Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA


( NATRIUM DIKLOFENAK )

Dosen Pengampu:
Apt. Dessy Nawangsari, M.Farm

Disusun oleh:
Julia Pungki Astuti Firi (180105047)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga Makalah ini
kami harapkan bisa menjadi refrensi bagi mahasiswa lain untuk belajar tentang
“Preformulasi sediaan Solida Natrium Diklofenak”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata mata kuliah
‘’Formulasi Teknologi Sediaan Solida’’ yang telah membimbing kami dalam
menulis makalah ini.

Purwokerto, 04 Juni 2020

Penyusun

i
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.2
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 18
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri farmasi merupakan salah satu elemen yang berperan penting
dalam mewujudkan kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam bidang
manufcturing obat. Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia kesehatan
dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia
melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu
memproduksi obat yang berkualitas. Oleh karena itu, semua industri farmasi
harus benar-benar berupaya agar dapat menghasilkan produk obat yang
memenuhi standard kualitas yang dipersyaratkan.
Dalam era globlalisasi sekarang ini, industri farmasi dituntut untuk
dapat bersaing dengan industri farmasi baik dalam maupun luar negeri agar
dapat memperebutkan pangsa pasar dan memenuhi kebutuhan obat bagi
masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pemenuhan
kebutuhan obat yang bermutu bagi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut,
diperlukan pedoman bagi industri farmasi untuk dapat menghasilkan produk
yang bermutu yaitu dengan CPOB (cara pembuatan obat yang baik). Pada
tahun 2006, pemerintah telah memperbarui cpob ini, yang kemudian lebih
dikenal dengan cpob terkini atau cgmp (current gmp).
Produksi obat di apotik jauh lebih mudah bandingakan dengan
produksi industri, tidak perlu mengadakan kajian preformulasi secara
khusus tetapi cukup dengan menerapkan dan memahi dasar – dasar
preformulasi, sehingga di dapatkan sebuah produk obat yang sesuai.
Preduksi obat di apotik dapat meliputi peracikan obat atas permintaan
tertulis dokter dalam sebuah resep atau melakukan pengemasan ulang
sediaan obat dalam skala kecil untuk memenuhi kebutuhan pasar yang
tersedia.
Sedian farmasi yang beraneka ragam jenisnya tentulah harus
dipertibangkan dan di perhatikan dalam mendesainnya sehingga di dapat
suatu sediaan yang stabil, efektif dan aman. Tahapan yang tidak kalah
pentingnya dari proses sediaan farmasi adalah preformulasi sediaan farmasi.
Pengkajian preformulasi ini berpusat pada sifat – sifat fisika kimia
zat aktif serta bahan tambahan obat yang dapat mempengaruhi penampilan
obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan

1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat
tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang,
zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Lieberman,
Lachman, Schwartz, 1990).
Sediaan tablet memiliki keuntungan dan kerugian dibanding sediaan lain.
Adapun keuntungan tablet adalah : (Lieberman, Lachman, Schwartz, 1990).
1. Bentuk sediaan utuh, sediaan oral terbaik untuk ketepatan ukuran dan
variabilitas kandungan yang paling rendah.
2. Biaya pembuatan paling rendahBentuk sediaan oral yang paling ringan dan
kompak
3. Bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas serta
dikirim
4. Pembuatan label produk paling mudah dan murah
5. Mudah ditelan
6. Dapat diproduksi secara besar-besaran
7. Memiliki sifat pencampuram kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang
paling baik
Kerugian tablet adalah :
1. Beberapa obat tidak dapat dikompresi menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya atau rendahnya bobot jenis.
2. Obat yang sukar dibasahi atau bentuk cairan, sukar atau tidak mungkin
diformulasikan dalam bentuk tablet
3. Obat yang rasanya pahit, berbau atau obat yang peka terhadap oksigen dan
kelembaban udara perlu penanganan khusus.

II.2 Evaluasi Sediaan Tablet


a) Uji waktu hancur
Uji waktu hancur dilakukan pada 6 tablet dan menggunakan
disintegratintester (disentegrator). Uji waktu hancur sesuai dengan
persyaratan FI adalah kecuali dinyatakan lain, semua tablet harus tidak
lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit
untuk tablet salut gula/salut selaput. Apabila, 2 tablet tidak hancur
sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainya, tidak kurang 16 dari
18 yang diuji harus sempurna (Herbert, 1990).

b) Uji keseragaman bobot

2
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 20 tablet
satu persatu dan dihitung bobot rata-ratanya. Hasilnya, tidak lebih dari dua
tablet yang mempunyai penyiampangan lebih besar dari kolom A dan
tidak boleh ada satu tablet pun yang mempunyai penyimpangan bobot
lebih besar dari kolom B (Herbert, 1990).
c) Uji keseragaman ukuran
Ketebalan berhubungan dengan kekerasan tablet. Selama
percetakan, perubahan ketebalan merupakan indikasi adanya masalah pada
aliran massa cetak atau pada pengisian granul kedalam die. Alat yang
digunakan pada uji keseragaman ukuran adalah jangka sorong (Herbert,
1990).
d) Uji ukuran kerapuhan
Uji kerapuhan merupakan uji ketahanan permukaan tablet terhadap
gesekan yang dialami oleh tablet sewaktu pengemasan, penngiriman, dan
penyimpanan. Prinsip pengukurannya adalah penetapan presentase bobot
tablrt yang hilang dari 20 atau 40 tablet selama diputar dalam waktu
tertentu. Alat yang digunakan pada uji kerapuhan adalah friablator
(Lachman,1994).

Uji kekerasan
Kekerasan menggambarkan kekuatan tablet untuk menahan tekanan pada saat
proses produksi, pengemasan, dan pengangkutan. Prinsip pengukurannya adalah
memberikan tekanan pada tablet sampai tablet retak atau pecah, kekuatan
minimum untuk tablet adalah sebesar 4kg/cm3. Alat yang digunakan pada uji
kekerasan adalah hardness tester (Lachman,1994).

II.3 Definisi Preformulasi


Studi preformulasi adalah tahap pertama dalam pembentukkan tablet atau
aktivitas formulasi dengan pertimbangan yang hati-hati dari data preformulasi.
Preformulasi penting bagi formulator untuk mendapatkan profil fisika-kimia yang
lengkap dari bahan-bahan aktif yang tersedia sebelum memulai suatu aktifitas
perkembangan formulasi seluruh informasi ini diketahui sebagai preformulasi
(Lieberman, 1990).
Preformulasi dapat dideskripsikan sebagai tahap perkembangan yang mana
ahli farmasi mengkatagorikan sifat fisika kimia dari bahan obat dalam
pertanyaan yang mana dianggap penting dalam formulasi yang stabil, efektif dan
bentuk yang aman. Beberapa parameter seperti ukuran kristal dan bentuk, sifat ph,
solubility, sifat ph stabilitas, polymorphisin, efek pembagian, permaebilitas obat
dan disolusi dievaluasi selama evaluasi tersebut mungkin saja terjadi. Interaksi
dengan berbagai bahan–bahan inert yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam
bentuk akhir, yang mana diketahui. Data yang didapat dari evaluasi ini
berhubungan dengan data yang didapat dari pendahuluan farmakologi dan studi
3
biokimia dan memberikan ahli farmasi informasi yang mengizinkan pemilihan
dari dosis yang optimum mengandung bahan–bahan inert yang paling diminati
perkembanganya dalam perkembangan (Gennaro, 1998).
II.4 Tujuan Preformulasi
Tujuan dasar dari aktivitas preformulasi adalah untuk menyiapkan dasar
rasional untuk metode preformulasi, untuk memaksimalkan kesempatan dalam
mengoptimalkan sebuah produk obat dan penampilannya. Dari sudut pandang
seorang formulator tablet, informasi preformulasi yang paling penting adalah studi
kestabilan zat tambahan obat. Pertanyaan berikutnya, untuk obat baru. Sebuah
obat dimana formulasinya memiliki pengalaman yang kurang adalah untuk
memilih bahan, zat tambahan yang mana baik secara kimia–fisika cocok
dengan obatnya. Penerangan formula menggunakan pengalaman dan pengetahuan
mengetahui bahan tambahan untuk menjaga ukuran tablet.
seminimal mungkin tanpa mengorbankan bagian–bagian yang perlu.
Formulasi dari tablet membutuhkan pertimbangan antara lain (Lieberman,1990):
a) Ukuran dari dosis atau kuantias dari bahan aktif.
b) Stabilitas dari bahan aktif.
c) Kelarutan dari bahan aktif.
d) Kerapatan dari bahan aktif.
e) Kemampuan pengampaan dari bahan aktif.
f) Penyeleksian bahan tambahan.
g) Metode dari granulasi.
h) Karakter dari granulasi.
i) Kempa tablet, tipe, ukuran, dan kapasitas.
j) Kondisi lingkungan (kontaminasi dan kontrol kelembaban).
k) Stabilitas dari produk obat.
l) Ketersediaan.

4
II.5 Studi Preformulasi Natrium Diklofenak

Bahan Fungsi
Natrium Diklofenak Bahan aktif sebagai antiinflamasi dan analgesik
Etilsellulosa polimer
HPMC Polimer
Alginat Polimer
Mg Stearat Lubrikan
Gum Xantan
Aerosil
Laktosa

Natrium diklofenak merupakan derivat asam fenil asetat yang dipakai


untuk mengobati penyakit reumatik dengan kemampuan menekan gejala-gejala
inflamasi. Natrium diklofenak cepat diserap pada pemberian secara oral, dengan
bioavaibilitas sebesar 30 - 70% sebagai efek metabolisme lintas pertama di hati.
Waktu paruh natrium diklofenak hanya 1 - 2 jam. Efek-efek yang tidak diinginkan
antara lain gangguan gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal yang
terselubung, dan timbulnya ulserasi lambung (Katzung 2002), hal ini disebabkan
natrium diklofenak merupakan obat golongan NSAID (Non Steroidal Anti
Inflammatory Drugs) yang bersifat tidak selektif terhadap reseptor COX dimana
kedua jenis reseptor COX di blokir dan dapat meningkatkan resiko terjadinya
iritasi pada mukosa lambung-usus (Tjay & Rahardja 2002).
Natrium diklofenak termasuk obat dosis rendah dengan dosis lazim 75-150
mg perhari. Natrium diklofenak merupakan serbuk kristal putih sampai hampir
tidak berwarna, sedikit higroskopis, dengan sifat kelarutan sedikit larut dalam air,
larut dalam alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; larut dalam
metanol. (Sweetman 2009). Karena kelarutannya yang rendah di air dan
permeabilitas tinggi maka natrium diklofenak diklasifikasikan sebagai BCS II
(Dipti et al. 2014).

Gambar. Struktur natrium diklofenak (Merck 2017)

II.6 Sifat Fisika Kimia Natrium Diklofenak

5
a. Dosis : Produk peroral lebih dari 500 mg sangat sulit untuk dijadikan
sediaan lepas lambat sebab pada dosis yang besar akan dihasilkan volume
sediaan yang terlalu besar yang tidak bisa diterima sebagai produk oral
(Sulaiman, 2007). Artinya Natrium Diclofenak bisa dibuat bisa dijadikan
sediaan lepas lambat karena dosis natrium diclofenak dipasaran adalah
25mg dan 50mg < 500mg.
b. Kelarutan : Obat dengan kelarutan dalam air yang terlalu rendah atau
terlalu tinggi tidak cocok untuk sedian lepas lambat. Batas terendah untuk
kelarutan pada sediaan lepas lambat adalah 0,1 mg/ml (Sulaiman, 2007).
Kelarutan obat yang kelarutanya tergantung pada pH fisiologis akan
menimbulkan masalah yang lain karena variasi pH pada saluran cerna
dapat mempengaruhi kecepatan disolusinya (Conrad dan Robinson, 1987) .
Kelarutan Natrium diclofenak : Mudah larut dalam metanol, larut dalam
etanol, agak sukar larut dalam air,praktis larut dalam kloform dan dalam
eter. (Suplemen 1 FI IV).
c. Pemerian bahan : NAD serbuk hablur putih hingga hampir
putih,hihroskopik.
d. Stabilitas terhadap pH : pH dari r1% larutan dalam air adalah 7 dan 8.5
e. Stabiltas terhadap suhu : Na-Diclofenak harus disimpan dibawah suuh 30
C tidak tembus cahaya (Suplemen 1 FI IV).
f. Titik lebur : 284 C (Suplemen 1 FI IV).
g. Koefisien partisi : Obat yang mudah larut dalam air kemungkinan tidak
mampu menembus membrane biologis sehingga obat tidak sampai ke
tempat aksi. Sebaliknya. untuk obat yang sangat lipofil akan terikat pada
jaringan lemak sehingga obat tidak mencapai sasaran. Kedua kasus diatas
tidak diinginkan dalam sediaan lepas lambat (Conrad dan Robinson,
1987).
h. Ukuran Partikel : Molekul obat yang besar menunjukkan koefisien difusi
yang kecil dan kemungkinan sulit dibuat sediaan lepas lambat (Sulaiman,
2007).

II.7 Formulasi
Bahan F1 (mg) F2 (mg) F3 (mg)
Natrium Diklofenak 50 50 50
HPMC 31,5 31,5 31,5
Etil Selulosa 63 - -
Gum Xantan - 63 -
Natrium Alginat - - 63
Mg. Stearat 0,5 0,5 0,5
Aerosil 0,5 0,5 0,5
Laktosa 5 5 5

6
Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan adalah pencetak tablet, dissolution apparatus, friabilator,
spektrofotometer UV VIS, Ultraturax, dan alat-alat gelas untuk analisis.
b. Bahan
bahan yang digunakan adalah aquadest, asam asetat, etilselulosa, HPMC, alginat,
magnesium stearat, Na diklofenak, starch.

Prosedur Kerja
Pembuatan Tablet Sustained Release Natrium Diklofenak
Matriks tablet dibuat dengan metode kempa langsung. Na diklofenak, polimer dan
bahan lainnya diayak melewati pengayakan dengan nomor mesh 80. Zat aktif Na
diklofenak, bahan matriks polimer, pengisi, pengikat dan pelincir dicampur
hingga homogen kemudian dikempa.

Evaluasi Sistem Penghantaran Obat yang diaktivasi oleh pH


Evaluasi Tablet
1.Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dievaluasi dengan menimbang 10 tablet dari masing – masing
formula, kemudian dihitung bobot rata – rata tiap tablet. Jika ditimbang satu
persatu, tidak boleh satu tabletpun bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot
rata – rata yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tabletpun yang bobotnya
menyimpang lebih besar dari bobot rata –rata yang ditetapkan kolom B (Depkes
RI, 1979).

2. Keseragaman Ukuran
Sebanyak 10 tablet diukur diameter dan ketebalannya menggunakan jangka
sorong. Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak
kurang dari 1 1/3 tebal tablet.

3. Penentuan Kandungan Obat


Kandungan obat dievaluasi dengan cara menimbang 10 tablet dari masing-masing
formula, kemudian dihitung berat rata – ratanya. Tablet kemudian dihancurkan
hingga menjadi serbuk yang halus kemudian ditimbang seberat equivalen dengan
50 mg Natrium Diklofenak, dilarutkan dalam 50 mL HCl 0,1 N dan dicukupkan
dengan aquadest hingga 100 mL. Campuran kemudian diaduk dan dianalisa
menggunakan spektrofotemer UV- Vis pada panjang gelombang 245 nm.
Kandungan obat dihitung dengan menggunakan kurva baku.

7
4. Uji Disolusi
Matriks tablet ditempatkan pada alat disolusi standar USP. Tes disolusi
menggunakan medium larutan HCl 0,1 N selama 2 jam kemudian mediumnya
diganti dengan dapar asetat pH 4,5 selama 2 jam. Medium kembali diganti dengan
dapar fosfat pH 6,8 hingga 20 jam. Medium yang digunakan masing – masing
sebanyak 900 mL dengan kecepatan pengadukan sebesar 50 rpm pada temperature
37oC ± 0,5 oC. 5 mL sampel diambil dari 1 – 20 jam, setiap kali sampling,
medium digantikan dengan jumlah yang sama dari medium yang sama. Larutan
sampel kemudian diukur pada spektrofotometer UV VIS pada panjang gelombang
200 – 300 nm, dan dihitung menggunakan kurva baku.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Evaluasi keseragaman bobot menunjukkan bahwa F1 memiliki bobot rata
– rata tablet sebesar 251,57, F2 dan F2 masing – masing secara berurutan sebesar
351,07 mg dan 288,42 mg. hasil ini menunjukkan bahwa formula yang paling
sesuai bobotnya dengan yang diharapkan yaitu masing – masing tablet seberat 250
mg ekuivalen dengan 50 mg Na. Diklofenak adalah formula 1 atau F1. Bobot
yang meningkatkan dari bobot tablet yang diharapkan disebabkan karena daya
kompresibilitas dari bahan polimer sangat tinggi sehingga ketika dikempa,
volumenya bertambah. Evaluasi yang selanjutnya adalah evaluasi keseragaman
ukuran. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa F1 memiliki diameter 3,1 mm
dan ketebalan 1,8 mm, F2 memiliki diameter 3,1 mm dan ketebalan 2,01 mm dan
F3 memiliki diameter 3,1 mm dengan ketebalan 1,98 mm.
Hasil analisa menggunakan spktrofotometer UV – Vis pada panjang
gelombang 245 nm, menunjukkan bahwa kandungan obat pada F1 sebesar 99,94
%, F2 sebesara 97,35 % dan F3 sebesar 97,66 %. Hal ini menunjukkan bahwa
pada F1 obat dapat terlepas dengan baik dari matriks tablet sehingga obat siap
diabsorpsi sesuai dengan dosis terapinya. Secara umum matriks adalah bahan
dasar pembentuk komposit yang mengikat pengisi tanpa melibatkan ikatan kimia.
Matriks dari polimer berperan untuk mempertahankan posisi dan orientasi serat
untuk melindunginya dari lingkungan. Selain itu, kombinasi matriks polimer yang
bersifat hidrofilik dan lipofilik menyebabkan pelepasan obat dari matriks terjadi
secara perlahan – lahan sehingga level obat dapat dipertahankan dalam periode
waktu tertentu. Mekanisme pelapasan obat terjadi dengan adanya difusi terkentrol
bahan obat dari matriks polimer karena adanya cairan di lingkungan tubuh atau
dalam hal ini cairan lambung dan usus.
Adapun hasil pengujian disolusi menunjukan bahwa pelepasan obat dari
ketiga formula yang dilakukan selama 20 jam sangat lambat dimana pada FI
jumlah obat yang terdisolusi adalah sebanyak 55,702%, F2 sebanyak 93,970%
dan F3 sebanyak 47,858%. Pada F3, jumlah obat yang terlepas lebih sedikit
8
dibandingkan dengan F1 dan F2. Hal ini menunjukan bahwa Gum Xantan yang
bersifat anionik akan lebih memperlambat pelepasan obat jika dikombinasikan
dengan HPMC karena Gum Xantan dapat memperkecil pelepasan awal yang
terjadi, ini disebabkan karena Gum Xantan lebih mudah terhidrasi dalam air
dibandingkan dengan HPMC (Pratiwi M., 2010) .

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Studi preformulasi adalah tahap pertama dalam pembentukkan tablet atau aktivitas
formulasi dengan pertimbangan yang hati-hati dari data preformulasi.
Preformulasi penting bagi formulator untuk mendapatkan profil fisika-kimia yang
lengkap dari bahan-bahan aktif yang tersedia sebelum memulai suatu aktifitas
perkembangan formulasi seluruh informasi ini diketahui sebagai preformulasi.
Tujuan dasar dari aktivitas preformulasi adalah untuk menyiapkan dasar rasional
untuk metode preformulasi, untuk memaksimalkan kesempatan dalam
mengoptimalkan sebuah produk obat dan penampilannya. Dari sudut pandang
seorang formulator tablet, informasi preformulasi yang paling penting adalah studi
kestabilan zat tambahan obat. Pertanyaan berikutnya, untuk obat baru. Sebuah
obat dimana formulasinya memiliki pengalaman yang kurang adalah untuk
memilih bahan, zat tambahan yang mana baik secara kimia–fisika cocok
dengan obatnya. Penerangan formula menggunakan pengalaman dan pengetahuan
mengetahui bahan tambahan untuk menjaga ukuran tablet. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh diketahui bahwa matriks tablet Sustained Release yang
memberikan hasil evaluasi tablet dan kandungan obat yang paling optimum
adalah F1 yaitu formula tablet Sustained Release yang menggunakan kombinasi
polimer HPMC : Etilsellulosa dengan perbandingan 1:2. Adapun F2 menunjukkan
hasil disolusi yang paling optimum yaitu sebesar 93,970%.

10
Daftar Pustaka

11

Anda mungkin juga menyukai