Anda di halaman 1dari 54

CASE STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


BIDANG INDUSTRI

Disusun Oleh:
1. Fajar Bintang Illahi, S. Farm 1902052
2. Desy Handayani, S. Farm 1902046
3. Nursinta Al Basit, S. Farm 1902066
4. Nurul Fikriyah, S. Farm 1902067

ANGKATAN III
PROGRAN STUDI PROFESI APOTEKER
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
OKTOBER - NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur kehadirat Allah
Subhanahuwata’ala atas berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Studi Kasus Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Industri. Sholawat dan salam selalu diucapkan kepada
baginda Rasullulah Muhammad Salallahu’alaihi Wasalam. Adapun tugas studi
kasus ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi Riau dengan harapan sebagai calon Apoteker mendapatkan
gambaran secara jelas mengenai Industri yang merupakan salah satu tempat
pengabdian profesi apoteker.
Dalam penyelesaian tugas studi kasus ini tidak terlepas dari do’a, dukungan,
dan bantuan dari berbagai pihak yang bersangkutan. Penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam menyusun tugas studi kasus ini. Perkenankanlah Penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bustari Hasan, M.Sc sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Riau bersama Pembantu Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.
2. Bapak apt. Enda Mora, M. Farm sebagai Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.

3. Bapak apt. Ferdy Firmansyah, M. Sc selaku Koordinator Program Studi


Pendidikan Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR –
Riau).

4. Bapak Dr. apt. T. P. H. Simorangkir, M.Si. selaku preseptor di industri


LAFI-AD.
5. Bapak apt. Armon Fernando, M.Si selaku dosen pembimbing PKPA di
industri.

i
6. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan
dan do’a yang tiada hentinya selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini.
Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian
tugas studi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan
selanjutnya.

Pekanbaru, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1


BAB II Tinjauan Pustaka......................................................................................2

2.1 Industri Farmasi.........................................................................................2

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)................................................2

2.3 Lopinavir dan Ritonavir.............................................................................3


BAB III Tugas Studi Kasus...................................................................................4

3.1 Uraian Kasus..............................................................................................4

3.2 Hasil dan Pembahasan...............................................................................4


3.2.1 Preformulasi.......................................................................................4
3.2.2 Prosedur Pembuatan (skala lab, skala pilot dan skala produksi).....12
3.2.3 Evaluasi sediaan (termasuk IPC).....................................................18
3.2.4 Persyaratan ruang produksi dan penyimpanan.................................22
3.2.5 Pengemasan......................................................................................25
3.2.6 Uji Stabilitas.....................................................................................27
3.2.7 Proses pendaftaran/ registrasi (obat copy).......................................29
3.2.8 Peran dan Implementasi Bagian yang Terlibat dalam Industri
Farmasi..............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri farmasi terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memiliki peran yang vital dalam pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Untuk menghasilkan sediaan farmasi yang sesuai
dengan persyaratan dan untuk menjamin efficacy, safety, quality dari sediaan
farmasi diperlukan standart operational procedure dan penerapan CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik) bagi setiap industri farmasi. Berdasarkan Peraturan
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 pasal 2 ayat 1
tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, pedoman CPOB wajib
menjadi acuan bagi industri farmasi dan sarana yang melakukan kegiatan
pembuatan Obat dan Bahan Obat. Pedoman CPOB meliputi: sistem mutu
industry farmasi, personalia, bangunan-fasilitas, peralatan, produksi, cara
penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi
diri, keluhan dan penarikan produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, kualifikasi
dan validasi, pembuatan produk steril, pembuatan bahan dan produk biologi
untuk penggunaan manusia, pembuatan gas medisinal, pembuatan inhalasi
dosis terukur bertekanan, pembuatan produk darah, pembuatan obat uji klinik,
sistem komputerisasi, cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik,
pembuatan radiofarmaka, penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat,
sampel pembanding dan sampel pertinggal, pelulusan real time dan pelulusan
parametris, dan manajemen risiko mutu (BPOM, 2018).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

Berdasar pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26


Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Kesehatan, Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi atau pemanfaatan sumber
daya produksi, penyaluran obat, bahan obat dan fitofarmaka, melaksanakan
pendidikan dan pelatihan dan/atau penelitian dan pengembangan dimana setiap
pembuatan obat harus sesuai dengan aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan
dan tujuan penggunaannya.

Produksi dimulai dengan pemilihan bahan baku sampai proses produksi


yang akan menghasilkan produk antara, produk ruahan dan produk jadi.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat atau di dokumentasikan. Kerusakan wadah
dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan
hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu.
Tiap tahap dalam pengolahan, baik produk maupun bahan hendaklah dilindungi
terhadap pencemaran mikroba atau pencemaran lain.

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB ini merupakan pedoman

2
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian
menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen
menerima obat yang bermutu tinggi. Mutu obat tergantung pada bahan awal,
bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan
yang dipakai dan personil yang terlibat.

2.3 Lopinavir dan Ritonavir

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan penyakit terkait yang


disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV) adalah masalah kesehatan
utama di seluruh dunia. Ini adalah kondisi pada manusia di mana sistem kekebalan
mulai gagal, yang menyebabkan infeksi oportunistik yang mengancam jiwa.
Untuk mengatasi penyakit mematikan ini banyak obat antiretroviral
dikembangkan yang meliputi HIV protease inhibitor (Pi), nucleoside / nucleotide
reverse transcriptase inhibitors (NRTI's) dan non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NNRTFs). Sebagian besar rejimen dosis yang tersedia
untuk pengobatan HIV memerlukan kombinasi obat ini. Sebagian besar protease
inhibitor seperti lopinavir, ritonavir, nelfmavir dan indinavir kurang tersedia
secara hayati karena kelarutan air yang buruk dan karenanya sulit untuk
diformulasikan (Hedegaard, 2009).

Bentuk sediaan untuk produk ini dibuat dengan melarutkan obat dalam
pelarut dan selanjutnya diproses menjadi formulasi cair atau kapsul gelatin lunak
berisi cairan dimana obat dilarutkan dengan baik. Untuk mengatasi kerugian yang
terkait dengan kapsul gelatin lunak seperti kapasitas muat obat, variabilitas obat
dan kebutuhan pendinginan, telah dikembangkan kapsul gelatin keras dan
formulasi tablet. Meskipun lopinavir dan ritonavir adalah larut rendah dan
permeabel, pengurangan ukuran partikel atau bentuk kristal tidak akan berdampak
signifikan pada pelarutan atau ketersediaan hayati bentuk sediaan tablet. Bentuk

3
sediaan tablet yang tersedia saat ini diformulasikan menggunakan teknologi
ekstrusi lelehan panas (Meltrex), yang membantu meningkatkan ketersediaan
hayati dengan mendispersi bahan aktif di tingkat molekuler. Selain itu, teknologi
ini menguntungkan dibandingkan teknologi konvensional dengan menangguhkan
partikel obat untuk memisahkan diri dalam lelehan polimer karena pencampuran
dan pengadukan yang intens dan juga dengan memungkinkan pengisian obat yang
tinggi (Hedegaard, 2009).

BAB III
TUGAS STUDI KASUS

3.1 Uraian Kasus

Industri anda akan membuat suatu produk Tablet kombinasi obat anti virus
Lopnavir dan Ritonavir (Copy Product). Jelaskan langkah2 yang harus dilakukan
sampai Produk mendapatkan ijin edarnya. Uraikan secara detail peran dan
implementasi yg dilakukan oleh bagian : R&D, Registrasi, PPIC, Produksi, QC
dan QA untuk tercapainya ijin edar produk tersebut!

3.2 Hasil dan Pembahasan


3.2.1 Preformulasi

(1) Lopinavir/Ritonavir
a. Indikasi
1. Sebagai Obat terdaftar: Terapi lini kedua HIV/ AIDS dalam
kombinasi dengan antivirus lain
2. Sebagai Obat Uji: Terapi COVID-19.
(BPOM, 2020).
b. Kontraindikasi
1. Hipersensitivitas terhadap lopinavir, ritonavir, maupun komponen
obat.

4
2. Tidak boleh diberikan bersama dengan antagonis adrenoreseptor α-1
(alfuzosin HCl), antiangina (ranolazin), antiaritmia (dronadron),
antibiotik (asam fusidat), antigout (kolkisin pada pasien dengan
kerusakan hati/ginjal), antihistamin (astemizol, terfenadin),
antipsikotik (blonanserin, lurasidon, pimozid), benzodiazepin
(midazolam, triazolam), derivat ergot (ergotamin, dihidroergotamin,
ergonovin, metilergonovin), motilitas saluran cerna (cisaprid),
produk herbal (St. John’s Wort/ Hypericum perforatum), agonis
adrenoseptor β kerja lama (salmeterol), neuroleptik (pimozide),
penghambat enzim PDE5 (sildenafil bila digunakan pada pengobatan
pulmonary arterial hypertension (PAH)).
3. Pasien dengan gangguan hati berat (BPOM, 2020).

c. Mekanisme Kerja

Lopinavir adalah peptidomimetik penghambat protease dari HIV-


1 dan HIV-2, yang secara selektif menghambat pemotongan poliprotein
Gag dan Gag-Pol sehingga mencegah pematangan virus (immature) dan
tidak menular (non-infectious).

Ritonavir adalah peptidomimetik penghambat protease HIV yang


mengganggu siklus reproduktif HIV. Ritonavir dihambat kuat oleh
protein-protein serum, tetapi meningkatkan efek penghambat protease
lain melalui penghambatan degradasi oleh enzim sitokrom P450 (BPOM,
2020).

d. Dosis untuk obat uji COVID-19

- Dewasa: lopinavir/ritonavir tablet 400 mg/100 mg (2 tablet 200


mg/50 mg) 2 x sehari, tidak boleh lebih dari 10 hari.

5
- Anak: berdasarkan dosis dewasa, tidak boleh lebih dari 10 hari.

Hasil uji klinik menunjukkan penambahan lopinavir/ritonavir 400


mg/100 mg yang diberikan secara oral 2 x sehari selama 14 hari tidak
menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna dibandingkan dengan
pengobatan standar untuk pasien COVID-19 di Tiongkok . Pemberian
dosis ini masih direkomendasikan dalam terapi oleh WHO, International
Pulmonologist’s Consensus on COVID-19, Jepang, dan Singapura.
Diperlukan studi lebih lanjut mengenai efektivitas dari obat ini apabila
dikombinasi dengan antivirus lainnya (BPOM, 2020).

e. Peringatan

1. Pada pasien diabetes, perlu dipertimbangkan untuk memonitor gula


darah, karena adanya laporan pasca pemasaran berupa eksaserbasi
diabetes dan hiperglikemia.
2. Kejadian pankreatitis teramati pada pasien yang menggunakan
kombinasi lopinavir/ritonavir, serta risiko meningkat pada pasien
dengan advanced HIV dan pasien dengan riwayat pankreatitis.
3. Lopinavir/ritonavir dimetabolisme di hati, sehingga harus diberikan
dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan hati.
4. Dilaporkan peningkatan pendarahan pada pasien, termasuk
hematoma kulit spontan dan hematrosis pada pasien hemofilia tipe A
dan B.

6
5. Hati-hati pemberian pada pasien dengan gangguan struktur jantung
dan pasien yang menggunakan obat yang dapat memperpanjang
interval PR, seperti verapamil dan atazanavir (BPOM, 2020).

f. Efek Samping

Diare, mual, muntah, hipertrigliserida, hiperkolesterolemia,


kelelahan termasuk astenia, nyeri abdomen, sakit kepala, dispepsia,
kembung, insomnia, parastesia, anoreksia, nyeri, depresi, lipodistrofi,
ruam, mialgia, penurunan berat badan, pembesaran abdomen, penurunan
libido, tinja yang abnormal, gangguan vaskular, bronkitis, hipogonadisme
pada pria, amenore, hipertensi, menggigil, demam (BPOM, 2020).
(2) Copovidon
Nama lain dari copovidon adalah copolyvidone, copovidonum. Copovidon
merupakan serbuk amorf putih sampai putih kekuningan. Biasanya
dikeringkan dengan semprotan dengan ukuran partikel yang relatif halus.
Ini memiliki sedikit bau dan rasa yang samar dengan kelarutan praktis
tidak larut dalam air. Penyimpanan pada wadah tertutup rapat, digunakan
sebagai bahan pembentuk film pada konsentrasi 0,5-5%, bantuan granulasi
pada konsentrasi 2-5% dan pengikat tablet pada konsentrasi 2-5% (Rowe
dkk, 2009).
(3) Sorbitan monolaurate
Nama lain dari Sorbitan monolaurate adalah Sorbitan monopalmitat,
Sorbitan monostearate. Sorbitan monolaurate merupakan ester sorbitan
berbentuk cairan atau padatan berwarna krem hingga kuning dengan bau
dan rasa yang khas. Sorbitan monolaurate umumnya larut atau terdispersi
dalam minyak; mereka juga larut dalam kebanyakan pelarut organik.
Dalam air, meskipun tidak larut, umumnya dapat terdispersi. Penyimpanan
pada wadah tertutup rapat, digunakan sebagai agen dispersi; agen

7
pengemulsi; surfaktan nonionik; agen pelarut; zat pengikat; zat pembasah.
(Rowe dkk, 2009).
(4) Colloidal silicon dioxide
Nama lain dari colloidal silicon dioxide adalah silika. Silika merupakan
serbuk amorf, tidak berbau, putih kebiruan dengan kelarutan praktis tidak
larut dalam air. Penyimpanan pada wadah tertutup rapat, digunakan
sebagai bahan abrasif. Silika dapat digunakan sebagai emulsion stabilizer
pada konsentrasi 1- 5%, glidan pada konsentrasi 0,1-1%, suspending agent
dan thickening agent pada konsentrasi 2-10%. Kegunaan lain dari silika
ialah sebagai adsorben, anticaking agent, thermal stabilizer dan penambah
viskositas (Rowe dkk, 2009).
(5) Sodium stearyl fumarate
Nama lain dari Sodium stearyl fumarate adalah Fumaric acid, octadecyl
ester, sodium salt, natrii stearylis fumaras, sodium monostearyl fumarate.
Sodium stearyl fumarate merupakan bubuk putih halus dengan aglomerat
partikel datar berbentuk lingkaran. Sodium stearyl fumarate praktis tidak
larut dalam aseton, kloform dan etanol, agak mudah larut dalam metanol
dan sangat mudah larut dalam air pada pemanasan 90⁰C. Penyimpanan
pada wadah tertutup rapat, digunakan sebagai bahan bahan lubrikan pada
tablet dan kapsul (Rowe dkk, 2009).

(6) Hypromellose
Nama lain dari hypromellose adalah hidroxypropil metilselulosa atau
dikenal HPMC. Hypromellose tidak berbau dan tidak berasa, putih atau
putih krem bubuk berserat atau butiran. Hypromellosa berfungsi sebagai
Bahan bioadhesif, agen pelapis; agen pelepas terkontrol, agen pendispersi,
penambah pembubaran, agen pengemulsi, agen rilis diperpanjang, agen
pembentuk film, bantuan granulasi, agen pelepasan yang dimodifikasi,
mukoadhesif (Rowe dkk, 2009).
(7) Polyethylen glycol 400

8
polietilen glikol sebagai suatu polimer adisi etilen oksida dan air.
Polietilen glikol nilai 200–600 adalah cairan; kelas 1000 ke atas adalah
padatan disuhu lingkungan. Nilai cair (PEG 200-600) tampak jernih, tidak
berwarna atau sedikit cairan kental berwarna kuning. Mereka memiliki
sedikit tetapi karakteristik bau dan rasa pahit, agak terbakar. PEG 600
dapat terjadi sebagai padat pada suhu kamar. Polyethylene glycol 400
dapat berfungsi sebagai Dasar salep, pelarut, dasar supositoria, tablet dan
pelumas kapsul (Rowe dkk, 2009).
(8) Polysorbat 80
Polysorbat 80 dapat berfungsi sebagai agen dispersi, agen pengemulsi,
surfaktan nonionik, zat pelarut, agen penangguhan, agen pembasahan.
Polysorbat 80 dapat larut dalam ethanol dan air, tetapi tidak larut dalam
minyak. Polysorbatb 80 memiliki karakteristik cairan yang berminyak
kuning (Rowe dkk, 2009).
(9) Titanium dioxide
Titanium dioxide memiliki karakteristik Bubuk nonhigroskopis berwarna
putih, amorf, tidak berbau, dan tidak berasa. Titanium dioksida dapat
terjadi pada beberapa kristal yang berbeda bentuk: rutile; anatase; dan
brookite. Dari jumlah tersebut, rutile dan anatase adalah satu-satunya
bentuk kepentingan komersial. Rutile lebih dari itu bentuk kristal stabil
secara termodinamika, tetapi anatase adalah bentuknya paling umum
digunakan dalam aplikasi farmasi. Fungsinya sendiri sebagai agen pelapis;
opacifier; pigmen (Rowe dkk, 2009).
(10) Ferric oxide yellow
Nama lain ferric oxide yellow ialah oksida besi. Ferric oxide yellow dapat
didefinisikan sebagai senyawa anorganik yang terdiri dari apa saja salah
satu atau kombinasi oksida besi yang dibuat secara sintetis, termasuk
bentuk terhidrasi. Ferric oxide yellow berfungsi sebagai pewarna (Rowe
dkk, 2009).
(11) Purified water

9
Purified water berfungsi sebagai solvent dalam pembuatan suatu sediaan
farmasi (Rowe dkk, 2009).
3.2.2 Kajian Formulasi
Percobaan dimulai dari skala laboratorium (besar bets minimal 300 tablet)
yang diiukuti uji stabilitas dipercepat untuk formula terpilih. Jika hasil baik,
dilanjutkan dengan trial skala pilot (besar bets minimal 1/10 dari skala produksi),
diikuti validasi proses dan uji stabilitas dipercepat serta long term. Data dua bets
skala pilot sudah boleh digunakan untuk proses registrasi ke Badan POM. Setelah
nomor ijin keluar, segera dilakukan pembuatan skala produksi yang diikuti
dengan uji stabilitas dipercepat dan long term.

Tabel 1. Formulasi Tablet Kombinasi Lopinavir dan Ritonavir (Hedegaard, 2009)

Tabel 2. Formulasi Tablet Kombinasi Lopinavir dan Ritonavir Skala Labor

10
No Bahan Jumlah/300 Tablet (mg)
1 Lopinavir 60.000
2 Ritonavir 15.000
3 Copovidone 256.140
4 Sorbitan monolaurate 25.170
5 Colloidal silicon dioxide 3.000
6 Sodium stearyl fumarate 3.690
7 Hypromellose 4.500
8 Polyethylene glycol 400 630
9 Polysorbate 80 90
10 Titanium dioxide 2.190
11 Ferric oxide yellow 90
12 Purified wate qs

Tabel 3. Formulasi Tablet Kombinasi Lopinavir dan Ritonavir Skala Pilot


No Bahan Jumlah/100.000 tab (g)
1 Lopinavir 20.000
2 Ritonavir 5.000
3 Copovidone 85.380
4 Sorbitan monolaurate 8.390
5 Colloidal silicon dioxide 1.000
6 Sodium stearyl fumarate 1.230
7 Hypromellose 1.500
8 Polyethylene glycol 400 210
9 Polysorbate 80 30
10 Titanium dioxide 730
11 Ferric oxide yellow 30
12 Purified wate qs

Tabel 4. Formulasi Tablet Kombinasi Lopinavir dan Ritonavir Skala Industri

11
No Bahan Jumlah/1.000.000 tab (kg)
1 Lopinavir 200
2 Ritonavir 50
3 Copovidone 853,8
4 Sorbitan monolaurate 83,9
5 Colloidal silicon dioxide 10
6 Sodium stearyl fumarate 12,3
7 Hypromellose 15
8 Polyethylene glycol 400 2,1
9 Polysorbate 80 0,3
10 Titanium dioxide 7,3
11 Ferric oxide yellow 0,3
12 Purified wate qs
1. Lopinavir/ Ritonavir
Berfungsi sebagai zat aktif yang memiliki aktivitas antiretroviral dengan
dosis 1 tablet 400mg/100mg atau 2 tablet 200mg/50mg 2 kali sehari atau
800mg/200mg 1 kali sehari.
2. Copovidone
Berfungsi sebagai pengikat tablet pada konsesntrasi 2-5%.
3. Sorbitan monolaurate
Berfungsi sebagai pengikat tablet.
4. Colloidal silicon dioxide
Berfungsi sebagai glidan pada konsesntrasi 0,1-1%.
5. Sodium stearyl fumarate
Berfungsi sebagai lubrikan tablet pada konsesntrasi 0,5-2%.
6. Hypromellose
Berfungsi sebagai salut film tablet pada konsesntrasi 2-20%.
7. Polyethylene glycol 400
Berfungsi sebagai salut film pada tablet.
8. Polysorbate 80
Berfungsi sebagai surfaktan pada salut film tablet.
9. Titanium dioxide
Berfungsi sebagai salut film pada tablet.
10. Ferric oxide yellow

12
Berfungsi sebagai pewarna pada salut film tablet.
11. Purified water
Berfungsi sebagai pelarut pada salut film tablet.
3.2.2 Prosedur Pembuatan (skala lab, skala pilot dan skala produksi)

1. Lopinavir, ritonavir dan silikon dioksida koloid diayak dan dicampur


menggunakan granulator pengaduk cepat.

2. Sorbitan monolaurat dipanaskan hingga sekitar 60-70⁰C untuk


membentuk larutan bening transparan.

3. Larutan pada langkah (2) disemprotkan ke campuran langkah (1) dengan


menggunakan semprotan bertekanan udara.

4. Copovidon dicampur dengan produk yang diperoleh pada langkah (3)


menggunakan granulator pengaduk cepat.

5. Kemudian dimasukan ke alat lelehan panas ekstruder untuk mendapatkan


ekstrudat.

6. Ekstrudat yang didapat digiling dan dicampur dengan ekstragranular yaitu


silikon dioksida koloid dan natrium stearil fumarat.

7. Kompresi campuran pada langkah (6) untuk membentuk tablet.

8. Siapkan larutan penyalut film dan tablet bersalut untuk mendapatkan tablet
salut selaput.

Parameter kritis

13
Proses ekstrusi lelehan melibatkan persiapan ekstrudat dan
dilakukan dalam peralatan ekstrusi lelehan panas. Berbagai parameter
ekstruder lelehan panas adalah laju umpan, kecepatan sekrup, suhu zona,
suhu mati, suhu leleh, suhu chiller, dan kecepatan gulungan dingin untuk
mencapai produk akhir dalam bentuk dispersi padat dengan semua bentuk
sediaan dan stabilitas yang diinginkan. karakteristik. Kondisi pemrosesan
yang terlibat dalam pembuatan ekstrudat, membantu dalam distribusi
seragam obat di seluruh campuran dan juga meningkatkan ketersediaan
hayati.

(1) Bahan Awal

Bahan awal atau bahan baku dimulai dari pembelian. Pembelian


merupakan suatu aktivitas dimana memerlukan personel yang memiliki
pengetahuan mengenai supplier/pemasok. Pembelian berawal dari
pemasok yang disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila
memungkinkan berasal dari produsen langsung. Pembelian bahan awal
yang menyangkut semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan harus
dicatat.

Setiap bahan awal harus memenuhi spesifikasi dan diberi label


sesuai dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi sebelum
dinyatakan lulus untuk digunakan. Untuk setiap kiriman atau bets harus
diberi nomor kiriman yang menunjukkan identitas yang jelas. Pada tiap
penerimaan bahan awal, dilakukan permeriksaan secara visual tentang
kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kemungkinan adanya
kerusakan bahan, kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari
pemasok. Dilakukan pengambilan sampel bahan awal untuk pengujian
apakah sesuai dengan spesifikasinya oleh bagian Pengawasan Mutu.

14
Kiriman bahan awal harus dikarantina sampai disetujui dan diluluskan
untuk dipakai oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu.

Bahan awal yang diterima dan disimpan di area penyimpanan


diberi label yang jelas. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh
penanggung jawab pengawasan mutu. Label harus setidaknya berisi nama
bahan (bila perlu nomor kode bahan), nomor bets/kontrol yang diberikan
pada saat penerimaan bahan, status bahan (misal: karantina, sedang diuji,
diluluskan, ditolak), tanggal kadaluarsa/tanggal uji ulang bila diperlukan.
Pemeriksaan persediaan bahan awal harus selalu diperiksa secara berkala
untuk meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label dengan
benar dan dalam kondisi yang baik.

Bahan awal, khususnya yang dapat rusak karena paparan panas,


hendaknya proses penyimpanan dikendalikan suhunya secara ketat, untuk
bahan yang peka terhadap kelembabapan maupun cahaya, disimpan
dengan kondisi yang tepat. Penyerahan bahan awal dilakukan oleh
personel yang berwenang dan catatan mengenai persediaan bahan
disimpan dengan baik agar rekonsilasi persediaan dapat dilakukan. Setiap
bahan dilakukan penimbangan dan diperiksa serta hasil penimbangan
tersebut dicatat kembali. Semua bahan awal yang ditolak diberi
penandaan yang mencolok, ditempatkan terpisah dan bisa dimusnahkan
atau dikembalikan ke pemasoknya.

(2) Validasi Proses


Validasi proses dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan CPOB
dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Hasil validasi dan
kesimpulannya dicatat sebagai dokumentasi. Untuk formula pembuatan
atau metode preparasi baru diterapkan hendaknya, mengambil langkah
untuk membuktikan apakah prosedur baru tersebut cocok untuk

15
pelaksanaan produksi yang rutin. Untuk perubahan yang signifikan juga
perlu divalidasi. Menurut CPOB, perlu dilakukan re-validasi secara
periodik untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap (protap).
(3) Pencegahan Pencemaran silang
Risiko pencemaran pasti bisa terjadi dan bisa didapat dari
pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain
dimana pencemaran ini harus dihindarkan. Pencemaran silang ini
diperoleh akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau
organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa-sisa
bahan yang tertinggal pada alat serta dari pakaian kerja operator.
Pencemaran yang berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan
sensitivitas kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup,
hormon tertentu, bahan sitotoksik dan bahan berpotensi tinggi.
(4) Sistem Penomoran Bets/Lot
Sistem penomoran bertujuan untuk memastikan bahwa tiap
bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat
diidentifikasi. Sistem penomoran selanjutnya harus saling berkaitan.
Sistem penomoran harus menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara
berulang. Alokasi nomor bets/lot segera dicatat dalam suatu buku log.
Catatan tersebut mencakup pemberian nomor, identitas produk dan
ukuran bets/lot yang bersangkutan.
(5) Penimbangan/Penyerahan
Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan
bahan dan produk tercakup dalam prosedur tertulis. Semua pengeluaran
bahan dan produk didokumentasikan. Bahan awal, bahan pengemas,
produk antara dan produk ruahan yang boleh diserahkan apabila telah
diluluskan oleh Pengawasan Mutu. Untuk menghindarkan terjadinya
kecampurbauran, pencemaran silang, hilangnya identitas, maka bahan
dan produk yang terkait dari satu bets/lot saja yang boleh ditempatkan
dalam area penyerahan.

16
Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal
diperiksa kebenaran dari penandaannya, termasuk label pelulusan dari
Pengawasan Mutu. Setelah penimbangan, penyerahan dan penandaan,
bahan dan produk produk tersebut diangkut dan disimpan dengan benar
sehingga terjamin keutuhannya sampai pengolahan berikutnya.
(6) Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan harus
didokumentasikan dengan baik dan direkonsiliasi. Semua bahan yang
diperlukan untuk proses produksi tidak boleh dikembalikan ke gudang,
kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
(7) Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan
Semua bahan dan peralatan yang akan digunakan harus diperiksa
terlebih dahulu sebelum digunakan. Peralatan hendaknya dinyatakan
bersih secara tertulis sebelum digunakan. Kondisi daerah pengolahan
dipantau dan dikendalikan. Semua kegiatan pengolahan harus mengikuti
prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan yang terjadi
wajib dipertanggung jawabkan dan dilaporkan.
Wadah dan penutup untuk bahan dan produk harus selalu bersih
dan terbuat dari bahan yang tepat, kemudian wadah dan peralatan yang
berisi bahan dan produk harus diberi label yang tepat. Semua produk
diberi label yang tepat yang menunjukkan tahap pengolahan. Seluruh
pengawasan dalam proses harus dicatat dengan akurat. Hasil
sesungguhnya dari tahap pengolahan, harus dicatat dan disesuaikan dengan
hasil teoritis.
(8) Bahan dan Produk Kering
Masalah debu dan pencemaran silang adalah masalah yang terjadi
saat proses produksi terjadi. Penggunaan sistem penghisap udara yang
efektif dipasang dengan letak pembuangan untuk mencegah penyebaran
debu. Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul
sangat dianjurkan. Produk juga harus dilindungi dari pencemaran serpihan

17
logam atau gelas serta mencegah tablet atau kapsul tidak ada yang
terselip atau tertinggal di dalam mesin.
(9) Pencampuran dan Granulasi
Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan
sistem pengendalian debu. Parameter operasional yang kritis, seperti
waktu, suhu, kecepatan untuk tiap proses produksi, harus tercantum
dalam Dokumen Produksi Induk. Untuk bahan yang berisiko tinggi atau
yang dapat menimbulkan senstivitas tinggi, digunakan kantong filter
khusus bagi masing-masing produk. Pada pembuatan dan penggunaan
larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran atau pertumbuhan
mikroba.
(10) Pencetakan Tablet
Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu
yang memadai, dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan
penandaan untuk menghindari campur aduk antar produk. Untuk
pemantauan bobot tablet selama proses, diperlukan alat timbang yang telah
distara. Tablet yang diambil untuk diuji tidak boleh dikembalikan dan
tablet yang ditolak atau disingkirkan harus ditempatkan dalam wadah
yang ditandai dengan jelas serta dicatat pada Catatan Pengolahan Bets.
Sebelum digunakan, Punch and Dyes alat cetak harus diperiksa
kesesuaiannya terhadap spesifikasi.
(11) Penyalutan

Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan,


harus disaring sehingga memiliki mutu yang tepat. Larutan penyalut
digunakan dengan cara yang tepat untuk mengurangi resiko
pertumbuhan mikroba.
(12) Pengawasan Selama Proses (In Process Control)
Dalam rangka memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat,
prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian
atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets
produk harus dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui

18
oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu. Selama proses pengolahan dan
pengemasan, diambil sampel pada awal, selama proses dan akhir proses
serta hasil pengujiannya dicatat dan menjadi bagian dari catatan bets.
Spesifikasi pengawasan selama proses hendaknya konsisten dengan
spesifikasi produk, yang asalnya dari hasil rata-rata proses sebelumnya
yang diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan
ditentukan dengan metode statistik yang sesuai bila ada.

19
3.2.3 Evaluasi sediaan (termasuk IPC)

(1) Bentuk dan Ukuran (FI III)


o Persyaratan: Farmakope menetapkan bentuk tablet kecuali dinyatakan
lain, diameter tablet tidak boleh melebihi 3 kali dan tidak kurang dari 1
1
/3 tebal tablet.
o Alat : Jangka Sorong

Gambar 1. Alat Jangka Sorong


o Prosedur: Pengukuran diameter tablet dilakukan terhadap 20 tablet,
maka rata-ratanya merupakan diameter tablet yang dimaksud.
(2) Kekerasan Tablet
o Tujuan : Menjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanik pada
proses pengemasan, penghantaran dan juga kaitannya dengan waktu
hancur.
o Persyaratan: - Bobot tablet sampai 300 mg: 4-7 kg/cm2
- Bobot tablet 400-700 mg: 7-12 kg/cm2
- Kekerasan pada FDT adalah 1-3 kp.
o Alat: Stokes Monsato

Gambar 2. Alat Stokes Monsato


o Prosedur :
1. Percobaan dilakukan terhadap 10 tablet yang diambil secara acak.

20
2. Letakkan sebuah tablet diantara pengapit tetap dengan plat datar
yang diam, tablet dijepit dengan memutar alat penekan. Angka
yang ditunjukkan oleh jarum pada skala dinyatakan sebagai titik
nol.
3. Alat penekan diputar kembali sampai tablet retak atau pecah.
4. Catat skala yang diukur, kekerasan tablet adalah selisih skala
terukur saat tablet pecah dengan skala yang dianggap sebagai titik
nol.
5. Kekerasan tablet adalah harga rata-rata ke sepuluh tablet.
6. Variasi kekerasan dilihat dari harga standar deviasi.
(3) Friabilitas atau Kerapuhan Tablet
o Tujuan: Untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap
gesekan yang dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman.
o Persyaratan: - Persen friabilitas yang dapat diterima adalah <0,8%.
-Persen friabilitas pada FDT adalah <1%.
o Rumus : %F = (Wo-Wt)/Wo x 100%
o Alat : Friabilator Roche

Gambar 3. Alat Friabilator Roche

o Prosedur:

21
1. Percobaan dilakukan terhadap 20 tablet yang diambil secara acak.
2. Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo).
3. Masukkan tablet kedalam alat dan lakukan pemutaran alat
friabilator sebanyak 100 kali putaran.
4. Bersihkan tablet dan timbang kembali (Wt).
5. Hitung persen friabilitas tablet.
(4) Friksibilitas
o Tujuan : Untuk menguji ketahanan tablet jika tablet mengalami
gesekan antara sesama.
o Rumus : %F = (Wo – Wt)/Wo x 100%
o Alat : Abration Tester

Gambar 4. Alat Friksibilitas


o Prosedur:
1. Percobaan dilakukan terhadap 20 tablet yang diambil secara acak.
2. Tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo).
3. Masukkan tablet kedalam alat dan lakukan pemutaran alat
friabilator sebanyak 100 kali putaran.
4. Bersihkan tablet dan timbang kembali (Wt).
5. Hitung persen friksibilitas tablet.
(5) Uji Keseragaman Sediaan
o Tujuan : Untuk menjamin konsistensi dari satuan sediaan mempunyai
kandungan zat aktif yang mendekati kadar sesuai teoritis.

22
o Persyaratan : Zat aktif yang terdapat di dalam sediaan FDT CTM
adalah ≤ 25 mg atau ≤ 25%.
o Alat : Kadar sediaan FDT CTM diukur dengan menggunakan
instrumen spektrofotometer UV.
(6) Uji Waktu Hancur
o Tujuan: Untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang
tertera dalam masing-masing monografi, kecuali dinyatakan lain.
o Persyaratan:

1. Bila satu tablet atau dua tablet tidak hancur sempurna, ulangi
pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet
yang diuji harus hancur sempurna.

2. Waktu hancur tablet biasa tidak lebih dari 15 menit.

3. Waktu hancur tablet FDT (Fast Disintegrating Tablet) yaitu kurang


dari 60 detik.
o Prosedur :
1. Masukkan satu tablet pada masing-masing tabung dari keranjang.

2. Masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan
air bersuhu 37o ± 2o sebagai media kecuali dinyatakan
menggunakan cairan lain dalam masing-masing monografi.

3. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam monografi,


angkat keranjang dan amati semua tablet (semua tablet harus
hancur sempurna).

o Alat : Disintegration Tester

23
Gambar 5. Alat Disintegration Tester

(7) Penetapan Kadar (Fegade, et al., 2012)


o Penetapan kadar: 20 tablet ditimbang, berat rata-rata ditentukan dan
dijadikan bubuk halus. Berat tablet triturat yang setara dengan 20 mg
Ritonavir dipindahkan ke dalam labu ukur 10 mL yang berisi 5 mL
metanol, disonikasi selama 30 menit dan diencerkan menjadi 10 mL
dengan metanol. Larutan yang dihasilkan disentrifugasi pada 3.000
rpm selama 5 menit. Kemudian larutan filter campuran laboratorium
di atas diencerkan untuk menghasilkan konsentrasi 200ng / µL dan
800ng / µL untuk Ritonavir dan Lopinavir.
o Larutan baku: Larutan stok standar pada konsentrasi 200 µg/ml
Ritonavir dan 800 µg/ml Lopinavir disiapkan secara terpisah
menggunakan metanol. Dari larutan stok standar, larutan standar
campuran dibuat dengan menggunakan menthanol yang mengandung
200 ng/µl RVR dan 800 ng/µl LVR. Larutan stok disimpan pada suhu
2-8C dan terlindung dari cahaya
o Prosedur : Tiap larutan sampel diambil 4 μL (masing-masing 800 dan
3200 µg / spot untuk Ritonavir dan Lopinavir) pelat TLC yang
dikembangkan dalam fase gerak yang dioptimalkan. Analisis diulangi
dalam rangkap tiga.

24
3.2.4 Persyaratan ruang produksi dan penyimpanan

a. Persyaratan Ruang Produksi

Berdasarkan CPOB tahun 2018, untuk memperkecil risiko bahaya medis


yang serius akibat terjadi pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self-
contained harus disediakan untuk produksi obat tertentu seperti:

1. Produk antibiotika tertentu (misalnya Penisilin), produk hormon


seks, produk sitotoksik, produk dengan bahan aktif berpotensi tinggi,

2. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa


untuk memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang
saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain
mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang
dipersyaratkan.

3. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang
sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan
penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur
proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara
produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah
pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat atau salah
melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan.

4. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di


mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara
atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus,
bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta

25
memungkinkan pelaksanaan pembersihan (bila perlu desinfeksi) yang
mudah dan efektif.

5. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan


kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang
cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara
dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk
lengkungan.

6. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada


dinding tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada
jarak cukup untuk memudahkan pembersihan menyeluruh

7. Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan


hendaklah dihindarkan. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur
dan jadwal pembersihan instalasi tersebut hendaklah dibuat dan
diikuti.

8. Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya


hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran
terhadap produk.

9. Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, didesain dan


dilengkapi bak kontrol untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin
saluran terbuka dicegah tetapi bila perlu hendaklah dangkal untuk
memudahkan pembersihan dan disinfeksi.

10. Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan


menggunakan sistem pengendali udara termasuk filter udara dengan
tingkat efisiensi yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran

26
silang, serta dilengkapi dengan sistem pengendalian suhu dan
kelembaban udara sesuai dengan kebutuhan produk yang diproses.

11. Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti


pestisida dan herbisida tidak boleh dibuat di fasilitas pembuatan
produk obat.

b. Persyaratan Ruang Penyimpanan

Berdasarkan CPOB tahun 2018 area penyimpanan hendaklah memiliki


kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai
macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk
yang diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk
yang ditarik dari peredaran. Area penyimpanan hendaklah didesain atau
disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area
tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta
dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.

Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban)


dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan, dipantau dan
dicatat di mana diperlukan. Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif,
narkotik, obat berbahaya lain dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi
terhadap penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan di area
yang terjamin keamanannya.
Obat narkotika dan obat berbahaya lain hendaklah disimpan dalam tempat
terkunci. Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan
perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan hendaklah

27
didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan
pembersihan wadah barang bila perlu sebelum dipindahkan ke tempat
penyimpanan. Apabila status karantina dipastikan dengan cara penyimpanan di
area terpisah, maka area tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas.

Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk


pengambilan sampel bahan awal. Apabila kegiatan tersebut dilakukan di area
penyimpanan, maka pengambilan sampel hendaklah dilakukan sedemikian rupa
untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang. Prosedur pembersihan yang
memadai bagi ruang pengambilan sampel hendaklah tersedia. Area terpisah dan
terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan produk yang ditolak
atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan. Bahan pengemas dan bahan
label hendaklah disimpan di tempat terkunci.

3.2.5 Pengemasan

Pengadaan, penanganan dan pengawasan terhadap bahan pengemas


primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain perlu tindakan yang
sama seperti pada bahan awal. Bahan cetak disimpan dan diawasi dengan ketat,
label lepas dan bahan cetak lepas lain disimpan dan diangkut dalam wadah
tertutup untuk menghindarkan ketercampuran, serta bahan pengemas diserahkan
pada personel yang berwenang. Setiap penerimaan bahan pengemas primer diberi
nomor spesifik sebagai identitas. Bahan-bahan pengemas yang tidak berlaku
dimusnahkan dan didokumentasikan.
Proses pengisian dan penutupan langsung diberi label agar terhindar dari
kecampurbauran. Kegiatan pengemasan untuk membagi dan mengemas produk
ruahan menjadi produk jadi dan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat.
Sebelum kegiatan pengemasan, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan
bahwa area kerja dan peralatan telah bersih. Semua penerimaan produk ruahan,
bahan pengemas dan bahan cetak lain diperiksa dan diverifikasi kebenarannya
terhadap Prosedur Pengemasan Induk.

28
Label, karton dan bahan pengemas serta bahan cetak lain memerlukan
prakodifikasi dengan nomor bets/lot, tanggal kadaluarsa, dan informasi lainnya.
Proses prakodifikasi bahan pengemas dan bahan cetak lain dilakukan di area yang
terpisah dari kegiatan pengemasan lain serta dilakukan pemeriksaan sebelum
ditransfer ke area pengemasan. Pemerikaan kesiapan jalur segera sebelum
menempatkan bahan pengemas dan bahan cetak lain oleh personel dari bagian
pengemasan dilakukan untuk memastikan bahwa semua bahan dan produk yang
sudah dikemas dari kegiatan pengemasan sebelumnya telah disingkirkan dari jalur
pengemasan dan area sekitarnya, memeriksa kebersihan jalur dan area sekitarnya
dan memastikan kebersihan peralatan yang akan dipakai.
Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru
sebagian dikemas diberi label atau penandaan. Wadah yang akan diisi hendaknya
diserahkan pada jalur atau tempat pengemasan yang bersih. Area pengemasan
dibersihkan secara teratur.

Risiko kesalahan yang terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil dengan cara:
a. Menggunakan label
b. Pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label
c. Menggunakan alat pemindai dan penghitung label elektronis
d. Desain label dan bahan cetak lain sedemikian rupa
e. Pemeriksaan secara independen oleh Pengawasan Mutu selama dan pada
akhir proses pengemasan

Pengawasan pada jalur pengemasan selama proses pengawasan meliputi:

a. Tampilan kemasan secara umum


b. Kelengkapan umum
c. Kebenaran produk dan bahan pengemas yang dipakai
d. Kebeneran prakodifikasi
e. Monitoring pada jalur pengemasan yang berfungsi dengan benar

29
Pada tahap penyelesaian pengemasan, dilakukan pemeriksaan secara cermat
agar sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal
dari satu bets dari satu kegiatan pengemasan saja yang boleh ditempatkan
pada satu palet.
3.2.6 Uji Stabilitas

Uji stabilitas dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang telah

diluluskan dan beredar di pasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui pengaruh

faktor lingkungan seperti suhu dan kelembapan terhadap parameter–parameter

stabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH, berat jenis dan netto volume sehingga

dapat ditetapkan tanggal kedaluwarsa yang sebenarnya.

Berdasarkan durasinya, uji stabilitas dibagi menjadi dua, yakni:

1. Uji stabilitas jangka pendek (dipercepat)

Uji stabilitas jangka pendek dilakukan selama 6 bulan dengan

kondisi ekstrim (suhu 40±20C dan Rh 75% ± 5%). Interval pengujian

dilakukan pada bulan ke – 3 dan ke-6.

2. Uji stabilitas jangka panjang (real time study)

Uji stabilitas jangka panjang dilakukan sampai dengan waktu

kadaluwarsa produk seperti yang tertera pada kemasan. Pengujiannya

dilakukan setiap 3 bulan sekali pada tahun pertama dan setiap 6 bulan

sekali pada tahun kedua. Pada tahun ketiga dan seterusnya, pengujian

dilakukan setahun sekali. Misalkan untuk produk yang memiliki ED

hingga 3 tahun pengujian dialkukan pada bulan ke-3, 6, 9, 12, 18, 24 dan

30
36. Sedangkan produk yang memiliki ED selama 20 bulan akan diuji pada

bulan ke-3, 6, 9, 12, 18 dan 20.Untuk uji stabilitas jangka panjang, sampel

disimpan pada kondisi:

 Ruangan dengan suhu 30+-20C dan Rh 75+-5% untuk menyimpan

produk-produk dengan klaim penyimpanan pada suhu kamar.

 Ruangan dengan suhu 25+-20C dan Rh 75+-5% untuk menyimpan

produk-produk dengan klaim penyimpanan pada suhu sejuk.

Ruangan untuk uji stabilitas dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

a. Ruangan dengan suhu 40±20C dan Rh 75% ±5%

b. Ruangan dengan suhu 30±20C dan Rh 75 %±5%

c. Ruangan dengan suhu 25±20C dan Rh 40% ±5%

d. Ruangan dengan suhu 40±20C dan Rh ≤ 35%

Ada pula Climatic chamber, dimana suhu dan kelembapan yang dapat

diatur sesuai dengan yang diinginkan. Climatic chamber ini biasa diatur pada suhu

25±20C dan Rh 75±5%.

Uji stabilitas dilakukan terhadap produk baru atau setiap kali terjadi

perubahan proses produksi (alat baru atau metode pengolahan), perubahan

formula, perubahan bahan awal dan bahan pengemas. Sedangkan pada produk

yang sudah tervalidasi namun tidak mengalami perubahan selama proses produksi

maka dilakukan post marketing stability test. Uji ini dilakukan dengan mengambil

31
sampel dari salah satu batch pertahun dari suatu produk, kemudian dilakukan

pengujian tiap 12 bulan sekali hingga masa kadaluwarsanya.

Pemantauan terhadap finished goods retained sample juga dilakukan.

Untuk retained sample dengan klaim penyimpanan pada suhu kamar, disimpan

pada ruangan bersuhu 30oC dengan kelembapan yang tidak ditentukan.

Retained sample diambil untuk setiap batch dengan diambil secukupnya

untuk dapat dilakukan dua kali analisis. Retained sample yang diambil meliputi

produk jadi, raw material dan bahan kemas. Finished goods retained sample

dengan klaim penyimpanan pada kondisi sejuk, disimpan di ruangan ber-AC.

Finished goods retained sample disimpan sampai satu tahun setelah

kadaluwarsanya.

3.2.7 Proses pendaftaran/ registrasi (obat copy)

1. Pra Registrasi Khusus Obat dan Produk Biologi untuk Penatalaksanaan


COVID-19

Pra registrasi di persyaratkan untuk pendaftaran obat baru, produk biologi, obat
generik pertama, obat generik yang memerlukan uji bioekivalensi, dan obat impor
dengan timeline 6 jam untuk obat-obat yang digunakan untuk pengobatan
COVID-19 (BPOM, 2020).

32
2. Registrasi Khusus Obat Generik Baru untuk Penatalaksanaan COVID-19

Badan POM memberikan jalur prioritas dan percepatan (fast track) untuk
perizinan obat-obat yang digunakan dalam penatalaksanaan COVID-19 dan
memberikan dispensasi berdasarkan analisis risiko antara lain untuk ukuran bets
obat, data uji stabilitas, dan data uji bioekivalensi. Hal ini diharapkan dapat
mempercepat akses obat ke masyarakat dan membantu mengatasi pandemi
COVID-19 di Indonesia (BPOM, 2020).

33
Registrasi obat generik COVID-19 yang dipersyaratkan uji Bioekivalensi (BE)
dapat disubmit meskipun belum lengkap, paralel dengan menyerahkan data Uji
Disolusi Terbanding (UDT) terhadap inovator atau produk existing yang telah
bioekivalen terhadap produk inovator dengan dilengkapi komitmen kesediaan
melakukan uji BE terhadap produk inovator dilengkapi roadmap pelaksanaan uji
BE mulai dari pengajuan persetujuan pelaksanaan uji BE hingga penyerahan
laporan uji BE ke BPOM (BPOM, 2020).

3. Penyerahan dan Evaluasi Laporan Uji Bioekivalensi Obat COVID-19

34
Penyerahan laporan uji bioekivalensi obat yang bertujuan untuk
pencegahan dan terapi COVID-19 akan diprioritaskan untuk dilakukan evaluasi
dan persetujuan melalui fast track (5 HK) setelah dokumen lengkap diserahkan ke
Badan POM. Pengajuan laporan uji bioekivalensi diajukan melalui e-mail:
penilaian.ujibe@pom.go.id dengan kelengkapan dokumen sebagai berikut:

a. Protokol Uji Bioekivalensi


b. Laporan Validasi Metode Analisis
c. Hasil analisis sampel plasma
d. Perhitungan Parameter Farmakokinetik
e. Case Report Form Subject
f. Dokumen Pendukung Lainnya

4. Pengajuan Persetujuan Protokol Uji Bioekivalensi (PPUB)


Pengajuan PPUB untuk obat-obat COVID-19 dapat dilakukan secara
online melalui aplikasi new aero (https://new-aero.pom.go.id/) (BPOM, 2020).

35
Alur :

1. Pendaftar melakukan registrasi akun (jika belum memiliki akun new aero)
yang terdiri dari:
•Akun sponsor uji BE (industri farmasi)
•Akun laboratorium uji bioekivalensi dan laboratorium klinik
2. Log in menggunakan username dan password (password dikirimkan ke e-
mail untuk pendaftar yang baru melakukan registrasi akun)
3. Pilih pengajuan PPUB
4. Melakukan pengisian formulir dan mengunggah dokumen yang
dipersyaratkan
5. Surat Perintah Bayar (SPB) terbit untuk pembayaran pengajuan PPUB
6. Melakukan pembayaran dan mengunggah bukti bayar
7. Dokumen pengajuan PPUB dievaluasi, perhitungan timeline dimulai
8. Hasil evaluasi berupa permintaan tambahan data (jika diperlukan),
persetujuan atau penolakan pengajuan PPUB yang diterbitkan dalam 2 Hari
Kerja (HK).

36
Syarat:

Dokumen administratif (surat pengantar, pernyataan peneliti dan sponsor),


protokol uji bioekivalensi, informed consent form, laporan validasi metode
bioanalisis, pustaka, informasi besar bets obat uji, pernyataan kesamaan formula,
sumber zat aktif, proses dengan obat yang didaftarkan, persetujuan SAS (jika
menggunakan obat impor) (BPOM, 2020).

3.2.8 Peran dan Implementasi Bagian yang Terlibat dalam Industri


Farmasi

3.2.8.1 Research and Development

Departemen Research and Development (R&D) Tugas departemen R&D


secara umum adalah :

a. Meneliti dan mengembangkan produk baru.

b. Mengembangkan produk yang sudah ada (existing product).

c. Meneliti dan mengembangkan metode analisa baru.

d. Mengembangkan metode analisa produk yang sudah ada.

e. Standarisasi kemasan.

f. Membuat desain kemasan primer dan sekunder.

g. Melakukan pendaftaran atau registrasi produk baru.

37
h. Melakukan uji stabilitas produk obat.

i. Melakukan trial production.

Pengembangan Formulasi

Pengembangan produk baru diawali dari usulan pengembangan produk


baru. Usulan produk baru dapat diajukan oleh pihak marketing, departemen R&D
maupun dari departemen lain, kemudian pihak yang mengajukan usulan mengisi
Form Usulan Pengembangan Produk serta disampaikan pada rapat marketing.
Usulan pengembangan produk baru yang telah disetujui kemudian dimasukkan ke
dalam Rencana Kerja Tahunan untuk dibuat jadwal pelaksanaan pengembangan
produk baru yang meliputi formulasi, trial produksi, uji stabilitas produk, analisa
dan registrasi produk.

Tahap formulasi diawali dengan studi preformulasi, pengujian produk


komparator, menetapkan target profile, dan membuat desain formula. Departemen
R&D kemudian mempersiapkan bahan-bahan untuk pelaksanaan percobaan.
Percobaan dimulai dari skala laboratorium (besar bets minimal 300 tablet) yang
diiukuti uji stabilitas dipercepat untuk formula terpilih. Jika hasil baik, dilanjutkan
dengan trial skala pilot (besar bets minimal 1/10 dari skala produksi), diikuti
validasi proses dan uji stabilitas dipercepat serta long term. Data dua bets skala
pilot sudah boleh digunakan untuk proses registrasi ke Badan POM. Setelah
nomor ijin keluar, segera dilakukan pembuatan skala produksi yang diikuti
dengan uji stabilitas dipercepat dan long term. Selanjutnya, dilakukan launching
produk. Alur pengembangan produk baru terdapat pada gambar di bawah ini.

38
Ide Produk Dari Marketing

Ditolak
Evaluasi Ide Produk Baru Oleh Tim

Proyek Rancangan Kerja

Studi Preformulasi (Penentuan Target Profile)

Validasi Metode
Formulasi (Penentuan Spesifikasi Produk)
Analisa
Ditolak
Trial Skala Laboratorium + Uji Stabilitas Dipercepat

Trial Skala Pilot + Validasi Proses

Scale Up Skala
Uji Stabilitas (Dipercepat Dan Real Time)
Produksi

Pra Registrasi

Registrasi
Validasi Proses
Launching Produk

Pengembangan Produk Eksis

Tujuan pengembangan ini adalah melakukan inovasi dalam hal


peningkatan mutu produk agar produk yang telah ada tetap eksis dan bersaing di
pasaran dengan melakukan improving process dan reformulasi produk serta
mencari alternatif bahan baku. Pengembangannya dapat berupa perbaikan bentuk
sediaan, perbaikan formula maupun perbaikan kemasan.

Pengembangan Kemasan

Pengembang kemasan bertugas mendesain kemasan untuk produk baru


maupun perubahan kemasan untuk produk lama. Dalam proses pembuatan
kemasan produk, bagian pengembangan kemasan membuat beberapa desain
kemasan yang kemudian akan dipilih salah satu kemasan yang sesuai dengan

39
spesifikasi. Kemasan berisi nama obat, kandungan zat aktif, kekuatan sediaan,
indikasi, aturan pakai, kontraindikasi, peringatan (untuk obat bebas terbatas),
mekanisme farmakologi, logo obat (bebas/bebas terbatas/keras), nomor registrasi
obat, nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluwarsa, nama dan lambang
industri serta harga eceran tertinggi (HET) obat.

Registrasi

Produk-produk obat sebelum beredar di pasaran harus mendapatkan ijin


edar dengan melakukan pendaftaran produk atau registrasi pada BPOM. Obat-
obat yang akan dipasarkan dimasyarakat secara legal mempunyai nomor registrasi
produk yang dikeluarkan bila telah memenuhi evaluasi oleh BPOM.

Pengujian Stabilitas Produk Obat

Pada saat melakukan registrasi produk obat baru maupun produk obat copy
perlu melampirkan data-data tentang uji stabilitas produk untu mengetahui masa
kadaluwarsanya. Stabilitas didefenisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat kimia, fisika, mikrobiologi dan biofarmasi sebelum batas
kadaluwarsanya. Stabilitas yang dinyatakan sebagai batas waktu atau periode,
dimana obat itu masih memenuhi persyaratan, juga disebut selflife.

Pada prinsipnya,ada dua macam uji stabilitas, yaitu uji stabilitas jangka
panjang (long term testing) yang berguna untuk menentukan kadaluwarsa riil dan
uji stabilitas dipercepat (accelerated testing) yang berguna untuk memprediksi
waktu kadaluwarsa. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan dengan menyimpan
sampel produk pada suhu kamar selama 3 tahun atau lebih, sedangkan uji
stabilitas dipercepat dilakukan dengan menyimpan sampel produk dalam climatic
chamber yang suhunya dapat diatur sesuai yang ditentukan selama periode 6
bulan.

40
Kriteria sampel yang diguanakan dalam pelaksanaan uji stabilitas :

1. Berasal dari formula dan bentuk sediaan, kemasan yang sama dengan yang
akan dipasarkan.
2. Dapat mewakili proses pembuatan baik produksi skala kecil maupun skala
besar.
3. Minimal 3 bets dengan mencantumkan jumlah produk tiap bets, kondisi
penyimpanan dan frekuensi pengujian.
3.2.8.2 PPIC

Departemen PPIC (Production Plan and Inventory Control) mempunyai


dua tugas utama, yaitu merencanakan produksi dan mengontrol inventaris pabrik.
Tugas tersebut meliputi perencanaan produksi, perencanaan pengadaan bahan
baku dan bahan kemas dan pengendalian inventaris. Fungsi departemen PPIC
adalah :

a. Untuk mensinergikan kepentingan marketing dan manufacturing.


b. Untuk mensinergikan atau memadukan pihak-pihak dalam organisasi
(pemasaran, produksi, personalia, dan keuangan) agar dapat bekerja
dengan baik.

Tugas Departemen PPIC adalah sebagai berikut :

a. Membuat rencana produksi berdasarkan ramalan penjualan dari


departemen pemasaran.
b. Membuat rencana pengadaan bahan berdasarkan rencana dan kondisi stok
dengan menghitung kebutuhan material produksi menurut standar stok
yang ideal (ada batasan jumlah minimal dan maksimal bahan).

41
c. Memantau semua inventory baik untuk proses produksi, stok yang ada di
gudang, maupun barang yang didatangkan, sehingga pelaksanaan proses
dan pemasukan tetap berjalan lancar dan seimbang.
d. Membuat evaluasi hasil produksi, hasil penjualan, maupun kondisi
inventory.
e. Mengolah data dan menganalisa mengenai rencana dan realisasi produksi
dan penjualan serta data inventory.
f. Menghitung standar kerja karyawan tiap tahun berdasarkan masukan dari
bagian produksi atas pengamatan langsung.
g. Menghitung standar yield berdasarkan realisasi produksi tiap tahun.
h. Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait sehingga diperoleh
data yang akurat dan up to date.
i. Sebagai juru bicara perusahaan dalam bekerja sama dengan perusahaan
lain, seperti toll manufacturing.

3.2.8.3 Produksi

Kepala Bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker yang


terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan
tugasnya secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk:

a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur


agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan


produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara
tepat.

42
c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan
ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan
kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

d. Memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunan


dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi.

e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi


personil didepartemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai
kebutuhan.

Disamping itu, kepala bagian Produksi bersama dengan kepala


bagian Pengawasan Mutu dan penanggung jawab teknik hendaklah
memiliki tanggung jawab bersama terhadap aspek yang berkaitan dengan
mutu.
3.2.8.4 Quality Control (QC)

Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang Apoteker


terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki
pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala
bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung
jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk:

a. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi pengambilan


sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah
dilaksanakan.

43
c. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan
kontrak.
d. Memastikan pelaksanaan kualifikasi dan pemeliharaan bangunan
fasilitas serta peralatan dibagian produksi pengawasan mutu.
e. Memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan.
f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi
personel di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai
kebutuhan.
g. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai hasil evaluasi.

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB


untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada
semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai
dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan
mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga mencakup
semua keputusan yang berhubungan dengan mutu produk.

Tiap pemegang izin poduksi harus mempunyai bagian


pengawasan mutu. Bagian ini harus terpisah dari bagian lain serta
berada di bawah tanggung jawab dan wewenang personil yang memiliki
kualifikasi dan pengalaman yang sesuai. Selain itu, sarana yang memadai
haruslah tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan
mutu dilaksanakan dengan efektif. Dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang diterapkan oleh bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin
bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan
digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan.
Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi

44
untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan. Tugas
pokok bagian pengawasan mutu, yaitu:

a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi:


bahan baku, bahan kemas dan obat jadi.
b. Melakukan pemeriksaan dan pengujian (testing):
1. Bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk ruahan, obat
jadi, air, dan limbah
2. Kimia, fisika, (Kualitatif dan Kuantitatif)
c. Sampling (pengambilan sampel)
d. IPC (In Process Control)
e. Penanganan sampel pertinggal dan sampel pembanding
f. Uji stabilitas untuk menetapkan masa edar dan kondisi
penyimpanan bahan baku atau obat jadi
g. Uji dalam rangka validasi
h. Ikut serta dalam rangka kegiatan inspeksi diri
i. Evaluasi produk kembalian (lulus, olah ulang, musnahkan)
j. Program pemantauan lingkungan produksi
k. Inspeksi ke ruang produksi
l. Rekomendasi giat toll in atau toll out
m. Dokumentasi
n. Pelatihan personil pengawasan mutu
o. Pemeliharaan alat, bangunan dan fasilitas di Instal Wastu

Di dalam Pengawasan Mutu hal-hal yang perlu dibicarakan antara


lain:

1. Laboratorium
Laboratorium pengujian meliputi: bangunan dan alat-alat
penunjang yang lengkap dan memadai, personalia yang terlatih dan

45
bertanggung jawab, peralatan/instrument yang cocok untuk
pengujian dan dikalibrasi secara berkala, pereaksi dan media
pembiakan yang sesuai, baku resmi yang sesuai dengan monografi
yang bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang
divalidasi dengan fasilitas yang digunakan, catatan pengujian yang
mencakup seluruh aspek yang diperlukan dan contoh pertinggal
untuk disimpan yang dipergunakan dalam pengujian selanjutnya.
2. Pengawasan pada bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
obat jadi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah
spesifikasi, cara pengambilan contoh, pengujian terhadap bahan
baku, pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, uji
sterilitas untuk produk steril, uji pirogenitas serta pengawasan
lingkungan secara berkala terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi
air dan lingkungan produksi.
3. Proses produksi dan perubahannya
Bagian Pengawasan Mutu ikut serta dalam pembuatan
prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk.
4. Peninjauan catatan produksi dan bets produk
Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets disimpan
oleh bagian Pengawasan Mutu dan bets yang menyimpang
diselidiki secara tuntas.
5. Penelitian stabilitas

Penelitian dirancang untuk mengetahui stabilitas dari


produk, dan program ini mencakup jumlah, kondisi penyimpanan
dan metode pengujian. Penelitian stabilitas dilakukan terhadap
produk baru, kemasan baru, perubahan formula dan bets yang telah
diluluskan.

6. Laboratorium luar

46
Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh
laboratorium lain diluar pabrik, tetap menjadi tanggung jawab
pabrik yang besangkutan. Sifat dan luas analisis harus disepakati
dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik tersebut yang
bersangkutan.

7. Penilaian terhadap pemasok

Bagian Pengawasan Mutu bertanggung jawab menentukan


pemasok yang dipercaya, yang sebelumnya dievaluasi dan
diinspeksi bersamam oleh bagian Pengawasan Mutu, bagian
produksi dan bagian pembelian secara berkala.
3.2.8.5 Quality Assurance (QA)

Pemastian mutu (Quality Assurance) dipimpin oleh seorang


apoteker. QA bertugas membangun sistem mutu dari semua bagian pabrik
dan menjamin mutu produk agar sesuai standar, yaitu CPOB sebagai
standar minimal. Tugas dari Quality Assurance (QA)/Pemastian Mutu
antara lain adalah :

1. Memastikan bahwa desain dan pengembangan obat dilakukan


dengan cara seperti persyaratan pada CPOB.

2. Memastikan bahwa semua langkah produksi diuraikan secara jelas


dan CPOB diterapkan.

3. Mamastikan bahwa pengawasan-selama-proses (in process control)


dan validasi diterapkan.

47
4. Memastikan bahwa obat tidak dijual sebelum ada persetujan dari
Kepala Manajemen Mutu.

5. Memastikan bahwa jika ada penyimpangan, penyimpangan tersebut


dilaporkan, diselidiki dan didokumentasikan.

48
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2017. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24
Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makan RI.

BPOM RI. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 34
Tahun 2018 tentang pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik.

BPOM RI. 2020. Informatorium Obat Covid-19 di Indonesia. Jakarta: Badan


Pengawas Obat dan Makan RI.

Fegade J. D, Chawla N.D, Chaudhari R.Y dan Patil V.R. 2012. High Performance
Thin Layer Chromatography Method for The Simultaneus Quantitation of
Lopinavir and Ritonavir in Tablet Formulation. India: Indian Drugs
50(01): 23-29.

Hedegaard, Anette. 2009. Solid Dosage Form of Antiretrovirals. Bureau: World


Intellectual Property Oraganization.

Rowe, RC., Sheskey, PJ dan Quinn, ME. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipient. Edisi VI. London : Pharmaceutical Press.

49

Anda mungkin juga menyukai