Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN

FARMASI II

“Pembuatan Tablet”

Disusun oleh :

Kelompok 4 C

Ade Nurhikmah 11171020000003


Indriani Rohmawati S 11171020000052
Ghina Syarifah 11171020000056
Rahmah Dinda Purnama 11171020000060
Luna Septie Pramudita 11171020000066

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
OKTOBER/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha kuasa, kami


panjatkanpuja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat, serta hidayahnya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan praktikum TSF 2 ini.

Laporan praktikum ini telah kami susun dengan semaksimal


mungkin dan dapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan laporan praktikum ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan praktikum ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak


kekukurangan baik dari etika penulisan sampai isi konten yang masih
kurang pembahasannya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki laporan praktikum ini.

Akhir kata kami berharap semoga laporan tentang pembahasan


pembuatan tablet ini dapat memberikan sedikit informasi mengenai
materi tersebut serta manfaatnya dapat memberikan inspirasi terhadap
pembaca.

Ciputat, 28 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................ ii

BAB I. Pendahuluan ......................................................................

BAB II. Dasar Teori ......................................................................

BAB III. Alat dan Bahan ...............................................................

BAB IV. Prosedur Kerja ................................................................

BAB V. Hasil.................................................................................

BAB VI. Pembahasan ....................................................................

BAB VII. Penutup .........................................................................

Daftar Pustaka ...............................................................................

Lampiran........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini, sediaan tablet semakin populer pemakaiannya dan
merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi. Tablet adalah sediaan
padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak
dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan
dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet
kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran,
bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan.
(DepKes,1995)
Kesulitan dalam penggunaan sediaan tablet sering kali terjadi pada
pasien pediatri maupun geriatri dengan gangguan menelan. Kesukaran ini
dapat diatasi dengan pembuatan sediaan tablet yang mudah
terdisintegrasi. Tablet yang dikembangkan tersebut adalah Orally
Disintegrating Tablet atau yang sering disebut dengan ODT. Sediaan
ODT dapat mempermudah pengkonsumsian obat kepada anak-anak
karena sangat nyaman dikonsumsi walaupun sedang berada diperjalanan.
Hal ini dikarenakan ODT terdisintegrasi atau larut dalam air liur dengan
cepat tanpa perlu menggunakan air (Bhowmik et al, 2009). Serta
memiliki waktu disintegrasi umumnya kurang dari satu menit (Klancke,
2003)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara melakukan evaluasi penampilan tablet?
2. Bagaimana cara melakukan evaluasi disolusi sediaan tablet?
3. Bagaimana cara melakukan evaluasi keseragaman ukuran
4. Bagaimana cara melakukan evaluasi friabilitas tablet?
5. Bagaimana cara melakukan evaluasi waktu hancur tablet?
6. Bagaimana cara melakukan evaluasi keseragaman
kandungan tablet?
7. Bagaimana cara melakukan evaluasi kekerasan tablet?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi penampilan tablet
2. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keseragaman
ukuran.
3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi disolusi sediaan
tablet.
4. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi friabilitas tablet.
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi waktu hancur tablet.
6. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keseragaman
kandungan tablet.
7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi kekerasan tablet.
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Pengertian Tablet

Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak,


dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis atau lebih bahan obat atau dengan atau
tanpa zat tambahan (Depkes RI, 1995). Bentuk sediaan tablet mempunyai
keuntungan yang meliputi ketepatan dosis, praktis dalam penyajian, biaya
produksi yang murah, mudah dikemas, tahan alam penyimpanan, mudah
dibawa, serta bentuk yang memikat (Lachman et al, 1994).

2.2 Evaluasi Tablet


2.2.1 Uji Penampilan
Penampilan umum suatu tablet sangat penting bagi
penerimaan konsumen. Diamati penampilan tablet
meliputi pengamatan sejumlah parameter seperti
bentuk, warna, ada atau tidak nya bau dan rasa, bentuk
pemeriksaan dan ada atau tidak nya cacat fisik.

2.2.2 Uji Kekerasan


Kekerasan tablet adalah suatu parameter yang
menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan
tekanan mekanik seperti goncangan, tekanan dan
kemungkinan terjadinya keretakan tablet pada saat
pembungkusan/pengepakan, pengangkutan dan
penyimpanan (Parrot, 1971). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan
kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan ini
dipakai sebagai ukuran dari pengempaan. Semakin
besar tekanan yang diberikan saat penabletan akan
meningkatkan kekerasan tablet.
Pada umumnya tablet yang keras memiliki waktu
hancur lama (lebih sukar hancur) dan disolusi yang
rendah. Pada umumnya tablet yang baik dinyatakan
mempunyai kekerasan antara 4-8 kg. Namun hal ini
tidak mutlak, artinya kekerasan tablet dapat lebih kecil
dari 4 atau lebih tinggi dari 8 kg. Kekerasan tablet
kurang dari 4 kg masih dapat diterima dengan syarat
kerapuhannya tidak melebihi batas yang diterapkan.
Tetapi biasanya tablet yang tidak keras akan memiliki
kerapuhan yang tinggi dan lebih sulit penanganannya
pada saat pengemasan, dan transportasi. Kekerasan
tablet lebih besar dari 10 kg masih dapat diterima, jika
masih memenuhi persyaratan waktu
hancur/disintegrasi dan disolusi yang dipersyaratkan
(Sulaiman, 2007). Alat yang biasa digunakan adalah
Monsato tester, Pfizer tester, dan hardness tester
(Banker and Anderson, 1984)

2.2.3 Uji Keseragaman Bobot


Keseragaman bobot digunakan sebagai salah satu
indikator homogenitas dalan pencampuran formula.
Uji keseragaman bobot digunakan untuk mengetahui
keseragaman bobot tablet. Hasilnya tidak boleh lebih
dari dua tablet yang mempunyai penyimpangan lebih
besar dari kolom A dan tidak boleh ada satu tablet pun
yang mempunyai penyimpangan bobot lebih besar dari
kolom B. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan
tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang lebih besar daari bobot rata-rata yang
ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B.

Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata


tablet (%)
A B
< 25 mg 15 30
26-150 mg 10 20
151-300 mg 7,5 15
>300 mg 5 10

2.2.4 Uji Waktu Hancur


Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan
sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul atau
partikel penyusunnya yang mampu melewati ayakan
no-10 yang terdapat dibagian bawah alat uji. Uji waktu
hancur bertujuan untuk melihat seberapa lama obat
(tablet) bisa hancur didalam tubuh atau saluran cerna
yang ditandai dengan sediaan menjadi larut,
terdispersi, atau menjadi lunak.
Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak
bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut
gula dan salut non enterik kurang dari 30 menit.
Sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh
hanccur dalam waktu 60 menit dalam medium asam,
dan harus segera hancur dalam medium base.

2.2.5 Evaluasi Keseragaman Ukuran


Merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui
keseragaman ukuran dari sediaan tablet. Ketebalan
berhubungan dengan kekerasan sediaan padat (tablet),
selain percetakan, perubahan ketebalan merupakan
indikasi adanya masalah pada aliran massa cetak atau
pada pengisi granul kedalam die, oleh karena itu perlu
dilakukan pengujian. Menurut Farmakope Indonesia
edisi III (1979), tablet yang memenuhi keseragaman
ukuran adalah jika diameter tablet tidak lebih dari 3 kali
atau tidak kurang dari 11⁄3 tebal tablet.

2.2.6 Evaluasi Friabilitas atau Kerapuhan


Kerapuhan yaitu parameter lain dari ketahanan
tablet terhadap goncangan atau pengikisan. Evaluasi
kerapuhan untuk melihat seberapa besar gesekan antar
tablet dan jatuhan tablet sebelum dan setelah uji serta
mengukur ketahanan permukaan tablet dan jatuhan
tablet terhadap gesekan pada waktupengemasan dan
pengiriman (Taufikurrahmi, 2017). Nilai kerapuhan
yang baik menurut Parrot (1971) dan Forner, et al
(1981), yaitu tidak boleh dari 111%. Sedangkan
menurut Gusnel dan Kanig (1976) nilai kerapuhan
tidak boleh dari 0,8%.

Rumus perhitungan untuk kerapuhan :


𝑊1−𝑊2
F= x 100%
𝑊1

F : kerapuhan (%)
W1 : bobot mula-mula
W2 : bobot setelah diputar

2.2.7 Evaluasi Disolusi


Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian
dengan persyaratan disolusi tertera dalam masing-
masing monografi sediaan tablet dan kapsul, kecuali
pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah.
Disolusi adalam suatu proses larutnya zat aktif dari
suatu sediaan dalam medium. Hal ini berlaku untuk
obat-obat yang diberikan secara oral dalam bentuk
padat seperti tablet. Uji ini dimaksudkan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terabsorbsi dan
memberikan efek terapi didalam tubuh (Ansel,
1989).Terdapat 7 metode yaitu : Rotating basket,
paddle, disintegrasi USP “basket & rock”. Aliran
melalui sel,apparatus 5, silinder, dan rangkaian wadah
volumerik larutan terkalibrasi.

2.2.8 Evaluasi Keseragaman Kandungan

Secara umum, perbedaan dari keseragaman


kandungan dan bobot berada pada jumlah zat aktifnya,
dimana keseragaman kandungan digunakan untuk
tablet dengan dosis kecil yaitu <50 mg atau <50%.
Sedangkan untuk keseragaman bobot digunakan untuk
tablet dengan dosis hasil uji kandungan zat aktid setiap
tablet pada sejumlah sampel, untuk mengetahui apakah
setiap tablet mengandung zat aktif dalam batas yang
ditentukan.
BAB III
ALAT DAN BAHAN

1. Uji Evaluasi Keseragaman Bobot

 Timbangan
 10 tablet paracetamol

2. Uji Evaluasi Keseragaman Ukuran

 Jangka sorong
 Alat tulis
 10 tablet isoniazid

3. Uji Evaluasi Kekerasan

 Hardness tester
 Tablet isoniazid

4. Uji Evaluasi Friabilitas

 Alat friabilator
 Kuas
 10 tablet isoniazid

5. Uji Evaluasi Waktu Hancur

 Disintergration
 Beaker glass
 6 tablet paracetamol
 6 tablet sampel isoniazid
 Aquadest

6. Uji Evaluasi Disolusi

 Gelas ukur
 Corong
 Beaker glass
 Batang pengaduk
 Alat disolusi
 Spektrofotometer Uv-Vis
 Tablet paracetamol
 Kalium fosfat
 NaOH
 Aquadest

7. Uji Evaluasi Penetapan Kadar

 Spektrofotometer Uv-Vis
 Labu ukur 250 ml
 Labu ukur 100 ml
 Labu ukur 10 ml
 Pipet tetes
 Paracetamol
 Metanol : air = 4 : 1
BAB IV
PROSEDUR KERJA

4.1. Uji Evaluasi Keseragaman Bobot

a. Ambil 10 tablet paracetamol sebagai sampel


b. Timbang satu persatu dan catat bobotnya
c. Hitung bobot rata-rata tablet

4.2. Uji Evaluasi Keseragaman Ukuran

a. Siapkan alat dan bahan


b. Ukur diameter dan ketebalan pada 10 tablet menggunakan
jangka sorong
c. Amati angka pada jangka sorong dan catat hasilnya
d. Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak boleh lebih
dari 3 kali dan tidak kurang dari 1/3 ketebalan tablet

4.3. Uji Evaluasi Kekerasan

a. Tablet diletakkan tegak lurus anvil dan punch


b. Tablet dijepit dengan memutar sekrup pengatur sampai
tanda lampu stop menyala
c. Knop ditekan sampai tablet pecah
d. Angka yang ditunjukkan petunjuk skala menunjukkan
kekerasan tablet dalam kg
4.4. Uji Evaluasi Friabilitas

a. Tablet yang akan diuji diambil sebanyak 10 tablet


isoniazid, terlebih dahulu dibersihkan debu yang menempel
pada tablet menggunakan kuas kemudian ditimbang
seluruh tablet menggunakan neraca analitik.
b. Tablet tersebut selanjutnya dimasukan ke dalam alat
friability tester untuk diuji, kemudian alat di setting 25 rpm
selama 4 menit. Kemudian alat dinyalakan.
c. Setelah alat selesai beroperasi, keluarkan tablet lalu
diletakan di cawan porselen kemudian dibersihkan kembali
dari debu yang menempel menggunakan kuas, kemudian
ditimbang berat keseluruhan tablet setelah diuji.
d. Hitung presentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah
dilakukan uji friabilitas. Dengan persamaan f = a – b / h x
100%
e. Tablet dianggap baik apabila presentase kehilangan bobot
tidak lebih dari 1 %

4.5. Uji Evaluasi Waktu Hancur

a. Chamber diisi dengan air, kemudian atur pada suhu 37 o


b. Beaker glass diisi dengan aquadest dengan volume dimana
ketika tabung dimasukkan ke dalam chamber batas atas
bawah tabung pada beaker glass adalah 15 mm, kemudian
beaker glass dimasukkan ke dalam chamber
c. 6 tablet yang digunakan sebagai sampel masing-masing
dimasukkan ke dalam tabung
d. Setiap tablet yang sudah dimasukkan ditutup dengan
cakram pada tiap tabung, kemudian masukkan tabung pada
beaker glass
e. Alat diopersikan, catat waktu hancur disetiap tablet pada
masing-masing tabung

4.6. Uji Evaluasi Disolusi

a. Siapkan dapar fosfat pH 5,8


 Larutkan 13,61 gram Kalium Fosfat dalam air dan
encerkan dengan air hingga 1000 ml
 Ambil 500 ml Kalium Fosfat encer dan tamabah 36
ml NaOH
 Masukkan dalam labu ukur 1000 ml dan add
aquadest

b. Siapkan alat uji disolusi, panaskan air didalam beaker glass


hingga 37o C
c. Dapar fosfat dipnaskan hingga 37o C
d. Atur alat dengan kecepatan 50 rpm selama 30 menit
e. Masukkan 900 ml dapar fosfat ke dalam masing-masing
tabung
f. Tablet paracetamol dimasukkan kedalam masing-masing
tabung
g. Operasikan alat selama 30 menit
h. Sampling larutan sebanyak 10 ml dengan posisi sampling
tegak lurus dan berjarak +- 1 cm dari dinding tabung
i. Hasil disaring dan dibuat pengenceran sesuai yang
diinginkan
j. Ukur serapannya dengan spektrofotometri uv-vis dengan
panjang gelombang maksimum paracetamol

4.7. Uji Penetapan Kadar

A. Pembuatan larutan parasetamol BPFI


1. Ditimbang paracetamol BPFI sebanyak 100
mg
2. Dibuat larutan induk dengan labu 100 ml dan
digenapkan dengan metanol:aquadest 1:3
hingga tanda batas dan diperoleh konsentrasi
1000 ppm.
3. parasetamol yang sudah ditimbang dilarutkan
dengan 50 ml metanol:aquadest 1:3 dalam
beaker glass.
4. Larutan paracetamol BPFI yang sudah
dilarutkan dalam beaker glass dimasukkan
kedalam labu 100 ml, kemudian beaker glass
dibilas sebanyak 1x dan dimasukkan kedalam
labu 100 ml, digenapkan hingga tanda batas.
5. Labu 100 ml dikocok sebanyak 3x hingga
homogen
6. Kemudian larutan induk diencerkan hingga
konsentrasi 10 ppm dengan mengambil 0,1 ml
atau 100μl dengan mikropipet lalu dimasukkan
ke dalam labu 10 ml dan digenapkan hingga
tanda batas.
7. Panjang gelombang maksimum parasetamol
ditentukan dengan menggunakan satu
konsentrasi yaitu 10 ppm lalu dicatat data yang
diperoleh yaitu panjang gelombang 244 nm.

B. Pembuatan kurva kalibrasi parasetamol


1. Ditimbang paracetamol BPFI sebanyak 100
mg
2. Lalu larutan standar kurva kalibrasi dibuat
dengan lima seri pengenceran menjadi, 2 ppm,
4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm
untuk membuat kurva kalibrasi (dengan nilai
R ̴ 1 = 0,9996).
3. Dibuatlarutan induk dengan labu 100 ml dan
digenapkan dengan aquadest:metanol 3:1
hingga tanda batas dan diperoleh konsentrasi
1000 ppm.
4. parasetamol yang sudah ditimbang dilarutkan
dengan 50 ml metanol:aquadest 1:3 dalam
beaker glass .
5. Larutan paracetamol BPFI yang sudah
dilarutkan dalam beaker glass dimasukkan ke
dalam labu 100 ml, kemudian beaker glass
dibilas sebanyak 1x dan dimasukkan ke dalam
labu 100 ml, digenapkan hingga tanda batas.
6. Labu 100 ml dikocok sebanyak 3x hingga
homogen
7. Kemudian larutan induk diencerkan hingga
konsentrasi 100 ppm menggunakan labu 100
ml, dengan mengambil 10 ml larutan induk
lalu digenapkan hingg atanda batas.
8. Kemudian larutan standar 100 ppm diencerkan
hingga konsentrasi 12 ppm, 10 ppm, 8 ppm, 6
ppm, 4 ppm, dan 2 ppm dengan mengambil 1,2
ml, 1 ml, 0,8 ml, 0,6 ml, 0,4 ml, dan 0,2 ml
dengan pipet volumetri lalu dimasukkan
kedalam labu 10 ml dan digenapkan hingga
tanda batas.
9. Setiap seri pengenceran yang sudah dibuat
dimasukkan kedalam kuvet dengan tebal 1 cm
dianalisis pada panjang maksimum dengan alat
spektrofotometer UV-Vis. Nilai absorbansi
yang diperoleh dicatat

C. Pembuatan LarutanSampel
1. Diambil tidak kurang dari 20 tablet paracetamol.
2. Sebanyak 20 tablet parasetamol ditimbang
menggunakan timbangan analitik lalu dicatat berat
keseluruhan (diperoleh 13,0146 gram).
3. Ditimbang setara sebanyak 100 mg parasetamol
dengan menggunakan timbanganan alitik dan
diperoleh 130,146 mg.
4. Dibuat larutan induk dengan labu 100 ml dan
digenapkan dengan metanol:aquadest 1:3 hingga
tanda batas dan diperoleh konsentrasi 1000 ppm.
5. Parasetamol yang sudah ditimbang dilarutkan
dengan 50 ml metanol:aquadest 1:3 dalam beaker
glass .
6. Serbuk tablet paracetamol yang sudah dilarutkan
dalam beaker glass dimasukkan kedalam labu 100
ml, kemudian beaker glass dibilas sebanyak 1x dan
dimasukkan ke dalam labu 100 ml, digenapkan
hingga tanda batas.
7. Labu 100 ml dikocok sebanyak 3x hingga homogen
8. Kemudian larutan induk diencerkan hingga
konsentrasi 100 ppm menggunakan labu 100 ml,
dengan mengambil 10 ml larutan induk lalu
digenapkan hingga tanda batas.
9. Kemudian larutan sampel 100 ppm diencerkan
hingga konsentrasi 10 ppm dengan mengambil 1 ml
atau 1000μl dengan mikropipet lalu dimasukkan
kedalam labu 10 ml dan digenapkan hingga tanda
batas.
10. Dibuat larutan induk sampel tablet parasetamol
dengan labu 100 ml dan digenapkan dengan
aquadest:metanol 3:1 hingga sampai tanda batas
dan diperoleh konsentrasi 1000 ppm.
11. Kemudian larutan induk sampel tablet parasetamol
diencerkan hingga konsentrasi 10 ppm dengan
mengambil 0,1 ml atau 100 μl digenapkan hingga
tanda batas.
12. Lalu larutan sampel yang sudah dibuat dimasukkan
kedalam kuvetd dengan tebal 1 cm dianalisis pada
panjang maksimum dengan alat spektrofotometer
UV-Vis. Catat nilai absorbansi yang diperoleh.

D. Intrerpretasi Hasil Spektrofotometri UV-Vis


1. Kurva kalibrasi dibuat dengan memplot nilai
konsentrasi sebagai x dan nilai absorbasi
sebagai y, sehingga diperoleh persamaan linear
y = a + bx.
2. Nilai absorbansi yang diperoleh dari analisa
sampel dimasukkan kedalam persamaan linear
sebagai nilai y, sehingga diperoleh nilai x yang
merupakan konsentrasi analit pada sampel.
3. Nilai x yang diperoleh akan digunakan untuk
menghitung persentase kadar analit dengan
mempertimbangkan faktor konsentrasi yang
digunakan dengan rumus:
%𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟
𝑚𝑔 𝑝𝑎𝑟𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑚𝑜𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑢𝑗𝑖
= 𝑥 100
𝑚𝑔 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 (100 𝑚𝑔)
BAB V
HASIL

5.1. Hasil Evaluasi Tablet

A. Uji Keseragaman Bobot Paracetamol

No Bobot PCT

1 0,6510
2 0,6470
3 0,6769
4 0,6482
5 0,6504
6 0,6729
7 0,6491
8 0,6537
9 0,6507
10 0,6469
Rata-rata : 0,65468

10 tab pertama

101,67%

7. 0,6491 x 101,67% = 0,6%

100 mg

Wi x A = 0,6491 x 101,67 = 100,8%

W rata-rata 0,65468

1). 0,6510 x 101,67% = 101,09%

0,65468

2). 0,6470 x 101,67% = 100,47%

0,65468

3). 0,6769 x 101,67% = 105,12%

0,65468

4). 0,6482 x 101,67% = 100,66%

0,65468

5). 0,6504 x 101,67% = 101,01%

0,65468
6). 0,6729 x 101,67% = 104,50%

0,65468

8). 0,6537 x 101,67% = 101,51%

0,65468

9). 0,6507 x 101,67% = 101,05%

0,65468

10). 0,6469 x 101,67% = 100,46%

0,65468

X = rata-rata msg kand. = 101,67%

T = mengacu farmakope

m = 101,5%

* Perhitungan Simpangan Baku


(xi−x)2
s=√∑
n−1

s = √ 23,7745

s = √ 2,86383

s = 1,6922

* Perhitungan Nilai Penerimaan

NP = | M – x | + ks

NP = | 101,5 – 101,67 | + (2,4 x 1,6922)

NP = 0,17 + 4,06128

NP = 4,23128

B. Uji Keseragaman Ukuran Tablet Isoniazid

Diameter Ketebalan Diameter Ketebalan


No No
(cm) (cm) (cm) (cm)
1 1,41 0,605 11 1,41 0,61

2 1,405 0,61 12 1,41 0,61

3 1,41 0,605 13 1,41 0,61

4 1,405 0,605 14 1,41 0,61

5 1,405 0,605 15 1,41 0,61

6 1,41 0,61 16 1,41 0,61

7 1,41 0,61 17 1,41 0,61

8 1,41 0,61 18 1,41 0,61

9 1,41 0,61 19 1,41 0,61

10 1,405 0,61 20 1,41 0,61

C. Uji Kekerasan Tablet Isoniazid

No Kekerasan Tablet No Kekerasan Tablet


1 6,63 11 4,49
2 6,32 12 4,12
3 5,40 13 4,20
4 6,22 14 4,31
5 4,18 15 4,44
6 4,69 16 4,29
7 4,38 17 4,45
8 4,28 18 5,78
9 4,18 19 6,43
10 4,08 20 5,12

Hasil uji :semua tablet memasuki rentang 4-8

D. Uji Friabilitas Tablet Paracetamol

Uji Friabilitas
W0 4,702 g
W1 4,3495 g
W0-W1 0,3525 g
𝑊0−𝑤1
F= × 100 %
𝑊0

0,3525
F= × 100 % = 2,77 %
4,702

E. Uji Waktu Hancur

Waktu Hancur Isoniazid


No Tablet Waktu (menit)
1 1 02.40
2 2 02.59
3 3 03.38
4 4 05.37
5 5 06.05

6 6 07.05

Waktu HancurPracetamol
No Tablet Waktu (menit)
1 1 1.29
2 2 1.42
3 3 1.50
4 4 2.11
5 5 2.47

6 6 3.18
Hasil uji waktu hancur memasuki rentang <15 menit,
karena tablet paracetamol dan isoniazid merupakan
tablet tidak bersalut

F. Disolusi Tablet Paracetamol

Sampel No Absorbansi

2 ppm 0,142

4 ppm 0,339

6 ppm 0,514

8 ppm 0,731
y = 0,0971x – 0,054

a. 2 ppm

0,142 = 0,0971x -0,054

0,0971x = 0,142 + 0,054

0,0971x = 0,196

x = 2,0185 ( C )

m pct = C x FP

m pct = 2,0185 x 111,11

m pct = 224,2755 µg

m pct = 0,22427 mg

* Konsentrasi dalam 900 ml


m pct x 900

0,22427 x 900 = 201,843 mg/900ml

* Konsentrasi dalam 900 ml teori : 500 mg/900ml

* Kadar paracetamol yang terdisolusi selama 30 menit

Kadar PCT = 201,843 mg / 500 mg x 100%

Kadar PCT = 40,37%

b. 4 ppm

0,339 = 0,0971x -0,054

0,0971x = 0,339 + 0,054

0,0971x = 0,393

x = 4,0473 ( C )

m pct = C x FP

m pct = 4,0473 x 111,11

m pct = 449,6955 µg

m pct = 0,44970 mg

* Konsentrasi dalam 900 ml

m pct x 900

0,44970 x 900 = 404,73 mg/900ml


* Konsentrasi dalam 900 ml teori : 500 mg/900ml

* Kadar paracetamol yang terdisolusi selama 30 menit

Kadar PCT = 404,73 mg / 500 mg x 100%

Kadar PCT = 80,95%

c. 6 ppm

0,514 = 0,0971x -0,054

0,0971x = 0,514 + 0,054

0,0971x = 0,568

x = 5,8496 ( C )

m pct = C x FP

m pct = 5,8496 x 111,11

m pct = 649,9491 µg

m pct = 0,64995 mg

* Konsentrasi dalam 900 ml

m pct x 900

0,64995 x 900 = 584,955 mg/900ml

* Konsentrasi dalam 900 ml teori : 500 mg/900ml

* Kadar paracetamol yang terdisolusi selama 30 menit


Kadar PCT = 584,955 mg / 500 mg x 100%

Kadar PCT = 116,99%

d. 8 ppm

0,731 = 0,0971x -0,054

0,0971x = 0,731 + 0,054

0,0971x = 0,785

x = 8,0844 ( C )

m pct = C x FP

m pct = 8,0844 x 111,11

m pct = 898,2577 µg

m pct = 0,89826 mg

* Konsentrasi dalam 900 ml

m pct x 900

0,89826 x 900 = 808,434 mg/900ml

* Konsentrasi dalam 900 ml teori : 500 mg/900ml

* Kadar paracetamol yang terdisolusi selama 30 menit

Kadar PCT = 808,434 mg / 500 mg x 100%


Kadar PCT = 161,69%

G. Penetapan Kadar

Konsentrasi Absorbansi

2 ppm 0,120
4 ppm 0,243
6 ppm 0,325
8 ppm 0,458
10 ppm 0,546
12 ppm 0,668
Persamaan :

y= 0,054x + 0,0151

R2 = 0,9972

P kadar C = 0,643

J = 0,054x + 0,0151

0,643 = 0,054x + 0,0151

0,642 – 0,0151 = 0,054x

0,6279 = 0,054x

x = 0,6279/0,054 = 11,628
11,628 x 10.000 (FP)

= 116.280 µg

= 116,280 mg

Kadar

116,280 mg / 100 mg x 100%

= 116,280%
BAB VI
PEMBAHASAN

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak


dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata
atau cembung. Mengandung satu jenis obat dengan atau bahan
tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat
pengisi, zat penghancur, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah, atau
zat lain yang cocok (Anonim, 1979). Tablet merupakan bahan obat
dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan
penambahan bahan tambahan farmasetik yang sesuai (Ansel, 1989).

Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tujuannya


dalam tubuh, yaitu tempat kerjanya atau targetsite, obat harus
mengalami banyak proses(Tjay dan Rahardja, 2007). Maka dari itu,
perlu dilakukan evaluasi tablet. Evaluasi tablet dilakukan sebagai
pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui kualitas tablet
sebelum dipasarkan dan memenuhi persyaratan. Evaluasi tablet pada
praktikum kali ini terdiri dari uji identifikasi terhadap penampilan
tablet isoniazid yang telah dibuat sebelumnya dengan menggunakan
metode granulasi kering, uji kekerasan tablet isoniazid, uji
keseragaman ukuran tablet isoniazid, uji keragaman bobot tablet
paracetamol, uji keseragaman kandungan tablet paracetamol, uji
keseragaman ukuran tablet isoniazid, uji waktu hancur tablet
isoniazid, uji kerapuhan atau friabilitas tablet paracetamol, uji
disolusi tablet paracetamol dan uji penetapan kadar tablet
paracetamol.
Evaluasi pertama yang dilakukan adalah uji identifikasi
penampilan, pada uji penampilan ini mencakup pemeriksaan
keseluruhan identitas secara visual yang diberikan oleh tablet
tersebut. Kontrol terhadap penampilan umum melibatkan penetapan
beberapa parameter, seperti: ukuran, bentuk, warna, ada tidaknya bau,
rasa, bentuk permukaan, dan cacat fisik. Pada tablet isoniazid yang
telah dibuat oleh kelompok kami sebelumnya didapatkan hasil yaitu
tidak terdapatnya kerusakan/cacat fisik pada tablet yang dibuat,
bentuk dan ukuran nya yang tidak terlalu besar, dan terlihat sama rata,
dan memiliki bau yang tidak mencolok serta tablet yang dibuat
berwarna putih.

Evaluasi yang selanjutnya adalah uji waktu hancur sediaan tablet


yang sangat berpengaruh dalam biofarmasi dari obat. Supaya
komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran
cerna, maka tablet harus hancur dan melepaskannya ke dalam cairan
tubuh untuk dilarutkan (Ansel, 1989). Waktu hancur dipengaruhi oleh
penghancur (jenis dan jumlahnya) dan banyaknya pengikat. Selain
itu, tablet juga dapat memberikan efek terapi seperti yang diharapkan
apabila tablet tersebut kuat secara fisik. Maka dari itu, waktu hancur
juga dipengaruhi oleh kekerasan dan keregasan tablet.

Menurut (Sulaiman, 2007) waktu hancur adalah waktu yang


dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul/partikel
penyusunnya yang mampu melewati ayakan no.10 yang terdapat
dibagian bawah alat uji. Alat yang digunakan adalah disintegration
tester, yang berbentuk keranjang, mempunyai 6 tube plastik yang
terbuka dibagian atas, sementara dibagian bawah dilapisi dengan
ayakan/screen no.10 mesh.

Sedangkan uji waktu hancur yang dilakukan pada praktikum ini


dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang
tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet atau kapsul digunakan sebagai tablet isap
atau dikunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara
bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam
dua periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di
antara periode pelepasan tersebut (Depkes RI, 2014). Uji waktu
hancur juga dapat didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk
hancurnya tablet dalam medium yang sesuai, kecuali dinyatakan lain
untuk tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit (Anonim, 1979).

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan uji waktu hancur


untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masing-masing monografi. Pengujian dilakukan terhadap 2 macam
tablet yaitu uji waktu hancur tablet paracetamol dan uji waktu hancur
tablet isoniazid. Pengujian ini menggunakan alat uji waktu hancur
tablet (desintegrator). Pada perlakuan uji waktu hancur, 6 tablet
dimasukkan ke dalam tiap tube yang ditutup dengan penutup cakram
kemudian alat dinyalakan. Keranjang akan dinaik-turunkan secara
otomatis dalam medium air dengan suhu 37º ± 2ºC dan menggunakan
volume medium air 800 ml. Pemakaian suhu 37º ± 2ºC dipilih untuk
menyerupai volume cairan tubuh manusia karena aquadest atau air
merupakan sebagian besar cairan tubuh yang ada pada manusia.
Sedangkan penggunaan penutup cakram dimaksudkan agar tablet
tetap terjaga dalam keranjang dan tidak keluar dari tube saat
keranjang dinaik turunkan. Keranjang ini bergerak turun naik, dan
tablet harus tetap berada 2,5 cm dari permukaan atas cairan dan 2,5
cm dari atas beaker, gerakan naik turun keranjang berisi tablet diatur
oleh sebuah motor yang bergerak sepanjang 5-6 cm pada frekwensi
28-32 kali permenit, kerapuhan tablet dinyatakan hancur (Lachman
dkk, 1994).

Proses pencelupan naik turun ini merupakan simulasi dari


gerakan peristaltik saluran cerna. Dalam monografi yang lain
disebutkan mediumnya merupakan simulasi larutan gastric(gastric
fluid) (Sulaiman 2007). Proses penaik-turunan keranjang secara
teratur alat tersebut yaitu 30 kali setiap menit dalam medium air
dengan suhu 37º ± 2ºC. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera
dalam monografi, angkat keranjang dan amati semua tablet: semua
tablet harus hancur sempurna. Waktu hancur dihitung berdasarkan
tablet yang paling terakhir hancur atau tablet dinyatakan hancur jika
tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa (Depkes RI,1979).
Bila terdapat 1 atau 2 tablet yang tidak hancur sempurna, ulangi
pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet
yang diuji harus hancur sempurna (Lachman dkk., 2008).

Pada pengujian waktu hancur tablet paracetamol yang tersedia


dipasaran didapatkan hasil bahwa 6 tablet paracetamol hancur
didalam waktu yang berbeda yaitu pada menit 01.29, 01.42, 01.50,
02.11, 02.47, 03.18. Sedangkan tablet isoniazid yang telah kami buat
sebelumnya memiliki waktu hancur pada menit ke 02.40, 02.59,
03.38, 05.37, 06.05, 07.05. Pada percobaan uji waktu hancur tersebut
dapat memberikan gambaran waktu yang dibutuhkan tablet untuk
(disintegrasi). Semakin cepat suatu obat peroral hancur maka disolusi
dan absorbsi obat akan semakin cepat, sehingga efek yang diharapkan
akan lebih cepat timbul.

Sulaiman, 2007 menyatakan perrsyaratan waktu hancur untuk


tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut
gula dan salut nonenterik kurang dari 30 menit, sementara untuk
tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60 menit dalam
medium asam, dan harus segera hancur dalam medium basa. Tablet
paracetamol dan isoniazid yang digunakan adalah termasuk tablet
tidak bersalut sehingga hasil dari uji waktu hancur yang kami lakukan
adalah bahwa tablet parasetamol dan tablet isoniazid memenuhi
syarat uji waktu hancur untuk tablet tidak bersalut yaitu kurang dari
15 menit (Sulaiman, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur suatu sediaan


tablet yaitu sifat fisik granul, kekerasan, porositas tablet, dan daya
serap granul. Penambahan tekanan pada waktu penabletan
menyebabkan penurunan porositas dan menaikkan kekerasan tablet.
Dengan bertambahnya kekerasan tablet akan menghambat penetrasi
cairan ke dalam pori-pori tablet sehingga memperpanjang waktu
hancur tablet. Kecuali dinyatakan lain waktu hancur tablet bersalut
tidak > 15 menit (Nugrahani, 2005). Sedangkan menurut (Voight,
1984) faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur dari tablet
adalah jenis, jumlah obat yang diracik, bahan pembantu yang
ditambahkan, gaya pencetakan yang digunakan, kekerasan tablet,
sifat fisika kimia granul.

Evaluasi tablet selanjutnya yang dilakukan adalah uji


keseragaman ukuran dengan sejumlah 20 tablet yang kemudian
diukur diameter dan tebal tablet dengan menggunakan jangka sorong.
Dari seluruh hasil pengukuran diameter tablet isoniazid yang kami
buat sebelumnya menunjukkan bahwa diameter tablet isoniazid
memiliki diameter dan tebal tablet yang baik dan relatif sama serta
setara seluruh tabletnya. Sehingga tablet isoniazid dapat dinyatakan
sebagai tablet yang baik. Karena tablet yang baik memiliki diameter
tidak lebih dari 3 kali atau tidak kurang dari 4/3 tebal tablet (Depkes
RI, 1979). Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3
kali dan tidak kurang dari 1 ⅓ tebal tablet (Farmakope Indonesia,
1979).

Ketebalan tablet akan konstan bila granulasi cukup konsisten


partikelnya serta ukuran distribusinya, panjang punch konsisten, dan
penekan tablet bersih dan bekerja dalam keadaan baik. Ketebalan
tablet dapat diukur memakai jangka sorong yang melengkung.
Ketebalan harus terkontrol agar dapat diterima oleh konsumen dan
memudahkan dalam pengemasan (Lachman, dkk, 1994).

Evaluasi selanjutnya yaitu uji friabilitas atau kerapuhan tablet


yaitu merupakan uji mekanisme penentuan kekuatan tablet dengan
menggunakan alat friability tester. Tablet yang mudah menjadi
serbuk, menyerpih, dan pecah-pecah pada penanganannya, akan
kehilangan keindahannya serta konsumen enggan menerimanya, dan
dapat menimbulkan pengotoran pada tempat pengangkutan dan
pengepakan juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan
keseragaman isi tablet (Gad, 2008).

Kerapuhan tablet merupakan ketahanan tablet dalam melawan


tekanan mekanik terutama goncangan dan pengikisan. Kerapuhan
dinyatakan dalam persentase bobot yang hilang selama uji kerapuhan.
Tablet yang baik mempunyai nilai kerapuhan tidak lebih dari 1%
(Parrott, 1971). Kerapuhan juga dapat didefinisikan sebagai
parameter yang digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan
tablet terhadap gesekan yang dialaminya sewaktu pengemasan dan
pengiriman. Kerapuhan diukur dengan friabilator. Prinsipnya adalah
menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama diputar
dalam friabilator selama waktu tertentu. Pada proses pengukuran
kerapuhan, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran per menit dan
waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi ada 100 putaran
(Andayana, 2009).

Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas adalah


jika dalam proses pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau
terbelah, maka tablet tersebut tidak diikutsertakan dalam perhitungan.
Jika hasil pengukuran meragukan (bobot yang hilang terlalu besar),
maka pengujian harus diulang sebanyak dua kali. Selanjutnya
tentukan nilai rata-rata dari ketiga uji yang telah dilakukan
(Andayana, 2009).
Pada evaluasi ini, tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet,
terlebih dahulu dibersihkan dari debunya dan ditimbang dengan
seksama. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam
friabilator, friabilator adalah alat yang digunakan untuk mengetahui
kerapuhan tablet (Sulaiman, 2007). Tablet diputar sebanyak 100
putaran selama 4 menit, jadi kecepatan putarannya adalah 25 putaran
per menit. Setelah selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari
debu dan timbang dengan seksama. Kemudian dihitung persentase
kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet
membutuhkan nilai friabilitas yang baik karena semakin kecil
persentase kehilangan bobot dari suatu tablet maka semakin baik efek
terapi yang di berikan oleh sediaan obat tersebut terhadap tubuh.

Pada uji friabilitas kali ini, didapatkan hasil % friabilitas yaitu


2,775% menunjukkan bahwa tablet memiliki kerapuhan yang lebih
dari yang di persyaratkan. Dan menunjukkan bahwa tablet akan lebih
cepat rapuh karena memiliki %friabilitas diatas dari 1%. Karena
tablet dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih dari 1% (Andayana,
2009). Kehilangan berat menunjukkan kemampuan tablet menahan
abrasi dalam penanganan, pengemasan, dan pengiriman. Penurunan
berat tablet seharusnya maksimal tidak lebih dari 1% (Ansel, 2014).
Uji kerapuhan berhubungan dengan kehilangan bobot akibat abrasi
yang terjadi pada permukaan tablet. Dari hasil yang didapatkan, maka
bisa disimpulkan bahwa semakin besar harga persentase kerapuhan,
maka semakin besar massa tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi
akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat
pada tablet. Tablet dengan konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet
dengan bobot kecil) dan adanya kehilangan massa akibat rapuh akan
mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat dalam tablet
(Sulaiman, 2007).

Evaaluasi yang selanjutnya yaitu uji kekerasan tablet isoniazid.


Kekerasan tablet adalah kekuatan yang diperlukan untuk memecah
tablet dalam uji kompresi. Secara umum tablet harus mempunyai
kekuatan, kekerasan, dan ketahanan yang cukup terhadap kerapuhan
untuk menahan guncangan selama proses penanganan, pembuatan,
pengemasan hingga pengiriman. Tekanan minimum untuk
menghancurkan tablet adalah 4 kg, alat uji yang digunakan adalah
hardness tester monosanto. Saat melakukan uji tablet diletakkan
diantara dua katup pada alat kemudian tuas ditekan hingga tablet
pecah, setelah itu catat angka yang memecahkan tablet. Peningkatan
tekanan dapat menyebabkan laminasi pada tablet. Tablet yang baik
adalah tablet yang mampu bertahan terhadap guncangan selama
proses penanganan, pembuatan hingga pengiriman dan mudah hancur
dalam saluran pencernaan (Gad, 2008). Kekerasan tablet diukur
terhadap luas permukaan tablet dengan menggunakan beban yang
dinyatakan dalam kg. Satuan kekeraasan adalah newton.

Uji kekerasan tablet dapat didefinisikan sebagai uji kekuatan


tablet yang mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan, yang
diukur dengan memberi tekanan terhadap diameter tablet. Tablet
harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat
bertahan dari berbagai goncangan mekanik pada saat pembuatan,
pengepakan dan transportasi. Alat yang biasa digunakan adalah
hardness tester (Banker and Anderson, 1984). Kekerasan adalah
parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan
tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan
talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian.
Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan
(Parrott, 1971).

Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekerasan tablet


diantaranya Monsanto tester, Pfizer tester, dan Strong cobb hardness
tester. Pada praktikum kali ini, didapatkan hasil untuk seluruh tablet
isoniazid yang diuji kekerasannya memiliki tingkat kekerasan sesuai
dengan yang dipersyaratkan yaitu memiliki kekerasan dalam rentang
4-8. Karena pada umumnya tablet yang baik apabila memiliki
kekerasan antara 4-8 (Parrot,1970). Untuk tablet hisap 10-20 dan
tablet kunyah kurang lebih 3. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa
tablet isoniazid yang termasuk tablet tidak bersalut memiliki
kekerasan yang baik karena seluruh tablet memenuhi rentang sesuai
dengan persyaratan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah


tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan ini
dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Semakin besar
tekanan yang diberikan saat penabletan akan meningkatkan
kekerasan tablet. Pada umumnya tablet yang keras memiliki waktu
hancur yang lama (lebih sukar hancur) dan disolusi yang rendah,
namun tidak selamanya demikian Kekerasan tablet kurang dari 4 kg
masih dapat diterima dengan syarat kerapuhannya tidak melebihi
batas yang diterapkan. Tetapi biasanya tablet yang tidak keras akan
memiliki kerapuhan yang tinggi dan lebih sulit penanganannya pada
saat pengemasan, dan transportasi. Kekerasan tablet lebih besar dari
10 kg masih dapat diterima, jika masih memenuhi persyaratan waktu
hancur/disintegrasi dan disolusi yang dipersyaratkan (Sulaiman,
2007).

Penetapan kadar dilakukan untuk melihat kadar suatu zat


dalam sediaan obat. Pada praktikum kali ini, penetapan kadar
dilakukan dengan membuat larutan parasetamol BPFI dan membuat
satu larutan konsentrasi tablet parasetamol yang diuji. Hasil dari
penetapan kadar akan digunakan untuk pengujian keseragaman
sediaan dan keseragaman bobot. Pada penetapan kadar parasetamol
didapatkan kadar parasetamol sebanyak 116,280%. Menurut
Farmakope V, kadar minimal parasetamol yang terkandung dalam
sediaan adalah 98% sampai 110%. Hal ini menyatakan bahwa obat
tersebut tidak layak untuk disebarluaskan karena kadar yang
terkandung tidak sesuai. Sehingga keseragaman kandungan dari obat
ini tidak dapat memenuhi syarat juga karena kadar yang didapat pun
tidak memenuhi syarat.

Uji keseragaman bobot dilakukan untuk melihat


keseragaman dosis obat yang masuk kedalam tubuh sehingga dosis
setiap tablet diharapkan sama dan sesuai dengan keamanan terapi dari
sediaan tablet tersebut. Pengujian keseragaman bobot dapat dilakukan
dengan menggunakan neraca analitik. Keseragaman bobot ditetapkan
dengan menimbang 10 tablet lalu menghitung bobot rata-ratanya.
Syarat dari keseragaman bobot suatu tablet menurut FI III adalah jika
ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-
masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar
dari harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang
ditetapkan kolom B. (Depkes RI, 2014)

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari uji tablet parasetamol, tablet


memenuhi syarat keseragaman bobot dengan hasil persen
penyimpangan yaitu sebesar 4,23%. Batas penyimpangan pada tablet
ini yaitu kurang dari 5%. Sedangkan pada tablet isoniazid, pada 10
tablet pertama terdapat 4 tablet yang tidak sesuai dengan persyaratan
sehingga ditimbang 20 tablet dan masuk ke dalam persyaratan yang
diharuskan.

Parameter uji yang dilakukan untuk pengujian sediaan tablet


selanjutnya adalah uji disolusi. Uji ini dilakukan untuk menentukan
kesesuaian persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing
monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Obat yang memenuhi
persyaratan baik dari evaluasi lain belum dapat menjamin bahwa
suatu obat memenuhi efek terapi. Untuk itu, uji disolusi harus
dilakukan pada setiap produksi tablet ataupun kapsul.

Sediaan tablet termasuk dalam persyaratan uji disolusi yaitu


untuk mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat
yang terlarut dan terabsorbsi ke dalam peredaran darah untuk
memberikan efek terapi. Disolusi menggambarkan efek obat terhadap
tubuh, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan
memberikan khasiat pada tubuh. Oleh karena itu, uji ini dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui kecepatan atau laju disolusi dari
tablet parasetamol dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

Pengujian disolusi tablet dilakukan dengan pembuatan kurva


oleh larutan baku seri. Konsentrasi larutan baku induk 1000 ppm
diencerkan menjadi beberapa konsentrasi. Konsentrasi yang
digunakan yaitu 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm. Hal ini bertujuan untuk
melihat absorbansi masing-masing konsentrasi masuk ke dalam
syarat yang ditentukan yaitu 0,2 sampai 0,8. Hasil absorbansi larutan
baku seri tadi dapat menghasilkan garis regresi linear. Perhitungan
hasil kadar tablet parasetamol yang dilakukan pada uji disolusi
dilakukan terhadap 6 tablet dengan perlakuan pengambilan cuplikan
pada interval waktu 30 menit. Pada praktikum kali ini,

BAB VII
PENUTUP

7.1. Kesimpulan

1. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa


cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua
permukaannya rata atau cembung.
2. Evaluasi tablet pada praktikum kali ini terdiri dari uji
identifikasi terhadap penampilan tablet isoniazid yang telah
dibuat sebelumnya dengan menggunakan metode granulasi
kering, uji kekerasan tablet isoniazid, uji keseragaman
ukuran tablet isoniazid, uji keragaman bobot tablet
paracetamol, uji keseragaman kandungan tablet
paracetamol, uji keseragaman ukuran tablet isoniazid, uji
waktu hancur tablet isoniazid, uji kerapuhan atau friabilitas
tablet paracetamol, uji disolusi tablet paracetamol dan uji
penetapan kadar tablet paracetamol.

3. Pada tablet isoniazid didapatkan hasil yaitu tidak terdapatnya


kerusakan/cacat fisik pada tablet yang dibuat, bentuk dan
ukuran nya yang tidak terlalu besar, dan terlihat sama rata, dan
memiliki bau yang tidak mencolok serta tablet yang dibuat
berwarna putih.
4. Sulaiman, 2007 menyatakan perrsyaratan waktu hancur untuk
tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet
salut gula dan salut nonenterik kurang dari 30 menit, sementara
untuk tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60
menit dalam medium asam, dan harus segera hancur dalam
medium basa.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah : F.


Ibrahim. Edisi ke-4. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan
oleh Ibrahim, F., Edisi IV, 605-619, Jakarta, UI Press.
Aulton M.E. 1988. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design:
Health Science Book. Churchill Livingstone, New York.
Aulton M.E., 2002, Pharmaceutics : the science of dosage form design,
2nd ed., Churchill Livingstone, Edinburgh, New York.
Allen, L. V., Popovich, N.G., dan Ansel, H.C., 2014, Ansel’s
Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System, 10th
Edition, 138, Lippincott William and Wilkins, Baltimore.

Andayana, N. (2009). Teori Sediaan Tablet. Jakarta: Penerbit Dunia


Farmasi.

Anderson, NR., Banker, GS., 1984, Tablet, In: Lachman, L.,


Lieberman HA., Kanig, JL. (eds.) Teori dan Praktek Farmasi Industri
Volume kedua Edisi ketiga, diterjemahkan oleh Suyatmi S., Jakarta,
UI Press.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi ketiga. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta.

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan


oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, Jakarta,
UI Press.

Depkes RI. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Gad, S.C., 2008, Pharmaceutical Manufacturing


Handbook:Production and Processes, john Wiley & Sons, Inc.,
Canada.
Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L., 1994, Teori dan
Praktik Industri Farmasi, diterjemahkan oleh Suyatmi, S.,Jakarta, UI
Press.

Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek
Industri Farmasi Edisi III, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Nugrahani, I., Rahmat H., Djajadisastra, J., 2005, Karakteristik


Granul dan Tablet Propranol Hidroklorida dengan Metode Granulasi
Peleburan, MIK.

Parrot, E.L., 1970, Pharmaceutical Technology Fundamental


Pharmaceutics, Third Ed., Burgess Pub. 6, Mineapolis.

Parrott, E.L., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental


Pharmaceutics, 3th, Burgess Publishing Company, Minneapolis.

Sulaiman, T.N.S., 2007, Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet,


Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting


Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta.

Voight. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh


Soendani Noeroto S.,UGM Press,Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai