INDUSTRI
Disusun Oleh :
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Prsktek Kerja Lapangan (PKL) ini telah diterima dan disetujui oleh
pembimbing Praktek Kerja Lapangan (PKL). Sebagai salah satu persyaratan
menyelesaikan pendidikan akhir di STIKES Muhammadiyah Manado.
Pembimbing
…………………………………..
NIDN.
Mengetahui
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami tim penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan kasih-Nya kami tim penyusun dapat melaksanakan tugas dan
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan Industri di Jawa. Penyusun
laporan ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) D3 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Manado.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini dapat di susun dan diselesaikan
berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Agust A. Laya, SKM., M.Kes selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Manado yang telah memberikan izin untuk melaksanakan PKL.
2. Rahmat Ismail, S.Farm.,M.Farm.,Apt selaku ketua Program Studi D3 Farmasi
Sekaligus sebagai pembimbing dari kampus.
3. Para dosen-dosen D3 Farmasi STIKES Muhammadiyah Manado.
4. Orang tua kami yang telah memberikan do’a dan kepercayaan kepada kami dan
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Laporan Praktek Kerja
Lapangan.
Semoga Allah SWT akan selalu meridohi dan membalas semua bantuan
yang telah diberikan kepada kami. Kami menyadari bahwa selama pelaksanaan
PKL terdapat banyak kekurangan dan kekhilafan yang kami lakukan, untuk itu
kami memohon maaf kepada semua pihak yang terkait. Dan kami menyadari pula
bahwa Laporan PKL ini tidak sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan
kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Saran yang membangun selalu diharapkan
semoga Laporan Praktek Kerja Lapangan ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
b. Manfaat Praktek Kerja Lapangan ( PKL )
Laporan ini disusun agar dapat berguna sebagai tanggung jawab penulis
dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ), serta sebagai bahan
masukan mengenai perkembangan Mahasiswa dalam melaksanakan praktek
tersebut.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan
obat atau bahan obat. Industri farmasi, sebagai industri penghasil obat, dituntut
untuk dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat
(efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan
untuk tujuan kesehatan (Priyambodo, 2007).
Menurut Priyambodo (2007), dibandingkan dengan berbagai industri lain,
industri farmasi memiliki ciri yang spesifik. Ciri industri farmasi yang perlu
diperhatikan antara lain:
1. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti
registrasi, Cara Pembuatan Obat yang Baik, distribusi dan perdagangan
produk yang dihasilkan, dan lain lain) karena menyangkut jiwa (nyawa)
manusia.
2. Industri farmasi di samping menghasilkan obat untuk penderita, juga
merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan
(profit). Jadi tidak hanya aspek sosial namun juga ada aspek ekonomi
(bisnis).
3. Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi karena bukan
tidak mungkin kelak dikemudian hari kalau terbukti bahwa terjadi akibat
yang tidak diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan
membayar ganti rugi yang sangat besar.
4. Industri farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan
inovasi, karena usia hidup produk atau obat (product life cycle) relatif
singkat (lebih kurang 10-25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat
generasi baru yang lebih baik, lebih aman dan lebih efektif.
7
2.2 Persyaratan Izin Industri Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi, proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya
dapat dilakukan oleh industri farmasi.Setiap pendirian industri farmasi wajib
memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Direktur Jenderal
yang dimaksud adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana
yang tercantum dalam Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/IX/2010 adalah
sebagai berikut:
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
4. Memiliki paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia
masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu.
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
8
dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip ini berlaku
selama 3 (tiga) tahun dan dapat diubah berdasarkan permohonan dari pemohon
izin industri farmasi yang bersangkutan.
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, atau mutu
9
f. Pencabutan izin industri farmasi
10
2.8 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin
produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar
(registrasi) (Anonim, 2006).
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Menurut Anonim (2006), aspek yang perlu diperhatikan dalam proses produksi
adalah :
a. Penanganan terhadap bahan awal.
Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan
hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan
diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Pada saat
penerimaan, hendaklah dilakukan pemeriksaan secara visual tentang
kondisi umum, keutuhan wadah, segelnya, kebocoran, kemungkinan adanya
kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari
pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui
dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu.
Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu.
Bahan awal yang cenderung rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya
selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan
terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.
b. Validasi proses
Semua kegiatan produksi hendaklah divalidasi dengan tepat, hal
tersebut bertujuan untuk menguatkan pelaksanaan CPOB. Validasi
hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan
hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan
atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan
tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan.
11
c. Pencegahan pencemaran silang
Setiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba dan pencemaran lain yang dapat timbul akibat tidak
terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau
produkyang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian
kerja operator. Sistem penghisap udara yang efektif hendaknya dipasang
untuk menghindari pencemaran dari produk atau proses lain.
d. Sistem penomoran batch dan lot
Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk
ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets
atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang.
e. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari
siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan
awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah
diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang dapat
diserahkan.
f. Pengolahan
Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan
hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah
dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang
dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya
memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi
mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan
didokumentasikan. Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap
pengolahan.
g. Pengemasan
Pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Kegiatan pengemasan sebaiknya dilaksanakan
dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan
12
mutu produk akhir yang dikemas. Produk jadi yang sudah dikemas
hendaklah dikarantina sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan
mutu.
h. Pengawasan selama proses
Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan
memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab
variasi karakteristik produk selama proses berjalan.
i. Penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas
dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk
tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap
perlu diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil
hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan dicatat.
j. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Selama menunggu
pelulusan dari bagian manajemen mutu, seluruh bets/lot yang sudah
dikemas hendaknya disimpan dalam status karantina. Setelah pelulusan,
produk tersebut dipindahkan dari daerah karantina ke gudang produk jadi.
k. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi.
Bahan atau produk hendaknya disimpan rapi dan teratur untuk
mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan
pemeriksaan dan pemeliharaan. Hendaknya semuanya disimpan dalam
kondisi yang sesuai serta tidak langsung kontak dengan lantai.
13
BAB III
GAMBARAN UMUM
Pelaksanaan PKL
Tanggal pelaksanaan PKL :
Hari pelaksanaan :
14
BAB V
PEMBAHASAN
15
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
DAFTAR LAMPIRAN
18