Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

BUDAYA ORGANISASI

DISUSUN OLEH :

A. NAZALIA RAMADHANI WE TENRI PADA

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR

PROGRAM PASCA SARJANA

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa,
karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami semua. Makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya yang diharapkan makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Budaya Organisasi.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kesalahan yang
perlu di perbaiki besama, untuk itu kritik dan sarannya perlu untuk disampaikan kepada
kami. Agar penulisan makalah selanjutnya akan lebih baik dan sekaligus sebagai
upaya perbaikan dan penyempurnaan dimasa yang akan datang.

Akhirnya kurang dan lebihnya kami sampaikan banyak terima kasih, penulis
berharap makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri lebih-lebih kepada seluruh
pembaca pada umumnya.

Makassar, 17 November 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Setiap organisasi memiliki karakteristik budaya yang berbeda antara satu
dengan lainnya. Karakteristik budaya dalam suatu organisasi dapat mengantarkan
suatu organisasi berkembang melebihi organisasi lainnya, meskipun organisasi
tersebut bergerak dalam bidang dan lokasi yang sama. Harvard University dan
Massachusetts Institute of Technology (MIT) misalnya, berada di lokasi yang
berdekatan, namun masing-masing mempunyai keunggulan yang unik. Hal itu
dilatarbelakangi karakteristik dan struktur organisasinya (Robbins,2001; MIT,
2002). Keunikan suatu organisasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain
nilai dan norma yang dianut anggotanya, kepercayaan dan kebiasaan yang berlaku di
dalam organisasi, dan filosofi organisasi. Berbagai faktor ini lah yang dsebut oleh
para ahli organisasi sebagai budaya organisasi (Ouchi, 1981).
Budaya organisasi ada dan melekat di semua organisasi besar atau kecil, di
manapun atau kapanpun, termasuk organisasi Universitas Lamppapolenro Soppeng.
Konsistensi budaya organisasi Universitas Lamppapolenro Soppeng cenderung
stabil. Hal itu dapat diamati dari perilaku dan kondisi sehari-hari ketika mereka
berinteraksi. Misalnya, tata lingkungan kampus, pertamanan. Manajemennya
didukung oleh teknologi informasi, layanan unggul, dan sikap karyawan organisasi
yang baik dan unik. Dikatakan unik karena ada kandungan nilai, norma, kebiasaan,
dan filosofi yang berbeda dengan organisasi kependidikan lainnya yang dapat diamati
(tangible) dalam perilaku serta interaksi mereka sehari-hari.
Bedasarkan hal itu, penelitian ini akan mengungkapkan mengapa dan
bagaimana (1) terbentuknya budaya organisasi, (2) wujud budaya organisasi yang
dimaknai oleh anggota organisasi, (3) perekat budaya organisasi, (4) budaya
organisasi, iklim dan efektivitas organisasi, dan(5) kendala budaya organisasi di
Universitas Lamppapolenro Soppeng
1.2 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian budaya organisasi
2. Mengetahui tingkatan budaya organisasi
3. Mengetahui elemen budaya organisasi
4. Mengetahui budaya organisasi pada Universitas Lamppapolenro Soppeng
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI


Pemahaman tentang budaya organisasi tentu tidak lepas dari konsep dasar
tentang budaya, yang merupakan salah satu terminologi dalam sosiologi. Menurut
Edward yang dikutip oleh Akdon, mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat. Dari pengertian di atas, kita dapat berpijak pada dua kata
kunci, yakni “budi” dan “daya”. Budi artinya akal dan hati sebagai perwujudan dari daya
yang berarti karya, cipta dan karsa manusia. Linda Smircich menyatakan bahwa ada
dua pendapat berkaitan dengan budaya organisasi. pendapat pertama berpandangan
bahwa “organization is a culture”, sehingga lebih menitikberatkan pada pentingnya
penjelasan deskriptif atas sebuah organisasi. Sedangkan pendapat yang kedua
menganggap bahwa “organization has a culture”, dengan begitu kubu ini lebih
menekankan pada factor penyebab terjadinya budaya dalam organisasi dan
implikasinya terhadap organisasi tersebut. Menurut sobirin, pendapat kedua ini lebih
tepat diterapkan dalam kepentingan organisasi karena menitikberatkan pada
pentingnya budaya sebagai variabel yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi.
Dalam organisasi terdapat budaya organisasi, budaya organisasi mengacu pada
sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Sedangkan menurut Robbins yang
dikutip oleh Siswanto dan Sucipto, mendefinisikan budaya organisasi sebagai nilai-nilai
yang didukung oleh organisasi atau falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi
terhadap pegawai dan pelanggan, atau cara pekerjaan dilakukan di tempat kerja, atau
asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di antara anggota organisasi.5 Sistem
nilai, norma, aturan, falsafah, kepercayaan dan sikap, kesemunya dianut bersama oleh
para anggota dan akan berpengaruh terhadap para pekerja pola manajemen
organisasi. Budaya organisasi tercermin pada pola piker, berbicara dan perilaku yang
konsisten pada para anggota. Budaya organisasi tiak dapat dilihat oleh mata, tapi bisa
dirasakan melalui perilaku para anggota atau cara berpikir, merasa, menanggapi dan
menuntut para anggota organisasi dalam mengambil keputusanataupun dalam kegiatan
lainnya. Dengan demikian, budaya organisasi dapat diartikan sebagai nilai, norma,
aturan, falsafah, dan kepercayaan yang diyakini oleh sebuah organisasi yang tercermin
dala pola pikir dan perilaku para anggota organisasi.Budaya organisasi merupakan
sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi. Sehingga budaya organisasi
sering disebut dengan sistem bersama.

2.2 TINGKATAN BUDAYA ORGANISASI


Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan organisasi.
Menurut Schein, apabila disusun dalam suatu skema bertingkat, maka topik suatu
tingkatan budaya tersebut tersusun dari puncak sebagai berikut:
a) Artefak, pada tingkat ini budaya bersifat kasat mata, seringkali tidak dapat
diartikan,misalnya lingkungan fisik organisasi, teknologi dan cara berpakaian.
b) Nilai, hal ini sulit diamati secara langsung sehingga menyimpulkannya sering
diperlukan wawancara dengan anggota organisasi yang mempunyai posisi kunci
atau menganalisis dokumen. Selin itu, nilai meupakan titik kerangka evaluasi
yang dipergnakan anggota untuk menilai organisasi.
c) Asumsi dasar, merupakan keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang
diri mereka sendiri, tentang orang lain dan tentang hubungan mereka dengan
orang lain, serta tentang hakikat organisasi mereka.

2.3 ELEMEN BUDAYA ORGANISASI


Sacara umum, elemen organisasi dapat dibagi menjadi dua, yakni yang bersifat
idealistic merupakan elemen yang menjadi idiologi organisasi yang tidak mudah
berubah. Elemen ini biasanya tidak tampak dipermukaan, hanya orangorang tertentu
yang menyadarinya. Biasanya dipengaruhi oleh pendiri orgnisasi. Idiologi pendiri
orgnisasi akan sangat mempengaruhi arah organisasi. Idiologi organisasi biasanya
tercermn dalam visi dan misi. Elemen yang lain adalah elemen behavioral, yang mana
elemen ini merupakann elemen yang kasat mata, yakni berupa perilaku sehari-hari
anggota organisasi dan bentuk lain seperti desain dan arsitektur organisasi.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Hofstede, ia menyebut sebagai praktik-praktik
manajemen. Dengan berbagai pertanyaan seperti bagaimana perilaku manaajemen?
Apakah berorientasi pada proses atau hasil? Apakah peduli pada karyawan? Menurut
Rousseau elemen orgnisasi seperti bawang Bombay yang berlapis-lapis. Sebagaimana
yang digambarkan beikut:

Gambar: Lapisan budaya organisasi

Dalam lingkungan kehidupan, manusia dipengaruhi oleh budaya di mana dia


berada, seperti nilai-nilai, keyakinan, perilaku social. Hal yang sama juga terjadi pada
anggota sebuah organisasi, dengan segala nilai, keyakinan dan perilakunya di dalam
organisasi yang kemudian menciptakan budaya dalam organisasi. Dengan demikian,
bahwa budaya sebuah perusahaan atau organisasi pada dasarnya mewakili norma-
norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi yang masih didomonasi oleh
pendiri. Budaya dapat berperan sebagai sarana komunikasi pendiri kepada para
anggota.
Budaya organisasi memiliki kegunaan sebagai:
a) Pembeda dengan organisasi lainnya.
b) Identitas anggota sebuah organisasi.
c) Komitmen anggota di atas kepentingan bersama.
d) Perekat sosial dengan menyediakan standar yang anggota harus lakukan dan
katakan.
e) Mekanisme kontrol yang membentuk perilaku anggota
Budaya organisasi berpengruh pada perilaku anggota atau individu serta
kelompok di dalam suatu organisasi. Selain itu, terkait dengan perilaku akan
mempengaruhi prestasi sekaligus akan berpengaruh pada efektif-tidaknya pencapaian
tujuan organisasi. Dengan demikian budaya organisasi mempengaruhi efektifitas
organisasi.
Budaya dalam organisasi bisa kuat dan juga bisa lemah. Budaya organisasi
dikatakan kuat apabila nilai- nilai organisasi dipegang teguh dan dijunjung
bersama.kultur yang kuat akan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku
anggota, karena kadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi menciptakan suasana
internal berupa perilau yang tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya
organisasi yang kuat apabila nilai, sikap dan kepercayaan bersama diphami, dipegang
teguh, sehingga terjalin kebersamaan. Namun sebaliknya, budaya yang lemah
tercermin pada kuangnya komitmen para anggota terhjadap nilai-nilai, kepecayaan dan
skap bersama yang dilakukan atau disepakati.

2.4 BUDAYA ORGANISASI PADA KAMPUS UNIVERSITAS LAMAPPAPOLENONRO


SOPPENG
Temuan penelitian mengungkapkan bahwa terbentuknya budaya
organisasi di Universitas Lamappapoleonro karena peran pimpinan sebagai model nilai
berjalan yang menekankan pada tiga nilai utama sebagai pegangan, yaitu kejujuran,
keadilan dan tanggung jawab. Ketiga nilai tersebut sejalan dengan filosofi air dan
filosofi harmoni. Implikasi dari temuan tersebut bagi organisasi adalah bahwa setiap
kegiatan yang dilakukan dalam organisasi mengacu kepada nilai-nilai tersebut.
Misalnya dalam menentukan keberhasilan mahasiswa mengikuti kuliah,
seorang dosen harus berpijak pada nilai tersebut, di samping peraturan tertulis,
sehingga secara administratif proses perkuliahan dapat ditelusuri dalam bentuk
dokumen kehadiran, nilai ujian tengah semester, akhir semester, dan berita acara ujian.
Demikian juga halnya dalam pemberian kesempatan melaksanakan ibadah haji, semua
unit yang ada mempunyai kesempatan yang sama untuk berangkat haji (keadilan),
biasanya dua orang dari unsur pimpinan, dua dari unsur dosen, dan dua dari unsur
karyawan administrasi, serta dua orang lagi dari unsur tenaga kebersihan.

Model demikian itu berfungsi sebagai nilai penggerak bagi organisasi, karena
masing-masing anggota organisasi berusaha maksimal untuk mencapai keberhasilan
organisasi. Dari sisi manajemen, nilai tersebut sudah dijadikan sebagai alat
manajemen strategik (strategic management) organisasi. Oleh sebab itu nilai,
disosialisasikan kepada seluruh anggota organisasi. Kesimpulan itu didukung oleh
proposisi nilai atau norma disosialisasikan sejak awal keterlibatan karyawan atau
mahasiswa dalam organisasi. Maknanya adalah Universitas Lamppapolenro
Soppeng menanamkan nilai kepada seluruh komunitas organisasi sejak rekrumen
karyawan. Untuk mendukung hal itu diciptakan suatu pemahaman bahwa semua
bagian organisasi adalah sama.
Berdasarkan pernyataan temuan tersebut, dapat dimaknai bahwa nilai me-
rupakan suatu strategi organisasi agar organisasi mempunyai kekuatan dan keung-
gulan dalam mencapai misinya. Makna tersebut didukung oleh fakta bahwa terben-
tuknya budaya organisasi Universitas Lamppapolenro Soppeng diawali sejak
penerimaan karyawan, diciptakannya lingkungan yang asri, dan dirumuskannya filosofi
organisasi sebagai pedoman anggota organisasi berperilaku. Strategi demikian
dikenal dengan model manajemen strategik berdasarkan nilai (value based model of
strategic management) dalam rangka mencapai kualitas organisasi (Mulyadi &
Setyawan, 2000).
Wujud budaya yang dimaknai oleh anggota organisasi adalah
kekeluargaan, kebersamaan, dan kualitas. Kekeluargaan diterjemahkan oleh komunitas
organisasi sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan sebagaimana layaknya hubungan
antara anak dan orang tua dalam suatu keluarga, dalam bentuk mengurangi aturan
birokratik yang membatasi hubungan pimpinan dan bawahan. Oleh sebab itu, pimpinan
selalu berkenan ditemui di mana pun, baik untuk kepentingan anggota maupun
kebutuhan organisasi. Sementara itu, kebersamaan dikaitkan dengan pemenuhan hak
dan kewajiban anggota organisasi sebagaimana yang diterjemahkan dalam filosofi air
khususnya pemaknaan air yang mempunyai kedalaman dan kedangkalan.
Dimensi kualitas organisasi terbentuk karena adanya dukungan nilai dan filosofi
organisasi, rumusan visi misi organisasi yang jelas, komitmen karyawan, dan
kepemimpinan ketua Universitas Lamppapolenro Soppeng yang kreatif dan
transformatif, serta dukungan teknologi untuk pelaksanaan administratif dan
proses belajar-mengajar. Nilai seperti yang dijelaskan sebelumnya di samping berfungsi
sebagai nilai penggerak organisasi, juga berfungsi sebagai instrument dan terminal
(Jones, 1995). Nilai instrumental merupakan nilai yang dianutkan oleh organisasi,
seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Sedangkan nilai terminal merupakan
tujuan organisasi, yakni outcomes yang berkualitas, sebagaimana dirumuskan
dalam visi Universitas Lamppapolenro Soppeng.
Visi Universitas Lamappapoleonro adalah Menjadi Perguruan Tinggi yang unggul
dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia Profesional dan berjiwa Enterpreneurship
serta berwawasan global pada tahun 2031. Oleh karena itu, dalam setiap gerak dan
kegiatannya, senantiasa melakukan inovasi, interpretasi, dan reinterpretasi, serta
mengambil inisiatif terhadap pengelolaan perubahan. Sedangkan Misi UNIPOL
yaitu:
1. Menyelenggarakan Pendidikan secara kreatif dan inovatif dalam rangka
pemutakhiran Ilmu Pengetahuan dengan dukungan sarana, prasarana,
tenaga pendidik dan kependidikan yang memadai.
2. Menyelenggarakan kegiatan penelitian secara kreatif dan inovatif untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan
umat manusia.
3. Menyelenggarakan kegiatan pemenuhan tanggung jawab sosial secara
optimal melalui tindakan nyata berupa pelayanan dan pengabdian kepada
masyarakat.
4. Menyelenggarakan kerjasama dengan lembaga atau instansi lain untuk
peningkatan kapasitas

Misi yang demikian itu berfungsi sebagai kompas dalam pengelolaan lembaga
pendidikan, dalam kaitan ini Mission of the school is its purpose for existence in a
particular community (Caldwell & Spinks, 1992:37). Dengan demikian perumusan misi
yang sudah dilakukan Universitas Lamppapolenro Soppeng merupakan usaha untuk
menyusun peta perjalanan organisasinya, untuk menjadi apa organisasi yang
diinginkan itu. Kemampuan Universitas Lamppapolenro Soppeng merumuskan misi
usaha menyediakan jasa/layanan kepada pelanggannya, sehinggakelangsungan
hidup dan perkembangan organisasi terjamin.Komitmen dapat diartikan seberapa jauh
individu mengenal dan terlibat atau tidak berkeinginan keluar dari organisasinya
(Greenberg & Baron, 1997). Secara teoritis menurut Greenberg dan Baron ada tiga hal
yang menjadi dasar komitmen karyawan terhadap organisasi yakni berarti
organisasi telah memahami peta perjalanan yang akan ditempuhnya dalam
(1) berdasarkan taruhan modal yang diberikan (side-bets orientation),
(2) tujuan pribadi (goal-congruence orientations) dan
(3) berdasarkan usaha mempertahankan kebutuhannya karena tidak ingin
mencari organisasi lainnya (continuous commitment). Dalam konteks Universitas
Lamppapolenro Soppeng , komitmen karyawan dipengaruhi oleh nilai dan pemenuhan
kebutuhan oleh lembaga, sehingga karyawan menjadi senang bekerja dan memberi
pelayanan dan jasa kepada pelanggannya yaitu mahasiswa.
Tidak kalah pentingnya dari semua yang djelaskan di atas adalah kepemimpinan
yang mengacu kepada pola kepemimpinan transformatif. Artinya pimpinan mengambil
bentuk leadership by building dan leadership as bonding. Caranya, pimpinan
Universitas Lamppapolenro Soppeng berusaha memunculkan potensi manusiawi
pengikut, memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi, menumbuhkan harapan pimpinan
dan pengikut supaya termotivasi pada kinerja dan komitmen yang lebihtinggi
(Sergiovanni, 1991). Secara teoritis hal itu menurut Klein,Bigley, dan Roberts,
(1995) disebut a humanistic-helpful culture. Sementara itu, leadership as bonding
ditunjukkan pimpinan dalam bentuk usaha memunculkan kesadaran mencapai
tujuan organisasi dengan cara mengikat pimpinan dan pengikut dalam ikatan komitmen
moral atau nilai. Secara konsep disebut juga kepemimpinan budaya (Sergiovanni, 1991;
Caldwell & Spink, 1992).
Kepemimpinan budaya mempunyai keterkaitan dengan nilai. Pada bagian
temuan penelitian telah dikemukakan bahwa pimpinan Universitas Lamppapolenro
Soppeng adalah model nilai berjalan yang dapat dimaknai bahwa pimpinan tersebut
panutan, contoh dan teladan dalam arti pimpinan memberi perhatian pada moral.
Menurut Greenberg dan Baron (1997) kepemimpinan transformatif itu mempunyai
karakteristik antara lain,

(1) mempunyai karisma,


(2) mempunyai kemampuan untuk melakukan intellectual stimulation, dan
(3) berkemampuan melakukan inspirational motivations.

Lembaga pendidikan Universitas Lamppapolenro Soppeng menekankan


kepada perlunya kedisiplinan semua anggota organisasi dalam melakukan
aktivitas termasuk kegiatan proses belajar-mengajar (PBM). Dalam kegiatan PBM
semua aktivitas didokumentasikan ke dalam beberapa format dan berita acara, seperti
jumlah mahasiswa perkelas, nama mahasiswa, dosen yang mengajar, kehadiran
mahasiswa dan dosen, jam masuk, kartu rencana studi, kartu hasil studi, kartu ujian,
kartu mahasiswa, kartu perpustakaan, dan kartu nilai yudisium. Sedangkan berita acara
terkait dengan kegiatan ujian, di dalamnya berisi informasi antara lain tentang waktu
penyelenggaraan ujian, nama pengawas, lokal dan ruang ujian, perilaku mahasiswa
seperti berambut panjang, tidak memakai sepatu, memakai subang bagi yang laki-
laki, alasan mahasiswa melanggar tata tertib, dan sanksi kepada mahasiswa yang
melanggar. Semua itu terselenggara karena adanya koordinasi, rasa kekeluargaan,
kebersamaan serta saling percaya antarunit dan antarinvidu dalam organisasi.
Rasa kekeluargaan, kebersamaan, dan saling percaya tersebut sekaligus berfungsi
sebagai perekat budaya organisasi. Perekat budaya berguna sebagai peredam
konflik.
Apabila terjadi konflik dalam organisasi, perekat budaya yang merekat kembali
agar jangan sampai terjadi perpecahan. Perbedaan pendapat antarunit atau
antarindividu menjadi sesuatu yang wajar dalam organisasi Universitas Lamppapolenro
Soppeng. Konflik organisasi menjadikan organisasi lebih dinamis, tidak ada organisasi
tanpa konflik. Di sinilah peran rasa kekeluargaan, kebersamaan, saling percaya
sebagai perekat itu berfungsi, sehingga melanggengkan kedinamisan organsiasi.
Kedinamisan yang demikian itu menciptakan iklim organisasi yang kondusif bagi semua
komunitas organsasi.
Iklim organisasi yang kondusif menurut Owens (1995) berkaitan dengan
faktor fisik, lingkungan, serta sistem sosial organisasi. Sedangkan sistem sosial
terkait dengan nilai, norma, kepercayaan, dan kebiasaan organisasi. Oleh karena nilai
organisasi yang utama adalah kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab direkat oleh
kekeluargaan dan kebersamaan, ditopang pula oleh penataan artifak yang indah bagus,
maka iklim organisasi menjadi nyaman dan kondusif. Muaranya adalah hubungan
internal antaranggota organisasi menjadi padu, suasana kerja organisasi menjadi
nyaman, aman, dan jauh dari stres. Dengan demikian dapat dikatakan pencapaian
tujuan organisasi sebagaimana diamanatkan dalam visi, misi organisasi menjadi efektif.
Namun demikian tidak dapat diingkari bahwa tidak semua indivu dalam
organisasi berlaku jujur, adil, dan bertanggung jawab. Masih ada beberapa
karyawan berusaha untuk loyal kepada pimpinan dalam usahanya untuk mendapat
suatu jabatan atau kedudukan tertentu. Loyalitas demikian lebih mengacu kepada
pribadi pimpinan, bukan dedikasi kepada organisasi. Di samping itu, ada juga
kebiasaan yang memberatkan karyawan yang jujur dan bertanggung jawab, walaupun
sesungguhnya karyawan tersebut sudah dirotasi ke bagian lain dalam organisasi. Hal
ini termasuk dalam kendala budaya organisasi. Artinya kebiasaan sebagai bagian
budaya adakalanya memperpendek jalur birokrasi, pada saat yang lain dapat menjadi
kendala organisasi. Oleh sebab itu, perlu kehati-hatian dalam mengelola budaya
organisasi.
REKOMONDASI
Budaya Organisasi di Perguruan Tinggi: Studi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
(STIE) “Abdi Bangsa Indonesia”

Salfen Hasri
Abstract: Organizational culture is a shared meaning of values, beliefs,
traditions, and organizational philosophy which members of the
organization own, so, the organization is different from the other
organizations. Organizational culture that members feel is a quality, it's
supported by the shared meaning based on the value of helping each
other. The quality of culture is supported by all tangible and intangible
organization elements. They are statements of vision and mission,
organization value, artifacts, teaching-learning process, technology, the
practice of management and accounting and training for English,
Chinese, and Japanese skill.

Kata kunci: budaya organisasi, nilai, filosofi organisasi, perguruan tinggi.


Suatu organisasi dapat berkembang melebihi organisasi lainnya, meskipun organisasi
tersebut bergerak dalam bidang dan lokasi yang sama. Harvard University dan
Massachusetts Institute of Technology (MIT) misalnya, hanya dipisahkan oleh Sungai
Charles, namun masing-masing mempunyai perasaan yang unik. Hal itu
dilatarbelakangi karakteristik dan struktur organisasinya (Robbins, 2001; MIT, 2002).
Keunikan suatu organisasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain nilai
dan norma yang dianut anggotanya, kepercayaan dan kebiasaan yang berlaku di
dalam organisasi, dan filosofi organisasi.
Berbagai faktor yang disebutkan itu, termasuk ke dalam pengertian budaya organisasi
(Ouchi, 1981).
Budaya organisasi ada dan melekat di semua organisasi besar atau kecil, di
manapun atau kapanpun, termasuk organisasi perguruan tinggi Abdi Bangsa
Indonesia. Konsistensi budaya organisasi STIE Abdi Bangsa Indonesia cenderung
tinggi. Hal itu dapat diamati dari perilaku dan kondisi sehari-hari ketika mereka
berinteraksi. Misalnya, lingkungan kampus ditata apik dengan tamannya yang serasi,
hutan kampus menyejukkan, air terjun buatan dan berbagai jenis binatang langka
yang terpelihara dengan baik. Manajemennya didukung oleh teknologi informasi,
layanan unggul, dan sikap karyawan organisasi yang baik dan unik. Dikatakan unik
karena ada kandungan nilai, norma, kebiasaan, dan filosofi yang berbeda dengan
organisasi kependidikan lainnya yang dapat diamati (tangible) dalam perilaku serta
intraksi mereka sehari-hari.
Bedasarkan hal itu, penelitian ini akan mengungkapkan mengapa dan
bagaimana (1) terbentuknya budaya organisasi, (2) wujud budaya organisasi yang
dimaknai oleh anggota organisasi, (3) perekat budaya organisasi, (4) budaya
organisasi, iklim dan efektivitas organisasi, dan (5) kendala budaya organisasi di
STIE Abdi Bangsa Indonesia.

METODE
Penelitian dilakukan di STIE Abdi Bangsa Indonesia menggunakan rancangan
kualitatatif yang ditopang oleh pendekatan etnografi dan fenomenologi. Pendekatan
etnografi dalam penelitian ini digunakan untuk mempelajari, mengungkapkan, dan
menggambarkan makna dari suatu peristiwa yag dikaji dalam konteks budaya
berdasarkan kepada aspek atau dimensi keyakinan etnis yang menjadi latar peristiwa
tersebut.
Pendekatan fenomenologi digunakan untuk mempelajari, mengungkap, dan
memerikan, serta menganalisis secara kritis fenomena yang ada dalam konteks
komunitas perguruan tinggi. Objek fenomena yang dikaji dalam hal ini meliputi nilai
yang dominan, keyakinan , kepercayaan, kebiasaan, dan filosofi organisasi yang
berkembang dan diyakini serta bermakna dalam berinteraksi bagi komunitas STIE
Abdi Bangsa Indonesia. Perilaku sebagai bagian dari budaya organisasi hanya dapat
dimengerti apabila hal yang ada dibalik pemikiran subjek yang diteliti dapat dipahami.
Menurut Brannen (1992); Moleong (2000); dan Dimyati (2000) pendekatan
fenomenologis lebih tepat digunakan dalam suatu penelitian apabila (1) peneliti ingin
memahami makna peristiwa dan interaksi dalam situasi tertentu, (2) memahami
subjek penelitian dari subjek dan aspek subjektif dari subjek, (3) data penelitian yang
dibutuhkan bersifat laten, (4) tujuan penelitian mengungkap kedalaman pemaknaan
perilaku kolektif bagi anggota organisasi, dan (5) fokus penelitian terkait dengan
hubungan fungsional antara anggota organisasi.
Fokus penelitian terdiri dari (1) terbentuknya nilai, keyakinan dan kebiasaan di
dalam organisasi; (2) wujud budaya organisasi yang dimaknai oleh anggota organisasi;
(3) perekat budaya organisasi, (4) budaya organisasi, iklim dan efektivitas organisasi;
dan (5) kendala budaya.
Pendekatan fenomenologi dalam penelitian ini menggunakan tiga tahap
reduksi, yaitu reduksi fenomenologis, eidetis, dan transendental. Reduksi
fenomenologi dilakukan sejak peneliti masuk ke dalam situs penelitian. Caranya
adalah melepaskan semua atribut yang ada pada peneliti agar data yang diperoleh
adalah data murni, alami, sesuai dengan konteks budaya organisasi lembaga yang
diteliti. Reduksi eidetis merupakan usaha peneliti untuk mencocokkan hakikat
pemaknaan yang dibuat peneliti dengan hakikat pemaknaan menurut subjek yang
diteliti. Sementara itu, reduksi transendental dalam penelitian ini merupakan usaha
mengaitkan hakikat pemaknaan pola perilaku anggota organisasi dengan hakikat
yang lebih dalam, yakni makna dalam kaitannya Tuhan pencipta manusia dan alam
sekitarnya.
Subjek penelitian terdiri dari pimpinan, karyawan, dosen, dan mahasiswa.
Penentuan subjek menggunakan teknik snowball sampling (Bogdan & Biklen, 1998).
Artinya, siapa saja yang dijadikan sampel ditentukan berdasarkan kebutuhan peneliti
dan penjelasan dari subjek penelitian sebelumnya yang dilakukan secara terus-
menerus sampai secara metodologis dianggap cukup.
Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, dan
dokumentasi. Teknik observasi digunakan untuk memperoleh gambaran
sesungguhnya tentang perilaku anggota organisasi. Wawancara mendalam
digunakan untuk memperoleh pemahaman dan pemaknaan anggota organisasi
tentang nilai, keyakinan, dan kebiasaan yang berlaku dalam organisasi. Dokumentasi
digunakan untuk mendukung data yang diperoleh dari observasi dan wawancara
mendalam.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif yang di
dalamnya melibatkan kegiatan pengumpulan data, sajian data, reduksi data dan
penarikan simpulan (Miles & Huberman, 1984). Untuk menguji keabsahan data
dilakukan triangulasi metode dan triagulasi subjek penelitian. Triangulasi metode
dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dengan wawancara dan
data observasi atau dokumen. Triangulasi subjek dilakukan dengan mencocokkan data
yang diperoleh dari kepala sekolah dengan data yang diperoleh dari guru atau siswa.
Di samping itu, dalam triangulasi ini digunakan juga pendapat dari para ahli tentang
persoalan-persoalan yang mengemuka dari temuan penelitian.

HASIL
Temuan penelitian menunjukkan bahwa: pertama, terbentuknya budaya
organisasi tidak terlepasdari peran pimpinan organisasi. Pimpinan adalah “model nilai
berjalan” yang dipatuhi, dan diteladani oleh anggota organisasi. Sementara itu, nilai
yang dikembangkan dan diterapkan sejak dini adalah kejujuran, keadilan dan
tanggung jawab. Nilai tersebut mengukuhkan hubungan internal anggota organisasi
dan mendorong mereka bekerja efektif. Hal ini dimaknai sebagai keunggulan dan
strategi organisasi.
Ada dua filosofi organisasi yang dipegang teguh oleh pimpinan organisasi yaitu
filosofi air dan filosofi harmoni. Filososfi air diambil dari pemaknaan sifat-sifat air. Sifat-
sifat air tersebut adalah (1) permukaannya selalu datar, (2) air mempunyai kedalaman
dan keadangkalan, (3) air bersifat menyejukkan, (4) air itu indah. Makna filosofis dari
sifat air itu adalah semua anggota organisasi mempunyai kedudukan yang sama, tidak
dibedakan antara bagian parkir, pengajaran dan bangunan; tanggung jawab
berdasarkan beban kerja, kedudukan, dan jenis pekerjaan yang dilakukan; harus ada
keseimbangan aktivitas anggota organisasi dengan lingkungannya; perhatian lembaga
terhadap dunia pendidikan tidak hanya pada bidang kognitif, tetapi juga
memperhatikan aspek afektif (rational mind dan emotional mind). Sifat air mengalir ke
tempat yang lebih rendah, artinya bahwa air membawa kotoran, sekaligus melakukan
proses penyaringan. Sesuatu yang tidak baik ditinggalkan dan hal-hal yang dinilai baik
diambil dan dipertahankan.
Sementara itu, filosofi harmoni disimbolkan dari sekuntum bunga anggrek.
Bunga anggrek terdiri dari tiga kelopak bunga yang membentang ke kiri, ke kanan
dan ke atas. Kelopak bunga anggrek sebelah kiri bermakna keharmonisan,
keseimbangan hubungan antara manusia dengan manusia. Kelopak bunga anggrek
sebelah kanan mempunyai makna hubungan harmonis antara manusia dengan alam
sekitarnya. Sedangkan kelopak bunga anggrek yang membentang ke atas
melambangkan keharmonisan, keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan
yang maha kuasa.
Kedua, wujud budaya yang dirasakan oleh seluruh anggota organisasi adalah
budaya kualitas, kekeluargaan, kebersamaan, manusiawi, dan suka menolong yang
didukung oleh elemen organisasi yang tampak (tangible) dan elemen yang tidak
tampak (intangibel). Elemen organisasi yang tampak adalah artifak, mebeler,
lingkungan dan lain-lainnya. Sedangkan elemen organisasi yang tidak kelihatan tetapi
berpengaruh terhadap organisasi antara lain adalah nilai, filosofi organisasi, visi dan
misi organisasi. Ketiga, Seluruh elemen tersebut dibungkus oleh adanya rasa
kekeluargaan, kebersamaan, dan saling percaya, jujur serta tanggung jawab sebagai
perekat budaya organisasi
Keempat, nilai yang terinternalisasi dalam diri karyawan mempengaruhi sikap
dan perilaku mereka. Salah satu di antaranya adalah karyawan tidak mem-punyai
keberanian membicarakan hak mereka terutama yang terkait dengan uang, seperti
gaji lembur, reward atas dasar prestasi dan kesuksesan mereka mengerjakan suatu
kegiatan. Namun demikian, saat ini, hal itu belum mengurangi kinerja mereka,
karena nilai budaya organisasi dan pemahaman mereka bahwa bekerja itu adalah
ibadah dan pengabdian dominan dalam kehidupan mereka. Kinerja karyawan yang
baik dan kedekatan dengan pimpinan membuka peluang untuk mengembangkan
karier bagi diri dan keluarganya. Sedangkan bagi karyawan yang mengingkari
kesetiaan dan kepatuhan dijatuhi punishment berupa iklim kerja yang tidak
menyenangkan. Norma punishment muncul karena ingkar terhadap kepatuhan.
Formula yang berlaku adalah reward sebagai reinforcement, loyalitas, dan
kepatuhan.
Kelima, pandangan anggota organisasi terhadap pimpinan sebagai “model
nilai berjalan “ berimplikasi terhadap perilaku seluruh anggota organisasi. Hal itu
menimbulkan loyalitas yang mengacu kepada pribadi pemimpin, bukan dedikasi pada
institusi, sehingga ada sebagian karyawan yang bersusaha dekat dengan pimpinan
agar dianggap loyal dan berdedikasi serta memperoleh restu.
Tidak semua aktivitas organisasi berpedoman pada struktur organisasi, lebih
cenderung pada kebiasaan. Karyawan merasa ada ketidakadilan dalam organisasi,
karena loyalitas kepada pimpinan dijadikan dasar untuk mendapat promosi jabatan,
bukan berdasarkan kepada prestasi dan keefektifan kerja karyawan. Diagram
konteks temuan penelitian disajikan pada Gambar 1.

Ai
Filosofi Org Kejuj
Mahasi ur
Harm
Kejuju Keadi
Model Terbentu Keseimba la
nilai knya Keadil
Menya Tg.Ja
T.
Dos Nil w
Perilaku

Wujud Kebersa Keefekti


Rekrut Pembin
Kualit
Dikenali Pengelola

Mengabdi modeling
Kendala
Kepercay
Kinerja Pembinaa Perekat
Keakra Kebias
Gambar 1 Diagram Konteks Temuan Penelitian Secara Komprehe
PEMBAHASAN
Temuan penelitian mengungkapkan bahwa terbentuknya budaya organisasi di
STIE Abdi Bangsa Indonesia karena peran pimpinan sebagai “model nilai berjalan”
yang menekankan pada tiga nilai utama sebagai pegangan, yaitu kejujuran, keadilan
dan tanggung jawab. Ketiga nilai tersebut sejalan dengan filosofi air dan filosofi
harmoni. Implikasi dari temuan tersebut bagi organisasi adalah bahwa setiap
kegiatan yang dilakukan dalam organisasi mengacu kepada nilai-nilai tersebut.
Misalnya dalam menentukan keberhasilan mahasiswa mengikuti kuliah, seorang
dosen harus berpijak pada nilai tersebut, di samping peraturan tertulis, sehingga
secara administratif proses perkuliahan dapat ditelusuri dalam bentuk dokumen
kehadiran, nilai ujian tengah semester, akhir semester, dan berita acara ujian.
Demikian juga halnya dalam pemberian kesempatan melaksanakan ibadah haji,
semua unit yang ada mempunyai kesempatan yang sama untuk berangkat haji
(keadilan), biasanya dua orang dari unsur pimpinan, dua dari unsur dosen, dan dua
dari unsur karyawan administrasi, serta dua orang lagi dari unsur tenaga kebersihan.
Model demikian itu berfungsi sebagai nilai penggerak bagi organisasi, karena
masing-masing anggota organisasi berusaha maksimal untuk mencapai keberhasilan
organisasi. Dari sisi manajemen, nilai tersebut sudah dijadikan sebagai alat
manajemen strategik (strategic management) organisasi. Oleh sebab itu nilai,
disosialisasikan kepada seluruh anggota organisasi. Kesimpulan itu didukung oleh
proposisi ”nilai atau norma disosialisasikan sejak awal keterlibatan karyawan atau
mahasiswa dalam organisasi”.
Maknanya adalah STIE menanamkan nilai kepada seluruh komunitas
organisasi sejak rekrumen karyawan. Untuk mendukung hal itu diciptakan suatu
pemahaman bahwa semua bagian organisasi adalah sama.
Berdasarkan pernyataan temuan tersebut, dapat dimaknai bahwa nilai me-
rupakan suatu strategi organisasi agar organisasi mempunyai kekuatan dan keung-
gulan dalam mencapai misinya. Makna tersebut didukung oleh fakta bahwa terben-
tuknya budaya organisasi STIE diawali sejak penerimaan karyawan, diciptakannya
lingkungan yang asri, dan dirumuskannya filosofi organisasi sebagai pedoman
anggota organisasi berperilaku. Strategi demikian dikenal dengan model manajemen
strategik berdasarkan nilai (value based model of strategic management) dalam
rangka mencapai kualitas organisasi (Mulyadi & Setyawan, 2000).
Wujud budaya yang dimaknai oleh anggota organisasi adalah kekeluargaan,
kebersamaan, dan kualitas. Kekeluargaan diterjemahkan oleh komunitas organisasi
sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan sebagaimana layaknya hubungan antara
anak dan orang tua dalam suatu keluarga, dalam bentuk mengurangi aturan
birokratik yang membatasi hubungan pimpinan dan bawahan. Oleh sebab itu,
pimpinan selalu berkenan ditemui di mana pun, baik untuk kepentingan anggota
maupun kebutuhan organisasi. Sementara itu, kebersamaan dikaitkan dengan
pemenuhan hak dan kewajiban anggota organisasi sebagaimana yang
diterjemahkan dalam filosofi air khususnya pemaknaan air yang mempunyai
kedalaman dan kedangkalan.
Dimensi kualitas organisasi terbentuk karena adanya dukungan nilai dan
filosofi organisasi, rumusan visi misi organisasi yang jelas, komitmen karyawan, dan
kepemimpinan ketua STIE yang kreatif dan transformatif, serta dukungan teknologi
untuk pelaksanaan administratif dan proses belajar-mengajar. Nilai seperti yang
dijelaskan sebelumnya di samping berfungsi sebagai nilai penggerak organisasi, juga
berfungsi sebagai instrument dan terminal (Jones, 1995). Nilai instrumental
merupakan nilai yang dianutkan oleh organisasi, seperti kejujuran, keadilan, dan
tanggung jawab. Sedangkan nilai terminal merupakan tujuan organisasi, yakni
outcomes yang berkualitas, sebagaimana dirumuskan dalam visi STIE.
Visi STIE Abdi Bangsa Indonesia sampai tahun 2010 mendatang adalah (1)
terwujudnya sistem pendidikan dan pengajaran yang efektif berkualitas untuk
pembangunan sumber daya manusia intelektual yang peka terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) terwujudnya STIE “Abdi Bangsa Indonesia”
sebagai research school of business, dan (3) terwujudnya pengabdian kepada
masyarakat, khususnya untuk pemberdayaan usaha kecil, industri rumah tangga,
dan koperasi serta pendorong aktivitas lainnya. Sedangkan misi STIE adalah
menghasilkan lulusan pada bidang ilmu akuntansi dan manajemen yang
berwawasan internasional dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkepribadian Indonesia, serta menghasilkan penelitian khususnya dalam
pengembangan, evaluasi kritis, dan aplikasi ilmu pengetahuan, serta teknologi yang
bermanfaat untuk dunia bisnis dan masyarakat. Misi yang demikian itu berfungsi
sebagai kompas dalam pengelolaan lembaga pendidikan, dalam kaitan ini “Mission
of the
school is its purpose for existence in a particular community” (Caldwell &
Spinks, 1992:37). Dengan demikian perumusan misi yang sudah dilakukan STIE
merupakan usaha untuk menyusun peta perjalanan organisasinya, untuk menjadi
apa organisasi yang diinginkan itu. Kemampuan STIE merumuskan misi berarti
organisasi telah memahami peta perjalanan yang akan ditempuhnya dalam usaha
menyediakan jasa/layanan kepada pelanggannya, sehingga kelangsungan hidup dan
perkembangan organisasi terjamin.
Komitmen dapat diartikan seberapa jauh individu mengenal dan terlibat atau
tidak berkeinginan keluar dari organisasinya (Greenberg & Baron, 1997). Secara
teoritis menurut Greenberg dan Baron ada tiga hal yang menjadi dasar komitmen
karyawan terhadap organisasi yakni (1) berdasarkan taruhan modal yang diberikan
(side-bets orientation), (2) tujuan pribadi (goal-congruence orientations) dan (3)
berdasarkan usaha mempertahankan kebutuhannya karena tidak ingin mencari
organisasi lainnya (continuous commitment). Dalam konteks STIE Abdi Bangsa
Indonesia, komitmen karyawan dipengaruhi oleh nilai dan pemenuhan kebutuhan
oleh lembaga, sehingga karyawan menjadi senang bekerja dan memberi pelayanan
dan jasa kepada pelanggannya yaitu mahasiswa.
Tidak kalah pentingnya dari semua yang djelaskan di atas adalah
kepemimpinan STIE yang mengacu kepada pola kepemimpinan transformatif.
Artinya pimpinan mengambil bentuk leadership by building dan leadership as
bonding. Caranya, pimpinan STIE berusaha memunculkan potensi manusiawi
pengikut, memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi, menumbuhkan harapan pimpinan
dan pengikut supaya termotivasi pada kinerja dan komitmen yang lebih tinggi
(Sergiovanni, 1991). Secara teoritis hal itu menurut Klein, Bigley, dan Roberts, (1995)
disebut “a humanistic-helpful culture”. Sementara itu, leadership as bonding
ditunjukkan pimpinan dalam bentuk usaha memunculkan kesadaran mencapai tujuan
organisasi dengan cara mengikat pimpinan dan pengikut dalam ikatan komitmen
moral atau nilai. Secara konsep disebut juga kepemimpinan budaya (Sergiovanni,
1991; Caldwell & Spink, 1992).
Kepemimpinan budaya mempunyai keterkaitan dengan nilai. Pada bagian
temuan penelitian telah dikemukakan bahwa pimpinan STIE adalah “model nilai
berjalan” yang dapat dimaknai bahwa pimpinan tersebut panutan, contoh dan teladan
dalam arti pimpinan memberi perhatian pada moral. Menurut Greenberg dan Baron
(1997) kepemimpinan transformatif itu mempunyai karakteristik antara lain, (1)
mempunyai karisma, (2) mempunyai kemampuan untuk melakukan intellectual
stimulation, dan (3) berkemampuan melakukan inspirational motivations. Karakteritik
itu ada pada kepemimpinan ketua STIE Abdi Bangsa Indonesia.
Faktor lain yang menunjang dimensi budaya kualitas STIE adalah
digunakannya teknologi informasi untuk mendukung proses administrasi dan
kegiatan belajar-mengajar di kampus. Sampai saat ini telah disediakan fasilitas
komputer memakai sistem LAN (local area network) di beberapa unit organisasi dan
internet (international network), fasilitas CD-ROM yang memuat lebih dari 250.000
artikel jurnal ilmiah, fasilitas teleconference, pelajaran bahasa Inggris, Jepang dan
Mandarin, praktik manajemen dan akuntansi, serta pojok Bursa Efek Jakarta untuk
praktik lapangan bagi para mahasiswa. Belum semua fasilitas tersebut dapat
digunakan secara maksimal. Hal itu disebabkan oleh sumber daya manusia yang
menguasai teknologi masih terbatas. Seperti halnya penggunaan fasilitas
teleconference untuk melakukan konferensi jarak jauh dalam rangka menunjang
proses belajar-mengajar masih belum dapat dilaksanakan secara efektif, dan
sebagian dari teknologi tersebut masih berfungsi sebagai pajangan belaka. Hal itu
bermakna bahwa belum semua visi organisasi dapat direalisasikan dengan efektif
walaupun telah didukung oleh fasilitas penunjang pendidikan yang telah disediakan.
Namun demikian pimpinan dan karyawan organisasi tetap berusaha melaksanakan
proses belajar-mengajar secara efektif dan berkualitas. Kualitas dapat dicapai salah
satunya dengan cara melaksanakan proses belajar-mengajar yang tertib dan
berdisiplin.
Lembaga pendidikan STIE menekankan kepada perlunya kedisiplinan semua
anggota organisasi dalam melakukan aktivitas termasuk kegiatan proses belajar-
mengajar (PBM). Dalam kegiatan PBM semua aktivitas didokumentasikan ke dalam
beberapa format dan berita acara, seperti jumlah mahasiswa perkelas, nama
mahasiswa, dosen yang mengajar, kehadiran mahasiswa dan dosen, jam masuk,
kartu rencana studi, kartu hasil studi, kartu ujian, kartu mahasiswa, kartu
perpustakaan, dan kartu nilai yudisium. Sedangkan berita acara terkait dengan
kegiatan ujian, di dalamnya berisi informasi antara lain tentang waktu
penyelenggaraan ujian, nama pengawas, lokal dan ruang ujian, perilaku mahasiswa
seperti berambut panjang, tidak memakai sepatu, memakai subang bagi yang laki-
laki, alasan mahasiswa melanggar tata tertib, dan sanksi kepada mahasiswa yang
melanggar. Semua itu terselenggara karena adanya koordinasi, rasa kekeluargaan,
kebersamaan serta saling percaya antarunit dan antarinvidu dalam organisasi. Rasa
kekeluargaan, kebersamaan, dan saling percaya tersebut sekaligus berfungsi
sebagai perekat budaya organisasi.
Perekat budaya berguna sebagai peredam konflik. Apabila terjadi konflik
dalam organisasi, perekat budaya yang merekat kembali agar jangan sampai terjadi
perpecahan. Perbedaan pendapat antarunit atau antarindividu menjadi sesuatu yang
wajar dalam organisasi STIE. Konflik organisasi menjadikan organisasi lebih dinamis,
tidak ada organisasi tanpa konflik. Di sinilah peran rasa kekeluargaan, kebersamaan,
saling percaya sebagai perekat itu berfungsi, sehingga melanggengkan kedinamisan
organsiasi. Kedinamisan yang demikian itu menciptakan iklim organisasi yang
kondusif bagi semua komunitas organsasi.
Iklim organisasi yang kondusif menurut Owens (1995) berkaitan dengan faktor
fisik, lingkungan, serta sistem sosial organisasi. Sedangkan sistem sosial terkait
dengan nilai, norma, kepercayaan, dan kebiasaan organisasi. Oleh karena nilai
organisasi yang utama adalah kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab direkat oleh
kekeluargaan dan kebersamaan, ditopang pula oleh penataan artifak yang indah
bagus, maka iklim organisasi menjadi nyaman dan kondusif. Muaranya adalah
hubungan internal antaranggota organisasi menjadi padu, suasana kerja organisasi
menjadi nyaman, aman, dan jauh dari stres. Dengan demikian dapat dikatakan
pencapaian tujuan organisasi sebagaimana diamanatkan dalam visi, misi organisasi
menjadi efektif.

Namun demikian tidak dapat diingkari bahwa tidak semua indivu dalam
organisasi berlaku jujur, adil, dan bertanggung jawab. Masih ada beberapa karyawan
berusaha untuk loyal kepada pimpinan dalam usahanya untuk mendapat suatu
jabatan atau kedudukan tertentu. Loyalitas demikian lebih mengacu kepada pribadi
pimpinan, bukan dedikasi kepada organisasi. Di samping itu, ada juga kebiasaan
yang memberatkan karyawan yang jujur dan bertanggung jawab, walaupun
sesungguhnya karyawan tersebut sudah dirotasi ke bagian lain dalam organisasi. Hal
ini termasuk dalam kendala budaya organisasi. Artinya kebiasaan sebagai bagian
budaya adakalanya memperpendek jalur birokrasi, pada saat yang lain dapat
menjadi kendala organisasi. Oleh sebab itu, perlu kehati-hatian dalam mengelola
budaya organisasi.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Terbentuknya budaya organisasi terkait dengan peran pimpinan sebagai
model “nilai berjalan”. Artinya pimpinan adalah contoh dari nilai organisasi; kejujuran,
keadilan, dan tanggung jawab. Nilai organisasi sejalan dengan filosofi organisasi,
agar dapat dijadikan penggerak dan strategi keunggulan organisasi yang dikenal
dengan nama value based model of strategic management.
Ada tiga wujud budaya organisasi STIE antara lain adalah budaya
kekeluargaan, kebersamaan, dan kualitas. Dimensi kualitas didukung oleh nilai
filosofi organisasi, rumusan visi misi, komitmen karyawan, kepemimpinan ketua, dan
dukungan teknologi untuk kegiatan administratif maupun untuk kegiatan proses
belajar-mengajar. Untuk mewujudkan kualitas diperlukan perekat budaya yang
berguna sebagai lem ketika terjadi konflik antaranggota dan/atau individu dalam
organisasi sebagai bagian dari dinamika organisasi.
Perekat budaya dalam hal ini adalah kekeluargaan, kebersamaan, dan rasa
saling percaya antarsesama. Kedinamisan organisasi yang demikian menciptakan
iklim organisasi yang kondusif yang mengarah kepada keefektivan pencapaian
tujuan organisasi.
Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai pendorong dan dapat pula
menjadi kendala organisasi. Kebiasaan memberatkan karyawan yang jujur,
bertanggung jawab, dan loyalitas semu dapat dianggap sebagai kendala budaya. Di
sinilah perlunya budaya organisasi ditata dan dikelola dengan baik agar tujuan
organisasi yang dirumuskan dalam visi dan misi organisasi tercapai.

Saran
Kemajuan sebuah organisasi ditentukan semua unsur organisasi, baik yang
tampak maupun yang tidak tampak. Oleh sebab itu, para teoritisi perlu mengkaji
secara lebih dalam tentang budaya organisasi sebagai suatu kekuatan dan
keunggulan organisasi.
Perlu diteliti nilai-nilai apa saja yang menjadi keunggulan organisasi perguruan
tinggi lainnya di Indonesia, mengingat masing-masing suku dan daerah di Indonesia
mempunyai keunikan masing-masing. Tiap organisasi mempunyai nilai, keyakinan,
kebiasan dan dasar filosofi yang berbeda dalam menjalankan manajemen lembaga
pendidikan tingginya. Dari penelitian yang dilakukan tersebut diharapkan akan
muncul teori-teori yang lebih bersifat grounded theory sebagai dasar pembentukan
pola manajemen pendidikan yang bercirikan Indonesia.

DATAR RUJUKAN

Bogdan, R. C. & Biklen, S.K. 1998. Qualitative Research in Education: An


Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.
Brannen, J. 1992. Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research.
England: Avebury Ashgate Publishing.
Caldwell, B. J. & Spinks, J. M. 1992. Leading the Self-Managing Schools.
London: The Falmer Press. Dimyati, M. 2000. Penelitian Kualitatif: Paradigma,
Epistemologi, Pendekatan, Metode dan Terapan.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Greenberg, J. & Baron R.A., 1997. Behavior in Organizations: Understanding
and Managing The Human Side of Work. Sixth edition. Upper Saddle River, New
Jersey: Prentice Hall International. Inc.
Jones, G.R. 1995. Organizational Theory Text and Cases. New York:
Addison-Wesley Publishing Company.
Klein, R. L., Bigley, G.A. & Roberts, K.H. 1995. Organizational Culture in High
Reliability Organizations: An Extension. Human Relations. . 48(7): 771-793.
Massachusetts Institute of Technology. 2002. About Massachusetts Institute of
Technology. Online.
(http://www.web.mit.edu/about-mit.html).
Miles, M. B. & Huberman, A.M. 1984. Qualitative Data Analysis. London: Sage
Publications. Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyadi & Setyawan, J. 2000. Sistem Perencanaan dan Pengendalian
Manajemen. Yogyakarta: Aditya Media.
Ouchi, W. G. 1981. Theory Z. New York: Addison-Wesley.
Owens, R.G. 1995. Organizational Behavior in Education. Fifth Edition.
Boston: Allyn and Bacon. Robbins, S. P. 2001. Organizational Behavior: Concepts,
Controversies, and Applications 9 rd edition.
Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall.
Sergiovanni, T.J. 1991. The Principalship: A Reflective Practice Perspective.
2nd Edition. Neeham Heights, Massachusetts: Allyn and Bacon.
25

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Terbentuknya budaya organisasi terkait dengan peran pimpinan sebagai model
nilai berjalan. Artinya pimpinan adalah contoh dari nilai organisasi; kejujuran, keadilan,
dan tanggung jawab. Nilai organisasi sejalan dengan filosofi organisasi, agar dapat
dijadikan penggerak dan strategi keunggulan organisasi yang dikenal dengan nama
value based model of strategic management.
Ada tiga wujud budaya organisasi UNIPOL Soppeng antara lain adalah budaya
kekeluargaan, kebersamaan, dan kualitas. Dimensi kualitas didukung oleh nilai filosofi
organisasi, rumusan visi misi, komitmen karyawan, kepemimpinan ketua, dan dukungan
teknologi untuk kegiatan administratif maupun untuk kegiatan proses belajar-mengajar.
Untuk mewujudkan kualitas diperlukan perekat budaya yang berguna sebagai lem
ketika terjadi konflik antaranggota dan/atau individu dalam organisasi sebagai bagian
dari dinamika organisasi. Perekat budaya dalam hal ini adalah kekeluargaan,
kebersamaan, dan rasa saling percaya antarsesama. Kedinamisan organisasi
yang demikian menciptakan iklim organisasi yang kondusif yang mengarah kepada
keefektivan pencapaian tujuan organisasi.
Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai pendorong dan dapat pula menjadi
kendala organisasi. Kebiasaan memberatkan karyawan yang jujur, bertanggung jawab,
dan loyalitas semu dapat dianggap sebagai kendala budaya. Di sinilah perlunya
budaya organisasi ditata dan dikelola dengan baik agar tujuan organisasi yang
dirumuskan dalam visi dan misi organisasi tercapai.
26

3.2. SARAN
Kemajuan sebuah organisasi ditentukan semua unsur organisasi, baik yang
tampak maupun yang tidak tampak. Oleh sebab itu, para teoritisi perlu mengkaji secara
lebih dalam tentang budaya organisasi sebagai suatu kekuatan dan keunggulan
organisasi. Perlu diteliti nilai-nilai apa saja yang menjadi keunggulan organisasi
perguruan tinggi lainnya di Indonesia, mengingat masing-masing suku dan daerah di
Indonesia mempunyai keunikan masing-masing. Tiap organisasi mempunyai nilai,
keyakinan, kebiasan dan dasar filosofi yang berbeda dalam menjalankan manajemen
lembaga pendidikan tingginya. Dari penelitian yang dilakukan tersebut diharapkan akan
muncul teori-teori yang lebih bersifat grounded theory sebagai dasar pembentukan pola
manajemen pendidikan yang bercirikan Indonesia.
27

DAFTAR PUSTAKA

https://www.neliti.com/id/publications/104976/budaya-organisasi-di-perguruan-tinggi-
studi-di-sekolah-tinggi-ilmu-ekonomi-stie

https://core.ac.uk/download/pdf/79443508.pdf

https://repository.warmadewa.ac.id/259/2/bab1.pdf

http://scholar.unand.ac.id/45894/2/BAB%201-Amelia%20Sri%20Yolanda.pdf

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2284/7.%20LUKMAN
%20HAKIM.pdf;sequence=1

http://journal.um.ac.id/index.php/jip/article/download/235/1449

http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?
article=972367&val=6690&title=PENTINGNYA%20PENGEMBANGAN%20BUDAYA
%20ORGANISASI%20PADA%20PERGURUAN%20TINGGI

https://media.neliti.com/media/publications/332268-membangun-budaya-organisasi-
universitas-b11b0bff.pdf

Anda mungkin juga menyukai