Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH IKLIM ORGANISASI

DAN BUDAYA ORGANISASI

Nama: Bagus Kurniawan Romadhon


NIM: 2113101006
Prodi: S2 Kesehatan Masyarakat
Mata Kuliah: Psikologi Kesehatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT


MOJOKERTO
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi merupakan sekelompok atau kumpulan orang yang saling berinteraksi dengan
pola teretntu, sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugas masing – masing
sebagai satu kesatuan yang memiliki tujuan tertentu dengan batasan yang jelas. Di dalam
organisasi pasti terdapat budaya yang telah terbentuk sejak berdiri hingga bekembang pada saat
ini, dengan adanya budaya organisasi tersebut dengan orang- orang yang berada didalamnya
pasti akan menciptakan iklim organisasi dimana ikli tersebt mengikuti budaya organisasi
sebagai acuan aturannya. Pada saat ini banyak organisasi yang memiliki budaya baik maupun
budaya yang kurang baik, begitu pula dengan iklimnya. Jika penerapan budaya organisasi dapat
memengaruhi prilaku organisasi secara positif, maka pengaruh iklim organisasi terhadap prilaku
organisasi dapat bersifat positif dan dapat bersifat negative. Misalnya, ruang kerja yang tidak
baik, hubungan atasan dan bawahan yang konflik, dan birokrasi yang kaku dapat menimbulkan
sikap negatif, stres kerja tinggi, serta motivasi dan kepuasan kerja yang rendah. Iklim organsiasi
yang seperti ini akan menciptakan kinerja anggota organisasi rendah. Sebaliknya jika karyawan
bekerja diruangan yang nyaman dan bersih, hubungan atasan dan bawahan yang kondusif dan
birokrasi yang longgar akan menimbulkan sikap yang positif, stres kerja rendah, serta motivasi
dan kepuasan kerja yang tinggi. Dari sini akan tercipta kinerja karyawan yang tinggi.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah

a. Memberikan pemahaman budaya organisasi dan iklim organisasi yang baik agar
terciptanya suasana yang kondusif

1.3 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah

a. Memberikan wawasan terhadap terciptanya suatu lingkungan organisasi yang kondusif


melalui budaya organisasi dan iklim organisasi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Budaya Organisasi

Menurut Sonhadji dalam Soetopo (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah
proses sosialisasi anggota organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai dan keyakinan
terhadap organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai, dan keyakinan terhadap organisasi.
Mengatakan bahwa budaya organisasi berkenaan dengan keyakinan, asumsi, nilai, norma-norma
prilaku, ideologi, sikap, kebiasaan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh organisasi.   Gibson,
Ivanichevich & Donelly dalam Soetopo (2010) berpendapat bahwa budaya organisasi adalah
“kepribadian organisasi yang mempengaruhi cara bertindak individu dalam organisasi”. Budaya
mengandung pola eksplisit dan implisit dari dan untuk prilaku yang dibutuhkan dan diwujudkan
hasil kelompok manusia secara berbeda termasuk benda-benda ciptaan manusia.
Dari semua definisi yang dijabarkan dapat ditarik secara umum bahwa budaya organisasi
merupakan nilai, sikap dan keyakinan. Suatu organisasi adalah sikap, keyakinan, kebiasaan dan
harapan dari seluruh individu anggota organisasi mulai dari manajemen puncak hingga
manajemen yang paling rendah, sehingga tidak ada aktifitas manajemen yang dapat melepaskan
diri dari budaya, serta memiliki tujuan kedepan untuk dapat mempertahankan suatu budaya yang
telah ada.
2.2 Fungsi Budaya Organisasi
Soetopo (2010) mengemukan bahwa fungsi budaya organisasi berkaitan dengan fungsi
eksternal dan fungsi internal. Fungsi ekternal disini adalah melakukan adaptasi dengan
lingkungan sekitar terlepas dari organisasi, sementara fungsi internal berkaitan dengan sumber
daya yang ada didalam organisasi baik Manusia, manajemen dll. Dengan maikin kuat budaya
organisasi, makin tidak mudah organisasi itu akan terpengaruh oleh budaya luar yang
berkembang di lingkungannya. Sementara kekentalan fungsi internal makin dirasakan menguat
jika didalam organisasi itu semakin berkembang norma-norma, peraturan, treadisi, adat istiadat
organisasi yang terus menerus dipupuk oleh para anggotanya sehingga berangsur-angsur budaya
itu akan menajdi semakin kuat.
2.3 Karakteristik Budaya Organisasi
            O’Reilly dan Jehn dalam Soetopo (2010) mengemukakan tujuh karakteristik utama yang
menjadi inti dari suatu organisasi, yaitu :

1. Innovation and risk taking, yaitu derajat sejauh mana pekerja didorong untuk inovatif dan
berani mengambil resiko
2. Attention to detail,yaitu derajat seajuh mana para pekerja diharapkan menunjukkan presisi,
analisis, dan perhatian pada detail-detail
3. Outcome orientation, yaitu sejauh mana pimpinan berfokus pada hasil, bukan pada teknis
dari proses yang dipakai untuk menjadi hasil
4. People orientation, yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-
hasil pada orang dalam fungsi budaya organisasi menjadi inti dari suatu budaya organisasi.
5. Team orientation, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan atas dasar tim kerja
daripada individu.
6. Aggressiveness, yaitu sejaunmana orang-orang dalam organisasi bersifat agresif dan
kompeteitif
7. Stability, yaitu sejauh mana aktifitas organisasi menekankan pemeliharaan status quo sebagai
kontras dari pertumbuhan.
2.4 Klasifikasi Budaya Organisasi

            Dalam mempelajari budaya organisasi, terdapat empat pendekatan menurut Robert dan
Hunt dalam Soetopo (2010). Keempat pendekatan itu antara lain : (1) beberapa sarjana
memandangnya sebagai asumsi bersama, keyakinan dan nilai-nilai dalam organisasi dan
kelompok kerja, (2) kelompok kedua tertarik dengan mitos, cerita, dan bahasa sebagai
manifestasi budaya, (3) memandang tata cara dan seremonial sebagai manifestasi budaya, dan (4)
mempelajari interaksi antar anggota  dan symbol-simbol. Sedangkan Schein membaginya
kedalam tiga dimensi budaya yaitu : (1) artefak dan kreasi berupa teknologi, seni, pola prilaku
yang dapat dilihat dan didengar. Terlihat oleh mata tetapi sering tidak dapat diartikan dan
diuraikan, (2) nilai, dapat diuji dalam lingkungan fisik, dapat diuji hanya oleh konsensus social.
Tingkat yang lebih tinggi mengenai kesadaran, (3) asumsi dasar, yaitu menegnai hubungan
manusia-lingkungan, hakikat dasar manusia, hakikat hubungan manusia.
2.5 Menciptakan dan Mempertahankan Budaya

Dalam budaya organisasi tidak secara tiba-tiba muncul pasti direncanakan dan
diterapkan, jika budaya tersebut telah terbentuk secara baik dan kuat tidak akan mudah
menghilang. Yang menyebabkan budaya organisasi itu kuat adalah Kebiasaan, tradisi, dan cara-
cara umum dalam mengerjakan sesuatu yang sudah ada dalam suatu organisasi berkaitan erat
dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya dan dengan tingkat keberhasilan organisasi
tersebut dengan upaya-upayanya. Dengan demikian sumber utama budaya organisasi tersebut
adalah para pendirinya.

Para pendiri organisasi secara tradisional memiliki pengaruh yang dalam membentuk
budaya awal. Mereka memiliki visi bagaimana wujud organisasi tersebut. Mereka tidak dibatasi
oleh kebiasaan-kebiasaan dalam menegrjakan sesuatu atau ideologi-ideologi sebelumnya.
Pemberian karakter terhadap organisasi-organisasi baru dengan ruang lingkup yang masih kecil,
mempermudah para pendiri dalam menerapkan visinya pada keseluruhan anggota organisasi.
Dikarenakan para pendiri tersebut memiliki ide yang masih asli, mereka juga biasanya memiliki
bias tentang cara bagaimana ide-ide tersebut bisa terpenuhi. Budaya organisasi dihasilkan dari
interaksi antara bias dan asumsi para pendiri dengan apa yang dipelajari selanjutnya oleh anggota
awal organisasi dari pengalaman mereka sendiri.

            Bila suatu budaya sudah berlaku dalam suatu organiasi, praktik-praktik dalam organisasi
berfungsi untuk menjaga budaya tersebut dengan cara mengekspos karyawan agar memiliki
pengalaman yang serupa (Robbins, 2005; 493). Untyk dapat menjaga budaya tersebut agar tetap
hidup, ada tiga kekuatan yang memainkan peran penting dalam mempertahankannya. Ketiga
kekuatan itu adalah :

a. Praktek-praktek seleksi.
Tujuan yang jelas dari proses seleksi adalah untuk mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang memiliki wawasan, keterampilan, dan kemampuan dalam
melakukan pekerjaan untuk keberhasilan pekerjaan.
b. Tindakan-tindakan manajemen (manajemen puncak)
Tindakan manajemen puncak juga memiliki dampak utama terhadap budaya organisasi.
Para eksekutif membentuk norma-norma penyaring yang menyeluruh didalam organisasi
melalui apa yang mereka katakan dan mereka lakukan.
c. Metode sosialisasi
Tahap sosialisasi yang paling penting adalah ketika karyawan baru masuk ke dalam
organisasi. Tahap ini merupakan saat-saat dimana organisasi berusaha untuk membentuk
karakter orang luar yang baru masuk mejadi karyawan dengan cara “penempatan diri
yang baik”.
2.6 Iklim Organisasi

Menurut Owens (1991) menyatakan bahwa “organizational climate is the study of


perceptions that individual have of various aspect of the environment in the
organization”. Dengan demikian pengkajian iklim organisasi dapat dilakukan dengan menggali
data dari persepsi individu yang ada dalam organisasi. Taguiri dan Litwin dalam Soetopo (2010)
mengartikan iklim organisasi adalah suatu kualitas lingkungan internal organisasi yang dialami
oleh anggotanya, mempengaruhi prilakunya dan dapat dideskripsikan dengan nilai-nilai
karakteristik organisasi. Dengan penegrtian ini, Miner (1998) menyarikan aspek-aspek definisi
iklim organisasi sebagai berikut :
1. Iklim organisasi berkaitan dengan unit yang besar yang mengandung cirri karakteristik
tertentu.
2. Iklim organisasi lebih mendiskripsikan suatu unit organisasi daripada menilainya.
3. Iklim organisasi berasal dari praktik organisasi, dan
4. Iklim organiasasi mempengaruhi prilaku dan sikap aggota organisasi.
             Dalam kaitannya dengan iklim organisasi, Steers dalam Soetopo (2010) menyatakan
bahwa iklim organisasi dapat dilihat dari dua sisi pandang yaitu (1) iklim organisasi dilihat dari
persepsi para anggota terhadap organisasinya, (2) iklim organisasi dilihat dari hubungan antara
kegiatan-kegiatan organisasi dan perilaku manajemennya.
2.7  Klasifikasi Iklim Organisasi
             Menurut Halpin (1971) yang menggunakan  Organizational Climate Description
Quesionare (OCDC), terdapat enam klasifikasi iklim organiasi yaitu :
1. Open Climate yang menggambarkan tentang situasi dimana anggota organisasi merasa
senang untuk bekerja, saling kerjasama serta adanya keterbukaan.
2. Outonomous Climate yaitu situasi dimana adanya kebebasan, adanya peluang kreatif,
sehingga para anggota memiliki peluang untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka.
3. The Controlled Climate yang ditandai adanya penekanan atas prestasi dalam mewujudkan
kepuasan kebutuhan social, setiap orang bekerja keras serta kurangnya hubungan antar
sesama anggota
4. The Familiar Climate yaitu adanya rasa kesejawatan tinggi antara pimpinan dan anggota
5. The Paternal Climate yang bercirikan adanya pengontrolan pimpinan terhadap anggota, dan

6. The Closed Climate yang ditandai suatu situasi rendahnya kepuasan dan prestasi tugas serta
kebutuhan social para anggota, pimpinan sangat tertutup terhadap para anggotanya.

Menurut Miner ini sebagaimana dikutip dalam Soetopo (2010) menunjukkan bahwa manajer
yang bekerja dalam iklim organisasi terbuka menunjukkan pekerjaan yang lebih baik daripada
manajer yang bekerja dalam iklim organisasi yang tertutup.  Hoy and Miskel (2005)
mengemukakan bahwa organisasi yang memiliki situasi kerja dengan iklim terbuka
menunjukkan tingkat kepercayaan dan keefektifan lebih tinggi daripada menggunakan iklim
tertutup. Lebih lanjut, Hoy and Miskel mengatakan bahwa pemimpin yang memperoleh
dukungan (support) tinggi menggambarkan iklim kelompok yang favorable, sementara
pemimpin yang memperoleh dukungan rendah menggambarkan iklim kelompok yang kurang
favorable.
             Dalam kaitannya dengan kualitas hubungan antara pemimpin dan bawahan—yang
menggambarkan iklim organisasi—penelitian Fiedler dalam Owens (1991) menemukan bahwa
jika hubungan antara pemimpin dan bawahan baik (misalnya, pemipin menghargai, mempercayai
dan disenangi), maka pemipin akan lebih mudah memberikan pengaruh dan otoritas daripada
jika hubungan pemimpin dan bawahan tidak baik (misalnya, pemimpin tidak mengahrgai, tidak
disenangi, dan kurang percaya kepada bawahan).
             Berdasarkan paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin yang
menggunakan orientasi hubungan kemanusiaan akan lebih menopang iklim organisasi yang
terbuka (member kepercayaan, menghargai) daripada pemimpin yang menggunakan otorientasi
tugas.

2.8 Komponen Iklim Organisasi

Halpin sebagaimana dikutip Soetopo (2010) membagi komponen iklim organisasi berdasarkan
karakteristik kelompok sebagai berikut :

1. Disengagement atau ketidakikutsertaan, yaitu suatu kadar dimana staf atau bawahan


cenderung tidak terlibat dan tidak commite terhadap pencapaian tujuan organisasi.

2. Hindrance atau halangan, yaitu mengacu pada perasaan para staf bahwa pimpinan
membebani mereka dengan tugas yang memberatkan pekerjaan mereka.

3. Esprit atau semangat, yaitu mengacu pada semangat kerja karena terpenuhinya kebutuhan
social dan rasa punya prestasi dalam pekerjaan.

4. Intimacy atau keintiman, yaitu kadar kekohesifan antar staf dalam organisasi.

Sedangkan berdasarkan kategori prilaku pemimpin sebagai berikut :

1. Aloofness atau keberjarakan, yaitu menggambarkan kadar prilaku pemimpin yang formal dan
impersonal yang menunjukkan jarak social dengan staf.

2. Production Emphasis atau penekanan pada hasil yaitu mengacu pada prilaku pemimpin agar
staf bekerja keras, misalnya dengan pengawasan ketat, direktifdan menuntut hsil maskimal.

3. Thrust atau rasa yakin, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin yang ditandai kerja
kerasnya agar dicontoh oleh staf.

4. Consideration atau perhatian, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin dengan


memperlakukan staf secara manusiawi sesuai dengan martabatnya.
BAB III
PENUTUP
              Organisasi sebagai wadah tempat berkumpulnya individu untuk mencapai tujuan-
tujuannya sangat bergantung pada bagaimana individu-individu yang ada didalamnya memiliki
asumsi, prilaku dan keyakinan terhadap organisasi. Budaya dan iklim organisasi menjadi
variabel yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi yang efektif dan efisien.

              Budaya organisasi haruslah dibentuk dengan memperhatikan aspek-aspek yang menjadi
nilai-nilai positif bagi keberlangsungan pencapaian tujuan organisasi. Budaya yang sudah
terbentuk ini kemudian harus mampu dipertahankan oleh organisasi tentunya melalui orang-
orang yang ada dalam organisasi. Proses-proses yang berlangsung dalam organisasi sangat
mempengaruhi keberadaan budaya organisasi. Semakin banyak orang-orang dalam organisasi
yang memegang teguh budaya yang sudah dibentuk, maka budaya itu akan menajdi semakin
kuat. Demikian pula sebaliknya.

              Hal lain yang penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi adalah iklim organisasi.
Iklim organisasi merupakan suatu kondisi atau cerminan dari budaya yang terbentuk. Ketika
iklim organisasi tidak kondusif maka dapat dipastikan kepuasan kerja ataupun tujuan lain yang
ingin dicapai oleh organisasi akan sulit diwujudkan. Maka seorang pemimpin dalam sebuah
organisasi harus mampu menjaga atau mengkondisikan iklim organisasi agar selalu kondusif
demi terwujudnya tujuan yang sudah ditentukan organisasi.

Anda mungkin juga menyukai