Anda di halaman 1dari 19

PERANAN BUDAYA ORGANISASI

Disusun dalam rangka memenuhi syarat perkuliahan


Mata Kuliah Manajemen Organisasi

Dosen Pengampu:
Khairani, M.Si
Oleh:
Kelompok 3
Nur Aisyah (0104202110)
Nurbaiti (0104202108)
Syahrizal Efendi (0104202111)
Muhammad Raefaldhi (0104202107)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Azzawajalla yang telah memberikan


kita nikmat hidup sampai pada detik ini. Semoga waktu yang diberikan oleh Allah
ini dapat kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya, yaitu untuk terus beribadah dan
memperbaiki diri agar selalu menjadi lebih baik dari detik sebelumnya. Dan juga
tidak lupa bersolawat kepada Rasulullah Muhammad S.A.W. kelak kita akan
mengharapkan syafaat dari beliau diakhirat nanti.
Serta terimakasih atas kepercayaan yang diberikan oleh dosen pengampu
kepada pemakalah. Kami memandang ini merupakan tantangan yang cukup baik
karena pemakalah mendapatkan kelompok nomor tujuh. Kami akan
menyampaikan materi kali ini dengan semaksimal mungkin. Oleh karena itu kami
berharap atas bantuan dan masukan dari dosen pengampuh mata kuliah
Manajemen Organisasi.
Dan kepada teman-teman sebangsa setanah air kita satu indonesia, kawan-
kawanku sekelas. Kami yakin anda-anda sekalian menanti kami dengan
pertanyaan-pertanyan yang berada dibenak kalian. Bertanyalah sesuka hati
namun, harus sesuai dengan ruang lingkup pembahasan diseputaran tema ini.
Demikian sepatah dua kata yang dapat pemakalah sampaikan, semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan para rekan-rekan. Namun penulis
mengakui bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan
saran yang bersifat membangun ditunggu untuk kesempurnaan makalah ini akan
kami terima sebagai iktibar bagi kita semua. Akhir kata .

Medan, 21 Juni 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................iii

A. LATAR BELAKANG...............................................................iii

B. TUJUAN MASALAH...............................................................iii

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................3

A. Pengertian Budaya Organisasi....................................................3

B. Pembentukan Budaya Organisasi................................................4

C. Fungsi Budaya Organisasi...........................................................5

D. Dampak Budaya Dalam Organisasi ...........................................7

E. Posisi Budaya Dalam Islam.........................................................13

BAB III PENUTUP...............................................................................15

A. KESIMPULAN..........................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peranan Budaya Organisasi salah satu kajian yang juga sangat perlu terkait dengan
pengelolaan organisasi adalah pemahaman tentang pentingnya peran budaya
organisasi. Kajian ini menjadi penting sebab ternyata budaya merupakan spirit yang
menjiwai orang-orang di dalam organisasi. Seringkali budaya terabaikan yang justru
tidak baik bagi kemajuan suatu organisasi. Oleh karena itu, pemahaman terhadap
peranan budaya dalam organiasi adalah suatu kemestian bagi para pengurus organisasi.

Pada hakikatnya pembahasan terhadap budaya organisasi tidak dapat dilepaskan dari
pembahasan tentang visi dan misi organisasi. Hal itu disebabkan budaya organisasi
sengaja diturunkan dari visi dan misi organisasi/perusahaan. Dengan demikian
pembahasan terhadap budaya organisasi termasuk pembahasan manajemen atau
perencanaan strategis.

Pembahasan pada bab ini tidaklah mendalam, hanya sekedar me ngantarkan pembaca
untuk melihat selintas saja tentang seluk-beluk budaya dalam organisasi. Pembahasan
dimulai dari pengertian, fungsi dan dampak budaya dalam organisasi. Untuk
melengkapinya, pembahasan dimulai dari pengertian budaya organisasi, proses
pembentukan, fungsi, dampaknya terhadap organisasi, dan posisi budaya organisasi
dalam struktur ajaran Islam.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pengertian Budaya Organisasi?


2. Bagaimana Pembentukan Budaya Organisasi?
3. Apa Fungsi Budaya Organisasi?
4. Apa Dampak Budaya dalam Organisasi?
5. Bagaimana Posisi Budaya Dalam Islam?

1
C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk Mengetahui Pengertian Budaya Organisasi.


2. Untuk Mengetahui Pembentukan Budaya Organisasi.
3. Untuk Mengetahui Fungsi Budaya dalam Organisasi.
4. Untuk Mengetahui Dampak Budaya Dalam Organisasi.
5. Untuk Mengetahui Posisi Budaya Dalam Organisasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI

Organisasi sebagai tempat berkumpulnya orang-orang dalam rangka mencapai


satu tujuan tertentu dengan berbagai program yang telah direncanakan sebelum suatu
kegiatan dilaksanakan, pastilah memiliki keragaman pola dan sikap di antara
anggotanya. Sebelum bergabung dengan satu organisasi, seseorang memiliki pola dan
sikap yang membentuk budaya dalam kesehariannya. Ketika memasuki suatu
organisasi, budaya yang dianutnya masih melekat pada dirinya. Tetapi oleh pimpinan
dan masyarakat atau lingkungan organisasi akan mengarahkannya kepada budaya yang
dianut oleh organisasi tersebut. Tercipatalah budaya yang terpadu di dalam suatu
organisasi. Dengan demikian, kendati seseorang memiliki budaya tertentu sebelum
memasuki organisasi, mau tidak mau, setelah masuk ke dalamnya harus menyesuaikan
diri dengan budaya yang ada di dalam organisasi tersebut.

Apa sebenarnya budaya organisasi itu? Para pemerhati dan peminat budaya
organisasi agaknya masih ragu-ragu memberikan defenisi yang defenitif. Alasannya,
sangat sulit memberikan batasan yang seragam, karena masing-masing melihatnya dari
sudut yang mungkin saja berbeda. Karena begitu sulit mendefinisikan budaya
organisasi, banyak yang menyetujui bahwa budaya organisasi ada, akan tetapi hanya
sedikit yang setuju dengan 'apa yang dimaksud dengan budaya organisasi. Berbagai
sudut pandang-dari sudut antropologi, psikologi organisasi, serta teori manajemen -
telah menghasilkan begitu banyak definisi budaya organisasi.

Edgar H. Schein misalnya, mengemukakan bahwa budaya yang ada dalam


organisasi memiliki tiga elemen dasar, yaitu: artifak, nilai nilai yang didukung
(espoused values), 1serta asumsi yang mendasari (underlying assumtions). Artefak
merupakan hal-hal yang dilihat, didengar dan dirasa kalau seseorang berhubungan
dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya. Yang termasuk
dalam artifak antara lain: produk, jasa, bahkan tingkah laku anggota organisasi
tersebut. Artifakada di mana-mana, dan kita dapat belajar mengenai suatu budaya
dengan memperhatikan artifak tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai-nilai
yang didukung adalah alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung

1
Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership (San Franscisco: Jossey-Bass, 1992), h. 17.

3
cara organisasi tersebut dalam melakukan sesuatu. Selanjutnya, asumsi dasar
merupakan sebuah keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi.
Budaya menetapkan "cara yang tepat untuk melakukan sesuatu" di sebuah organisasi,
sering kali lewat asumsi yang tidak diucapkan.

Umar Nimran mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem makna


yang dimiliki bersama oleh suatu organisasi yang mem bedakannya dengan organisasi
lain. 2Artinya, bahwa budaya organisasi merupakan suatu pengalaman, sejarah,
keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi ciri perusahaan atau organisasi.

Dengan demikian, budaya organisasi merupakan pemahaman ter hadap norma,


nilai, sikap, dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh semua anggota organisasi.
Dapat juga dikemukakan bahwa budaya organisasi merupakan kerangka kerja yang
menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari, pedoman dalam membuat keputusan, serta
mengarahkan tindakan anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya
harus sejalan dengan tindakan-tindakan organisasi, seperti perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Apabila budaya tidak sejalan
dengan tugas-tugas tersebut maka organisasi akan menghadapi masa-masa yang sulit.
Oleh karena itu, budaya memiliki peran sentral dalam manajemen strategis. Hal ini
berarti merupakan indikasi bahwa organisasi yang efektif tidak akan bisa dilepaskan
dari masalah budaya organisasi.

Bagi organisasi, budaya organisasi merupakan tekanan normatif pada setiap


individu yang ada dalam organisasi untuk memiliki perilaku tertentu. Perilaku tersebut
antara lain perilaku untuk setia/loyal pada organisasi. Outcome-nya, loyalitas tersebut
selanjutnya akan menciptakan komitmen yang tinggi pada organisasi. 3Individu yang
memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi biasanya rela berkorban, memiliki
tekat yang kuat dan peduli pada kemajuan organisasi. Hal tersebut tercermin dari
tindakan individu untuk bekerja sebaik mungkin bagi organisasi.

B. PEMBENTUKAN BUDAYA ORGANISASI

Budaya Organisasi sebagai kebiasaan, tradisi, dan cara umum organisasi


melakukan sesuatu,tidaklah muncul begitu saja tanpa melalui proses pembentukannya.
Budaya organisasi tidak muncul begitu sajadari sesuatu yang hampa. Bagaimana

2
Umar Nimran, Kebijakan Perusahaan (Jakarta: Karunika UT, 1996), h. 11.

3
Budi W. Soetjipto, "Menuai Sukses dalam Kegiatan Usaha" dalam Majalah Usahawan No. 12, Th.
XXXI, Desember 2002, h. 47-50.

4
proses pembentukannya? Apa saja yang mempengaruhi proses pembentukannya?
Langkah-langkah atau tahapan dalam proses pembentukan budaya organisasi, yaitu:

Pertama, tahapan seleksi. Proses pembentukan budaya organisasi dimulai dari


proses selektivitas para karyawan yang berfikir dan merasakan cara sesuai dengan
keinginan para manajer puncak atau bahkan pendin organisasi tersebut. Tahapan ini
berarti proses mengidentifikasi dan mempekerjakan individu yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan melakukan pekerjaan dengan sukses di
dalam organisasi tersebut. Tahapan ini juga memberikan informasi kepada pelamar
mengenai organisasi tersebut. Pada tahap berikutnya ternyata seleksi ini
memungkinkan para pelamar memilih apakah mereka akan bergabung atau tidak,
tergantung cocok atau tidaknya nilai yang ada di dalam organisasi dengan nilai yang
dimiliki individu pelamar.

Kedua, tahapan sosialisasi dan indoktrinasi. Langkah selanjutnya melakukan


indoktrinasi dan sosialisasi cara berfikir dan cara berperasaan sesuai dengan keinginan
para manajer puncak atau bahkan pendiri organisasi tersebut. Sosialisasi dan
indoktrinasi biasanya dilakukan dengan melakukan training. Ada yang training 3
bulan, 6 bulan, 1 tahun, atau 2 tahun untuk kemudian dilakukan seleksi ulang, meski
secara alamiah. Tahapan sosialisasi dan indoktrinasi ini dilakukan dengan 3 tahapan,
yaitu prakedatangan, keterlibatan, dan metamorfosis. Tahap prakedatangan merupakan
periode pembelajaran pada proses sosialisaisi yang dilakukan sebelum karyawan baru
bergabung dalam organisasi. Tahap keterlibatan merupakan tahap dalam proses
sosialisasi dimana karyawan baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan
persimpangan yang mungkin dan kenyataan yang ada. Sedangkan tahap metamorfosis
adalah satu tahapan dalam proses sosialisasi dimana karyawan baru berubah dan
menyesuaikan diri dengan pekerjaan, kelompok kerja dan organisasi.

Satu hal yang harus dipahami bahwa budaya memang memerlukan waktu
untuk menumbuhkannya. Oleh karena itu membutuhkan proses yang panjang agar
budaya memang tumbuh dan berkembang dalam suatu organisasi. Budaya tidak
mungkin tumbuh dalam waktu sekejap saja. Bagaimanapun bila telah mengalami
pengulangan dalam waktu yang lama, dan diikuti secara bersama sama, maka itulah
proses yang dilalui suatu nilai agar menjadi budaya di dalam organisasi.

C. FUNGSI BUDAYA ORGANISASI

Stephen R. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior yang diterbitkan


di Upper Saddle River, New Jersey oleh penerbit Prentice Hall International tahun
2001 mengemukakan fungsi Budaya Organisasi, sebagai berikut:

5
1. Pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.
2. Membangun rasa identitas bagi anggota organisasi.
3. Mempermudah tumbuhnya komitmen.
4. Meningkatkan kemantapan sistem sosial, sebagai perekat sosial, menuju
integras organisasi.
5. Menetapkan batasan/Menegaskan posisi organisasi secara berkesinambungan.
6. Mencetuskan atau menunjukkan identitas diri para anggota organisasi,
Mewakili kepentingan orang banyak.
7. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingn
individual sesorang.
8. Meningkatkan stabilitas sosial.
9. Menyediakan mekanisme pengawasan yang dapat menuntun, mem bentuk
tingkah laku anggota organisasi dan sekaligus menunjukkan hal-hal apa saja
yang dilarang dan diperbolehkan untuk dilakukan dalam organisasi.

Di samping itu, ada juga yang menuliskan fungsi budaya organisasi sebagai
berikut:

1. Memberi sense of identity kepada anggota organisasi untuk memahami visi,


misi dan menjadi bagian integral dari organisasi.
2. Menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi.
3. Memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan
pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah
disepakati bersama.
4. Membangun dalam mendesain kembali sistem pengendalian manajemen
organisasi, yaitu sebagai alat untuk menciptakan komitmen agar para manajer
dan karyawan mau melaksanakan perencanaan strategis programing,
budgetting, controlling, monitoring, evaluasi dan lainnya.
5. Membantu manajemen dalam menyusun skema sistem kompensasi
manajemen untuk eksekutif dan karyawan.
6. Sebagai sumber daya kompetitif organisasi apabila dikelola secara baik.

Terlepas dari berbagai fungsi yang telah disebutkan di atas, budaya organisasi
merupakan penggerak bagi suatu organisasi. Ibarat motor, mesin menjadi daya dorong
untuk bergeraknya seluruh komponen yang ada di dalamnya. Tanpa mesin dengan
berbagai perangkatnya, maka motor akan bergerak dengan bantuan daya gerak secara
manual, di dorong atau digerakkan.

Demikian halnya dengan organisasi, tanpa budaya yang mempersatukan


organisasi, maka kegiatan organisasi tidak akan bergerak secara lebih teratur sesuai
dengan tujuan yang sesungguhnya. Bolehlah ia bergerak secara manual, tetapi tentu

6
saja tidak secara sempuma sebagaimana ketika memiliki budaya organisasi yang
menjadi daya dorongnya.

Ibarat kompas, ia akan mengarahkan haluan kepada tujuan yang diinginkan.


Memang, akhirnya tetap saja kembali kepada orang-orang yang menggerakkannya,
komponen yang ada di dalam organisasi tersebut.

D. DAMPAK BUDAYA DALAM ORGANISASI

Dalam laporan penelitian yang disampaikan oleh Falih Suaedi, Dosen Jurusan
Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Airlangga, dengan judul "Pengaruh
Struktur Organisasi, Budaya Organisasi, Kepe mimpinan, Aliansi Strategis Terhadap
Inovasi Organisasi dan Kinerja Organisasi Hotel Bintang Tiga di Jawa Timur"
disimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh langsung positif signifikan
terhadap inovasi organisasi. Berarti budaya organisasi hotel bintang tiga di Jawa Timur
'adaptif' sehingga mampu memberi kontribusi pada inovasi organisasi. Budaya yang
dimaksud adalah yang mempunyai tingkat toleransi terhadap tindakan berisiko,
mendukung system imbalan yang kompetitif, pola komunikasi yang ti dak hierarkial,
visi dan misi jelas, tingkat kontrol yang rendah. Dengan sistem pengertian dan nilai-
nilai dominant yang diterima secara bersama itulah, budaya organisasi berpengaruh
langsung positif signifikan terhadap inovasi organisasi.4

Di samping itu, Suaedi juga menyimpulkan bahwa budaya organisasi


berpengaruh langsung positif signifikan terhadap kinerja organisasi. Budaya organisasi
pada organisasi hotel bintang tiga di Jawa Timur, lebih mencerminkan dan memberi
ruang pada terjadinya perubahan dengan demikian lebih mudah beradaptasi terhadap
dinamika lingkungan, budaya yang mendorong terjadinya proses pembelajaran
sehingga mampu mendukung kinerja organisasi. Hal demikian didukung oleh studi
Kotter dan Heskett bahwa budaya yang tepat secara kontekstual dan strategis tidak
akan mempromosikan kinerja organisasi selama periode yang panjang kecuali kalau
budaya tersebut mengandung norma dan nilai yang dapat membantu perusahaan
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.

4
Laporan Penelitian disampaikan oleh Falih Suaedi, Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP
Universitas Airlangga, dengan judul "Pengaruh Struktur Organisasi, Budaya Organisasi,
Kepemimpinan, Aliansi Strategis Terhadap Inovasi Organisasi dan Kinerja Organisasi Hotel Bintang
Tiga di Jawa Timur" yang ditulis pada Majalah Usahawan No. 11 Tahun 1998.

7
Berdasarkan hal tersebut, maka Suaedi menyarankan agar mengubah,
mendorong dan mendayagunakan budaya organisasi yang lebih mempunyai nilai-nilai
adaptif terhadap perubahan merupakan kebutuhan bagi organisasi hotel bintang tiga di
Jawa Timur karena hanya dengan budaya organisasi yang adaptif terhadap perubahan,
budaya tersebut akan mendorong anggota organisasi untuk selalu belajar dengan nilai-
nilai baru, kreatif, partisipatif sehingga budaya organisasi akan mendukung perubahan
dan implementasi strategi dan meningkatkan kinerja organisasi. Misalnya lebih toleran
terhadap perbedaan pendapat, menyusun sistem yang kompetitif, mengurangi kontrol.
Perubahan strategi yang tidak sesuai dan karenanya tidak didukung oleh budaya
organisasi akan menimbulkan cultural shock dan pembangkangan.

Sejalan dengan penelitian di atas, maka budaya organisasi merupakan faktor


kritis dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan salah satu jenis aktiva tidak
berwujud yang dapat meningkatkan kinerja organisasi.

Menurut Gordon sebagaimana dikutip Ernawan, keberhasilan suatu organisasi


sangat tergantung pada keberhasilan organisasi dalam menciptakan budaya organisasi
yang khas sebagai bagian dari rencana strategis mereka. Rencana strategis yang efektif
merupakan jawaban terhadap lingkungan eksternal organisasi yang bersifat dinamis.
5
Oleh karena itu, menjadi rugas seorang pemimpin untuk menciptakan harmoni antara
misi dan strategi organisasi dengan budaya organisasi. Keselarasan tersebut skan
menghasilkan kesesuaian antara sikap dan perilaku karyawan, budaya organisasi, serta
misi dan strategi organisasi. 6Akibatnya, akan tercipta transformasi organisasi yang
akan meningkatkan kinerja individu dan organisasi.

Pada awalnya, riset untuk mendeteksi dampak budaya pada kinerja organisasi
dimotivasi oleh budaya yang mampu mendorong suksesnya perusahaan Jepang di
akhir tahun 1970-an, dan sebaliknya, penurunan kinerja organisasi bisnis di Amerika
Utara dan Eropa. Di dalam buku Rahasia Bisnis Orang Jepang (Langkah Raksasa Sang
Nippon Menguasai Dunia) yang ditulis oleh Ann Wan Seng 7disebutkan bahwa dalam
sistem penge lolaan organisasi bisa dibilang organisasi Jepang berbeda dengan sistem
pengelolaan organisasi yang dianut oleh bangsa maju lainnya seperti Amerika.
Perbedaan inilah yang membuat organisasi Jepang menjadi unik tapi banyak dicontoh
oleh negara-negara berkembang di dunia. Dalam organisasi Jepang pengelola berawal
dari posisi bawahan, oleh karena itu pengelola organisasi Jepang lebih akrab dan
5
Erni R. Ernawan, "Pengaruh Budaya Organisasi dan Orientasi Etika Terhadap Kinerja Perusahaan
Manufaktur", dalam Majalah Usahawan, No. 09, Th. XXXIII, September 2004, h.17
6
W. Warner Burke, Critical Elements of Organizational Culture Change (Chicago: Irwin, 1994), h. 289.
7
Ann Wan Seng, Rahasia Bisnis Orang Jepang (Langkah Raksasa Sang Nippon Menguasai Dunia)
(Jakarta: PT Mizan Publika, 2007), h. 70

8
memahami bawahannya. Sikap terus terang mengurangi konflik antara pihak penge
lola dan bawahan. Tim kerja merupakan pondasi dasar dalam organisasi Jepang untuk
membentuk interaksi antara anggota tim dan bawahan. Fakta-fakta menarik yang dapat
kita amati dari sistem pengelolaan organisasi Jepang antara lain bahwa mereka bangga
jika dikaitkan dengan organisasi besar dan berprestasi, tempat mereka bekerja.
Kemauan bangsa Jepang menjadi hamba organisasinya merupakan faktor kesuksesan
negara itu menjadi penguasa besar dalam bidang ekonomi dan industri. Sikap ini
ditunjukkan dengan cara mengorbankan pendapat pribadi, masa istirahat, gaji dan
sebagainya untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan organisasinya. Sikap
ini berbeda dengan bangsa barat yang memberikan ruang sebesar-besarnya kepada
anggota organisasi untuk berpendapat dan mengemukakan pandangan. Dalam sistem
pengelolaan Jepang ini individu tidak penting jika dibandingkan dengan perkumpulan
dan organisasi.

Orang Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembur tanpa mengharap


bayaran. Mereka merasa lebih dihargai jika diberikan tugas pekerjaan yang berat dan
menantang. Bagi mereka, jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat
keuntungan besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Dalam pikiran dan jiwa mereka, hanya ada keinginan untuk melakukan pekerjaan
sebaik mungkin dan mencurahkan seluruh komitmen pada pekerjaan. Ukuran nilai dan
status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang
dihabiskannya di tempat kerja. Keadaan ini tentu sangat berbeda dengan budaya kerja
orang Indonesia yang biasanya selalu ingin pulang lebih cepat. Di Jepang, orang yang
pulang kerja lebih cepat selalu diberi berbagai stigma negatif, dianggap sebagai
pekerja yang tidak penting, malas dan tidak produktif. Bahkan istri-istri orang Jepang
lebih bangga bila suami mereka "gila kerja" bukan "kerja gila". Sebab hal itu juga
menjadi pertanda suatu status sosial yang tinggi.

Sikap patriotisme bangsa Jepang juga menjadi salah satu faktor yang
membantu keberhasilan ekonomi negaranya. Bangsa Jepang bangga dengan produk
buatan negeri sendiri. Mereka juga menjadi pengguna utama produk lokal dan pada
saat yang sama juga mencoba mempromosikan produk made in Japan ke seluruh dunia
dari makanan, teknologi sampai tradisi dan budaya. Dimana saja mereka berada
bangsa Jepang selalu mempertahankan Identitas dan jati diri mereka.

Untuk melancarkan urusan pekerjaanya, orang Jepang memegang teguh prinsip


tepat waktu dengan tertib dan disiplin, khususnya dalam sektor perindustrian dan
perdagangan. Kedua elemen itu menjadi dasar kemakmuran ekonomi yang dicapai
Jepang sampai saat ini. Seperti pahlawan dalam cerita rakyat Jepang, si samurai buta
Zatoichi, Jepang baras memastikan segala-galanya, termasuk rakyatnya, senantias
bergerak cepat menghadapi perubahan disekelilingnya. Jika semuanys berhenti
bergerak, maka ekonomi Jepang akan runtuh seperti Zatoicial yang luka dan mati

9
karena gagal mempertahankan diri dari serangan musuh. Karena ia tidak bergerak dan
hanya dalam keadaan statis8

Dalam suatu survey yang dilakukan oleh Majalah Fortune, 9temysta General
Electric (GE) merupakan sebuah kelompok usaha yang paling dikagumi,
menguntungkan dan kompetitif di muka bumi. Kebesaran GE tidak bisa dilepaskan
dari sosok yang hampir menjadi sebuah legenda, John E Welch (Jack Welch). Di awal
tahun 2000, Jack Welch, yang pada waktu itu merupakan Chairman dan CEO GE,
memperkenalkan kumpulan nilai-nilai GE yang baru yaitu "Values 2000," yang intinya
adalah "komitmen pada pelanggan" (total customer commitment/focus), serta
menekankan pentingnya tiga komponen dalam "cara kerja GE" yaitu
"kegairahan,informalitas, dan merayakan keberhasilan.". Di samping itu, ternyata para
pemimpin GE:

1) Senantiasa teguh memegang integritas.


2) Dengan penuh gairah memacu sukses pelanggan.
3) 3. Menghayati dan menjalankan pedoman 6 Sigma Quality...jadikan pelanggan
sebagai orang pertama yang menikmati hasilnya... dan juga untuk memacu
pertumbuhan
4) Mengejar keunggulan dan tidak mentolerir birokrasi
5) Bekerja tanpa batas (boundaryless)... selalu mencari dan menerapkan gagasan
terbaik dari manapun sumbernya
6) Menghargai modal intelektual dari seluruh dunia dan orang-orang yang ada di
belakangnya... membangun tim yang majemuk untuk memaksimalkan kinerja
7) Melihat perubahan sebagai peluang untuk tumbuh... misalnya 'e-business'
8) Menetapkan visi yang jelas, sederhana, dan berfokus pada pelanggan....dan
terus menerus memperbaharui pelaksanaannya
9) Menciptakan lingkungan yang mendorong rentangan jangkauan/ sasaran atau
'stretch' (tidak ada yang tidak mungkin), penuh semangat, suasana informal,
dan rasa saling percaya... menghargai usaha untuk menjadi lebih baik... dan
merayakan keberhasilan
10) Menunjukkan... senantiasa dengan semangat 'demi pelanggan...

Memang harus dipahami bahwa budaya organisasi dalam konteks manajemen


bukan merupakan sesuatu yang terjadi begitu saja. Budaya organisasi berkaitan erat
dengan strategi organisasi. Strategi tersebut dirumuskan oleh para pimpinan puncak
dengan mengaitkan kedudukan organisasi dengan lingkungannya. Dengan membentuk
budaya yang sesuai di antara orang-orang dalam organisasi, organisasi akan lebih

8
Ibid, h. 292
9
http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi18/nilai GE.htm

10
mudah bersaing dan meraih keberhasilan. Jika lingkungan sangat kompleks, maka
organisasi bisa membangun kultur adaptasi sehingga fleksibel dan responsif terhadap
perubahan lingkungan. Sebaliknya, kalau lingkungan bersifat statis dan rutin, maka
perlu dibangun budaya kepatuhan yang cenderung birokratis. 10

Kaitannya dengan hal di atas, alternatif penerapan budaya organisasi terfokus pada
empat tipe budaya organisasi :"11

1. Budaya kekuasaan (power culture).

Budaya ini lebih mempokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan


kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga
dibutuhkan dengan syarat mengikuti esepsi dan keinginan anggota suatu organisasi.
Seorang dosen, seorang guru dan seorang karyawan butuh adanya peraturan dan
pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan
kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk
memajukan institusi organisasi. Kelaziman diinstitusi pendidikan yang masih
menganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam
pengendalian sebuah kebijakan institusi akademis, terkadang melupakan nilai
profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya
sebuah perguruan tinggi.

2. Budaya peran (role culture).

Badaya ini ada kaitannya dengan prosedur brokrats, sepeni peraturan organisasi
dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas karena diyakini babwa hal ini akan
menstabilkan sistem Keyakinan dan asumsi dasar entang kejelasan
status/posisi/peranan yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya
positif yang jelas akan membantu menstabilkan gustu organisasi. Bagi seorang
dosen tetap jauh lebih cepat menerima seluruh kebijakan akademis daripada dosen
terbang yang hanya sewaktu waktu hadir sesuai dengan jadwal perkuliahan.
Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam
organisasi. Bentuk budaya ini kalau diterapkan dalam budaya akademis dapat
dilihat dari sejauhmana peran dosen dalam merancang, merencanakan dan
memberikan masukan (input) terhadap pembentukan suatu nilai budaya kerja tanpa
adanya birokrasi dari pihak pimpinan. Jelas masukan dari bawah lebih independen
dan dapat diterima karena sudah menyangkut masalah personal dan bisa didukung
oleh berbagai pihak melalui adanya perjanjian psikologis antara pimpinan dengan
10
Rhenald Kasali, Change (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h.25.
11
Eugene McKenna & Nic Beec, Manajemen Sumber Daya Manusia, (terj.) Toto Budi Santoso
(Yogjakarta: Penerbit Andi, 2002), h. 65

11
dosen yang di bawahnya. Budaya peran yang diberdayakan secara jelas juga akan
membentuk terciptanya profesionalisme kerja seorang dosen dan rasa memiliki
yang kurat terhadap peran sosialnya di kampus serta aktivitasnya di luar kegiatan
akademis dan kegiatan penelitian.

3. Budaya pendukung (support culture).

Budaya di mana di dalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung


seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama
dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam menginternalisasikan suatu
budaya perlu adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan
keyakinan anggota di bawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak
pimpinan ketika organisasi/institusi tersebut didirikan oleh pendirinya yang
dituangkan dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jelas di dalamnya ada
keselarasan antara struktur, strategi dan budaya itu sendiri. Dan suatu waktu bisa
terjadi adanya perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus menerus
(long life education).

4. Budaya prestasi (achievement culture).

Budaya yang didasarkan pada dorongan individu dalam organisasi terhadap


suasana yang mendorong eksepsi diri dan usaha keras untuk adanya independensi
dan tekananya ada pada keberhasilan dan prestasi kerja. Budaya ini sudah berlaku
dikalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan
pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan
terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam
melaksanakan tugasnya.

Begitu besar peranan budaya dalam organisasi, sehingga budaya sebenarnya


menjadi asset atau aktiva yang tak bergerak tetapi ia malah menjadi penggerak
berjalannya roda organisasi. Dengan demikian, kinerja organisasi akan semakin
meningkat seiring dengan terinternalisasinya budaya organisasi pada anggota
organisasi tersebut. Karyawan yang memahami budaya organisasi akan menjadikan
nilai-nilai tersebut sebagai sebuah kepribadian.

Filosofi mendasar dari peran krusial budaya pada kinerja organisasi adanya dampak
langsung dan terukur dari perilaku karyawan terhadap efektivitas organisasi. Dalam
organisasi dengan budaya kuat, budaya adalah kerangka kerja yang menjadi landasan
tingkah laku sehari-hari dan mengarahkan tindakan karyawan untuk mencapai tujuan
organisasi.

E. POSISI BUDAYA DALAM ISLAM

12
Ada satu tulisan yang cukup menarik yang ditulis oleh Anjar Nugroho
berjudul: "Gagasan Pribumisasi Islam: Meretas Ketegangan Islam Dengan
Kebudayaan Lokal". Di dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa agama dan
kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol.
Hal tersebut tidak dapat dipungkiri, sebab dalam kenyataan sejarah agama dan budaya
selalu bergandengan dan tidak bisa dipisahkan. Banyak ritual-ritual keagamaan yang
dikombinasikan dengan budaya. Bahkan tidak jarang terjadi budaya yang dibungkus
dengan ritual keagamaan tersebut menjadi sangat dominan.

Disebutkan Anjar Nugroho, agama adalah simbol yang melambangkan nilai


ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya
manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain
agama memerlukan kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama
adalah sesuatu yang final, universal, abadi (perennial) dan tidak mengenal perubahan
(absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan temporer. Agama
tanpa kebudayaan memang dapat berkembang sebagai agama pribadi, tetapi tanpa
kebudayaan agama sebagai kolektivitas tidak akan mendapat tempat.

Berangkat dari kenyataan tersebut, ditambah pula dengan perjalanan sejarah


yang mempraktiskannya, maka jelas terlihat interaksi antara agama dan kebudayaan itu
dapat terjadi dengan, pertama agama mempe ngaruhi kebudayaan dalam
pembentukannya, nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah kebudayaan.
Contohnya adalah bagaimana shalat mempengaruhi bangunan. Kedua, agama dapat
mempengaruhi simbol agama. Dalam hal ini kebudayaan Indonesia mempengaruhi
Islam dengan pesantren dan kiai yang berasal dari padepokan dan hajar. Dan ketiga,
kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama.

Jika demikian halnya, maka pertanyaan yang muncul adalah: Dalam Islam,
dimanakah letak posisi kebudayaan itu? Jawaban terhadap per tanyaan ini pada
prinsipnya telah banyak dipaparkan dalam literarur literatur keagamaan. Para
ilmuawan muslim juga telah banyak mendis kusikannya. Nur A. Fadhil Lubis dan
Nawir Yuslem dalam berbagai kesempatan menyebutkan:

"Islam itu dapat dilihat dalam 3 dimensi, yaitu: 1) Islam dalam tataran sumber
(source), yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. 2) Islam dalam tataran pemikiran (thought),
yaitu Ilmu Tauhid/Kalam, Fiqh, limu Tasawuf, dan sebagainya. Dan 3) Islam dalam
tataran praktek (practice), itulah yang melahirkan kebudayaan, seperti Islam Salafy,
Islam Indonesia, Islain Kejawen, Islam Sunni-Syi'ah, Ahmadiyah, dan sebagainya".

Dengan demikian, kebudayaan merupakan sisi kreativitas manusia yang


praktis, yang dalam Islam dapat dikelompokkan ke dalam pengamalan agama oleh
penganut Islam itu sendiri. Pengamalan-pengamalan tersebut merupakan hasil dari

13
interpretasi terhadap sumber-sumber ajaran Islam, Al-Qur'an dan Hadis. Pengamalan
yang dilakukan secara berkelanjutan, turun-temurun melahirkan budaya dan bahkan
peradaban. Budaya yang muncul dari pengamalan agama ini bisa berbeda menurut
masyarakatnya masing-masing. Misalnya ornamen mesjid-mesjid di Indonesia dengan
negara lain terdapat perbedaan. Atau pekuburan di Indonesia dengan pekuburan di
negara lain, dan sebagainya. Ornamen-ornamen mesjid mesjid itu, atau praktis budaya
budaya tertentu sering mengalami perubahan, bahkan perubahannya sangat rentan
dengan tren perkembangan masyarakat umum. Tepat sekali dikatakan bahwa dalam
Islam yang tidak berubah itu diyakini hingga kini hanyalah sumber ajaran Islam itu
sendiri yaitu Al-Qur'an dan Hadis, sementara penafsiran terhadap keduanya, dan
bahkan praktek-praktek yang melahirkan kebudayaan terus mengalami perubahan.

Agaknya tepat sekali Anjar Nugroho menyebutkan bahwa baik agama maupun
kebudayaan, sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam mensikapi
kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaannya. Oleh karena itu,
biasanya terjadi dialektika antara agama dan kebudayaan tersebut. Agama memberikan
warna (spirit) pada kebudayaan, sedangkan kebudayaan memberi kekayaan terhadap
agama. Namum terkadang dialektika antara agama dan seni tradisi atau budaya lokal
ini berubah menjadi ketegangan. Karena seni tradisi, budaya lokal, atau adat istiadat
sering dianggap tidak sejalan dengan agama sebagai ajaran Tuhan yang bersifat
absolut. Pada sisi ini tidak jarang terjadi saling menyalahkan. Bahkan muncul tuduhan-
tuduhan bid'ah, khurafat dan takhayul. Terlepas dari persepsi atau tuduhan terjadinya
penyimpangan atau pemahaman yang berbeda terhadap dialektika agama dan budaya
di tengah-tengah masyarakat, ternyata sejarah mencatatnya sebagai suatu kenyataan
yang tak dapat dipungkiri. Bahkan hal tersebut menjadi kekayaan dan khazanah
tersendiri dalam kajian-kajian keislaman.

BAB III

PENUTUP

14
A. KESIMPULAN

Edgar H. Schein misalnya, mengemukakan bahwa budaya yang ada dalam organisasi
memiliki tiga elemen dasar, yaitu: artifak, nilai nilai yang didukung (espoused values),
serta asumsi yang mendasari (underlying assumtions). Artefak merupakan hal-hal yang
dilihat, didengar dan dirasa kalau seseorang berhubungan dengan sebuah kelompok
baru dengan budaya yang tidak dikenalnya.

Budaya Organisasi sebagai kebiasaan, tradisi, dan cara umum organisasi melakukan
sesuatu,tidaklah muncul begitu saja tanpa melalui proses pembentukannya. Budaya
organisasi tidak muncul begitu sajadari sesuatu yang hampa. Bagaimana proses
pembentukannya Pertama, tahapan seleksi Kedua, tahapan sosialisasi dan indoktrinasi.
Pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

Stephen R. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior yang diterbitkan di


Upper Saddle River, New Jersey oleh penerbit Prentice Hall International tahun 2001
mengemukakan fungsi Budaya Organisasi, sebagai berikut

1) Membangun rasa identitas bagi anggota organisasi.


Mempermudah tumbuhnya komitmen.
2) Meningkatkan kemantapan sistem sosial, sebagai perekat sosial, menuju
integras organisasi.
3) Menetapkan batasan/Menegaskan posisi organisasi secara berkesinambungan.
4) Mencetuskan atau menunjukkan identitas diri para anggota organisasi,
Mewakili kepentingan orang banyak.
5) Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingn
individual sesorang.
6) Meningkatkan stabilitas sosial.
7) Menyediakan mekanisme pengawasan yang dapat menuntun, mem bentuk
tingkah laku anggota organisasi dan sekaligus menunjukkan hal-hal apa saja
yang dilarang dan diperbolehkan untuk dilakukan dalam organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

15
Ann Wan Seng, Rahasia Bisnis Orang Jepang (Langkah Raksasa Sang Nippon
Menguasai Dunia) (Jakarta: PT Mizan Publika, 2007), h. 70

Budi W. Soetjipto, "Menuai Sukses dalam Kegiatan Usaha" dalam Majalah Usahawan
No. 12, Th. XXXI, Desember 2002, h. 47-50.

Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership (San Franscisco: Jossey-


Bass, 1992), h. 17.

Erni R. Ernawan, "Pengaruh Budaya Organisasi dan Orientasi Etika Terhadap


Kinerja Perusahaan Manufaktur", dalam Majalah Usahawan, No. 09, Th. XXXIII,
September 2004, h.17

Eugene McKenna & Nic Beec, Manajemen Sumber Daya Manusia, (terj.) Toto Budi
Santoso (Yogjakarta: Penerbit Andi, 2002), h. 65

Falih Suaedi, l "Pengaruh Struktur Organisasi, Budaya Organisasi, Kepemimpinan,


Aliansi Strategis Terhadap Inovasi Organisasi dan Kinerja Organisasi Hotel Bintang
Tiga di Jawa Timur" Majalah Usahawan No. 11 Tahun 1998.

Nimran,Umar. Kebijakan Perusahaan (Jakarta: Karunika UT, 1996), h. 11.

http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi18/nilai GE.htm

Rhenald Kasali, Change (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h.25.

W. Warner Burke, Critical Elements of Organizational Culture Change (Chicago:


Irwin, 1994), h. 289.

16

Anda mungkin juga menyukai