Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap proses belajar-mengajar bermuara pada suatu hasil, sesuai dengan tujuan
intruksional. Namun, hasil itu tidak hanya tinggal hasil saja dan kemudian tidak ada apa-apa
lagi. Hasil belajar itu harus digunakan pula dikemudian hari, baik selama siswa masih
sekolah, maupun sesudah siswa meninggalkan bangku sekolah. Hasil belajar yang telah
diperoleh, disimpan dalam ingatan untuk kemudian digali dari ingatan pada saat-saat
dibutuhkan. Dalam penggalian itu dapat timbul kesulitan, dalam arti hasil belajar ( yang
tersimpan dalam ingatan ) tidak dapat ditemukan dengan demikian, hasil belajar tidak dapat
digunakan sebagaimana diharapkan . Bilamana siswa mengalami kesulitan dalam penggalian
itu, dia dikatakan “ telah lupa “ atau “ tidak dapat mengingat “ misalnya siswa itu tidak dapat
menjawab pertanyaan pada waktu menempuh ulangan, meskipun hal yang ditanyakan itu
memang pernah dipelajarinya. Maka, sejauh itu, lupa dapat dipandang sebagai gejala negatif
yang dapat menimbulkan kesulitan, baik bagi siswa maupun bagi guru.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian belajar?
2. Bagaimana proses belajar berlangsung?
3. Apakah pengertian memori dan jenis-jenis memori?
4. Apakah ingatan itu?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian belajar
2. Mengetahui proses belajar berlangsung
3. Mengetahui pengertian memori dan jenis-jenis memori
4. Mengetahui apa yang di maksud dengan ingatan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk
memperoleh perubahan tingkah laku tertentu baik yang dapat diamati secara langsung
maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam
interaksinya dengan lingkungan.
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian belajar dari para ahli :
Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
Crow & Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru”.
Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul
atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
Gage & Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul
karena pengalaman”.
Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan
perilaku. Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,
yaitu :
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu
yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti
suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi
pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi

2
Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam
dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap
dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya
merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi
dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya,
seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan
keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam
mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka
pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk
mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan
mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.
4. Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap
bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-
perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun
setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk
menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan
individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya
melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang
psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan
mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi
pendidikan dan sebagainya.
6. Perubahan yang bersifat pemanen.

3
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan
komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap
dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan
jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa
belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia
ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang
diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai
tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata,
tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya,
mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya
seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
B. Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan
ke depan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada
suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses vadalah: Any change in any object
or organism, particulary a behaioral or psychological change (Proses adalah suatu perubahan
khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam
psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya
beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988)
a. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan
dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses
dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian,
masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

4
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor
lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik. Material
pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek
didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material
pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material
pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu
mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada
sebaliknya. Demikian pula, belajar pada pagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik
dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga
kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik
yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat
keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan
sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu
mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas
pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah
kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran
jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang
segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar,
jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
a. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif
dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat
dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan
material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material

5
pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role
playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari
subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja,
alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti
kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan
lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan
cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang
disengaja.
b. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai
masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan
penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami
keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di
antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses
belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses
belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak
dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di
dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan
dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart,
rekaman, slide dan sebagainya.
c. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1)
menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-
fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima,
menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan
inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai
dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek

6
didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian
ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran
berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah
mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.
Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal
yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan
tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya
sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog
pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu
yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa
sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali
material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui
pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang
telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang
telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek
didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk
merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui
pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
d. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep
(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide
dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian
informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari
gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan
tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian,
dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam
keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif
berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah

7
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang
memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu
material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir.
Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian
pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek
didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-
kesimpulannya secara mandiri.
e. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian
hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering
disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik
sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena
dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka
panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik,
pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa
dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok
subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba
melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar
tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik
dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan
kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan
terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
C. Pengertian Memori
Ditinjau dari sudut jenis memori informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori
manusia itu terdiri atas dua macam:
1. Semantic Memory (memori semantik), yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau
pengertian-pengertiaan.
2. Episodic Memory (memori episodik), yaitu memori khusus yang menyimpan informasi
tentang peristiwa-peristiwa.

8
Menurut Reber (1988), dalam memori semantik, informasi yang diterima
ditransformasikan dan diberi kode arti, lalu atas dasar arti itu. Jadi, informasi yang kita
simpan tidak dalam bentuk aslinya, tetapi dalam bentuk kode yang memiliki arti. Banyak ahli
yang percaya bahwa memori semantik itu berfungsi menyimpan konsep-konsep yang
signifikan dan bertalian satu dengan yang lainnya.
Memori episodik adalah memori yang menerima & menyimpan persirtiwa-peristiwa yang
terjadi atau dalam waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai otobiografi. Sebagian
ahli memperkirakan bahwa memori episodik mungkin dapat menyimpan pengetahuan yang
bersifat semantik. Best (1989) berpendapat bahwa antara item pengetahuan episodik dengan
item pengetahuan semantik terhadap hubungan yang memungkinkan bergabungnya item
episodik dalam memori semantik. Dalam hal ini, item pengetahuan dalam memori episodik
dapat diproses atau dimodifikasi oleh sistem akal kita menjadi item-item yang berbentuk arti-
arti sehingga memperoleh akses ke memori semantik. Diluar kemungkinan proses ini, belum
ada keterangan lain yang lebih akurat mengenai sifat dan cara penggabungan antara memori
episodik dengan memori semantik. (syah, 2007)
D. Ingatan
Mengingat berarti menyerap atau meletakkan pengetahuan denagn jalan pengecaman
secara aktif. Fungsi ingatan itu sendiri meliputi tiga aktifitas yaitu :
1.) Mencamkan , yaitu menangkap atau menerima kasan – kesan
2.) Menyimpan kesan – kesan
3.) Memproduksi kesan – kesan
Sifat – sifat dari ingatan yang baik adalah ingatan yang cepat dalam mencamkan kesan –
kesan tidak mengalami kesulitan ., ingatan yang setia yaitu apabila kesan yang telah
dicamkan itu tersimpan dengan baik dan stabil , igatan yang kuat apabila kesan – kesan yang
tersimpan bertahan lama.
Sering kita menyebutkan hal ingat dan lupa. Berdasarkan penelitian , setelah kita mencamkan
sesuatu banyak hal yang secara berangsur – angsur terlupakan. Untuk mengatasi hal ini, maka
bahan yang ingin kita ingat denagn baik harus diulang – ulang secara terus menerus. Untuk
itu subyek hendaknya mampu membagi dan memanfaatkan waktu dengan baik. Luas ingatan
itu berkembang mengikuti penambahan umur sampai batas umur tertentu , dan ini dapat
menjadi petunjuk bagi masaknya pikiran seseorang .
Kesulitan dalam mengingat disebabkan hambatan ingatan atau belajar akibat masuknya bahan
– bahan yang terdahulu. Jadi , kesan – kesan yang lebih terdahulu mengganggu usaha
reproduksi kesan – kesan yang lebih baru.

9
Dalam hal mereproduksi , kita kenal adanya dua macam reproduksi yaitu :
1.) Mengingat kembali ( recall ): dalam hal ini tidak ada obyek yang dipakai untuk
merangsang reproduksi. Misalnya mengingat ciri – ciri benda yang sudah tidak ada atau
hilang
2.) Mengenal kemballi ( recognition ) ; dalam hal ini ada sesuatu objek yang dipakai sebagai
perangsang untuk mengadakan reproduksi . Misalnya mengenali suatu benda apakah sesuai
dengan ciri-ciri benda yang pernah diamati .

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

• Ingatan yaitu suatu daya yang dapat menerima , menyimpan dan memproduksi kembali
kesan-kesan / tanggapan / pengertian .
• Gangguan ingatan manusia , yaitu lupa , suatu peristiwa seseorang tidak dapat
memproduksi tanggapan meskipun ingatan kita dalam kadaan sehat .
• Sesuatu yang pernah dipelajari dengan sungguh – sungguh dan kemudian tidak dapat
digali kembali dari ingatan , masih meninggalkan bekas dalam ingatan , palingsedikit.
• Terjadinya lupa cukup ditinjau dari fase prestasi , karena dalam kedua fase itu dapat
terjadi kesulitan dan penggalian
• Menurut woodworth , gejala lupa disebabkan bekas – bekas ingatan yang tidak
digunakan , lama kelamaan akan terhapus dengan berlangsungnya waktu , terjadinya
penghapusan akan menyebabkan bekas ingatan menjadi kabur dan lam kelamaan hilang
sendiri.
• Sebab terjadinya lupa ialah gangguan dari informasi yang baru masuk ke dalam ingatan
terhadap informasi yang telah tersimpan disitu , seolah – olah informasi yang lama di
geser dan kemudian lebih sukar diingat.
• Usaha – Usaha mengurangi lupa:
(1) Dalam menerangkan guru jangan terlalu cepat penyelesaian bahan pengajaran
(2) Jangan terlalu banyak bahan yang diajarkan
(3) Bahan pengajaran itu harus sering diulang setiap saat
(4) Mengusahakan dalam mengajar , guru memberi kesempatan penggunaan alat indra
yang sebaik – baiknya sehingga hasil pengamatan itu mendekati kenyataan , memberi
kesan yang dalam dan memperoleh tanggapan yang sejelas – jelasnya.

B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan maka saran kami:
• Penyajian lisan sangat penting dalam duniamahasiswa dimana kita akan selalu dituntut
untuk menampilkan karya-karya yang telah kita buat. Penyajian lisan yang baik merupakan

11
hal yang diharapkan, sehingga diharapkan kepada mahasiswa agar mengetahui tata cara
penyajian lisan yang baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Sobur, Alex, Psikologi umum, Pustaka Setia, Bandung, 2003
Tan, Alexis S., Mass Communication Theories and Research, Grid Publising, Inc., Indianola
Avenue, 1981.
Walker, Conditioning and Instrumental Learning, Wadsworth Publising Coy, Inc., Belmont,
California, 1967
Tgl: 09/10/2016 01:27 WIB

13

Anda mungkin juga menyukai