Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“PREFORMULASI”

OLEH:
KELOMPOK 8
Cindar A Kuamba 012123010
Komang Dewik 012123021
Putri Ferdelita 012123041
Vianda Managanta 012123052

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
PELITA MAS PALU
2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
Rahmat dan Berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Preformulasi” ini. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu
mata kuliah Pengantar Ilmu Farmasi, Bapak Dr. Joni Tandi, M. Kes, Apt karena
berkat arahan dan bimbingan beliau sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan lancar.
Semoga makalah yang kami buat dapat berguna bagi teman-teman dan
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat, tata bahasa, maupun pembahasan. Dalam menyelesaikan tugas pelajaran
dan menambah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran guna meningkatkan kualitas penyusunan makalah kami kedepannya.

Palu, 03 Februari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah.................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
2.1 Definisi Preformulasi..........................................................................3
2.2 Tujuan Preformulasi...........................................................................4
2.3 Pertimbangan Umum Preformulasi....................................................5
2.4 Jenis-Jenis Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat..........................7
2.5 Sifat Fisika Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat..............8
2.6 Cara Pencampuran Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat dari
Berbagai Bentuk Sediaan
............................................................................................................
14
2.7 Hal-Hal yang Mempengaruhi Khasiat Obat
............................................................................................................
16
2.8 Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Obat dari Berbagai Sediaan
............................................................................................................
18
BAB III PENUTUP.............................................................................................20
3.1 Kesimpulan ........................................................................................20
3.2 Saran...................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preformulasi terdiri dari kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang
artinya perumusan atau penyusunan. Dalam bidang farmasi preformulasi dapat
diartikan sebagai langkah awal yang dilakukan ketika akan membuat formula suatu
obat. Rancangan dari suatu bentuk sediaan obat yang tepat memerlukan pertimbangan
karakteristik fisika, kimia dan biologis dari semua bahan-bahan obat dan bahan-bahan
farmasetik yang akan digunakan dalam membuat produk obat. Obat dan bahan-bahan
farmasetik yang digunakan harus tercampurkan satu sama lainnya untuk
menghasilkan suatu produk obat yang stabil, manjur, menarik, mudah dibuat dan
aman. Produk harus dibuat di bawah pengontrolan agar memiliki kualitas yang baik
dan dikemas dalam wadah yang membantu stabilitas obat.
Dalam hubungan dengan masalah memformulasi suatu zat obat menjadi suatu
bentuk sediaan yang tepat, maka sebagai tahap awal dari tiap formulasi yang baru
adalah berupa pengkajian untuk mengumpulkan keterangan-keterangan dasar tentang
karakteristik fisikokimia zat obat yang dibuat menjadi bentuk sediaan farmasi
tersebut. Pengkajian dasar ini dirangkum dalam suatu penelitian yang disebut dengan
preformulasi yang dibutuhkan sebelum formulasi produk yang sebenarnya dimulai.
Preformulasi dimulai bila suatu obat yang baru menunjukkan jaminan farmakologis
yang cukup dalam model-model hewan untuk menjamin penilaian pada manusia.
Preformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan farmasi
karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang
proses pengembangan formulasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalah dari penulisan makalah ini yaitu:

1|Pengantar Ilmu Farmasi


1. Apa yang dimaksud dengan Preformulasi?
2. Apa Tujuan Preformulasi?
3. Bagaimana Pertimbangan Umum Preformulasi?
4. Bagaimana Jenis-Jenis Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat?
5. Bagaimana Sifat Fisika Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat?
6. Bagaimana Cara Pencampuran Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat dari
Berbagai Bentuk Sediaan?
7. Apa yang Mempengaruhi Khasiat Obat?
8. Bagaimana Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Obat dari Berbagai Sediaan?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui tentang Preformulasi.
2. Untuk mengetahui Tujuan Preformulasi.
3. Untuk mengetahui Pertimbangan Umum Preformulasi.
4. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat.
5. Untuk mengetahui Sifat Fisika Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat.
6. Untuk mengetahui Cara Pencampuran Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
dari Berbagai Bentuk Sediaan.
7. Untuk mengetahui Hal-hal yang Mempengaruhi Khasiat Obat.
8. Untuk mengetahui Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Obat dari Berbagai
Sediaan

2|Pengantar Ilmu Farmasi


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Preformulasi


Preformulasi terdiri dari kata pre yang artinya sebelum dan formulasi yang
artinya perumusan atau penyusunan. Dibidang farmasi preformulasi dapat diartikan
sebagai langkah awal yang dilakukan ketika akan membuat formula suatu obat.
Preformulasi meliputi pengkajian tentang karakteristik/sifat-sifat dari bahan obat dan
bahan tambahan obat yang akan diformulasi.
Preformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan
farmsi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk
menunjang proses pengembangan formulasi. Teknologi sediaan adalah cara
memformulasi atau merancang suatu obat menjadi bentuk sediaan dengan
menggunakan teknologi. Sediaan  Obat adalah  adalah bentuk sediaan yang
mengandung zat aktif yang siap digunakan (dikonsumsi). Perkembangan teknologi
menyebabkan obat tidak lagi dikonsumsi dalam bentuk zat murninya. Ada banyak
manfaat yang dapat diperoleh dengan membuat zat aktif dalam bentuk sediaan,
diantaranya adalah penerimaan oleh pasien lebih baik, sehingga orang tidak akan
segan lagi meminum obat.
Studi Preformulasi adalah langkah awal dalam memformulasi, yang mengkaji,
dan mengumpulkan keterangan-keterangan dasar tentang sifat kimia fisika dari zat
aktif bila dikombinasikan dengan zat atau bahan tambahan menjadi suatu bentuk
sediaan farmasi yang stabil, efektif dan aman. Studi ini mengaharuskan seorang
formulator harus mengetahui apakah zat aktif tersebut cocok atau tidak incomp
(ketidak bercampuran) dengan zat aktif.

3|Pengantar Ilmu Farmasi


1.2 Tujuan Preformulasi
Tujuan utama dari desain bentuk sediaan adalah untuk mencapai sebuah respon
terapi yang diramalkan dari suatu formulasi yang mana bisa dibuat dalam skala besar
dengan menghasilkan produk yang berkualitas, untuk memastikan kualitas produk,
banyak ciri khas yang diperlukan. Stabilitas kimia dan fisika, dengan pengawetan
yang sesuai untuk melawan kontaminasi mikroba jika diperlukan, keseragaman dosis
obat, penerimaan termasuk pembuat resep dan pasien, kemasan yang cocok dan
pelabelan idealnya, bentuk sediaan harus juga mandiri dari pasien untuk
pasien. Membuat formula yang tepat sehingga menghasilkan produk akhir berupa
sediaan farmasi yang stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika digunakan.
Data  dari Preformulasi tidak selamanya harus dicoba atau diteliti, akan tetapi
dapat diperoleh dari literature. Studi Preformulasi pada dasarnya berguna untuk
menyiapkan dasar yang rasional untuk pendekatan formulasi, Untuk memaksimalkan
kesempatan keberhasilan memformulasi produk yang dapat diterima oleh pasien dan
akhirnya menyiapkan dasar untuk mengoptimalkan produksi obat dari segi kualitas
dan performa.
Sifat suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset efek
terapi dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang dicapai.
Oleh karena itu pengembangan Preformulasi dan formulasi untuk suatu produk steril
harus diintregasikan secara hati-hati dengan pemberian yang dimaksud pada seorang
pasien. Beberapa alasan mengapa obat dibuat sediaan yaitu:
1. Untuk keamanan penggunaan zat aktif yang merangsang lambung.
2. Untuk menghilangkan atau mengurangi bau, rasa yang tidak enak.
3. Memudahkan penggunaan.
4. Aksebilitas (dapat diterima) oleh pasien.
5. Zat aktif dilepas berlahan-lahan (Drug Delivery System).

4|Pengantar Ilmu Farmasi


2.3 Pertimbangan Umum Preformulasi
Sebelum membuat formula sediaan obat, beberapa hal yang harus
dipertimbangkan yaitu:
1. Bentuk sediaan yang akan dibuat 
a. Ada beberapa pilihan bentuk sediaan farmasi yaitu bentuk padat (puyer,
tablet, kapsul, suppositoria), bentuk setengah padat (salep, pasta, krim) dan
bentuk cair (larutan, suspensi, emulsi). 
b. Pemilihan bentuk sediaan obat tergantung pada :
- Sifat-sifat fisika-kimia zat aktif yang digunakan, yakni kelarutan, ukuran
partikel, sifat higroskopis, reaksi-reaksi kimia dll.
- Kerja obat yang diinginkan, secara lokal ataukah sistemik. Untuk kerja
lokal dipilih sediaan salep, krim, lotion, serbuk tabur. Untuk kerja
sistemik (diedarkan ke seluruh tubuh oleh darah) dipilih sediaan tablet,
kapsul, pulveres/puyer dan sirup.
- Umur si pemakai. Untuk bayi dan anak-anak lebih disukai bentuk
pulveres dan sirup. Untuk dewasa umumnya dibuat dalam bentuk tablet,
kapsul.
2. Bahan tambahan obat yang akan digunakan. Bahan tambahan yang digunakan
dalam formulasi harus kompatibel (dapat tercampurkan) dengan bahan obat
utama (zat aktif) dan bahan tambahan yang lain. Bahan tambahan diperlukan
untuk: 
a. Mendapatkan bentuk sediaan yang diinginkan ( bentuk tablet, larutan, dll ).
- Sebagai contoh: pada sediaan tablet selain zat aktif, digunakan bahan
tambahan berupa bahan pengisi untuk memperbesar volume tablet,
bahan pengikat untuk merekatkan serbuk bahan obat, bahan penghancur
untuk mempercepat pecahnya tablet di dalam lambung, dan bahan
penyalut yang digunakan untuk memperbaiki kestabilan, mengontrol
penghancuran dan mempercantik penampilan tablet.

5|Pengantar Ilmu Farmasi


- Pada sediaan larutan digunakan bahan tambahan berupa pelarut untuk
melarutkan bahan obat, dapat juga ditambahkan bahan penstabil untuk
mencegah peruraian bahan obat, bahan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba, bahan pemberi warna dan rasa untuk
memperbaiki rasa dan penampilan produk. Demikian juga untuk sediaan
salep, pasta, krim dan lain-lain. 
b. Menjaga kestabilan sediaan obat (misal: pengawet, pensuspensi, pengemulsi)
c. Menjaga kestabilan zat aktif (misal: antioksidan)
3. Kenyamanan saat penggunaan
a. Kenyamanan saat digunakan penting untuk diperhatikan karena akan
mempengaruhi kepatuhan si pemakai obat. Jika obat berasa tidak enak maka
orang akan enggan mengkonsumsinya. 
b. Rasa yang tidak enak dari obat dapat ditutupi dengan penambahan corrigens
saporis, bau yang tidak enak ditutupi dengan corrigens odoris, dan warna
yang kurang menarik ditutupi dengan corrigens coloris. 
c. Rasa pahit dari obat-obat tertentu misal Ampisilin dan Amoksisilin dapat
diatasi dengan penggunaan bentuk garamnya yaitu Ampisilin trihidrat dan
Amoksisilin trihidrat yang tidak pahit. 
d. Sediaan setengah padat harus memenuhi persyaratan yaitu: halus, mudah
dioleskan, tidak terlalu lengket dan tidak meninggalkan bekas noda pada
pakaian.
4. Kestabilan sediaan obat 
a. Selama penyimpanan, sediaan obat harus tetap dalam keadaan yang stabil,
tidak menampakkan tanda-tanda kerusakan. Tanda-tanda kerusakan yang
umum ditemui pada sediaan obat misalnya: terjadi perubahan warna, bau,
rasa, timbulnya kristal pada permukaan tablet/kaplet, memisahnya air dan
minyak pada sediaan krim / emulsi. 
b. Untuk menjaga kestabilan sediaan obat perlu dilakukan:
- Penambahan bahan tambahan tertentu (misalnya: pengawet).

6|Pengantar Ilmu Farmasi


- pengemasan yang tepat.
- pemberian petunjuk tentang cara penyimpanan yang benar.
5. Khasiat obat
Untuk menjaga khasiat obat, perlu diperhatikan: 
a. Pemilihan bentuk sediaan. Sebagai contoh, jika zat aktif tidak stabil dalam
media air, maka tidak diformulasi dalam bentuk cair. 
b. Bahan-bahan tambahan yang digunakan tidak boleh mengurangi khasiat zat
aktifnya. 
c. Pemberian petunjuk cara penggunaan yang benar.

2.4 Jenis-Jenis Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat


a. Formula Tablet
Bahan obat aktif: 1% - 50% dan Bahan tambahan obat: 50% - 90%, terdiri dari:
Pengisi, pengikat, penghancur, pelicin, pelumas, pemberi warna, perasa,
penyalut.
b. Formula Salep
Bahan obat aktif: 1% - 10% dan Bahan tambahan obat: 90% - 99%, terdiri dari:
Dasar salep, pengawet, pewarna.
c. Formula Krim
Bahan obat aktif: 1% - 10% Bahan tambahan obat: 90% - 99% terdiri dari: Dasar
krim, pewangi, pengawet, pewarna.
d. Formula Suspensi
Bahan obat aktif: 1% - 10% Bahan tambahan obat: 90% - 99% terdiri dari:
Pembawa/pelarut, pensuspensi, perasa, pengawet.
e. Formula Injeksi
Bahan obat aktif: 1% - 20% Bahan tambahan obat: 80% - 99% terdiri dari:
Pembawa, pengisotoni, pengawet.

7|Pengantar Ilmu Farmasi


2.5 Sifat Fisika Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat
Sifat fisika kimia ini juga akan berkaitan erat dalam pengangkutan obat untuk
mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul-molekul obat harus melalui
bermacam-macam membran, berinteraksi dengan senyawa-senyawa dalam cairan luar
dan dalam sel serta biopolimer. Disini sifat kimia dan fisika berperan dalam proses
penyerapan dan distribusi obat sehingga kadar obat pada waktu tertentu mencapai
reseptor dalam jumlah yang cukup besar.
Sifat-sifat Fisika-Kimia dari bahan obat dan bahan tambahan obat yang harus
diketahui sebelum formulasi obat adalah:
1. Rasa, bau dan warna zat
Rasa, bau dan warna zat harus diketahui agar bisa menentukan bahan tambahan
obat seperti: corrigens saporis, corrigens odoris, dan corrigens coloris yang
dibutuhkan.
2. Kelarutan 
a. Kelarutan bahan obat penting untuk diketahui terutama kelarutan dalam air. 
b. Bahan obat yang mudah larut dalam air akan lebih mudah diabsorpsi
sehingga akan lebih cepat memberikan efek terapi. Sehingga untuk zat aktif
yang mudah larut dan stabil dalam air, lebih baik bila dibuat dalam bentuk
cair. 
c. Bahan obat yang relatif tidak larut dalam air, absorpsinya kurang sempurna.
Oleh karena itu dilakukan upaya untuk mempertinggi kelarutan obat dengan
cara:
- Mikronisasi (memperkecil ukuran partikel zat supaya mudah larut).
- Membentuk senyawa kompleks yang larut dalam air (misal pada
pembentukan senyawa kompleks NaI3, KI3).
- Menggunakan bentuk garamnya (misal: Phenobarbital sukar larut dalam
air, diganti bentuk garamnya yaitu Phenobarbital Na yang mudah larut
air).

8|Pengantar Ilmu Farmasi


- Menggunakan pelarut campuran (misal: air dan etanol seperti pada
sediaan Elixir). 
d. Bila bahan obat sukar larut air tetapi diinginkan bentuk cair, maka dibuat
bentuk suspensi dengan penambahan bahan pensuspensi
3. Ukuran partikel.
Ukuran partikel berpengaruh pada : 
a. Laju disolusi bahan obat (kecepatan melarutnya obat ).
- Makin kecil ukuran partikel bahan obat makin mudah larut sehingga
makin mudah diabsorpsi. Keseragaman isi.
- Makin homogen ukuran partikel maka makin terjamin keseragaman
dosisnya. Laju pengendapan.
- Makin besar ukuran partikel akan makin mudah mengendap. Pada
sediaan suspensi bisa menyebabkan terjadinya caking. Penambahan
bahan pensuspensi akan menghambat laju pengendapan sehingga akan
mencegah terbentuknya caking / endapan yang keras.
4. Kestabilan bahan obat Reaksi-reaksi kimia yang mempengaruhi kestabilan bahan
obat: 
a. Hidrolisa
- Reaksi hidrolisa adalah reaksi peruraian suatu zat oleh air. Contoh bahan
obat yang mudah mengalami hidrolisa adalah Aspirin dan obat-obat
golongan Antibiotika (misal: Ampisilin, Amoksisilin, Tetrasiklin, dll).
Terhidrolisanya Aspirin ditandai dengan timbulnya bau Asam Asetat /
cuka.
- Bahan obat yang mudah terhidrolisa harus dibuat dalam bentuk padat
(tablet, kapsul, serbuk), karena dalam suasana lembab atau berair bahan
obat tersebut akan terurai sehingga tidak efektif lagi sebagai obat
bahkan mungkin bisa membentuk senyawa yang bersifat racun (toksik).
- Untuk bahan obat yang mudah terhidrolisa tersebut bila tetap hendak
dibuat bentuk cair sebaiknya dipilihkan pelarut non air, misal: Etanol,

9|Pengantar Ilmu Farmasi


Propilenglikol, Gliserin atau dibuat sediaan sirup kering / dry syrup.
(Keterangan: Sirup kering yaitu sirup berisi serbuk obat, yang ketika
akan digunakan harus ditambahkan pelarut air suling atau air matang
dalam jumlah tertentu. Sirup kering ini setelah dilarutkan tidak boleh
digunakan lagi setelah 7 hari, karena bahan obat sudah mengalami
hidrolisa).
b. Oksidasi
- Pada beberapa bahan obat akan terjadi reaksi oksidasi bila terpapar
cahaya terlalu lama, terkena panas atau bila bereaksi dengan gas
oksigen. Contoh: Iodium, Kalium Permanganat (PK).
- Terjadinya reaksi oksidasi ditandai dengan berubahnya warna, bau
bahan obat, atau terbentuknya endapan.
- Untuk menghindari terjadinya reaksi oksidasi perlu ditambahkan bahan
antioksidan.
- Antioksidan untuk sediaan farmasi yang pembawanya berupa air adalah
Natrium bisulfit dan Asam Askorbat (Vitamin C). Sedang pada sediaan
farmasi berupa minyak digunakan antioksidan Alfatokoferol (Vitamin
E).
Sifat fisika-kimia tersebut dapat dilihat pada beberapa sumber yang memuat
monografi / uraian tentang persyaratan kemurnian zat, sifat fisika-kimia zat, cara
identifikasi serta ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan obat,diantaranya
adalah buku : - Farmakope Indonesia. - Martindale - Ekstra Farmakope.
Sifat-sifat kimia fisika merupakan dasar untuk menjelaskan aktifitas biologis
obat karena sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam menentukan metode
yang tepat untuk formulasi suatu obat, sehingga didapatkan suatu sediaan yang
efektif, stabil, dan aman. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan
yang tinggi saja yang dapat berinteraksi dengan reseptor biologis, sifat kimia fisika
harus menunjang orientasi khas molekul pada permukaan reseptor.

10 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
1) Sifat Fisika
a) Uraian Fisik
Uraian fisik dari suatu obat sebelum pengembangan bentuk sediaan penting
untuk dipahami, kebanyakan zat obat yang digunakan sekarang adalah bahan
padat. Kebanyakan obat tersebut merupakan senyawa kimia murni yang
berbentuk amorf atau kristal. Obat cairan digunakan dalam jumlah yang lebih
kecil, gas bahkan lebih jarang lagi.
b) Pengujian Mikroskopik
Pengujian mikroskopik dari zat murni (bahan obat) merupakan suatu tahap
penting dalam kerja (penelitian) Preformulasi. Ia memberikan indikasi
(petunjuk ukuran partikel dari zat murni seperti juga struktur kristal.
Fotomikrograf dari lot-lot batch awal dan berikutnya dari zat murni dapat
memberikan informasi penting jika masalah timbul dalam pemrosesan
formulasi, diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam karakteristik partikel
atau Kristal dari obat tersebut.
c) Ukuran Partikel
Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi
ukuran partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas, keseragaman isi,
rasa, tekstur, warna dan kestabilan. Tambahan pula, sifat-sifat seperti
karateristik aliran dan laju sedimentasi juga merupakan factor-faktor penting
yang berhubungan dengan ukuran partikel. Ukuran partikel dari zat murni
dapat mempengaruhi formulasi dan kemanjuran produk. Khususnya efek
ukuran partikel terhadap absorpsi obat. Keseragaman isi dalam bentuk sediaan
padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi bahan aktif pada
seluruh formulasi yang sama.
d) Koefisien Partisi dan Konstanta Disosiasi
Untuk memproduksi suatu respon biologis molekul obat pertama-tama harus
menyeberangi sutau membrane biologis yang bertindak sebagai pembatas
lemak. Kebanyakan obat yang larut lemak akan menyeberang dengan proses

11 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
difusi pasif sedangakn yang tidak larut lemak akan menyeberangi pembatas
lemak dengan transport aktif. Karena hal ini maka perlu mengetahui koefisien
partisi dari suatu obat. Khusus untuk obat yang bersifat larut air maka perlu
pula diketahui konstanta disosiasi agar diketahui bentuknya molekul atau ion.
Bentuk molekul lebih muda terabsorpsi daripada bentuk ion.
e) Polimerfisme
Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf dari zat
obat tersebut. Bentuk-bentuk polimorfisme biasanya menunjukkan sifat fisika
kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutan. Bentuk polimorfisme
ditunjukkan oleh paling sedikit sepertiga dari senua senyawa-senyawa organic
f) Kelarutan
Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan
dalam air agar manjur dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem
sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus
berada dalam bentuk larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut
seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.
g) Disolusi
Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh laju
disolusi. Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarut
dalam cairan pada tempat absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara oral
dalam bentuk padatan, laju disolusi adalah tahap yang menentukan laju
absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas dan
lama respon serta bioavailabilitas.
h) Kestabilan
Salah satu aktivitas yang paling penting dalam Preformulasi adalah evaluasi
kestabilan fisika dari zat obat murni. Pengkajian awal dimulai dengan
menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya

12 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
pengotoran akan menyebabkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi
tersebut.
2) Sifat Kimia
Penentuan stabilitas obat penting dilakukan sedini mungkin. Studi stabilitas
preformulasi meliputi bentuk larutan dan keadaan padat pada beberapa kondisi
penanganan: formulasi, penyimpanan, dan pemberian in vivo. Sifat kelarutan pada
umumnya berhubungan dengan kelarutan senyawa dalam media yang berbeda dan
bervariasi diantara dua hal yang ekstrem, yaitu pelarut polar, seperrti air, dan pelarut
nonpolar seperti lemak. Sifat hidrofilik atau lipofobik berhubungan dengan kelarutan
dalam air, sedangkan sifat lipofilik atau hidrofobik berhubungan dengan kelarutan
dalam lemak. Gugus-gugus yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam air
disebut gugus hidrofilik (lipofobik atau polar), sedangkan gugus yang dapat
meningkatkan kelarutan molekul dalam lemak disebut gugus lipofilik (hidrofobik
atau nonpolar).
Pengkajian Preformulasi yang dihubungkan dengan fase Preformulasi termasuk
kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan dan kestabilan
dengan adanya bahan penambah. Penyelidikan awal dimulai dengan pengetahuan
tentang struktur kimia obat yang mengizikan mengantisipasi reaksi degradasi yang
mungkin terjadi. Ketidak stabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak
bentuk, karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang
beraneka ragam. Secara kimia, zat obat adalah alcohol, fenol, aldehid, keton, ester-
ester, asam-asam, garam-garam, alkaloid, glikosida, dan lain-lain. Masing-masing
dengan gugus kimia relative yang mempunyai kecenderungan berbeda terhadap
ketidak stabilan kimia. Secara kimia proses kerusakan yang paling sering meliputi
hidrolisis dan oksidasi.
1. Konstanta disosiasi
Konstanta disosiasi digunakan untuk mengetahui Ph dalam proses pembuatan
sediaan steril. Saat suatu asam HA larut dalam air, sebagian asam tersebut terurai
(terdisosiasi) membentuk ion hidronium dan basa konjugasinya. Hubungan

13 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan  harus sesuai dengan pH yang
hampir sama dengan pH darah supaya jika obat di suntikkan dalam tubuh dan
tercampur dalam darah maka tidak terjadi nyeri. Dan efek terapinya tercapai.
2. Kelarutan
Semua sifat fisika atau kimia bahan aktif langsung atau tidak langsung akan
dipengaruhi oleh kelarutan. Dalam larutan ideal, kelarutan bergantung  pada suhu
lebur. Hubungan dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus larut
dalam pembawanya sehingga ketika sediaan tersebut di suntikkan efek terapinya
bisa tercapai dengan cepat.
3. Disolusi
Disolusi merupakan tahap pembatas laju absorbsi suatu obat menuju sirkulasi
sistemik.Uji ini digunakan untuk mengetahui waktu zat aktif mulai dilepaskan
untuk memperoleh kadar yang tinngi dalam darah.
4. Stabilitas
- Stabilitas fisika dan kimia dari bahan aktif murni sangat perlu untuk
dievaluasi karena jika terdapat keberadaan pengotor dapat menyebabkan
kesimpulan yang salah. Hubungan dengan pembuatan injeksi karena pada
sediaan injeksi keadaan harus steril dan bebas dari keberadaan pengotor.

2.6 Cara Pencampuran Bahan Obat dan Bahan Tambahan Obat dari Berbagai
Bentuk Sediaan
Apabila dalam sediaan obat terdapat lebih dari dua bahan, maka pencampuran
harus dilakukan sebaik mungkin supaya didapatkan campuran yang homogen. Ada
beberapa metode pencampuran, yaitu:
1. Spatula
Bahan digerus di atas kertas dengan memakai spatula. Metode ini hasilnya
kurang maksimal, terlebih bila serbuk yang dicampur jumlahnya banyak.

14 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
2. Triturasi
Bahan digerus di dalam lumpang porselen atau lumpang kayu, bisa juga lumpang
dari kaca. Lebih disukai lumpang porselen yang permukaan dalamnya kasar.
Hasil yang diperoleh cukup bagus. Saat ini metode inilah yang paling umum
digunakan di apotek dan di laboratorium. (Triturasi adalah proses penggerusan
obat di dalam lumpang untuk menghaluskan / memperkecil ukuran partikel).
3. Ayakan
Bahan dicampur dengan cara melewatkannya melalui ayakan. Hasil campuran
yang diperoleh biasanya agak halus. Cara ini kurang diyakini homogenitasnya.
4. Tumbling
Bahan diguling-gulingkan supaya tercampur merata. Metode ini digunakan untuk
mencampur serbuk dalam jumlah besar, dengan menggunakan mesin penggiling
serbuk yang dirancang khusus. Selain itu, cara mencampur bahan obat maupun
bahan tambahan obat harus sesuai dengan sifat-sifat fisika-kimia masing-masing
bahan. Beberapa bahan obat akan menampakkan reaksi yang tidak diinginkan
bila dicampur, misalnya terjadi penggumpalan, perubahan warna atau reaksi lain
yang akan menyebabkan menurun atau hilangnya khasiat dari bahan obat
tersebut.
Berikut ini pedoman cara mencampur bahan-bahan obat:
a. Bentuk sediaan padat.
- Bila terjadi reaksi penggumpalan antara bahan-bahan obat, maka sebelum
dicampur masing-masing bahan obat dilapisi dulu dengan bahan tambahan.
Contoh: Asam Salisilat dan Seng Oksida bila dicampur langsung maka lama
kelamaan akan mengeras, sehingga sebelum keduanya dicampur, masing-
masing dilapisi dulu dengan bahan tambahan.
- Bila ada bahan obat bentuk kristal dalam sediaan maka larutkan dulu dengan
pelarut yang sesuai. Contoh: Asam Salisilat, maka harus dilarutkan dulu
dengan Etanol 95%, kemudian segera dicampur dengan bahan tambahan
sampai kering.

15 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
- Bila ada bahan obat yang bersifat higroskopis (mudah lembab), maka
digerus dalam mortir/lumpang panas untuk menguapkan air yang terkandung
pada bahan obat tersebut.
- Bila ada bahan obat yang merupakan campuran eutektik yaitu campuran
yang titik leburnya menjadi lebih rendah dibanding bila bahan tersebut
berdiri sendiri, misalnya Camphora dan Mentholum, maka biarkan campuran
tersebut meleleh terlebih dulu, kemudian dikeringkan dengan bahan
tambahan.
- Bila ada bahan obat berupa minyak atsiri, maka ditambahkan terakhir paya
tidak ikut digerus terlalu lama karena minyak atsiri sangat mudah menguap.
b. Bentuk sediaan setengah padat
Cara mencampur bahan-bahan obat maupun bahan tambahan obat berpedoman
pada 4 ketentuan umum cara pembuatan salep.
c. Bentuk sediaan cairan.
- Bentuk sediaan larutan: bahan obat dilarutkan dengan pelarut secukupnya,
kemudian ditambah dengan sisa pelarut sampai volume atau berat yang
diminta.
- Bentuk sediaan suspensi: bahan obat yang tidak larut dicampur dengan
bahan pensuspensi, kemudian ditambah pelarut dengan volume yang sudah
ditentukan sampai terbentuk suspensi, setelah itu dicampur dengan sisa
pelarut sampai volume atau berat yang diminta.

2.7 Hal-Hal yang Mempengaruhi Khasiat Obat


Khasiat obat atau efek terapi obat adalah respon yang dialami oleh tubuh
setelah penggunaan obat. Hal-hal yang mempengaruhi khasiat obat :
1. Dosis obat yang digunakan
Dosis obat (zat aktif) yang digunakan harus mampu menimbulkan efek terapi
bagi si pemakai. Dosis tersebut disebut dosis terapi. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, diketahui bahwa tiap-tiap obat mempunyai dosis terapi masing-masing. Di

16 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
dunia industri obat-obatan, dosis terapi ini dibuat dalam dosis tertentu yang dikenal
dengan istilah dosis lazim. Dosis lazim ini umumnya ditujukan untuk orang dewasa.
Untuk bayi, anak-anak, dan orang tua harus dilakukan penyesuaian dosis. Contoh
dosis lazim: Parasetamol 500 mg/tablet, Kloramfenikol 250mg/tablet, Ampisilin
500mg/tablet.
2. Absorpsi obat.
Agar suatu obat dapat menghasilkan efek terapi / khasiat, obat tersebut harus
larut, kemudian diasbsorpsi/menembus membran biologis dan dibawa oleh darah ke
seluruh jaringan dan organ-organ tubuh. Untuk obat pemakaian oral, absorbsi
dipengaruhi oleh kelarutan obat di dalam lambung. Umumnya makin cepat larut
dalam lambung makin cepat pula absorpsinya sehingga makin cepat pula efek terapi
yang ditimbulkan. Untuk obat pemakaian luar seperti salep, obat tetes mata, obat tetes
hidung, suppositoria, absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam selaput
lendir yang terdapat pada mata, hidung, telinga, rectum dan vagina.
3. Cara pemberian obat.
Cara pemberian obat akan berpengaruh pada kecepatan absorpsi zat aktif. Cara
pemberian obat dikelompokkan dalam:
a. Secara oral, yaitu penggunaan obat melalui mulut. Obat paling sering digunakan
dengan cara oral karena alami, tidak sulit dan aman dalam penggunaan. Tetapi
efek terapi obat lebih lambat dibandingkan pemakaian secara parenteral.
b. Secara Topikal, yaitu penggunaan obat melalui permukaan kulit dan
menghasilkan efek lokal dan sebagian dapat diabsorbsi kedalam jaringan
dibawah kulit.
c. Secara rektal, yaitu penggunaan obat melalui anus / rektum. Beberapa obat sering
diberikan secara rektal untuk memperoleh efek lokal. Tetapi bisa juga untuk efek
sistemik, seperti obat-obat analgesik. Obat diabsorpsi melalui rectum, tidak
melalui metabolisme di hati. Efek terapi yang dihasilkan lebih cepat
dibandingkan secara oral.

17 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
d. Secara parenteral, yaitu penggunaan obat melalui penyuntikan dengan alat jarum
suntik ( intravena, intramuscular, subcutan ).Efek terapi yang dihasilkan paling
cepat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, terutama yang secara intravena
karena langsung masuk dalam darah.
4. Bentuk sediaan.
Untuk mengetahui pengaruh bentuk sediaan obat terhadap khasiat obat telah
dilakukan penelitian uji klinis berupa pengukuran kadar obat dalam darah setelah
pemberian obat . Penelitian tersebut digunakan untuk membandingkan absorpsi obat
dari berbagai bentuk sediaan, khususnya sediaan obat untuk pemakaian oral.
Pengukuran kadar obat dilakukan beberapa kali, dimulai dari saat obat diminum
sampai 12 jam sesudahnya. Hasil pengukuran dirupakan dalam bentuk grafik. Dari
ketiga bentuk sediaan tersebut sediaan cair paling cepat menghasilkan efek terapi /
khasiat. Sediaan berikutnya adalah pulveres, kemudian sediaan tablet. Hal ini
disebabkan: Kadar obat dalam darah 0 ¼ ½ 12 ,Waktu setelah pemberian obat (jam),
sediaan cair sudah berada dalam bentuk larutan sehingga lebih mudah diabsorpsi
dibandingkan sediaan pulveres dan sediaan tablet, pulveres memerlukan waktu
beberapa saat untuk larut dalam cairan lambung sebelum akhirnya diabsorpsi,Sediaan
tablet memerlukan waktu untuk hancur terlebih dulu, sebelum akhirnya larut dan
diabsorpsi.

2.8 Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Obat dari Berbagai Sediaan


1. Kelebihan dan kekurangan bentuk sediaan padat
Kelebihan:
a. Besar kecilnya dosis dapat ditentukan oleh dokter sesuai dengan keadaan
penderita.
b. Sangat sesuai untuk bahan obat yang tidak stabil dalam bentuk cair,
misalnya golongan Antibiotik (contoh: Ampisilin, Amoksisilin,
Chloramphenicol ,dll). Obat golongan Antibiotik selalu diproduksi dalam
bentuk padat, yaitu tablet, kaplet, kapsul dan serbuk / sirup kering.

18 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
c. Lebih stabil dibandingkan bentuk sediaan cair.
Kekurangan:
a. Selama penyimpanannya kadang-kadang serbuk menjadi lembab/lengket.
b. Tidak tertutupinya rasa tidak enak dari beberapa bahan obat, misal pahit,
sepat (meskipun bisa dikurangi dengan penambahan pemanis).
2. Kelebihan dan kekurangan sediaan setengah padat
Kelebihan:
a. Pilihan utama untuk pengobatan topical (pada kulit).
b. Kontak antara bahan obat dengan kulit lebih lama dibandingkan sediaan
serbuk ataupun sediaan cair.
c. Dapat menyerap cairan yang terjadi pada luka/kelainan dermatologik.
d. Dapat berfungsi sebagai penutup/pelindung luka.
Kekurangan:
a. Hanya bisa digunakan untuk pengobatan luar.
b. Basis berlemak umumnya menimbulkan rasa tidak nyaman.
3. Kelebihan dan kekurangan sediaan bentuk cair
Kelebihan:
a. Penyerapan/absorbsi obat lebih cepat dibanding sediaan padat.
b. Keseragaman dosis lebih terjamin dibanding sediaan padat karena dalam
bentuk larutan bahan obat terdispersi secara molekuler.
c. Bila akan diencerkan atau dicampur dengan bahan obat lain keseragaman
obat tetap terjaga.
d. Lebih disukai oleh penderita yang tidak bisa menelan tablet atau kapsul.
e. Dapat diberi perasa atau pewarna yang menarik sehingga bisa menimbulkan
kepatuhan minum obat pada penderita, terutama anak-anak.
Kekurangan:
a. Tidak sesuai untuk bahan obat yang tidak stabil/mudah rusak dalam air.
b. Tidak praktis untuk dibawa kemana-mana.
c. Lebih mudah ditumbuhi jamur atau mikroba lain dibandingkan bentuk padat.

19 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Studi preformulasi adalah tahap pertama dalam pembentukan tablet atau
aktivitas formulasi dengan pertimbangan yang hati-hati dari data preformulasi.
Preformulasi penting bagi formulator untuk mendapatkan profil fisika-kimia yang
lengkap dari bahan-bahan aktif yang tersedia sebelum memulai suatu aktifitas
perkembangan formula seluruh informasi ini diketahui sebagai preformulasi.
Preformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan
farmasi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk
menunjang proses pengembangan formulasi.

3.2 Saran
Sebaiknya sebelum menentukan formulasi obat yang akan dibuat carilah
informasi sebanyak-banyaknya tentang bahan-bahan yang dugunakan agar nantinya
didapatkan hasil obat yang baik sesuai dengan persyaratan obat yang telah ditetapkan.

20 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. (1981). Introduction to pharmaceutical dosage forms. Lea & Febiger:
Philadelphia.
Dirjeen POM (1979). Farmakope Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjeen POM (1995). Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
http://files.Google.com. Preformulasi obat
Martin, a.n.,1970, Physical pharmacy, second edition, Lea & Febiger, Philadelphia
http://files.Wikipedia.co.id. Preformulasi obat sediaan tablet.
Maryani Sri, S.Si.Apt. Siswati, Apt. Susanti Yanthy, S.Si. Apt. Theresia Liana,
S.Si.Apt. Linggiana Elizabeth, S.Si.Apt.  Dra. Helwani Elly, Apt. Dra.
Suryani Ninis, Apt.  (2012). Ilmu Resep Kelas XI. Jakarta: Pilar Utama
Mandiri.
Anief, M. (1984). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Anief, M. (1990). Farmasetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

21 | P e n g a n t a r I l m u F a r m a s i

Anda mungkin juga menyukai