berbahasa
yang baik.
4) Lebih sulit untuk mendeteksi tingkat pemahaman siswa
2. Strategi Pembelajaran Metode demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan jenis pembelajaran yang menyajikan materi
pelajaran kepada siswa yang digabungkan dengan penjelasan. Tujuannya agar siswa
dapat lebih mudah memahami materi pembelajaran yang dijelaskan.
Kelebihan:
1) Siswa tidak akan ketinggalan pemahaman karena penjelasan disertai dengan
latihan.
2) Proses pembelajaran juga akan lebih menarik karena siswa tidak hanya
mendengarkan.
3) Dengan proses mengamati, siswa dapat mengembangkan pola berpikirnya dalam
menghubungkan antara teori dan praktik.
Kekurangan:
Memerlukan persiapan yang lebih matang dari segi bahan, peralatan dan juga
bahan dan tempat karena jika tidak, justru akan berdampak pada tidak efektifnya proses
pembelajaran. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kemampuan
dan keterampilan khusus.
3. Strategi pembelajaran metode diskusi
Jenis strategi pembelajaran lainnya yaitu dengan menggunakan metode diskusi
yaitu dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah untuk menemukan solusi yang
tepat.
Kelebihan:
1) Dapat merangsang siswa untuk berpikir lebih kreatif.
2) Dapat melatih siswa dalam mengungkapkan pendapatnya.
3) Dapat melatih siswa untuk saling menghargai sudut pandang.
Kekurangan:
1) Kegiatan diskusi seringkali hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu.
2) Dapat mengaburkan kesimpulan dalam suatu pelajaran, karena topiknya bisa lebih
luas.
3) Seringkali ada perbedaan pendapat yang berujung pada emosi.
4) Perlu waktu lama untuk mempelajari suatu mata pelajaran tertentu.

4. Straegi Pembelajaran Metode simulasi


Sedangkan metode simulasi dalam strategi pembelajaran yaitu dengan
menghadirkan situasi tiruan agar setiap siswa dapat lebih mudah memahami konsep dan
juga materi yang disampaikan.
Kelebihan:
1) Dapat menjadi bekal bagi siswa dalam menghadapi suatu keadaan yang
sebenarnya.
2) Dapat mengembangkan sisi kreatif seorang siswa saat melakukan proses
pembelajaran.
3) Dapat menumbuhkan keberanian dan kepercayaan diri.
4) Dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
Kekurangan:
Ada beberapa faktor psikologis siswa, misalnya rasa malu ketika sedang
melakukan simulasi tersebut.

E. Referensi
Dirdjosoemarto dkk. 2004. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung : FPMIPA UPI dan
JICA IMSTEP.
Roestiyah. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Syah Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung : Remaja
Rosda Karya.
Mastia humi aisyah bilal. (2018). Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pemlihan Strategi
Pembelajaran. Wordpress.com
Huriah Rachmah. (2012). Strategi Pembelajaran Aktif di Sekolah Dasar. Cimahi : STKIP
Pasundan Cimahi.

BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan :4

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Model-Model Pembelajaran Inovatif dalam bentuk lisan
dan tulisan serta memadukan dan mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran dalam
praktik pembeelajaran (C4+A2) (CPMK2).
C. Materi Perkuliahan
Model-Model Pembelajaran Inovatif
D. Uraian Materi
A. Pengertian model pembelajaran inovatif
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Menurut Good dan Travers (dalam Gafar,
2001:37), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau
sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, atau lambang lain. Disebutkan pula
bahwa suatu model dapat dipakai untuk menirukan, menunjukkan, menjelaskan,
memperkirakan atau memperkenalkan sesuatu. Briggs (1977) memberi batasan model
sebagai seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses, seperti
penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi. Miarso (1987)
mendefinisikan model adalah representasi suatu proses dalam bentuk grafis, dan/atau
naratif, dengan menunjukkan unsur-unsur utama serta strukturnya.
Dari pengertian tersebut, para ahli pendidikan memberikan pengertian tentang
model pembelajaran adalah:
1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar. (Syaiful Sagala, 2005).
2. Secara luas, Joyce dan Weil (2000:13) mengemukakan bahwa model pembelajaran
merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan
kurikulum, kursuskursus,rancangan unit pembelajaran, perlengkapan belajar,
buku-buku pelajaran, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program
komputer. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil adalah membantu pebelajar
(peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir,
dan belajar bagaimana cara belajar.
Merujuk pada dua pendapat di atas, (Indrawati, 2009) memaknai model
pembelajaran sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola pembelajaran
tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan gurupeserta didik di dalam
mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya
belajar pada peserta didik.Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat
karakteristik berupa rentetan atau tahapan perbuatan/kegiatan guru-peserta didik yang
dikenal dengan istilah sintaks.Secara implisit di balik tahapan pembelajaran tersebut
terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan antara
model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya.

B. Prinsip-prinsip dalam pembelajaran inovatif


Pembelajaran keratif dan inovatif dilandasi strategi yang berprinsip yaitu :
1. Berpusat pada peserta didik
2. Mengembangkan kreativitas peserta didik
3. Suasana yang menarik, menyenangkan, dan bermakna
4. Prinsip pembelajaran aktif, Inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
(PAIKEM)
5. Mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai dan makna
6. Belajar melalui berbuat, peserta didik aktif berbuat
7. Menekankan pada penggalian, penemuan, dan penciptaan
8. Pembelajaran dalam situasi nyata dan konteks sebenarnya
9. Menggunakan pembelajaran tuntas di sekolah
Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang
menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran
inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa
yang pasif di kelas, perasaan tertekan dengan tenggat waktu tugas, kemungkinan
kegagalan, keterbatasan pilihan, dan tentu saja rasa bosan.
Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara
diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya
kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang
berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan
kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal
tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak
kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa
percaya diri siswa.
Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah
suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan
perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on
task”) tinggi.
Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti
meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika
proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai
siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah
tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan
menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti
bermain biasa.
Untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan Inofatif perlu
memperhatikan faktor-faktor dibawah ini:
1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan
kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan
semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk
menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih
menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara
belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu
masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam
menciptakan lingkungan sekolahnya.

C. Ciri-ciri model pembelajaran inovatif


Menurut Sartono Wahyuari (2012), dan sarjana lainnya, bahwa ciri-ciri pembelajaran
inovatif, antara lain:
1. memiliki prosedur yang sistematik untuk memodifikasi perilaku siswa;
2. hasil belajar yang ditetapkan secara khusus, yaitu perubahan perilaku positif siswa;
3. penetapan lingkungan belajar secara khusus dan kondusif;
4. ukuran keberhasilan siswa setelah mengikuti pembelajaran, sehingga bisa
menetapkan kriteria keberhasilan dalam proses belajarmengajar; serta
5. interaksi dengan lingkungan agar mendorong siswa aktif dalam lingkungannya (cf
Wahyuari, 2012; Burhanuddin, 2014; dan Komara, 2014).
D. Jenis-jenis model pembelajaran inovatif
1) Pembelajaran kontekstual
Elaine B. Johnson mendefinisikan pengerti pembelajaran
kontekstual sebagai berikut: Contextual Teaching and Learning (CTL) atau disebut
secara lengkap dengan Sistem Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah
proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi
akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjeksubjek akademik
dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan
pribadi, sosial, dan budaya mereka. (Elaine B. Johnson, 2007).
Definisi Pembelajaran Kontekstual selanjutnya berasal dari US Departement of
Education sebagai salah satu penyelenggara pendidikan berbasis kontekstual ini.
Menurut US Departement of Education Office of Vocational and Adult Education and
the National School to Work Office, mendefinisikan Contextual Teaching and Learning
(CTL) sebagai berikut: Contextual Teaching and Learning adalah suatu konsep
mengajar dan belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran
dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membentuk hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata mereka
sehari-hari. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika belajar.
Pembelajaran konstektual (constextual teaching and learning-CTL) menurut Nurhadi
(2003) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara
materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.Dan juga mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sendiri-sendiri.
1. Langkah-langkah pembelajaran kontekstual
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan
kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah.
Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai
berikut:
A. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
B. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
C. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
D. Ciptakan masyarakat belajar.
E. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
F. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
G. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) dengan berbagai cara.
2. Karakteristik Pembelajaran CTL
A. Kerjasama.
B. Saling menunjang.
C. Menyenangkan, tidak membosankan.
D. Belajar dengan bergairah.
E. Pembelajaran terintegrasi.
F. Menggunakan berbagai sumber.
G. Siswa aktif.
H. Sharing dengan teman.
I. Siswa kritis guru kreatif
J. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,
artikel, humor dan lain-lain.
K. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan
hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap
tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang
akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk
mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, lang- kahlangkah pembelajaran, dan
authentic assessmentnya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi
tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada
perbedaan mendasar formatantara program pembelajaran konvensional dengan program
pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada
deskripsi tujuan yang akan dicapai (je-las dan operasional), sedangkan program untuk
pembelajaran kontekstual le-bih menekankan pada skenario pembelajarannya.

2) Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk
bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama (Felder, 1994:
2). Wahyuni (2001:8) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran dengan cara menempatkan siswa dalam kelompok kecil yang memiliki
kemampuan berbeda. Sependapat dengan pernyataa tersebut Setyaningsih (2001:8)
mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif memusatkan aktivitas di kelas
pada siswa dengan cara pengelompokan siswa untuk bekerja sama dalam proses
pembelajaran. Selanjutnya Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar kelompok
yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur sosial pertukaran
informasi antara anggota dalam kelompok dan tiap anggota bertanggungjawab untuk
kelompoknya dandirinya sendiri dan dimotivasi untuk meningkatkan pembelajar
lainnya (Kessler, 1992: 8). Belajar kooperatif merupakan satu strategi
pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan kumpulan-kumpulan kecil pelajar
dengan memberi peluang untuk berinteraksi sesama mereka di dalam proses
pembelajaran (Suhaida Abdul Kadir, 2002: 54).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah suatu metode pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa kedalam
kelompokkelompok kecil untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah.
Kemampuan siswa dalam setiap kelompok adalah hiterogen.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi
menjadi objek belajar karena dapat berkreasi secara maksimal dalam proses
pembelajaran. Hal ini terjadi karena pembelajaran kooperatif merupakan metode
alternatif dalam mendekati permasalahan, Mampu mengerjakan tugas besar,
meningkatkan ketrampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.
Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah model pembelajaran yang
terjadi sebagai akibat dari adanya pendekatan pembelajaran yang bersifat kelompok.
Pendekatan ini ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan paradigma baru dalam
pendidikan yang antara lain, bahwa pendidikan di masa sekarang, bukanlah lagi dilihat
semata-mata "mengisi air ke dalam gelas" atau sekadar mengisi otak anak dengan
berbagai teori atau konsep ilmu pcngetahuan, melainkan pengajaran yang lebih bersifat
"menyalakan cahaya", yaitu mendorong, menggerakkan, dan membimbing peserta
didik agar dapat mengembangkan imaginasi dan inspirasinya secara aktual. Model
pembelajaran dengan paradigma baru ini menempatkan guru bukan sebagai orang yang
se rba tahu yang dengan otoritas yang dimilikinya dapat menuangkan berbagai ide dan
gagasan, melainkan hanya sebagai salah satu sumber informasi, penggerak, pendorong,
dan pembimbing agar peserta didik dengan kemauannya sendiri dapat melakukan
kegiatan pembelajaran yang selanjutnya mengarah pada terjadinya masyarakat belajar
(learning society.( Abuddin Nata, 2011).
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif Roger dan David Johnson dalam (Anita Lie,
1999) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran
kooperatif (cooperative learning). Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur
model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan:
1. Kesaling Tergantungan Positif
2. Tanggung Jawab Perseorangan
3. Tatap Muka
4. Komunikasi Antar Anggota
5. Evaluasi Proses Kelompok

Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Ada banyak nilai pembelajaran


kooperatif diantaranya adalah:
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social
2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,
informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian social.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa
7. Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling
membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekan
8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
10.Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik
11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan,
jenis kelamin, normal atau cacat etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.
3) Model pembelajaran kuantum
Quantum Teacing adalah ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan
dalam rancangan, penyajian, dan fasilitas Super-camp yang diciptakan berdasarkan
teori-teori pendidikan seperti Eccelerated Learning (Luzanov), Multiple Intellegence
(Gardner), Neuro- Linguistic Programming (Ginder dan Bandler), Experiental Learning
(Hahn), Socratic Inquiry, Caoperative Learning (Johnson and Johnson), dan Elemen of
Effective Intruction (Hunter).
Quantum Teaching merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi
sebuah paket multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak yang pada
akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid
untuk berprestasi. Sebagai sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis dan
mudah diterapkan, Quantum Teaching menawarkan suatu sintesis dari hat-hat
yangdicari, atau cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran yang
dilakukan guru melalui perkembangan hubungan, penggabungan belajar dan
penyampaian kurikulum. Metodologi ini dibangun berdasarkan pengalaman 18
(delapan betas) tahun dan penelitian terhadap 25.000 siswa, dan sinergi pendapat dari
ratusan guru. (Bobby De Porter, dkk, 2003).
Melalui Quantum Teaching ini, seorang guru yang akan memengaruhi
kehidupan murid Anda. Anda seolah-olah sedang memimpin konser saat berada di
ruang kelas.Anda memahami sekali, bahwa setiap murid Anda memiliki karakter
masing-masing sebagaimana alat-alat musik seperti seruling dan gitar, misalnya,
memiliki suara yang berbeda.Bagaimana setiap karakter dapat memiliki peran dan
membawa sukses dalam belajar, merupakan inti ajaran Quantum Teaching. (Abuddin
Nata, 2004).

E. Referensi

Abdul Rahman Tibahary dan Muliana. 2018. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN


INOVATIF. 1(1): 57-60
Suparlan, Dasim, dan Danny. 2008. PAKEM (pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan). Bandung : PT Genesindo.
Wahyuari, Sartono. (2012). Metode Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Penerbit Grasindo

BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan :5

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu merangkum Model Pembelajaran Inovatif (STEAM) dan
mengintegrasikan konsep tersebut dalam praktik pembelajaran serta membiasakan
penerapan secara tepat dalam proses pembelajaran. (C5+P4+A5) (CPMK2) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Model Pembelajaran Inovatif (STEAM)
D. Uraian Materi
A. Pengertian STEAM

STEAM adalah sebuah singkatan untuk Science, Technology, Engineering, Art


and Mathematic. Pembelajaran STEAM merupakan sebuah pendekatan dalam
pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara total dalam mengeksplorasi dan
memahami substansi makna dari pelajaran yang sedang dilaksanakan. Dalam hal ini
pendidik berperan sebaga fasilitator dan para peserta didik bereksplorasi dengan
berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas belajarnya.

STEAM merupakan muatan pembelajaran yang menggunakan lima ilmu yakni


pengetahuan, teknologi, teknik, seni dan matematika, secara menyeluruh dan
berkaitan satu sama lain sebagai pola pemecahan masalah. Hasil akhir yang
diharapkan dari penerapan metode STEAM adalah peserta didik yang mengambil
risiko serius, terlibat dalam pembelajaran pengalaman, bertahan dalam pemecahan
masalah, merangkul kolaborasi, dan bekerja melalui proses kreatif.

Menurut Sahih (2015) Pembelajaran STEAM merupakan pendekatan


pembelajaran interdisipliner yang inovatif dimana IPA, teknologi, teknik, seni dan
matematika diintegrasikan dengan fokus pada proses pembelajaran pemecahan
masalah dalam kehidupan nyata, pembelajaran STEAM menunjukkan kepada peserta
didik bagaimana konsep-konsep, prinsip-prinsip IPA, teknologi, teknik, dan
matematika digunakan secara terpadu untuk mengembangkan produk, proses, dan
system yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia yang kompetitif.

Urgensi pendekatan pembelajaran STEAM mampu meningkatkan motivasi


peserta didik supaya berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran yang efektif di
kelas. Hal ini dikarenakan kemampuan peserta didik difasilitasi untuk memahami
materi pelajaran dan memecahkan masalah secara kreatif. Selain itu peserta didik
menjadi mampu menganalisa data dan berinovasi dalam memecahkan masalah
tersebut (Henrkisen et al., 2015).

Pendidikan dengan menggunakan model pembelajaran STEAM berfokus pada


komunikasi, aspek kolaborasi, mencari solusi, riset, berpikir kritis dan kreatif.
STEAM berbasis proses ketika anak mengajukan pertanyaan, menimbulkan rasa
ingin tahu, dan menemukan solusi dari suatu masalah. Model pembelajaran STEAM
ini pembelajaran aktif yang penting dalam perkembangan anak usia dini dan
menstimulasi anak untuk memecahkan masalah. Selain itu, anak akan dilatih fokus
pada pemecahan masalah, membangun cara berpikir sistematis dan logis serta
mempertajam kemampuan berpikir secara kritis. STEAM mendorong anak-anak
berfikir lebih kritis sehingga lebih siap dalam menghadapi masa revolusi industri 4.0.
B. Prinsip-Prinsip Pembelajaran STEAM

Agar pembelajaran STEAM dapat berjalan lebih efektif dan dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan, kita perlu mengetahui prinsip-prinsip
pembelajaran yang berlaku dalam pembelajaran STEAM. Prinsip-prinsip
pembelajaran STEAM antara lain (Arassh, 2013):
Prinsip Penerjemahannya Contoh
Prinsip Apa yang dipelajari dan Pendidik menunjukkan
perhatian dan seberapa banyak yang masalah yang kontekstual dan
motivasi dipelajari, dipengaruhi oleh menggugah minat peserta
motivasi peserta didik. didik untuk
Sedangkan motivasi termotivasi menyelesaikan
dipengaruhi oleh kondisi masalah tersebut. Seperti
emosional, minat, maupun bagaimana merancang
kebiasaan berpikir peserta kemasan telur-telur agar tidak
didik (Schunk, 2012). mudah pecah dengan
memanfaatkan tali plastik.
Prinsip Peserta didik melakukan Peserta didik diarahkan agar
keaktifan kegiatan secara sadar untuk menyadari bahwa dalam
mengubah suatu perilaku. memecahkan masalah bidang
Peserta didik dapat STEAM, ada banyak cara
menciptakan dan strategi kognitif seperti
menggunakan perbendaharaan mengaitkan masalah dengan
strategi-strategi pemikiran dan pengetahuan yang telah
penalaran untuk memenuhi dimiliki, melakukan
tujuan yang kompleks perbandingan dan
(Schunk, 2012; Arassh, 2013). pengandaian (asosiasi),
berpikir secara induktif
maupun deduktif.
Prinsip Pengetahuan akan bermakna Peserta didik diberikan
keterlibatan jika adanya upaya konstruksi kesempatan untuk melakukan
langsung pengetahuan yang dilakukan uji coba rancangan berupa
oleh peserta didik (Arassh, kemasan telur jika dijatuhkan
2013). dalam
ketinggian tertentu.
Prinsip Melalui coba (trial) dan gagal Peserta didik diberikan
pengulangan (eror) peserta didik perlu latihan berupa lembar kerja,
melakukan pengulangan soal, dan kesempatan untuk
dalam pembelajaran. mengulang pembelajaran
STEAM dengan berbagai
sumber belajar.
Prinsip Suatu kondisi yang Peserta didik diberikan
tantangan menantang seperti beberapa contoh dan
mengandung masalah yang noncontoh untuk menemukan
perlu dipecahkan, peserta didik konsep dari bidang STEAM
akan tertantang untuk yang dipelajari.
mempelajarinya (Arassh,
2013).
Prinsip balikan Pemberian respon yang positif Peserta didik yang telah
dan secara berulang dapat berhasil melakukan langkah
penguatan memperkuat tindakan peserta pengujian kemasan telur anti
didik sedangkan pemberian pecah dapat diberikan
respon negatif memperlemah mendali dan diberikan
tindakan peserta didik. tantangan baru sebagai respon
positif. Kepuasan pada hasil
kerja menjadikan peserta
didik menjadi lebih
giat/semangat belajar.
Prinsip Proses belajar yang terjadi Setiap peserta didik harus
perbedaan pada setiap individu berbeda dibantu untuk memahami
individual satu dengan yang lain seperti kekuatan dan kelemahan
fisik, maupun kapabilitas dirinya sehingga mendapat
belajar (Schunk, 2012). perlakuan dan pelayanan
sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan peserta didik
tersebut.

C. Pembelajaran STEAM Menggunakan Model PBL

Pembelajaran berbasis proyek (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran


inovatif yang menerapkan berbagai strategi yang mengarah pada peningkatan
keterampilan abad 21. PBL merupakan pendekatan pembelajaran yang dikendalikan
oleh siswa melalui bantuan guru. PBL menekankan pada pembelajaran yang berpusat
pada siswa dan menempatkan guru sebagai fasilitator, sementara siswa bekerja
secara aktif di dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling mengajarkan dan
membantu temannya dan membentuk pengetahuannya sendiri (Eng, 2000). Untuk
itu, dalam PBL siswa melakukan interaksi yang bermakna dan kerja sama yang
berakar dari dunia nyata di luar kelas sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa
untuk terus berkolaborasi dalam memecahkan masalah dan menyelesaikan proyek
mereka (JeonEllis, Debski & Wigglesworth, 2005).

Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan model


pembelajaran yang menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, dan
bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata
(Arends & Kilcher, 2010). Pembelajaran berbasis masalah meliputi pengajuan
pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan
asli/autentik, kerjasama dan menghasilkan karya serta peragaan. Langkah-langkah
dalam pembelajaran berbasis masalah berkaitan erat dalam prinsip-prinsip
pembelajaran STEAM.

Agar pembelajaran STEAM dapat dilaksanakan melalui pembelajaran berbasis


masalah, perlu Saudara pelajari langkah-langkah operasional berikut:
1. Sintak (langkah-langkah) Pembelajaran Berbasis Masalah Terdiri
atas beberapa fase sebagai berikut:
a. Fase 1, Orientasi peserta didik kepada masalah

b. Fase 2, Mengorganisasikan peserta didik

c. Fase 3, Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

d. Fase 4, Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

e. Fase 5, Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


2. Sistem Sosial

Sistem sosial berarti suasana dan norma yang berlaku dalam


pembelajaran. Sistem sosial dari Problem Based Learning bersifat
kooperatif. Artinya peserta didik bekerja sama dengan teman dalam
sebuah tim atau kelompok untuk mendiskusikan masalah yang diberikan
pada saat pembelajaran. Mereka dapat melakukan curah pendapat
(brainstorming) gagasan-gagasan atau pemikiran kritis dan kreatif dari
masing-masing peserta didik sebagai interaksi dalam memecahkan
masalah. Pendidik dalam hal ini berupaya memilih proses kegiatan yang
memungkinkan pendidik dan peserta didik berkolaborasi. Suasana
cenderung demokratis. Pendidik dan peserta didik memiliki peranan yang
sama yaitu memecahkan masalah, dan interaksi kelas dilandasi dengan
kesepakatan kelas.
3. Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi menggambarkan bagaimana seharusnya pendidik


memandang, memperlakukan dan merespon peserta didik. Prinsip reaksi
yang berkembang dalam Problem Based Learning memosisikan pendidik
sebagai fasilitator dalam proses peserta didik melakukan aktivitas
pemecahan masalah. Peserta didik dapat dirangsang dengan pertanyaan
yang menantang mereka menjawab secara kolaboratif.
4. Sistem Penunjang
Sistem penunjang adalah segala sarana bahan alat atau lingkungan belajar
yang mendukung pembelajaran. Sistem penunjang Problem Based Learning adalah
segala masalah-masalah aktual yang mampu menciptakan suasana konfrontatif dan
dapat membangkitkan proses metakognisi, berpikir kritis, dan stategi pemecahan
masalah yang bersifat divergen. Artinya Penunjang yang secara optimal dapat
berdampak positif pada model pembelajaran ini adalah pada pemilihan masalah
yang hangat dan menarik untuk dibahas yang sesuai dengan keadaan lingkungan
sekitar dan bermanfaat bagi kehidupan peserta didik.
Sistem penunjang Problem Based Learning dapat berupa pemilihan sumber belajar
yang variatif. Misalnya gambar, video, maupun pembicara tamu. Misalnya dalam
projek matematika untuk siswa sekolah dasar yang melibatkan IPA dan teknologi
dapat memanfaatkan benda-benda di sekitar. Tugas siswa adalah memecahkan
masalah yang diberikan oleh guru.
5. Dampak Instruksional dan Penyerta
Salah satu keberhasilan proses pembelajaran adalah peserta didik merasa
senang dimana pendidik memampukan diri untuk memfasilitasi pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik peserta didik. Dalam Problem based Learning,
pemahaman, transfer pengetahuan, keterampilan berpikir kritis, kemampuan
memecahkan masalah dan kemampuan komunikasi ini merupakan dampak langsung
dari pembelajaran.
Dampak penyerta dari Problem Based Learning meliputi peluang peserta
didik memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan memecahkan masalah,
meningkatkan kemampuan untuk memperoleh pengetahuan yangrelevan,
membangun pengetahuannya sendiri, menumbuhkan motivasi dalam
belajar,meningkatkan keterampilan peserta didik dalam berpikir, meningkatkan
komunikasi dan bekerja sama dalam kelompoknya. Semua dampak penyerta ini
diharapkan menjadi sikap peserta didik ketika menemukan masalah di dalam
konteks kehidupan sehari-hari.

D. Pembelajaran STEAM Berupa Proyek

Pembelajaran STEAM yang berpusat pada proyek didasarkan pada masalah dunia
nyata. Proyek-proyek ini mengharuskan peserta didik untuk meneliti, mengusulkan
dan memilih solusi, dan membuat desain. Setelah prototipe atau model dibuat,
peserta didik menguji dan mempresentasikan temuan mereka, dan jika waktu
memungkinkan, mereka mendesain ulang proyek dan melakukan perbaikan. Proyek-
proyek ini harus selaras dengan masalah atau kebutuhan lokal, regional, atau global
(Sesuatu yang dapat dihubungkan dengan peserta didik).

Secara garis besar, pembelajaran STEAM berpusat proyek dapat dilakukan


menggunakan tahapan sebagai berikut:
1. Memilih salah satu topik yang memungkinkan Anda menggabungkan seluruh 5
aspek STEAM;
2. Menghubungkan topik dengan masalah di dunia nyata;
3. Mendefinisikan tantangan (apa tujuan pembelajaran akan dicapai peserta didik);
4. Memiliki solusi atas penelitian dan curah pendapat peserta didik;
5. Menjelaskan tantangan kepada peserta didik (gunakan video untuk melibatkan
peserta didik);
6. Menggunakan rencana desain teknik penyelesaian masalah;
7. Membimbing peserta didik ketika mereka memilih gagasan dan membuat
prototype;
8. Menguji prototype yang dihasilkan;
9. Meminta peserta didik mengkomunikasikan temuan mereka;
10. Mendesain ulang prototype yang dihasilkan sehingga memperoleh prototype
sesuai yang diharapkan;

E. Contoh Penerapan STEAM dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar

Pembelajaran STEAM diselaraskan dengan kurikulum 2013 yaitu berbasis


sikap, keterampilan dan pengetahuan. Aktivitas belajar peserta didik dibawah
bimbingan, motivasi dan arahan guru. Oleh karena itu pembelajaran STEAM dibawahi
pembelajaran saintifik proses, integratif, berdiferensiasi dan kooperatif. Hal ini berarti
pembelajaran STEAM digunakan haruslah dipadukan dengan pendekatan kooperatif
sehingga peserta didik terbina kemampuan kolaborasidan komunikasinya selama
proses pembelajaran.
Pembelajaran berbasis STEAM merupakan terobosan baru dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Belum terlalu banyak guru yang mengimplementasikan
STEAM dalam pembelajarannya di sekolah. Perubahan kurikulum di Indonesia sampai
pada kurikulum 2013 mengindikasikan adanya perbaikan pendidikan yang dilakukan
pemerintah. Kurikulum 2013 yang mengintegrasikan pembelajaran secara tematik akan
sangat cocok dipadukan dengan pembelajaran berbasis STEAM.

Pola integrasi yang mungkin dilaksanakan adalah dengan pendekatan terpadu


(integrated) yang dilakukan pada jenjang sekolah dasar. Pola pendekatan terpadu
(integrated) secara teorinya relatif lebih mudah dilakukan pada jenjang sekolah dasar
karena siwa masih diajar oleh seorang guru kelas yang menguasai semua mata
pelajaran. Pembelajaran STEAM berjalan efektif dan dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran
yang diberlakukan dalam pembelajaran STEAM.

(Wijaya dkk, 2015) menyatakan bahwa sekolah dasar dan menengah pertama
adalah tingkat satuan pendidikan yang cocok untuk penerapan pembelajaran berbasis
STEAM. Hal ini dikarenakan pada jenjang ini setiap mata pelajaran diajarkan secara
tematik terintegrasi. Pada jenjang sekolah dasar, setiap mata pelajaran di ajarkan
berdasarkan tema. Setiap tema dapat memuat beberapa konsep kajian ilmu,
diantaranya matematika, IPA, IPS, bahasa Indonesia, teknologi dan lain sebagainya,
sehingga pembelajaran berdasarkan tema tersebut dapat diimplementasikan dengan
pembelajaran berbasis STEAM. Di akhir pembelajaran, siswa dapat membuat produk
hasil pembelajaran yang berhubungan dengan dispilin ilmu yang termuat pada
STEAM.

E. Referensi
Dewi, Finita. 2015. Proyek Buku Digital: Upaya Peningkatan Keterampilan Abad 21
Calon Guru Sekolah Dasar Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek.
Metodik Didaktik Vol. 9, No. 2, Januari 2015. Dalam
https://ejournal.upi.edu/index.php/MetodikDidaktik/article/view/3248, diakses
pada 27 Februari 2022.
Hasnawati, dkk. 2019. Model Pembelajaran STEAM (Science, Teknologi, Egineering,
Art dan Matematika) dengan Pendekatan Saintifik. Makassar. Dalam
http://repositori.kemdikbud.go.id/18412/1/model-pembelajaran-steam-
science-teknologi-engineering-art-dan-matematics-dengan-pendekatan-
saintifik.pdf, diakses pada 27 Februari 2022.
Muhtadi, Ali. 2019. Modul 3 Pembelajaran Inovatif. Jakarta. Dalam
https://repository.bbg.ac.id/bitstream/1102/1/FY_Modul_3_print.pdf, diakses
pada 27 Februari 2022.
Nurhasanah, Ana dan Zelela MS. 2021. Penerapan Pembelajaran Inovatif STEAM di
Sekolah Dasar. JIKAP PGSD: Jurnal Ilmiah Ilmu Kependidikan Vol, 5. No, 2.
Tahun 2021. Dalam https://ojs.unm.ac.id/JIKAP/article/view/20309, diakses
pada 27 Februari 2022.
Nurhikmayati, Iik. 2019. Implementasi Steam dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal
Didactical Mathematics Vol. 1 No. 2 April 2019 hal. 41-50. Dalam
https://media.neliti.com/media/publications/301053-implementasi-steam- dalam-
pembelajaran-ma-e85fc671.pdf, diakses pada 27 Februari 2022.
http://eprints.umpo.ac.id/8209/4/BAB%20II.pdf, diakses pada 27 Februari 2022.
https://id.scribd.com/document/518356776/Pembelajaran-STEAM-
menggunakan- Model-Problem-Based-Learning, diakses pada 27 Februari
2022.
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan :6

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Model Cooperatif Learning dan menyajikan dalam praktik
pembelajaran serta membiasakan penerapannya dalam proses pembelajaran. (C4+P3+A5)
(CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Model Cooperatif Learning
D. Uraian Materi
A. Pengertian cooperative learning

Posamentier secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara


kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan
mereka sebuah atau beberapa tugas.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya
mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk
membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan
atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab
terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham
konstruktivisme.
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan
menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses
pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).

Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif
dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan
pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan
bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara
khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mendiskusikannya dengan temannya.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan
kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah
peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3 gurunya ke
pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru
(pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada
diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.

B. Teori-Teori Pendukung Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori
pembelajaran sosial (Arends, 1997). Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada
apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama
aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja
oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk
berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar
secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dari uraian di atas
nampak bahwa guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran, sumber utama pembelajaran,
serta pentransfer pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran konvensional. Pusat
pembelajaran telah bergeser dari guru ke peserta didik. Dalam model pembelajaran
kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik,
pembimbing peserta didik dalam belajar 4 kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam
memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan
kooperatif.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:

a) Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan Vygotsky)

b) Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).

1. Teori Psikologi Kognitif -Konstruktivistik

Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua ahli psikologi kognitif yang besar
sumbangannya dalam mendukung pengembangan pembelajaran kooperatif
(http://.users.muohio.edu/shermanlw/wolf_chapter-draft3-25.html).
Sumbangan pemikiran dan penelitian dari kedua ahli tersebut serta kaitannya dengan
model pembelajaran kooperatif dijelaskan dalam uraian berikut.
a. Teori Piaget
Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu
bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Baik
lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara fisik
dan pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga
mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam
mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil
pemikirannya dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui
pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki
pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya
menjadi obyektif Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu
struktur kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir (patterns
of behavior or thinking).
Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal pembelajaran, Duckworth (Slavin,
1995) mengemukakan bahwa pedagogi yang balk harus melibatkan anak pada situasi
di mana anak mandiri melakukan percobaan, dalarn arti anak mencoba segala
sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tandatanda, memanipulasi
simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri
jawabannya, mencocokkan apa yang la temukan dan membandingkan temuannya
dengan anak lain.

b. Teori Vygotsky

Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia memiliki kesamaan


dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari Switzerland) dalam memandang
perkembangan kognitif anak Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system isyarat"
(sign system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap anak
sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky berbeda dalam
memandang "pemicu" perkembangan kognitif anak. Ia meyakini bahwa
perkembangan kognitif anak terkait sangat kuat dengan masukan dari orang lain.
Vygotsky mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama, perkembangan
intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks pengalaman historis dan
budaya anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign
system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada simbol-simbol yang
diciptakan oleh budaya untuk membantu orang bertikir, berkomunikasi dan
memecahkan masalah. Teori Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama
dalam pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara kooperatif
dengan pengelompokkan peserta didik secara heterogen dari sisi kemampuan 5
akademik, dan kedua, pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya
scaffolding, dengan menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada
tugas belajarnya. (Slavin, 2000). Vygotsky menekankan pentingnya peranan
lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan
tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky (Slavin, 2000), peserta didik belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi
sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan
intelektual peserta didik. Pada setting kooperatif, peserta didik dihadapkan pada
proses berpikir teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten
akan sangat efektif dalam mendorong petrtumbuhan daerah perkembangan
proximal (Zone of Proximal Development) anak.
Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika anak belajar menyelesaikan
tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam
daerah perkembangan terdekat mereka. Daerah perkembangan terdekat adalah
tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan orang saat ini. Zone of
Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual,
yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan
bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya. Menurut Vygotsky, pada
saat peserta didik bekerja didalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-
tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan
dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.
2. Teori Psikologi Sosial

a. Teori John Dewey dan Herbert Thelan

Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan cermin dari


masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam kehidupan nyata.
Dewey menegaskan bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang bercirikan
demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas.
Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk belajar secara
kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang penting setiap hari.
Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta didik
belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan peserta didik lain.
Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997) berpendapat bahwa
kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan
mengkaji masalah-masalah sosial dan masalah antar pribadi. Thelan tertarik dengan
dinamika kelompok dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur
dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptualuntuk
pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 1997).
b. Teori Gordon Allport

Aliport (Arends, 1997) berpandangan bahwa hukum saja tidaklah cukup untuk
mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan secara baik antar kelompok.
Pandangan Allport dikenal dengan "The Nature of Prejudice". Untuk mengurangi
kecurigaan dan meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah dengan jalan
mengumpulkan mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi, kontak langsung
dan bekerjasama antar mereka. Shlomo Sharan dan koleganya menyimpulkan
adanya tiga kondisi dasar untuk memformulasikan pandangan Allport untuk
mengurangi kecurigaan antar kelompok dan meningkatkan penerimaan antar
mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung antar suku atau ras; 2)
dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan berperan aktif dalam kelompok; 3)
dalam seting tersebut, mereka secara resmi menyetujui adanya kerjasama (Arends,
1997).
c. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat dipandang sebagai
Bapak Psikologi Sosial. (http://.users.muohio. edu/shermanlw/wolf_ chapter-draft3-
25.html). Lewin sangat tertarik pada masalah-masalah pergerakan yang dinamis
dalam kelompok (group dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik
sosial yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu kelompok, ada
duakernungkinan yang dapat terjadi, yaitu: mendorong penerimaan sosial
(promotesocial acceptance) atau meningkatkan jarak/ketegangan sosial (increase
social distance). Pandangan-pandangan Lewin tentang dinamika kelompok ini
kemudian dikembangkan oleh para peserta didikpeserta didiknya. D. Johnson, E.
Aronson, R. Schmuck dan L. Sherman adalah generasi ke-tiga dari Lewin (peserta
didik dari peserta didik Lewin) yang turut mengembangkan pandangan-pandangan
Lewin tersebut di atas.
Para penerus Lewin mencari cara bagaimana memfasilitasi integrasi dan
memajukan hubungan antar manusia, mendorong demokrasi dan mengurangi
timbulnya konflik. Dari sini muncul berbagai strategi pembelajaran kooperatif. Para
penerus Lewin (terutama generasi kedua dan ketiga Lewin) mengembangkan
berbagai teknik pembelajaran kooperatif yang menggabungkan pandangan
teoripsikologi sosial dari Lewin dan psikologi kognitif. Deutsch (dalam Slavin,
1995)mengembangkan prinsip "ketergantungan" (interdpendence), yang kemudian
ia bagi menjadi ketergantungan positip dan negatif. Johnson & Johnson
mengembangkan "creative conflict" dan Slavin dengan "group contingencies".

Banyak hasil penelitian Lewin yang mengetengahkan pentingnya partisipasi aktif


dalam kelompok untuk mempelajari ketrampilan baru, mengembangkan sikap baru,
dan memperoleh pengetahuan. Hasil penelitiannya juga menunjukkan betapa
produktifnya kelompok bila anggota-anggotanya berinteraksi dan kemudian saling
merefleksikan pengalaman-pengalamannya. (Johnson & Johnson, 2000).

C. Langkah- langkah Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan


kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
memiliki ciri-ciri:
untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja
sama
kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis
kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.
penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas
akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang sulit.
Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai macam latar belakang.
Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social
siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,
memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam
kelompok.

Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :

FaseIndikator Aktivitas Guru


1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
memotivasi siswa ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan

jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan


3 Mengorganisasikan siswa ke Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
dalam kelompok-kelompok membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
belajar kelompok agar melakukan transisi efisien
4 Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok belajar

bekerja dan belajar pada saat mengerjakan tugas


5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau

hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.


D. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
1. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
Kelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas:
Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiriJika belajar sendiri sering kali
rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang
kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit.Dengan belajar bersama, orang punya
teman yang memaksa aktif dalam belajar.Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau
sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
Dapat merangsang motivasi belajar
Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika udah
menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai
lebih baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin
mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.

Ada tempat bertanya

Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat
mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah
sulit terutama jika mempelajari sejarah.Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat
memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri.Ide teman dapat
dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu
ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada
saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
Kesempatan melakukan resitasi oral

Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori
kepada teman belajar.Inilah saat yang baik untuk resitasi.Akan dijelaskan suatu teori
dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam
pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain
yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka
perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah
mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja.
Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi
yang turut campur dan tangan yang menulis.Semuanya sama-sama mengingat di
kepala.Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini
dapat kurang kuat.

2. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam
(intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut.
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan
lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas,
alat dan biaya yang cukup memadai;

c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan


yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan, dan
d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa
yang lain menjadi pasif.
Slavin (Miftahul, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa yang disebutnya

pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.

a. Free Rider

Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada
munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini
adalah beberapa siswa yang tidak bertanggungjawab secara personal pada tugas
kelompoknya mereka hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman
satu kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-
kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja, satu proyek, atau
satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa
anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian
anggota yang lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran kemana-mana.
b. Diffusion of responsibility

Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebarantanggung jawab) ini


adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota yangdianggap tidak mampu cenderung
diabaikan oleh anggota-anggota lain yang“lebih mampu”. Misalnya, jika siswa
ditugaskan untuk mengerjakan tugasIPA, beberapa anggota yang dipersepsikan tidak
mampu menghafal ataumemahami materi tersebut dengan baik sering kali tidak
dihiraukan olehteman-temannya yang lain. Siswa yang memiliki skill IPA yang baik
punterkadang malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yangkurang
mahir di bidang IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu danenergi saja.
c. Learning a Part of Task Specialization

Beberapa model pembelajaran tertentu, seperti Jigsaw, GroupInvestigation, dan


metode-metode lain yang terkait, setiap kelompokditugaskan untuk mempelajari atau
mengerjakan bagian materi yang berbedaantarsatu sama lain. Pembagian semacam ini
sering kali membuat siswahanya fokus pada bagian materi lain yanng dikerjakan oleh
kelompok lainhampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal semua materi tersebut
salingberkaitan satu sama lain.
Slavin (Miftahul,2011: 69) mengemukakan bahwa ketiga kendala inibisa diatasi jika guru
mampu melakukan beberapa faktor sebagai berikut:
i. Mengenakan sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswanya.

ii. Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiapsiswanya


dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerjakelompok, dan yang
paling penting
iii. Mengintegrasikan metode yang satudengan metode yang lain.

E. Model-model Pembelajaran Kooperatif


1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division), tipe ini
dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
John Hopkins dan merupakan model pembelajarankooperatif paling sederhana
(Ibrahim dkk, 2000 : 6). Masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik
yang heterogen (Depelovment MA Project, 2002 : 31), sehingga dalam satu
kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang kemampuan
sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.

b. Karakteristik Pembelajaran STAD

Menurut Sofan Amri (2013, h. 34) model pembelajaran memiliki 4 ciri khusus yang
tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut ialah :

a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan


pembelajaran yang akan dicapai).
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Menurut Rusman (2012, h. 136) ciri-ciri model pembelajaran sebagai berikut:

a) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.

b) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.

c) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas.

d) Memiliki bagian-bagian yang dinamakan: (a) urutan langkah-langkah


pembelajaran (syntax), (b) adanya prinsip-prinsip reaksi, (c) sistem sosial, (d)
sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila
guru akan melakukan suatu model pembelajaran.
e) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi: (a) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, (b)
dampak Pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
f) Membuat persiapan mengajar (desain Instruksional) dengan pedoman modal
pembelajaran yang dipilihnya.

c. Sintaks Pembelajaran STAD


No. Langkah/Fase Kegiatan/Perilaku Guru

Menyampaikan Menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai selama


1.
tujuan dan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar.
memotivasi siswa
No. Langkah/Fase Kegiatan/Perilaku Guru

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau


2. Menyajikan informasi
lewat bacaan.
Mengorganisasika Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok
3.
n siswa ke dalam belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi
kelompok- secara efisien.
kelompok belajar
4. Membimbing
Membimbing kelompok-kelompok belajar yang telah terbentuk
kelompok dalam
pada saat mereka mengerjakan tugas.
bekerja dan
belajar
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
5. Evaluasi
atau meminta kelompok presentasi hasil kerja.
Memberikan
6. Menghargai upaya hasil belajar baik upaya individu maupun
penghargaan
kelompok.

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

 Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap
anggota mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis,
maupun kemampuan.
 Guru menyampaikan materi pelajaran.

 Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja


akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran
yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota
kelompok.
 Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak saling membantu.
 Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
 Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi
pelajaran, dan kepada siswa secara indivual atau kelompok yang meraih prestasi
tinggi memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
 Kesimpulan.

Kelebihan dalam pembelajarankooperatif tipe STAD adalah:


Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain

Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan


Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 72).
Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:

Membutuhkan waktu yang lama

Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 72).

Tes , Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa
harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada
kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan
kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja
sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya.

Penentuan Skor, Hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang
diperoleh siswa masukkan dalam daftar skor individual, untuk melihat
peningkatan kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan individual
merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian hasil kelompok.

Penghargaan terhadap kelompok, Berdasarkan skor peningkatan individu


diperoleh skor kelompok. Dengan demikian, skor kelompok sangat tergantung
dari sumbangan skor individu.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


a. Pengertian

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas
dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam
anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam
bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan
yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama
berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan
kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).

b. Karakteristik Pembelajaran Jigsaw

Pembelajaran kooperatif jigsaw telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai


penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar siswa, membentuk
hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan
akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif jigsaw terdapat
saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses.
Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas
bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui
interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu
menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan
interpersonal. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memungkinkan semua siswa
dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar. Ciri-ciri
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikemukakan adalah sebagai berikut.
a. Belajar bersama dengan teman.

b. Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman.

c. Saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok.

d. Belajar dari teman yang berbeda kelompok.

e. Belajar dalam kelompok kecil.

f. Produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat.

g. Keputusan tergantung pada siswa sendiri.

h. Siswa aktif.(Kisworo, 2006)

Senada dengan ciri-ciri tersebut, Johnson dan Johnson (1984) mengemukakan ciri-ciri
pembelajaran kooperatif jigsaw adalah sebagai berikut.
a. Terdapat saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok.

b. Dapat dipertanggungjawabkan secara individu.

c. Heterogen

d. Berbagi kepemimpinan.

e. Berbagi tanggung jawab.

f. Menekankan pada tugas dan kebersamaan.

g. Membentuk keterampilan sosial.

h. Peran guru mengamati proses belajar siswa.

i. Efektivitas belajar tergantung pada kelompok.

c. Sintaks Pembelajaran Jigsaw


Persiapan Awal
Langkah awal dalam melaksanakan model pembelajaran jigsaw adalah membuat grup
umum dan grup khusus. Grup umum adalah grup yang terdiri dari semua siswa yang ada
di kelas, sedangkan grup khusus adalah perwakilan siswa dari grup umum yang nantinya
dijadikan staf ahli. Sehingga nantinya setiap grup umum akan memiliki satu orang
perwakilan yang berasal dari grup khusus yang dijadikan staf ahli.
Tujuan dari dibentuknya staf ahli adalah untuk menjelaskan materi kepada teman
sebayanya. Maka dari itu guru dituntut untuk bisa membimbing dengan baik agar seluruh
anggota staf ahli bisa menguasai dan mengutarakan materi atau teori yang diberikan.
Rahasia kesuksesan dari model jigsaw adalah siswa dituntut untuk mempunyai rasa
kebersamaan dan tanggung jawab yang tinggi sehingga segala ilmu pengetahuan yang
terserap dan masalah yang ada bisa ditemukan solusinya dengan baik.

Berikut merupakan langkah dalam aktivitas Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw:
1. Membuat grup yang terdiri dari bermacam latar belakang yang terdiri dari 4 hingga 6
siswa.
2. Dalam grup siswa akan diberi sub-konsep yang berbeda.

3. Setiap grup berdiskusi dan menjelaskan sub-konsep yang telah diberikan dan
memutuskan staf ahli yang bergabung ke grup staf ahli.

4. Anggota staf ahli akan mendiskusikan setiap sub-konsep yang ada dan mengkoneksikan
satu dengan yang lainnya.
5. Grup ahli dibimbing untuk diskusi tentang konsep yang ada dan saling bahu membahu
memahami konsep yang diberikan.
6. Setiap grup akan menjelaskan di depan kelas hasil dari diskusi yang telah dilaksanakan.

7. Guru akan mengadakan kuis untuk setiap siswa pada akhir pembelajaran mengenai
materi konsep yang sudah diterima siswa.
8. Siswa akan menyelesaikan kuis individu dan grup.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan yaitu:

 Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa


lain
 iswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan

 Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya

 Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif

Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70).
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
 Membutuhkan waktu yang lama

 Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang
pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan
perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).
3. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together).

a. Pengertian

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada
umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Karakteristik Pembelajaran NHT Rusman (2012, 206), yaitu antara lain:

1. Pembelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan


secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif mempunyai tiga fungsi, yaitu :
 Fungsi manajemen sebagai perencanaan, Pelaksanaan menunjukkan bahwa pelaksanaan
menunujukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan,
dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan.
 Fungsi manajemen sebagai organisasi, Menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.
 Fungsi manajemen sebagai control, Menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif
perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes.
3. Kemauan untuk bekerjasama. Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerjasama
perlu ditentukan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang baik,
pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4. Ketrampilan bekerjasama, Kemampuan bekerjasama dipraktikan melalui aktivitas
dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Adapun menurut Bannet dalam Isjoni (2013, h. 41) menyatakan ada lima karakteristik
Metode Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:

1. Positive Interdependence.
2. Interaction Face to face.

3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.

4. Membutuhkan keluwesan.

5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses


kelompok).
Dalam karakteristik model pembelajaraan kooperatif tipe NHT yaitu adanya pendapat
yang baik dan rasa tanggung jawan pribadi mengenai materi pelajaran yang didukung
kelewesan untuk mengemukakan pendapat dalam meningkatkan keterampilan bekerja
sama dalam kelompok
Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran
kooperatif dapat dibentuk secara kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
berfungsi sebagai manajemen perencanaan dengan langkah- langkah pembelajaran yang
sudah di tentukan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam bekerjasam, adanya
tanggung jawab pri=badi maupun kelompok mengenai mata pelajaran.

b. Sintaks Pembelajaran NHT

Agus (2014, h. 69) sintak Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
adalah sebagai berikut:
Fase-Fase Prilaku Guru
Fase 1: Establishing set Menyampaikan Menjelaskan tujuan pembelajaran,
tujuan dan mempersiapkan peserta didik. informasi latar belakang pelajaran,
mempersiapkan peserta didik untuk
belajar.
Fase Mendemonstarsikan keterampilan
2: Demonstrating Mendemonstasikan yang benar, menyajikan informasi
pengetahuan atau keterampilan tahap demi tahap
Fase 3: Guided Practice Merencanakan dan memberi pelatihan
Membimbing pelatihan awal.
Fase 4: Feed bacek Mengecek Mengecek apakah peserta didik telah
pemahaman dan memberikan umpan berhasil melakukan tugas dengan
balik baik, memberikan umpan balik
Fase 5: Extended pratice Mempersiapkan
Memberikan kesempatan untuk pelatihan kesempatan melakukan pelatihan
lanjutan dan penerapan lanjutan, dengan pelatihan khusus
pada penerapan kepada situasi lebih
kompleks dalam kehidupan sehari-
hari.

c. Langkah- langkah penerapan tipe NHT:

a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai


kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar
atau skor awal.
c. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
d. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.

e. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota
kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru
merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada akhir pembelajaran.
g. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.

h. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan


perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya (terkini).

F. Kelebihan dan Kekurangan Model Numbered Heads


Together

Ada beberapa kelebihan pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang di
kemukakan Ibrahim (2007, h.18) anatara lain :
1. Siswa lebih aktif, kreatif terhadap proses belajarnya

2. Melibatkan semua siswa sehingga tanggung jawab individu dalam kelompok meningkat.

3. Siswa siap semua untuk menjawab pertanyaan dari guru sehingga setiap siswa
berusaha memperdalam dan memahami materi.
4. Penerimaaan terhadap individu lebih besar dan meminimalisir kegaduhaan dikelas

5. Mengembangkan sikap kepemimpinan siswa dan meningkatkan rasa percaya diri siswa

6. Meningkatkan kebaikan budi,kepekaan dan toleransi, memberi kesempatan kepada


siswa untuk membangkitkan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Menurut Ahmad (2010, h. 65) adapun kekurangan pembelajaran kooperatif tipe NHT
adalah:
1. Efisiensi waktu, belajar dengan menggunakan metode NHT memerlukan waktu
yang agak panjang agar siswa memahami materi yang diajarkan.
2. Membuat panik siswa, pembelajaran dengan metode NHT tidak hanya membuat siswa
percaya diri, namun dapat membuat siswa grogi atau panik. Hal ini terlihat ketika siswa
3. yang dipanggil nomornya untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.

4. Membuat repot guru, metode NHT merupakan metode belajar diskusi kelompok yang
menggunakan kelompok, sehingga sebelum pembelajaran dimulai guru harus
menyediakan nomor.

E. Referensi

Kunandar.2007. Guru Professional Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo.

Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan Pembelajaran


Kreatif DanMenyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muslich Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan


Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi StandarProses


Pendidikan. Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Suprijono, A. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
. 2012. “Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran Inkuiri”.
Online.(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tm_054161_chapter2.p
df diakses pada 20 November 2013).
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan :7

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Model Pembelajaran PBL, PJBL, dan Discovery dan
menyajikan dalam praktik pembelajaran serta membiasakan penerapannya dalam proses
pembelajaran. (C4+P3+A5) (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Model Pembelajaran PBL, PJBL, dan Discovery
D. Uraian Materi

A. PBL (Problem Based Learning)

1. Pengertian PBL (Problem Based Learning)

Problem Based Learning diartikan sebagai Pembelajaran Berbasis Masalah


yaitu jenis model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kegiatan
(proyek) untuk menghasilkan suatu produk. Keterlibatan siswa dimulai dari
kegiatan merencanakan, membuat rancangan, melaksanakan, dan melaporkan
hasil kegiatan berupa produk dan laporan pelaksanaanya. Model Pembelajaran ini
lebih menekankan pada proses pembelajaran jangka panjang, siswa terlibat secara
langsung dengan berbagai isu dan persoalan kehidupan sehari-hari, belajar
bagaimana memahami dan menyelesaikan persoalan nyata, bersifat interdisipliner,
dan melibatkan siswa sebagai pelaku utama dalam merancang, melaksanakan dan
melaporkan hasil kegiatan (student centered).
Problem Based Learning (PBL) dalam bahasa Indonesia disebut
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan penggunaan berbagai macam
kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia
nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas
yang ada. Model PBL dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan
oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery
learning. Konsep tersebut memberikan dukungan teoritis terhadap pengembangan
model PBL yang berorientasi pada kecakapan memproses informasi.
Berikut ini beberapa pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning dari
beberapa sumber buku:

1. Menurut Barbara J. Duch (1996), Problem Based Learning (PBL) adalah satu
model yang ditandai dengan penggunaan masalah yang ada di dunia nyata
untuk melatih siswa berfikir kritis dan terampil memecahkan masalah, dan
memperoleh pengetahuan tentang konsep yang penting dari apa yang dipelajari
(Wijayanto, 2009:15).
2. Menurut Suyatno (2009), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu
model pembelajaran yang berbasis pada masalah, dimana masalah tersebut
digunakan sebagai stimulus yang mendorong mahasiswa menggunakan
pengetahuannya untuk merumuskan sebuah hipotesis, pencarian informasi
relevan yang bersifat student-centered melalui diskusi dalam sebuah kelompok
kecil untuk mendapatkan solusi dari masalah yang diberikan.
3. Menurut Arend, PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan
tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan
kepercayaan dirinya (Trianto, 2007).
4. Menurut Sanjaya (2006: 214), Problem Based Learning (PBL) merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Hakekat permasalahan
yang diangkat dalam Problem Based Learning adalah gap atau kesenjangan
antara situasi nyata dengan situasi yang diharapkan, atau antara yang terjadi
dengan harapan.
2. Karakteristik PBL (Problem Based Learning)

Menurut Trianto (2009:93), karakteristik model pembelajaran Problem Based


Learning (PBL) adalah:
a. adanya pengajuan pertanyaan atau masalah,

b. berfokus pada keterkaitan antar disiplin,


c. penyelidikan autentik,

d. menghasilkan produk atau karya dan mempresentasikannya, dan

e. kerja sama.

Menurut Rusman (2010:232), karakteristik model pembelajaran Problem Based


Learning (PBL) adalah sebagai berikut:

1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia


nyata yang tidak terstruktur.
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).

4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan


kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan
bidang baru dalam belajar.
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan


evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam problem
based learning.
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.

8. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama


pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan.
9. Sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

10. Problem based learning melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa
dan proses belajar
3. Langkah – langkah PBL (Problem Based Learning)

a. Konsep Dasar (Basic Concept)

Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill
yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan
mendapatkan peta yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran.
b. Pendefinisian Masalah (Defining The Problem)

Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan scenario atau permasalahan


dan peserta didik melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua
anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap
scenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam
alternative pendapat.

c. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)

Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang
sedang dinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel
tetulis yang tersimpan dipepustakaan, halaman web, atau bahkan pakar
dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan
utama,yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan
pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan
dikelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu
dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat
dipahami.
d. Pertukaran Pengetahuan (Exchange Knowledge)

Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam


langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya
peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi
capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran
pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserta didik berkumpul sesuai
kelompok dan fasilitatornya.
e. Penilaian (Assessment)

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan


(knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap
penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran
yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester
(UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
4. Contoh penerapan PBL (Problem Based Learning)
Topik/Tema

Kependudukan dan Lingkungan


Subtopik/Tema

Dampak peningkatan jumlah penduduk terhadap masalah lingkungan

Kompetensi Dasar
3.3 Mendeskripsikan penyebab perkembangan penduduk dan dampaknya bagi
lingkungan
4.3 Menyajikan hasil penelusuran informasi tentang perkembangan penduduk
dan dampaknya bagi lingkungan
Indikator

 Menyebutkan dampak peningkatan jumlah penduduk terhadap masalah


lingkungan.
 Menjelaskan keterkaitan antara jumlah penduduk dengan jumlah sampah yang
dihasilkan oleh penduduk.
 Membuat laporan hasil penyelidikan tentang permasalahan sampah yang muncul
di lingkungan sekitar siswa yang terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk.
Alokasi Waktu

pertemuan (5 X 40 menit) Sintak Pembelajaran dan Kegiatan Pembelajaran FASE


1
Orientasi peserta didik pada masalah

 Guru menunjukkan kepada peserta didik sebuah foto/gambar yang


menunjukkan menumpuknya sampah di tepi jalan di tengah-tengah
lingkungan padat penduduk seperti gambar diatas.
 Peserta didik mengamati gambar yang ditunjukkan oleh guru.

 Peserta didik diminta memberikan tanggapan dan pendapat terhadap


gambar/foto yang diberikan.
 Peserta didik diberikan kesempatan untuk menetapkan permasalahan dalam
bentuk pertanyaan yang berhubungan dengan gambar yang diamati.
Contoh pertanyaannya yaitu: Mengapa sampah dapat menumpuk?

FASE 2

Mengorganisasi peserta didik dalam belajar


 Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan
pertanyaan/masalah yang akan dicari penyelesiaannya.
 Peserta didik diberi tugas untuk menggali informasi dari bukuIPA kelas IX
tentang “Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Sampah yang dihasilkan”
secara berkelompok.
FASE 3

Membimbing penyelidikan peserta didik secara mandiri maupun


kelompok
 Peserta didik mengumpulkan informasi untuk membangun ide mereka
sendiri dalam memecahkan masalah tentang pengaruh jumlah penduduk
terhadap sampah yang dihasilkan.
 Peserta didik berdiskusi dalam kelompok mencari solusi terkait dengan
masalah yang telah diidentifikasi.
 Guru membagikan Lembar Kerja “Menghitung Volume Sampahyang
dihasilkan oleh Rumah Tangga”.
 Peserta didik melakukan penyelidikan melalui Lembar Kerja dengan
menugaskannya di luar pembelajaran.
 Guru membimbing penyelidikan yang dilakukan peserta didik.
FASE 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


 Peserta didik mencatat data hasil penyelidikan kelompok dalam
Lembar Kerja.
 Peserta didik mengolah data yang diperoleh dari kelompoknya.

 Peserta didik menjawab pertanyaan pada Lembar Kerja.

 Peserta didik menyajikan hasil pengolahan data dalam bentuk

FASE 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah laporan


tertulis.
 Peserta didik dan guru mengevaluasi hasil penyelidikan melalui diskusi
kelas.
 Peserta didik dibimbing guru menganalisis hasil pemecahan masalah tentang
jumlah penduduk dan sampah di lingkungan sekitar. Peserta diharapkan
menggunakan buku sumber untuk membantu mengevaluasi hasil diskusi.
 Selanjutnya peserta didik diminta mempresentasikan hasil penyelidikan dan
diskusi di depan kelas; dilanjutkan dengan penyamaan persepsi.
 Kelompok peserta didik yang berhasil memecahkan permasalahan diberi
pengahargaan.
 Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari
peserta didik (dapat menggunakan paper and pencil test atau authentic
assessment).
B. PJBL (Project Based Learning)
1. Pengertian PJBL (Project Based Learning)

Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) adalah metode


pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Project based learning atau
pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang berpusat
pada siswa untuk melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu
topik. Siswa secara konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan
pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot,
nyata, dan relevan.

Project Based Learning adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang


memberikan kesempatan pasa siswa untuk memperdalam pengetahuannya
sekaligus mengembangkan kemampuan melalui kegiatan problem solving dan
investigasi. Brandon Goodman dan J. Stiver mendefinisikan Project Based
Learning sebagai sebuah pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan
pembelajaran dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik
yang terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok.
Model pembelajaran PjBL (Project Based Learning) ini tidak hanya fokus
pada hasil akhirnya, namun lebih menekankan pada proses bagaimana siswa
dapat memecahkan masalahnya dan akhirnya dapat menghasilkan sebuah produk.
Pendekatan ini membuat siswa mendapatkan pengalaman yang sangat berharga
dengan berpartisipasi aktif dalam pengerjakan proyeknya. Hal ini tentu saja lebih
menantang daripada hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru atau
membaca buku kemudian mengerjakan kuis atau tes.
Pengertian PJBL menurut para ahli :

1. Menurut Fathurrohman (2016, hlm. 119) pembelajaran berbasis proyek atau


project based learning adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek
atau kegiatan sebagai sarana pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan.
2. Saefudin (2014, hlm. 58) berpendapat bahwa project based learning
merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal
dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.
3. Isriani dan Puspitasari (2015, hlm. 5) pembelajaran berbasis proyek
merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada guru
untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
Pendapat ini secara implisit menyatakan bahwa project based learning
merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student
centered) yang menetapkan guru sebagai fasilitator.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran project based learning adalah model pembelajaran yang berpusat
pada siswa dan berangkat dari suatu latar belakang masalah untuk mengerjakan
suatu proyek atau aktivitas nyata yang akan membuat siswa mengalami berbagai
kendala-kendala kontekstual sehingga harus melakukan investigasi/inkuiri dan
pemecahan masalah untuk dapat menyelesaikan proyeknya sehingga dapat
mencapai kompetensi sikap, pengetahuan serta keterampilan.
2. Karakteristik PJBL (Project Based Learning)

Karakteristik Project Based Learning yaitu gaya belajar yang menuntut siswa
menguasai konsep pembelajaran dengan melibatkannya dalam pemecahan
masalah berupa proyek yang nyata. peneliti menemukan informasi mengenai teori
karakteristik model Project Based Learning. Teori pertama dikemukakan oleh
Utami, Firosalia, dan Indri (2018, hlm. 541-552) yang mengatakan bahwa
karakteristik model Project Based Learning (PjBL) yaitu:
a. Guru hanya sebagai fasilitator dan mengevaluasi produk hasil kerja;

b. Menggunakan proyek sebagai media pembelajaran;

c. Menggunakan masalah yang ada pada kehidupan sehari-hari siswa sebagai


langkah awal pembelajaran;
d. Menekankan pembelajaran kontekstual;

e. Menciptakan suatu produk sederhana sebagai hasil pembelajaran proyek.


Model pembelajaran project based learning mempunyai karakteristik yang
membuat guru menjadi fasilitator untuk memberikan permasalahan berupa proyek
yang harus diselesaikan oleh peserta didik. Hal ini kemudian membuat peserta
didik harus merancang proses dan kerangka kerja untuk membuat solusi dari
permasalahan tersebut. Karakteristik project based learning menurut Daryanto
dan Rahardjo (2012, hlm. 162) adalah sebagai berikut.
1. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.

2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik.


3. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan.
4. Peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.
5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinu.

6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan.
7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.

8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

3. Langkah – langkah PJBL (Project Based Learning)

Langkah-langkah model pembelajaran project based learning menurut Widiarso


(2016, hlm. 184) berikut ini.
a. Penentuan pertanyaan mendasar

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang dapat


memberi penugasan kepada peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
Topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan untuk peserta didik.
dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
b. Mendesain perencanaan proyek

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peserta didik.


Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas
proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas
yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
c. Menyusun jadwal

Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
1. membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek,

2. membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek,

3. membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,

4. membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak


berhubungan dengan proyek, dan meminta peserta didik untuk
membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan.
d. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek
Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta
didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan
menjadi mentor bagiaktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses
monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas
yang penting.
e. Menguji hasil

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian


standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta
didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai
peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran
berikutnya.
f. Mengevaluasi pengalaman

Pada akhir pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap
aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan
baik secara individu maupun kelompok.
4. Contoh penerapan PJBL (Project Based Learning)

Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar (KD) :


3.4 Mengidentifikasi komponen-komponen listrik dan fungsinya dalam
rangkaian listrik sederhana
4.4 Melakukan percobaan rangkaian listrik sederhana secara seri dan parallel

Indikator

a. Merancang model rangkaian listrik paralel.

b. Menguji model rangkaian percobaan listrik paralel.

c. Menyajikan laporan hasil percobaan rangkaian parallel.

Materi

Rangkaian Listrik Paralel

Peserta didik mengomunikasikan hasil rancangan bel listrik dan jadwal


proyek di depan kelas. Guru memberikan masukan kepada peserta didik
terhadap rancangan proyek.

Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek

a. Peserta didik melaksanakan proyek membuat rangkaian listrik paralel


sesuai rancangan bersama-sama kelompoknya.
b. Peserta didik melakukan ujicoba.

c. Peserta didik mencatat data hasil ujicoba.

d. Peserta didik mengolah data hasil ujicoba. Selama penyelesaian proyek, guru
memonitor aktivitas yang penting dari peserta didik, menanyakan masalah-
masalah yang ditemui pada saat membuat rangkaian listrik paralel.
e. Peserta didik membuat laporan proyek

Menguji Hasil

a. Peserta didik mengomunikasikan hasil proyek membuat rangkaian listrik


paralel dengan cara presentasi dan demonstrasi di depan kelas.
b. Guru menilai laporan rancangan bel listrik, laporan hasil pembuatan
rangkaian listrik paralel sesuai rancangan.
c. Peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru
berkaitan dengan pembuatan bel listriknya.
d. Guru memberikan saran-saran untuk perbaikan pembuatan rangkaian
listrik paralel.
Mengevaluasi Pengalaman

a. Peserta didik diminta untuk mengungkapkan pengalamannya selama


menyelesaikan proyek.
b. Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas selama merancang dan membuat rangkaian listrik paralel.
c. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi untuk memperbaiki kinerja
selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu
temuan baru (new inquiry) untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada
tahap pertama pembelajaran.

C. DL (Discovery learniang)

1. Pengertian DL (Discovery learniang)

Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/Inquiry


Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif
untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu
terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan
beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi. Proses di atas disebut cognitive
process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating
concepts and principles in the mind. Discovery learning adalah model
pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk menemukan sendiri
pengetahuan yang ingin disampaikan dalam pembelajaran. Penjelasan tersebut
senada dengan pendapat Hanafiah (2012, hlm.77) yang menyatakan bahwa
model pembelajaran discovery learning adalah rangkaian kegiatan pembelajaran
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka
dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud
adanya perubahan perilaku.
Berbeda dengan model pembelajaran konvensional, discovery learning
atau pembelajaran penemuan lebih berpusat pada peserta didik, bukan guru.
Pengalaman langsung dan proses pembelajaran menjadi patokan utama dalam
pelaksanaannya. Seperti yang diungkapkan oleh Syah (2017) bahwa model
discovery learning merupakan model yang lebih menekankan pada pengalaman
langsung siswa dan lebih mengutamakan proses dari pada hasil belajar (Syah,
2017).
Pengertian discovery learning menurut para ahli :

a. Arends

Discovery Learning adalah model pembelajaran yang menekankan proses


pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan pengalaman belajar
secara aktif yang akan membimbing peserta didik untuk menemukan dan
mengemukakan gagasannya terkait topik yang dipelajari (Arends, 2015, hlm.
402)
b. Rusman

Model pembelajaran discovery learning didefinisikan oleh Rusman (dalam


Ertikanto, 2016) sebagai sebuah model pembelajaran yang mendukung
seorang individu atau kelompok untuk menemukan pengetahuannya sendiri
berdasarkan dengan pengalaman yang didapatkannya oleh setiap individu.
d. Daryanto dan Karim

Discovery learning adalah model mengajar yang dilaksanakan oleh guru


dengan cara mengatur proses belajar dengan sedemikian rupa sehingga siswa
mendapatkan pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui dan sebelumnya
dengan cara tidak disampaikan terlebih dahulu akan tetapi siswa
menemukannya secara mandiri (Daryanto dan Karim, 2017).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa discovery learning
adalah model pembelajaran yang membantu peserta didik untuk mengalami dan
menemukan pengetahuannya sendiri sebagai wujud murni dalam proses
pendidikan yang memberikan pengalaman yang mengubah perilaku sehingga
dapat memaksimalkan potensi diri.

2. Karakteristik DL (Discovery learniang)

Tentunya melalui karakteristiknya yang unik dan diklasifikasikan sebagai model


pembelajaran khusus, discovery learning akan memiliki penanda atau ciri yang
menjadikannya berbeda dengan model pembelajaran lain. Hosnan (2014, hlm.
284) menyatakan bahwa ciri utama pembelajaran menemukan atau discovery
leraning adalah sebagai berikut.
a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan.

b. Pembelajarannya berpusat pada siswa.

c. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan untuk menggabungkan pengetahuan baru


dan pengetahuan yang sudah mapan.

3. Langkah – langkah DL (Discovery learniang)

Menurut Syah (2017, hlm. 243) langkah atau tahapan dan prosedur pelaksanaan
Discovery learning adalah sebagai berikut:
a. Stimulation (stimulus),

memulai kegiatan proses mengajar belajar dengan mengajukan pertanyaan,


anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan peecahan masalah;
b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah), yakni memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian
salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah);
c. Data collection (pengumpulan data), memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaaknya hipotesis;
d. Data processing (pengolahan data), mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan;
e. Verification (pembuktian),

yakni melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau


tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi, dihubungkan dengan hasil data
processing;
f. Generalization (generalisasi),

menarik sebuah simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi.

4. Contoh penerapan DL (Discovery learniang)

No fase kegiatan

1 Stimulasi Pembelajaran dimulai dengan guru

mengajukan pertanyaan, contoh-contoh atau

referensi lainnya, dan penjelasan singkat yang


mengarah pada persiapan pemecahan
masalah. Tahap ini berfungsi untuk
menyiapkan kondisi belajar yang dapat
membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan ajar. Siswa dihadapkan dengan
pertanyaan atau persoalan relevan untuk
menumbuhkan keinginan untuk menyelidiki
dan mencari tahu sendiri jawabannya.

2 Identifikasi masalah Guru memberi kesempatan kepada siswa


untuk memberikan pendapat atau jawaban
sementara terkait dengan topik pembahasan.
3 Pengumpulan data Siswa diberi kesempatan untuk
mengumpulkan informasi relevan sebanyak-
banyaknya untuk membuktikan apakah
jawaban sementara yang mereka berikan
sudah tepat atau belum. Hal ini dapat
dilakukan dengan membaca buku atau
sumber daring, mengamati objek,
eksperimen, dll.

4 Pengolahan data Siswa mengolah informasi yang telah


didapatkan baik melalui pengumpulan data,
kemudian menafsirkannya.

5 pembuktian Siswa mempresentasikan hasil pengolahan


informasi kelompoknya di depan kelas. Siswa
yang lain diberikan kesempatan untuk
memberikan tanggapan, kritik dan saran,
serta pertanyaan.

6 Generalisasi Guru menuntun siswa untuk menarik

kesimpulan dari temuan, tafsiran, dan

pembuktian yang telah dipresentasikan untuk


mendapatkan suatu gambaran umum atau
jawaban atas persoalan yang dihadapi dan
disetujui oleh setiap kelompok.

7 penutup Guru mengulas kembali materi yang telah


dipelajari bersama-sama oleh siswa dan
memberikan koreksi jika diperlukan serta
rekomendasi dari proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
E. Referensi

Daryanto dan Rahardjo, M. (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava


Media.
Fathurrohman, M. (2016). Model Pembelajaran Inovatif: Alternatif desain Pembelajaran
yang Menyenangkan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Isriani & Puspitasari, D. (2015). Strategi Pembelajaran Terpadu: Teori, Konsep &
Implementasi. Yogyakarta: Relasi Inti Media Group.
Mulyasa, E. (2014). Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saefudin, A & Berdiati, I. (2014). Pembelajaran Efektif. Bandung: PT Remaja
Roskadarya.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan :8

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Blanded Learning dan mengembangkan dalam praktik
pembelajaran serta memecahkan masalah sesuai dengan orientasi penerapannya dalam
proses pembelajaran. (C4+P4+A5). (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Blanded Learning
D. Sub Pokok Materi

A. Pengertian Blended Learning


Blended learning berasal dari kata blended dan learning. Blend artinya
campuran dan learning artinya belajar. Jadi, Blended Learning adalah perpaduan atau
kombinasi dari berbagai pembelajaran baik online maupun offline. Blended learning
menggabungkan pembelajaran tatap muka (face to face) di kelas dan pembelajaran
daring (online) untuk meningkatkan pembelajaran mandiri secara aktif oleh peserta
didik dan mengurangi jumlah waktu tatap muka (face to face) di kelas. Menurut
Husamah (2014), blended learning merupakan pembelajaran yang menggabungkan
berbagai cara penyampaian, model pengajaran, serta berbagai media teknologi yang
beragam.
Menurut Musa, blended learning adalah mengkombinasikan pembelajaran
yakni pembelajaran E- learning atau online dengan pembelajaran tatap muka (face to
face). Menurut Driscol (2002), blended learning merupakan pembelajaran yang
mengkombinasikan atau menggabungkan berbagai teknologi berbasis web, untuk
mencapai tujuan pendidikan. Thorne (2013) mendefinisikan blended learning sebagai
campuran dari teknologi e-learning dan multimedia, seperti video streaming, virtual
class, animasi teks online yang dikombinasikan dengan bentuk-bentuk tradisional
pelatihan di kelas. Sementara Graham (2005) menyebutkan blended learning secara
lebih sederhana sebagai pembelajaran yang mengkombinasikan antara pembelajaran
online dengan face-to-face (pembelajaran tatap muka).
Pada tahun 2002, Driscoll mengidentifikasi empat konsep pembelajaran

blended learning yaitu

1. Menggabungkan atau mencampur mode teknologi yang berbasis web


misalnya kelas virtual langsung, pembelajaran kolaboratif, streaming
video, audio dan teks.

2. Menggabungkan pendekatn pedagogis misalnya kognitivisme,


konstruktivisme, behaviorisme, untuk menghasilkan pembelajaran yang
optimal dengan atau tanpa penggunaan teknologi.

3. Menggabungkan segala bentuk te knologi pembelajaran misalnya video


tape, CDROM, pelatihan berbasis web,film dengan dipimpin instruktur
tatap muka.
4. Mencampur atau mengadukkan teknologi pembelajaran yang sebenarnya
untuk menciptakan efek pembelajaran dan kerja yang harmonis
Jadi dapat disimpulkan bahwa blended learning adalah pembelajaran yang
mengkombinasikan antara tatap muka (pembelajaran secara konvensional: dengan
metode ceramah, penuguasan, tanya jawab dan demontrasi), dan pembelajaran secara
online dengan memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi untuk mendukung
belajar mandiri dan memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.

B. Karakteristik Blended Learning


Proses penyelenggaraan blended learning harus memperhatikan sarana
prasarana, karakteristik mahasiswa, alokasi waktu, sumber belajar dan kendala.
Sedangkan menurut (Dwiyogo, 2016) komposisi blended learning yaitu :
1. 50/50% artinya dari alokasi waktu yang disediakan 50% untuk kegiatan
tatap muka (face to face) dan 50% untuk kegiatan pembelajaran daring
(online).
2. 73/25% artinya alokasi waktu yang disediakan 75% untuk kegiatan tatap
muka (face to face) dan 25% untuk kegiatan pembelajaran daring (online).
3. 25/75% artinya alokasi waktu yang disediakan 25% untuk kegiatan tatap
muka (face to face) dan 75% untuk kegiatan pembelajaran daring (online).
Dalam penggunaan pola tersebut tergantung dari analisis kompetensi yang
dibutuhkan, tujuan mata pelajaran, karakteristik pelajar, karakteristik dan kemampuan
pelajar dan sumber daya yang terssedia. Namun pertimbangan utama dalam
merancang komposisi pembelajaran yaitu penyediaan sumber belajar yang cocok
untuk berbagai karakteristik pelajar agar pembelajaran menjadi menarik efektif dan
efisie.

Menurut Sharpen et.al., karakteristik blended e-learning adalah:


1. Ketetapan sumber suplemen untuk program belajar yang berhubungan selama
garis tradisional sebagian besar melalui institusional pendukung lingkungan
belajar virtual.

2. Transformatif tingkat praktik pembelajaran didukung oleh rancangan


pembelajaran sampai mendalam.
3. Pandangan menyeluruh tentang teknologi untuk mendukung pembelajaran.
Blended learning mempunyai karakteristik tertentu sebagai penciri utama,
diantaranya:
1. Proses pembelajaran yang menggabungkan berbagai model pembelajaran,
gaya pembelajaran serta penggunaan berbagai media pembelajaran berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
2. Perpaduan antara pembelajaran mandiri via online dengan pembelajaran tatap
muka fasilitator dengan peserta didiknya serta menggabungkan pembelajaran
mandiri
3. Pembelajaran didukung dengan pembelajaran yang efektif dari cara
penyampaian, cara belajar dan gaya pembelajarannya.
4. Jika berhubungan dengan siswa di sekolah, dalam blended learning orang tua
dengan guru juga mempunyai peran penting dalam pembelajaran anak didik.
Guru merupakan fasilitator sedangkan orang tua sebagai motivator dalam
pembelajaran anaknya.

C. Komponen Blended Learning


1. Online learning

Menurut Dabbagh (2005:15) online learning adalah lingkungan belajar


terbuka dengan mempertimbangkan aspek-aspek pembelajaran dan mungkin
menggunakan teknologi internet dan berbasis web untuk memfasilitasi proses
belajar dan membangun pengetahuan yang berarti. Sedangkan menurut Carliner
(1999) dalam anderson dan elloumi (2001:4) online learning adalah materi
pendidikan yang ditayangkan dengan memanfaatkan komputer. Dari definisi para
ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa online learning adalah lingkungan
pembelajaran yang mempergunakan teknologi intranet dan berbasis web dalam
mengakses materi pembelajaran dan memungkinkan terjadinya interaksi
pembelajaran antara sesama peserta didik atau dengan pengajar dimana saja dan
kapan saja.

Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran memungkinkan siswa untuk


mengakases media dan aktifitas pembelajaran secara aktual dan tidak terbatas
pada ruang dan waktu. Hal ini memungkinkan interaksi pembelajaran secara
asinkronis dan sinkronis. Desain pembelajaran asinkronis memungkinkan siswa
untuk belajar dan mengerjakan aktifitas pembelajaran pada waktu yang sama.
Misalnya, siswa dapat membaca pesan atau merespon diskusi dalam forum.
Sebaliknya, desain pembelajaran sikronis biasanya dilakukan pada rentang waktu
tertentu dimana siswa melakukan aktifitas pembelajaran dalam waktu yang
bersamaan, seperti mengerjakan kuis, diskusi pada layanan Chatting, video
conference, atau survei.
Menurut Ally (2007) bahwa asynchronous online learning pembelajar dapat
mengakses materi pelajaran kapan saja, sedangkan synchronous online learning
memungkinkan interaksi nyata (real time) antara mahasiswa dengan mahasiswa
yang lain pada misalnya pada saat diskusi diforum dalam E-Learning. E-Learning
dapat mencakup secara formal maupun informal. E-Learning secara formal
misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silbus, mata pelajaran dan tes
yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-
pihak terkait (pengelola E-Learning dan pembelajar sendiri)
Online learning merupakan salah satu dari komponen blended learning,
dimana online learning memanfaatkan internet sebagai salah satu sumber belajar.
Online learning mempergunakan teknologi Internet, intranet, dan berbasis web
dalam mengakses materi pembelajaran dan memungkinkan terjadinya interaksi
pembelajaran.

2. Pembelajaran Tatap muka ( Face to Face Learning)

Pembelajaran tatap muka merupakan model pembelajaran yang sampai saat ini
masih terus dilakukan dan sangat sering digunakan dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu bentuk model pembelajaran
konvensional, yang berupaya untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta
didik. Pembelajaran tatap muka mempertemukan guru dengan murid dalam satu
ruangan untuk belajar. Pembelajaran tatap muka memiliki karakteristik yaitu
terencana, berorientasi pada tempat (place-based) dan interaksi sosial (Bonk, Siti
Istiningsih & Hasbullah 54 Graham, 2006:122).
Pembelajaran tatap muka biasanya dilakukan di kelas dimana terdapat model
komunikasi synchronous, dan terdapat interaksi aktif antara sesama murid, murid
dengan guru, dan dengan murid lainnya. Dalam pembelajaran tatap muka guru
atau pemelajar akan menggunakan berbagai macam metode dalam proses
pembelajarannya untuk membuat proses belajar lebih aktif dan menarik. Berbagai
macam bentuk metode pembelajaran yang biasanya digunakan dalam
pembelajaran tatap muka adalah : 1) Metode ceramah, 2) Metode penugasan, 3)
Metode tanya jawab, 4) Metode Demonstrasi. (Rusyan, dkk, 1990: 111).
Pembelajaran tatap muka (face to face) merupakan model pembelajaran yang
sampai saat ini masih terus dilakukan dan sangat sering digunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran tatap muka (face to face) merupakan salah satu
bentuk model pembelajaran konvensional yang mempertemukan pendidik dengan
peserta didik dalam satu ruangan untuk belajar. Karakteristik pembelajaran tatap
muka (face to face), yaitu terencana, berorientasi pada tempat (placed-based),
interaksi sosial.
Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu komponen dalam blended
learning, dalam pembelajaran tatap muka siswa dapat lebih memperdalam apa
yang telah dipelajari melalui online learning, ataupun sebaliknya online learning
untuk lebih memperdalam materi yang diajarkan melalui tatap muka.

3. Belajar Mandiri (Individualizad Learning)

Salah satu bentuk aktivitas model pembelajaran pada blended learning adalah
Individualized learning yaitu peseta didik dapat belajar mandiri dengan cara
mengakses informasi atau materi pelajaran secara online via internet. Belajar
mandiri bukan berarti belajar sendiri, karena orang kadang seringkali salah arti
mengenai belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Belajar mandiri berarti belajar
secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain dalam belajar.
Menurut Wedemeyer (1973) dalam Chaeruman (2007:10) belajar mandiri
sebagai pembelajaran yang merubah perilaku, dihasilkan dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh pebelajar dalam tempat dan waktu berbeda serta lingkungan
belajar yang berbeda dengan sekolah. Peserta didik yang belajar secara mandiri
mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pelajaran yang
diberikan pengajarnya di kelas. Peserta didik mempunyai otonomi yang luas
dalam belajar. Kemandirian itu perlu diberikan kepada peserta didik supaya
mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisplinkan dirinya
dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauannya sendiri. Sikap-sikap
seperti itu perlu dimiliki oleh peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri
kedewasaan orang terpelajar.
Proses belajar mandiri mengubah peran guru atau instruktur menjadi fasilitator
atau perancang proses belajar dan sebagai fasilitator, seorang guru atau instruktur
membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau dapat menjadi mitra
belajar untuk materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancang proses
belajar mengharuskan guru untuk mengubah materi ke dalam format yang sesuai
dengan pola belajar mandiri.
Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar
mandiri adalah proses belajar diaman peserta didik memegang kendali atas
pengambilan keputusan terhadap kebutuhan belajarnya dengan sedikit
memperoleh bantuan dari guru atau instruktur. Belajar mandiri merupakan salah
satu komponen dalam blended learning, karena dalam online learning didalamnya
terjadi proses belajar mandiri, karena peseta didik dapat belajar mandiri melalui
online learning.

D. Kunci dan Tahap Pelaksanaan Blended Learning


1. Kunci Pelaksanaan Blended Learning

M.Carman (2005) menjelaskan ada lima kunci untuk melaksanakan pembelajaran


dengan blended learning, yaitu:
1. Live Event (Pembelajaran Tatap Muka)

Pembelajaran langsung atau tatap muka secara sinkronous dalam waktu dan
tempat yang sama ataupun waktu sama tetapi tempat berbeda. Pola
pembelajaran langsung masih menjadi pola utama yang sering digunakan oleh
pendidik. Pola pembelajaran ini perlu didesain sedemikian rupa untuk
mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
2. Self-Paced Learning (Pembelajaran Mandiri)

Pembelajaran mandiri (self-paced learning) memungkinkan peserta didik


dapat belajar kapan saja dan dimana saja secara daring (online). Adapun
konten pembelajaran perlu dirancang khusus baik yang bersifat teks maupun
multimedia, seperti: video, animasi, simulasi, gambar, audio, atau kombinasi
semuanya. Selain itu, pembelajaran mandiri juga dapat dikemas dalam bentuk
buku, via web, via mobile, streaming audio, maupun streaming video.

3. Collaboration (Kolaborasi)

Kolaborasi dalam pembelajaran blended learning dengan mengkombinasikan


kolaborasi antar pendidik maupun kolaborasi antar peserta didik. Kolaborasi
ini dapat dikemas melalui perangkatperangkat komunikasi, seperti forum,
chatroom, diskusi, email, website, dan sebagainya. Dengan kolaborasi ini
diharapkan dapat meningkatkan konstruksi pengetahuan maupun keterampilan
dengan adanya interaksi sosial dengan orang lain.
4. Assessment (Penilaian atau Pengukuran Hasil Belajar)

Penilaian (assessment) merupakan langkah penting dalam pelaksanaan proses


pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh
mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh peserta didik. Selain
itu, penilaian juga bertujuan sebagai tindak lanjut dosen dalam pelaksanaan
pembelajaran. Adapun pendidik sebagai perancang pembelajaran harus
mampu meramu kombinasi jenis assessment online dan offline baik yang
bersifat tes maupun non tes.
5. Performance Support Materials (Dukungan Bahan Belajar)

Bahan ajar merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung proses
pembelajaran. Penggunaan bahan ajar akan menunjang kompetensi peserta
didik dalam menguasai suatu materi. Dalam pembelajaran dengan blended
learning hendaknya dikemas dalam bentuk digital maupun cetak sehingga
dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline maupun daring (online).
Penggunaan bahan ajar yang dikemas secara daring (online) sebaiknya juga
mendukung aplikasi pembelajaran daring (online).

Kelima kunci di atas memiliki keterkaitan dan pengaruh yang signifikan


dalam kegiatan pembelajaran dengan blended learning. Dengan kelima kunci
tersebut, pembelajaran yang didesain dengan model pembelajaran blended learning
diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran sehingga
berlangsung dengan efektif dan efisien.

2. Tahap Pelaksanaan Blended Learning


Secara mendasar terdapat tiga tahapan dasar dalam model blended learning
yang mengacu pembelajaran berbasis ICT (Ramsay, 2001):
a. Seeking of information

Pencarian informasi dari berbagai sumber informasi yang tersedia secara


online maupun offline dengan berdasarkan pada relevansi, validitas,
reliabilitas konten dan kejelasan akademis. Pendidik atau fasilitator
berperan memberi masukan bagi peserta didik untuk mencari informasi
yang efektif dan efisien.
b. Acquisition of information

Peserta didik secara individu maupun secara kelompok kooperatif-


kolaboratif berupaya untuk menemukan, memahami, serta
mengkonfrontasikannya dengan ide atau gagasan yang telah ada dalam
pikiran peserta didik, kemudian menginterprestasikan
informasi/pengetahuan dari berbagai sumber yang tersedia, sampai mereka
mampu mengkomunikasikan kembali dan menginterpretasikan ide-ide dan
hasil interprestasinya menggunakan fasilitas
c. Synthesizing of knowledge

Mengkonstruksi/merekonstruksi pengetahuan melalui proses asimilasi dan


akomodasi bertolak dari hasil analisis, diskusi dan perumusan kesimpulan
dari informasi yang diperoleh.

E. Manfaat dan Tujuan Blended Learning


a. Manfaat

1. Membantu peserta didik mengembangkan keterampilan manajemen proyek


dan waktu.
2. Mengembangkan rasa kebersamaan yang lebih kuat di antara para peserta
didik daripada pelatihan tradisional/konvensional atau sepenuhnya online.
3. Mendukung penyediaan informasi dan sumber daya bagi peserta didik

4. Melibatkan dan memotivasi peserta didik melalui interaktivitas dan kolaborasi

5. Teknologi sinkron seperti Skype dan Elluminate Live, izinkan peserta didik
untuk berkomunikasi dan berkolaborasi di luar kelas.
6. Mengintegrasikan teknologi yang tepat dan mengelolanya secara efektif di
seluruh proses pembelajaran.
7. Menimimalkan biaya, fleksibilitas penempatan tenaga kerja, dan sebagainya.
8. Peluang untuk menciptakan pengalaman pelatihan yang bersifat pribadi,
relevan dan menarik.

9. Peningkatan praktik pedagogis.


b. Tujuan

Pradnyana (2013) menyebutkan tujuan dari pembelajaran blended learning

adalah:

1. Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar,
sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
2. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi pendidik dan peserta didik
untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.
3. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan
menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online.
4. Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para peserta didik dalam
pengalaman interaktif. Sedangkan porsi online memberikan peserta didik
dengan konten multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan di
mana saja selama peserta didik memiliki akses Internet.
5. Mengatasi masalah pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian melalui
penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi.

F. Kelebihan dan Kelemahan Blended Learning


1. Kelebihan

a. Peserta didik tidak hanya belajar lebih banyak pada saat sesi online yang
ditambahkan pada pembelajaran tradisional, tetapi dapat meningkatkan
interaksi dan kepuasan peserta didik.
b. Peserta didik dilengkapi dengan banyak pilihan sebagai tambahan
pembelajaran di kelas, meningkatkan apa yang dipelajari, dan kesempatan
untuk mengakses tingkat pembelajaran yang lebih lanjut.
c. Penyajian dapat lebih cepat disampaikan bagi peserta didik yang belajar
menggunakan e-learning.
d. Tidak hanya belajar satu arah yang berurutan, dengan blended learning peserta
didik memiliki kesempatan untuk mempelajari materi yang diinginkan, serta
pengaturan jadwal dan waktu yang fleksibel suatu mata pelajaran.

e. Penerapan model blended learning memungkinkan guru/dosen untuk


mendistribusikan materi pembelajaran dan media pembelajaran secara online
sehingga dapat diakses oleh peserta didik dimanapun dan kapanpun dengan
koneksi internet, akses pun dapat dilakukan melalui laptop ataupun melalui
telfon pintar.

f. Meningkatkan kualitas pembelajaran, untuk kualitas pembelajaran, penerapan


model pembelajaran meningkatkan pengalaman belajar mahasiswa melalui
berbagai media pembelajaran, baik berupa teks, audio, video, animasi, maupun
melalui forum diskusi online
g. Biaya yang lebih hemat bagi institusi dan peserta didik.

2. Kelemahan

a. Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila


sarana dan prasarana tidak mendukung.
b. Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki peserta didik, seperti komputer dan
akses internet. Padahal, Blended Learning memerlukan akses internet yang
memadai dan bila jaringan kurang memadai, itu tentu akan menyulitkan
peserta didik dalam mengikuti pembelajaran mandiri via online.
c. Kurangnya pengetahuan sumber daya pembelajaran (pengajar, peserta didik
dan orang tua) terhadap penggunaan teknologi.

G. Model-Model Pembelajaran Blended Learning


Haughey (1998) mengungkapkan bahwa terdapat tiga model dalam
pengembangan pembelajaran Blended Learning , yaitu model web course, web centric
course, dan web enhanced course:
1. Model Web course adalah penggunaan Internet untuk keperluan
pendidikan, yang mana peserta didik dan pendidik sepenuhnya terpisah
dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi,
konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya
sepenuhnya disampaikan melalui Internet.
2. Model Web centric course adalah penggunaan Internet yang memadukan
antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi
disampaikan melalui Internet,dan sebagian lagi melalui tatap muka yang
fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pendidik bisa memberikan
petunjuk pada peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran melalui
web yang telah dibuatnya. Peserta didik juga diberikan arahan untuk
mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka,
peserta didik dan pendidik lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang
telah dipelajari melalui Internet tersebut.

3. Model web enhanced course adalah pemanfaatan Internet untuk


menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas.
Oleh karena itu peran pendidik dalam hal ini dituntut untuk menguasai
teknik mencari informasi di Internet, menyajikan materi melalui web yang
menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui
Internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.

Model blended learning mampu meningkatkan fleksibilitas dan individualisasi


pengalaman belajar pelajar atau mahasiswa, tetapi juga memungkinkan pengajar
untuk mengefektifkan waktu yang mereka habiskan sebagai fasilitator pembelajaran.
Ada berbagai model blended learning yang telah dikembangkan. Sebagian juga
menyebutkan model ini juga sama dengan jenis-jenis blended learning. Berikut ini
beberapa model blended learning yang sudah diterapkan oleh berbagai lembaga
pendidikan di berbagai belahan dunia.

1. Station Rotation Blended Learning

Station-Rotation blended learning adalah menggabungkan ketiga stasiun


atau spot dalam satu jam tatap muka dibagi menjadi tiga. Misalkan satu
tatap muka terdiri atas 90 menit, maka waktu tatap muka 90 menit itu
dibagi tiga waktu untuk masing-masing tahapan dalam spot yang berbeda
yaitu 30 menit. ketiga spot tersebut terdiri atas online instruction, Teacher-
led instruction, dan Collaborative activities and stations.
2. Lab Rotation Blended Learning

Model Lab Rotation Blended Learning mirip dengan Station Rotation,


yaitu memungkinkan siswa mempunyai kesempatan untuk memutar
stasiun melalui jadwal yang telah ditetapkan namun dilakukan
menggunakan laboratorium komputer khusus yang memungkinkan
dilakukan pengaturan jadwal yang fleksibel dengan dosen. Dengan
demikian diperlukan laboratorium komputer.
3. Remote Blended Learning atau Enriched Virtual

Dalam pembelajaran Remote Blended Learning, fokus siswa adalah


menyelesaikan pembelajaran online, mereka melakukan pembelajaran
tatap muka dengan guru hanya sesekali sesuai kebutuhan. Pendekatan ini
berbeda dari model Flipped Classroom dalam keseimbangan waktu
pengajaran tatap muka online. Dalam model pembelajaran Remote
Blended Learning, siswa tidak akan belajar secara tatap muka dengan dosen
setiap hari, tetapi dalam pengaturan flipped. Siswa menyelesaikan tujuan
pembelajaran secara individu.
4. Flex Blended Learning

Flex termasuk dalam jenis model Blended Learning di mana pembelajaran


online adalah inti atau tulang punggung pembelajaran siswa, namun masih
didukung oleh aktivitas pembelajaran offline. Para pelajar melanjutkan
pembelajaran yang dimulai di dalam kelas dengan jadwal yang fleksibel
yang disesuaikan secara individual dalam berbagai modalitas
pembelajaran. Sebagian besar siswa masih belajar di sekolah, kecuali
untuk pekerjaan rumah. Guru memberikan dukungan pembelajaran tatap
muka secara fleksibel dan adaptif sesuai kebutuhan melalui kegiatan
seperti pengajaran kelompok kecil, proyek kelompok, dan bimbingan
pribadi.
5. The ‘Flipped Classroom’ Blended Learning

Blended learning versi Flipped Classroom ini merupakan versi yang


paling banyak dikenal. Flipped Classroom dimulai dari pembelajaran
siswa yang dilakukan secara online di luar kelas atau di rumah dengan
konten-konten yang sudah disediakan sebelumnya. Setelah melakukan
proses pembelajaran online di luar kampus mahasiswa kemudian
memperdalam dan berlatih memecahkan soal-soal di sekolah bersama guru
dan teman kelas. Dengan demikian bisa dianggap peran pembelajaran
tradisional di kelas menjadi “terbalik”.Pada dasarnya pembelajaran ini
masih mempertahankan format pembelajaran tardisional namun dijalankan
dengan konteks yang baru.
6. Individual Rotation Blended Learning

Model individual rotation memungkinkan siswa untuk memutar melalui


stasiun-stasiun, tetapi sesuai jadwal individu yang ditetapkan oleh dosen
atau oleh algoritma perangkat lunak. Tidak seperti model rotasi lainnya,
mahasiswa tidak perlu berputar ke setiap stasiun; mereka hanya berputar
ke aktivitas yang dijadwalkan pada daftar putar mereka.
7. Project-Based Blended Learning

Project-based blended learning merupakan model pembelajaran di mana


siswa menggunakan pembelajaran online maupun pengajaran tatap muka
dan kolaborasi untuk merancang, mengulang, dan menyelasiakn tugas
pembelajaran berbasis proyek atau produk tertentu. Pembelajaran online
bisa berbentuk pembelajaran online dengan bentuk atau materi yang sudah
disiapkan atau akses mandiri pada sumber-sumber belajar yang
dibutuhkan. Karakteristik utama dalam pembelajaran ini ada penggunaan
sumberdaya online untuk mendukung pembelajaran berbasis proyek.
8. Self-Directed Blended Learning

Dalam self-directed blended learning, siswa menjalankan kombinasi


pembelajaran online dan tatap muka dalam pembelajaran inkuiri dan
pencapaian tujuan pembelajaran formal. Mereka terhubung dengan dosen
secara fisik dan digital. Karena pembelajaran diarahkan sendiri, maka
peran pembelajaran online dan guru berubah, dan tidak ada
pertemuan/pembelajaran online formal yang harus diselesaikan. Salah satu
hal yang menjadi tantangan guru dalam pembelajaran ini adalah
bagaimana ia menilai pembelajaran dan keberhasilan pengalaman belajar
siswa tanpa menghilangkan autentifikasi. Sedangkan tantangan bagi siswa
adalah bagaimana mencari model produk, proses, dan potensi yang dapat
mendorong mereka untuk konsisen dalam belajar. Selain itu siswa harus
memahami apa yang berhasil dan mengapa, dan untuk membuat
penyesuaian yang sesuai atas kondisi yang tidak sesuai dengan harapan atau
kondisi ideal. Beberapa siswa tidak membutuhkan bimbingan, sementara
yang lain membutuhkan dukungan melalui jalur yang sangat jelas sehingga
mereka dapat menjalankan pembelajaran mereka mereka sendiri secara
otonom.
9. Blended Learning Inside-Out

Dalam blended learning inside-out, pembelajaran dirancang akan selesai


atau berakhir di luar kelas, dengan memadukan kelebihan-kelebihan tatap
muka fisik dan digital. Namun dalam model luar-dalam dan dalam-luar,
masih menonjolkan pembelajaran di kelas, sedangkan pembelajaran online
berfungsi sebagai penguat. Komponen pembelajaran online dapat berupa
inkuiri mandiri atau e-Learning formal. Bila dilihat dari pola
pembelajarannya maka blended learning berbasis proyek merupakan salah
satu contoh yang sangat baik dari model inside-out. Sama halnya dengan
outside-in, model ini masih membutuhkan untuk bimbingan ahli, umpan
balik pembelajaran, pengajaran konten, dan dukungan psikologis dan
moral dari interaksi tatap muka setiap hari.
10. Outside-In Blended Learning

Dalam pembelajaran outside-in blended learning, pembelajaran diawali


dari lingkungan fisik dan digital non-akademik yang biasa digunakan
siswa setiap hari yang kemudian diakhiri di dalam ruang kelas. Dengan
demikian pembelajaran di dalam kelas akan lebih dalam dan kaya. Kelas
tatap muka berpeluang menjadi ajang berbagi, berkreasi, berkolaborasi,
dan saling memberi umpan balik yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran siswa. Bila dirancang dengan baik, masing-masing “area”
pembelajaran dapat memainkan peran penting dari kekuatannya masing-
masing yang saling melengkapi. Polanya pembelajaran ini tetap masih
kebutuhan bimbingan, pengajaran, dan dukungan dari interaksi tatap muka
setiap hari.
11. Supplemental Blended Learning

Dalam model ini, mahasiswa menyelesaikan pembelajaran online


sepenuhnya untuk melengkapi pembelajaran tatap muka mereka, atau
pembelajaran tatap muka sepenuhnya untuk melengkapi pembelajaran
yang diperoleh secara daring. Gagasan besar di sini adalah “pelengkap”.
Pencapaian tujuan pembelajaran pada intinya dipenuhi sepenuhnya dalam
satu “ruang” (tatap muka atau online) sementara “ruang” lainnya
memberikan pengalaman tambahan yang spesifik bagi mahasiswa.
Pengalaman tambahan ini tidak akan mereka dapatkan bila hanya
menggunakan satu “ruang” saja.
12. Mastery-Based Blended Learning

Pada model mastery-based blended learning siswa melakukan


pembelajaran online dan pembelajaran tatap muka secara bergiliran.
Penyelesaian tujuan pembelajaran berbasis penguasaan. Desain dan
proporsi pembelajaran online dan tatap muka dibangun atas dasar
penguasaan kompetensi tertentu. Desain asesmen sangat penting dalam
setiap pengalaman pembelajaran berbasis penguasaan. Kemampuan untuk
menggunakan alat asesmen tatap muka dan digital cukup rumit tergantung
pada pola pikir perancang pembelajaran
E. Referensi

Abdullah, Walid. 2018. Model Blended Learning dalam Meningkatkan Efektifitas


Pembelajaran. Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam. Volume 7, Nomor 1, Juli
2018.

Dewi, Kadek Cahya, dkk. 2019. Blended Learning: Konsep dan Implementasi pada
Pendidikan Tinggi Vokasi. Bali: Swasta Nulus.

Handoko dan Waskito. 2018. Blended Learning: Konsep dan Penerapannya. Padang:
Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK)
Universitas Andalas

Istiningsih, Siti dan Hasbullah. 2015. Blended Learning, Trend Strategi Pembelajaran
Masa Depan. Jurnal Elemen. Vol.1 No. 1, Januari 2015.

Nasution, Nurlian, Nizwardi Jalinus, dan Syahril. 2019. Buku Model Blended
Learning. Pekanbaru: Unilak Press.
Nurhadi, Nunung. 2020. Blended Learning dan Aplikasi di Era New Normal Pandemi
Covid 19. Jurnal Agriekstensia. Vol. 19 No. 2 Desember 2020.
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan : 10

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)
B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)
Mahasiswa mampu menganalisis Metode Pembelajaran dan mengembangkan dalam
praktik pembelajaran serta memecahkan masalah sesuai dengan orientasi penerapannya
dalam proses pembelajaran. (C4+P4+A5). (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)
C. Materi Perkuliahan
Metode Pembelajaran
D. Uraian Materi

A. Hakikat Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah langkah operasional atau implementatif dari


strategi pembelajaran yang dipilih dalam mencapai tujuan belajar. Ketepatan
penggunaan suatu metode akan menunjukkan berfungsinya suatu strategi
pembelajaran. Strategi pembelajaran masih bersifat konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan
kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan
metode adalah “a way in achieving something” (Sanjaya, 2010).
Metode merupakan salah satu strategi atau cara yang digunakan oleh guru
dalam proses pembelajaran yang hendak dicapai, semakin tepat metode yang
digunakan oleh seorang guru maka pembelajaran akan semakin baik. Metode berasal
dari kata methodos dalam bahasa Yunani yang berarti cara atau jalan. Sudjana
(2005:76) berpendapat bahwa metode merupakan perencanaan secara menyeluruh
untuk menyajikan materi pembelajaran bahasa secara teratur, tidak ada satu bagian
yang bertentangan, dan semuanya berdasarkan pada suatu pendekatan tertentu.
Pendekatan bersifat aksiomatis yaitu pendekatan yang sudah jelas kebenarannya,
sedangkan metode bersifat prosedural yaitu pendekatan dengan menerapkan langkah-
langkah.
Pengertian metode pembelajaran menurut para ahli :

1. Abdurrahman Ginting

Menurut Ginting (2014, hlm. 42) metode pembelajaran dapat diartikan cara atau
pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta
berbagai teknik dan sumber daya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran
pada diri peserta didik.
2. Abu Ahmadi & Joko Tri Prasetya

Metode pembelajaran adalah teknik yang dikuasai pendidik atau guru untuk
menyajikan materi pelajaran kepada peserta didik di kelas, baik secara individu
maupun kelompok agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan
dimanfaatkan oleh peserta didik dengan baik (Ahmadi & Prasetya, 2015, hlm. 52).
3. Nur Hamiyah & Muhammad Jauhar
Sedangkan Hamiyah dan Jauhar, mengartikan metode sebagai cara untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamiyah & Jauhar, 2014, hlm.
49).
4. Ridwan Abdullah Sani

Metode pembelajaran merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran


yang dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran (Sani, 2019, hlm. 158).
5. Sofan Amri

Menurut Amri (2013, hlm. 113) metode belajar mengajar dapat diartikan sebagai
cara-cara yang dilakukan untuk menyampaikan atau menanamkan pengetahuan
kepada subjek didik, atau anak melalui sebuah kegiatan belajar mengajar, baik di
sekolah, rumah, kampus, pondok, dan lain-lain.
B. Factor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemilihan Metode Pembelajaran

Metode mengajar merupakan salah satu komponen yang harus digunakan


dalam kegiatan pembelajaran agar tercipta iklim belajar yang kondusif dan
merangsang peserta didik untuk berinteraksi dan berkreasi sehingga tujuan
pembelajaran mudah tercapai. Oleh karena itu, Penentuan dan pemilihan strategi atau
metode mengajar dalam pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pembelajaran. Diantara faktor-faktornya yaitu:
1. Tujuan Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aktivitas guru dan peserta didik sebagai proses interaksi
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran yang efektif terletak pada dua
hal yaitu: Pemilihan stimulus diskriminatif dan penggunaan penguatan. Keduanya
merupakan persyaratan penting bagi pembelajaran untuk dapat memperoleh
tingkah laku verbal yang lebih rumit, dan memberikan penguatan agar belajar
lebih efektif. Apabila seorang guru akan mengajarkan bahan pengajaran mengenai
setiap pokok bahasan kepada siswa-siswanya, maka guru tersebut harus
mengadakan persiapan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar, sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai. Adapun beberapa tujuan-tujuan pembelajaran di
antaranya yaitu:
a. Tujuan Kognitif
Menurut Benjamin Bloom ada enam tingkatan dalam tujuan ini yaitu:
1) Pengetahuan atau ingatan, aspek ini mengacu pada kemampuan
mengenal dan mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang
sederhana sampai pada hal-hal yang sukar.
2) Pemahaman, aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk
mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau
diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari.
3) Penerapan atau aplikasi, aspek ini mengacu pada kemampuan
menggunakan atau menerapkan pengetahuan atau menggunakan ide-
ide umum, metode-metode, prinsip-prinsip, dan sebagainya dalam
memecahkan persoalan tertentu.
4) Analisis, aspek ini mengacu pada kemampuan mengkaji atau
menguraikan sesuatu bahan atau keadaan ke dalam komponen-
komponen atau bagian-bagian yang spesifik, serta mampu memahami
hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lain, sehingga struktur
dan aturannya dapat lebih dipahami.
5) Sintesis, aspek ini mengacu pada kemampuan memadukan berbagai
konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau
bentuk baru.
6) Evaluasi, aspek ini mengacu pada kemampuan memberikan
pertimbangan atau penilaian terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan
norma-norma atau patokan-patokan berdasarkan kriteria tertentu.
b. Tujuan Afektif
Menurut Krathwohl, Bloom, dan Mansia tujuan afektif berdasar pada lima kategori
yaitu:
1) Penerimaan, aspek ini mengacu pada kemampuan kepekaan dan
kesediaan menerima norma-norma disiplin yang berlaku di sekolah.
2) Pemberian Respon, aspek ini mengacu pada kecenderungan
memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu.
3) Penghargaan atau Penilaian, aspek ini mengacu pada kecenderungan
penilaian terhadap sesuatu dengan memposisikan diri sesuai dengan
penilaian itu, dan mengikat diri pada suatu norma.
4) Pengorganisasian, aspek ini mengacu pada proses membentuk konsep
tentang suatu nilai serta menyusun suatu sistem nilai-nilai dalam
dirinya.
5) Karakterisasi yaitu pembentukan pola hidup, aspek ini mengacu pada
proses mewujudkan nilai-nilai dalam pribadi sehingga merupakan
watak, dimana norma itu tercermin dalam pribadinya.
c. Tujuan Psikomotor
Menurut Elizabeth Simpson tujuan psikomotor terbagi atas tujuh kategori yaitu:
1) Persepsi, aspek ini lebih mengacu pada penekanan kemampuan
berpendapat terhadap sesuatu dan peka terhadap sesuatu hal.
2) Kesiapan, aspek ini mengacu pada kesiapan memberikan respon secara
mental, fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan.
3) Respons terbimbing, aspek ini mengacu pada pemberian respons
perilaku, gerakan-gerakan yang diperlihatkan dan didemonstrasikan
sebelumnya.
4) Mekanisme, aspek ini mengacu pada keadaan dimana respons fisik
yang dipelajari telah menjadi kebiasaan.
5) respons yang kompleks, aspek ini mengacu pada pemberian respons
atau penampilan perilaku atau gerakan yang cukup rumit dengan
terampil dan efisien.
6) Penyesuaian pola gerak atau adaptasi, aspek ini mengacu pada
kemampuan menyesuaikan respons atau perilaku gerakan dengan
situasi yang baru.
7) Organisasi, aspek ini mengacu pada kemampuan menampilkan pola-
pola gerak gerik yang baru, dalam arti menciptakan perilaku dan
gerakan yang baru dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri.
2. Karakteristik Bahan Pelajaran/Materi Pelajaran

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode mengajar
adalah karakteristik materi pelajaran. Ada beberapa aspek (secara umum) yang
terdapat pada materi pelajaran, yaitu:
1) Aspek konsep, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan
pengertian, atribut, karakteristik, label atau ide dan gagasan sesuatu.
2) Aspek fakta, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa yang lalu, data-data yang memiliki esensi objek dan
waktu, seperti nama dan tahun yang berhubungan dengan peristiwa atau
sejarah.
3) Aspek prinsip, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan
dengan aturan, dalil, hukum, ketentuan, dan prosedur yang harus
ditempuh.
4) Aspek nilai, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan
aspek perilaku yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang
bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi orang banyak.
5) Aspek ketrampilan intelektual, merupakan substansi isi pelajaran yang
berhubungan dengan pembentukan kemampuan menyelesaikan
permasalahan, berpikir sistematis, berpikir logis, berpikir taktis, berpikir
kritis, berpikir inovatif dan berpikir ilmiah.
6) Aspek ketrampilan psikomotor merupakan substansi isi pelajaran yang
berhubungan dengan pembentukan kemampuan fisik.
3. Waktu yang Digunakan

Pemilihan metode mengajar juga harus memperhatikan alokasi waktu yang


tersedia dalam jam pelajaran, sebab ada metode mengajar yang memerlukan
waktu yang relative panjang dalam pelaksanaannya, seperti pemecahan metode
pemecahan masalah dan inkuiri. Penggunaan metode ini kurang tepat jika
digunakan pada jam pelajaran yang alokasi waktunya relative singkat sehingga
penguasaan materi tidak akan optimal demikian pula dengan pembentukan
kemampuan siswa.
4. Faktor Siswa (Peserta Didik)

Faktor siswa merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan metode mengajar. Siswa (peserta didik) adalah anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu., Aspek yang berkaitan
dengan faktor siswa terutama pada aspek kesegaran mental (faktor antusias dan
kelelahan), jumlah siswa dan kemampuan siswa. Guru harus bisa mengelola
pembelajaran berdasarkan jumlah siswa dan harus mengatur tempat duduk supaya
sesuai dengan kondisi siswa dalam belajar. Posisi tempat duduk tidak harus seperti
kelas formal reguler, tetapi bersifat fleksibel dan mendukung terhadap proses
pembelajaran.
5. Faktor Pendidik (Guru)
Guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing
dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah
maupun di luar sekolah. Seorang guru harus berpacu dalam pembelajaran, dengan
memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif,
professional, dan menyenangkan. Selain itu, guru juga mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk
mencapai keberhasilan pengajaran. Salah satu faktor untuk mencapai keberhasilan
dalam proses belajar mengajar, guru harus dapat menerapkan suatu cara untuk
tercapainya tujuan pembelajaran.
6. Faktor Media, Fasilitas, dan Sumber Belajar

Dalam hal ini perlu diupayakan, apabila guru dan siswa akan menggunakan alat
atau fasilitas maka guru bersangkutan sebelum pembelajaran harus
mempersiapkan terlebih dahulu. Media pesan lisan (bahasa) harus dapat dipahami
siswa sehingga siswa tidak menimbulkan verbalisme. Pemberdayaan media
maupun bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Dalam rangka mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran di kelas, seorang
guru untuk mempertimbangkan dan memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi belajar peserta didik. Ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar peserta didik yang dapat dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu: (1) faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), yakni keadaan/kondisi
jasmani dan rohani peserta didik; (2) Faktor eksternal (faktor dari luar peserta
didik), yakni kondisi lingkungan di sekitar peserta didik; dan (3) faktor
pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik
yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan
kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
C. Jenis-jenis Metode Pembelajaran

Pembelajaran harus dipilih dan dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas


dan kreativitas peserta didik. Tiap metode tidak berdiri sendiri tanpa terlibatnya
metode lain. Berikut dikemukakan beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih
oleh guru.
1. Metode Ceramah
Metode ceramah (preaching method) adalah sebuah metode mengajar dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa atau
peserta didik, yang pada umumnya mengkuti secara pasif. Metode ceramah dapat
dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk penyampaian
informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan buku dan alat bantu
peraga. Metode ini bersifat terpusat, sehingga menghasilkan komunikasi yang
searah, yaitu proses penyampaian informasi dari pengajar kepada peserta didik,
sementara proses belajar yang baik adalah adanya interaksi dalam melakukan suatu
kegiatan, sehingga terjadi proses belajar yang efektif dan menyenangkan, serta
tujuan pembelajaran pun dapat tercapai dengan baik.
Ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi denagn lisan dari
seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada
penceramah dan komunikasi yang terjadi searah dari pembicara kepada
pendengar. Penceramah mendominasi seluruh kegiatan sedang pendengar hanya
memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.
Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dipakai oleh peserta
didik. Hal ini mungkin dianggap oleh guru sebagai metode mengajar yang paling
mudah dilaksanakan. Jika bahan pelajaran dikuasai dan sudah ditentukan urutan
penyampaiannya, guru tinggal menyajikannya di depan kelas. Murid-murid
memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa isinya dan membuat
catatan.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Ceramah Kelebihan metode ceramah adalah:


a. Dapat menampung banyak siswa, sehingga setiap siswa mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendengarkan si pengajar, dan biaya pun
menjadi relatif lebih murid.
b. Guru dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang dianggap penting,
sehingga waktu dan energi dapat digunakan se efektif mungkin.
c. Dapat menyelesaikan kurikulum/silabus dengan lebih mudah dan lebih cepat.
Kekurangan metode ceramah adalah:
Kegiatan belajar mengajar akan mejadi tidak efektif, bahkan membosankan,
karena tidak adanya interaksi dalam kegiatan itu. Terlalu banyaknya materi
yang di ceramahkan (disampaikan) akan membuat si anak tidak mampu
menguasai semua materi.
a. Pembelajaran melalui ceramah, cenderung lebih mudah terlupakan dibanding
dengan belajar dengan melakukan (learning to do).
b. Sistem pembelajaran si anak lebih ke arah hafalan (rote learning), sehingga
akan kebingungan bila ditanya pengertian dan asal muasal suatu rumus
misalnya dalam pembelajaran matematik.

2. Metode Demonstrasi

Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan


cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu.
Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada peserta. Karena itu,
demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk
memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan
atau memperagakan hasil dari sebuah proses.Biasanya, setelah demonstrasi
dilanjutkan dengan praktek oleh peserta didik itu sendiri. Sebagai
hasil, peserta didik akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah
melihat,melakukan, dan merasakan sendiri.
”Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan
dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi, atau benda
tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan.”(Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran, h. 152.)
Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa metode demonstrasi digunakan untuk
memperagakan tentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu terkait dengan
materi pelajaran yang dipelajari dengan tujuan menyajikan pelajaran dengan lebih
konkrit sehingga materi pelajaran yang disampaikan akan lebih berkesan bagi
siswa dan membentuk pemahaman yang mendalam dan sempurna. Metode
demonstrasi dibutuhkan dalam pembelajaran matematika terutama materi-materi
yang membutuhkan alat peraga pembelajaran. Ini untuk menanamkan pemahaman
yang mendasar dan konstruktif terhadap materi yang dipelajari. Metode
demonstrasi sangat tepat digunakan pada materi Bangun-bangun geometri.
Agar pembelajaran dengan menggunakan metode berlangsung secara efektif dan
efisien, ada beberapa yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Lakukanlah perencanaan yang matang sebelum pembelajaran dimulai. Hal-hal
tertentu perlu dipersiapkan, terutama fasilitas yang akan digunakan untuk
kepentingan demonstrasi.
b. Rumuskanlah tujuan pembelajaran dengan metode demonstrasi, dan pilihlah
materi yang tepat untuk didemonstrasikan.
c. Buatlah garis besar langkah-langkah demonstrasi, akan lebih efektif jika yang
dikuasai dan dipahami baik oleh peserta didik maupun oleh guru.
d. Tetapkanlah apakah demontrasi tersebut akan dilakukan guru atau oleh peserta
didik, atau oleh guru kemudian diikuti peserta didik.
e. Mulailah demonstrasi dengan menarik perhatian seluruh peserta didik, dan
ciptakanlah suasan yang tenang dan menyenangkan. Upayakanlah agar semua
peserta didik terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
f. Lakukanlah evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, baik
terhadap efektivitas metode demonstrasi maupun terhadap hasil belajar peserta
didik.

Dari uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa kriteria pemilihan metode
pembelajaran demonstrasi ini yaitu konteks domain tujuan pembelajaran. Karena
kriteria konteks domain tujuan pembelajaran ini yaitu misalnya untuk tujuan
pembelajaran yang menekankan pada domain, afektif, kognitif dan posikomotor,
jika domain yang ditekankan adalah domain psikomotor maka metode yang tepat
dalam pembelajaran adalah metode demonstrasi.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Demonstrasi Kelebihan-kelebihan metode


demontrasi adalah:
a. Perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh
guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati.
b. Dapat membimbing murid ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran
pikiran yang sama.
c. Ekonomis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang
panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek.
d. Dapat mengurangi kesalaham-kesalahan bila dibandingkan dengan hanya
membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaran yang jelas
ari hasil pengamatannya. Karena gerakan dan proses dipertunjukkan maka
tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak.
e. Beberapa persoalan yang menimbulkan pertanyaan atau keraguan dapat
diperjelas waktu proses demonstrasi.

Kekurangan-kekurangan metode demontrasi adalah:

a. Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa


ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan tidak efektif.
b. Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu
tersedia dengan baik.
c. Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping
memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil
waktu atau jam pelajaran lain. (Syaiful Bahri Djamarah & Azwan
Zain, Strategi Belajar, h. 91.)
d. Metode Tanya Jawab

3. Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara


mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban atau
sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan-
pertanyaa. Metode Tanya jawab adalah suatu metode dalam pendidikan dan
pengajaran dimana guru bertanya dan murid-murid menjawab bahan materi yang
diperolehnya. Metode ini memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara
pendidik dan peserta didik, bisa dalam bentuk pendidik bertanya dan peserta
didik menjawab atau dengan sebaliknya.
Metode tanya jawab merupakan cara menyajikan bahan ajar dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban untuk mencapai tujuan.
Umumnya pada tiap kegiatan belajar mengajar selalu ada tanya jawab. Namun,
tidak pada setiap kegiatan belajar mengajar dapat disebut menggunakan metode
tanya jawab. Dalam metode tanya jawab, pertanyaan-pertanyaan bisa muncul dari
guru, bisa juga dari peserta didik, demikian pula halnya jawaban yang dapat
muncul dari guru maupun peserta didik. Oleh karena itu, dengan
menggunakan metode ini siswa menjadi lebih aktif daripada belajar mengajar
dengan metode ekspositori. Meskipun aktivitas siswa semakin besar, namun
kegiatan dan materi pelajaran masih ditentukan oleh guru.
Dalam metode tanya jawab, pertanyaan dapat digunakan untuk merangsang
keaktifan dan kreativitas berpikir siswa/peserta didik. Karena itu, mereka harus
didorong untuk mencari dan menemukan jawaban yang tepat dan memuaskan.
Sebelum pertanyaan-pertanyaan itudiberikan, sebagai pengarahan diperlukan pula
cara informatif. Bahan yang diajarkan masihterbatas pada hal-hal yang ditanyakan
oleh guru. Inisiatif dimulai dari guru. Sesudahpengarahan, dimulailah dengan
pengajuan pertanyaan. Jika pertanyaan terlalu sulit, jawabansiswa mungkin hanya
“tidak tahu”, “tidak dapat”, gelengan kepala, atau hanya diam saja. Kelas diam
bisa juga diakibatkan oleh sikap atau tindakan guru yang tidak menyenangkan
siswa. Hal ini dapat menjengkelkan guru. Kalau guru marah karena hal tersebut,
murid akan menjadi (lebih) takut untuk menjawab atau bertanya.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan
metode ini yaitu hanya dapat dipakai oleh guru secara umum untuk menetapkan
perkiraan apakah anak didik yang mendapat giliran pertanyaan sudah memahami
pelajaran yang diberikan dan metode ini tidak dapat digunakan sebagai ukuran
untuk menetapkan kadar pengetahuan anak didik dalam suatu kelas karena metode
ini tidak memberi kesempatan yang sama pada setiap murid untuk menjawab
pertanyaan.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode tanya jawab,
sebagai berikut :
a. Guru perlu menguasai bahan secara penuh (maksimal), jangan sekali-kali
mengajukan pertanyaan yang guru sendiri tidak memahaminya atau tidak tahu
jawabannya.
b. Siapkanlah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada peserta didik
sedemikian rupa, agar pembelajaran tidak menyimpang dari bahan yang
sedang dibahas, mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran dan sesuai
dengan kemampuan berpikir peserta didik (siswa).

Kelebihan dan Kekurangan Metode Tanya Jawab Kelebihan dari metode tanya
jawab adalah:
a. Pertanyaan menarik dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa,
sekalipun ketika siswa sedang ribut, yang mengantuk kembali tegar dan hilang
kantuknya.
b. Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan cara berpikir, termasuk
daya ingatan.
c. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan
mengemukakan pendapat.
Adapun kekurangan dari metode tanya jawab ini adalah:

a. Siswa merasa takut, apalagi bila kurang dapat mendorong siswa untuk berani,
dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.
b. Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan
mudah dipahami siswa.
c. Waktu sering banyak terbuang, terutama apabila siswa tidak dapat menjawab
pertanyaan sampai dua atau tiga orang.
d. Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk
memberikan pertanyaan kepada setiap siswa.

4. Metode Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Jadi, bisa
disimpulkan bahwa metode resitasi adalah metode pembelajaran yang dilakukan
dengan memberikan tugas tertentu kepada siswa untuk dikerjakan dan hasilnya
dapat dipertanggung jawabkan. Tugas yang diberikan guru dapat memperdalam
materi pelajaran dan dapat pula mengevaluasi materi yang telah dipelajari.
Sehingga siswa akan terangsang untuk belajar aktif baik secara individual
maupun kelompok. Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini semua pendidik
memberikan tugas. Jadi, kenyataan siswa banyak mempunyai tugas dari beberapa
mata pelajaran itu. Akibatnya tigas itu terlalu banyak diberikan kepada siswa,
menyebabkan siswa mengalami kesukaran untuk mengerjakan, serta dapat
menganggu pertumbuhan siswa, karena tidak mempunyai waktu lagi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan lain yang perlu untuk perkembangan jasmani dan
rohaninya pada usiannya.
Maka dari itu, ciri yang baik dalam pemilihan metode ini adalah jangan terlalu
sesering atau kerap kali memberikan resitasi atau tugas kepada peserta didik agar
tidak terlalu menyita waktu para peserta didik dan menganggu pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik secara wajar. Sebab itu dalam pelaksanaan metode ini
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Merumuskaan tujuan khusus dari tugas yang diberikan.

b. Pendidik perlu merumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah dimengerti.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Resitasi Kelebihan-kelebihan metode tugas dan


resitasi adalah:
a. Baik sekali untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang konstruktif.

b. Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas sebab dalam strategi ini
siswa harus mempertanggung jawabkan segala sesuatu (tugas) yang telah
dikerjakan.
c. Memberikan kebiasaan siswa untuk giat belajar. Memberikan tugas siswa
untuk sifat yang praktis. ( Zuhairini, dkk, Metodik Khusus
Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 98.).

Kekurangan metode tugas dan resitasi adalah:

a. Tidak jarang pekerjaan yang ditugaskan itu diselesaikan dengan meniru


pekerjaan orang lain.
b. Karena perbedaan individu, maka tugas apabila diberikan secara umum
mungkin beberapa orang diantaranya merasa sukar sedangkan sebagian
lainnya merasa mudah menyelesaikan tugas tersebut.
c. Apabila tugas diberikan, lebih-lebih bila itu sukar dikerjakan, maka
ketenangan mental para siswa menjadi terpengaruh. (Ali Pande &
Imansyah, Didaktik Metode (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), h. 92.).

5. Metode Eksperimen

Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, di mana


siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu
yang dipelajar.”(Syaiful Bahri Djamarah & Azwan Zain, Strategi Belajar, h. 84.)
Dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen, siswa
diiberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan
sendiri,mengikuti proses, mengamati objek, menganalisis, membuktikan dan
menarik kesimpulan tentang suatu permasalahan terkait materi yang diberikan.
Peran guru sangat penting pada metode eksperimen, khususnya dalam
ketelitiandan kecermatan sehingga tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan
memaknai kegiatan eksperimen dalam kegiatan pembelajaran. Pemahaman siswa
akan lebih kuat dan mendalam jika siswa diberikan kesempatan untuk mengalami
secara langsung dalam suatu proses, analisis dan pengambilan kesimpulan terhadap
suatu masalah. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan pada siswa bahwa yang
dipelajari merupakan suatu yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pembelajaran matematika dikatakan ilmu pasti, yang artinya bahwa setiap
pernyataan dalam matematika dapat dibuktikan secara analitis dan logis.
Mengingat hal tersebut maka metode eksperimen sangat dibutuhkan dalam
pembelajaran matematika khususnya pada materi-materi yang membutuhkan
keterlibatan siswa secara langsung, misalnya materi Peluang, Konsep bilangan, dan
Bangun-bangun geometri.
Sehinnga dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan
metode ini adalah harus didasarkan pada tingkat kemampuan pendidik, apakah
pendidik mempunyai keahlian melakukan eksperimen dari meteri yang akan di
ajaran dengan menggunakan metode ini.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen Kelebihan-Kelebihan metode


eksperimen adalah:
a. Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran dan kesimpulan
berdasarkan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau
buku saja.
b. Dapat mengembangkan sikap untuk studi eksploratis tentang sains dan
teknologi, suatu sikap dari seorang ilmuan.
c. Metode ini didukung oleh azas-azas didaktik modern. (Syaiful Sagala, Konsep
dan Makna, h. 220-221.)

Kekurangan metode eksperimen adalah:

a. Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi.

b. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak
selalu mudah diperoleh dan mahal.
c. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan dan ketabahan.
d. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena
mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan
dan pengendalian.(Syaiful Bahri Djamarah & Azwan Zain, Strategi Belajar, h.
85.)

6. Metode Latihan (Drill)

Metode latihan pada umumnya digunakan untuk memeperoleh suatu


ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari. Mengingat latihan ini
kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswa untuk berpikir, maka hendaknya
guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode Drill.
Banyak alat yang dapat membantu orang untuk dapat berhitung cepat dan cermat.
Daftar kuadrat, daftar akar, dekak-dekak, dan kalkulator misalnya. Tetapi
berhitung cepat dan cermat tanpa alat di sekolah tetap diperlukan. Karena itu dalam
kegiatan belajar ini akan dibicarakan pula metode drill.
Sesudah murid memahami penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian bilanganbulat positif sampai 100, akhirnya mereka dituntut untuk dapat
mengerjakannya dengan cepat dan cermat. Kemampuan mengenai fakta-fakta
dasar berhitung ini tergantung pada ingatan.Cepat mengingat, kemampuan
mengingat kembali dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat lisan merupakan hal-
hal yang perlu untuk “hafal”. Kemampuan-kemampuan demikian merupakan
tujuan dari metode drill.
Sebelum program pengajaran matematika yang sekarang berlaku,
pengajarannya terlalu ditekankan pada drill atau latihan. Perlu disadari bahwa
belajar keterampilan secara rutin menyebabkan sedikit yang dapat diingat, sedikit
pengertian, dan sedikit aplikasi dalam masalah sehari-hari. Karena itu drill
hendaknya diadakan bila perlu saja. Dengan demikian antara keterampilan,
pengertian, dan penerapan akan menjadi seimbang dan pengajaran menjadi
efisien.
Kriteria pemilihan metode ini sama dengan kriteria pemilihan metode demonstrasi
yaitu konteks domain tujuan pembelajaran yang penekannya pada ranah
psikomotor, katena metode latihan ini terarah pada kemampuan dan keterampilan
peserta didik seperti yang dijelaskan di atas.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Latihan Kelebihan metode latihan ini yaitu
antara lain:
a. Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan
huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.
b. Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian,
penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya.
c. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan
pelaksanaan.

Kekurangan metode latihan ini antara lain:

a. Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak
dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian.
b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.

c. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan


hal yang monoton dan mudah membosankan.
d. Dapat menimbulkan verbalisme.

7. Metode Inquiri

Metode inkuiri adalah metode pembelajaran dimana siswa dituntut untuk


lebih aktif dalam proses penemuan, penempatan siswa lebih banyak belajar sendiri
serta mengembangkan keaktifan dalam memecahkan masalah. Proses inquiri
adalah suatu proses khusus untuk meluaskan pengetahuan melalui penelitian. Oleh
karena itu metode inquiri kadang-kadang disebut juga metode ilmiahnya
penelitian. Metode inquiri adalah metode belajar dengan inisiatif sendiri, yang
dapat dilaksanakan secara individu atau kelompok kecil. Situasi inquiri yang ideal
dalam kelas matematika terjadi, apabila murid-murid merumuskan prinsip
matematika baru melalui bekerja sendiri atau dalam grup kecil dengan pengarahan
minimal dari guru. Peran utama guru dalam pelajaran inquiri sebagai metoderator
(Sutrisman, Tambunan, 1987 : 6.39).
Sebuah contoh pengajaran penemuan dalam geometri adalah menarik jarak
antara dua garis yang sejajar. Sejenis dengan ini, dalam inquiri adalah menarik
jarak antara dua garis yang bersilangan sembarang dalam ruang. Contoh-contoh
topik lainnya untuk inquiri adalah menentukan kepadatan lalu lintas di suatu
perempatan, menentukan air yang terbuang percuma dari kran ledeng yang rusak,
menentukan banyak air suatu aliran sungai.
Sebuah tujuan mengajar dengan inquiri adalah agar siswa tahu dan belajar metode
ilmiah dengan inquiri dan mampu mentransfernya ke dalam situasi lain. Metode
ini terdiri dari 4 tahap, yaitu :
a. Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, teka-teki,
dan sebagainya.
b. Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan
prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya
untuk memecahkan pertanyaan, pernyataan, masalah, dan sebagainya.
c. Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inquiri yang baru
dilaksanakan.
d. Siswa menganalisis metode inquiri dan prosedur yang ditemukan untuk
dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke situasi lain.
Adapun kegiatan-kegiatan dalam menerapkan metode inquiri, sebagai berikut :

a. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena alam;

b. Merumuskan masalah yang ditemukan;

c. Merumuskan hipotesis;

d. Merancang dan melakukan eksperimen;

e. Mengumpulkan dan menganalisis data;

f. Menarik kesimpulan mengembangkan sikap ilmiah, yakni : objektif, jujur,


hasrat ingin tahu, terbuka, berkemauan, dan tanggung jawab.

Dari pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode ini berada
pada ranah kognitif, maka kriteria pemilihan metode pembelajaaran metode
inquiri adalah harus didasarkan pada tujuan pembelajaran atau konteks domain
tujuan pembelajaran yang tujuannya dengan penekanannya pada domain kognitif.

Kebihan dan Kekurangan Metode Inquiri Kelebihan dari Metode Inquiri:


a. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir sebab ia berfikir dan
menggunakan kemampuan untuk hasil akhir.
b. Perkembangan cara berfikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari
jawaban, dan menyimpulkan / memperoses keterangan dengan metode inquiri
dapat dikembangkan seluas-luasnya.
c. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat
mengembangkan pendidikan demokrasi.

Kekurangan dari metode inquiri:

a. Belajar mengajar dengan metode inquiri memerlukan kecerdasarn anak yang


tinggi. Bila anak kurang cerdas, hasilnya kurang efektif.
b. Metode inquri kurang cocok pada anak yang usianya terlalu muda, misalnya
anak SD.
c. Metode Pemecahan Masalah

8. Definisi Metode Pemecahan Masalah

Metode problem solving (metode pemecahan masalah) merupakan metode


pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan suatu permasalahan, yang
kemudian dicari penyelasainnya dengan dimulai dari mencari data sampai pada
kesimpulan. Seperti apa yang ungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain bahwa.
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya
sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan metode berpikir, sebab dalam
problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan
mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Penggunaan metode problem solving mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan.

b. Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah


tersebut.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut.

d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut.

e. Menarik kesimpulan.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri pemilihan metode ini
berdasarkan sifat atau karakter pendidik yang pendiam.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pemecahan Masalah. Kelebihan metode


pemecahan masalah ini adalah:
a. Pemecahan masalah merupakan tehnik yang cukup bagus untuk memahami isi
pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan
siswa kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.

d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer


pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap
mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya
merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan
hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
g. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis
dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
i. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.
j. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus
menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
(Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran,).

Kekurangan metode problem solving (metode pemecahan masalah) adalah:

a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat


berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman
yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan
guru.
b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan
waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran.
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan
permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan
berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa. (Syaiful
Bahri Djamarah & Azwan Zain, Strategi Belajar, h. 93.)

9. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa


dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan
yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Metode diskusi
merupakan salah satu metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam
kegiatan pembelajaran dengan memberikan siswa suatu permasalahan untuk
diselesaikan bersama-sama. Sehingga akan terjadi interaksi antara dua atau lebih
siswa untuk saling bertukar pendapat, informasi, maupun pengalaman masing-
masing dalam memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Dengan
demikian diharapkan tidak akan ada siswa yang pasif.
Tujuan penggunaan metode diskusi dalam kegiatan pembelajaran seperti
yang diungkapkan Killen (1998) adalah ” tujuan utama metode ini adalah untuk
memecahakan suatau permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan
memahami pengatahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.” (Wina
Sanjaya, Strategi Pembelajaran, h. 154.) Metode diskusi sangat tepat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam bekerjasama untuk memecahkan
masalah serta melatih siswa untuk mengeluarkan pendapat secara lisan. Dalam
pembelajaran matematika metode diskusi sangat tepat digunakan pada materi-
materi yang menantang untuk sama-sama dipecahkan, misalnya materi bangun-
bangun geometri, peluang dan konsep bilangan.
Adapun dalam pelaksanaan metode diskusi, guru harus benar-benar mampu
mengorganisasikan siswa sehingga diskusi dapat berjalan seperti yang diharapkan.
Menurut Bridges (1979) dalam pelaksanaan metode diskusi, guru harus mengatur
kondisi yang memungkinkan agar:
a. Setiap siswa dapat berbicara mengeluarkan gagasan dan pendapatnya.

b. Setiap siswa harus saling mendengar pendapat orang lain.


c. Setiap harus dapat mengumpulkan atau mencatat ide-ide yang dianggap
penting.
d. Melalui diskusi setiap siswa harus dapat mengembangkan pengatahuannya
serta memahami isu-isu yang dibicarakan dalam diskusi.

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan diskusi
didasarkan pada beberapa aspek, yaitu Tingkat kemampuan siswa itu sendiri,
Materi ( bahan ajar ) dengan karakteristik yang berbeda atau materi yang telalu
banyak maka boleh menggunakan metode pembelajaran ini.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi Kelebihan dari metode diskusi adalah:
a. Siswa memperoleh kesempatan untuk berpikir.

b. Siswa mendapat pelatihan mengeluarkan pendapat, sikap dan aspirasinya


secara bebas.
c. Siswa belajar bersikap toleran terhadap teman-temannya.

d. Diskusi dapat menumbuhkan partisipatif aktif dikalangan siswa.

e. Diskusi dapat mengembangkan sikap demokratif, dapat menghargai pendapat


orang lain. (Syaiful Sagala,Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung:
Alfabeta, 2008), h. 208.)

Kekurangan dari metode diskusi adalah:


a. Diskusi terlalu menyerap waktu.

b. Pada umumnya siswa tidak terlatih untuk melakukan diskusi dan


menggunakan waktu diskusi dengan baik, maka kecenderungannya mereka
tidak sanggup berdiskusi. Kadang-kadang guru tidak sanggup memahami cara-
cara melaksanakan diskusi, maka kecenderungannya diskusi tanya jawab.

E. Referensi

Zuhairini, dkk. 1983. Metodik Khusus Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Pande Ali &
Imansyah. 1984. Didaktik Metode. Surabaya: Usaha Nasional.
Sagala Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta; Rineka Cipta
Prof. Dr. Syaiful Sagala, M. Pd. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk
membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar, Bandung; Alfabeta:
Wiji Suwarno, 2006 Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jogjakarta; Ar-Ruzz Media:
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan : 11

A. Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)

B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)


Mahasiswa mampu menganalisis Media Pembelajaran dan mengembangkan dalam
praktik pembelajaran serta membiasakan penerapannya dalam proses pembelajaran.
(C4+P4+A5). (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)

C. Materi Perkuliahan
Media Pembelajaran

D. Uraian Materi

A. Hakikat, Fungsi, dan Peranan Media Pembelajaran

1. Hakikat Media Pembelajaran

Menurut Association of Education and Communication Technolo- gy/ AECT


(dalam Sadiman, 2009:6) secara etimologi, kata “media” merupakan bentuk jamak
dari “medium”, yang berasal dan Bahasa Latin “medius” yang berarti „tengah‟.
Dalam Bahasa Indonesia, kata “medium” dapat diartikan sebagai „antara‟ atau
„sedang‟ sehingga pengertian media dapat mengarah pada sesuatu yang mengantar
atau meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan pen- erima
pesan. Media dapat diartikan sebagai suatu bentuk dan saluran yang dapat digunakan
dalam suatu proses penyajian informasi.

Menurut Rohani (2006:2) media adalah semua bentuk perantara yang dipakai
orang penyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima. Senada
dengan itu, Blake dan Horalsen (dalam Rohani, 2002:2) juga mengemukakan
pendapatnya tentang media.

Media adalah medium yang digunakan untuk membawa/menyampaikan suatu


pesan dimana medium ini merupakan jalan atau alat dengan suatu pe- san berjalan
antara komunikator dengan komunikan.
Berikut beberapa pengertian media menurut para ahli:

1) Media merupakan segala bentuk perantara yang dapat digunakan oleh


seseorang untuk menyebarkan ide, sehingga ide tersebut dapat sampai
pada penerima (Santoso S. Hamijaya).

Media dapat disebut juga sebagai channel (saluran), sebab pada


hakikatnya ia dapat memperluas atau memperpanjang kemampuan
manusia untuk merasakan, mendengar, juga melihat dalam batas-batas
jarak, ruang dan waktu tertentu. Media dalam hal ini memberikan bantuan
untuk mengatasi batasbatas ini (McLuahan).
2) Media merupakan medium yang fungsinya adalah membawa atau
menyampaikan suatu pesan, dan melalui medium inilah suatu pe- san
dapat berjalan dari komunikator ke komunikan (Blake & Har- alsen).
3) Media merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk proses penyaluran
informasi (Association for Educational Communication and Technology).
4) Media merupakan alat yang dapat menyajikan pesan dimana dalam waktu
bersamaan dapat pula merangsang penerima pesan untuk tertarik kepada
pesan tersebut (Brigg).
5) Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampu- an siswa
untuk belajar (Miarso, 1989).
6) Secara sempit media dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bi- asa
digunakan untuk menangkap, memroses dan menyampaikan in- formasi,
seperti grafik, foto, atau alat mekanik serta elektronik. Se- dangkan secara
luas media dapat berupa kegiatan yang dapat men- ciptakan kondisi
tertentu, dimana melalui kondisi tersebut siswa dapat dengan mudah
memperoleh informasi berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap baru
(Donald P Ely & Vernon S. Gerlach).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa media


merupakan semua bentuk alat perantara atau alat peraga yang digunakan oleh
penyampai (sender) pesan, ide, fakta konsep, prosedur atau gagasan sehingga
pesan, ide atau gagasan itu sampai pada pen- erima (audience) pesan secara
jelas dan lengkap.

Dikaitkan dengan pembelajaran SD/MI, media diartikan sebagai alat


komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran di SD/MI untuk
membawa informasi berupa materi ajar dari guru kepada siswa sehingga
siswa menjadi lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya, istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian


belajar dan mengajar. Belajar-mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-
sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan
pembelajaran formal lain, sedangkan mengajar meliputi segala hal yang
dilakukan oleh guru di dalam kelas.

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru dan


siswa, dapat berupa interaksi langsung, seperti kegiatan tatap muka, atau
interaksi tidak langsung, yaitu melalui penggunaan berbagai media
pembelajaran.

Menurut pandangan teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah


laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Tujuan
pembelajaran menurut pandangan ini ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimet- ic” yang menuntut
siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari
dalam bentuk laporan, kuis, atau tes (Bu- diningsih, 2005:20-38).

Sedangkan menurut Menurut Warsita (2008) pembelajaran adalah suatu


bentuk upaya membuat peserta didik belajar, atau suatu kegiatan
membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupa- kan
upaya menciptakan kondisi agar kegiatan pembelajaran terjadi. Pembelajaran
itu menunjukkan upaya peserta didik untuk mempelajari materi dengan
bantuan guru. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi
antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya untuk mencapai tujuan pem- belajaran. Pembelajaran merupakan
proses dasar dari pendidikan, dari situ ditentukan ruang lingkup terkecil
minimal apakah bidang pendidi- kan berfungsi dengan baik.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


merupakan suatu kegiatan yang melibatkan masyarakat yang bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai positif melalui
pemanfaatan berbagai sumber belajar. Pembelajaran dapat melibatkan dua
pihak siswa sebagai pembelajar dan guru sebagai fasilitator.

Khusus pengertian media pembelajaran, Rohani (1997:3) mengungkapkan


beberapa pengertian sebagaimana berikut:

1) Media pembelajaran merupakan segala jenis sarana yang dapat digunakan


sebagai perantara di dalam proses pembelajaran guna meningkatkan
efektivitas dan efesiensi dalam mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.
Media pembelajaran bisa berupa media grafis, alat penampil, peta, model,
globe dan lain sebagainya.
2) Media pembelajaran adalah alat yang digunakan untuk menyam- paikan
instruksi, dan bisa berupa buku, film, video, tape, slide, bahkan juga guru.
Media pembelajaran mencakup segala bentuk perangkat lunak (software)
maupun perangkat keras (hardware) yang dapat dimanfaatkan untuk
membantu proses pembelajaran.
3) Media pembelajaran merupakan sesuatu yang digunakan serta
diintegrasikan dalam Garis Besar Pedoman Instruksional, dengan maksud
meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran.
4) Media pembelajaran merupakan sarana yang digunakan sebagai perantara
guna meningkatkan efektivitas dan efesiensi pencapaian tujuan
pembelajaran. Media ini bisa berupa kaset, audio, slide, film, OHP, radio,
televisi dan lain sebagainya. Ibrahim dkk. (2004) menyatakan bahwa
media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan
dalam penyaluran pesan (atau bahan ajar) dengan harapan dapat
merangsang perhatian, minat, pikiran serta perasaan siswa di dalam
kegiatan pembelajaran. Contoh dari media pembelajaran dapat berupa
gambar, bagan, model, film, video, komputer dan lain sebagainya.
Heinich, dkk (1985) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah
media-media yang membawa pesan atau informasi yang bertujuan
pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran.

Dari beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah suatu alat yang dapat digunakan sebagai perantara untuk
menyampaikan isi pelajaran atau mata pelajaran dari guru kepada siswa agar
siswa mudah untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Penggunaan media pembelajaran ini sekaligus agar siswa lebih tertarik
terhadap isi pesan yang disampaiakan.

Media pembelajaran bukan hanya alat atau perantara seperti tele- visi,
radio, slide, bahkan cetakan, tetapi juga meliputi orang atau manusia sebagai
sumber belajar atau juga berupa kegiatan seperti diskusi, seminar, simulasi,
karyawisata, dan sebagainya untuk menambah wawasan dan pengetahuan,
mengubah sikap siswa serta untuk menambah keterampilan.

2. Fungsi Media Pembelajaran

Secara umum Sudjana (dalam Djamarah dan Asman, 2014:134)


mengemukakan beberapa fungsi media pengajaran sebagai berikut.
1) Penggunaan media dalam pembelajaran bukan merupakan fungsi
tambahan, tetapi memiliki fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar-mengajar yang efektif. Melalui penggunaan
media akan tercipta proses belajar-mengajar yang lebih efektif karena
media menjadi perantara antara sumber belajar dan siswa sekaligus
meningkatkan kualitas proses

2) Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari


keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran
merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru dalam
menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif.
3) Penggunaan media dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk
mempercepat proses belajar-mengajar dan membantu siswa dalam
menangkap materi ajar yang diberikan guru. Artinya melalui pemakaian
media, materi pembelajaran akan lebih cepat dipahami siswa sekaligus
kualitas pemahaman siswa terhadap materi pem- belajaran lebih baik.
4) Media Pembelajaran dapat menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu
dalam teknologi. Media dapat menyajikan bentuk konkret atau contoh dari
sikapsikap atau keterampilan yang hendak ditanamkan kepada siswa. Di
samping itu, siswa tertarik untuk menggunakan atau mengoperasikan
media sehingga secara tidak langsung juga akan bersikap positif terhadap
perkembangan sekaligus terampil dalam menggunakan teknologi.
5) Penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk mem- pertinggi
mutu belajar-mengajar. Dengan kata lain, melalui penggunaan media,
hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan la- ma diingat siswa sehingga
mempunyai nilai tinggi.
6) Media pembelajaran berfungsi emberikan pengalaman belajar yang
berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat siswa un- tuk
belajar. Melalui media pembelajaran, guru tidak hanya men- jelaskan
pembelajaran secara verbal, tetapi dapat dilakukan atau disertai dengan
gambar, video, teks, dan suara. Di samping itu, media juga dapat
digunakan siswa dalam pembelajaran mandiri, baik di sekolah maupun di
luar sekolah.
7) Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat mudah dilupakan oleh siswa.
Karena media memberikan pengalaman belajar yang mengaktifkan
beberapa alat indra secara bersamaan atau berturunan, maka hasil
belajarnya dapat bertahan lebih lama daripada sekedar menggunakan satu
atau beberapa alat indra.

Levi dan Lentz mengemukakan empat fungsi media pembelajaran,


khususnya media visual yaitu:

1) Fungsi Atensi, media visual merupakan inti, yaitu menarik dan


mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pela- jaran
yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks
materi pelajaran.
2) Fungsi afektif, media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa
ketika belajar (membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang
visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
3) Fungsi kognitif, media visual dapat terlihat dari temuan-temuan penelitian
yang mengungkapakan bahwa lambang visual atau gam- bar
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan meng- ingat
informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
4) Fungsi Kompensatoris, media visual yang memberikan konteks un- tuk
memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk
mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

Fungsi media pembelajaran bagi pengajar yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan

2) Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik

3) Memberkan kerangka sistematis mengajar dengan baik

4) Memudahkan kendali pengajar terhadap materi pelajaran

5) Membantu kecermatan, ketelitian dalam penyajian materi pelajaran

6) Meningkatkan kualitas pelajaran.

Adapun fungsi media pembelajaran bagi siswa adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan motivasi belajar siswa

2) Memberikan dan meningkatkan variasi belajar siswa

3) Memberikan struktur materi pelajaran dan memudahkan siswa un- tuk


belajar
4) Memberikan inti informasi, pokok-pokok secara sistematis sehing- ga
memudahkan siswa untuk belajar.
5) Merangsang siswa untuk berfokus dan beranalisis

6) Menciptakan iklim belajar tanpa tekanan

7) Siswa dapat memahami materi pelajaran dengan sistemasi yang


disajikan pengajar lewat media pembelajaran.

3. Peranan Media Pembelajaran

Menurut Kemp (dalam Nurani dkk. 2003) kontribusi atau peranan media
dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Penyajian bahan ajar dapat diwujudkan dalam bentuk yang lebih standar
Penyajian bahan ajar yang dituangkan dalam bentuk media yang
dirancang dengan baik menjadi relatif tetap, baik dari segi sistematika
penyampaian maupun jumlah dan jenis materi, walaupun materi tersebut
diajarkan pada siswa dan kelas yang berlainan. Hal ini sulit terjadi jika
guru tidak menggunakan media. Penyajian ma- teri antara satu kelas
dengan kelas lain yang paralel akan berbeda- beda walaupun pada masa
yang hampir bersamaan (sinkronik), apalagi pada tahun yang berbeda
(diakronik). Misalnya dengan menggunakan media audio visual yang
berisikan langkah dan contoh berpidato, siswa pada satu kelas akan
mendapat penyajian urutan dan jumlah materi yang sama dengan kelas
lain yang sederajat.
2) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik
Pemanfaatan media yang dirancang dengan memperhatikan aspek estika,
apalagi menggunakan piranti yang canggih, dalam proses pembelajaran
akan menimbulkan daya tarik bagi siswa. Apabila sudah tertarik,
motivasi siswa juga akan meningkat sehingga mere- ka lebih dapat
menikmati dan mengikuti pelajaran dengait baik. Misalnya dalam
mengajarkan menulis teks deskriptif, penggunaan media yang menggunakan
gambar-rekaman audio-visual ke- hidupan binatang di alam liar dengan
pemandangan yang indah se- bagai bahan tulisan akan meningkatkan
penalaran dan imajinasi siswa dalam menulis teks deskriptif. Di samping
itu, penggunaan media semacam ini juga dapat menimbulkan rasa ingin tahu
siswa yang lebih besar mengenai materi yang disajikan.
3) Kegiatan belajar dapat menjadi lebih interaktif

Materi pembelajaran dapat dirancang, baik dari segi pengorgan- isasian


maupun cara penyajian media untuk dapat melibatkan peran aktif siswa.
Misalnya, melalui multimedia interaktif berbasis kom- puter mengenai
teks iklan, siswa secara aktif digiring untuk mempelajari materi dan
mengerjakan latihan. Setelah menjawab pertanyaan, siswa akan mendapat
umpan balik. Peran aktif dari siswa membuat mereka lebih menikmati
kegiatan pembelajaran ka- rena mereka diikutsertakan dalam kegiatan
pembelajaran.
4) Waktu yang dibutuhkan untuk pengajaran dapat dikurangi
Dengan bantuan media, penyampaian materi dapat dipersingkat ka- rena
siswa tidak saja mendapat informasi dari guru, tetapi mem- perolehnya
melalui media. Melalui media, siswa dapat pula diberi- kan ringkasan
materi yang dilengkapi pula dengan diagram atau chart yang
memungkinkan mereka dapat mempelajarinya lebih awal sebelum jadual
pembelajaran secara tatap muka. Dengan cara seperti ini, jadwal tatap muka
lebih banyak digunakan untuk disku- si dan aplikasi dari materi yang
disajikan. Kondisi seperti ini tentu menguntungkan pengajar dan siswa.
Pengajar merasa puas karena dapat menyampaikan materi pembelajaran
kepada siswa dalam waktn yang tidak terlalu lama. Sebaliknya, siswa pun
tidak merasa jenuh karena sebagian materi pembelajaran dituangkan dalam
ben- tuk media.
5) Kualitas belajar dapat ditingkatkan

Media yang mengintegrasikan visualisasi dengan teks atau suara akan


mampu mengkomunikasikan materi pembelajaran secara terorganisasi,
spesifik dan jelas. Perancangan media yang sedemikian rupa akan sangat
berdampak dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
6) Pengajaran dapat disajikan di mana dan kapan saja sesuai dengan yang
diinginkan
Penggunaan media yang siap digunakan kapan saja dan dimana sa- ja ini
tidak hanya terbatas pada institusi pendidikan jarak jauh, tetapi dapat pula
dimanfaatkan pada institusi pendidikan yang menggunakan sistem tatap
muka. Misalnya, untuk materi pembela- jaran yang telah dikemas dalam
bentuk kaset audio, CD audiovisu- al, atau media berbasis android dapat
digunakan oleh siswa sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian,
sebagai tambahan pertemuan tatap muka di ruang kelas, siswa dapat
mengikuti proses pembelajaran melalui media secara mandiri sesuai
dengan kebu- tuhan dan keinginan mereka.
7) Meningkatkan sikap positif siswa dan proses belajar menjadi lebih
kuat/baik
Pada umumnya, kehadiran media yang mampu meningkatkan motivasi
peserta dalam belajar membuat mereka bersikap positif terhadap materi
pelajaran. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa dengan topik
perkembangan keterampilan berpidato, guru dapat menggunakan media
audiovisual yang menggambarkan sistematika dan cara penyajian pidato,
baik dari secara bahasa verbal (lafal dan intonasi) maupun visual (mimik,
tatapan, dan gerak tubuh). Pem- berian visualisasi yang memperjelas
penjelasan lisan mengenai ma- teri tersebut akan memberikan pemahaman
yang lebih mendalam. Secara tidak langsung pemahaman yang baik
mengenai materi tersebut akan menimbulkan sikap positif mereka terhadap
materi tersebut. Dengan sikap positif itu, proses belajar dalam diri siswa
menjadi meningkat.
8) Meningkatkan nilai positif pengajar
Penyampaian materi dengan menggunakan media yang bervariasi, tidak
hanya secara verbal, dapat meningkatkan perhatian siswa ter- hadap apa
yang disampaikan oleh pengajar. Keuntungan lain yang diperoleh
pengajar yang menggunakan media dalam kegiatan pem- belajarannya
adalah kesempatan untuk berperan sebagai konsultan dan penasihat bagi
siswanya. Keuntungan-keuntungan seperti ini memberikan nilai positif
bagi pengajar.

B. Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran

1. Media Pembelajaran Visual

Menurut Daryanto (1993) media visual adalah semua alat peraga yang
digunakan dalam proses belajar mengajar yang bisa dinikmati lewat panca
indra mata. Media visual merupakan penyampaian pesan atau informasi
melalui tampilan model, gambar, dan grafik sehingga pesan yang
disampaikan dapat diterima.
Media visual memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar,
media visual dapat memperlancar pemahaman dan mem- perkuat ingatan.
Media visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan memberikan
hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Jika dikaitkan antara
media visual dan pembelajaran akan di- peroleh hubungan yang positif yakni
pembelajaran akan lebih menarik, efektif, dan efisien dalam proses
pelaksanaannya.
Media visual dapat berupa (a) gambar representasi, seperti gambar,
lukisan, atau foto yang menunjukkan bagaimana nampaknya suatu benda; (b)
diagram yang melukiskan hubungan-hubungan konsep, organisasi dan
struktur materi, (c) peta yang menunjukkan hubungan-hubungan ruang
antar unsur-unsur, (d) grafik yakni dapat berupa bagan yang menyajikan
gambaran seperangkat gambar atau angka-angka.
Secara garis besar ada beberapa prinsip pemilihan media visual, di-
antaranya:
a) Ketepatan dalam pemilihan media visual, dimana menyebabkan proses
pembelajaran menjadi lancar, dan materi yang disampaikan dapat
dipahami oleh peserta didik
b) Membuat media visual yang efektif yaitu bentuk media visual dibuat
sesederhana mungkin agar mudah dipahami
c) Media visual yang dipilih harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai
d) Media visual harus bersifat fleksibel, sehingga tidak menyulitkan peserta
didik dalam memahami materi.
e) Menggunakan gambar untuk membedakan dua konsep yang ber- beda
f) Keterangan gambar harus dicantumkan secara garis besar dan penggunaan
warna harus realistic.

Macam-macam Media Visual

1) Model

Model merupakan media tiruan dalam wujud tiga dimensi yang


merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya.
Penggunaan model untuk mengatasi kendala terten- tu sebagai pengganti
realita. Misalnya model alat pencernaan, pernafsan, sistem gerak dan lain-
lain.
2) Media Grafis

Media grafis merupakan media visual yang menyalurkan pesan melalui


symbol-simbol visual, fungsi dari media grafis adalah un- tuk menarik
perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilus- trasikan suatu
fakta atau konsep.
Jenis-jenis media grafis:

a) Gambar atau foto, adapun kelebihan gambar atau foto sebagai media
pembelajaran adalah; memberikan tampilan yang si- fatnya konkret,
gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, gambar atau foto
dapat mengatasi keterbatasan penga- matan kita, dapat memperjelas
suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa
saja, serta harganya mu- rah, mudah didapat serta mudah digunakan
tanpa memerlukan peralatan khusus.
b) Sketsa, merupakan gambar sederhana atau draft kasar yang me-
lukiskan bagian pokok tanpa detail.
c) Diagram/skema, adalah gambar sederhana yang menggunakan garis
dan symbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara
garis besar. Misalnya diagram organisasi ke- hidupan dari sel sampai
organisme.
d) Bagan/chart, digunakan untuk menyajikan ide atau konsep yang sulit
sehingga lebih mudah dimengerti siswa. Dalam bagan sering dijumpai
bentuk grafis lain seperti gambar, dia- gram, kartun, atau lambang
verbal.
e) Grafik, merupakan gambar sederhana yang menggunakan garis, titik,
symbol verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data
kuantitatif. Fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data
kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau
perbandingan sesuatu objek atau peristiwa yang saling berhub- ungan
secara singkat dan jelas.
f) Kartun, penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur ten- tang
orang, gagasan atau situasi. Dalam pengajaran kartun dapat berfungsi
mempejelas rangkaian isi bahan dalam satu urutan logis atau
mengandung makna.
g) Poster, poster dapat menyampaikan pesan dan kesan tertentu yang
mampu mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang
melihatnya.

h) Papan Planel, yaitu papan yang dilapisi kain flannel untuk menyajikan
gambar atau kata-kata yang mudah ditempel dan mudah pula dilepas.
3) Media Bahan Cetak

Merupakan media visual yang pembuatannya melalui proses pencetakan/


printing atau offset. Media cetak menyajikan pesannya melalui huruf dan
gambar-gambar yang diilustrasikan untuk lebih memperjelas pesan atau
informasi yang disajikan. Contohnya buku teks, modul, bahan pengajaran
terpogram, dll.
4) Media Gambar Diam

Adalah media visual berupa gambar yang dihasilkan melalui proses


fotografi. Jenis media gambar diam ini adalah foto. Foto/gambar sebagai
bahan ajar tentunya memerlukan suatu rancangan yang baik agar setelah
selesai melihat sebuah/serangkaian foto atau gambar siswa dapat
melakukan sesuatu yang pada akhirnya men- guasai satu atau lebih
kompetensi dasar.
5) Media Proyeksi Diam
Merupakan media visual yang diproyeksikan atau media yang
memproyeksikan pesan dimana hasil proyeksinya tidak bergerak atau
memiliki sedikit unsur gerakan. Jenis media ini antaranya ada- lah OHT,
Opaque Projector, slide dan filmstrip.

Kelebihan dan kekurangan media visual

a. Kelebihan media Visual

- Repeatable, dapat dibaca berkali-kali dengan menyimpannya atau


membuatnya dalam bentuk clipping
- Analisa lebih tajam, dapat membuat orang benar-benar mengerti isi
berita dengan analisa yang lebih mendalam dan dapat membuat orang
berfikir lebih spesifik tentang isi tulisan
- Siswa dapat melihat gambaran nyata dari apa yang dipela- jarinya

b. Kekurangan Media Visual

- Lambat dan kurang praktis

- Tidak adanya audio, media visual hanya berbentuk tulisan atau


gambar tentu tidak dapat menghasilkan suara sehingga kurang
mendetail terkait isi yang disampaikan.
- Visual bentuknya terbatas, media ini hanya dapat memberikan visual
berupa gambar yang mewakili isi berita.
- Produksi, biaya produksi cukup mahal karena media cetak ha- rus
menyetak dan mengirimkannya sebelu dapa dinikmati oleh
masyarakat.

2. Media Pembelajaran Audio

Media pembelajaran berbasis audio adalah media penyaluran pesan lewat


indera pendengaran. Di antara jenis media ini yaitu media rekaman dan radio.
Media audio merupakan bentuk media pengajaran yang murah dan terjangkau
dan penggunaanya juga tidak rumit.
a. Media Rekaman

Kelebihan media rekaman:

1) Media rekaman memiliki harga yang cenderung dapat di- jangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, sehingga ketersediannya dapat
diandalkan.
2) Rekaman dapat digandakan untuk keperluan perorangan se- hingga
pesan dan isi pelajaran dapat berada di beberapa tempat pada waktu
yang bersamaan.
3) Merekam peristiwa atau isi pelajaran untuk digunakan kemudian.
4) Rekaman memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mendengarkan diri sendiri sebagai alat diagnosis guna membantu
meningkatkan keterampilan mengucapkan, membaca, dll.
5) Pengoperasian media rekaman relative murah dan mudah

Kekurangan Media Rekaman:

1) Dalam suatu rekaman, sulit menentukan lokasi suatu pesan atau


informasi.
2) Kecepatan merekam dan pengaturan track yang bermacam- macam
menimbulkan kesulitan untuk memainkan kembali rekaman yang
direkam pada suatu mesin perekam yang ber- beda dengannya.
3) Karena hanya mendengar suara, siswa mengalami kesulitan ketika
mengilustrasikan atau menggambarkan apa yang didengarnya.
b. Media Radio

Kelebihan Media Radio

1) Harganya relative murah dibandingkan media televisi

2) Sifatnya mobile, artinya radio dapat dipindah-pindahkan dari satu


ruangan ke ruangan lainnya dengan mudah
3) Radio dapat mengembangkan imajinasi peserta didik

4) Dapat merangsang partisipasi aktif dari pendengar

5) Radio dapat memusatkan perhatian peserta didik pada kata-kata yang


digunakan, pada bunyi dan artinya.
6) Radio dapat mengatasi ruang dan waktu, serta jangakauannya yang
luas.

Kekurangan Media Radio:

1) Sifat komunikasinya hanya satu arah


2) Biasanya siaran di disentralisir sehingga pendidik tidak dapat
mengontrolnya
3) Penjadwalan pelajaran dari siaran sering menimbulkan masa- lah,
integrasi siaran radio ke dalam kegiatan pembelajaran dikelas
seringkali menyulitkan.

4) Pendengar mempunyai pilihan untuk mendengarkan terus atau- pun


mematikan pesawat penerima.
5) Daya ingatan manusia tidak bisa menangkap terlalu banyak in-
formasi dalam satu waktu sehingga waktu siaran untuk satu program
harus dibatasi tidak terlalu lama.
6) Ada beberapa hambatan dan rintangan lain secara teknis mekanis,
bahasa dan suara dalam proses mendengarkan melalui radio.

3. Media Pembelajaran Audio Visual

Menurut Rohani dalam Sanjaya (2011) menyatakan bahwa audio visual


adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkem- bangan
zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi), meliputi media yang
dapat dilihat dan didengar. Media audio visual adalah me- dia perantara atau
penggunaan materi dan penerapannya melalui pan- dangan dan pendengaran
sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Dengan karakteristik yang lebih lengkap, media audio visual mem- iliki
kemampuan untuk dapat mengatasi kekurangan dari media audio atau media
visual saja. Media audio visual ini lebih realistis. Media audio visual adalah
media kombinasi antara audio dan visual yang dikombinasikan dengan kaset
audio yang mempunyai unsur suara da gambar yang biasa dilihat, misalnya
rekaman video, slide suara, dsb.
Media audio visual adalah rangkaian gambar elektronik yang dis- ertai
unsur audio yang dituangkan pada pita video, dan dapat dilihat melalui alat
pemutar video player dan jika dalam bentuk VCD maka menggunakan VCD
player yang dihubungkan ke monitor televisi.
Jenis-jenis media Audio Visual:

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2007: 124), media
audio visual dibagi menjadi dua yaitu:
a. Audio Visual diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar
seperti bingkai suara (Sound Slide).
b. Audio Visual gerak yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara
dan gambar bergerak seperti film dan video.
1) Media Audio Visual Murni

Adalah media yang dapat menampilkan unsur suara serta gambar yang
bergerak, unsur suara atau unsur gambar itu berasal dari suatu sumber.
a. Film Bersuara, film merupakan media yang amat besar kemampuannya
dalam membantu proses belajar mengajar. Film yang baik adalah film
yang dapat memenuhi kebutuhan siswa sehub- ungan dengan yang
dipelajari. Film yang baik memiliki ciri-ciri yaitu, a) sesuai dengan
tema pembelajaran; b) dapat menarik minat siswa; c) Benar dan
autentik; d) Up to date dalam setting, pakain dan lingkungan; e) sesuai
dengan tingkat kematangan siswa; f) perbendaharaan bahasa yang
benar.
b. Video, video adalah media audio visual yang menampilkan gerak.
Pesan yang disampaikan dalam video dapat bersifat fakta ataupun
fiktif, bersifat informatif, edukatif, serta instruksional
c. Televisi, televisi adalah media yang menyajikan pesan-pesan
pembelajaran secara audio visual serta unsur gerak didalamnya.
2) Media Audio visual tidak murni

Merupakan media yang unsur suara serta gambarnya be- rasal dari sumber
yang berbeda. Audio visual tak murni biasa dise- but dengan audio visual
diam plus suara adalah media yang men- ampilkan suara disertai gambar
diam, misalnya Sound Slide (Film bingkai Suara). Slide atau filmstrip yang
ditambah dengan suara bukan alat audio visual yang lengkap, karena suara
dan rupa berada terpisah, oleh sebab itu slide atau filmstrip termasuk media
audio visual saja atau media visual diam plus suara. Slide bersuara meru-
pakan suatu inovasi dalam pembelajaran yang dapat digunakan se- bagai
media pembelajaran dan efektif membantu siswa dalam me- mahami
konsep yang abstrak menjadi lebih konkrit.
Kelebihan dan kekurangan media pembelajaran Audio-Visual:

a. Kelebihan Media Audio-Visual

- Memberi kesan pertama yang sesuai konsep materi


- Menarik minat siswa dalam proses pembelajaran

- Meningkatkan pengertian yang lebih baik

- Menambah variasi media pembelajaran

- Meningkatkan keingintahuan intelektual

- Meningkatkan daya ingat siswa terhadap materi yang telah


disampaikan
- Dengan menggunakan media video (disertai suara atau tid- ak),
kita dapat menunjukkan kembali gerakan tertentu
- Dapat digunakan secara berulang

- Dapat menyajikan objek secara detail

- Dapat diperlambat atau dipercepat

b. Kekurangan Media pembelajaran audio visual

- Memerlukan dana yang relative banyak/mahal

- Memerlukan keahlian khusus

- Sukar untuk direvisi

- Memerlukan arus listrik

C. Pemilihan Penggunaan Media Pembelajaran

Pemilihan media merupakan suatu keputusan yang dapat menen- tukan terhadap
ketepatan jenis media yang akan digunakan dapat mempengaruhi afaktifitas dan
efisiensi proses pembelajaran. Disamping itu pemilihan media juga membuat
pembelajaran mejadi menarik , sehingga menimbulkan motivasi belajar dan
perhatian siswa menjadi ter- pusat kepada topik yang dibahas dalam kegiatan
pembelajaran. Agar da- lam pemilihan media pembelajaran tepat, maka yang
perlu di pertim- bangkan adalah faktor/ kriteria-kriteria, prinsip-prinsip, dan
langkah- langkah dalam pemilihan media pembelajaran.

Menurut Nana Sudjana (1990: 4-5) kriteria yang perlu dipertimbangkan guru
dalam memilih media pembelajaran diantaranya :

1) Ketepatan media dengan tujuan pembelajaran.

2) Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran


3) Kemudahan dalam memperoleh media

4) Keterampilan guru dalam menggunakan media pembelajaran.

5) Ketersediaan waktu dalam menggunakan media.

6) Kesesuaian dengan taraf berfikir peserta didik.

Sepadan dengan kriteria- kriteria dalam pemilihan media pembelajaran,


menurut I Nyoman Sudana Degeng (1993; 26-27) beliau menyatakan bahwa ada
sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan oleh guru dalam memilih media
pembelajaran, faktor-faktornya diantaranya:

1) Tujuan instruksional

2) Keefektifan

3) Siswa

4) Ketersediaan

5) Biaya pengadaan

6) Kualitas teknis.

Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajara akan memberi kontribusi


terhadap efektifitas dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil penelitian
menyatakan bahwa berbagai macam media pembelajaran memberikan bantuan
sangat besar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran. Namun peran
guru juga menentukan terhadap efektivitas penggunaan media dalam
pembelajaran, peran tersebuta tercermin dari kemempuannya dalam memilih
media yang digunakan.

Dalam menentukan ketepatan dalam pemilihan media yang akan digunakan


ada beberapa prinsip yang harus diperhartiakan, diantaranya:

1) Tidak ada satupun media yang paliang baik untuk semua tujuan
pembelajaran. Suatu media hanya cocok untuk tujuan pembelajaran
tertentu, tetapi mungkin tidak cocok untuk pembelajaran lain.
2) Media merupakan bagian dari integral dari proses pembelajaran. Maksunya
adalah media pembelajaran bukan hanya sekedar alat bantu mengajar guru
saja, tetapi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses
pembelajaran. Penerapan suatu media harus sesuai komponen lain dalam
perancangan pembelajaran.
3) Media apapun yang hendak digunakan, sasarannya untuk memu- dahkan
belajar peserta didik. Kemudahan belajara peserta didik ha- ruslah
dijadikan acuan utama dalam pemiilihan dan penggunaan suatu media.
4) Penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan pembelajaran bukan
hanya sekedar pengisi waktu atau hiburan, melainkan mempunyai tujuan
yang menyatu dengan pembelajaran yang ber- langsung.
5) Pemilihan media hendaknya bersifat objektif , yang artinya didasar- kan
pada tujuan pembelajaran tidak didasarkan pada kesenangan pribadi tenaga
pengajar.
6) Penggunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan peserta
didik. Penggunaan multi media tidak berarti menggunakan media yang
banyak sekaligus, tetapi media tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan
media yang lain untuk tujuan yang lain pula.
7) Kelebihan dan kekurangan media tidak tergantung pada kekonkritan dan
keabstrakannya saja. Media yang kongkrit wujudnya, mungkin sulit untu
dipahami karena kerumitannya, tetapi media yang abstrak dapat
memberikan pengertian yang tepat.

Media pembelajaran yang telah dipilih agar dapat digunkan secara efektif
dan efisien perlu menempuh langkah-langkah secara sistematis. Ada tiga
langkah- langkah yang dapat dilakukan dalam penggunaan media
pembelajaran, langkah-langkah tersebut diantaranya:

a) Persiapan

Maksud dari persiapan adalah kegiatan seorang guru yang akan


mengajar dengan menggunakan media pembelajaran. Kegiatan- kegiatan
yang dapat dilakukan guru dalam langkah persiapan dian- taranya :
1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sebagaimana bila akan
mengajar seperti biasanya. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
cantumkan media yang digunakan.
2. Mempelajari buku petunjuk atau bahan penyerta yang telah disediakan
3. Menyiapakan dan mengatur peralatan yang akan digunakanmagar
dalam pelaksanaanya nantik tidak terburu- buru dan mencari-cari lagi
serta peserta didik dapat melihat dan mendengar dengan baik.
b) Pelaksanaan / Penyajian

Tenaga pengajar pada saat melakukan proses pembelajaran dengan


menggunkan media pembelajaran perlu mempertim- bangkan seperti :
1. Yakinkan semua media dan peralatan telah lengkap dan siap untuk
digunakan.
2. Jelaskan tujuan yang akan dicapai

3. Jelaskan lebih dahulu apa yang harus dilakukan oleh peserta didik
selama proses pembelajaran.

4. Hindari kejadian-kejadian yang sekiranya dapat mengganggu perhatian


/kosentrasi, dan ketenangan peserta didik.
c) Tindak lanjut

Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memantapkan pema- haman


peserta didik tentang materi yang dibahas dengan menggunakan media.
Disamping itu kegiatan tindak lanjut ber- tujuan untuk mengukur
efektivitas pembelajaran yang telah dil- akukan. Kegiatan yang dapat di
lakukan diantaranya diskusi, ek- sperimen, observasi, latihan, dan tes.

D. Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar.

Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah menjelaskan konsep-


konsep tertentu secara alami. Konsep pengetahuan yang dipahami peserta didik di
dalam kelas tentunya akan semakin nyata apabila guru mengarahkan peserta
didiknya untuk melihat konsep pengetahuan secara nyata yang ada pada
lingkungan sekitar.
Sumber belajar akan dapat digunakan bila sumber belajar itu tersedia
sebelum proses belajar mengajar berlangsung. Penggunaan sumber belajar
merupakan komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, karena
tanpa menggunakan sumber belajar maka pesan yang tersimpan dalam materi
suatu pelajaran tidak akan di terima oleh peserta didik. Semakin banyak sumber
belajar yang digunakan semakin banyak pula keterlibatan indera peserta didik
dalam penerimaan pesan tersebut dan akan semakin banyak kesan dan
pengalaman yang diserap oleh peserta didik.
Secara teoritis pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mempunyai
arti penting diantranya berupa lingkungan belajar yang mudah di jangkau,
biayanya relatif murah, objek permasalahan dalam lingkungan beraneka ragam
sehingga dalam memilih sebuah kasus yang terjadi di- masyarakat tidak menutup
kemungkinan peserta didik akan paham berbagai masalah sekaligus dan bisa
dicarikan solusinya.

Pemanfaatan lingkungan sebagai suber belajar dapat dilakukan dengan dua


cara yaitu dengan cara membawa sumber-sumber dari masyarakat atau
lingkungan ke dalam kelas dan dengan cara membawa peserta didik ke
lingkungan. Tentunya masing-masing cara tersebut dapat dilakukan dengan
pendekatan, metode, teknik dan bahan tertentu yang sesuai dengan tujuan
pengajaran. Metode yang dapat digunakan dalam rangka membawa peserta didk
ke dalam lingkungan itu sendiri dian- taranya yaitu :
1. Metode Survey

Metode survey merupakan metode yang membuat siswa mengunjungi


lingkungan secara langsung seperti lingkungan masyra- kat setempat di mana
siswa berada. Contohnya ketika peserta didik mempelajari proses hubungan
sosial di masyarakat (tata kerja aparat desa, RW, RT), keagamaan, budaya,
ekonomi, kependudukan, dan lain-lain. Kegiatan belajarnya adalah melalui
observasi, wawancara, mempelajari data dan dokumen, dan lain sebagainya.
2. Metode praktik lapangan

Praktek lapangan dilakukan untuk memperoleh pengalaman dan metode


khusus peserta didik. Seperti untuk mengembangkan sosialisai dan memupuk
cinta kasih antar sesama, pesera didik di tugaskan untuk kepanti sosial, dan
rumah sakit.
Dengan melalui Metode prkatek lapangan , peserta didik dapat
memperoleh suatu keterampilan-keterampilan atau kecakapan- kecakapan
khusus agar nantinya dapat terjun ke dunia kerja yang sesuai dengan bidang
keahlian dan sesuai dengan yang diminatinya.
3. Metode karyawisata

Pembelajaran dengan metode karyawisata menjadikan peserta did- kik tidak


hanya belajar semata. Lingkungan yang mereka kunjungi se- bagai sumber
belajar juga dapat dinikmati sebagai wisata. Banyak sekali objek wisata yang
relevan dengan pembelajaran, misalnya mu- seum, pantai, pegunungan,
bendungan, pabrik, dan sebagainya. Di tempat-tempat semacam ini peserta
didk dapat belajar sekaligus ber- santai.
Karyawisata dilakukan di bawah bimbingan guru dengan membuat
perencanaan yang matang terlebih dahulu, perumusan tujuan dan tugas yang
harus dilakukan peserta didik. Dalam menggunakan karyawisata perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tujuan harus jelas, rencana yang cermat dan matang.

b. Peserta didik mempelajari segala sesuatu yang akan dikunjungi


tersebut.
c. Peserta didik dapat melihat hubungan karyawisata dengan apa yang
mereka pelajari.
d. Peserta didik mengeri dengan tujua yang akan dicapai dari kar-
yawisata, dan diharapkan dari masing-masing mereka sekem- balinya
dari karyawisata supaya dapat membuat perencanaan yang lebih
matang.
e. Setiap kegiatan karyawisata didiskusikan dan dinilai.

f. Peserta didik diminta untuk membuat laporan

g. Diusahakan jangan sampai terlalu banyak mengganggu bidang studi


lainnya.
4. Metode berkemah

Metode berkemah hampir memiliki tujuan yang sama dengan kar-


yawisata. Hanya saja metode berkemah membutuhkan waktu yang lebih lama
dan mengaharuskan peserta didik menginap di lingkungan tempat berkemah.
Kemah ini cocok untuk mempalajari alam sekitar (ilmu pengetahuan alam,
ekologi, biologi, kimia) yang dapat men- imbulkan rasa kagum peserta didik
terhadap keindahan alam sebagai ciptaan Tuhan. Memupuk rasa tanggung
jawab, jiwa gotong-royong, dan perasaan sosial.

Perkemahan sekolah merupakan teknik pendidikan dan pembinaan praktis


untuk pembentukan kepribadian dan budi luhur, dan berjiwa sosial serta
bertanggung jawab atas tugas yang diemban.

5. Metode presentasi narasumber

Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar tidak selalu be- rarti


peserta didik dan guru keluar kelas. Bisa juga lingkungan dibawa ke dalam
kelas. Misalnya, kelas dapat mengundang narasumber dari lingkungan sekitar
untuk memberikan presentasi di depan kelas.
Peserta didik dapat berinteraksi dengan narasumber untuk mengetahui
secara detail informasi yang mereka perlukan tentang suatu topik
pembelajaran. Biasanya narasumber dapat berupa seorang yang profesional di
bidang tertentu, misal dokter, bidan, pengacara, polisi, dan sebagainya.
6. Metode pengabdian masyarakat

Metode alternatif lain yang dapat digunakan untuk memanfaatkan


lingkungan sebagai sumber belajar adalah metode pengabdian masyarakat.
Peserta didik dapat diajak melakukan bakti sosial di suatu daerah tertentu.
Mereka dapat mengunjungi panti asuhan, panti jompo dan berbagi
bersama warga di sana. Peserta didik dapat pula diajak melakukan aksi bersih-
bersih sampah di lingkungan sekitar sekolah atau mengunjungi suatu daerah
bekas terkena bencana alam dan ikut memberikan bantu- an di sana.

a. Jenis-jenis lingkungan sebagai sumber belajar

1) Lingkungan alam asli

Lingkungan alam asli adalah lingkungan yang masih belum ban- yak
tersentuh oleh tangan manusia, murni dari alam dan bukan rekayasa
manusia. Contoh lingkungan alam asli yang dapat dijadi- kan sumber
belajar misalnya hutan, gunung, danau, pantai, laut, sungai, dan
sebagainya.

2) Lingkungan Alam Buatan Manusia

Lingkungan alam buatan adalah lingkungan alam yang merupakan hasil


buatan manusia atau rekayasa manusia, seperti bendungan, waduk,
museum, candi dan situs purbakala.
3) Lingkungan Sosial dan budaya

Lingkungan sosial adalah lingkungan dimana peserta didik dapat diajak


untuk melihat aspek-aspek sosial dan budaya (berhubungan dengan
manusia atau masyarakat). Siswa dapat diajak ke pedesaan atau ke
pinggiran kota dan sebagainya untuk memperoleh ling- kungan sosial
sebagai sumber belajar mereka.

b. Fungsi Lingkungan Sebagai Sumber Belajar.

1) Fungsi Psikologis; stimulus bersumber/berasal dari lingkungan yang


merupakan rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons, yang
menunjukkan tingkah laku tertentu.
2) Fungsi Pedagogis; lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh yang bersifat
mendidik, khususnya lingkungan yang sengaja disiapkan se- bagai suatu
lembaga pendidikan, misalnya: keluarga, sekolah, lembaga pelatihan, dan
lembaga-lembaga sosial.
3) Fungsi Instruksional; program instruksional merupakan suatu ling- kungan
pembelajaran yang dirancang secara khusus. Guru mengajar, materi pelajaran,
sarana dan prasarana pembelajaran, media pembelaja- ran, sarana dan
prasarana pembelajaran, dan kondisi lingkungan kelas (fisik) merupakan
lingkungan yang sengaja dikembangkan untuk mengembangkan tingkah laku
peserta didik.

c. Kelebihan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.

Kelebihan dari pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar


didntaranya :
a. Kegiatan belajar menarik dan tidak membosankan bagi siswa.
b. Hakikat belajar akan lebih bermakna, karena siswa dihadapakan
langsung dengan keadaan yang sebenarnya.

c. Bahan-bahan yang dipelajari lebih banyak dan factual, sehingga


kebenaran lebih akurat.
d. Kegiatan belajar siswa lebih komprehensip dan lebih aktif.

e. Sumber belajar menjadi lebih kaya, karena lingkungan yang dipela- jari
bisa beranekaragam.

f. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek – aspek kehidupan yang


ada di lingkungan.

E. Referensi
Fikri, Hasnul & Ade Sri Madona. 2018. Pengembangan Media Pembelajaran Ber- basis
Multimedia Interaktif. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru

Marlina, dkk. 2021. Pengembangan Media Pembelajaran SD/MI. Aceh: Yayasan


Penerbit Muhammad Zaini.

Nurdyansyah. 2019. Media Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: UMSIDA Press


Rusydiyah, Evy Fatimatur. 2020. Media Pembelajaran Problem Based Learning.
Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.
Shoffa, Shoffan, dkk. 2021. Perkembangan Media Pembelajaran di Perguruan Tinggi.
Bojonegoro: CV. Agrapana Media.
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan : 12

A.Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)

B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)


Mahasiswa mampu menampilkan Keterampilan Dasar Mengajar (4 Keterampilan) dan
mengembangkan dalam praktik pembelajaran serta membiasakan penerapannya dalam
proses pembelajaran. (C6+P4+A5). (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)

C.Materi Perkuliahan
Keterampilan Dasar Mengajar (4 Keterampilan)

D.Uraian Materi
A. Keterampilan Menjelaskan
1. Pengertian Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah keterampilan menyajikan
informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya
hubungan anatara satu bagian dengan bagian lainnya, misalnya antara sebab dan akibat,
definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum diketahui. Saud (2012).
Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan
yang cocok, merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. Pemberian penjelasan merupakan
suatu aspek yang sangat penting dalam kegiatan seorang guru. Interaksi di dalam kelas
cenderung dipenuhi oleh kegiatan pembicaraan, baik seorang guru sendiri, guru dengan
siswa, maupun siswa dengan siswa.
Keterampilan menjelaskan ini berhubungan dengan:
a. Penyampaian sesuatu ide/pendapat ataupun pemikiran (dalam hal ini, bahan pelajaran)
dalam bentuk kata-kata.
b. Pengorganisasian dalam menyampaiakan ide tersebut
c. Sistematika penyampaian
d. Hubungan antar hal terkandung dalam ide itu
e. Upaya untuk secara sadar menumbuhkan pengertian ataupun pemahaman pada diri
siswa.
2. Tujuan Keterampilan Menjelaskan
Menurut Saud,Udin Syaefudin (2012) tujuan utama keterampilan menjelaskan
sebagai berikut:
a. Membimbing murid memahami materi yang dipelajari
b. Melibatkan murid untuk berpikir untuk memecahkan masalah
c. Untuk memberikan balikan pada murid mengenai tingkat pemahamannya dan untuk
mengatasi kesalahpahaman mereka
d. Membimbing murid untuk menghayati dan mendapat proses penalaran serta
menggunakan bukti-bukti dalam pemecahan masalah
e. Menolong siswa untuk mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-prinsip
umum secara objektif dan bernalar
3. Komponen Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan terdapat komponen-komponen yang harus diperhatikan.
Komponen-komponen tersebut diantaranya yaitu komponen merencanakan dan penyanjian
suatu penjelasan.
a. Komponen Merencanakan
Penjelasan yang diberikan oleh guru perlu direncanakan dengan baik, terutama yang
berkenaan dengan isi pesan dan menerima pesan.
1) Isi pesan (materi)
Isi pesan (materi) meliputi:
a) Analisis masalah secara keseluruhan, dalam hal ini termasuk mengidentifikasikan
unsur-unsur apa yang akan dihubungkan dalam penjelasan tersebut.
b) Penemuan jenis hubungan yang ada antara unsur-unsur yang dikaitkan tersebut.
c) Penggunaan hukum atau generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah
ditentukan.
2) Penerima pesan
Merencakan suatu penjelasan harus mempertimbangkan penerima pesan. Penjelasan
yang disampaikan tersebut sangat tergantung pada kesiapan anak yang
mendengarkannya. Hal ini berkaitan erat dengan jenis kelamin, usia, kemampuan, latar
belakang, sosial, dan lingkungan belajar. Oleh karena itu, dalam merencanakan suatu
penjelasan harus selalu mempertimbangkan faktor tersebut.
b. Komponen Penyajian
Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Kejelasan
Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
siswa dan menghindari pengucapan istilah-istilah lain yang tidak dapat
dimengerti oleh siswa.
2) Penggunaan contoh ilustrasi
Dalam memberikan penjelasan sebaiknya menggunakan contoh-contoh yang ada
hubungannya dengan sesuatu yang dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pemberian tekananDalam memberikan penjelasan, guru harus mengarahkan perhatian
siswa agar terpusat pada masalah pokok dan mengurangi informasi yang tidak penting.
Dalam hal ini guru dapat menggunakan tanda atau isyarat lisan, seperti “yang terpenting”,
“perhatikan baik-baik konsep ini” atau “perhatikan yang ini agak susah”.
4) Penggunaan balikan
Guru hendaknya memberi kesempatan pada siswa untuk menunjukkan pemahaman,
keraguan, atau ketidakmengertiannya ketika penjelasan itu diberikan. Berdasarkan balikan
itu guru perlu melakukan penyesuaian dalam penyajiannya, misalnya kecepatannya,
memberi contoh tambahan atau mengulangi kembali hal-hal yang penting. Balikan tentang
sikap siswa dapat dijaring bersamaan dengan pertanyaan yang bertujuan menjaring balikan
tentang pemahaman mereka.
4. Prinsip – Prinsip Keterampilan Menjelaskan
Adapun prinsip-prinsip menurut Saud (2012) sebagai berikut:
a. Penjelasan dapat diberikan pada awal, di tengah, ataupun di akhir jam pelajaran,
tergantung pada keperluannya. Penjelasan itu dapat juga diselingi dengan tujuan
pembelajaran.
b. Penjelasan harus relevan dengan tujuan pembelajaran.
c. Guru dapat memberikan penjelasan apabila ada pertanyaan dari siswa ataupun yang
direncanakan oleh guru sebelumnya.
d. Materi penjelasan harus bermakna bagi siswa.
e. Penjelasan harus sesuai dengan kemampuan dan karateristik siswa.
5. Tahapan-Tahapan Dalam Keterampilan Menjelaskan
Menurut Saputri (2014) terdapat lima tahap dalam keterampilan menjelaskan, yaitu:
a. Menyampaikan Informasi
Secara sederhana menyampaikan informasi adalah memberi tahu. Dalam konteks
pembelajaran, menyampaikan informasi adalah memberitahu peserta didik tentang definisi-
definisi atau pengertian-pengertian dasar tentang materi pembelajaran.
b. Menerangkan
Pada tahap ini guru menguraikan istilah-istilah asing yang belum dikenal peserta didik.
c. Menjelaskan
Langkah inti adalah penjelasan. Penjelasan dimaksudkan untuk menunjukkan “mengapa”,
“bagaimana”, dan “untuk apa”. Pola penjelasan ini berupaya membuktikan hubungan antara
dua hal atau lebih yang saling mempengaruhi, bahkan menunjukkan sebab-akibat.
d. Pemberian Contoh
Untuk menyampaikan pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah dijelaskan,
berilah contoh konkret secara nyata.
e. Latihan
Langkah terakhir di dalam penjelasan adalah latihan. Latihan peserta didik dengan mencari
hubungan sebab-akibat pada fenomena atau peristiwa yang lain.
6. Kelebihan Penerapan Keterampilan Menjelaskan
Kelebihan penerapan keterampilan menjelaskan menurut Saputri (2014) diantaranya sebagai
berikut:
a. Lebih mudah dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menemukan,
mengorganisasi, dan menilai informasi yang diterima.
b. Lebih mudah dalam memancing meningkatkan kemampuan siswa dalam membentuk
dan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan atas informasi yang
lengkap dan relevan.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan ide-ide dan mengemukakan ide-ide
tersebut.
d. Dapat mengatasi masalah pembelajaran yang diikuti oleh jumlah peserta didik yang
besar.
e. Merupakan cara yang lebih mudah saat guru akan memulai mengenalkan materi.
f. Dapat meningkatkan analisis guru terhadap teori yang sedang disampaikan dan guru
menjadi benar-benar mengerti isi berita dengan analisa yang lebih mendalam.
7. Kelemahan Penerapan Keterampilan Menjelaskan
Kelemahan penerapan keterampilan menjelaskan menurut Saputri (2014) diantaranya
sebagai
berikut:
a. Bila menjelaskan dilakukan terlalu lama, peserta didik cenderung menjadi
kaarkteristik auditif (mendengar) dan akhirnya menjadi siswa yang pasif.
6b. Apabila selalu digunakan dan terlalu lama maka perjalanan akan terkesan
membosankan.
c. Bila menjelaskan dilakukan terlalu lama, kesempatan untuk berdiskusi menjadi terlalu
sedikit bahkan habis untuk menjelaskan.
B. Keterampilan Membuka dan Menutup
1. Pengertian Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
a. Pengertian Membuka Pelajaran
Membuka pelajaran adalah seberapa jauh kemampuan guru dalam memulai interaksi
belajar mengajar untuk suatu jam pelajaran tertentu. Menurut Soli Abimanyu membuka
pelajaran adalah “kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pendidik untuk menciptakan suasana
siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan
dipelajari.
Adapun menurut Sanjaya membuka pelajaran atau set induction adalah usaha yang
dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi bagi siswa
agar mental maupun perhatian terpusat pada pengalaman belajar yang disajikan sehingga
akan mudah mencapai kompetensi yang diharapkan, artinya kegiatan yang dilakukan oleh
guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian agar siswa
terpusat pada hal – hal yang akan dipelajarinya. Dari beberapa teori di atas dapat
disimpulkan bahwasannya membukan pelajaran (set induction), adalah aktivitas yang
dilakukan guru untuk menciptakan kondisi siap mental, menumbuhkan perhatian serta
meningkatkan motivasi siswa agar terpusat pada kegiatan belajar yang dilakukan. Kegiatan
membuka pelajaran bukanlah kegiatan basa – basi tanpa arah yang jelas. dengan membuka
pelajaran dimaksudkan untuk menkondisikan siap mental bagi siswa untuk mengikuti
pembelajaran. Oleh karna itu, siap guru dituntun melatih diri agar memiliki keterampilan
membuka pembelajaran dengan baik dan tepat. Jika siswa sejak awal sudah memiliki
kesiapan untuk belajar, maka tidak terlalu sulit bagi guru untuk mengaktifkan siswa dalam
langkah pembelajaran selanjutnya (kegiatan inti pembelajaran). banyak orang beranggapan
bahwa kesan pertama dari suatu bentuk hubungan merupakan kunci keberhasilan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain, bahwa kesan pertama yang baik akan
membuahkan hasil yang baik.
Hubungan yang tercipta antara guru dan siswa pada waktu interaksi belajar mengajar
berlangsung, sesungguhnya ada dan dapat diamati tetapi dengan cara yang tidak langsung.
Kalimat – kalimat awal yang diucapkan guru menentukan keberhasilan jalannya sebuah
pelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran bergantung pada metode mengajar guru diawal
pelajaran. Seluruh persiapan dan rencana sebelum mangajar dapat menjadi tidak berguna
jika guru gagal dalam memperkenalkan pelajaran. Dalam tahap ini, yang perlu dilakukan
terlebih dahulu adalah menetapkan sikap dan minat yang benar diantara anggota kelas.
Berdo’a dan ucapan yang lembut pada waktu pelajaran dimulai, misalnya “ selamat pagi
saudara/anak-anak” atau menanyakan siapa-siapa hari itu tidak masuk, apa sebabnya tidak
masuk dan lain sebagainya akan mempunyai arti yang penting bagi siswa. Ucapan tersebut
seakan-akan menandai bahwa interaksi belajar mengajar secara resmi dibuka dan guru telah
siap membimbing siswa dengan cinta dan kasih yang tulus. Pada diri siswa akan tumbuh
rasa hormat, senang, tentram dan bergairah dalam kelompok siswa yang sedang belajar
dengan mengorbankan exsistensi pribadinya.
b. Pengertian Menutup Pelajaran
Pelajaran dapat dikatakan suatu proses yang tidak pernah berhenti karena merupakan
suatu proses yang tidak berhenti atau merupakan suatu proses yang berkalanjutan menuju
kearah kesempurnaan. Setiap kali berakhir dari suatu interaksi antara guru dan siswa,
hanyalah merupakan suatu terminal saja untuk kemudian beranjak keinteraksi selanjutnya
pada hari atau minggu lain, jadi akhir suatu pelajaran bukan bearti seluruh proses belajar
atau interaksi telah selesai sama sekali. Oleh karena itu,suatu kesan perpisahan yang baik
pada akhir pelajaran sangat diperlukan agar pertemuan pada kesempatan yang lain dapat
diterima dan berlangsung baik.
Mengakhiri pelajaran atau menutup pelajaran sama pentingnya dengan membuka
pelajaran, walau tentu saja berbeda tujuan dan fungsinya. Seperti juga dalam membuka
pelajaran, dalam rangka menutuo pelajaran seyogyanya dilakukan bersama-sama dimana
murid semua kelas yang dirangkap hadir dalam suatu ruangan atau satu tempat. Hal ini
dimaksudkan agar dapat mengontrol suatu episode pembelajaran untuk setiap kelas secara
utuh.Menurut Soli Abimayu menutup pelajaran pada dasarnya adalah kegiatan yang
dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan init pembelajaran.
2. Manfaat Membuka dan Menutup Pelajaran
a. Manfaat Membuka Pelajaran
Untuk menciptakan kondisi kesiapan mental siswa dalam mengikuti pembelajaran,
maka kegiatan membuka pelajaran tidak cukup hanya dengan melakukan kegiatan yang
bersifat adminitrasi seperti : mengecek kehadiran siswa, menyiapkan alat-alat pelajaran,
mempersiapkan buku sumber dan kegiatan adminitrasi lainnya.
Kegiatan atau pemeriksaan yang bersifat adminitrasi saja pada mengawali
pembelajaran, belum tentu akan mencapai sasaran menumbuhkan kesiapan mental siswa
secara optimal. Dengan demikian, kegiatan membuka pembelajaran selain untuk
mempersiapkan hal-hal yang bersifat teknis adminitratif, terutama harus memfokuskan pada
upaya mengkondisikan kesiapan baik fisik dan mental, perhatian dan motivasi siswa untuk
mengikuti kegiatan inti pembelajaran.
Maka manfaat dari keterampilan membuka pelajaran adalah :
1) Menyiapkan mental siswa untuk memasuki kegiatan inti pelajaran.
2) Membangkitkan motivasi dan perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
3) Memberikan gambaran yang jelas tentang aktivitas belajar yang akan dilakukan dan
batasbatas tugas yang harus dikerjakan siswa.
4) Menyadarkan siswa akan adanya hubungan antara pengalaman/bahan yang sudah
dimiliki/diketahui dengan yang akan dipelajari.
b. Manfaat Menutup Pelajaran
Adapun manfaat dari menutup pelajaran yaitu :
1) Untuk memberikan pemahaman yang utuh terhadap materi pokok atau kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
2) Mementapkan pemahaman siswa terhadap materi pokok atau kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan.
3) Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil pembelajaran yang telah diperoleh siswa,
sekaligus sebagai umpan balik bagi guru.
4) Untuk memberikan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan proses dan hasil
pembelajaran yang telah dicapai siswa.

3. Komponen-Komponen Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran


a. Komponen Membuka Pelajaran
Sebagaimana diketahui kegiatan membuka pelajaran dapat dilakukan pada setiap
awal kegiatan. Komponen keterampilan yang perlu dikuasai guru dalam membuka pelajaran
adalah sebagai berikut:
1) Menarik/menumbuhkan perhatian siswa
a) Memvariasikan gaya mengajar guru
b) Menggunakan alat-alat bantu mengajar yang dapat menarik perhatian siswa
c) Pola interaksi yang bervariasi
2) Membangkitkan motivasi belajar siswa, yang dapat dilakukan dengan:
a) Membangun suasana akrab, hangat dan antusias sehingga siswa merasa dekat, misalnya
menyapa dan berkomonikasi secara kekeluargaan.
b) Menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak siswa untuk mempelajari suatu kasus
yang sedang hangat dibicarakan.
c) Mengemukakan ide yang bertentangan.
d) Memperhatikan minat siswa.
3) Memberi acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan,
yang dapat dilakukan dengan cara:
a) Mengemukakan tujuan dan batas tugas yang akan dicapai serta tugas-tugas yang harus
dilakukan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan.
b) Menjelaskan langkah-langkah atau tahapan pembelajaran ,sehingga siswa memahami apa
yang harus dilakukan.
c) Menjelaskan target atau kemampuan yang harus dimiliki setelah pembelajran
berlangsung (inti tema yang akan dipelajari).
d) Mengjukan pertanyaan.
4) Membuat kaitan
Untuk membuat kaitan dalam membuka pembelajran guru dapat melakukannya
dengan menghubungkan antara materi yang akan disampaikan dengan materi yang telah
dikuasai siswa siswi (pengetahuan siap) disamping itu perlu dikaitan dengan
pengalaman,minat,dan kebutuhan siswa siswi.Cara yang dapat dilakukan guru menurut
Mulyasa (2005:88) antara lain dapat berupa:
a) Mengajukan pertanyaan apersepsi
b) Mengulas sepintas garis besar isi pelajran yang telah lalu
c) Mengaitkan materi yang diajarkan dengan lingkungan siswa-siswi
d) Menghubungkan hubungkan bahan pelajran yang sejenis dan berurutan
b. Komponen Menutup Pelajaran
1) Meninjau kembali. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap inti pelajaran pada
setiap akhir penggal kegiatan guru hendaknya melakukan peninjauan kembali tentang
penguasaan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu merangkum dan
membuat inti pelajaraan.
2) Menilai (mengevaluasi).
3) Tanya jawab secara lisan yang dilakukan guru kepada siswa secara perorangan,kelompok
atau klasikal.
4) Mendemontrasikan ide baru pada situasi lain.
5) Menyatakan pendapat tentang masalah yang dibahas. Dalam hal ini guru meminta siswa
memberikan pendapatnya tentang masalah yang baru saja dibahas, baik pendapat itu
berupa pendapat perorangan maupun pendapat kelompok.
6) Memberikan soal-soal tertulis yang dikerjakan oleh siswa secara tertulis pula.
7) Tindak lanjut.
4. Prinsip-Prinsip Membuka dan Menutup Pelajaran
Penerapan membuka dan menutup pelajaran dalam pembelajaran terpadu harus
mengikuti prinsip-prinsip tertentu agar proses dan hasilnya dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Prinsip tersebut adalah prinsip kebermaknaan dan prinsip berkesinambungan.
a. Prinsip kebermaknaan
Setiap kegiatan atau aktivitas yang dilakukan untuk membuka dan menutup
pelajaranan dalam pembelajaran terpadu haruslah memiliki nilai kebermaknaan yang tinggi
(meningful), terutama bagi seluruh siswa. Kegiatan atau aktivitas tersebut harus relevan
dengan tema yang akan dibahas dan kompetensi dasar yang harus dikusai siswa. Oleh
karena itu, bahan ajar dan kegiatan/pengalaman belajar yang ditetapkan harus sesuai dengan
karakteristik perkembangan siswa.
b. Prinsip kesinambungan dan keutuhan
Keterampilan membuka dan menutup pelajaran merupakan bagian yang utuh dari
keseluruhan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan pembelajaran
terpadu, bukan merupakan kegiatan lepas-lepas dan berdiri sendiri. Oleh kerena itu, guru
hendaknya menjaga terjadi kesinambungan dan keutuhan dari satu keterampilan mengajar
dengan keterampilan mengajar lainnya. Dalam hal ini guru perlu menyusun langkah-
langkah kegiatan pembelajaran yang tepat dan sinambung dengan minat, pengalaman, dan
kemampuan siswa, serta jelas kaitannya antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya.
C. Keterampilan Mengelola Kelas
1. Pengertian Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara
kondisi pembelajaran yang kondusif dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam
proses pembelajaran tersebut, misalnya menghentikan tingkah laku siswa yang membuat
perhatian kelas teralihkan, memberikan ganjaran kepada peserta didik yang telah melakukan
tugasnya dengan baik, atau menetapkan norma kelompok yang harus ditaati bersama. Suatu
kondisi belajar yang kondusif dapat tercapai jika guru mengatur peserta didik dan sarana
pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai
tujuan pengajaran, serta hubungan interpersonal yang baik antara guru dan peserta didik,
peserta didik dengan peserta didik.
Berikut pengertian mengelola kelas menurut beberapa para ahli :
a. Menurut Majid (2014), Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan
dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya jika terjadi
gangguan dalam proses belajar mengajar.
b. Menurut Usman (2013), Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan
dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi
gangguan dalam proses belajar mengajar.
c. Menurut Wardani (2005), keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan dalam
menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal guna terjadinya proses
pembelajaran yang selalu serasi dan efektif.
d. Menurut Wina Sanjaya (2005) bahwa pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru
menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya
manakala terjadi hal-hal yang dapat mengganggu suasana
pembelajaran.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengelola
kelas merupakan keterampilan yang digunakan oleh seorang guru dalam proses
pembelajaran guna untuk mengkondisikan belajar siswa dengan harapan supaya terjadi
suatu kondisi kelas yang kondusif, memaksimalkan sarana dan prasarana, menjaga
keterlibatan siswa, menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal dan rasa
nyaman dalam proses belajar mengajar.
2. Tujuan Pengelolaan Kelas
Menurut Hasibuan, Bola dalam Suwarna (2006 :82). Keterampilan mengelola kelas
bertujuan untuk :
a. Mendorong siswa mengembangkan tingkah lakunya sesuai tujuan pembelajaran, misalnya
seperti memberi penguatan kepada siswa untuk selalu bersikap saling menghormati dan
menghargai pendapat orang lain, sehingga tujuan pembelajaran dalam mata pelajaran
pkn contohnya dapat tercapai.
b. Membantu siswa menghentikan tingkah lakunya yang menyimpang dari tujuan
pembelajaran, seperti siswa yang suka menganggu temannya ketika belajar, guru harus
dapat mengantisipasi kejadian ini dengan cara misalnya dengan teguran atau bahasa
tubuh seperti geleng-geleng kepala atau kontak mata.
c. Mengendalikan siswa dan sarana pembelajaran dalam suasana pembelajaran yang
menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran misalnya membimbing siswa
untuk menggunakan dan memanfaatkan sarana pembelajaran yang ada disekolah.
d. Membina hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan
siswa, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi efektif, misalnya seperti guru bersikap
adil kepada setiap sisa tanpa membeda-bedakan siswa, memberi perhatian kepada
seluruh siswa.
Menurut (Usman, 2002) pengelolaan kelas mempunyai dua tujuan yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas belajar
untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil pembelajaran
dengan baik.
b. Tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-
alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan
belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan, seperti
3. Komponen Pengelolaan Kelas
Terdapat dua komponen pengelolaan kelas yaitu :
a. Menciptakan dan Memelihara iklim Pembelajaran yang Optimal
Menciptakan dan memelihara suasana pembelajaran yang optimal berkaitan dengan
kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran.
Berikut hal-hal yang dapat dilakukan guru untuk mencapainya :
1) Guru menunjukkan sikap tanggap terhadap perhatian, keterlibatan, ketidakacuhan, dan
ketidakterlibatan peserta didik terhadap tugas-tugas di kelas, dengan cara:
a) Gerak mendekati
Gerak guru dalam posisi mendekati siswa menandakan kesiagaan, minat, dan
perhatian guru yang diberikan terhadap tugas serta aktivitas siswa. Gerak mendekati
hendaklah dilakukan secara wajar, bukan untuk menakut-nakuti, mengancam, atau memberi
kritikan dan hukuman.
b) Memandang secara saksama
Memandang secara saksama dapat mengundang dan melibatkan siswa dalam kontak
pandang serta interaksi antarpribadi yang dapat ditampakkan dalam pendekatan guru untuk
bercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan rasa persahabatan.
c) Memberi reaksi terhadap gangguan dan ketakacuhan siswa
Bila terdapat siswa yang menimbulkan gangguan dalam kelas, guru dapat
memberikan reaksi berupa teguran. Contohnya seperti peserta didik bermainmain saat
mengerjakan tugasnya, guru memberi teguran terhadap ketidakacuhan siswa terhadap tugas
yang diberikan
d) Memberikan pernyataan
Pernyataan berupa tanggapan dan komentar sebagai pernyataan guru terhadap apa
yang dikemukakan peserta didik sangat penting guna lebih meyakinkan peserta didik akan
pendapatnya atau lebih berfungsi sebagai penguatan.
2) Memusatkan perhatian siswa terhadap tugas-tugas yang dilakukan agar kegiatan dalam
belajar dapat dipertahankan, dapat dilakukan oleh guru dengan cara:
a) Menuntut tanggung jawab siswa. Dimana ini berhubungan dengan cara guru memegang
teguh kewajiban dan tanggung jawab yang dilakuan oleh peserta didik serta
keterlibatan peserta didik dalam tugas-tugas. Seperti dengan cara menuntut tugas yang
diberikan guru sesuai waktu yang telah ditentukan tanpa mengulur-ulur waktu.
b) Menyiagakan siswa. Maksudnya ialah memusatkan perhatian siswa kepada suatu hal
sebelum guru menyampaikan materi pokok dengan tujuan untuk menghindari
penyimpangan perhatian siswa, seperti menetapkan norma atau peraturan yang telah
disepakati bersama anatara guru dan siswa untuk kelancaran kegiatan belajar mengajar.
3) Memberi perhatian kepada beberapa kegiatan yang langsung dalam waktu yang sama
akan menciptakan pengelolaan kelas yang efektif. Memberi perhatian dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu :
a. Visual yaitu dengan melakukan kontak pandang
b. Verbal yaitu dengan memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya
terhadap aktivitas seorang peserta.
4) Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas dan singkat sehingga tidak terjadi
kebingungan pada peserta didik, seperti menjelaskan petunjuk dalam menyelesaikan
tugas kepada siswa.
5) Memberi penguatan-penguatan, baik terhadap peserta didik yang mengganggu maupun
yang bersikap wajar, baik penguatan verbal maupun non verbal.
6) Memberikan teguran kepada peserta didik bila ia melakukan sesuatu yang mengganggu
kelas, yang dapat dilakukan oleh guru dengan cara:
a) Tegas dan jelas serta tertuju kepada peserta didik yang meng ganggu.
b) Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang mengandung penghinaan.
c) Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan.
b. Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal
Kondisi belajar yang optimal harus tetap dipertahankan. Untuk itu guru harus dapat
mencegah hal-hal yang mengganggu jalannya proses pembelajaran. Selain itu guru
harus memiliki kemampuan mengembalikan kondisi-kondisi yang mengganggu
pembelajaran kepada kondisi yang seharusnya. Apabila guru harus mengadakan
perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang secara terus menerus menimbulkan
gangguan terhadap proses pembelajaran, guru dapat melakukan modifikasi perilaku
dengan cara-cara berikut:
1) Guru sebaiknya mengadakan analisis tingkah laku siswa yang melngalami masalah atau
kesulitan sebelum memodifikasi tingkah laku tersebut.
Modifikasi tingkah laku dapat dilakukan dengan cara:
a) Meningkatkan perilaku yang baik dengan pemberian penguatan secara sistematis, baik
penguatan verbal maupun non verbal.
b) Mengajarkan perilaku baru dengan contoh dan pembiasaan, seperti keadaan yang dialami
Indonesia sekarang, guru dapat mengajarkan cara hidup 3 M (mencuci tangan, menjaga
jarak dan memakai masker) yang sangat baik diterapkan .
c) Mengurangi perilaku buruk dengan pemberian hukuman yang mendidik, seperti siswa
yang tidak membuat tugas, guru dapat memberi hukuman kepada siswa yaitu membuat
tugas 2x lipat, sehingga untuk selanjutnya siswa tidak akan mengulangi perilaku yang
sama.
2) Menemukan dan mengatasi tingkah laku yang menimbulkan masalah. Guru dapat
menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku salah yang muncul
dan mengetahui sebab-sebabnya serta berusaha untuk menemukan pemecahannya,
yaitu dengan:
a) Menghilangkan ketegangan dengan humor mengabaikan yang direncanakan; seperti
untuk kegiata pembelajaran hari ini guru sudah merencanakan kegiatan pembelajaran
tetapi terjadi msalah yang berkaitan dengan tingkah laku siswa sehingga rencana yang
sudah disusun guru tertunda, dan saat masalah terjadi guru akan menyelesaikannya, dan
saat itu suasana pun akan berubah menjadi tegang dan sehingga guru melakuka
kegiatan diluar yang sudah direncanakan, seperti memberikan sedikit humor kepada
siswa untuk kembali mencairka suasana.
b) Mengadakan campur tangan dengan isyarat, saat terjadi ganggguan dalam proses
pembelajaran guru dapat menggunakan isyarat seperti kontak mata, maupun ekspresi
wajah.
c) Mengakui perasaan negatif peserta didik, seperti siswa yang mengeluh terhadap periaku
siswa lain yang suka mengangggu kegiatan pembelajaran, maka sebaiknya
mendengarkan keluhan siswa dan mengatasi maslalah tersebut dengan
d) Menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi, seperti
media pembelajaran untuk mata pelajaran lain.
4. Prinsip – Prinsip Pengelolaan Kelas
Sedangkan prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Usman (2013)
adalah sebagai berikut
a. Tantangan
Tantangan dapat diberikan dengan cara menggunakan kata-kata, tindakan, atau
bahan-bahan yang akan meningkatkan gairah belajar peserta didik. Sehingga, memunculkan
tingkah laku yang positif dan mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang
menyimpang, seperti dalam mengerjakan tugas, siapa yang dapat menyelesaikan terlebih
dahulu dan hasil yang benar maka akan mendapatkan nilai tambahan.
b. Kehangatan dan keantusiasan
Kehangatan dan keantusiasan dapat memudahkan terciptanya suasana kelas yang
menyenangkan dan merupakan salah satu syarat bagi kegiatan belajar mengajar yang
optimal dan dapat tercipta ketika siswa dan guru saling menghargai dan mengormati.
c. Bervariasi
Penggunaan media pembelajaran, gaya, interaksi belajar mengajar, dan metode yang
bervariasi akan meningkatkan efektifitas pengelolaan kelas serta menghindari kejenuhan
siswa dalam kegiatan pembelajaran dan tujuan pembelajaran pun dapat tercapai dengan
baik.
d. Keluwesan
Keluwesan guru dalam mengubah strategi mengajar dapat mencegah kemungkinan
munculnya gangguan serta menciptakan suasana pembelajaran yang efektif,
e. Penekanan pada hal-hal yang positif
Penekanan pada hal-hal yang positif dalam proses pembelajaran akan meningkatkan
fokus peserta didik dan menghindari kemungkinan adanya pemusatan pada hal-hal yang
negative atau terjadinya gangguan dalam proses pembelajaran.
f. Penanaman disiplin diri
Penanaman disiplin diri oleh peserta didik dapat dilakukan guru dengan cara selalu
mendorong peserta didik berdisiplin dalam proses pembelajaran, serta memberikan contoh
yang baik dan guru harus menjadi tauladan bagi siswa. Dengan demikian keterampilan
mengelola kelas berfungsi menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
mengembalikannya apabila ada gangguan dalam proses mengajar. Dua hal tersebut
merupakan komponen dari keterampilan mengelola kelas yang harus dikuasai oleh guru
atau calon guru.
5. Keterampilan Mengelola Kelas Yang Baik
Menurut (Sartika, 2014) kemampuan dan keterampilan mengelola kelas dalam
proses belajar mengajar yang baik sebagai berikut:
a. Menciptakan situasi yang memungkinkan anak untuk belajar, sehingga merupakan titik
awal keberhasilan pengajaran, seperti suasana belajar yang menyenangkan dan media
pembelajaran yang bervariasi sehingga menghindari kejenuhan siswa dalam belajar.
b. Siswa belajar dalam suasana yang wajar, tanpa tekanan dan dalam kondisi yang untuk
belajar, seperti bagaimana guru membimbing siswa dalam pembelajaran, dan guru juga
harus mampu menyesuaikan proses pembelajaran dengan kemampuan belajar siswa
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Jadi, dalam proses pembelajaran, seorang guru harus mampu menciptakan suatu
kondisi yang memungkinkan sisiwa dapat melakukan pembelajaran, menumbuhkan sikap
yang ramah, memiliki kesiapan demi berjalannya suatu pembelajaran dan seorang siswa
mampu merasakan kenyamanan dalam keadaan ataupun suasana yang sewajarnya, tidak ada
tekanan dari guru dan mampu terangsang untuk belajar dengan baik.

E. Referensi
Alma, H. Buchari. 2010. Guru Profesionalisme. Bandung: Alfabeta
Majid, Abdul. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Saud,Udin Syaefudin. 2012. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta
Sartika, Dewi.(2014). Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas. Jambi: Universitas Jambi.
Usman, Moh. Uzer. (2013). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
BAHAN AJAR

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran di SD


Kode Mata Kuliah : GSD 1.61.2116
Bobot : 2 SKS
Pertemuan : 13

A.Capaian Pembelajaran
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious.
(CPMK1)
2. Menguasai prinsip dan teori pendidikan di sekolah dasar. (CPMK2)
3. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu dan terukur. (CPMK3)
4. Mampu menerapkan prinsip dan teori pendidikan melalui perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. (CPMK4)

B. Kemampuan Akhir Tiap Tahapan Belajar (Sub-CPMK)


Mahasiswa mampu menampilkan Keterampilan Dasar Mengajar (4 Keterampilan) dan
mengembangkan dalam praktik pembelajaran serta membiasakan penerapannya dalam
proses pembelajaran. (C6+P4+A5). (CPMK1) (CPMK3) (CPMK4)

C.Materi Perkuliahan
Keterampilan Dasar Mengajar (4 Keterampilan)

D.Uraian Materi
A. Pengertian Keterampilan Dasar Mengajar
Mengajar merupakan proses yang kompleks, tidak sekedar menyampaikan
informasi dari guru kepada siswa, banyak kegiatan maupun tindakan yang harus
dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada siswa. Menurut
Amstrong dkk (1992:33) yaitu kemampuan menspesifikasi tujuan performasi,
kemampuan mendiagnosa murid, keterampilan memilih strategi penajaran, kemampuan
berinteraksi dengan murid, dan keterampilan menilai efektifitas pengajaran. Menurut Ali (
1987 : 12 ) mengajar adalah : “Segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi
kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang
dirumuskan”.
Sedangkan menurut Nasution (1995:4) memberikan definisi mengajar yang
lengkap sebagai berikut: (1) Mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada anak; (2)
Mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada anak; (3) Mengajar adalah suatu
aktivitas mengorganisir atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan
dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keterampilan
mengajar adalah keterampilan yang berkaitan dengan semua aspek kemampuan guru yang
berkaitan erat dengan berbagai tugas guru yang berbentuk keterampilan dalam rangka
memberi rangsangan dan motivasi kepada siswa untuk melaksanakan aktivitas oleh guru
adalah keterampilan untuk membimbing, mengarahkan, membangun siswa dalam belajar
guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan secara terpadu. Keterampilan
dasar mengajar adalah kemampuan atau keterampilan yang bersifat khusus yang harus
dimiliki oleh guru, dosen, instruktur atau widyaiswara agar dapat melaksanakan tugas
mengajar secara efektif, efisien dan professional.

B. Keterampilan Dasar Bertanya (Questioning Skills)


Dalam keterampilan bertanya ini ada beberapa orang ahli yang menjelaskan
pendapatnya seperti berikut:
1. Dikemukakan oleh Dr. Hj. Helmiati, M.Ag (2013:28)
Keterampilan bertanya adalah ucapan guru/pendidik secara verbal yang meminta
respon dari peserta didik. Respon yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai
dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Dengan demikian bertanya
merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir peserta didik.
Penyerapan siswa terhadap materi dan mengetahui tingkat keberhasilan guru/pendidik
dalam proses belajar mengajar.
2. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag (2005:114)
Maksud penting penggunaan keterampilan bertanya ialah membentuk cara berpikir
maju yang bertahap-tahap. Juga melibatkan semua siswa pada kegiatan, namun kecepatan
dan kemampuan siswa tidak harus menjadi homogen.
3. Menurut Pendapat Drs. Zainal Asril, M.Pd (2011:69)
Dalam keterampilan bertanya terdapat beberapa hal yang harus di hindari dalam
penyampaiannya, seperti (a) Menjawab pertanyaan sendiri, (b) mengulang jawaban
peserta didik, (c) mengulang-ulang pertanyaan sendiri, (d) mengajukan pertanyaan dan
memberikan jawaban serentak. Kemudian terdapat juga jenis-jenis pertanyaan menurut
tujuannya, diantaranya :
a. Pertanyaan permintaan (copliance question) pertanyaan harapan agar siswa mematuhi
perintah.
b. Pertanyaan retoris (rhetorical question) menghendaki jawaban guru.
c. Pertanyaan mengarahkan (prompting question) pertanyaan yang diajukan untuk
mengarahkan siswa dalam proses berpikir.
d. Pertanyaan menggali (probing question) pertanyaan lanjutan yang akan mendorong siswa
untuk lebih mendaalami jawabannya
e. Pertanyaan menurut Taksonomi Bloom (kognitif, afektif dan psikomotor).f. Pertanyaan
menurut luas dan sempit sasaran.
4. Menurut Hendry Hermawan (2006:34-37)
Keterampilan bertanya sangat penting dimiliki oleh seorang guru karena setiap kegiatan
belajar mengajar guru mengajukan pertanyan dan kualiatas pertanyaan guru akan
menentukan kualitas jawaban siswa. Keterampilan bertanya dapat dibedakan menjadi
keterampilan bertanya dasar dan lanjut.
a. Pengungkapan bertanya dasar yang terdiri atas komponen-komponen berikut:
1) Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat sehingga mudah dipahami siswa.
2) Pemberian acuan, yaitu informasi yang diberikan sebelum menggunkan pertanyaan.
Informasi diperlukan untuk menjawab.
3) Pemusatan perhatian. Terkadang guru perlu memulai pertanyaan dengan cakupan luas,
kemudian memusatkan perhatian siswa pada tugas yang lebih sempit.
4) Penyebaran pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan guru hendaknya ditujukan ke seluruh
kelas, bukan kepada siswa tertentu. Setelah memerikan waktu berpikir sejenak, bariulah
guru menunjukmsecara acak siswa lain untuk menanggapi jawaban temannya.
5) Pemindahan giliran. Satu pertanyaan yang kompleksdapat dijawab beberapa siswa
sehingga semua aktif memikirkan pertanyan yang diberikan.
6) Pemberian waktu berfikir. Setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya memberikan
kesempatan kepada siswa-siswa untuk berpikir sebelum meminta jawaban; dan
7) Pemberian tuntunan. Jika pertanyaan guru tidak dapat dijawab oleh siswa, guru
hendaknya memberikan tuntunan. Tuntunan dapat diberikan dengan cara:
a) Mengungkapkan pertanyaan dengan cara lain;
b) Menyederhanakan pertanyaan; dan
c) Mengulangi penjelasan (acuan) sebelumnya.
b. Keterampilan bertanya lanjut yang terdiri atas komponen berikut:
1) Mengubah tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan, yaitu dari tingkatan
yang paling rendah (mengingat) ke tingkat yang lebih tinggi, seperti memahami,
menerapkan, menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi
2) Pengaturan urutan pertanyaan, yaitu mulai dari pertanyaan yang paling sederhana, diikuti
ke agak kompleks, sampai kepada pertanyaan yang paling kompleks; dan
3) Penggunaan pertanyaan pelacak dengan berbagai teknik, seperti:
a) klarifikasi, yaitu meminta penjelasan lebih lanjut atas jawabannya
b) meminta siswa memberi alasan atas jawabannya
c) meminta kesepakatan pandangan dari siswa lain
d) meminta ketepatan jawaban
e) meminta jawaban yang lebih relevan
f) meminta contoh, dan
g) meminta jawaban yang lebih kompleks.
4) Peningkatan terjadinya interaksi dengan cara meminta siswa lain memberi jawaban atas
pertanyaan yang sama.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005:105-106) di dalam menerapkan keterampilan
bertanya, guru perlu menghindari kebiasaan berikut:
1) Mengulangi pertanyaan sendiri
Bila guru mengulangi pertanyaan yang sama karena siswa tidak menjawab, maka
proses belajar akan berkurang. Satu pertanyaan yang di ikuti satu respon siswa lebih baik
dari pertanyaan yang di ulang-ulang. Oleh karena itu susunlah pertanyaan seringkas
mungkin yang mudah dipahami siswa.
2) Mengulangi jawaban siswa;
Ada dua pendapat mengenai hal ini, pertama pengulangan jawaban siswa di nilai akan
menambah atau mempererat hubungan siswa dan guru. Pendapat lain mengatakan jika
pengulangan dilakukan maka akan memperlambat proses belajar. mengajar, kebiasaan
mendengarkan pendapat orang lain berkurang dan mengurangi kebebasan memberikan
komentar terhadap siswa lain.
3) Menjawab pertanyaan sendiri
Jika guru sering menjawab pertanyaan sendiri sebelum diberi kesempatan siswa,
akan mengakibatkan siswa menjadi frustasi, dan mungkin perhatian siswa berkurang atau
keluar dari proses pembelajaran. Dan jika muncul salah pengertian dari siswa maka tujuan
pembelajaran tidak tercapai.
4) Menunjuk dulu sebelum bertanya
5) Mengajukan pertanyaan yang mengundang jawaban serempak Bila proses belajar
mengajar sesuai rencana, dan guru mempunyai kesempatan mengevaluasi pencapaian siswa
secara individual, maka jangan gunkan kalimat seperti “Kamu semua telah mengerjakan?”
“Semua telah selesai?” Pertanyaan tersebut tidak memecahkan masalah dan tidak produktif
terhadap kelompok.
6) Mengajukan pertanyaan ganda
Apabila seluruh keterampilan bertanya tersebut dapat dikuasai guru maka ia akan
mampu bertanya secara efektif sehingga guru dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam
pembelajaran dan sekaligus meningkatkan keefektifan pembelajaran. Setelah mengulas dari
beberapa ahli yang telah dipaparkan diatas kelompok penulis menyimpulkan bahwa
keterampilan dasar bertanya sangat perlu dikuasai oleh seorang guru di dalam mengajar
guru tidak hanya mengandalkan bercerita saja guru bisa menggunakan metode tanya jawab
yang di aplikasikan dengan keterampilan dasar mengajar yang bertujuan untuk
meningkatkan daya respon siswa dalam proses belajar meningkatkan dan memotivasi siswa
menjadi terampil ketika menjawab pertanyaan yang berkualitas dalam proses belajar
mengajar.
C. Keterampilan Dasar Memberikan Penguatan (Reinforcement Skills)
Ada beberapa definisi yang menjelaskan keterampilan dasar penguatan yang pertama
ialah teori dari Zainal Asril (2011:77) yang menegaskan “Keterampilan memberi penguatan
merupakan tingkah laku guru/pendidik dalam merespon secara positif suatu tingkah laku
tertentu peserta didik yang memungkinkan tingkah laku tersebut terulang kembali.”
Selanjutnya dikemukakan oleh Hermawan (2006:37) yaitu, “penguatan adalah respons
terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali
tingkah laku tersebut.
Seorang guru perlu menguasi keterampilan memberikan penguatan karena penguatan
merupakan dorongan bagi siswa untuk meningkatkan keterampilannya, serta dapat
meningkatkan perhatian”. Jadi kelompok penulis menyimpulkan bahwa keterampilan dasar
mengajar penguatan adalah cara seorang guru untuk memberikan semangat kepada
siswanya melalui motivasi dan dorongan tertentu. Penguatan yang diberikan kepada siswa
berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi anak tersebut. Untuk itu guru harus
menguasai keterampilan dasar mengajar penguatan supaya semangat siswa untuk belajar
meningkat. Pengutan bisa berupa pujian kata-kata, perbuatan, bahkan reward.
Hermawan (2006:37) menegaskan, penguatan dapat diberikan dalam
bentuk:
1. Verbal, yaitu berupa kata-kata/ kalimat pujian, seperti “Bagus!”, “ Tepat sekali!” atau
“saya puas akan pekerjaanmu”.
2. Non-verbal, yaitu berupa:
 gerak mendekati;
 mimik dan gerakan badan;
 sentuhan;
 kegiatan yang menyenangkan; dan
 Token (simbol atau benda kecil lain).
Dalam memberikan penguatan guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Penguatan harus diberikan dengan hangat dan antusias sehingga siswa dapat merasakan
kehangatan tersebut;
2. Penguatan yang diberikan harus bermakna, yaitu sesuai dengan prilaku yang diberi
penguatan;
3. Hindarkan respon negatif terhadap jawaban siswa;
4. Peserta yang diberikan penguatan harus jelas (sebutkan namanya, atau tujukan pandangan
kepadanya);
5. Penguatan dapat juga diberikan kepada kelompok siswa tertentu;
6. Agar lebih menjadi efektif, penguatan harus diberikan segera setelah prilaku yang baik
ditunjukkan; dan
7. Jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi
Syaiful Bahri Djamarah (2005:118-124) menyebutkan ada beberapa kategori dalam
menentukan keterampilan dasar mengajar penguatan, yaitu sebagai berikut:
1. Penggunaan di dalam Kelas
Tujuan penggunaan keterampilan memberikan penguatan di dalam kelas adalah unutk:
a. Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan
digunakan secara selektif
b. Memberi motivasi kepada siswa
c. Dipakai untuk mengontrol atau mengubaah tingkah laku siswa yang mengganggu, dan
meningkatkan cara belajar yang produktif.
d. Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman
belajar.
e. Mengarahkan terhadap perkembangan berpikir yang divergen (berbeda) dan pengambilan
inisiatif yang bebas.
2. Aplikasi
Pemberian penguatan dapat dilakukan pada saat:
a. Siswa memperhatikan guru, memperhatikan kawan lainnya dan benda yang menadi
tujuan dskusi.
b. Siswa sedang belajar, menegerjakan tugas dari guru, membaca, dan bekerja di papan
tulis.
c. Menyelesaikan hasil kerja (selesai penuh, atau menyelesaikan format).
d. Bekerja dengan kualitas kerja yang baik (kerapian, ketelitian, keindahan, dan mutu
materi).
e. Perbaikan pekerjaan (dalam kualitas, hasil atau penampilan).
f. Ada kategori tingkah laku (tepat, tidak tepat, verbal, fisik dan tertulis)
g. Tugas mandiri (perkembangan pada pengarahan diri sendiri, mengelola tingkah laku
sendiri dan mengambil inisiatif kegiatan sendiri)
3. Pola Penguatan
Pola dasar pemberian penguatan adalah pola berkesinambungan dan pola sebagian-
sebagian. Penguatan yang berkesinambungan adalah penguatan yang seratus persen
dibutuhkan bagi tingkah laku kelas tertentu. Penguatan ini akan tepat, bila diberikan pada
saat memulai pembelajaran baru tetapi biasanya jarang sekali dapat dilakukan. Sedangkan
penguatan sebagian-sebagian adalah penguatan yang di berikan terhadap suatu respon
tertentu tetapi tidak keseluruhan. Guru sebaiknya berhati-hati dalam memilih pola
pemberian penguatan terhadap seorang siswa sebagai individu sebagai anggota kelompok
kelas. Pola dan frekuensi pemberian penguatan akan berhubungan dengan kebutuhan
individu, kepentingan, tingkah laku dan kemampuan yang semuanya merupakn prinsip-
prinsip yang sangat berarti dalam pendekatan ini.
4. Komponen Pemberian Penguatan
Dalam pemberian penguatan perlu di pertimbangkan apakah untuk siswa SLTP,SLTA,
variasi siswa dalam kelas (kelamin, agama, ras), kelompok tertentu. Komponen tersebut
yaitu:
a. Penguatan verbal
Pujian dan dorongan yang diucapkan oleh guru untuk respon atau tingkah laku siswa adalah
penguatan verbal. Seperti kata-kata; bagus, baik, betul, benar, tepat dan lain-lain. Dapat
juga berupa kalimat; misalnya hasil pekerjaanmu baik sekali atau sesuai benar tugas yang
kamu kerjakan.
b. Penguatan gestural
Pemberian penguatan gestural sangan erat sekali dengan pemberian penguatan verbal.
Ucapan atau komentar yang diberikan guru terhadap respon, tingkah laku pikiran siswa
dapat dilakukan dengan mimik yang cerah, dengan senyum, mengangguk, acungan jempol,
tepuk tangan, memberi salam, menaikkan bahu, geleng-geleng kepala, menaikkan tangan
dan lain-lain.
c. Penguatan Kegiatan
Penguatan dalam bentuk kegiatan ini banyak terjadi bila guru menggunakan suatu kegiatan
atau tugas, sehingga siswa dapat memilihnya atau menikmatinya sebagai suatu hadiah atas
suatu pekerjaan atau penampilan sebelumnya. Tugas yang dipih hendaknya memiliki
relevansi dengan tujuan pembelajaran siswa. Contoh penguatan kegiatan: pulang lebih dulu,
diberi waktu istirahat lebih, bermain, berolahraga,menjadi ketua, membantu siswa lain,
mendengarkan musik atau radio, melihat TV, dan lain-lain yang menyenangkan.
d. Penguatan mendekati
Penguatan mendekati menunjukkan bahwa guru tertarik, secara fisik guru mendekati siswa.
Contohnya dengan berdiri di samping siswa, berjalan mendekati siswa, duduk dekat
kelompok diskusi, dan berjalan maju.
e. Penguatan Sentuhan
Penguatan sentuhan merupakn penguatan yang terjadi bila guru secara fisik menyentuh
siswa, misalnya menepuk bahu, berjabat tangan, merangkulnya, mengusap kepala,
menaikkan tangan siswa, yang semuanya ditujukan untuk penghargaan penampilan, tingkah
laku, atau kerja siswa.
f. Penguatan Tanda (Token reinforcement)
Bila mana guru menggunakan berbagai simbol, baik benda, tulisan yang ditujukan kepada
siswa untuk penghargaan terhadap suatu penampilan, tingkah laku atau kerja siswa.
Penguatan tanda yang berbentuk tulisan misalnya komentar tertulis terhadap pekerjaan
siswa, ijazah, sertifikat, tan da penghargaan dan lainnya yang berupa tulisan. Penguatan
dengan memberikan suatu benda misalnya bintang, piala, medali, buku, stiker, gambar,
perangko, kembang gugla, dan lain-lain.
5. Model Pengunaan
a. Penguatan seluruh kelompok Pemberian penguatan kepada seluruh anggota kelompok
kelas dapat dilakukan secara terus menerus seperti pada pemberian penguaatan individu.
Komponennnya seperti penguatan verbal, gestural, tanda dan kegiatan sekolah.
b. Penguatan yang ditunda
Pemberian penguatan sebaiknya di berikan sesegera mungkin. Penundaan penguatan kurang
efektif, tetapi dapat diberikan kejelasan atau isyarat verbal bahwa penghargaan itu di tunda
dan akan diberikan kemudian. Sesuai pepatah “ lebih baik terlambat daripada tidak sma
sekali”.
c. Penguatan Partial
Penguatan ini digunakan untuk menghindari penggunaan penguatan negatif dan pemberian
kritik.
d. Penguatan Perorangan
Diberikan secara khusus misalnya menyebut kemampuan, penampilan, dan nama siswa
yang bersangkutan.
6. Prinsip Penggunaan
Ada empat prinsip yang harus di perhatikan dalam memberikan penguatan kepada siswa,
yaitu:
a. Hangat dan Antusias
Kehangatan dan keantusiasan adalah aspek penting terhadap tingkah laku hasil belajar siswa
yang tampak dari interakti guru-siswa.
b. Hindari Penggunaan Penguatan Negatif
Banyak akibat yang ditimbulkan dari penggunaan penguatan negatif ini seperti siswa
menjadi frustasi, menjadi pemberani, hukuman dianggap sebagai kebanggaan, dan peristiwa
akan terulang kembali. Oleh karena itu sebaiknya di hindari penggunaannya.
c. Penggunaan Bervariasi
Pemberian penguatan sebaiknya di berikan secara bervariasi baik komponennya maupun
caranya, dan di berikan secara hangat dan antusias. Pemberian penguatan yang sama seperti
penggunaan kata “bagus” akan mengurangi efektivitas pemberian penguatan.
d. Bermakna
Penguatan ini di lakukan pada situasi siswa mengetahui adanya hubungan antara pemberian
penguatan terhadap tingkah lakunya dan melihat bahwa itu sangat bermanfaat. Sering
pemberian penguatan secara verbal mejadi tidak efektif atau bahkan menjadi salah terhadap
seorang siswa. Misalnya guru menggunakan kalimat “Pekerjaanmu bagus” siswa menjadi
curiga dan bahkan merasa di ejek karena ia sadar pekerjaannya tidak bagus. Akibatnya
pemberian penguatan jadi tidak bermakna karena guru kurang hangat dan antusias.
D. Keterampilan dalam Mengadakan Variasi Mengajar (Variation Skills)
Siswa akan menjadi sangat bosan jika guru selalu mengajar dengan cara yang sama,
akibatnya tujuan pembelajaran menjadi tidak tercapai. Variasi adalah keanekaan yang
membuat sesuatu tidak monoton. Variasi dapat berwujud perubahan-perubahan atau
perbedaan-perbedaan yang sengaja diciptakan untuk memberi kesan yang unik dan menarik
perhatian siswa pada pembelajaran. Mengadakan variasi berarti melakukan tindakan yang
beraneka ragam yang membuat sesuatu menjadi tidak monoton di dalam pembelajaran
sehingga dapat menghilangkan kebosanan, meningkatkan minat dan rasa ingin tahu siswa,
serta membuat tingkat aktivitas siswa menjadi bertambah. Di dalam proses belajar
mengajar, variasi ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam gaya mengajar guru,
keragaman media yang digunakan, dan perubahan dalam pola interaksi dan kegiatan siswa.
Variasi ini lebih bersifat proses daripada produk. Bila tujuan pembelajaran mencakup
domain (ranah) dengan berbagai jenjang penguasaan maka disarankan untuk memakai
berbagai jenis metode pada setiap penyajian apalagi bila tingkat kemampuan siswanya
sangat bervariasi.
1. Komponen Keterampilan Mengadakan Variasi
Komponen keterampilan mengadakan variasi menurut Helmiati (2013)
adalah sebagai berikut:
a. Variasi dalam Gaya Mengajar Guru.
Menurut Abu Ahmadi, gaya mengajar adalah tingkah laku, sikap, dan perbuatan
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sementara menurut Syahminan Zaini, gaya
mengajar adalah gaya atau tindak-tanduk guru sebagai pernyataan kepribadiannya dalam
menyampaikan bahan pelajarannya kepada siswa. Dari definisi pendapat para ahli tersebut
bisa ditarik kesimpulan bahwa variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah laku, sikap
dan perbuatan guru dalam konteks belajar mengajar yang bertujuan untuk mengatasi
kebosanan siswa sehingga siswa memiliki minat belajar yang tinggi terhadap pelajarannya.
Kenyataan bahwa ada siswa yang kurang semangat belajar, atau tidak menyukai materi
tertentu, yang ditunjukkan dengan sikap acuh tak acuh siswa ketika guru sedang
menjelaskan materi, bisa jadi disebabkan gaya guru mengajar yang kurang bervariasi, atau
gaya mengajar guru tidak sejalan dengan gaya belajar siswa. Konsekwensinya bidang studi
yang diampu guru tersebut menjadi tidak disenangi. Berikut cara yang dapat ditempuh guru
dalam memvariasikan gaya mengajar:
1. Variasi suara (teacher voice)
Variasi suara adalah perubahan suara dari keras menjadi lemah, dari tinggi menjadi
rendah, dan cepat menjadi lambat atau sebaliknya. Suara guru hendaknya bervariasi pada
saat menjelaskan materi pelajaran baik dalam intonasi, volume, nada dan kecepatan. Jika
suara guru senantiasa keras atau terlalu keras, akan sulit diterima oleh siswa karena mereka
menganggap gurunya sedang marah atau seorang yang kejam. Bila sudah begitu, siswa
diliputi oleh rasa cemas dan ketakutan selama proses pembelajaran. Sebaliknya, bila suara
guru terlalu lemah, akan terdengar tidak jelas oleh siswa dan tidak bisa menjangkau seluruh
siswa dalam kelas, terutama yang duduk di bagian belakang. Bila sudah begitu siswa akan
mengabaikan gurunya dan kurang perhatian pada materi yang disampaikan. Untuk itu guru
perlu menggunakan variasi suara baik dari segi intonasi, volume, nada dan kecepatan bicara
yang disesuaikan dengan kebutuhan situasi dan kondisi.
Variasi suara bisa mempengaruhi informasi yang sangat biasa sekalipun. Guru dapat
menggunakan bisikan atau tekanan suara untuk hal-hal penting, dan menggunakan kalimat
pendek yang cepat untuk menimbulkan semangat. Uraian di atas menggambarkan betapa
guru perlu memperhatikan suaranya. Berbicara di depan kelas tidak dapat disamakan
dengan orang yang berpidato di depan massa dan orang yang membaca puisi, karena guru
berhadapan dengan siswa sebagai lawan bicara dan subjek didik. Karena itu, guru perlu
memilki kontak batin dalam interaksi edukatifnya dengan siswa.
2. Pemusatan perhatian siswa (focusing)
Perhatian siswa mestilah terpusat pada hal-hal yang dianggap penting. Hal ini dapat
dilakukan guru misalnya dengan perkataan “Perhatikan ini baik-baik!” atau “Nah, ini
penting sekali” atau “Perhatikan dengan baik, ini agak sukar dimengerti”. Penguatan
biasanya dilakukan dengan kombinasi gerakan anggota badan
3. Kesenyapan atau kebisuan guru (teacher silence)
Adanya kesenyapan, kebisuan, atau “selingan diam” yang tiba-tiba dan disengaja
saat guru menjelaskan sesuatu merupakan cara yang tepat untuk menarik perhatian siswa.
Perubahan stimulus dari adannya suara kepada keadaan tenang atau senyap, atau dari
adanya kesibukan atau kegiatan lalu dihentikan akan dapat menarik perhatian karena siswa
ingin tahu apa yang terjadi. Misalnya, dalam pembelajaran guru melakukan ceramah selama
5 menit kemudian melakukan jeda (senyap) dengan berhenti sebentar sambil mengarahkan
pandangannya ke seluruh kelas atau pada siswa agar siswa terfokus ketika melihat tingkah
guru yang tiba-tiba berubah diam. Setelah itu, baru guru melanjutkan kembali uraiannya.
4. Mengadakan kontrak pandang dan gerak (eye contact and movement)
Bila guru sedang berbicara atau berinteraksi dengan siswanya, sebaiknya pandangan
menjelajahi seluruh kelas dan melihat ke mata siswa-siswa untuk menunjukkan adanya
hubungan atau kontak dengan peserta didik.
5. Gerakan badan dan mimik
Variasi dalam gerakan kepala, gerakan badan dan ekspresi wajah (mimik) adalah
aspek yang penting dalam berkomunikasi. Gunanya untuk menarik perhatian dan
memberikan kesan dan pendalaman makna dari pesan lisan yang disampaikan
6. Pergantian posisi guru di dalam kelas (teacher’s movement)
Pergantian posisi guru di dalam kelas dapat digunakan untuk mempertahankan
perhatian siswa. Guru perlu membiasakan bergerak bebas, tidak kikuk atau kaku, serta
menghindari tingkah laku negatif. Berikut ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a) Membiasakan bergerak bebas di dalam kelas. Gunanya untuk menanamkan rasa dekat
kepada siswa sambil mengontrol tingkah laku siswa.
b) Jangan membiasakan menerangkan sambil menulis menghadap ke papan tulis.
c) Jangan membiasakan menerangkan dengan arah pandangan ke langit-langit, ke arah
lantai, atau keluar, tetapi arahkan pandangan menjelajahi seluruh kelas.
d) Bila ingin mengobservasi seluruh kelas, bergeraklah perlahanlahan ke arah belakang dan
dari belakang ke arah depan untuk mengetahui tingkah laku siswa.
b. Variasi dalam Penggunaan Media dan Alat Pembelajaran
Media dan alat pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga bagian bila ditinjau dari
indera yang digunakan, yakni dapat didengar (audio), dilihat (visual), dapat didengar
sekaligus dilihat (audiovisual, dapat diraba, dimanipulasi atau digerakkan (motoric). Setiap
anak mempunyai perbedaan kemampuan dalam menggunakan alat inderanya. Ada anak
yang termasuk tipe visual, auditif, dan motorik. Untuk dapat mengakomodir kemampuan
anak yang berbeda-beda, guru perlu memvariasikan penggunaan media dan alat
pembelajaran dengan memperhatikan kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran. Dengan
demikian, pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan berkesan bagi siswa.
Variasi dalam penggunaan media dan alat pembelajaran antara lain adalah sebagai berikut:
1) Variasi alat atau media yang dapat dilihat (visual aids). Alat atau media yang termasuk ke
dalam jenis ini ialah yang dapat dilihat seperti grafik, bagan, poster, diograma, specimen,
gambar, film, dan slide.
2) Variasi alat atau media yang dapat didengar (auditif aids). Suara guru termasuk ke dalam
media komunikasi yang utama di dalam kelas. Rekaman suara, suara radio, musik,
deklamasi puisi, sosiodrama, dan telepon dapat dipakai sebagai media indera dengar.
3) Variasi alat atau bahan yang dapat didengar dan dilihat (audiovisual aids): Penggunaan
alat jenis ini merupakan tingkat yang lebih tinggi dari dua yang di atas karena melibatkan
lebih banyak indera. Media yang termasuk jenis ini, misalnya film, televise, slide projector
yang diiringi penjelasan guru. Tentu saja penggunaan media jenis ini mesti disesuaikan
dengan tujuan pengajaran yang hendak dicapai.
4) Variasi alat atau media yang dapat diraba, dimanipulasi, dan digerakkan (motoric).
Penggunaan alat yang termasuk ke dalam jenis ini akan dapat menarik perhatian siswa dan
dapat melibatkan siswa dalam membentuk dan memperagakan kegiatan, baik secara
individual maupun kelompok. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah peragaan yang
dilakukan oleh guru atau siswa, model, spesimen, patung, topeng, dan boneka, yang dapat
digunakan oleh siswa dengan meraba, menggerakkan, memperagakan atau
memanipulasinya.
c. Variasi Pola Interaksi dan Aktivitas Siswa
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran di kelas ialah
pola interaksi belajar-mengajar. Dalam pola interaksi ini, guru bukan satu-satunya sumber
informasi/pengetahuan di kelas, tetapi guru berperan sebagai moderator, pembimbing dan
motivator. Interkasi guru-siswa bisa terjadi dalam bentuk interaksi verbal dan non verbal.
Pola interaksi dapat pula berbentuk klasikal, kelompok, dan perorangan sesuai dengan
keperluan. Selain itu, dalam proses pembelajaran terdapat aktivitas guru dan siswa.
beberapa aktivitas siswa yaitu aktivitas fisik, aktivitas mental, aktivitas verbal, aktivitas non
verbal, dan sebagainya.
Aktivitas siswa tersebut dapat berupa mendengarkan informasi, menelaah materi,
bertanya, menjawab pertanyaan, membaca, berdiskusi, berlatih, atau memperagakan. Kedua
aspek di atas, yaitu pola interkasi dan aktivitas siswa perlu divariasikan sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Penggunaan variasi pola interaksi dan aktivitas siswa dimaksudkan
untuk menghindari kebosanan siswa serta untuk menghidupkan suasana kelas demi
tercapainya tujuan pembelajaran.
2. Tujuan dan Manfaat Mengadakan Variasi
Tujuan dan manfaat variasi gaya mengajar:
a. Memelihara dan meningkatkan perhatian siswa terhadap materi dan aktivitas
pembelajaran.
b. Terciptanya proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa
c. Menghilangkan kejenuhan dan kebosanan sebagai akibat dari kegiatan yang bersifat
rutinitas
d. Meningkatkan kemungkinan berfungsinya motivasi rasa ingin tahu melalui kegiatan
investigasi dan eksplorasi. Dalam proses belajar mengajar di kelas, tidak setiap siswa di
dalam dirinya ada rasa ingin tahu dan motivasi intrinsik yakni kesadarannya sendiri untuk
memperhatikan penjelasan guru dan terlibat dalam aktivitas belajar. Sebaliknya, ada
siswa yang tidak atau kurang memiliki motivasi dalam dirinya. Masalah inilah yang
sering dihadapi guru. Karena itu, motivasi ekstrinsik, yang merupakan dorongan dari luar
dirinya mutlak diperlukan. Disinilah peranan guru lebih dituntut untuk dapat memotivasi
siswa melakukan aktivitas belajar, antara lain dengan mengadakan variasi dalam
pembelajaran.
e. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah.
f. Kemungkinan dilayaninya siswa secara individual sehingga memberi kemudahan belajar
g. Mendorong aktivitas belajar dengan cara melibatkan siswa pada berbagai kegiatan atau
pengalaman belajar yang menarik dan berguna dalam berbagai tingkat kognitif.
3. Prinsip-prinsip Penggunaan Variasi
Dalam menerapkan variasi pembelajaran tidak hanya diperlukan keaneka-ragaman
jenis-jenis stimulus pembelajaran yang dikembangkan, melainkan ditentukan pula oleh
faktor kualitasnya. Oleh karena itu agar penerapan variasi bisa mencapai sasaran
pembelaran secara efektif, maka beberapa prinsip berikut ini harus menjadi pertimbangan,
yaitu:
a. Bertujuan
Variasi stimulus yang dikembangkan dalam pembelajaran harus memiliki tujuan
yang terarah dan jelas. Tujuan variasi harus sejalan dan diarahkan untuk menunjang
pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu variasi stimulus juga harus memperhatikan
kesesuaianya dengan sifat materi, karakteristik siswa berikut latar belakang sosial
budayanya, dan faktor kemampuan guru untuk melaksanakannya.
b. Fleksibel
Variasi stimulus yang dikembangkan harus bersifat luwes dan tidak kaku. Sehingga
setiap jenis variasi yang diterapkan memungkinkan dapat diubah disesuaikan dengan situasi,
kondisi, dan tuntutan yang terjadi secara spontan pada saat tejadinya pembelajaran tanpa
harus mengganggu keutuhan proses pembelajaran yang sedang dilaksanakan.
c. Lancar dan berkesinambungan
Setiap variasi yang dikembangkan dalam pembelajaran harus berjalan lancar.
Perpindahan dari suatu bentuk stimulus ke stimulus pembelajaran lainnya dalam rangka
menerapkan stimulus pembelajaran yang bervariasi, semuanya harus merupakan suatu
kesatuan yang utuh sehingga tidak merusak perhatian siswa dan tidak menganggu proses
belajar mengajar.
d. Wajar/tidak dibuat-buat
Variasi stimulus dalam pembelajaran tidak dibuat-buat sehingga tidak terkesan
seperti dipaksakan. Oleh karena itu setiap jenis atau bentuk stimulus yang dikembangkan
sebaiknya berjalan secara wajar, alamiah dan terkait langsung dengan konteks pembelajaran
yang sedang dibahas.
e. Pengelola yang matang
Adakalanya jenis atau bentuk stimulus yang akan diterapkan dalam pembelajaran itu
bersifat rumit dan kompleks, membutuhkan beberapa tenaga atau personil. Penerapan
variasi yang seperti itu tentu saja harus direncanakan dan dikelola secara lebih matang agar
semuanya dapat berjalan sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak menganggu
proses belajar mengajar. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005 : 125 – 126) menyebutkan
prinsip penggunaan variasi antara lain :
1. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan
2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga proses mengajar
utuh tidak rusak dan perhatian peserta didik tidak terganggu
3. Penggunaan variasi harus terstruktur dan direncanakan terlebih dahulu oleh guru.

E. Referensi
Asril, Zainal. 2011. Micro Teaching Disertai dengan Pedoman Pengalaman Lapangan. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Helmiati. 2013. Micro Teaching Melatih Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta : CV
Aswaja Pressindo.
Hermawan, Hendy. 2006. Dasar-Dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar.
Bandung: CV Citra Praya.
Nasional, S., Era, P., Jakarta, U. M., Roro, M., Wahyulestari, D., Guru, P., Dasar, S.,
Muhammadiyah, U., Kamus, D., & Bahasa, B. (2018). Abstrak. 199–210.
Wardani, IGAK, 1999. Pemantapan Kemampuan Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai