FARMASI INDUSTRI
“INDUSTRI FARMASI”
Dosen Pengampu : Dra. Atti S. Nurhayati, Apt
Disusun Oleh :
MUHAMMAD AQSHAL RIEZA AS’ARI
NPM 31181016
1
2
DAFTAR ISI
BAB 1....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Industri Farmasi.....................................................................................................5
2.2 Persyaratan Izin Industri Farmasi...........................................................................................6
2.2.1 Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi........................................................6
2.2.2 Penyelenggaraan Industri Farmasi...................................................................................7
2.3 Pembinaan Dan Pengawasan Industri Farmasi......................................................................7
2.4 Bangunan Dan Fasilitas.............................................................................................................9
2.5 Produksi...................................................................................................................................10
2.6 Pengawasan Mutu....................................................................................................................12
2.7 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk Dan Produk
Kembalian......................................................................................................................................13
2.8 Dokumentasi............................................................................................................................14
2.9 Pembuatan Dan Analisis Berdasarkan Kontrak...................................................................14
2.10 Kualifikasi Dan Validasi.......................................................................................................14
2.10.1 Perencanaan Validasi.....................................................................................................14
2.10.2 Dokumentasi....................................................................................................................15
2.10.3 Kualifikasi.......................................................................................................................15
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................17
3.2 Saran.........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
Bagaimana produksi di suatu industri farmasi?
Bagaimana kualifikasi dan validasi di industri farmasi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui persyaratan izin suatu industri farmasi
2. Untuk mengetahui bagaimana pembinaan dan pengawasan di industri farmasi
3. Untuk mengetahui CPOB di industri farmasi
4. Untuk mengetahui bagaimana menejemen mutu di suatu industri farmasi
5. Untuk mengetahui fasilitas apa saja yang harus ada di industri farmasi
6. Untuk mengetahui bagaimana cara produksi di industri farmasi
7. Untuk mengetahui kualifikasi dan validasi di industri farmasi
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
2.2 Persyaratan Izin Industri Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang
Industri Farmasi, proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi.Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal. Direktur Jenderal yang dimaksud adalah Direktur Jenderal pada
Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi
sebagaimana yang tercantum
dalam Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/IX/2010 adalah sebagai berikut:
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
4. Memiliki paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-
masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Dikecualikan dari persyaratan di atas poin 1 dan 2, bagi pemohon izin industri farmasi
milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
7
2.2.2 Penyelenggaraan Industri Farmasi
Suatu industri farmasi mempunyai fungsi:
a. Pembuatan obat dan/atau bahan obat
b. Pendidikan dan pelatihan
c. Penelitian dan pengembangan
Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi yang
bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010).
8
Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOB dilakukan secara menyeluruh dan terpadu denganmengadakan pengawasan baik
sebelum, selama, dan sesudah proses produksiberlangsung untuk memastikan mutu
produk obat agar memenuhi standart yangtelah ditetapkan. Jadi CPOB adalah suatu
konsep yang ditetapkan dalam industrifarmasi mengenai langkah-langkah atau prosedur
yang dilakukan dalam suatuindustri farmasi untuk menjamin mutu obat yang diproduksi
dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices” dalam seluruh aspek dan rangkaian
kegiatanproduksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan
mutuyang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan perubahan-
perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep dan persyaratan CPOB. Konsep CPOB
bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti
perkembangan teknologi dibidang farmasi.
Pedoman CPOB merupakan suatu pedoman bagi industri farmasi mengenai semua
aspek-aspek dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadiPedoman CPOB
tahun 2006, meliputi 12 aspek antara lain: ketentuan umum,personalia, bangunan dan
fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri,
penanganan terhadap keluhan dan penarikankembali obat dan obat kembalian,
dokumentasi, pembuatan dan analisaberdasarkan kontrak, kulifikasi dan validasi.
B. Menejemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan
tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan
ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari
semua jajaran di semua departemen didalam perusahaan, para pemasok, dan para
distributor (Anonim, 2006).
Menurut Anonim (2009), untuk melaksanakan Kebijakan Mutu dibutuhkan 2 unsur
dasar:
1. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan kewajiban,
semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang mengatur proses yang
ada.
9
2. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu, yang disebut pemastian
mutu atau quality assurance.
C. Personalia
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009, industri farmasi harus
memiliki 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang
pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi.
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas (Anonim, 2006).
10
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat.
Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan perlengkapan, bahan
produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran
produk. Sumber pencemaran dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang
menyeluruh serta terpadu (Anonim, 2006).
Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB terbaru adalah terhadap
personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan hygiene divalidasi serta
dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur agar selalu memenuhi
persyaratan (Anonim, 2006).
2.5 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan
memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) (Anonim, 2006).
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Menurut
Anonim (2006), aspek yang perlu diperhatikan dalam proses produksi adalah :
1. Penanganan terhadap bahan awal.
Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi
spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang
dinyatakan dalam spesifikasi. Pada saat penerimaan, hendaklah dilakukan pemeriksaan
secara visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah, segelnya, kebocoran, kemungkinan
adanya kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok.
Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk
pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Persediaan bahan awal hendaklah
diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun
potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas,
disimpan terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.
2. Validasi proses
Semua kegiatan produksi hendaklah divalidasi dengan tepat, hal tersebut bertujuan
untuk menguatkan pelaksanaan CPOB. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut
prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan
penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa
perubahan tersebut tetap
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
11
3. Pencegahan pencemaran silang
Setiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain yang dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas,
uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa
yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Sistem penghisap udara yang efektif
hendaknya dipasang untuk menghindari pencemaran dari produk atau proses lain.
4. Sistem penomoran batch dan lot
Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau
produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan
tidak digunakan secara berulang.
5. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa
yang dapat diserahkan.
6. Pengolahan
Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah
diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti
prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur
tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan
dan tidak mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah
disahkan dan didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap
pengolahan.
7. Pengemasan
Pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk
jadi. Kegiatan pengemasan sebaiknya dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat
untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. Produk jadi
yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambal menungu pelulusan dari bagian
pengawasan mutu.
8. Pengawasan selama proses
Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja
dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama
proses berjalan.
12
9. Penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan
terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah
dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu diolah ulang atau
dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat.
10. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke
gudang dan siap untuk didistribusikan. Selama menunggu pelulusan dari bagian
manajemen mutu, seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaknya disimpan dalam status
karantina. Setelah pelulusan, produk tersebut dipindahkan dari daerah karantina ke
gudang produk jadi.
11. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi. Bahan atau produk hendaknya disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko
tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
Hendaknya semuanya disimpan dalam kondisi yang sesuai serta tidak langsung
kontak dengan lantai.
12. Pengiriman dan pengangkutan produk jadi
Pengawasan distribusi produk jadi pada sistem distribusi hendaknya dirancang dengan
tepat sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk akan didistribusikan terlebih
dahulu. Pengiriman dan pengangkutan produk dilakukan setelah ada permintaan
pengiriman.
13
sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk, serta
metode pengujiannya (Anonim, 2006).
2.7 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk Dan Produk
Kembalian
Penarikan kembali produk adalah suatu penarikan kembali dari satu atau beberapa
bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Hal ini dilakukan bila ada produk
yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap Kesehatan (Anonim, 2006).
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke
pabrik karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan atau
14
sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan
akan keamanan identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan (Anonim, 2006).
Penanganan keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan secepatnya ditangani
kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan
perbaikan, penarikan produk dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang
(Anonim, 2006).
Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan dilaporkan, dan setiap
pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan yang
menyaksikan pemusnahan (Anonim, 2006).
2.8 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang
baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas
adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang
relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya btimbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan
(Anonim, 2006).
15
2.10.1 Perencanaan Validasi
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi
hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi
(RIV) atau dokumen setara. RIV sekurang-kurangnya mencakup: kebijaksanaan validasi;
struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang
akan divalidasi; format dokumen, protokol, dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal
pelaksanaan; pengendalian perubahan; acuan dokumen yang digunakan (Anonim, 2006).
2.10.2 Dokumentasi
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang
akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu). Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol
kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh,
tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, dan rekomendasi perbaikan tiap
perubahan terhadap rencana yang
ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang
sesuai.
2.10.3 Kualifikasi
Kualifikasi dibedakan atas :
1. Kualifikasi Desain (KD)
Kualifikasi desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap
fasilitas, sistem atau peralatan baru.
2. Kualifikasi instalasi (KI)
Kualifikasi Instalasi adalah (KI) hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan
peralatan baru atau yang dimodifikasi. KI hendaklah mencakup, tidak terbatas pada hal
berikut:
a. Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi hendaklah sesuai
dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain;
b. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian peralatan dari pemasok
c. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi
d. Verifikasi bahan konstruksi.
3. Kualifikasi Operasional (KO)
16
KO hendaklah dilakukan setelah KI selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. KO
hendaklah mencakup, tidak terbatas pada hal berikut:
a. Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem dan
peralatan.
b. Pengujian yang meliputi satu dan beberapa kondisi yang mencakup batas operasional
atas dan bawah, sering dikenal sebagai kondisi terburuk.
4. Kualifikasi Kinerja (KK)
KK hendaklah dilakukan setelah KI dan KO selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui.
5. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah Operasional.
Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan
batas variabel kritis pengoperasian alat. Selain itu, kalibrasi, prosedur pengoperasian,
pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator hendaklah
di dokumentasikan.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi, sebagai industri
penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan
khasiat (efficacy),
keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan Kesehatan
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana yang tercantum
dalam Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/IX/2010 adalah sebagai berikut:
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
4. Memiliki paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing
sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak
menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau
tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
“Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua
departemen didalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi,
letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik
untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus
dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang
dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif
untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu
dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
18
Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses dapat mempengaruhi mutu
produk hendaklah divalidasi
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang dapat saya paparkan, besar harapan saya makalah ini
dapat bermanfaat untuk saya dan kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan
referensi, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik
lagi dimasa yang akan dating.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang
Baik. Jakarta: Badan POM RI.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2009. Petunjuk Operasional Penerapan
CPOB. Jakarta: Badan POM RI.
Sagita, S.S., Rizky N., dan Yohan, B.I. 2012. CPOB Bangunan dan Fasilitas. Jurusan
Farmasi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan. Purwokerto.
19