Anda di halaman 1dari 17

BUSINESS ETHICS AND ORGANIZATION CULTURE

“BUDAYA ORGANISASI”

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Febriani Kala’ (A012211008)
Isdar (A012211021)
Rini Ayu Lestari (A012211061)

MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
DAFTAR ISI

JUDUL….……………………………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................... 3
2.1 Budaya Organisasi ................................................................................................................ 3
2.2 Karateristik Budaya Organisasi .......................................................................................... 4
2.3 Fungsi Budaya Organisasi.................................................................................................... 4
2.4 Perbedaan Dimensi Nilai Dalam Budaya Organisasi ........................................................ 5
2.5 Elemen Budaya Organisasi .................................................................................................. 7

BAB III PENUTUP


1.1. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………
1.2. Saran ……………………………………………………………………………………………………..

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap organisasi memiliki masing-masing budaya yang menjadi ciri khas
organisasi tersebut, bergantung pada karakteristik organisasi perusahaan.
Dalam hal ini, organisasi profit memiliki perbedaan budaya dengan organisasi
nonprofit atau, organisasi pemerintah berbeda budayanya dengan organisasi swasta.
Sampai dengan pertengahan tahun 1980an organisasi masih dipandang sempit,
hanya berfungsi sebagai alat koordinasi dan pengendalian sekelompok individu yang
saling berinteraksi di dalam kelompok. Padahal sebenarnya organisasi dibentuk oleh
individu-individu yang sangat kompleks dan berkarakteristik berbeda. Semakin
berkembang teori organisasi, semakin mengakui bahwa budaya merupakan variabel
yang mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam organisasi. Budaya organisasi
dapat dijadikan alat meningkatkan keefektifan organisasi disebabkan budaya organisasi
dapat mengendalikan pengambilan keputusan yang dilakukan individu, selain juga
budaya organisasi mempengaruhi individu dalam menginterpretasi dan mengelola
lingkungan organisasi sehingga secara tidak langsung budaya organisasi
mempengaruhi posisi daya saing organisasi.
Budaya organisasi juga merupakan alat untuk mencapai kesuksesan
organisasi. Kesuksesan diindikasi dengan perolehan profit, kemampuan organisasi
untuk bertahan dan berkembang, efisiensi dan posisi daya saing di pasar. Untuk
mencapai kesuksesan, organisasi perlu meningkatkan value yang dimilikinya.
Organization value yang dibangun ditentukan oleh individu yang ada di dalam
organisasi tersebut yang mempunyai beragam budaya.
Pada saat ini konsep budaya organisasi banyak dikaji oleh para pakar
manajemen maupun praktisi, sehingga definisi budaya organisasi menjadi sangat
beragam. Keragaman definisi ini disebabkan beragamnya pandangan para pakar dan
praktisi mengenai budaya organisasi dan realita yang terjadi berkaitan dengan budaya
organisasi. Budaya organisasi merupakan bauran dari nilai-nilai internal individu
perilaku individu dan hubungan antara individu di internal dan eksternal organisasi
yang pada akhirnya dapat menjadi norma organisasi. Meskipun demikian tidak
mudah untuk mengidentifikasi nilai-nilai, sikap dan perilaku individu, dibandingkan
dengan fenomena perilaku dan sikap kelompok, karena indi vidu merupakan suatu
sistem psikis yang sangat kompleks.
Budaya organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung
perilaku individu. Meskipun budaya organisasi dimunculkan dan dipengaruhi
individu, tetapi di sisi lain mempengaruhi perilaku individu, dan mempengaruhi
motivasi individu. Seorang individu dalam organisasi dapat termotivasi atau bahkan
dismotivasi karena budaya organisasi di mana ia bekerja. Jika budaya organisasi
berperan sebagai motivator, maka ia merupakan faktor yang memberi energy positif
bagi individu organisasi, tetapi jika ia merupakan faktor yang justru membuat
dismotivasi individu, maka secara langsung akan menghambat individu mencapai
tujuannya. Bahkan dismotivasi yang disebabkan budaya organisasi, dapat membuat
seorang individu kehilangan kesempatan untuk mengembangkan bakat dan
kreativitasnya. (Milos Cambal, Dusan Baran, 2006).
Budaya dalam organisasi memiliki peranan yang cukup penting karena budaya
yang baik akan memberikan kenyamanan yang kemudian menunjang kinerja anggota
organisasi tersebut. Sebaliknya budaya yang kurang baik akan memicu terjadinya
penurunan kinerja anggota organisasi.
Dalam hal menciptakan dan menumbuhkan budaya dalam organisasi ada
banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan. Oleh karena itu, pengkajian budaya
organisasi ini harus senantiasa dikaitkan dengan aspek-aspek lainnya dari perilaku
organisasi yang berkaitan dengan bagaimana dan mengapa orang-orang bertindak,
berpikir, dan merasa dalam suatu organisasi.
Untuk dapat lebih memperjelas mengenai konsep budaya organisasi maka
penulis akan memaparkan pembahasan tentang dimensi-dimensi yang terkait dengan
budaya organisasi dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi?
2. Bagaimana karateristik dari budaya organisasi?
3. Apa fungsi dari budaya organisasi?
4. Bagaimana perbedaan dimensi nilai dalam budaya organisasi?
5. Bagaimana elemen dari budaya organisasi?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian budaya organisasi.
2. Untuk mengetahui karat eristik dari budaya organisasi.
3. Untuk mengetahui fungsi dari budaya organisasi.
4. Untuk mengetahui perbedaan dimensi nilai dalam budaya organisasi.
5. Untuk mengetahui elemen dari budaya organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Budaya Organisasi


2.1.1 Definisi Budaya
Sweeney & McFarlin (2002: 334) mengemukakan bahwa budaya
secara ideal mengkomunikasikan secara jelas pesan-pesan tentang
bagaimana kita melakukan sesuatu atau bentindak, berperilaku di sekitar
sini (“how we do things around here”). Dari pemikiran tersebut dapatlah
diinterpretasikan bahwa budaya memberikan arahan mengenai
bagaimana seseorang harus berperilaku, bersikap, bertindak dalam suatu
komunitas, kata ‘here’ dalam pengertian di atas mengacu kepada suatu
komunitas tertentu, baik itu berbentuk organisasi, perusahaan, atau
masyarakat.
Daft (2001), seperti yang dirujuknya dari W. Jack Duncan
(1989), Andrew D. Brown, Ken Starkey (1983), mendefinisikan budaya
sebagai berikut: Culture is the set of values, guiding beliefs,
understandings, and ways of thinking that is shared by members of an
organization and taught to new members as correct.
Definisi dari para pakar di atas menjelaskan bahwa budaya
merupakan serangkaian nilai, kepercayaan, pemahaman, cara berpikir
yang dianut kemudian disebarkan di dalam organisasi oleh anggota
organisasi dan diajarkan kepada anggota organisasi yang baru.
Menurut Daft, setiap individu dapat berpartisipasi membentuk budaya
dalam organisasi, tetapi budaya tersebut sulit untuk diidentifikasi.
Hanya pada saat suatu organisasi akan mengimplementasi strategi
atau program baru, maka budaya akan terlihat digunakan sebagai nilai-
nilai dan norma.
Daft membagi budaya menjadi dua tingkat, budaya dalam
organisasi seperti fenomena gunung es, yang lebih sedikit terlihat di
permukaan tetapi sebenarnya jauh lebih besar yang tidak terlihat di
kedalaman. Tingkat pertama budaya yang nampak di permukaan berupa
perilaku, artifact, simbol yang terlihat seperti seremonial, sejarah,
slogan, kostum dan seting fisik. Tingkat kedua, budaya yang berupa
nilai - nilai yang berada lebih dalam yaitu di dalam pikiran anggota
organisasi. Inilah budaya yang sesungguhnya berupa nilai- nilai,
asumsi, kepercayaan dan proses berpikir (Edgar H. Schein, 1990).
Budaya organisasi seringkali ditunjukkan secara fisik dengan atribut,
tetapi budaya yang sebenarnya dapat terlihat dari serangkaian kegiatan
ketika organisasi berinteraksi social dengan lingkungannya.
Dua fungsi utama budaya menurut Daft adalah pertama
mengintegrasi anggota organisasi sehingga mereka dapat berinteraksi
satu sama lain dan kedua membantu organisasi beradaptasi dengan
lingkungan eksternalnya. Integrasi internal berarti setiap anggota
organisasi secara bersama-sama dengan anggota lainnya membangun
identitas kolektif dan membangun suatu cara sehingga pekerjaan yang
dilakukan bersama menjadi lebih efektif. Sedangkan adaptasi eksternal
mengarah kepada bagaimana organisasi mencapai tujuan dan kemudian
rnencapai kesepakatan dengan pihak eksternal, seperti merespon cepat
keinginan konsumen, dan tindakan yang dilakukan oleh para pesaing.
Menurut Daft, seperti yang dirujuknya dari Daniel R. Denison dan
Aneil K. Mishra (1995), R. Hooijberg dan F. Petrock (1993), dan R.E
Quinn (1988), studi mengenai budaya, strategi organisasi, struktur
organisasi, lingkungan, dan pentingnya tujuan organisasi sesuai dengan
berbagai elemen tersebut menjadikan budaya dikategori menjadi empat
kategori utama berdasarkan dua factor yaitu pertama berdasarkan
kebutuhan organisasi untuk fleksibel atau stabil dan kedua berdasarkan
kebutuhan organisasi untuk memfokuskan strategi pada internal atau
eksternal organisasi. Empat kategori budaya dapat terlihat seperti
berikut:
Kategori pertama yaitu Entrepreneurial culture, dicirikan dengan
strategi yang berfokus pacta lingkungan eksternal yang membutuhkan
fleksibilitas dan perubahan untuk memenuhi keinginan konsumen.
Budaya ini mendorong norma- norma organisasi untuk mendeteksi,
menginterpretasi, dan menterjemahkan signal dari lingkungan untuk
segera direspon dengan hal-hal baru. Inovasi, kreativiatas dan
keberanian mengambil risiko menjadi budaya organisasi.
Kategori kedua yaitu budaya untuk organisasi yang melayani
konsumen khusus tanpa kebutuhan perubahan cepat. Dicirikan dengan
penekanan visi organisasi yang jelas, tujuan yang terukur seperti
pertumbuhan penjualan, profit, pangsa pasar untuk mencapai tujuan.
Individu bertanggungjawab sebatas pekerjaannya pada tingkat
tertentu dan organisasi membayar individu sejumlah tertentu sesuai
dengan aturan yang telah ditentukan. Lingkungan yang stabil
menyebabkan pengukuran kinerja individu maupun organisasi
dapat lebih mudah dievaluasi berdasarkan pencapaian tujuan yang
terukur.
Kategori ketiga, memfokuskan pacta keterlibatan dan partisipasi
anggota organisasi terhadap lingkungan yang cepat berubah.
Keterlibatan dan partisipasi individu akan menciptakan rasa
tanggungjawab, memiliki, dan komitmen terhadap organisasi (sense of
responsibility, ownership and commitment to the organization).
Kategori keempat yaitu burearucratic culture memfokuskan pada
strategi internal dan berorientasi pada lingkungan yang sta bil. Simbol,
seremonial, trad isi dan kebijakan menjadi alat untuk mencapai tujuan.
Keterlibatan inidvidu tidak begitu besar, tetapi sangat tinggi ciri
kekonsistenan, keseragamaan, kolaborasi integrasi antar anggota, dan
efisiensi organisasi.

2.1.2 Definisi Organisasi


Organisasi merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa
orang atau kelompok yang mempunyai tujuan yang sama, dimana
tujuan tersebut akan tercapai secara efektif dan efisien apabila dilakukan
secara bersama-sama dengan cara melakukan pembagian tugas,
wewenang, serta tanggungjawab kepada setiap personal atau pihak yang
tergabung didalamnya. (Sulaksono, 2015: 1-2).
2.1.3 Definisi Budaya Organisasi
Sutrisno (2019:1-2) menjelaskan bahwa budaya organisasi dapat
didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-
keyakinan (beliefs), asumsi- asumsi (assumptions), atau norma-norma
yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu
organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah
organisasinya. Sedangkan Sulaksono (2015:4) menyatakan bahwa
budaya organisasi merupakan nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber
daya manusia dala menjalankan kewajiban dan perilakunya di dalam
sebuah organisasi.
Menurut Robbins dan Judge (2007) budaya organisasi adalah
suatu system of shared meaning di antara anggota organisasi yang
membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Shared
meaning yang dimaksud dalam definisi ini adalah karakteristik inti
organisasi yang merupakan nilai-nilai organisasi.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak
tampak, akan tetapi dapat menggerakan orang-orang dalam suatu
organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Budaya organisasi yang kuat
mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah
menghambat bahkan bertentangan dengan tujuan-tujuan perusahaan.
Secara tidak sadar, setiap orang yang terlibat dalam organisasi
mempelajari budaya yang berlaku dalam organisasi tersebut, atau
dengan kata lain dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai
dan internalisasi pada para anggota organisasi. Sehingga dapat dikatakan
bahwa organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota
organisasi. Dengan demikian, budaya organisasi yang benar-benar
dikelola sebagai alat manajemen akan berpengaruh dan menjadi
mendorong bagi karyawan untuk berperilaku positif, dedikatif, dan
produktif.

2.2 Karateristik Budaya Organisasi


Penelitian yang dilakukan Robbins dan Judge (2007); dan
dilanjutkan oleh Sulaksono (2015:8) menunjukkan bahwa terdapat 7
karakteristik utama organisasi yang merupakan inti dari budaya
organisasi, yaitu:
1) Innovation and risk taking, yaitu sejauh mana individu dalam
organisasi didukung untuk berinovasi dan mengambil risiko
2) Attention to detail, yaitu sejauh mana individu dalam organisasi
diharapkan mampu menunjukkan kepresisian pekerjaannya.
3) Outcome orientation, yaitu sejauh mana manajemen focus
pada hasil atau outcomes dibandingkan focus pada teknik atau
proses yang digunakan untuk mencapai outcomes tersebut.
4) People orientation, yaitu sejauh mana manajemen memperhatikan
dampak outcomes terhadap individu dalam organisasi.
5) Team orientation, yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan
dalam organisasi dilakukan oleh tim bukan oleh individu.
6) Aggressiveness, yaitu sejauh mana individu dalam organisasi
bersikap agresif dan berkompetisi
7) Stability, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
pentingnya status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.

2.3 Fungsi Budaya Organisasi


Robins (1993) (dalam Kamaroellah, 2014) mengemukakan beberapa
fungsi dari budaya organisasi, sebagai berikut:
1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan
organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda
sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan
kegiatan yang ada dalam organisasi.
2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi.
Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa
memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi.
3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan
individu.
4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen
organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan
membuat kondisi organisasi relatif stabil.
Keempat fungsi tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi
dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan
aktivitasnya di dalam organisasi, sehingga nilai-nilai yang ada dalam
budaya organisasi perlu ditanamkan sejak dini pada setiap individu
organisasi. Sedangkan Susanto (1997), mengemukakan bahwa budaya
suatu perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai andalan daya saing suatu
perusahaan dalam menghadapi perubahan dan tantangan. Budaya
organisasi juga dapat dijadikan sebagai rantai pengikat untuk menyamakan
persepsi atau arah pandang anggota organisasi terhadap suatu permasalahan
sehingga akan menjadi satu kesatuan untuk mencapai suatu tujuan.

2.4 Perbedaan Dimensi Nilai Dalam Budaya Organisasi


Meskipun dapat dikatakan bahwa para pakar hampir sama
pandangannya tentang pengertian budaya organisasi sebagai “shared
meaning”, dan setuju bahwa nilai-nilai merupakan dimensi budaya
organisasi, tetapi yang masih jadi pertanyaan ialah nilai-nilai apa atau yang
mana dari sekian banyak nilai yang ditetapkan ke dalam dimensi budaya
organisasi. Nilai-nilai yang digunakan oleh para pakar dalam menetapkan,
melukiskan, atau mengukur budaya suatu organisasi ternyata berbeda-beda.
Menurut Cox, Jr. (1994) ada dua dimensi utama dalam budaya
organisasi yang dapat dideskripsikan dan diperbandingkan di antara
organisasi-organisasi, yaitu kekuatan- kekuatan dan isi. Yang dimaksud
dengan dimensi kekuatan dalam hal ini ialah sejauh manakah norma-norma
dan nilainilai secara jelas dirumuskan dan sejauh manakah norma- norma
dan nilai-nilai secara jelas dirumuskan dan sejauh manakah diberlakukan
secara sungguh-sungguh. Adapun yang dimaksud dengan dimensi isi dalam
budaya ialah nilai- nilai, norma-norma, dan gaya-gaya yang spesifik
ditetapkan sebagai karakteristik bagi suatu organisasi. Karena dimensi isi
yang ditetapkan untuk menganalisis suatu organisasi yang sama, maka
hasilnya tentu tidak dapat diperbandingkan. Berikut adalah dimensi-
dimensi isi yang digunakan oleh pengripta terkenal misalnya Quinn (1988),
Ouchi (1981), dan Peters & Waterman (1981) yang menggunakan
nilai-nilai berbeda-beda sebagai dimensi budaya, menurut pilihan mereka
masing-masing.

Quinn (1988) menggunakan empat jenis nilai, yaitu sebagai berikut:


1. Predictability-spontaneity;
2. Internal fokus-external fokus;
3. Order-flexibility, dan
4. Long term-short term.

Ouchi (1981) menggunakan tujuh jenis nilai untuk mengukur dan


membandingkan budaya perusahaan Jepang dengan budaya perusahaan
Amerika:
1. Komitmen pada karyawan;
2. Evaluasi terhadap karyawan;
3. Karier;
4. Kontrol;
5. Pembuatan keputusan;
6. Tanggung jawab; dan
7. Perhatian pada manusia.

Hofstede (1980), menggunakan empat jenis nilai untuk membedakan antara


budaya bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya:
1. Jarak kekuasaan;
2. Individualisme vs kolektivisme;
3. Maskulin vs feminisme dan;
4. Penolakan terhadap ketidakpastian;

Perters & Waterman (1981), menggunakan delapan nilai-nilai budaya


dalam perusahaan ialah:
1. A bias for action (preferensi untuk berbuat sesuatu);
2. Staying close to the costumer (dekat pada pelanggan);
3. Autonomy and entrepreneurship (otonomi dan kewirausahaan);
4. Productivity through people (produktivitas melalui orang);
5. Hand-on, value driven (tuntutan terhadap eksekutif pada inti usaha
perusahaannya);
6. Stick to the knitting (tetap pada bisnis perusahaannya yang paling baik);
7. Simple form, lean staff (sedikit lapisan administratif, sedikit orang di
jenjang atas);
8. Simultaneous loose-tight properties (memantau iklim dedikasi terhadap
nilai-nilai sentral dan toleransi).

Pendapat dan saran Miller (1984) barangkali lebih masuk akal, yaitu
menetapkan seperangkat nilai-nilai primer yang sama bagi semua organisasi
bisnis, yang disebut sebagai budaya perusahaan, yaitu nilai-nilai primer
operatif yang mendukung kegiatan operasi perusahaan dalam upaya mencapai
tujuan, yang ia kaitkan dengan era globalisasi yang kompetitif sekarang ini.
Dengan demikian, maka antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya
dapat diperbandingkan apabila kita ingin mengetahui sejauh manakah
budayanya dan sejauh manakah efektivitasnya.

2.5 Elemen Budaya Organisasi


Secara umum budaya organisasi terdiri dari dua elemen utama seperti
yang dikemukakan oleh Jocano (dalam Sobirin, 2002), yaitu:
1. Elemen Bersifat Idealistik
Dikatakan idealistik elemen ini terselubung (elusive), tidak
tampak ke permukaan (hidden), dan hanya orang-orang organisasi yang
tahu apa sesungguhnya ideologi mereka dan mengapa organisasi
tersebut didirikan. Elemen idealistik ini biasanya dinyatakan secara
formal dalam bentuk pernyataan visi atau misi organisasi, tujuannya
tidak lain agar ideologi organisasi tetap lestari.
Sementara itu, Schein (1992) dan Rosseau (1990) mengatakan
bahwa elemen idealistik tidak hanya terdiri dari nilai-nilai organisasi
tetapi masih ada komponen yang lebih esensial yakni asumsi dasar
yang bersifat diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran,
asumsi dasar tidak pernah dipersoalkan atau diperdebatkan
keabsahanya.
2. Elemen Bersifat Behavioral
Elemen bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata,
muncul kepermukaan dalam bentuk perilaku sehari-sehari para
anggotanya, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian,
atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi dan
bentuk-bentuk lain seperti desain dan arsitektur instansi. Bagi orang
luar organisasi, elemen ini sering dianggap sebagai representasi dari
budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah diamati, dipahami
dan diinterpretasikan, meski interpretasinya kadangkadang tidak sama
dengan interpretasi orang-orang yang terlibat langsung dalam
organisasi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kedua elemen diatas bukanlah


elemen yang terpisah melainkan satu kesatuan, karena kedua elemen
tersebutlah yang membentuk budaya. Akan tetapi, elemen yang bersifat
behavioral lebih sensintif dibandingkan elemen bersifat idealistik.
Alasannya adalah karena elemen behavioral bersinggungan langsung
dengan lingkungan eksternal organisasi sehingga ketika budaya suatu
organisasi terpaksa harus berubah karena desakan lingkungan maka
biasanya yang pertama kali berubah adalah elemen kedua yaitu elemen
behavioral. Sementara elemen pertama yaitu elemen idealistik jarang
mengalami perubahan karena letaknya yang terselubung, kalaupun
mengalami perubahan biasanya terjadi secara struktural.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Budaya merupakan variabel yang mempengaruhi sikap dan
perilaku individu dalam organisasi. Budaya organisasi dapat dijadikan alat
meningkatkan keefektifan organisasi disebabkan budaya organisasi dapat
mengendalikan pengambilan keputusan yang dilakukan individu, selain juga
budaya organisasi mempengaruhi individu dalam menginterpretasi dan
mengelola lingkungan organisasi sehingga secara tidak Jangsung budaya
organisasi mempengaruhi posisi daya saing organisasi.
Budaya organisasi merupakan bauran dari nilai-nilai internal
individu, perilaku individu dan hubungan antara individu di internal dan
eksternal organisasi yang pada akhirnya dapat menjadi norma organisasi.
Meskipun demikian tidak mudah untuk mengidentifikasi nilai-nilai, sikap dan
perilaku individu, dibandingkan dengan fenomena perilaku dan sikap
kelompok, karena individu merupakan suatu sistem psikis yang sangat
kompleks.
Budaya organisasi adalah suatu Sistem of shared meaning di antara
anggota organisasi yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi
lainnya. Jika suatu organisasi tidak memiliki dominant culture karena
masih dibentuk oleh budaya masing-masing individunya, maka organisasi
akan kehilangan pedoman untuk menginterpretasi suatu kondisi yang dihadapi
dalam bisnis.
STUDI KASUS
DAFTAR PUSTAKA

Andrew D. Brown and Ken Starkey. 1994. The Effect of Organizational Culture on
Communication and Information. Journal of Management Studies 31 no 6
(November 1994): 807-28
th
Jones, Gareth. 2007. Organizational Theory, Design and Change, 5 ed. Pearson Int.
R. Hooijberg and F. Petroeck. 1993. On Cultural Change : Using the
competing Values Framework to Help Leaders Execute a
Transformational Strategy. Human Resource Management 32 (1993), 29-
50.
Robbins, Judge.2007. Organizational Behavior, 12th ed. Pearson Int.
R.E. Quinn. 1988. Beyond Rational Management: Mastering the Paradoxes
and Competing Demands of High Performance (San Francisco: Josey-
Bass,1988)
Wilson Arafat. 2007. Membudayakan GCG Perbankan. Kinerja Bank
Online Magazine. 24 April 2007.

Anda mungkin juga menyukai