Anda di halaman 1dari 16

PEMBELAJARAN EFEKTIF DAN CARA BELAJAR SISWA

AKTIF
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Strategi Pembelajaran di
MI/SD”

Dosen Pengampu:

Eka Yusnaldi, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 5:

Ilma Husnul Sabila (0306213094)


Halwa Tamara (0306211035)
Tirti Dara Lestari (0306213180)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS


TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA
MEDAN
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua sehingga pemakalah dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam
marilah kita hadiahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Sebagai
suri tauladan umat Islam dan semoga kita mendapatkan syafaatnya kelak pada
hari akhir.

Tujuan penulisan makalah ini, agar dapat memahami keterampilan dasar


dalam mengajar. Dan penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajan di MI/SD dengan judul
Pembelajaran Efektif dan Cara Belajar Siswa Aktif.

Dalam penyusunan, penulisan dan semua proses yang menyangkut


terselesaikan makalah ini, pemakalah ingin mengucapkan terima kasih kepada
bapak Eka Yusnaldi M.Pd sebagai dosen mata kuliah Strategi Pembelajaran di
MI/SD yang telah memberikan banyak bantuan arahan dan petunjuk yang jelas
sehingga mempermudahkan pemakalah dalam menyelesaikan tugas ini.

Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
baikcara penulisan maupun isinya. Oleh karena itu, diharapkan kepada pembaca
untukmemberikan kritik dan saran sehat demi perbaikan makalah selanjutnya.
Akhir kata pemakalah berharap agar makalah ini dapat menjadi berkat dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Medan, 26 Maret 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................................... 2

C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB 11 PEMBAHASAN ................................................................................. 3

A. Pengertian pembelajaran afektif dan cara belajar siswa aktif .............. 3

B. pembelajaran afektif dan cara belajar siswa aktif wajib diterapkan .... 6

C. penilaian dan pendekatan dalam pembelajaran afektif ......................... 9

D. langkah langkah pendekatan cara belajar siswa aktif ....................... 10

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 12

A. Kesimpulan ......................................................................................... 12

B. Saran ..................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan
kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak
untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi
tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Konsekuensinya, ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara
teoritis, tetapi miskin aplikasi.
Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan. Pembelajaran merupakan
suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran
efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan pembelajaran sesuai dengan harapan. Proses
pembelajaran yang efektif adalah pengajaran yang mampu melahirkan proses belajar yang
berkualitas , yaitu proses belajar yang melibatkan partisipasi dan penghayatan peserta didik secara
intensif.
Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional.
Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan
benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat dalam
hal hakikat manusia. Piaget memandang anakakalnya-sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang
secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus. Pendekatan CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran afektif dan cara belajar siswa aktif ?

1
2. Mengapa pembelajaran afektif dan cara belajar siswa aktif ini wajib diterapkan ?

3. Apa saja penilaian dan pendekatan dalam pembelajaran afektif ?

4. Apa saja langkah langkah pendekatan cara belajar siswa aktif?

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan dari beberapa rumusan masalah di atas, maka dapat dilihat tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui maksud dari pembelajaran afektif dan cara belajar siswa aktif

2. Untuk mengetahui mengapa pembelajaran afektif dan cara pembelajara siswa aktif
wajib diterapkan oleh para pendidik dan peserta didik

3. Untuk mengetahui penilaian dan pendekatan dalam pembelajaran afektif

4. Untuk mengetahui langkah langkah pendekatan cara belajar siswa aktif.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Afektif Dan Cara Belajar Siswa Aktif


1. Pembelajaran Afektif
Pembelajaran afektif terdiri dari dua kata, yakni pembelajaran, dan afektif. kedua kata
tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan
yang lainnya. Sehingga keduanya mempunyai pengertian yang integral yaitu pengertian
pembelajaran afektif atau pembelajaran yang bersifat afektif.
Kata “pembelajaran” merupakan terjemahan dari kata “instruction”. 1 Istilah ini banyak
dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari
kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan
dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai media, seperti bahan-
bahan cetak, progam televisi, gambar, audio dan lain sebagainya. Sehingga semua itu mendorong
terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai
sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Sebagaimana ungkapan
Gagne yang dikutip oleh Wina Sanjaya dalam bukunya Strategi Pembelajaran; Berorientasi
Standar Proses Pendidikan, bahwa pembelajaran adalah “Instruction is a set of event that effect
learners in such a way that learning is facilitated”, yang artinya “Pembelajaran adalah satu
rangkaian peristiwa yang mempengaruhi pelajar sedemikian rupa sehingga pelajaran
dimudahkan.” Sehingga menurut Gagne, mengajar atau teaching merupakan bagian dari
pembelajaran (instruction), di mana peran guru sebagai ditekankan kepada bagaimana
merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan
atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.
Dalam istilah “pembelajaran” lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi
yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar. Dalam hal ini, siswa diposisikan sebagai
subyek belajar yang memegang peranan utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar
siswa dituntut beraktifitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran.
Strategi pembelajaran afektif adalah suatu metode dalam proses pembelajaran yang
menekankan pada nilai (baik dan tidak baik) dan sikap (sopan dan tidak sopan) yang diukur,oleh

1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 102

3
karena itu menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. 2 Strategi ini yang bukan
hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk
mencapai dimensi yang lainnya yaitu sikap dan tindak. Bertolak dari pengertian diatas dapat di
simpulkan bahwa strategi pembelajaran afektif adalah proses penanaman nilai-nilai yang positif.
Sedangakan ranah “afektif” adalah bagian kedua dari taksonomi tujuan pendidikan yang
dirumuskan oleh Benjamin S. Bloom dkk. Ranah afektif merupakan bagian dari pengalaman
belajar, berisi obyek-obyek yang berkaitan dengan emosi, perasaan atau tingkat penerimaan dan
penolakan. 3
“Afektif adalah tujuan-tujuan yang lebih mengutamakan pada perasaan, emosi atau tingkat
penerimaan atau penolakan. Tujuan afektif mengubah dari yang sederhana menuju fenomena yang
komplek (lebih rumit) serta menanamkan fenomena itu sesuai dengan karakter dan kata hatinya.
Kita menemukan sejumlah besar tujuan yang tampak melalui sikap, minat, apresiasi, nilai dan
emosi atau prasangka”.
Istilah “afektif” sendiri sebenarnya mempunyai makna yang sangat luas. Walaupun banyak
tokoh, termasuk para pakar pendidikan yang menyadari pentingnya aspek ini (afektif) dalam
proses pendidikan, akan tetapi belum ada definisi yang dapat disepakati bersama tentang afektif
ini. Dalam kaitannya dengan pendidikan agama, aspek afektif sering kali disamakan dengan
akhlak. Akan tetapi antara afektif dengan akhlak adalah berbeda, walaupun benar bahwa dalam
usaha penanaman akhlak tidak terlepas dari aspek afektif. Dalam kajian ilmu pendidikan, sebutan
untuk karakteristik ini beragam. Meskipun demikian, sebutan afektif merupakan yang paling luas
sejak diterbitkannya taksonomi tujuan pendidikan oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan. 4
Sementara itu dalam dunia pendidikan kita afektif diterjemahkan dengan istilah sikap.
Bahkan dalam kurikulum 2004 juga disebutkan dengan istilah “kecerdasan emosional”.

2. Cara Belajar Siswa Aktif


Cara belajar siswa aktif adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan

2
Sanjaya. Penerapan Strategi Pembelajaran Afektif Dalam Pembelajaran Unggah-Ungguh Bahasa Jawa Di
Sekolah, (Bandung: Jurnal Pendidikan Ke-Sd-an, 2016), hal.15
3
David R. Krathwohl et. al, Taxonomy Of Educational Objective, The Classicafication Of Educational Goal,
Handbook II; Affective Domain, (London: Longman Group LTD, 1973), cet.9, hlm. 7
4
Benjamin S. Bloom, dkk, Taxonomy Of Objective: Cognitive Domain, (New York: David Mc. Kay, 1956 ),
hlm.16

4
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotor. Pendekatan belajar siswa aktif menuntut keterlibatan mental vang tinggi
sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.
Konsep yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu
pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan
belum terpogram. Akan tetapi dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) para pembelajar dapat
melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di
rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama. 5
Prinsip cara belajar siswa aktif adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada
kegiatankegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses
belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak
pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi subjek didik :
 Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan
yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud
karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui
diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
 Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan
maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan
suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
 Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai
suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
 Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai
suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
 Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun
termasuk guru.
b. Dimensi Guru
 Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan

5
Saiful Rahman Yuniarto, S.SOS, M.AB, CBSA, (Jakarta: Kencana, 2013), Hal.2

5
serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
 Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
 Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
 Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat
kemampuan masing-masing.
 Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta
penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar
yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
 Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan,
minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting
diperhatikan guru.
 Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas
siswa dalam proses belajar-mengajar.
 Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi belajar-mengajar
 Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara
guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
 Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajarmengajar.

B. Pembelajaran Afektif Dan Cara Belajar Siswa Aktif Wajib Diterapkan


Ranah afektif merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan perasaan dan sikap
seorang individu. Seorang siswa yang tidak menunjukkan sikap dan minat yang positif
terhadap suatu mata pelajaran tertentu akan sulit untuk mencapai prestasi yang optimum pada
mata pelajaran tersebut.” Perasaan dan sikap yang tumbuh serta berkembang pada siswa
sejalan dengan usia dan memperoleh pengaruh dari lingkungannya. Usia ini disebut usia
sekolah (sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi). Nilai afektif Islam pada usia ini
meliputi:
a. Al-Qur’an dan hadits.
b. Akidah akhlak.
c. Ibadah.

6
d. Hukum syari’at
e. Peradaban.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat. Sikap emosi, dan
nilai. Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku
seseorang terhadap benda, kejadian- kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Kemampuan
afektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang sangat penting karena keberhasilan
proses pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor siswa ditentukan
Bahwa nilai afektif adalah hasil belajar yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran yang mencakup perasaan, suasana hati atau emosi yang nampak pada
sikap, nilai, minat, apresiasi, karakter, penyesuaian, moral dan tingkah laku individu. Satuan
pendidikan perlu merancang dan mengembangkan ranah afektif yang tepat agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Karena pengembangan anah afektif sangat ber-
pengaruh positif di sekolah.
Ciri Ranah Afektif lima tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan
a. Sikap
Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten tentang menyukai
(positif) atau tidak menyukai suatu objek (negatif). Perubahan sikap dapat diamati
dalam proses pembelajaran, keteguhan. Dan konsistensi terhadap sesuatu. Dalam
penilaian sikap dapat diketahui melalui mata pelajaran, kondisi pembelajaran,
pendidikan.
b. Minat
Minat merupakan keinginan yang terbentuk melalui pengalaman yang mendorong
sesorang mencari jati dirinya untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Gagne
dan Berliner, anak yang memiliki minat pada suatu mata pelajaran di sekolah
cenderung memberikan perhatiannya. Mereka merasakan adanya perbedaan antara
pelajaran satu dengan pelajaran lainnya.
c. Konsep Diri
Konsep diri (self concept) merupakan suatu hal yang sering dibahas serta dianggap
besar pengaruhnya terhadap tingkah laku seseorang. Hal tersebut dikarenakan konsep
diri ialah persepsi atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut
merupakan keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya yang meliputi

7
gambaran mengenai fisik, psikis, sosial dan prestasinya. Selain itu. Konsep diti juga
terbentuk karena pemikiran, perasaan dan pengalaman emosional individu mengenai
dirinya sendiri
d. Nilai
Menurut Frankel, nilai ialah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan
yang mengikat manusia sebagai makhluk cipataan Tuhan yang memiliki karakter khas
dibandingkan dengan makhluk lainnya yang sepatutnya untuk dijalankan dan
dipertahankan.”
e. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin, yaitu mores kata jamak dari mos yang sepadan
dengan kata adat kebiasaan. Moral merujuk pada nilai yang dianggap oleh individu
dan masyarakat sebagai sesuatu yang baik dan patut untuk dilakukan
Tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral
Selain itu juga terdapat ciri-ciri ranah afektif dilihat pada peserta didik, antara lain:
a. Sikap peserta didik pada waktu belajar di sekolah, terutama pada waktu guru mengajar.
Sikap ini meliputi: kemampuan peserta didik untuk menerima pelajaran dari guru,
perhatian peserta didik terhadap apa yang dijelaskan oleh guru, keinginan peserta didik
untuk mendengarkan dan mencatat uraian dari guru, penghargaan peserta didik
terhadap guru itu sendiri, serta hasrat peserta didik untuk bertanya kepada guru.

b. Sikap peserta didik setelah pelajaran selesai. Sikap peserta didik ini meliputi indikator:
kemauan peserta didik dalam mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut, kemauan
peserta didik untuk mengaplikasikan hasil pelajaran dalam praktik kehidupan
seharihariberdasarkan tujuan dan isi yang tertuang dalam mata pelajaran, serta suka
terhadap gurunya dan mata pelajarannya.”

Level Ranah Afektif dari Krathwohl (dalam Gronlund dan Linn, 1990) menyatakan bahwa
ranah afektif terdiri dari lima level, yaitu:
a. Receiving, level ini mengindikasikan bahwa siswa memiliki keinginan
Untuk memperhatikan suatu stimulus yang muncul dalam proses pembelajaran,
misalnya aktivitas di dalam kelas, buku, atau musik

8
b. Responding, siswa pada level ini telah memiliki partisipasi aktif untuk merespon gejala
yang sedang dipelajari di dalam kelas. Hasil pembelajaran pada level ini menekankan
pada perolehan respon Keinginan memberi respon, atau kepuasan dalam memberi
respon.
c. Valvuing, merupakan kemampuan siswa untuk memberikan nilai, keyakinan, atau
sikap dan menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Hasil belajar pada level
ini berhubungan dengan perilaku siswa yang konsisten dan stabil agar nilai dapat
dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, penilaian
ini diklasifikasikan sebagai sikap keberagamaan.
d. Organization, merupakan kemampuan siswa untuk mengorganisasi nilai yang satu
dengan yang lain dan konflik antar nilai mampu diselesaikan dan siswa mulai
membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil belajar pada level ini berupa
konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai.6
e. Characterization, level ini merupakan level tertinggi ranah afektif, yaitu ketika siswa
telah memiliki sistem nilai yang mampu7
C. Penilaian Dan Pendekatan Dalam Pembelajaran Afektif
Seorang pendidik sebaiknya mengetahui afektif peserta didik sehingga dapat diketahui
status afektif peserta didiknya. Jika afektif tinggi maka perlu mempertahankannya, jika rendah
perlu upaya untuk meningkatkannya. 8 menjelaskan pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan
setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat
berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama.
Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilainya. Sasaran penilaian
afektif adalah perilaku peserta didik bukan pengetahuannya. Sesuai dengan karakteristik afektif
dalam proses pembelajaran adalah minat, sikap, konsep diri dan nilai maka tujuan penilaian afektif
adalah:
 Untuk memperoleh informasi minat peserta didik terhadap mata pelajaran
Akuntansi yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik

6
Prof.Dr.Sri Aniyah W, strategi pembelajaran, h. 3
7
Peningkatan hasil belajar ranah afektif melalui pembelajaran model motivasional,Aryanti,Nurhidayati,Ernawati Sri
Sumarsih, halaman 112-113
8
Suharsimi Arikunto, Penilaian Afektif Dalam Pembelajaran Akutansi, (Yogyakarta: Pendidikan Akuntansi, 2003),
Hal.77

9
terhadap mata pelajaran Akuntansi jika ternyata minatnya rendah.
 Untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran Akuntansi. Sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran dapat positif atau negatif. Hasil pengukuran
sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk peserta
didik.
 Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan
evaluasi terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Informasi ini dapat digunakan
untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh peserta didik untuk
menentukan jenjang karir.
 Untuk mengungkap nilai individu. Informasi yang diperoleh ini berupa nilai yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat dan yang negatif diperlemah
dan akhirnya dihilangkan.

D. Apa Saja Langkah Langkah Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif


Strategi pembelajaran juga diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan
digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah, lingkungan
sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan. Gerlach & Ely (1980) juga mengatakan
bahwa perlu adanya kaitan antara strategi pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, agar
diperoleh langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien. Strategi pembelajaran
terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin bahwa siswa akan betul-betul
mencapai tujuan pembelajaran. Kata metode dan teknik sering digunakan secara bergantian.
Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa teknik (yang kadang- kadang disebut metode) dapat
diamati dalam setiap kegiatan pembelajaran. Teknik adalah jalan atau alat (way or means) yang
digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang akan dicapai. Guru
yang efektif sewaktu-waktu siap menggunakan berbagai metode (teknik) dengan efektif dan
efisien menuju tercapainya tujuan.
Menurut Winarno Surakhmad (1986) adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat
untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa
(metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan. Namun,
metode kadang-kadang dibedakan dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan teknik
lebih bersifat implementatif, maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi

10
(dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contohnya, guru A dan guru B sama-sama menggunakan
metode ceramah, keduanya mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang
efektif, tetapi hasil guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda.
Jadi, tiap guru mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.

Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)Sejak dulu cara belajar ini telah ada, yaitu bahwa dalam
kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa. Hanya saja kadar (tingkat)
keterlibatan siswa itu yang berbeda. Jika dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi
atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses
perolehan siswa. Kegiatan pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, melainkan berpusat pada
siswa (student centered).

Siswa pada hakikatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara
jelas maka kewajiban gurulah untuk memberi stimulus agar siswa mampu menampilkan potensi
itu, betapa pun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada
siswa sesuai dengan taraf perkembangannya sehingga siswa memperoleh konsep. Dengan
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep, serta mengembangkan sikap dan nilai
yang dituntut. Proses pembelajaran seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakikat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional
Siswa dalam kegiatan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya:
a. Proses asimilasi/pengalaman kognitif→ yang meterjadinya Terbentuknya Pengetahuan.
b. Proses perbuatan/pengalaman langsung → yang memungkinkan Terbentuknya Keterampilan.
c. Proses penghayatan dan internalisasi nilai yang memungkinkan Terbentuknya nilai dan sikap.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran afektif terdiri dari dua kata, yakni pembelajaran, dan afektif. kedua kata
tersebut tidak dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan
yang lainnya. Sehingga keduanya mempunyai pengertian yang integral yaitu pengertian
pembelajaran afektif atau pembelajaran yang bersifat afektif. Cara belajar siswa aktif adalah
pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik,
mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Ciri Ranah Afektif lima tipe
karakteristik afektif yang penting berdasarkan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
Strategi pembelajaran juga diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan
digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah, lingkungan
sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap ini bisa menjadi bahan bacaan referensi dan
inspirasi yang baik khususnya dari kalangan akademika. Kami menyadari makalah ini banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran kami diharapkan untuk menperbaiki makalah ini
kedepannya. Terima kasih

12
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi, Penilaian Afektif Dalam Pembelajaran Akutansi, (Yogyakarta: Pendidikan


Akuntansi, 2003), Hal.77
Nurhidayati Aryanti, Ernawati Sri Sumarsih, Peningkatan hasil belajar ranah afektif melalui
pembelajaran model motivasional halaman 112-113
Prof. Dr.Aniyah W Sri, strategi pembelajaran, h. 3
R. David Krathwohl et. al, Taxonomy Of Educational Objective, The Classicafication Of
Educational Goal, Handbook II; Affective Domain, (London: Longman Group
LTD, 1973), cet.9, hlm. 7
Rahman Yuniarto Saiful, S.SOS, M.AB, CBSA, (Jakarta: Kencana, 2013), Hal.2
S. Benjamin Bloom, dkk, Taxonomy Of Objective: Cognitive Domain, (New York: David Mc.
Kay, 1956 ), hlm.16
Sanjaya. Penerapan Strategi Pembelajaran Afektif Dalam Pembelajaran Unggah-Ungguh
Bahasa Jawa Di Sekolah, (Bandung: Jurnal Pendidikan Ke-Sd-an, 2016), hal.15
Sanjaya Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana,
2007), hlm. 102

13

Anda mungkin juga menyukai