Anda di halaman 1dari 36

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Belajar
1. Pengertian Belajar
Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Revolusi di bidang teknologi komunikasi dan informasi ternyata telah
mempengaruhi hampir seluruh sendi-sendi kehidupan manusia modern, termasuk
dalam dunia pendidikan dengan munculnya istilah-istilah seperti e-learning, e-
book sampai e-education. Revolusi ini juga berpengaruh pada paradigma
pendidikan akan “tempat” belajar, dimana gedung sekolah yang berdiri tegak
dengan atap dan dinding akan semakin tak populer karena manusia bisa belajar di
mana saja dengan bantuan teknologi. Di sini yang terpenting adalah interaksi
manusia itu dengan materi pelajaran dan proses terusannya, pemahaman dan
penguasaan ilmu. Di mana (sekolah?) atau kapan (pagi atau siang?) tidak lagi
menjadi pertanyaan penting sebab otak manusia sekarang sudah terbiasa dengan
konsep ruang dan waktu yang bersifat relatif.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan
penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih
Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan
individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Moh. Surya (1997) menyebutkan bahwa belajar dapat diartikan sebagai
suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku
baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.

7
8

Proses belajar pada hakekatnya juga merupakan kegiatan mental yang


tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
yang belajar tidak dapat disaksikan. Manusia hanya mungkin dapat menyaksikan
dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Oleh karena itu,
diabjurkan lebih banyak kebebasan untuk berekspresi bagi peserta didik dan
lingkungan yang lebih terbuka sehingga peserta didik dapat mengerahkan
energinya dengan cara yang efektif. Lebih lanjut, peserta didik harus dianggap
sebagai makhluk yang dinamis, sehingga harus diberi kesempatan untuk
menentukan harapan dan tujuan mereka dan guru (pendidik) lebih berperan
sebagai penasehat, penunjuk jalan, dan rekan seperjalanan. Guru bukanlah satu-
satunya orang yang paling tahu. Oleh karena itu, pembelajaran harus berpusat
pada peserta didik (child centered), tidak tergantung pada text book atau metode
pengajaran tekstual.
Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang
mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan
berbuat (W. Gulö, 2002: 23). Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan
prilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Syah, 2003), dengan kata lain belajar
merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dalam
belajar tergantung pada fase-fase belajar, dan salah satu tahapannya adalah yang
dikemukakan oleh witting yaitu:
a. Tahap acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi;
b. Tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informasi;
c. Tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi (Syah,
2006).
Definisi yang lain menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang
menetap, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara
langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam
interaksinya dengan lingkungan (Syah, 2006: 62).
9

Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa
ciri belajar, yaitu:
a. Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).
b. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan
tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap
atau tidak berubah-ubah.
c. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses
belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial
d. Perubahan tingkah laku merupakan hasillatihan atau pengalaman
e. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu
memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut:
a. Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar bukan orang lain.
b. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya
c. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung
pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.
d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan
membuat proses belajar lebih berarti.
e. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberikan tanggung
jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar
adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-
ciri dari perubahan perilaku, yaitu:
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar
adalah perubahan perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-
ciri dari perubahan perilaku, yaitu:
a. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari
individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu
yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi
perubahan.
10

b. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).


Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada
dasarnya merupakan kelanjutan dari keterampilan yang telah diperoleh
sebelumnya.

c. Perubahan yang fungsional.


Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan
masa sekarang maupun masa mendatang.
d. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat
normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
e. Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu
yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan.
f. Perubahan yang bersifat pemanen. Perubahan perilaku yang diperoleh dari
proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam
dirinya.
g. Perubahan yang bertujuan dan terarah. Individu melakukan kegiatan
belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek,
jangka menengah maupun jangka panjang.
h. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan
semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan
keterampilannya. seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu
juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori
Belajar”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya. Seseorang dikatakan belajar apabila dalam diri
orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku akibat upaya yang dilakukan secara
sadar dan mempunyai tujuan. Simpulan dari beberapa pendapat diatas, hakikat
belajar merupakan perubahan tingkah laku dari lingkungan. Kondisi belajar di
11

kelas diciptakan untuk mengantarkan siswa ke tujuan pembelajaran, sehingga


terjadinya perubahan perilaku siswa ke arah positif. Selain itu, juga diciptakan
suasana yang kondusif bagi semua siswa agar dapat belajar dalam suasana yang
menyenangkan. Suasana yang tidak menyenangkan biasanya mendatangkan
kegiatan belajar mengajar yang kurang harmonis sehingga siswa tidak nyaman
dan tidak memperhatikan pelajaran. Kondisi ini tentu menjadi Batanga yang serius
bagi tercapainya tujuan pembelajaran.
2. Prinsip Belajar
Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat
mengungkap batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan
pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsip-prinsip belajar dapat
membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat. Banyak tori dan prinsip-
prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain
memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat
beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat digunakan sebagai dasar
dalam upaya pembelajaran. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan
motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan,
tantangan, balikan atau penguatan, serta perbedaan indivual.
a. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari
kajian belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gagne, 1989: 355). Disamping
perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar.
Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada
mobil (Gagne, 1989: 372). Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan
minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu
cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya
untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi dapat bersifat internal
maupun eksternal.
b. Keaktifan
12

Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan


dan aspirasinnya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan
juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin
terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

c. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang
lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar yang
dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa belajar
yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam
belajar melalui pengalaman langsung siswa yang tidak hanya mengamati
secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam
perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
d. Pengulangan
Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa
belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan
pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang
timbulnya respons benar. Pengulangan dalam belajar akan melatih daya-
daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat,
menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berfikir yang
akan membuat daya-daya tersebut berkembang.
e. Tantangan
Dalam situasi belajar siswa mengahadapi suatu tujuan yang ingin dicapai,
tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka
timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari
bahan belajar tersebut.
f. Balikan atau Penguatan
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam
ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi.
Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan
positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu
13

ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas
ia terdorong untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan
negatif.
g. Perbedaan Indiviual
Siswa yang merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang
siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang
lainnya. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar
siswa.
3. Unsur-unsur Belajar
Menurut Gagne, ada sembilan tahap pengolahan (proses) kognitif yang
terjadi dalam belajar yang kemudian disebut fase-fase belajar. Sembilan perristiwa
ini adalah aktifitas – aktifitas belajar yang perlu diterapkan sebagaimana dalam
fase-fase belajar. Dengan penerapan model ini diharapkan hasil belajar dapat
ditingkatkan dan dipertahankan. Kesembilan peristiwa pembelajaran yang
dimaksud adalah:
a. Membangkitkan Perhatian
Kegiatan paling awal dalam pembelajaran adalah menarik perrhatian siswa
agar mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir pelajaran.
b. Memberitahukan Tujuan Pembelajaran siswa
Agar siswa mempunyai tujuan dan pengharapan selama belajar maka kepada
siswa perlu dijelaskan tujuan apa saja yang akan dicapai selama
pembelajaran, manfaat materi yang akan dipelajari bagi siswa, dan tugas-
tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran. Keuntungan
menjelaskan tujuan adalah agar siswa dapat menjawab sendiri pertanyaan
apakah ia telah belajar? Jawabanya atas pertanyaan tersebut dapat
membangkitkan harapan dalam diri siswa tentang kemampuan dan upaya
yang harus dilaksanakan agar tujuan tercapai.
c. Merangsang Ingatan dan Materi Prasyarat
Bila siswa telah memiliki perhatian dan pengharapan yang baik pada
pelajaran, guru perlu meningkatkan siswa pada materi apa saja yang telah
dikuasai sehubungan materi yang akan diajarkan. Dengan pengetahuan
14

awal yang ada pada memori kerjanya diharapkan siswa siap untuk
membuat hubungan antara pengetahuan yang lama dengan pengetahuan
yang baru yang akan dipelajari.
d. Menyajikan Bahan Perangsang
Pada fase ini guru menyajikan bahan kepada siswa berupa pokok-pokok
materi yang penting yang bersifat kunci. Sebelum itu guru sudah harus
menentukan bahan apa yang akan disajikan, apakah berupa informasi
verbal, ketrampilan intelektual, atau belajarr sikap. Berdasarkan jenis
kemampuan / bahan maka dapat dipilih untuk kegiatan yang akan
disajikan sehingga proses pembelajaran berjalan lancar.
e. Memberi Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar diberikan dengan tujuan untuk membantu siswa agar
mudah mencapai tujuan pembelajaran atau kemampuan – kemampuan
yang harus dicapainya pada akhir pelajaran.
f. Menampilkan Unjuk Kerja
Untuk mengetahui apakah siswa telah mencapai kemampuan yang
diharapkan, mintalah siswa untuk menampilkan kemampuanya dalam
bentuk tindakan yang dapat diamati guru. Misalnya, bila ingin mengetahui
kemampuan informasi verbal siswa, beri siswa pertanyaan-pertanyaan
yang dapat mengukur tingkat penguasaanya atau bila ingin mengetahui
ketrampilan siswa maka mintalah mereka melakukan suatu tindakan
tertentu. Jawaban yang diberikan siswa hendaknya sesuai dengan
kemampuan yang diminta dalam tujuan pembelajaran.
g. Memberikan Umpan Balik
Untuk mendapatkan hasil terbaik maka umpan balik secara inovatif dengan
cara memberikan keterangan tentang tingkat unjuk kerja yang telah
dicapai siswa. Misalnya, jelaskan jawaban yang sudah lengkap dan yang
perlu dilengkapi atau dipelajari kembali oleh siswa dengan cara”sudah
baik, pelajari kembali atau lengkapi”dan lain sebagainya.
h. Menilai Unjuk Kerja
15

Menilai unjuk kerja bertujuan untuk menilai apakah apakah siswa sudah
mencapai tujuan atau belum. Untuk itu perlu disiapkan alat penilaian yang
relevan dengan tujuan dapat digunakan untuk mengukur tingkat
pencapaian hasil belajar siswa.
i. Meningkatkan Retensi
Peristiwa pembelajaran terakhir yang harus dilakukan guru adalah upaya
untuk meningkatkan retensi dan alih belajar. Guru perlu memberikan
latihan-latihan dalam berbagai situasi agar siswanya dapat mengulangi dan
menggunakan pengetahuan barunya kapan saja jika diperlukan.
Menurut Gagne, yang terpenting dalam pembelajaran adalah
menciptakan suatu kondisi pembelajaran (eksternal) yang dirancang untuk
mendukung terjadinya proses belajar yang bersifat internal. Bigge (dalam
Dahar, 1989) merangkum perbedaan penting antarateori belajar perilaku
dan belajar kognitif. Seorang guru penganut teori perilaku berkeinginan
untuk mengubah perilaku siswanya, sedangkan guru yang berorientasi
teori kognitif berkeinginan untuk mengubah pemahaman siswanya.
4. Teori-teori Belajar
Sesungguhnya ada dua kutub belajar dalam pendidikanya, yaitu
tabularasa dan konstruktivisme. Menurut rujukan tabularasa siswa
diibaratkan sebagai kertas putih yang dapat ditulis apa saja oleh gurunya
dan ibarat wadah kosong yang dapat diisi apa saja oleh gurunya. Dengan
pendapat ini seakan-akan siswa pasif dan memiliki keterbatasan dalam
belajar. Menurut rujukan konstruktivisme setiap orang yang belajar
sesungguhnya membangun pengetahuanya sendiri. Jadi siswanya aktif dan
dapat terus meningkatkan diri dalam kondisi tertentu.
Jadi dalam persepektif konstruktivisme belajar itu merupakan
perubahan konsepsi. Oleh karena itu belajar dipandang sebagai perubahan
konsepsi, maka dapat dikatakan belajar merupakan suatu kegiatan yang
rasional. Belajar hanya akan terjadi apabila seseorang mengubah atau
berkeinginan mengubah pikirannya. Dalam perubahan konsepsi siswa
dipandang sebagai pemproses pengalaman dan informasi bukan hanya
16

sebagai tempat penampang pengalaman dan informasi. Dengan demikian


sebagai kegiatan yang rasional, maka belajar itu dimaksudkan apa yang
akan dilakukan oleh seseorang terhadap ide atau gagasan yang telah
dimilikinya. Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam konstrutivism.
a. Peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
b. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan oleh siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan.
c. Mengaitkan gagasan siswa dengan informasi baru dikelas.
Menurut Jean Piaget, Perkembangan kognitif (Kecerdasan) anak
dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap Sensori Motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada anak usia 0-2 tahun. Pada awal periode ini anak tidak mempunyai
konsep tentang obyek-obyek secara permanen.
b. Tahap pra operasional yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 2-7 tahun. Pada tahap ini anak sudah mempunyai kesadaran
suatu benda yang ada atau yang biasa ada walaupun benda itu tidak dilihat
atau didengarnya lagi. Hal ini terjadi karena anak sudah memiliki
kapasitas kognitif baru yang disebut mental representation (gambaran
mental).
c. Tahap operasional kongkrit yaitu perkembangan kognitif yang terjadi
pada usia 7-11 tahun. Dalam tahap ini anak sudah molai melakukan
operasi, mulai dapat berfikir rasional. Operasi - operasi dalam periode ini
terkait pada pengalaman perorangan yang bersifat kongkret dan bukan
operasi formal.
Tahap formal operasi yaitu perkembangan kognitif yang terjadi pada usia
11 – 15 tahun. Pada tahap ini anak dapat menggunakan operai kongkretnya untuk
membentuk operasi yang lebih kompleks. Djamarah (2000) menyatakan belajar
merupakan serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungan yang terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hakikat
17

belajar merupakan perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil
belajar.

B. Hakikat Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian,
maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang
lebih baik (Darsono, 2000: 24). Adapun yang dimaksud dengan proses
pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau
dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Hal ini
tentu berbeda dengan proses belajar yang diartikan sebagai cara bagaimana para
pembelajar itu memiliki dan mengakses isi pelajaran itu sendiri (Tilaar, 2002:
128).
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa
pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara
guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses pembelajaran
oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher
of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa konsekuensi
kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan peserta didik
sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi
juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan
pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar,
karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman
& Sutikno, 2007: 9).
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
18

Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya


perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar
sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai
fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung
peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Menurut Gegne, Briggs dan Wager (1992) Dalam buku teori belajar dan
pembelajaran oleh Udin S. Winataputra, dkk tahun 2008 halaman 1.19
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan
terjadinya proses belajar siswa Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat
dipahami bahwa pembelajaran membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-
sungguh antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses
pembelajaran oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh
guru (teacher of teaching) (Suryosubroto, 1997: 34). Konsep seperti ini membawa
konsekuensi kepada fokus pembelajaran yang lebih ditekankan pada keaktifan
peserta didik sehingga proses yang terjadi dapat menjelaskan sejauh mana tujuan-
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi
juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan
pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar,
karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya (Fathurrohman
& Sutikno, 2007: 9).
Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan
mempelajari. Pembelajaran menurut Undang-/undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 tahun 2003 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pendapat serupa diutarakan oleh
Briggs dalam Sugandi (2007: 9) yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah
seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si
belajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan
lingkungan.
19

Degeng (Uno 2009:2) mendefinisikan pembelajaran adalah upaya


membelajarkan siswa. Dalam artian terdapat kegiatan memilih, menetapkan,
emngembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar
sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Disini pendidik berperan sebagai
fasilitator yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung
peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi,
memfasilitasi dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta
didik. Oleh karena itu pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik
untuk menginisiasi, memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar maka kegiatan
pembelajaran berkaitan erat dengan jenis hakekat dan jenis belajar serta hasil
belajar tersebut. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua
proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam
konteks interaksi sosial kultural dalam lingkungan masyarakat.
2. Fungsi Pembelajaran
Fungsi-fungsi pembelajaran yaitu sebagai berikut:
a. Pembelajaran sebagai system
Pembelajaran sebagai sistem terdiri dari sejumlah komponen yang
terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi
dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut
pembelajaran (remedial dan pengayaan).
b. Pembelajaran sebagai proses
Pembelajaran sebagai proses merupakan rangkaian upaya atau kegiatan
guru dalam rangka membuat siswa belaja, meliputi:
20

1) Persiapan, merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan


penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan penyiapan
perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi,
buku atau media cetak lainnya.
2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada
persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi
oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang
telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan
komitmen guru, persepsi, dan sikapnya terhadap siswa;
3) Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca
pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula
berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang
berkesulitan belajar.
3. Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
a. Merupakan upaya sadar dan disengaja
b. Pembelajaran harus membuat siswa belajar
c. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
d. Pelaksanaannya terBatangi, baik isinya, waktu, proses maupun hasil
4. Kualitas Pembelajaran
a. Pengertian kualitas pembelajaran
Konsep kualitas pembelajaran merupakan salah satu unsur dari paradigma
baru pengelolaan pendidikan. Kualita pendidikn dapat diartikan sebagai
kemampuan lembaga pendidikan (sekolah) untuk menghasilkan “better
student’ learning capacity”. Dalam kosep kualitas pembelajaran terdapat
beberapa komponen masukan instrumental yang berkaitan langsung
dengan “better student’ learning capacity” yaitu 1) pendidik, 2)
kurikulum/ bahan ajar, 3) iklim pembelajaran, 4) media belajar, 5) fasilitas
belajar. (DIKTI: 2004).
Menurut Etzioni (Hamdani 2011: 194), kualitas dapat dimaknai dengan
istilah mutu atau juga kefektivan. Secara definitive efektivitas dapat
dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan
21

sasarannya. Dengan demikian, efektifitas merupakan suatu konsep yang


sangat penting karena mampu memberikan gamaran mengenai
keberhasilan seseorang dalam mencapai sasaran atau tingkat pencapaian
tujuan-tujuan menurut Prokopenko Hamdani (2011: 194).
Dalam mencapai efektivitas belajar ini, UNESCO (1996) menetapkan
empat pilar pendidikan yang harus diperhatikan secara sungguh
sungguh oleh pengelola dunia pendidikan, yaitu: Belajar untuk
mengetahui ilmu pengetahuan (learning to know); Belajar untuk
menguasai keterampilan (learning to do); Belajar untuk hidup
bermasyarakat (learning to live together); Belajar untuk mengembangkan
diri maksimal (learning to be).
b. Indikator Pembelajaran yang Berkualitas
Menurut Depdiknas (2004:15), Indikator kualitas pembelajaran dilihat dari
beberapa hal sebagai berikut.
1) Keterampilan guru dalam pembelajaran
Keterampilan guru merupakan segala kegiatan yang dilakukan guru
dalam proses interaksi (guru dan siswa) pada pembelajaran untuk
menyampaikan informasi atau materi pada siswa. Keterampilan guru
dalam pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran yang
direncanakan oleh guru. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
model pembelajaran tipe think pair share. Dengan demikian,
keterampilan guru yang akan diamati secara garis besar adalah sebagai
berikut.
2) Keterampilan guru menyiapkan pembelajaran
Mengutip Gagne dan Berliner (http://akhmadsudrajat.wordpress.com),
mengemukakan bahwa salah satu peran guru dalam proses
pembelajaran peserta didik adalah guru sebagai perencana (planner)
yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses
belajar mengajar (pre-teaching problems). Seperti menata ruang kelas
sesuai dengan model pembelajaran yang akan dilaksanakan,
menyiapkan sumber dan media belajar.
22

3) Keterampilan guru membuka pembelajaran


Sumantri (2001:242) bahwa kemampuan mengawali pembelajaran
adalah usaha guru untuk mengkondisikan mental siswa agar siap dalam
menerima pelajaran. Dalam kegiatan guru berusaha mengkondisikan
mental siswa yaitu dengan menarik perhatian siswa dan memberikan
apersepsi
4) Keterampilan menjelaskan
Menjelaskan merupakan pemberian informasi secara lisan yang
diorganisir secara sistematis untuk menunjukkan hubungan sebab
akibat, antara yang sudah dialami dan yang belum dialami. Antara
generalisasi dengan konsep. Antara konsep dengan data atau
sebaliknya. Keberhasilan guru dalam menjelaskan ditentukan oleh
tingkat kemampuan siswa (Sunaryo, 1989: 38-39). Menurut pendapat
Djamarah (2005:135), penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan
hasilnya dengan memperhatikan hal-hal berikut.
a) Kejelasan, dalam menjelaskan kepada siswa, harus menggunakan
kalimat yang jelas dan singkat, sehingga mudah dimengerti oleh
siswa.
b) Umpan balik, anak didik sebaiknya diberi kesempatan untuk
memperlihatkan pengetahuan atau pengertian tentang sesuatu yang
dijelaskan
5) Keterampilan bertanya (think)
Guru memberikan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah
ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil
pemikiranya masing-masing. (Trianto, 2009:133).
6) Keterampian membimbing diskusi dan kelompok kecil (Pair)
Menurut Rusman (2012:89), keterampilan membimbing diskusi kelompok
kecil adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi
sistem pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa secara kelompok.
23

Komponen-komponen yang perlu dikuasai guru dalam membimbing


diskusi kelompok, yaitu sebagai berikut:
a) Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, dengan
cara merumuskan tujuan dan topik yang akan dibahas pada awal
diskusi, kemukakan masalah-masalah khusus, catat perubahan atau
penyimpangan diskusi dari tujuan dan merangkum hasil diskusi.
b) Memperjelas masalah untuk menghindarkan kesalahpahaman.
Seorang guru perlu memperjelas atau menguraikan permasalahan,
meminta komentar siswa, dan menguraikan gagasan siswa dengan
memberikan informasi tambahan agar kelompok perserta diskusi
memperoleh pengertian yang lebih jelas.
c) Menganalisis pandangan siswa. Adanya perbedaan pendapat dalam
diskusi, menuntut seorang guru harus mampu menganalisis dengan
cara memperjelas hal-hal yang disepakati dan hal-hal yang perlu
disepakati di samping meneliti apakah suatu alasan mempunyai dasar
yang kuat.
d) Meningkatkan urunan siswa, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang menantang, memberikan contoh dengan tepat, dan memberikan
waktu untuk berpikir dan memberikan urun pendapat siswa dengan
penuh perhatian.
e) Memberikan kesempatan untuk berpatisipasi. Dilakaukan dengan cara
memancing pertanyaan siswa yang enggan berpartisipasi, memberikan
kesempatan pada siswa yang belum bertanya (pendiam) terlebih
dahulu, mencegah monopoli pembicaraan, dan mendorong siswa
untuk berkomentar terhadap pertanyaan temannya.
f) Menutup diskusi, yaitu membuat rangkuman hasil diskusi,
menindaklanjuti hasil diskusi, dan mengajak siswa untuk menilai
proses maupun hasil diskusi.
g) Hal-hal yang perlu dihindari adalah mendominasi/monopoli
pembicaraan dalam diskusi, serta membiarkan terjadinya
penyimpangan dalam diskusi.
24

7) Keterampilan Mengelola Kelas


Menurut Rusman (2012: 49) pengelolaan kelas merupakan masalah
tingkah laku yang kompleks dan guru menggunakannya untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa
sehingga siswa dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan
memungkinkan mereka dapat belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas
yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif.
8) Keterampilan mengadakan variasi
Menurut Anni (2007:106-107), bahwa fungsi guru adalah memenuhi
kebutuhan belajar atau fasilitator. Fasilitator dalam proses belajar adalah
berfungsi memenuhi kebutuhan siswa. Siswa mungkin memiliki
kebutuhan dalam kegiatan pembelajarannya. dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan video pembelajaran. Sehingga, fasilitator perlu memenuhi
kebutuhan tersebut agar permainan dan pembelajaran dapat terlaksana
dengan baik.

9) Keterampilan guru memberi penguatan


Menurut Daniel Muijs dan David Reynold dalam Suprijono (2009:52)
merangkum apa yang telah dipelajari peserta didik selama dan menjelang
akhir pelajaran. Menurut Djamarah (2010:143-144), dalam pembelajaran
guru juga melakukan review atau meninjau kembali hal-hal yang dianggap
penting. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merangkum materi dan
memberikan waktu pada peserta didik untuk menanyakan hal yang belum
jelas. Selain review, guru juga perlu mengadakan evaluasi.
10)Keterampilan menutup pelajaran (closure skills)
Menutup pelajaran adalah mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Sedangkan
Rusman (2012:92) menjelaskan bahwa menutup pelajaran adalah kegiatan
yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh
tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa, mengetahui tingkat
pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses
25

pembelajaran. Komponen menutup pelajaran adalah sebagai berikut: a)


meninjau kembali penguasaan materi pokok dengan merangkum atau
menyimpulkan hasil pembelajaran, b) melakukan evaluasi antara lain
dengan cara mendemonstrasikan keterampilan, mengaplikasikan ide baru
pada situasi lain, mengeksplorasi pendapat siswa sendiri, dan memberikan
soal-soal tertulis.
Keterampilan mengajar guru yang diteliti dalam penelitian ini meliputi:
membuka pelajaran, menjelaskan, bertanya, mengadakan variasi, mengajar
kelompok kecil dan perorangan, member penguatan, membimbing diskusi
kelompok dan menutup pelajaran. Berbagai macam keterampilan mengajar
memiliki peran yang penting dalam mengoptimalkan kemampuan siswa dari segi
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keterampilan mengajar juga berpengaruh
terhadap keberhasilan model pembelajaran Observasi. Oleh karena itu, guru harus
meamahami berbagai macam aktivitas belajar siswa agar dapat menerapkan
keterampilan mengajar dengan baik.

5. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari sebuah pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Intruksional, Tujuan Pembelajaran, dan Tujuan Belajar
Guru-guru merumuskan tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus. Tujuan instruksional khusus juga disebut sebagai
sasaran belajar siswa. Tujuan instruksional khusus mempertimbangkan
pengetahuan awal dan kebutuhan belajar siswa. Dari segi guru tujuan
instruksional dan tujuan pembelajaran merupakan pedoman tindak
mengajar dengan acuan berbeda. Tujuan instruksiona (umum dan khusus)
dijabarkan dari kurikulum yang berlaku secara legal di sekolah. Dari segi
siswa, sasaran belajar tersebut murupakan panduan belajar. Panduan
belajar tersebut harus diikuti, sebab mengisyaratkan kriteria keberhasilan
belajar. Keberhasilan belajar siswa merupakan prasyarat belajar
selanjutnya. Keberhasilan belajar siswa berarti tercapainya tujuan belajar
26

siswa dengan demikian merupakan tercapainya tujuan instruksional dan


sekaligus tujuan belajar bagi siswa.
b. Siswa dan Tujuan Belajar
Siswa dalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan
merespon dengan tindak belajar. Pada umumnya semula siswa belum
menyadari pentingnya belajar. Berkat informasi guru tentang sasaran
belajar, maka siswa mengetahui apa dan arti bahan belajar beginya.
Siswa mengalami suatu perses belajar. Dalam proses belajar
tersebut siswa menggnakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari
bahan belajar. Kemempuan-kemampuan kognitif, afektif, psikomotor yang
dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat.
Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan,
adanya evaluasi dan keberhasikan belajar, menyebabkan siswa semakin
sadarakan kemampuan dirinya.

C. Hakikat IPA
1. Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains (science) diambil dari kata latin
Scientia yang arti harfiahnya pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi
khusus Ilmu Penetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan
bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan
Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara
untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan
produk dan proses yang tak dapat dipisahkan. “Real Science is bith product and
process, inseparably Joint”
Sains menurut Suyoso (1998: 23) merupakan “pengetahuan hasil kegiatan
manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh
melalui metode tertentu yaitu teratur, sistem matis, berobyak, bermetode dan
27

berlaku secara universal” Sedangkan menurut suyoso (1998: 18), IPA merupakan
“pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau
khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimen, penyimpulan,
penyusunan teori, dan seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara
yang lain”. Sedangkan Sains menurut Sumaji (1998: 46) merupakan “suatu Ilmu
Pengetahuan Alam yang merupakan disiplin ilmu bukan bersifat teiritis melainkan
gabungan (kombinasi) antara disiplin ilmu yang bersifat produktif”.
Pembelajaran IPA untuk mencakup semua materi yang terkait dengan
obyek alam serta persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu makhluk hidup, energy,
dan perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya. IPA
terdiri dari tiga aspek yaitu Fisika, Biologi, dan Kimia. Pada aspek Fisika IPA
lebih memfokuskan pada benda-benda tak hidup. Pada aspek Biologi IPA
mengkaji pada persoalan yang terkait dengan makhluk hidup serta lingkungannya.
Sedangkan pada aspek Kimia IPA mempelajari gejala-gejala kimia baik yang ada
pada makhluk hidup maupun benda tak hidup yang di alam.
Dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan
manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang
berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang
bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan.
2. Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya
dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Tetapi
pengajaran IPA yang bagaimanakah yang paling tepat untuk anak-anak?
Anak-anak memang perlu diberi kesempatan untuk berlatih keterampilan-
keterampilan proses IPA, sebab diharapkan mereka dapat berpikir dan
memiliki sikap ilmiah. Namun karena struktur kognitif anak-anak tidak
dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan, maka pengajaran
IPA untuk mereka hendaknya dimodifikasi sesuai dengan tahap
perkembangan kognitifnya.
Ilmu Pengetahuan Alam untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo
dan Marten (Carin 1993: 5) sebagai berikut:
28

a. Mengamati apa yang terjadi.


b. Mencoba memahami apa yang diamati.
c. Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan
terjadi.
d. Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah
ramalan tersebut benar.
Selanjutnya Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam IPA
tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan mencoba
lagi. Ilmu Pengetahuan Alam tidak menyediakan semua jawaban untuk
semua yang kita ajukan. Dalam IPA anak-anak dan kita harus tetap
bersikap skeptis sehingga kita selalu siap memodifikasi metode-metode
yang kita punyai tentang alam ini sejalan dengan penemuan-penemuan
yang kita dapatkan. Selain materi IPA harus dimodifikasi, keterampilan-
keterampilan proses IPA yang akan dilatihkan juga harus disesuaikan
dengan perkembangan anak-anak.
Setiap guru paham akan alasan, mengapa suatu mata pelajaran
yang diajarkan perlu diajarkan di sekolahnya. Demikian pula halnya
dengan guru IPA, baik guru sebagai guru mata pelajaran maupun sebagai
guru kelas, seperti halnya di SD, ia harus tahu benar kegunaan-kegunaan
apa saja yang yang dapat diperoleh dari pelajaran IPA.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan suatu mata pelajaran
dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan-alasan ini dapat
kita golongkan menjadi empat golongan besar:
a. Mata pelajaran itu berfaedah bagi kehidupan atau pekerjaan anak
dikemudian hari. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak
perlu dipersoalkanpanjanglebar. Kesejahteraan materiil suatu bangsa
banyak sekali tergantung kepada kemampuan bangsa itu dalam bidang
IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi. Sedangkan teknologi, sering
disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Suatu teknologi
tidak akan berkembang pesat bila tidak didasari pengetahuan dasar yang
memadai. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah IPA. Orang tidak dapat
29

menjadi seorang insinyur elektronika yang baik, atau seorang dokter yang
baik, tanpa dasar yang cukup luas mengenai berbagai gejala alam. Untuk
itu perlu belajar IPA. Jadi IPA juga dapat dikatakan sebagai “tulang
punggung pembangunan”.
IPA tidak hanya diperlukan oleh ahli-ahli teknologi seperti insinyur-
insinyur, dokter-dokter dan lain sebagainya, tetapi juga oleh ahli-ahli
politik dan kemasyarakatan. Dalam dunia modern yang dipengaruhi oleh
teknologi, pengetahuan IPA yang luas, meskipun tidak mendalam, sangat
perlu. Sebab berbagai keputusan yang harus diambil oleh pemimpin-
pemimpin ini memahami politik dan masyarakat menyangkut masalah
yang berhubungan erat dengan IPA dan teknologi. Bila seorang pemimpin
ini memahami IPA, maka keputusan-keputusan yang diambil tentu akan
merupakan keputusan yang lebih tepat. Jika tidak, mungkin sukar baginya
untuk mengambil keputusan yang tepat. Ia segera akan dapat memahami,
mengapa perlu diadakan perencanaan yang teliti mengenai lokasi (tempat)
yang cocok untuk pendirian suatu pabrik tertentu, karena ia memiliki
pengetahuan tentang lingkungan serta pengaruh keadaan lingkungan
terhadap kehidupan manusia. Ia akan memahami adanya saling
ketergantungan antara makhluk-makhluk hidup: ia akan memahami bahwa
pemusnahan makhluk yang satu akan mempengaruhi keadaan makhluk
yang lain. Dengan demikian ia dengan sadar dan penuh keyakinan akan
membantu usaha-usaha pelestarian alam. Ia juga akan memahami bahwa
IPA ialah suatu ilmu yang didasari percobaan-percobaan, sehingga
mengajarkan IPA tampa percobaan bukan lagi mengajarkan IPA
melainkan bercerita tentang IPA. Banyak masalah lain yang tidak langsung
berhubungan dengan IPA atau teknologi memerlukan pemahaman akan
IPA itu. Jadi mengajarkan IPA di sekolah tidak saja untuk menanamkan
benih-benih untuk ahli-ahli IPA dan teknologi, tetapi juga ahli-ahli politik
dan masyarakat. Dan yang lebih penting lagi ialah bahwa pendidikan IPA
dapat merupakan salah satu unsue dalam mendidik anak menjadi warga
negara yang baik.
30

b. Mata pelajaran itu merupakan bagian kebudayaan bangsa.


Bila diajarkan menurut cara yang tepat, IPA merupakan suatu mata
pembelajaran yang memberikan kesempatan latihan berpikir kritis.
Misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”.
Dengan metode ini anak dihadapkan kepada suatu masalah. Umpamanya
dapat dikemukakan suatu masalah demikian: “dapatkah tumbuhan hidup
tanpa daun?”. Anak diminta untuk mencari cara menyelidiki hal ini. Dari
berbagai saran yang dikemukakan anak, mereka dituntun merancang
percobaan (eksperimen) sederhana berikut: “Sebatang tumbuhan daunnya
terus-menerus diambil (dipetik), setiap tumbuh sehelai daun, daun itu
dipetik. Akibatnya dia mati”. Percobaan ini terus dilakukan sampai
diperoleh kesimpulan.
c. Mata pelajaran itu melatih anak berpikir kritis.
Banyak contoh memecahkan masalah lain yang memerlukan daya berpikir
yang kritis, meskipun sederhana. Menarik kesimpulan dari serangkaian
percobaan juga merupakan latihan berpikir kritis. Karena itu, bila IPA
diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak
(tentu dengan bantuan guru), maka IPA tidaklah merupakan suatu
pelajaran yang bersifat hapalan belaka, seperti pelajaran IPA yang banyak
kita jumpai di sekolah-sekolah. Pelajaran-pelajaran IPA modern lebih
mementingkan kemampuan berpikir daripada kemampuan meghapal.
Disamping itu dipentingkan juga kemampuan mengadakan pengamatan
secara teliti, menggunakan prinsip, memecahkan percobaan sederhana,
menyusun data, mengemukaan dugaan dan lain-lainnya. Menghapal
merupakan bagian yang tidak seberapa pentingnya dalam pendidikan IPA
modern.
d. Mata pelajaran itu mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai
potensi (kemampuan) dapat membentuk pribadi anak secara keseluruhan.
IPA sekarang ini mungkin belum merupakan bagian kebudayaan bangsa kita.
Tetapi kita tentu menyadari, bahwa kehidupan kita makin lama makin
banyak dipengaruhi oleh hasil-hasil IPA. Radio sekarang sudah bukan
31

barang yang aneh bagi kebanyakan bangsa kita. Bahan pakaian yang
terbuat dari serat sintetis (serat buatan) sekarang merupakan bahan yang
umum digunakan. Perawatan kesehatan menurut cara yang lebih baik telah
dikenal sampai ke pelosok-pelosok. Orang telah paham fungsi dokter.
Orang-orang sekarang mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan
yang lebih baik, sehingga hidup lebih sehat, lebih rasional. Ia mulai lebih
mementingkan kebersihan hidup, karena kebersihan merupakan pangkal
kesehatan. Pendeknya makin banyak segi hidup kita dipengaruhi oleh
hasil-hasil Ilmu Pengetahuan Alam. Bila makin banyak segi hidup kita
dipengaruhi oleh IPA, maka dengan sendirinya IPA menjadi bagian dari
kebudayaan kita. Sebab kebudayaan merupakan seluruh cara hidup suatu
bangsa.
Keadaan itu telah berubah dalam pendidikan IPA modern,
pelajaran IPA modern tidak hanya mengajarkan fakta-fakta seperti jenis-
jenis hewan atau tumbuhan, hukum-hukum ini dan itu, tetapi juga
mengajarkan metode-metode memecahkan masalah yang baik,
menganjurkan sikap yang baik, melatih kemampuan, mengambil
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan, melatih bersikap objektif
dan tidak buru-buru mengambil kesimpulan, melatih bekerjasama dalam
kelompok, melatih menghargai pendapat orang lain. IPA sekarang bukan
lagi disebut “pelajaran IPA” tetapi “mendidik anak melalui pelajaran
IPA”. IPA ternyata memang banyak mengandung nilai-nilai pendidikan,
apabila diajarkan menurut cara yang tepat. Tetapi bila diajarkan menurut
cara kurang tepat, maka IPA hanya akan merupakan pelajaran fakta-fakta
yang merupakan pengetahuan tentang jenis-jenis hewan dan tumbuhan,
hukum-hukum ini dan itu, yang sebagian besar bersifat hapalan.
3. IPA SD dalam Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 menjanjikan lahirnya generasi penerus bangsa yang
produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Dengan kreativitas, anak-anak bangsa
mampu berinovasi secara produktif untuk menjawab tantangan masa depan yang
semakin rumit dan kompleks. Keberhasilan Kurikulum 2013 dalam menghasilkan
32

peserta didik yang produktif, kreatif, dan inovatif. Tolak ukur dari suksesnya
penerapan Kurikulum 2013 berkaitan dengan beberapa faktor kunci yaitu : (1).
Kepemimpinan Kepala Sekolah, (2). Kreativitas Guru, (3). Aktivitas Peserta
Didik, (4). Sosialisasi, (5). Fasilitas dan Sumber Belajar, (6). Lingkungan
Akademik yang Kondusif, dan (7). Partisipasi Warga Sekolah. (Mulyasa, 2013:
36). Dalam pengembangan Kurikulum 2013 difokuskan pada pembentukan
kompetensi dan karakter peserta didik, berupa paduan pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman
terhadap konsep yang dipelajari secara kontekstual.
IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: (1) sikap: rasa
ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab
akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkanmelalui prosedur
yang benar; IPA bersifat open ended; (2) proses: prosedur pemecahan masalah
melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis,
perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan
kesimpulan; (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan (4) aplikasi:
penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Empat
unsur utama IPA ini seharusnya muncul dalam pembelajaran IPA.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir
berkaitan dengan pola pembelajaran, yaitu: (1) berpusat pada peserta didik; (2)
pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan
alam, sumber / media lainnya); (3) pembelajaran dirancang secara jejaring
(peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat
dihubungi serta diperoleh melalui internet); (4) pembelajaran bersifat aktif-
mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model
pembelajaran pendekatan sains); (5) belajar kelompok (berbasis tim); (6)
pembelajaran berbasis multimedia; (7) pembelajaran berbasis kebutuhan
pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang
dimiliki setiap peserta didik; (8) pola pembelajaran menjadi pembelajaran ilmu
pengetahuan jamak (multidisciplines); dan (9) pembelajaran kritis.
33

Karakteristik mata pelajaran diatas perlu dipertimbangkan dalam


menyusun perencanaan, pelaksanaan pembelajaran serta penilaian proses dan hasil
belajar peserta didik. Sesuai dengan karakterisrtik IPA maka, pendekatan yang
digunakan perlu menekankan pada keterampilan proses, memanfaatkan
lingkungan masyarakat dan teknologi. Salah satu pendekatan yang
direkomendasikan dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik.
Permendikbud no.59 khususnya dalam lampiran pedoman mata pelajaran
IPA dikemukakan kegiatan 5 M sebagai berikut:
a. Mengamati, dalam kegiatan mengamati, guru memfasilitasi peserta didik
untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan
melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca hal yang
penting dari suatu benda atau objek.
b. Menanya, dalam kegiatan ini, guru membuka kesempatan secara luas
kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat,
disimak, dibaca atau didengar. Guru perlu membimbing peserta didik
untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil
pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak, pertanyaan
yang berkenaan dengan fakta, konsep, dan prosedur. Pertanyaan yang
bersifat faktual maupun yang bersifat hipotetik. Melalui kegiatan bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam
bertanya maka rasa ingin tahu semakindapat dikembangkan. Pertanyaan
tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan
beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta
didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
c. Mengumpulkan Informasi, tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara.
Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen.
d. Mengasosiasi/ Menalar, dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah
informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu
34

memeroses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan


informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan
mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.
e. Mengkomunikasikan, pada pendekatan scientific guru diharapkan
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa
yang telah mereka pelajari. Keterampilan siswa dalam
mengkomunikasikan pada rangkaian kegiatan pembelajaran dapat berupa
kegiatan: Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan
dengan grafik atau tabel atau diagram; Menyusun dan menyampaikan
laporan secara sistematis; Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian;
Membaca grafik atau tabel atau diagram; Mendiskusikan hasil kegiatan
mengenai suatu masalah atau suatu peristiwa, dan presentasi.
IPA Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan pemberian
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka, dalam
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan
bermasyarakat, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh
karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi
peserta didik menjadi kompetensi yang diharapkan. Strategi pembelajaran
merupakan suatu rencana aksi/tindakan yang sesuai dengan pendekatan yang telah
dipilih dalam bentuk pola urutan langkah-langkah pembelajaran. Tiap-tiap
langkah dalam strategi dapat dilakukan dengan berbagai metode, dan tiap metode
dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Lebih lanjut, strategi pembelajaran harus
diarahkan untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam
dokumen kurikulum agar setiap individu mampu menjadi pebelajar mandiri
sepanjang hayat. dan menjadi komponen penting untuk mewujudkan masyarakat
belajar.
Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi
informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan
35

waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan


tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik.
Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif
mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu
pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta
didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-
benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu
didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya.
Sedangkan guru memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan
mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan peserta didik untuk
menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru mengembangkan
kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga yang
membawa peserta didik kepada pemahaman yang lebih tinggi, yang semula
dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri.
Materi Pembelajaran IPA SD Kurikulum 2013 Kelas Atas untuk
kelas IV mempelajari tentang bentuk dan fungsi bagian tubuh pada hewan
dan tumbuhan, siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup serta
mengaitkan dengan upaya pelestariannya, macam-macam gaya, antara
lain: gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya
gesekan, gaya dengan gerak pada peristiwa di lingkungan sekitar, berbagai
sumber energi, perubahan bentuk energi, dan sumber energi alternatif
(angin, air, matahari, panas bumi, bahan bakar organik, dan nuklir) dalam
kehidupan sehari-hari, sifat-sifat bunyi dan keterkaitannya dengan indera
pendengaran, sifat-sifat cahaya dan keterkaitannya dengan indera
penglihatan, upaya keseimbangan dan pelestarian sumber daya alam di
lingkungannya.

D. Hakikat Model Pembelajaran Think Pair and Share (TPS)


1. Pengertian Model Model Pembelajaran Think Pair and Share (TPS)
36

TPS (Think-Pair-Share) atau (Berfikir-Berpasangan-Berbagi) merupakan


jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil
(2-6 anggota) dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperatif, dari pada
penghargaan individual (Ibrahim dkk: 2000: 3).
TPS digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek
pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat
mendorong rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju.
Guru memberi informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar
pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri informasi lainnya.
Atau guru menjelaskan materi dengan mengaitkannya dengan pengalaman dan
pengetahuan anak sehingga memudahkan mereka menanggapi dan memahami
pengalaman yang baru bahkan membuat anak didik mudah memusatkan
perhatian. Karenanya guru sangat perlu memperhatikan pengalaman dan
pengetahuan anak didik yang didapatinya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
titik pusat (fokus) dapat tercipta melalui upaya merumuskan masalah yang hendak
dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab, atau merumuskan
konsep yang hendak ditemukan. Dalam upaya itu, guru menggunakan strategi
pembelajaran kooperatif tipe TPS. Strategi TPS dimaksudkan sebagai alternatif
terhadap struktur kelas tradisional seperti resitasi, dimana guru mengajukan
pertanyaan kepada seluruh siswa dan siswa memberikan jawaban setelah
mengangkat tangan dan ditunjuk. Strategi ini menantang asumsi bahwa seluruh
resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam lingkungan seluruh kelompok.
Strategi think pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian
belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang
Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends
(1997), menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif
untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua
resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
37

keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi
siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru
memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas,
atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa
mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru
memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab
kelompok keseluruhan.
2. Manfaat Model Pembelajaran Think Pair and Share (TPS)
Model pembelajaran think pair share adalah pembelajaran di mana siswa
bisa bekerja sama untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan
mengenai apa yang ditugaskan guru. Berikut merupakan beberapa manfaat dari
pembelajaran ini berdasarkan pada Kagan dalam (Atik Widarti: 2007):
a. Siswa bisa memanfaatkan waktu untuk membuat tugas yang telah
diberikan dan juga bisa saling berinteraksi lebih lama dalam berdiskusi.
Sehingga secara tidak langsung akan memberikan penguatan terhadap
materi dan kualitas pembelajaran bisa meningkat.
b. Guru juga bisa memanfaatkan waktu lebih lama untuk merencanakan hal
lain saat memakai think pair share. Guru bisa lebih fokus untuk
memperhatikan setiap siswa dan bisa memberikan pertanyaan yang
berkualitas.
3. Tahapan Model Pembelajaran Think Pair and Share (TPS)
Terdapat tiga tahapan atau karakteristik dalam pembelajaran think pair
share, seperti namanya yang terdiri tiga kata yakni think (berpikir secara
mandiri), pair (berpasangan) dan share (berbagi dalam segala hal termasuk
pengetahuan ke satu individu atau grup belajar). Berikut penjelasan lebih
lengkapnya:
a. Think (Berpikir)
1) Pada sesi ini pengajar menyampaikan
sebuah pertanyaan atau materi ke seluruh siswa di kelas. Dan siswa
mempunyai kesempatan 3 hingga 5 menit untuk bisa menyiapkan
jawaban secara individu.
38

2) Kekuatan pada sesi ini adalah siswa bisa mempunyai waktu untuk
berpikir untuk menentukan jawaban secara mandiri.
b. Pair (Berpasangan)
Guru akan menginstruksikan ke siswa untuk membuat grup belajar yang
terdiri dari dua pasangan bebas, tapi lebih diutamakan teman satu bangku.
Selanjutnya siswa akan melakukan diskusi dengan pasangan mengenai
pertanyaan atau materi yang telah disampaikan guru. Pada proses diskusi
pasti akan terjadi penyatuan opini dan pendapat tentang pikiran mereka
mengenai pertanyaan. Proses ini berjalan dalam waktu 6 hingga 8 menit.
c. Share (Berbagi)
Saat sesi ini guru menginstruksikan siswa untuk
mempresentasikan/membagikan hasil diskusi grup mengenai pertanyaan
atau materi kepada teman satu kelas. Membagikan pikiran atau hasil tugas
tersebut dilakukan di kelas agar setiap siswa bisa tahu dan akan terjadi
sintesis. Tugas guru disini adalah dengan membimbing setiap jawaban
yang dirasa kurang tepat.
Sesi ini adalah langkah tuntas dari sesi di atas. Karena sesi ini bisa
membuat setiap grup belajar bisa lebih memahami setiap pendapat dari
sebuah materi. Ini juga bisa mendorong lebih menguasai setiap apa yang
dikatakan guru ketika meluruskan jawaban yang kurang tepat.
4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair and Share (TPS)
Pembelajaran yang merupakan salah satu dari model kooperatif ini
memiliki lima sesi umum dengan tiga sesi utama yang merupakan dasar dari
pembelajaran yakni think, pair dan share. Sesi belajar mengajar yang spesifik dan
detail bisa dilihat dengan jelas pada gambar di bawah ini.
39

Gambar 2.1 Langkah-langkah model TPS (sumber;


https://www.tripven.com/think-pair-share/ )
Berdasarkan gambar diatas, dapat diuraikan langkah-langkah model
pembelajaran TPS adalah sebagai berikut:
a. Langkah Pendahuluan
Pada langkah pertama pada saat awal pembelajaran, guru harus bisa
mendorong siswa agar kegiatan pembelajaran bisa berjalan.
Pada langkah ini guru mempresentasikan materi dan aturan dari think pair
share serta memberikan arahan waktu pada setiap sesi aktivitas model
pembelajaran think pair share.
b. Langkah Think (Berpikir mandiri)
Tanda aktivitas pembelajaran think pair share sudah dilaksanakan adalah
ketika guru mempresentasikan materi atau pertanyaan kepada siswa. Pada
langkah ini, siswa akan diberi kesempatan waktu untuk berpikir (“think
time”).
Di mana waktu tersebut dimanfaatkan untuk menjawab segala pertanyaan
yang diberikan secara mandiri. Pada tahap ini guru juga harus memahami
kemampuan siswa sebelum memberikan pertanyaan atau materi.
40

c. Langkah Pair (Berpasangan)


Pada langkah ini, guru akan membuat grup belajar berpasangan. Guru
memberikan arahan bahwa pembuatan grup belajar bisa teman sebangku
atau teman lainnya.
Ini agar pembelajaran bisa lebih efisien dan efektif. Selanjutnya siswa
akan melakukan diskusi tentang materi, persoalan dan mendapatkan
jawaban setelah apa yang telah diutarakan oleh guru.
d. Langkah Share (Berbagai)
Pada tahap ini siswa akan mengutarakan jawabanya di depan kelas, ini
bisa dilakukan secara individu atau dengan grup. Setiap siswa akan
mendapatkan nilai sesuai dengan hasil pemikiran yang telah mereka
utarakan.
e. Langkah Penghargaan
Pada langkah ini siswa akan memperoleh apresiasi bisa berbentuk nilai.
Ini harus berdasarkan pada apa yang telah mereka utarakan dari hasil
diskusi.
Penilaian juga bisa bersandar dari aktivitas individu dan grup. Lebih
utama lagi saat guru bisa menilai dari cara siswa menyampaikan presentasi
di depan kelas.
5. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Think Pair and Share (TPS)
a. Kelebihan
1) Peserta didik bisa lebih proaktif dalam aktivitas pembelajaran.
2) Rasa tanggung jawab siswa bisa terbangun, seperti saat menjawab dan
mengutarakan sebuah pertanyaan.
3) Hubungan antar siswa bisa terbangun.
4) Cepat dalam membuat grup belajar karena hanya terdiri dari dua
individu atau berpasangan.
5) Rasa percaya diri siswa terbangun. Karena mereka dilatih berbicara di
depan kelas.
b. Kelemahan
41

1) Guru memerlukan fokus yang ekstra karena grup belajar sangat


banyak.
2) Gagasan yang dihasilkan tiap grup akan lebih terbatas karena dalam
grup hanya berdua.
3) Bila terdapat siswa yang terlalu bergantung pada pasangan.
4) Bila dalam tahap diskusi terdapat masalah tidak ada yang menengahi.

E. Kerangka Berpikir
Pelaksanaan pembelajaran metematika pada materi konsep perkalian yang
telah dilaksanakan dan hasilnya kurang memuaskan, menuntut untu dilaksanakan
perbaikan pembelajaran melalui sebuah PTK. Dalam pelaksanaan PTK metode
yang akan digunakan adalah Model Means Ends Analysis. Pelaksanaan perbaikan
ditampilkan dalam kerangka berpikir berikut:

Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir

Pelaksanaan
Pelaksanaan perbaikan Rata-rata
pembelajaran
Pembelajaran melalui PTK ketuntasan
masih
dengan menggunakan hasil belajar
berlangsung
Model Means Ends Analysis mencapai 80 %
secara Klasikal

Pelaksanaan Pelaksanaan
Siklus I Siklus II
Ketuntasan Ketuntasan
belajar siswa belajar siswa
mecapai 70% mecapai ≥75%

Hasil belajar
siswa belum
42

memenuhi KKM
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai