Anda di halaman 1dari 16

BUDAYA ORGANISASI

“NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI”


Dosen Pengampu: Dra. IA. Mashyuni, M.Si

Disusun oleh:

Kelompok 2

Nama : - I Gede Adi Partawan (2002013852)


- Putu Erika Ardiana Sintya (20020141210)
Kelas : VI.A.Manajemen Eksekutif

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN PARIWISATA
UNIVERSITAS HINDU INDONESIA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

“ Om Swastiastu ”

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmad sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI”
dalam betuk maupun isiannya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat di pergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini bisa menbantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

“ OM Santih Santih Santih Om “

Denpasar, 11 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2

1.3 Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

2.1 Elemen – Elemen Budaya Organisasi..........................................................................3

2.2 Proses Pembentukan Nilai - Nilai Budaya Organisasi...............................................5

2.3 Menciptakan Budaya Organisasi Yang Kuat..............................................................7

BAB III PENUTUP......................................................................................................................10

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................10

3.2 Saran............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia
untuk waktu yang panjang. Budaya dalam arti anthropologi dan sejarah adalah inti dari
kelompok dan masyarakat yang berbeda mengenai cara pandang anggotanya yang saling
berinteraksi dengan orang luar serta bagaimana mereka menyelesaikan apa yang dilakukannya
(Rivai, 2003).

Menurut definisi, budaya itu sukar dipahami, tidak berwujud, implicit dan dianggap sudah
semestinya atau baku. Budaya sebagai suatu pola asumsi dasar yang dimiliki bersama yang
didapat oleh kelompok ketika memecahkan masalah penyesuaian eksternal dan integrasi internal
yang telah berhasil dengan cukup baik untuk dianggap sah dan oleh karena itu diharapkan untuk
diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk menerima, berpikir dan merasa
berhubungan dengan masalah tersebut (Rivai, 2003).

Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang


berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya
organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu bila budaya
organisasi mendukung strategi organisasi. Robbins (2002) mendefinisikan budaya organisasi
sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lain. Schein (1985) mendefinisikan budaya organisasi
sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi
mereka belajar untuk menyelesaikan problemproblem, menyesuaikan diri dengan lingkungan
eksternal, dan berintegrasi dengan lingkungan internal. Sedangkan Brown (1998) seperti yang
dikutip oleh Kenneth et al., (2007) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola kepercayaan,
nilai-nilai, dan cara yang dipelajari menghadapi pengalaman yang telah dikembangkan sepanjang
sejarah organisasi yang memanifestasi dalam pengaturan material dan perilaku organisasi.

Berdasarkan beberapa definisi budaya organisasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi merupakan norma-norma, nilai, asumsi, kepercayaan, kebiasaan yang dibuat

1
dalam suatu organisasi dan disetujui oleh semua anggota organisasi sebagai pedoman atau acuan
dalam organisasi dalam melakukan aktivitasnya baik yang diperuntukkan bagi karyawan maupun
untuk kepentingan orang lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah elemen - elemen budaya organisasi?


2. Bagaimanakah proses pembentukan nilai - nilai budaya organisasi?
3. Bagaimanakah menciptakan budaya organisasi yang kuat?

1.3 Tujuan
1. Mempelajari secara mendasar mengenai elemen budaya organisasi
2. Sebagai maksud meningkatkan kekuatan nilai suatu organisasi dan serta meningkatkan
kualitas suatu organisasi melalui nilai-nilai dan norma-norma dalam budaya organisasi.
3. Mempelajari budaya yang menganut berdasarkan nilai inti suatu organisasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Elemen – Elemen Budaya Organisasi

Definisi budaya organisasi seperti yang dikemukakan oleh Schin adalah budaya
organisasi tidak hanya terdiri dari asumsi dasar tetapi juga elemen-elemen lain yang lebih kasat
mata yang mudah diamati oleh orang-orang diluar organisasi. Setiap elemen juga memiliki
karakteristik tersendiri meski keberadaan elemen-elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Elemen-elemen inilah yang bersama-sama membentuk budaya.

Pemahaman terhadap elemen-elemen budaya tersebut menjadi sangat penting karena


seperti yang dikatakan Reichers dan Schneider tujuan mempelajari budaya organisasi berbeda
dengan tujuan mempelajari budaya dalam perspekif antropologi. Tujuan memahami budaya
organisasi adalah agar para manajer, praktisi bisnis ataupun siapapun yang terlibat didalam
organisi bisa memanajemeni budaya dengan baik, merencanakan, mengendalikan dan bahkan
jika dianggap perlu merubah budaya tersebut dengan harapan organisasi bisa mencapai tujuan
lebih baik.

Elemen Organisasi Secara Umum

Budaya organisasi terdiri dari beberapa elemen yang berbeda. Elemen budaya organisasi
terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat
behavioral.

 Elemen yang Idealistik

F. Landa Jocano menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari dua elemen utama
yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen yang bersifat behavioral. Dikatakan idealistik
karena elemen ini menjadi ideologi organisasi yang tidak mudah berubah walau disisi lain
organisasi secara natural harus selalu berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya. Elemen ini
juga bersifat terselubung (elusive), tidak tampak kepermukaan (hidden) dan hanya orang-orang

3
tertentu saja(biasanya elit organisasi) yang tahu apa sesungguhnya apa ideologi mereka dan
mengapa organisasi tersebut didirikan. Namun seiring perkembangan organisasi, semakin
berkembang organisasi akan semakin menampakkan ideologinya dan ideology tersebut akan
tercermin dalam visi misi organisasi.

 Stanley Davis :“guiding belief” – keyakinan yang menjadi penuntun kehidupan sehari-
hari sebuah organisasi

 Hofstede: “organizational values”

 Schein dan Rousseau: elemen idealistik tidak hanya organizational values tetapi juga
basic assumption yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran

 Bath Consulting Group (Peter Hawkins) didasarkan konsep budaya organisasi yang
dibangun Schein bahwa komponen budaya organisasi yang ideal terdiri dari mindset
(cara pandang), emotional ground (alam bawah sadar) dan motivational roots (akar yang
menghubungkan tujuan dan motivasi masing-masing individu didalam organisasi dengan
organisasi secara keseluruhan)

 Elemen Behavioral

Elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata, muncul kepermukaan
dalam bentuk perilaku sehari-hari pada anggotanya dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan
arsitektur organisasi. Elemen ini mudah diamati, dipahami dan di interpretasikan meski
interpretasinya kadang-kadang tidak sama dengan interpretasi orang-orang yang terlibat
langsung organisasi.

 Davis: “daily belief” – praktik sehari-hari sebuah organisasi.

 Hofstede: kebiasaan tersebut muncul dalam bentuk praktik-praktik manajemen.

 Collin dan Porras: orientasi organisasi kedepan.

 Schein dan Rousseau: kebiasaan sehari-hari muncul dalam bentuk artefak (arsitektur,
logo, jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian, cara bertindak) termasuk perilaku para
organisasi

4
Keterkaitan antara Elemen Idealistik dan Behavioral

Secara umum bisa dikatakan bahwa kedua elemen budaya organisasi tersebut,
bukan elemen yang terpisah satu sama lain. Seperti yang telah dikemukakan Jacano
keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan sebab keterkaitan kedua
elemen itulah yang membentuk budaya. Hanya saja elemen kedua (yang bersifat
behavioral) lebih rentan terhadap perubahan dibandingkan dengan elemen pertama,
penyebabnya tidak lain karena elemen kedua bersinggungan langsung dengan lingkungan
eksternal organisasi sehingga ketika budaya sebuah organisasi terpaksa harus berubah,
misalnya karena desakan lingkungan, maka yang biasanya yang pertama kali berubah
adalah elemen kedua, sedangkan elemen pertama jarang mengalami perubahan,
disamping karena menjadi falsafah hidup organisasi juga karena letaknya yang
terselubung.

Asumsi Dasar

Budaya sebuah organisasi dalam banyak hal sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang
berlaku di organisasi tersebut. To solve the unsolvable problems innovatively-menyelesaikan
pesoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan perusahaan lain dengan cara penyelesaian yang
inovatif.

Asumsi dasar terbentuk melalui sebuah proses. Bahkan proses tersebut merupakan proses
panjang yang terus menerus mengalami perubahan karena benturan kepentingan seringkali tidak
bisa dihindarkan. Demikian juga pada awal organisasi sekedar mencoba menemukan cara untuk
membangun organisasi jika upaya awal hanya sekedar bersifat coba-coba tersebut berasil
digunakan untuk menyelesaiakan berbagai masalan dan pengembangan organisasi maka cara
baru ini secara gradual akan menjadi pedoman untuk menyelesaikan masalah organisasi
berikutnya dan untuk mengembangkan organisasi lebih lanjut.

2.2 Proses Pembentukan Nilai - Nilai Budaya Organisasi

Budaya dalam sebuah organisasi tidaklah muncul begitu saja, akan tetapi ada proses yang
harus dilalui budaya itu hingga akhirnya menjadi budaya organisasi. Riani (2011) dalam Bukhori

5
(2014) menjelaskan bahwa untuk membentuk budaya organisasi, prosesnya dimulai dari tahap
pembentukan ide dan diikuti oleh lahirnya organisasi. Schein (1985) dalam Bukhori (2014)
menyatakan bahwa pembentukan budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri
organisasi. Selain itu, Robbins (2013) menjelaskan bahwa para pendiri organisasi biasanya
mempunyai dampak besar pada budaya awal organisasi tersebut.

Robbins (2003) memaparkan proses pembentukan budaya organisasi dilakukan melalui


tiga cara, yaitu Pertama, pendiri hanya merekrut dan menjaga pekerja yang berfikir dan merasa
dengan cara yang sama untuk melakukannya. Kedua, mendoktrinasi dan mensosialisasi pekerja
dalam cara berfikir dan merasakan sesuatu. Ketiga, Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai
model peran yang mendorong pekerja mengidentifikasi dengan mereka dan kemudian
menginternalisasi keyakinan, nilai dan asumsi. Ketika organisasi berhasil, visi pendiri menjadi
terlihat sebagai determinan utama keberhasilan. Dapat dipahami bahwa pendiri sekaligus
bertindak sebagai pemimpin pada tahap awal organisasi menginginkan bawahannya dapat
menjalankan apa yang menjadi tujuannya dengan berdasar pada filosofi dan pola pikir yang
dipandangnya benar berdasarkan pengalamannya.

Proses pembentukan budaya organisasi menurut Robbins (2003) digambarkan sebagai


berikut:

Sumber : Asri Laksmi Riani, 2011 dalam Bukhori, 2014

Schein (1985) dalam Bukhori (2014) menyatakan proses terbentuknya budaya organisasi
tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri organisasi. Proses pembentukan budaya organisasi
sendiri mengikuti beberapa alur, pertama para pendiri dan pemimpin lainnya membawa serta
satu set asumsi dasar, nilai, perspektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkan kepada
karyawan. Lalu budaya muncul ketika para anggota organisasi berinteraksi satu sama lain untuk
6
memecahkan masalah-masalah pokok organisasi, yakni masalah integrasi internal dan adaptasi
eksternal. Setelah itu secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh jadi seorang
pencipta budaya baru dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan individual seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan pemenuhan kebutuhan serta
bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi
penerus.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para pendiri memegang peranan yang
penting dalam membentuk budaya organisasi awal. Dalam perjalanannya setiap anggota
organisasi dapat memberikan kontribusi dalam menuangkan ide untuk membentuk organisasi,
menyediakan segala sumber sarana dan prasarana yang dibutuhkan, juga bertindak sebagai
peletak dasar ideologi organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan budaya organisasi
seiring dari konflik-konflik yang terjadi dalam organisasi, sehingga budaya organisasi
mengalami pergeseran atau perubahan-perubahan baru dari budaya organisasi awal menuju
budaya organisasi yang diharapkan oleh organisasi.

2.3 Menciptakan Budaya Organisasi Yang Kuat

Budaya organisasi merupakan hal penting bagi suatu perusahaan untuk membentuk insan
yang berada di dalamnya memiliki nilai dan tujuan yang seirama dalam membangun
perusahaan. Budaya organisasi jugalah yang menjadi aset mahal yang tidak dapat dibeli hanya
dengan uang semata. Suatu budaya organisasi yang telah terbentuk dan internalisasi dengan kuat
akan tercermin pada sikap dan perilaku karyawan yang bekerja di sana. Untuk itu, sebuah
organisasi harus memiliki budaya yang kokoh agar menjadi benefit tersendiri bagi perusahaan.
Berikut langkah yang bisa dilakukan dalam membangun budaya organisasi yang kuat yaitu:

1. Tetapkan Visi dan Misi Secara Bersama

Budaya organisasi yang kuat tidak terlahir dengan sendirinya, tetapi karena secara
disengaja (by design) telah dikembangkan oleh para pemimpin organisasi tersebut. Dan
semuanya berawal dari menyusun visi dan misi yang ingin dicapai organisasi atau
perusahaan tersebut. Apa bedanya visi dan misi? Visi merupakan tujuan besar atau goal

7
jangka panjang yang ingin dicapai oleh organisasi Anda. Idealnya adalah para pemimpin
dan para pemangku kepentingan duduk bersama dan menetapkan secara bersama kemana
arah dan tujuan yang dicapai. Selanjutnya Anda perlu menurunkannya dalam sebuah misi
yaitu sejumlah langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai visi yang telah
ditetapkan bersama tersebut.

2. Kembangkan Standard Perilaku Sebagai Nilai-Nilai

Ketika telah menetapkan visi dan misi perusahaan, langkah selanjutnya adalah harus
mengembangkan standard sikap atau prilaku yang menggambarkan bagaimana visi dan
misi tersebut diterapkan. Misalkan misi yang akan dilakukan oleh perusahaan adalah
menjadi penyedia layanan perbankan yang berkelas dunia, dan selanjutnya perlu tetapkan
bagaimana caranya hal tersebut bisa tercapai.

Nyatanya tidak semua karyawan tahu cara bersikap dan bertindak untuk sesuai dengan
misi tersebut. Maka cara terbaik untuk mendapatkan sikap yang diinginkan adalah
dengan membuat standard sikap dan perilaku secara tertulis yang dapat diukur. Sebagai
contoh: wajib menyapa pelanggan dengan senyuman ramah, mengkonfirmasi setiap kali
akan melakukan transaksi sesuai permintaan pelanggan dan melakukan tindak lanjut
kepada pelanggan sesuai kebutuhannya dengan cepat tanggap.

3. Komunikasikan Secara Efektif

Ketika telah membuat dan mengembangkan standard sikap dan perilaku yang jelas dan
terukur, maka berikutnya menjadi sangat penting bagi kita untuk mengkomunikasikan
dan mensosialisasikan kepada semua karyawan secara efektif. Pada langkah ini perlu
mengkomunikasikan dengan media yang tepat ke semua jajaran karyawan. Sebaiknya
dimulai dari jajaran dari level pemimpin, karyawan level menengah hingga jajaran
karyawan tingkat pelaksana. Dan perlu mengkomunikasikan secara efektif disini, tidak
hanya bicara menginformasikan agar semua karyawan mengetahuinya. Tapi lebih dari itu
standard sikap dan perilaku yang merupakan cikal bakal budaya organisasi ini perlu
untuk dihidupi oleh semua orang. Dan terutama sekali perlu diawali dari para pemimpin
yang menghidupinya. Para pemimpin perlu hadir sebagai contoh atau role-model yang
benar-benar menjalankan standard perilaku tersebut di keseharian mereka.

8
4. Implementasikan Melalui Pelatihan & Pengembangan

Setelah standard perilaku tersosialisasikan dan para pemimpin hadir sebagai role-model,
maka untuk membuat seluruh karyawan benar-benar menghidupinya maka diperlukan
sarana untuk memfasilitasi dan memastikan perilaku-perilaku tersebut dilakukan.
Misalkan untuk dapat semua penyedia layanan dapat memberikan pelayanan perbankan
kelas dunia, maka perlu memberikan pelatihan-pelatihan untuk para penyedia layanan
dengan harapan dapat memiliki ketrampilan sesuai target perilaku yang dipersyaratkan.
Pelatihan ini juga yang membekali para karyawan untuk memiliki level pengetahuan
yang sama, ketrampilan yang terus dilatih dan motivasi diri untuk melakukan standard
sikap dan perilaku layanan berkelas dunia tersebut. Pelatihan juga dapat menjadi
kesempatan yang tepat untuk para pemimpin mensharingkan pengalaman-pengalaman
mereka untuk memotivasi para karyawan menghidupi nilai-nilai yang ada dan mencapai
sukses bersama.

5. Dukunglah Dengan Apresiasi dan Konsekuensi


Setelah program-program pelatihan dijalankan, tetapi ada kalanya beberapa karyawan
yang tidak menaatinya atau belum dapat melakukannya dengan maksimal. Hal ini bisa
diatasi dengan memberikan dukungan bagi mereka, yang dapat diberikan melalui dua
pendekatan. Yang pertama adalah dengan pendekatan pemberian penghargaan bagi
karyawan yang menerapkan sikap dan perilaku yang sudah ditentukan dengan baik.
Sementara yang kedua adalah dengan memberikan konsekuensi bagi karyawan yang
tidak berkerja dan bersikap sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

6. Evaluasi ke Dalam Penilaian Kinerja Secara Berkala


Langkah terakhir namun tidak kalah penting yang harus lakukan adalah dengan
memasukan penilaian sikap dan perilaku yang diharapkan ke dalam penilaian kinerja
keryawan. Cara ini membantu untuk mengukur kesesuaian antara kinerja dengan sikap
atau perilaku yang selama ini karyawan ditunjukan. Dengan mengevaluasinya dan

9
melakukannya secara berkala maka karyawan akan terdorong untuk memperhatikan
perilaku dan sikap kerjanya. Hendaknya juga melakukan penilaian dan evaluasi ini
dengan cara yang memotivasi, misalnya dengan pendekatan dua arah atau diskusi yang
terbuka.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Elemen-elemen budaya organisasi tersebut menjadi sangat penting karena tujuan


mempelajari budaya organisasi berbeda dengan tujuan mempelajari budaya dalam perspekif
antropologi. Elemen budaya organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen yang bersifat
idealistik dan elemen yang bersifat behavioral. Secara umum bisa dikatakan bahwa kedua
elemen budaya organisasi tersebut, bukan elemen yang terpisah satu sama lain, melainkan
keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan sebab keterkaitan kedua elemen
itulah yang membentuk budaya.

Proses terbentuknya budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri
organisasi. untuk membentuk budaya organisasi, prosesnya dimulai dari tahap pembentukan ide
dan diikuti oleh lahirnya organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para pendiri
memegang peranan yang penting dalam membentuk budaya organisasi awal.

Suatu budaya organisasi yang telah terbentuk dan internalisasi dengan kuat akan
tercermin pada sikap dan perilaku karyawan yang bekerja di sana. Dengan mengembangkan
standar perilaku sebagai nilai-nilai ketika telah menetapkan visi dan misi perusahaan. Maka cara
terbaik untuk mendapatkan sikap yang diinginkan adalah dengan membuat standard sikap dan
perilaku secara tertulis yang dapat diukur.

3.2 Saran

10
11
DAFTAR PUSTAKA

LANDASAN TEORI 2.1. Budaya Organisasi 1. Definisi Budaya Organisasi.


http://e-journal.uajy.ac.id/652/3/2EM16484.pdf

SNgr, B. ELEMEN BUDAYA ORGANISASI


https://www.academia.edu/35454499/ELEMEN_BUDAYA_ORGANISASI#:~:text=Ele
men%20budaya%20organisasi%20terdiri%20dari,dan%20elemen%20yang%20bersifat%
20behavioral. (accessed 2023 -03 -11).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Budaya Organisasi Sebagai
Kebutuhan. http://e-journal.uajy.ac.id/15581/3/MM025272.pdf

Membangun Budaya Organisasi Yang Kuat Next Leader Consulting


https://nextleader.id/membangun-budaya-organisasi-yang-kuat/ (accessed 2023 -03 -11).

12
13

Anda mungkin juga menyukai