Disusun Oleh:
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Uji
Stabilitas Fisik Formulasi Sediaan Tablet Paracetamol”. Laporan ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Farmasetika Sediaan
Solida.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih memiliki banyak
kekurangan. Namun berkat bantuan bimbingan dan dorongan yang tulus, maka
penulis dapat menyelesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Achmad Syahrani,Apt.,MS selaku Ketua STIKES Rumah Sakit
Anwar Medika yang telah memberikan bimbingan.
2. Ibu Yani Ambari, S.Farm., M.Farm., Apt selaku Kepala Progam Studi S1
Farmasi, yang telah memberikan bimbingan, sehingga dapat terselesaikan
penulisan laporan dengan baik.
3. Ibu Marthy Meliana A.J., S.Farm., Apt selaku Dosen pembimbing Farmasetika
Sediaan Solida yang telah memberikan bimbingan, sehingga dapat
terselesaikan penulisan laporan dengan baik.
4. Pak Anggara Martha, S. Farm., Apt selaku Dosen pembimbing Farmasetika
Sediaan Solida yang telah memberikan bimbingan, sehingga dapat
terselesaikan penulisan laporan dengan baik.
5. Semua teman-teman S1 Farmasi angkatan 2016 yang telah ikut membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima segala saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis berharap
semoga sumbangan pikiran yang singkat dan sederhana dapat berguna bagi
perkembangan pendidikan.
Sidoarjo, 18 April 2019
Tim Penulis
DAFTAR ISI
1
tablet, kapsul, pil, suppositoria, ovula dan lain-lain, salah satu sediaan solida
yang sering digunakan adalah tablet. Tablet adalah sediaan padat
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan
metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa.
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan
bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat
dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan
cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan
penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan. (Depkes, 1995 ).
Pada penelitian ini akan digunakan parasetamol sebagai bahan aktif
tablet.Parasetamol atau Asetaminophen merupakan derivate ρ- aminofenol
yang memiliki sifat antipiretik atau analgesik. Sifat antipiretik disebabkan
oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek
sentral. Sifat analgesic parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan
sampai sedang, karakteristik fisikokimia dari parasetamol yaitu parasetamol
memiliki titik lebur 163-172°C, kelarutan dari parasetamol yaitu larut dalam
air mendidih dan dalam NaOH 1N, mudah larut dalam etanol (1,4g/100ml),
parasetamol memiliki Pka 9,5. Stabilitas parasetamol stabil pada suhu 45°C,
stabil terhadap cahaya, stabil terhadap kelembapan, namun tidak stabil
terhadap cahaya, dan parasetamol memiliki premeabilitas rendah (Depkes
RI, 1979).
Dari penyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
pembuatan sediaan solida terdapat kelebihan dan kekurangan, dan
diharapkan agar dapat mempertahankan kelebihannya, dan mengatasi
kekurangan tersebut dengan membuatnya lebih baik lagi, agar dapat
diterapkan dalam dunia kerja dan bisa didapatkan efek terapi yang
diharapkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini sediaan solida yang dipilih
adalah bentuk sediaan teblet karena sesuai dengan sifat fisikokimia
parasetamol dan efek terapi yang memiliki mempunyai kasiat yang cocok
untuk digunakan sebagai obat tablet. Pada umumnya parasetamol dianggap
sebagai analgetik dan antipiretik yang paling aman, dan juga untuk
swamedikasi (pengobatan mandiri) (Tjay et al, 2002).
2
Alasan bahan obat diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet yaitu,
bahan aktif obat mempunyai efek terapi yang sering digunakan masyarakat
untuk mengobati analgesic dan antipiretik. Secaraumum bentuk pengobatan
dengan menggunakan tablet lebih disukai karena bersih, praktis dan efisien.
Dipilih sediaan tablet karena bentuk sediaan tablet memiliki suatu
keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan liquid, karena kompak
sehingga lebih mudah disimpan dan dibawa (Joenoes, 2008)
Oleh karena itu dibuatlah sediaan bentuk tablet. Pembuatan tablet ini juga
didasarkan pada pengembangan sediaaan solida yang lebih banyak diminati
oleh masyarakat luas. Tetapi dalam pembuatan sediaan tablet juga
memerlukan ketelitian dalam proses pembuatan sehingga kestabilannya
dapat terjaga. Dalam pembuatan sediaan tablet dengan bahan aktif
paracetamol ini digunakan metode granulasi basah. Dalam pembuatan
sediaan tablet ini digunakan metode granulasi basah karena akan
memperbaiki sifat alir dengan membentuk granul dan meningkatkan
kompaktibilitas bahan sehingga menjadi lebih mudah di tablet(Joenoes,
2008).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
2.1.1 DefinisiTablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak,
dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis obatatau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi,
zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang
cocok. Tablet adalah bentuk sediaan yang paling banyak beredar karena
secara fisik stabil, mudah dibuat, lebih menjamin kestabilan bahan aktif
dibandingkan bentuk cair, mudah dikemas, praktis, mudah digunakan,
homogen, dan reprodusibel. Massa tablet harus mengalir dengan lancar agar
dapat menjamin homogenitas dan reprodusibilitas Sediaan dan harus dapat
terkompresi dengan baik agar diperoleh tablet yang kuat, kompak, dan stabil
selama penyimpanan dan distribusi. Metode granulasi banyak dipilih dengan
tujuan memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas massa tablet. Komponen
tablet terdiri atas zat aktif dan bahan tambahan yang dibutuhkan tablet.
6
mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet.
Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, 1989).
d. Waktu hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali
tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan
untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan
pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan
bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Pada
pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada
bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang
berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang
diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15
menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk
tablet bersalut (Syamsuni, 2007).
e. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk
padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek
terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada
pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan
frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).
f. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar
zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang
tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada
masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat
maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak
layak untuk dikonsumsi (Syamsuni, 2007).
7
pewarna yang diizinkan, dan bahan penolong lainnya. Eksipien Tablet biasa
disebut sebagai bahan tambahan tablet. Untuk membentuk tablet diperlukan
bahan - bahan tambahan. Akan tetapi beberapa tablet ada yang tidak
membutuhkan banyak bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasa
digunakan adalah :
1. Bahan Pengisi
Bahan pengisi ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit
dikempa. Jika kandungan zat aktif kecil, sifat tablet secara keseluruhan
ditentukan oleh bahan pengisi yang besar jumlahnya. Selain itu, bahan
pengisi dapat juga ditambah karena alasan kedua yaitu memperbaiki daya
kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran.
Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :
a. Harus nontoksik dan dapat memenuhi praturan-peraturan dari Negara
di mana produk akan dipasarkan.
b. Harus tersedia dalam jumlah yang cukup di semua negara tempat
produk itu dibuat.
c. Harganya harus cukup murah.
d. Tidak boleh saling berkontraindikasi (misalnya, sukrosa), atau karena
komponen (misalnya, natrium) dalam tiap segmen/bagian dari
populasi.
e. Secara fisiologi harus inert/netral.
f. Harus stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan
berbagai obat atau komponen tablet lain.
g. Harus bebas dari segala jenis mikroba.
h. Harus color compatible (tidak boleh mengganggu warna).
i. Bila obat itu termasuk sebagai makanan (produk-produk vitamin
tertentu), pengisi dan bahan pembantu lainnya harus mendapat
persetujuan sebagai bahan aditif pada makanan.
j. Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat.
k. Bahan pengisi tablet yang umum adalah laktosa, mannitol, pati, dan
beberapa bahan pengisi yang digunakan berada dalam bentuk hidrat
seperti kalsium fosfat dan kalsium sulfat berbasa dua.
8
2. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memberikan daya adhesi (perekatan) pada massa serbuk
sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang
telah ada pada bahan pengisi. Zat pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk
kering, tetapi lebih efektif jika ditambahkan dalam bentuk larutan pada
pembuatan granul. Bahan pengikat yang umum meliputi amilum,
metilselulosa gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, dan
karboksimetilselulosa.
3. Bahan Penghancur
Bahan penghancur atau disintegran ditambahkan untuk memudahkan
pecahnya atau hancurnya tablet menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
yang mudah terdispersi atau melarut, sehingga lebih mudah diabsorpsi ketika
berkontak dengan cairan saluran pencernaan. Bahan penghancur berfungsi
menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah
menjadi fragmen-fragmen yang mungkin sangat menentukan kelarutan
selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan.
Disintegran tablet yang paling banyak digunakan adalah Avicel, pati, dan
explotab. Kandungan disintegran, cara penambahan dan derajat kepadatan
berperan dalam efektivitas daya hancur tablet.
4. Bahan Pelicin
Ketiga jenis bahan ini memiliki fungsi yang saling tumpang-tindih,
hal ini disebabkan suatu bahan anti lekat juga memiliki sifat-sifat pelincir
dan pelican. Perbedaan ketiganya yaitu, suatu pelincir diharapkan dapat
mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding die, pada saat
tablet ditekan ke luar. Anti lekat bertujuan untuk mengurangi melengketnya
granul pada permukaan punch atau dinding die. Sedangkan pelicin digunakan
untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi gesekan di
antara partikel-partikel. Bahan yang paling umum digunakan adalah talk,
magnesium stearat, asam stearat, dan kalsium stearat.
5. Zat Warna, Pemberi Rasa dan Pemanis
Penggunaan zat warna dalam preparat farmasi untuk tujuan estetika,
sebagai pembantu sensori untuk pemberi rasa yang digunakan, dan untuk
9
tujuan kekhasan produk. Ada beberapa keuntungan penggunaan zat warna
dalam tablet yaitu :
a. Dapat menutupi warna obat yang kurang baik.
b. Membantu identifikasi hasil produksi.
c. Membuat suatu produk menjadi lebih menarik.
d. Zat pemberi rasa biasanya dibatasi pada tablet kunyah atau
tablet lainnya yang ditujukan untuk larut di dalam mulut.
Sedangkan penggunaan pemanis dibatasi terutama pada tablet
yang dikunyah.
10
dengan memberi tekanan terhadap diameter tablet. Tablet harus
mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat bertahan dari
berbagai goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan
transportasi. Alat yang biasa digunakan adalah hardness tester (Banker
and Anderson, 1984). Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan
ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan,
kikisan dan terjadi keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan
dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan
pengempaan (Parrott, 1971).
3. Uji Kerapuhan (Friabilitas) Tablet
Kerapuhan merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur
ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang dialaminya sewaktu
pengemasan dan pengiriman. Kerapuhan diukur dengan friabilator.
Prinsipnya adalah menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet
selama diputar dalam friabilator selama waktu tertentu. Pada proses
pengukuran kerapuhan, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran per
menit dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi ada 100 putaran
(Andayana, 2009). Kerapuhan dapat dievaluasi dengan menggunakan
friabilator (contoh nya Rosche friabilator) (Sulaiman, 2007).
Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas adalah jika
dalam proses pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau terbelah,
maka tablet tersebut tidak diikutsertakan dalam perhitungan. Jika hasil
pengukuran meragukan (bobot yang hilang terlalu besar), maka
pengujian harus diulang sebanyak dua kali. Selanjutnya tentukan nilai
rata-rata dari ketiga uji yang telah dilakukan (Ansel, 2008).
4. Uji Disolusi
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan
disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan
tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus
dikunyah. Ada dua jenis alat yang dapat digunakan untuk uji disolusi,
untuk uji disolusi tablet parasetamol digunakan alat jenis 2 dengan
kecepatan 50 rpm selama 30 menit (Lachman dkk., 2008).
11
Uji kesesuaian alat dilakukan pengujian masing-masing alat
menggunakan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis diintegrasi dan 1 tablet
Kalibrator Disolusi FI jenis bukan disintegrasi. Alat dianggap sesuai bila
hasil yang diperoleh berada dalam rentang yang diperbolehkan seperti
yang tertera dalam sertifikat dari Kalibrator yang bersangkutan. Untuk
media disolusi digunakan 900 mL larutan dapar fosfat pH 5,8. Kemudian
lakukan penetapan jumlah parasetamol yang terlarut dengan mengukur
serapan filtrat larutan uji dan larutan baku pembanding parasetamol BPFI
dalam media yang sama pada panjang gelombang maksimum 243 nm.
Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80 % parasetamol
dari jumlah yang tertera pada etiket (Lachman dkk., 2008).
5. Waktu Hancur
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk
hancur menjadi granul/partikel penyusunnya yang mampu melewati
ayakan no.10 yang terdapat dibagian bawah alat uji. Alat yang digunakan
adalah disintegration tester, yang berbentuk keranjang, mempunyai 6
tube plastik yang terbuka dibagian atas, sementara dibagian bawah
dilapisi dengan ayakan/screen no.10 mesh (Ansel, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur suatu sediaan tablet
yaitu sifat fisik granul, kekerasan, porositas tablet, dan daya serap granul.
Penambahan tekanan pada waktu penabletan menyebabkan penurunan
porositas dan menaikkan kekerasan tablet. Dengan bertambahnya
kekerasan tablet akan menghambat penetrasi cairan ke dalam pori-pori
tablet sehingga memperpanjang waktu hancur tablet. Kecuali dinyatakan
lain waktu hancur tablet bersalut tidak > 15 menit (Ansel, 2008).
Untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masing-masing monografi. Untuk tablet parasetamol tidak bersalut
pengujian dilakukan dengan memasukkan 1 tablet pada masing-masing
tabung dari keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung dan
jalankan alat, gunakan air bersuhu 37º ± 2º sebagai media kecuali
dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing-masing monografi.
Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi, angkat
12
keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus hancur sempurna.
Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian
dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus
hancur sempurna (Lachman dkk., 2008).
13
1. Penyusunan ulang dari struktur granul: Ketika Punch atas mengempa
granul maka distribusi granul akan tersusun ulang diantara punch
atas dan punch bawah.
2. Perubahan Bentuk granul dan pembentukan ikatan: Pada tahap ini
akan terjadi perubahan bentuk granul krena penekanan, pada
awalnya terjadi deformasi elastis kemudian plastik.
3. Pembentukan ikatan intergranul Hasil dari penekanan, granul
termampatkan dan terjadi ikatan antar granul sehingga menjadi
tablet.
Ada dua tipe mesin pencetak tablet yaitu pencetak tunggal dan
pencetak ganda berputar. Proses mesin pencetak tunggal sama persis
14
seperti diatas. Pencetak ganda berputar, umumnya digunakan untuk
produksi besar, kapasitas produksi bisa sampai 10.000 tablet/menit.
Seperti Mesin pencetak tunggal tablet dimampatkan diantara punch atas
dan bawah, akan tetapi prosesnya sedikit berbeda. Pada Pencetak ganda
berputar disusun dalam 1 rangkaian punch atas dan punch bawah (sampai
60 permesin) yang ditempatkan dalam lingkaran die yang dapat berputar.
Kedua Punch digerakkan (baik diturunkan dan di naikkan) oleh gerakan
Roller atas dan Roller bawah.
(a) (b)
Gambar : (a) Single Rotary Tabletting Machine (b) Double Rotary
Tabletting Machine
Mixer
(a) (b)
15
(c) (d)
Gambar: (a) Rotating drum mixer, (b) Planetary bowl mixer, (c) High-speed
mixer, (d) Ribbon
Mixer
16
pengeringan maka proses pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi
bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi
suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu keadaan
dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah.
3. Kecepatan Aliran Udara
Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air
dari permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh
di permukaan bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang
tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air
tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah
terjadinya atmosfir jenuh yang akan memperlambat penghilangan air.
Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan berjalan dengan baik,
proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah dan
semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan. Kecepatan aliran udara
pada fluidized bed dryer jelas lebih tinggi daripada lemari pengering hal
ini dikarenakan pada fluidized bed dryer terdapat pompa udara yang
menyebabkan perlakuan aliran udara besar.
4. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara
untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin
kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap
air dapat lebih banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan pangan.
Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka udara disekitar
pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air
terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan. Tekanan udara
pada fluidized bed dryer jelas lebih tinggi daripada lemari pengering hal
ini dikarenakan pada fluidized bed dryer terdapat pompa udara yang
menyebabkan tekanan udara Kelembapan Udara
Makin lembab udara maka Makin lama kering sedangkan Makin
kering udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering dapat
mengabsobsi dan menahan uap air Setiap bahan mempunyai
17
keseimbangan kelembaban nisbi masing-masing. kelembaban pada suhu
tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir
atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir
18
basah)
f. Memungkinkan penanganan serbuk tanpa kehilangan kuali campuran
(Ansel, 1989).
Kekurangan/kerugian granulasi basah yaitu:
a. tahap pengerjaan lebih lama
b. banyak tahapan validasi yang harus dilakukan
c. biaya cukup tinggi
d. zat aktif tidak tahan lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan
metode ini (Ansel, 1989).
19
dipengaruhi oleh bentuk ukuran dan kelembaban serbuk. Bila sudut diam
lebih kecil atau sama dengan 30° menunjukkan bahwa serbuk dapat mengalir
bebas, bila sudut lebih besar atau sama dengan 40° biasanya daya
mengalirnya kurang baik (Lachman, 1994).
4. Penetapan Serbuk / Sifat Alir Serbuk
Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan/tapping terhadap
sejumlah serbuk dengan menggunakan alat volumeter/mechanical tapping
device. Pengetapan dilakukan dengan mengamati perubahan volume sebelum
pengetapan (Vo) dan volume setelah konstan (Vt). Uji pengetapan dihitung
dengan rumus. (Sulaiman, 2007).
20
Gambar 2.3 Struktur Kimia Parasetamol
Warna : Putih
Rasa : Pahit
21
Interaksi Obat : Penggunaan bersama dengan antikoagulan akan
meningkatkan potensi antikoagulan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
22
pemulai peradangan dan pembengkakan banyak jaringan tubuh. Tetapi
bekerja secara non-selektif (Katzung, 2010).
23
panjang. Jika terjadi diare secara terus menerus maka sebaiknya
dihentikan pemakaian obat paracetamol.
4. Mual
Mual dapat timbul ketika parasetamol digunakan secara berlebihan atau
overdosis. Penggunaan parasetamol harus dalam resep dokter agar tidak
terjadi overdosis. Jika terjadi mual secara terus menerus maka dihentikan
pemakaian parasetamol.
5. Sulit bernafas
Sulit bernapas atau sesak napas memang terjadi pada pasien dengan
riwayat penyakit asma. Sulit bernapas dapat timbul karena penggunaan
parasetamol yang berlebihan. Jika terjadi hal tersebut maka harus
dihentikan pemakaian obat parasetamol.
24
Nama kimia Starch [9005 – 25 -8]
Kegunaan Desintegran 3 – 25 %
2.6.2 Lactosa
25
Struktur
molekul
26
Struktur kimia
27
BAB III
METODE PENELITIAN
28
Pati Jagung (2) Bahan Pengikat 1 gram
Aquades Pelarut 10 ml
Mg Sterat Lubrikan 2%
29
ditimbang Loyang kosong (dicatat beratnya). Kemudian dimasukkan granul
basah dalam Loyang tersebut dan ditimbang (dicatat beratnya). Langkah
berikutnya dimasukkan Loyang yang telah berisi granul ke dalam lemari
pengering bersuhu 60 °C, setiap 10 menit timbang wadah dan granul
tersebut, kerjakan 5 kali penimbangan. Kemudian dibiarkan wadah dan
granul dalam lemari pengering selama 40 menit dan diakhiri proses
pengeringan berat wadah dan granul ditimbang. Langkah terakhir ditabulasi
data dan dibuat perhitungan.
30
dalam tabel 4. Setelah itu diulangi percobaan sudut diam dengan
menggunakan granul hasil pengayakan pada penentuan distribusi ukuran
granul (mesh 20, 40, dan 60). Langkah terakhir ditabulasi hasil penentuan
kecepatan alir dan sudut diam granu seperti tabel 3. Kemudian diulangi
percobaan 8 dengan granul yang telah di tambah Mg stearate 2%.
3. Penentuan Kadar Lembab
Langkah pertama ditimbang cawan porselin dan catat beratnya. Setelah
itu ditimbang granul kurang lebih 10 gram dalam cawan porselin yang telah
diketahui beratnya tersebut. Kemudian dimasukkan cawan porselin yang
berisi granul tersebut pada lemari pengering bersuhu 100 °C. Lama
pengeringan adalah sampai didapatkan berat konstan. Langkah terkahir
dihitung kadar lembab granul.
31
menutup knop, ulir searah dengan jarum jam secara perlahan, sampai tablet
yang akan di uji terjepit ringan oleh dudukan tablet. Setelah itu dipastikan
tidak bergerak sebelum dilepas. Kemudian digeser mistar ukur sehingga garis
angka nol segaris dengan garis petunjuk, ditahan mistar ukur sehingga tidak
bergerak. Setelah itu diputar kembali knop ulir searah jarum jam secara
perlahan sampai tablet yang diuji pecah. Kemudian dilihat angka yang
segaris dengan garis petujuk, angka tersebut menunjukkan kekerasan tablet
diukur dari beban (kilogram) yang telah diberikan. Langkah terakhir tablet
yang pecah dibersihkan, putar knop ulir berlawanan dengan arah jarum jam
untuk mempermudah proses pembersihan.
3. Penentuan Kerapuhan Tablet
Penentuan kerapuhan tablet dilakukan dengan alat friability tester
dengan cara sebagai berikut: langkah pertama diambil 10 tablet dan
dibersihkan dengan hati-hati dari serbuk yang menempel. Tablet kemudian
ditimbang (W1) dan dimasukkan kedalam alat uji kerapuhan. Alat uji
kerapuhan dijalankan dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit. Tablet
kemudian dikeluarkan dan dibersihkan lagi dari serbuk-serbuk yang
menempel lalu ditimbang lagi beratnya (W2) dan dihitung persen kerapuhan.
4. Penentuan Waktu Hancur Tablet
Langkah pertama gelas piala diisi alat dengan aquadestilata sebanyak
500 ml. Kemudian dihidupkan pengaturan suhu alat sehingga didapatkan
suhu dari aquadestilata pada gelas piala 37±2 °C. Setelah itu dimasukkan 1
tablet pada masing-masing tabung dari keranjang dan diikuti dengan
pemberian cakram. Kemudin dijalankan alat selama waktu yang
dipersyaratkan oleh Farmakope Indonesia. Pada akhir batas waktu, keranjang
diangkat dan diamati semua tablet. Tablet dinyatakan hancur sempurna bila
sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan masa lunak yang
tidak mempunyai inti jelas.
32
Langkah pertama dimasukkan 50 kalium fosfat monobasa 0,2 M kedalam
labu ukur 200 ml, ditambah 3,6 natrium hidroksida 0,2 M. Kemudian
ditambahkan air sampai tanda. Cara pembuatan kalium fosfat monobasa 0,2
M yaitu: dilarutkan 27,22 g kalium fosfat monobasa dalam air dan
diencerkan hingga 1000 ml.
2. Uji Disolusi
Pada uji disolusi tablet parasetamol digunakan media disolusi larutan
dapar fosfat pH 5,8 sebanyak 900 ml. alat yang digunakan adalah alat tipe 2
(tipe dayung) dengan kecepatan putaran 50 rpm. Waktu pengujian adalah 30
menit. Langkah pertama uji disolusi yaitu dimasukkan air pada bak alat uji
disolusi sampai tanda. Kemudian dipasang labu disolusi dan isi dengan 900
ml larutan dapar fosfat pH 5,83. Kemudian dihidupkan pengatur suhu, atur
pada suhuu 37±0,5 °C. Setelah suhu yang ditentukan tercapai, tablet uji
dimasukkan dan putaran dayung dimulai. Kemudian diambil larutan disolusi
dari dalam labu sebanyak 5 ml pada menit ke 5, 10, 20, 30. Setiap selesai
pengambilan larutan disolusi, ditambahkan larutan dapar fosfat pH 5,8 yang
baru dengan jumlah yang sama kedalam labu. Langkah terakhir ditentukan
serapan larutan disolusi dengan menggunakan spetrofotometer pada panjang
gelombang maksimum ±243 nm, jika perlu larutan disolusi diencerkan dngan
media disolusi. Kemudian dihitung kadar parasetamol yang terlarut dalam
larutan disolusi dengan membandingkan serapannya dengan kurva baku
larutan parasetamol dalam dapar fosfat pH 5,8. Selanjutnya diberikan
penilaian apakah tablet parasetamol yang diuji memenuhi persyaratan uji
disolusi farmakope Indonesia.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
0 W0 = 132,6 g 132,6g
10 129,2 g 3,4g
20 129,2 g 0,1g
30 129,0 g 0g
40 129,0 g 0g
50 129,0 g 0g
90 W’ = 129,0 g 0g
34
4.2 Hasil EvaluasiPenentuan Distribusi Ukuran Granul
Tabel 3. Penentuan Distribusi ukuran Granul
35
Grafik 1. Penentuan Distribusi ukuran Granul
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
36
1. Semua granul (10 gr)
Pengulangan 1
2,2 cm 5,5 21,80
Pengulangan 2
37
Pengulangan 3 2,1 cm 5,5 20,80
Pengulangan 1 01: 62
Pengulangan 2 00 : 74
Pengulangan 3 00 : 87
Pengulangan 1 00 : 74
Pengulangan 2 00 : 60
Pengulangan 3 00 : 60
Pengulangan 1 00: 53
Pengulangan 2 00: 54
Pengulangan 3 00: 80
38
4. Semua granul + Mg stearat (36,8 gr)
Pengulangan 1 03: 45
Pengulangan 2 03: 45
Pengulangan 3 03: 75
39
3. 0,2155 0,0021 0,00000441 0,5
40
19. 0,2185 0,0051 0,00002601 0,5
1. 0,777
2. 0,795
5 menit
3. 0,795
Rata-rata= 0,789
4. 1,766
5. 1,850
10 menit
6. 1,845
Rata-rata= 1,8203
7. 3,183
8. 3,189
20 menit
9. 3,092
Rata-rata= 3,1546
10. 3,940
11. 3,954
30 menit
12. 3,952
Rata-rata = 3,948
41
2. 1,258
3. 1,258
Rata-rata= 1,252
4. 1,947
5. 1,966
20 ppm
6. 1,966
Rata-rata= 1,959
7. 1,958
8. 1,975
30 ppm
9. 1,975
Rata-rata= 1,969
10. 3,197
11. 3,189
40 ppm
12. 3,186
Rata-rata = 3,189
13. 3,155
14. 3,175
50 ppm
15. 3,175
Rata-rata = 3,168
KURVA STANDAR
4
3
2
y = 0.0506x + 0.7888
1
R² = 0.8936
0
0 20 40 60
42
Grafik 4. Hasil Uji Disolusi
3.5
3
y = 0.125x + 0.396
2.5
R² = 0.970
2
1.5
0.5
0
0 5 10 15 20 25 30 35
43
5. 30 menit 62,4347 ppm 150,9653
44
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Pembuatan Granul
5.1.1 Prinsip Percobaan
Prinsip dasar dari praktikum yang dilakukan ini adalah dengan cara metode
granulasi basah yang membasahi massa tablet dengan larutan pengikat yaitu
pasta pati jagung sampai mendapatkan tingkat kebasahan tertentu. Kemudian
massa yang basah tersebut digranulasi. Metode ini membentuk massa granul
dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat atau pengikat sebagai
pengganti pengempakan.
5.1.2 Analisa Prosedur
Praktikum Farmasetika Sediaan Solida langkah awal yang dilakukan untuk
pembuatan granul adalah merancang formulasi. Rancangan formulasi
digunakan untuk memilih bahan aktif dan bahan tambahan yang tepat serta
sesuai dengan bahan aktif yang digunakan agar tetap terjaga stabilitas fisik
dan kimia dari sediaan yang akan dibuat. Rancangan formulasi dilakukan
dengan studi literature dari berbagai macam sumber seperti dari jurnal ilmiah
maupun dari buku ajar atau buku panduan terpercaya. Berdasarkan sifat
fisika dan kimia dari bahan aktif yang dipilih dapat ditentukan sediaan apa
yang akan dibuat. Setelah diketahui bentuk sediaan yang akan dibuat
selanjutnya yaitu menentukan bahan tambahan yang digunakan dalam proses
pembuatan sediaan yang sesuai dengan syarat umum sediaan dan sesuai
dengan sifat fisika kimia dari bahan aktif serta bahan tambahan lain yang
digunakan. Pada Praktikum Farmasetika Sediaan Solida digunakan bahan
aktif berupa Paracetamol yang memiliki khasiat untuk analgesic dan
antipiretikum. Pada rancangan fomulasi menggunakan bahan-bahan, yaitu :
Paracetamol sebesar 25 gram sebagai bahan aktif , bahan pewarna sebesar
0,025 gram untuk mengetahui homogenitas bahan, pati jagung sebesar 2
gram sebagai bahan pengisi, laktosa sebesar 11,975 gram sebagai bahan
pengisi, pati jagung sebesar 1 gram sebagai bahan pengikat, Mg stearate 2%
sebagai lubrikan dan aquadest 10 ml sebagai pelarut. Kemudian membuat
pasta pati jagung dari 1 gram pati jagung yang sudah ditimbang dan
45
disiapkan glass beaker 100 ml yang diisi aquadest sebesar 3 ml lalu
dimasukkan pati jagung yang sudah ditimbang kedalam glass beaker
kemudian di aduk sampai membentuk suspensi. Disiapkan glass beaker 500
ml dan diisi Dengan 7 ml aquadest lalu dipanaskan pada hot plate hingga
mendidih. Kemudian ditambahkan suspensi pati jagung yang sudah dibuat
pada air yang telah mendidih dan diaduk secara kuat dengan batang
pengaduk. Pengadukan dihentikan pada saat suspensi pati jagung telah
membentuk gel yang transparan dan diangkat glass beaker yang berisi pasta
tersebut dari hot plate. Proses kedua yaitu pembuatan Granulasi yang
dilakukan dengan cara ditimbang bahan pewarna 0,025 gram dan 119,75
gram laktosa, dicampurkan kedua bahan tersebut secara homogen (2-3 menit)
dengan menggunakan pencampuran bergulir. Dipindahkan hasil campuran
tahap 1 (pasta pati jagung) kedalam mortir. Ditimbang 2 gram pati jagung
dan 25 gram paracetamol dimasukkan kedua bahan tersebut kedalam mortir
yang sudah berisi bahan pewarna dan laktosa. Diaduk campuran tersebut
selama 5-10 menit dengan menggunakan batang pengaduk. Ditambahkan
pasta pati jagung sambil diaduk sampai membentuk masa granul. Diayak
masa granul dengan pengayak ukuran mesh 12. Ditimbang Loyang kosong
dicatat beratnya kemudian dimasukkan granul basah kedalam Loyang
tersebut, ditimbang dan dicatat beratnya. Dimasukkan Loyang yang telah
berisi granul ke dalam oven yang bersuhu 600C. Disetiap 10 menit ditimbang
wadah dan granul dalam oven selama 40 menit dan diakhiri proses
pengeringan berat wadah dan granul diimbang. Kemudian ditabulasi data dan
dibuat perhitungan dalam tabel.
5.1.3 Analisa Hasil
Granulasi basah adalah proses campuran partikel zat aktif dan eksipien
menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat
dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat
digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap
lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung
karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari metode
granulasi basah adalah membasahi masa tablet dengan larutan pengikat
46
teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian masa
basah tersebut digranulasi. Granulasi Basah yaitu memproses campuran
partikel zat aktif dan eksipienmenjadi partikel yang lebih besar dengan
menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi
massa lembab yang dapat digranulasi. Metodeini biasanya digunakan apabila
zat aktif tahan terhadap lembab dan panas.Umumnya untuk zat aktif yang
sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik.
Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi masa tablet dengan
larutan pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula,
kemudian masa basah tersebut digranulasi. Metode ini membentuk granul
dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat sebagai pengganti
pengompakan, teknik ini membutuhkan larutan,suspensi atau bubur yang
mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan kecampuran serbuk atau
dapat juga bahan tersebut dimasukan kering ke dalamcampuran serbuk dan
cairan dimasukan terpisah. Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang
cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk diantara partikel dan
kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yangditambahkan
meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting
pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran
dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan pengikat
sudah bekerja, jika sudah diperoleh massa basah atau lembab makamassa
dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan dengan alat penggiling atau
oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas
permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat,
setelah pengeringan granul diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada
alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet yang akan dibuat
Pada hasil data pengeringan granulasi basah didapatkan berat wadah sebesar
90,5 gram. Berat awal wadah + granul basah sebesar 132,6 gram. Berat
granul basah sebesar 42,1 gram. Berat awal wadah + Granul kering 129,0
gram dan berat grnaul kering 38,5 gram.
Pada waktu Loyang yang berisi granul dimasukkan kedalam oven bersuhu
600 C mendapatkan hasil pada menit ke-0 sebesar 132,6 gram. Menit ke-10
47
berat wadah sebesar 129,2 gram dan berat granul sebesar 3,4 gram. Menit ke-
20 berat wadah sebesar 129,2 gram dan berat granul sebesar 0,1 gram. Menit
ke-30 berat wadah sebesar 129,0 gram dan berat granul sebesar 0 gram.
Menit ke-40 berat wadah sebesar 129,0 gram dan berat granul sebesar 0
gram.Menit ke-50 berat wadah sebesar 129,0 gram dan berat granul sebesar 0
gram. Dan Menit ke-90 berat wadah sebesar 129,0 gram dan berat granul
sebesar 0 gram. Sehingga di dapat berat dalam gram dan berat granul di
Loyang konstan. Karena pada waktu pengeringan granulasi harus konstan.
5.2 Evaluasi Granul
5.2.1 Prinsip Percobaan
Pada praktikum Evaluasi Granul ada beberapa evaluasi yang meliputi ui
waktu dan kecepatan alir, uji sudut diam, Uji tapping density, dan uji
kelembapan. Prinsip Uji waktu dan kecepatan alir Granul dimasukkan
kedalam corong kemudian dibuka penutup corong lalu catat waktu granul
mengalir dengan stopwatch. Hitung kecepatan alir dan waktu alir. Dilakukan
3 kali replikasi (Suihko et al., 2001). Prinsip Uji sudut diam Diameter dan
tinggi tumpukan kerucut 50 gram granul yang terbentuk dari mengalirkan
granul melalui corong diukur dan dihitung besar sudut diam granul.
Dilakukan 3 kali replikasi (Suihko et al., 2001). Prinsip Uji tapping density
Granul dimasukkan secara perlahan ke dalam alat volumeter. Dihentakkan
mesin pengetap sebanyak 100 hentakkan.Dicatat perubahan volume yang
terjadi.Diulangi sebanyak 8 hentakkan lagi,hingga volume granul tidak
berubah lagi. Dari data uji tapping density dihitung persen kompresibilitas
granul dan Rasio Hausner. Dilakukan 3 kali replikasi (Suihko et al., 2001).
Prinsip Uji Kelembaban Granul minimal 500 mg dimasukkan ke loyang
dalam alat moisture balance kemudian ditunggu sampai lampu mati yang
menunjukkan proses telah selesai. Dilakukan 3 kali replikasi (van Veen et al.,
2000). Prinsip Distribusi ukuran granul yaitu evaluasi untuk mengetahui
penyebaran ukuran granul yang diperoleh. Zat padat yang secara alamiah
berada dalam bentuk partikel dan zat yang telah digranul memiliki bentuk
yang tidak beraturan dan ukuran partikel bervariasi. Metode statistik yang
telah dikembangkan menyatakan bahwa untuk ukuran partikel tidak
48
beraturan dinyatakan dengan diameternya (Parrot, 1971). Berbagai metode
untuk mengetahui ukuran diameter ini,seperti metode pengetapan,
sentrifugasi, pengayakan, dan mikroskopi. Metode pengayakan merupakan
metode yang lebih banyak dipilih karena kepraktisan dan mudah dalam
pelaksanannya. Alat yang digunakan adalah ayakan bertingkat (Parrot,
1971). Tipe gerakan, vibrasi, gerakan memutar, dan durasi pengayakan
merupakan faktor penting pada uji dengan metode ini, oleh karena itu dalam
metode ini tipe gerakan, lama waktu dan beban pengayakan harus
distandarisasikan (Lachman et al., 1994).
5.2.2 Analisa Prosedur
Pada praktikum Farmasetika Sediaan Solida dalam melakukan evaluasi
granul langkah awal yang dikerjakan adalah melakukan uji penentuan
distribusi ukuran granul dengan menggunakan metode pengayakan
(shieving) karena metode tersebut mudah dan praktis untuk dilakukan.
Pengayakan adalah sebuah cara pengelompokan butiran yang akan
dipisahkan menjadi satu atau beberapa kelompok dengan demikian dapat
dipisahkan antara partikel lolos ayakan (butiran halus) dan yang tertinggal
(butiran kasar). Pertama-tama yang dilakukan yaitu membersihkan dahulu
masing-masing ayakan beserta pannya hal itu bertujuan agar tidak ada debu
atau kotoran yang menempel pada ayakan tersebut dan terhindar dari
terkontaminasi nya granul sehingga mempengaruhi hasil akhir
tablet. Kemudian menyusun ayakan dengan pan bawah,mesh 100,80,60,40
yang atas sesuai dengan urutannya dengan pan berada pada dasar susunan
artinya penyusunan ayakan dilakukan dari nomor mesh yang terkecil (atas)
sampai pada mesh yang terbesar (bawah) hal itu ditujukan agar partikel-
partikel yang tidak terayak (residu) yang ukuranya sesuai dengan nomor
ayakan. Jika nomor ayakan besar maka residu yang diperoleh memiliki
ukuran partikel yang kecil. Kemudian menimbang 300 gram granul dan
diletakkan pada ayakan paling atas kemudian ayakan tersebut digoyang
goyangkan secara perlahan selama 10 menit hal tersebut
bertujuan agar granul yang berada pada diatas bisa menuju keayakan yang
palin bawah pengayakan ini dilakukan secara konstan dan tidak terlalu cepat
49
agar tidak ada granul yang bertebangan akibat penggerakan yang terlalu
cepat. Kemudian granul tersebut dikeluarkan dari ayakan dan pannya lalu
ditimbang berat granul dari masing masing ayakan,hasil dari pengayakan
tersebut tidak boleh dicampur karena diunakan untuk percobaan selanjutya.
Kemudian dibuatlah tabulasi penimbangan granul dan dibuat grafik distribusi
ukuran granul dengan sumbu y prosen prosen granul tertinggal dan sumbu x
ukuran granul. Kedua adalah dilakukan uji Penentuan sifat alir bahan serbuk
atau granul diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan pengukuran
sudut diam dan waktu alir. Sudut diam adalah sudut yang dibentuk oleh
tumpukan serbuk terhadap bidang datar setelah serbuk tersebut mengalir
secara bebas melalui suatu celah sempit. Alat yang biasa digunakan adalah
corong. Semakin kecil sudut diam maka semakin mudah serbuk tersebut
mengalir. Selain sudut diam, waktu alir dapat digunakan untuk menentukan
sifat alir serbk atau granul. Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mengalir dari sejumlah granul melalui lubang corong yang diukur adalah
sejumlah zat yang mengalir dalam suatu tertentu. Semakin baik sifat alirnya
maka akan semakin cepat waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
sejumlah berat tertentu serbuk atau granul. Sudut diam dapat diukur
dengan mengamati tinggi kerucut yang terbentuk (h cm) di atas alas dengan
diameter tertentu (d cm). pertama tama yang dilakukan yaitu merangkai
corong,statif dan alas yang sudah ada diameternya, kemudian diatur jarak
dasar corong dengan alas 10cm sesudah merangkai alat ditimbang 100 gram
granul kemudian taruh granul pada corong dengan menyumbat dasar corong
setelah itu lepas dasar corong dan pencet stopwat. Pada saat granul pada
corong sudah habis atau sudah turun semua hentikan stopwat tersebut dan
ukur tinggi granul (h) dan jari-jari (r) pada granul yang berada dibawah
corong dan hitung tangent tersebut dengan cara h dibagi dengan r sudut diam
seperti table yang tertera dalam buku
praktikum. Kemudian ulangi hal tersebut dengan menggunakan hasil
pengayakan pada penentuan distribusi ukuran granul mesh 100,80,60,40
kemudian tabulasi hasil penentuan kecepatan alir dan sudut diam granul
seperti pada uku praktikum dan ulangi percobaan 8 dengan granul yang telah
50
ditambahkan dengan mg stearate 2%. Ketiga yaitu penentuan kadar lembab
yang bertujuan untuk mengontrol kandungan lembab granul sehingga dapat
mengantisipasi masalah yang terjadi selama proses pengepaan tablet
terutama kandungan lembab yang menadi factor penyebabnya. pertama-tama
timbang cawan porselin pada timbangan analitik dan catat berat cawan
tersebut. Cawan porselin diguanakan sebagai wadah untuk menimbang
granul. Kemudian timbang granul sebanyak 10 gram dan masukkan
kedalam cawan porselin yang sudah ditimbang tersebut dan masukan cawan
yang berisi granul tersebut kedalam oven pada suhu 100ᵒc sampai granul
didapatkan berat yang konstan kemudian menghitung kadar lembab granul
dengan menggunakan rumus % kadar lembab = (berat granul awal)-(berat
granul akhir) / berat granul awal X 100%
5.2.3 Analisa Hasil
Dari percobaan evaluasi granul pada penentuan distribusi ukuran granul
dengan mesh ayakan 40,60,80,100 dan pan, diperoleh hasil rata-rata total
granul tertinggal 33,6 gram dan Prosen granul tertinggal diperolehh hasil
rata-rata 99,98%. Artinya pada saat pengayakan tersebut granul yang hilang
hanya sedikit dikarenakan pada saat pengayakan dilakukan secara perlahan
lahan sehingga menghasilkan persen kehilangan yang sedikit.
Pada sudut diam dan kecepatan alir granul diperoleh hasil jumlah granul
pada semua granul 38,5 gr, mesh 40 : 21,9 gr, mesh 80 : 3,5 gr, pada saat
ditambah mg starat menjadi 38,1 gr. Pada waktu alir semua granul 03,2
detik, mesh 40 : 0,4 detik, mesh 80 : 0,3 detik, pada saat ditambah mg starat
menjadi 3,1 detik. Pada kecepatan alir semua granul 11,84 gr/detik, mesh 40
: 25 gr/detik, mesh 80 : 9,3 gr/detik, pada saat ditambah mg starat menjadi
12,13 gr/ detik. Pada tinggi kerucut semua granul1 1cm , mesh 40 : 1 cm,
mesh 80 : 0,23 cm , pada saat ditambah mg starat menjadi 2,13 cm.
Pada jari-jari kerucut semua granul4,5 , mesh 40 : 4,16 mesh 80 : 3,66 , pada
saat ditambah mg starat menjadi 5,5. Pada sudut diam semua granul 12,74 ,
mesh 40 :4,56 mesh 80 :3,43, pada saat ditambah mg starat menjadi 21,13.
Penimbangan mg stearat 2% dari berat / bobot sediaan diperoleh berat cawan
51
sebesar 51,3 gr, berat cawan=bahan sebesar 88,9 gr, berat sediaan sebesar
37,6 gr, pengambilan mg stearat diperolehh sebesar 0,752 gr. Perhitungan
%mc pada replikasi 1 diperoleh 0,88%, replikasi 2 diperoleh 0,76% dan
replikasi 3 diperoleh 0,82%. Sehingga diperoleh rata-rata sebesar 0,82%.
Perhitungan lod (berat susut pengeringan) pada replikasi 1 diperoleh 0,72%,
replikasi 2 diperoleh 0,72% dan replikasi 3 diperoleh 0,8%. Sehingga
diperoleh rata-rata sebesar 0,746%.
5.3 Kompresi dan Uji Sifat Fisik Tablet
5.3.1 Prinsip Percobaan
Pada praktikum kompresi dan uji sifat fisik tablet terdapat evaluasi tablet
yang dilakukan untuk mengetahui kualitas dan membuktikan tablet
memenuhi persyaratan farmasetika. evaluasi tablet yang dilakukan adalah
keseragaman bobot, keseragaman ukuran,keseragama kandungan, kekerasan,
kerapuhan serta uji waktu hancur. Prinsip Uji keseragaman ukuran Dilakukan
20 tablet dan diukur tiap tablet diameter dan tebal tablet menggunakan
jangka sorong (Qiu et al.,1998). Prinsip Uji keseragaman bobot Dilakukan 20
tablet dan ditimbang tiap tablet. Dihitung bobot rata - rata tablet dan hitung
persen penyimpangan bobot tablet (Mullarney MP et al.,2013). Prinsip Uji
kerapuhan Dilakukan 20 tablet yang telah dibebas debukan, kemudian
ditimbang dan dimasukkan ke dalam friability tester diputar
selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm. Bobot tablet yang hilang
ditimbang dan ditentukan persen nilai kerapuhan tablet (Hadzovic et al.,
2010). Prinsip Uji kekerasan Dilakukan 20 tablet dan tiap tablet diletakkan
dengan posisi tegak lurus pada alat hardness tester. Selanjutnya alat penekan
diputar sampai tablet pecah.Dibaca skala alat yang menunjukkan kekerasan
tablet dalam satuan Kg (Hadzovic et al., 2010). Prinsip Uji waktu hancur
Dilakukan 6 tablet dan tiap tablet dimasukan pada masing-masing tabung
dari keranjang alat disintegration tester, digunakan air dengan suhu 37°±2° C
sebagai media. Pada akhir pengujian diamati semua tablet, dipastikan semua
tablet hancur sempurna dan dicatat waktu hancur tablet (Hadzovic et al.,
2010).
5.3.2 Analisa Prosedur
52
Pada praktikum Farmasetika Sediaan Solida dalam melakukan kompresi dan
uji sifat fisik tablet langkah awal yang dikerjakan adalah Menimbang granul
yang diperoleh dan dimasukan dalam walah dilengkapi tutup agar granul
yang diperoleh tidak tumpah atau berterbangan, kemudian menimbang Mg
stearate sebanyak 2% dari jumlah granul (tahap 1) dan homongenkan dengan
mengoyang-goyangkan wadah selama 2 menit, penambanhan Mg stearat
berfungsi sebagai lubrikan agar pada saat mencetak tablet granul tidak
menempel pada punch dan die, kemudian kelompok kami menambah lagi
kan Mg stearat 4% dengan cara yang sama dalam menambahkan Mg stearat
pada tahap 1, dalam mencampuran Mg stearat tidak boleh dari 2 menit
mengakibatkan granul dan dan mg stearat memisah tidak bisa bersatu.
Selanjutnya granu diamasukan dalam pada hopper mesin cetak single punch
(tahap 2) selanjutnya dijalankan mesin pencetak tablet dengan manual,
menggunakan manual karena sediaan yang kami buat terlalu sedikit shingga
akan mempengaruhi proses pencetakan, setelah tablet sudah tercetak di
timbang 20 tablet satu per satu untuk mengetahui hasil tabulasinya dan
dihitung standar deviasinya. Dalam menetukan ukran ketebalan dan diameter
tablet langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengambil 20 tablet
kemudian dukur satu persatu ketebalan dan diameter tablet menggunakan
alat jangka sorong.
5.3.3 Analisa Hasil
Dari data hasil percobaan kompresi dan uji sifat fisik tablet diperoleh berat
cawan sebesar 77,0 gr, cawan+isi sebesar 114,6 gr, berat granul/serbuk
diperoleh sebesar 37,6 gr, penambahan mg stearat sebanyak 4 gr sehingga
diperoleh hasil 1,504 gr. Dari data hasil tabulasi hasil penimbangan tablet
sebanyak 20 tablet diperoleh rata-rata berat tablet 0,2120 gr, devisi dari rata-
rata diperoleh rata-rata sebesar -0,000095 dan kuadrat devisi diperoleh hasil
rata-rata 0,00003423245. Pada pengukuran ketebalan dan diameter tablet
diperoleh ketebalan sebesar 0,5 dan diameter tablet diperoleh 0,8. Hasil
diameter bisa mencapai sampai 0,8 disebabkan karena adanya factor
kekeliruan dalam mengukur.
5.4 Uji Disolusi Tablet
53
5.4.1 Prinsip Percobaan
Pada praktikum uji disolusi tablet parasetamol, prinsip kerja dari alat disolusi
adalah Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke dasar labu sebelum diaduk.
Labu itu berbentuk silindris dengan dasar berbentuk hemisferik. Suhu labu
dipertahankan yang telah ditentukan, dengan penangas bersuhu tetap. Motor
yang menggerakkan pengaduk diatur dengan kecepatan yang ditentukan,
kemudian cairan sampel diambil pada selang waktu tertentu untuk
menentukan jumlah obat di dalam cairan tersebut.
5.4.2 Analisa Prosedur
Pada praktikum Farmasetika Sediaan Solida dalam melakukan uji granul
langkah awal yang dikerjakan adalah melakukan pembuatan larutan dapar
fosfat ph 5,8 sebanyak 900 ml yang berfungsi untuk melarutkan tabet dan
merupakan ph replikasi dari cairan didalam tubuh. Pembuatan dapar fosfat
yaiutu dengan mencampurkan 50 kalium fosfat monobosa 0,2 M, 3,6 natrium
hidroksida 0,2 M kemudian dimasukan kedalam labu ukur 200 ml
ditambahkan air sampai tanda batas. Setelah larutan dapar fosfat sudah
selesai dibuat, larutan dapar fosfat dimasukan kedalam labu disolusi, setelah
itu dihidupkan pengatur suhu dan diatur pada suhu 37 – 0,5 ˚C yang
berfungsi untuk mengatur kecepatan melarutkan tablet, setelah suhu yang
ditentukan tercapai tablet dimasukan dan putaran dayung dimulai. Larutan
diambil sebanyak 5 ml pada menit ke 5, 10, 20, 30. Setiap selesai
pengambilan larutan disolusi, ditambahkan larutan dapar fosfat yang baru
dengan jumlah yang sama kedalam labu. Larutan diambil sebanyak 5 ml
memudahkan untuk proses analis pengambilan laruatn setiap menit ke
5,10,20,30 berfungsi untuk mengetahui konsebtrasi kadar parasetamol pada
setiap menit yang telah ditentukan, penambahan kembali setiap pengambilan
larutan disolusi bertujuan agar larutan dapar tetap pada volume 900 ml.
Setelah pengambilan larutan disolusi selesai tiap menit kemudiann dilakukan
analisa menguunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum
243 nm, panjang gelombang 243 merupakan rentang panjang gelombang
parasetamol. Kemudian dilakukan perhitungan kadar absorbansi parasetamol
menggunakan rumus y=bx+a.
54
5.4.3 Analisa Hasil
Dari data yang diperoleh dari uji hasil waktu hancur tablet parasetamol pada
waktu 5 menit tablet parasetamol tidak hancur dikarnakan pada kelompok
kami pada saat penceakan tablet kami menambahkan 4% Mg stearat dari
jumlah berat granul sehingga tablet yang diujikan tidak hancur.
Uji disolusi tablet parasetamol didapatkan hasil pada waktu 5 menit pada
replikasi 1,2 dan 3 diadapatkan rata-rata absorbansi sebesar 0,636 nm, pada
waktu 10 menit setiap replikasi didapatkan hasil rata- rata absorbansi sebesar
1,319, pada waktu 20 menit setiap replikasii didapatkan hasil rat-rata
absorbansi sebesar 2,239 nm dan pada waktu 30 menit setiap replikasi
didapatkan hasil rata-rata absorbansi sebesar 3,029 nm, ini membuktikan
bahwa semakain lama waktu disolusi semakin besar absorbansi yang
diberikan karena pelepasan bahan aktif semakin banyak.
Kadar tablet parasetamol pada waktu 5 menit sebesar 3,797 mg, pada waktu
10 menit sebesar 11,063 mg, pada waktu 20 menit sebesar 20,851 mg dan
pada waktu 30menit sebesar 29,255 mg.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari data hasil dan penelitian “Formulasi danUji Stabilitas Fisik
Formulasi Sediaan Tablet Paracetamol”, dapat disimpulkan sebagai berikut:
yaitu :
1. Dalam penelitian ini, menggunakan bahan aktif paracetamol yang
berfungsi sebagai antipiretik dan analgesic, yang dapat digunakan
untuk anak – anak dengan dosis maksimum 3 kali sehari 1 tablet
250mg. Dalam rancangan formulasi ini digunakan bahan tambahan
seperti, Mg stearat sebagai lubrikan sebanyak 2%. Digunakan bahan
tambahan pati jagung ( amylum ) sebagai pengisi 1gr, Digunakan
bahan tambahan pati jagung ( amylum ) sebagai pengisi 2gr,
55
Digunakan bahan tambahan pati jagung ( amylum ) sebagai pengikat
1gr, Digunakan bahan tambahan laktosa sebagai pengisi sebanyak
11,975gr, dan digunakan pewarna untuk menarik minat konsumen
secukupnya.
2. Uji stabilitas fisik yang dilakukan meliputi, penentuan distribusi
ukuran granul,penentuan kecepatan alir dan sudut diam, penentuan
kadar lembap, penentuan distribusi ukuran partikel, uji kekerasan
tablet,uji kerapuhan,dan uji disolusi tablet. Pada penentuan persen
granul tertinggal sebesar 99,98%, dan total granul tertinggal sebanyak
37gr. Didapatkan penentuan kadar lembab nilai % MC sebesar 0,82%
dan % LOD 0,746 %. Didapatkan penentuan sudut diam dengan nilai
<25 sehingga kecepatan alirnya baik sekali. Didapatkan penentuan
bobot rata – rata tablet sebesar 0,2134g. Pada penentuan kadar uji
disolusi selama 30menit tablet yang tidak terlarut sebesar 723,3796
6.2 Saran
Sebagai tenaga kefarmasian, kita harus mempelajari dan memahami
tentang sediaan solida terlebih untuk merancang suatu formulasi suatu
sediaan. Oleh karena itu Sebaiknya perancangan formula harus dilakukan
dengan baik dan maksimal berdasarkan studi dari berbagai macam literatur
dan disiapkan lebih dari 1 formulasi atau bermacam-macam bahan aktif,
serta bahan tambahan agar dapat membandingkan kestabilan atas formulasi
satu dan formulasi yang lainya.
56
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
1. Anief. 2004. Ilmu Meracik Obat: Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
2. Ansel, Howard C. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV:
Penerbit Universitas Indonesia.Jakarta.
3. Ansel, H. C. (2011). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI
Press.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
5. Chaerunisaa. 2009. Farmasetika Dasar: Widya Padjajaran. Bandung.
6. Istiantoro Yati H., & H. S. Gan Vincent, 2007, Farmakologi dan
Terapi, Edisi V, Sulistia Gan Gunawan, Rianto S., Nafrialdi,
57
Elisabeth (Editor), Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, hal 585-586.
7. Kasim, Fauzi.2010.Informasi Spesialite Obat: PT.ISFI. Jakarta
8. Kibbe, AH. (2000). Handbook of pharmaceutical Excipient Third
Edition. Washington: American Pharmaceutical.
9. Lachman L H A Lieberman dan J L Kanig 2008 Teori dan Praktek
Farmasi Industri Edisi Ketiga Jakarta: UI Press
10. Marais AF M Song dan MM Villiers 2003 Disintegration Propensity
of Tablet Evaluated by Means of Disintegrating Force Kinetics
Pharmaceutical Development Technology 5 (12) : 163-169
11. Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisika Edisi III. Jakarta: Universitas
Indonesia.
12. Panitia Farmakope Indonesia. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi III.
Jakarta : Depatemen Kesehatan RI.
13. Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
14. Priyambodo. 2007. Manajemen Farmasi Industri: Global Pustaka
Utama. Yogyakarta.
15. Reynold , J. (1982). Martindale the extra pharmacope. London:
Pharmacutical press.
16. RI, D. (1995). Farmakope Indonesia Ed 4. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengawas Obat dan MakanaN.
17. Siregar .Charles, 2008, Tekhnologi Farmasi Sediaan Tablet ,EGC
,Jakarta.
18. Sulaiman, T. N. S. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet.
Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM.
Yogyakarta.
19. Sulistiawati, Farida dan Nelly Suryani.Buku Penuntun Praktikum
Teknologi Sediaan Padat Laboratorium Farmasi.2007. Jakarta : UIN
Press
59