Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan dapat diatasi salah satunya dengan mengkonsumsi obat, selain sebagai bahan yang dapat meredakan, menghilangkan, mendiagnosa dan mencegah gangguan kesehatan serta menjaga kesehatan tubuh, obat juga merupakan racun bagi tubuh jika digunakan tidak pada dosisnya atau kegunaannya. Oleh karena itu, obat memiliki prosedur dan proses pembuatan tersendiri agar aman untuk dikonsumsi dan dapat memberikan efek terapi yang diinginkan. Begitu pentingnya karena menyangkut nyawa manusia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, WHO dan negara-negara diseluruh dunia pun membuat berbagai acuan , standar dan persyaratan mengenai obat, salah satunya mengenai pembuatan obat. CPOB ( Cara Pembuatan Obat yang Baik ) merupakan salah satu persyaratan dan pedoman dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam hal pembuatan obat yang harus dipatuhi setiap industri farmasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dibidang kesehatan dan perkembangan industri farmasi menghasilkan banyak obat baru yang beredar dipasaran. Seiring perkembangan teknologi farmasi, obat-obat tersebut terus berkembang menjadi suatu sediaan yang dapat membantu manusia mengurangi atau mengatasi masalah kesehatan dengan berbagai keunggulan dan kemudahan yang dimilikinya.

Industri farmasi sebagai produsen obat mempunyai peranan yang besar terhadap kemajuan tersebut. Dibalik semua itu, proses pembuatan dan pengawasan mutu adalah yang terpenting. Pembuatan dan pengawasan mutu menentukan kualitas obat yang dihasilkan dan semua itu kembali lagi kepada CPOB sebagai persyaratan dan pedoman dari pemerintah Indonesia. Jurusan Farmasi Poltekkes Jakarta II sebagai institusi pendidikan farmasi yang mendidik, melatih dan mempersiapkan ahli madya farmasi harus mampu memberikan ilmu pengetahuan sebagai aspek teoritis yang memadai. Hal ini dimaksudkan agar ahli madya farmasi tersebut dapat menerapkan ilmunya dengan baik sehingga siap terjun dan mampu bersaing dalam dunia kerja di bidang industri farmasi. Agar dapat menghasilkan tenaga farmasi yang berkualitas, aspek teoritis yang telah didapat selama perkuliahan harus didukung oleh aspek praktek. Sehubungan dengan hal itu Jurusan Farmasi Poltekkes Jakarta II menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ), salah satunya di PT. Supra Ferbindo Farma yang telah menerapkan CPOB merupakan salah satu industri farmasi yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan nasional.

1.1 Tujuan PKL Tujuan dilaksanakannya PKL ini adalah : 1. Memperoleh dan menambah wawasan serta pengetahuan mengenai ruang lingkup kegiatan industri farmasi. 2. Mengaplikasikan teori teori yang didapat selama perkuliahan sehingga memahami peran ahli madya farmasi dalam bidang industri farmasi.

3. Mengetahui dan memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik di lapangan. 4. Mengetahui cara pembuatan obat, alat-alat yang digunakan dalam pembuatan obat dan menganalisa obat dengan baik, serta penyimpanan barang farmasi.

1.2 Tempat dan Waktu PKL PKL dilaksanakan di PT. Supra Ferbindo Farma yang berlokasi di East Jakarta Industrial Park Plot 8 J Lemah Abang, Cikarang ,Bekasi 17550 pada tanggal Maret 31 Maret 2009. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi Industri Farmasi atau obat merupakan campuran yang kompleks dan terdiri dari orang-orang yang saling bergantung dalam profesi, perdagangan, perusahaan dan organisasi. Masing-masing terikat pada aktivitas penyediaan kebutuhan obat secara rasional. Dalam pengertian luas, industri farmasi meliputi semua orang yang terlibat atau yang dibutuhkan, mulai dari obat itu dimimpikan oleh seorang ahli sampai waktu dipakai oleh si pasien (Ansel,1989). Dalam pengertian sempit, industri farmasi sering diartikan dengan riset obatobatan dan perusahaan-perusahaan atau pabrik farmasi yang menyediakan obat untuk diracik atau dalam bentuk obat siap pakai bagi para ahli farmasi (Ansel,1989). Beberapa perusahaan mengkhususkan diri pada pembuatan obat-obat paten atau obat-obat yang dijual bebas dan diiklankan secara langsung kepada umum, yang lainnya mengkhususkan diri pada pembuatan obat golongan tidak bebas untuk diberikan melalui resep dokter atau langsung, tetapi cukup dipromosikan kepada tenaga-tenaga dalam bidang pengolahan dan kesehatan saja, tidak kepada umum. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 245/Menkes/SK/V/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah suatu industri yang menghasilkan suatu produk yang telah

melalui seluruh tahap pembuatan. Obat jadi adalah sediaan atau paduan bahanbahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan.

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.

2.2.1 Dasar Penerapan CPOB 1. SK. DIRJEN. POM. No. 05411/A/SK/XII/89 Tentang Penerapan CPOB pada Indutri Farmasi. 2. Tahun 2002 terbit ASEA GMP atau current GMP (CPOB terkini), yang berlaku hingga sekarang.

2.2.2 Aspek-aspek CPOB A. Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu indutri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan bahan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai yang berkaitan dengan pekerjaan. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, manajemen mutu/pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masingmasing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Kepala bagian produksi, Kepala bagian Pengawasan Mutu, dan Kepala bagian Pemastian Mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga

memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara professional. Kepala bagian produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu. Kepala bagian

Pemastian Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/ pemastian mutu Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

B. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya pencemaran silang dan kesalahan lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. 1. Area Penimbangan Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang di desain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi 2. Area Produksi Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self-contained hendaklah disediakan

untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan sensitasi tinggi. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk: a. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan. b. Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan c. Memungkinkan terlaksananya komunikasi dan pengawasan yang efektif. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan dimana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memungkinkan pelaksaan pembersihan yang mudah dan efektif. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan. 3. Area Penyimpanan Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.

Apabila kondisi penyimpanan khusus (mis: suhu, kelembaban) dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan dikendalikan, dipantau dan dicatat apabila diperlukan. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan. 4. Area Pengawasan Mutu Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotope hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Laboratorium ini hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruangan hendaklah memadai untuk mencegah campur baur dan pencemaran silang. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan. Suatu ruangan yang terpisah mungkin diperlukan untuk memberi perlindungan instrument terhadap gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain atau bila perlu untuk mengisolasi instrument. 5. Sarana Pendukung Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah.

10

Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area produksi.

C. Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. 1. Desain dan Konstruksi Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. 2. Pemasangan dan Penempatan Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campurbaur produk. Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas. Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan dari area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya, diberi penandaan yang jelas. 3. Perawatan Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

11

Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko trhadap mutu produk. Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suau peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan bets.

D. Sanitasi dan Higiene Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. 1. Higiene Perorangan Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya. Tiap personil yang mengidap penyakit atau luka terbuka yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai dia sembuh kembali. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.

12

Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk. 2. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan. Ada prosedur tertulis yang meunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. 3. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.

E. Produksi Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan

kesesuaiannya dengan pemesanan. Wadah hendaklah dibersihkan dan bilamana perlu diberi penandaan dengan data yang sesuai. Bahan yang diterima dan produk

13

jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, dan nomor bets. 1. Bahan Awal Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel diambil oleh personil dan dengan metode yang telah disetujui oleh Kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut: a. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan b. Nomor bets/control yang diberikan pada saat penerimaan bahan c. Status bahan (mis: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak) d. Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu. Semua bahan awal yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang menyolok, ditempatkan terpisah dan dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasoknya.

14

2. Sistem Penomoran Bets/Lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan. 3. Penimbangan dan Penyerahan Cara penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tercakup dalam prosedur tertulis. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi, petugas QC dan IPC sebelum dikirim ke bagian produksi. Sesudah ditimbang atau dihitung, bahan untuk tiap bets hendaklah disimpan dalam satu kelompok dan diberi penandaan yang jelas. 4. Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. 5. Pengolahan Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan bersamaan atau berurutan di dalam ruang yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya campur baur atau pencemaran silang.

15

Dalam semua tahap pengolahan perhatian utama hendaklah diberikan kepada masalah pencemaran silang. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. 6. Bahan dan Produk Kering Sistem penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak lubang pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari produk atau proses lain. Sistem penyaringan udara yang efektif atau sistem lain yang sesuai hendaklah dipasang untuk menyaring debu. Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan. 7. Bahan Pengemas Pengadaan , penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. 8. Pengawasan selama Proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai metode yang telah disetujui oleh Kepala bagian Pemastian Mutu dan hasilnya dicatat. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil sampel pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk.

16

9. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang. Pengolahan ulang produk yang ditolak hendaklah merupakan suatu kekecualian. Hal ini hanya diperbolehkan jika mutu produk akhirnya tidak terpengaruh, bila spesifikasinya dipenuhi dan prosesnya dikerjakan sesuai dengan prosedur. Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari pengawasan indusri pembuat hendaklah dimusnahkan. Produk tersebut dapat dijual lagi, diberi label kembali atau dipulihkan ke bets berikut hanya bila tanpa ragu mutunya masih memuaskan setelah dilakukan evaluasi oleh Kepala bagian Pemastian Mutu. 10. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian yang memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut: a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan. b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk pengujian di masa mendatang c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu. d. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima.

17

e. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang.

F. Manajemen Mutu Manajemen mutu bertanggung jawab agar pembuatan obat sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam

dokumentasi izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. 1. Pemastian Mutu Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi industri farmasi hendaklah memastikan bahwa: a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan persyaratan CPOB dan cara berlaboratorium yang baik. b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan. c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar. e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan-selama-proses lain serta validasi yang diperlukan dilakukan. f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses, pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi.

18

g. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum Kepala bagian Manajemen Mutu menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk. 2. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. 3. Pengkajian Mutu Produk Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.

G. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Bagian pengawasan mutu hendaklah mempunyai tugas pokok sebagai berikut : a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi.

19

b. Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh pemeriksaan, pengujian dan analisis. c. Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara tertulis. d. Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan produk. e. Menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan di masa mendatang. f. Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara, produk ruahan atau produk jadi. g. Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara berkelanjutan dan bahan awal jika diperlukan, serta menetapkan kondisi penyimpanan bahan dan produk berdasarkan data stabilitasnya. h. Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan data stabilitasnya serta kondisi penyimpanannya. i. Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi. j. Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut pada kondisi yang tepat. k. Menyimpan catatan analisis dari hasil pengujian semua sampel yang diambil. l. Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah produk tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus dimusnahkan. m. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian lain dari perusahaan. n. Memberikan rekomendasi kegiatan pembuatan obat berdasarkan kontrak setelah melakukan penerima kontrak yang bersangkutan untuk membuat produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan.

20

1. Laboratorium Pengawasan Mutu yang Baik a. Laboratorium pengujian hendaklah didesain, dilengkapi peralatan dan memiliki ruang yang memadai sehingga dapat melaksanakan semua kegiatan terkait. b. Laboratorium hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi. c. Tiap personil hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti respirator atau masker, kaca mata pelindung dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. d. Peralatan dan instrument laboratorium hendaklah sesuai dengan prosedur pengujian yang dilakukan. e. Penerimaan atau pembuatan pereaksi dan media perbenihan hendaklah dicatat. f. Semua kegiatan pengujian hendaklah dilakukan sesuai metode yang telah disetujui pada saat pemberian izin edar. 2. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel merupakan kegiatan penting di mana hanya sebagian kecil saja dari satu bets yang diambil. Keabsahan kesimpulan secara keseluruhan tidak dapat didasarkan pada pengujian yang dilakukan terhadap sampel yang tidak mewakili satu bets.

H. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. 1. Aspek untuk Inspeksi Diri a. Personalia

21

b. Bangunan termasuk fasilitas untuk personil c. Perawatan bangunan dan peralatan d. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi e. Peralatan f. Pengolahan dan pengawasan-selama-proses g. Pengawasan mutu h. Dokumentasi i. Sanitasi dan higiene j. Program validasi dan re-validasi k. Kalibrasi alat atau sistem pengukuran l. Prosedur penarikan kembali obat jadi m. Penanganan keluhan n. Pengawasan label o. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. 2. Tim Inspeksi Diri Manajemen hendaklah membentuk tim paling sedikit 3 anggota yang berpengalaman dapat berasal dari dalam atau luar perusahaan. 3. Cakupan dan Frekuensi Inspeksi Diri Inspeksi diri dilakukan per bagian sesuai kebutuhan dan secara menyeluruh minimal 1 kali dalam setahun. 4. Laporan Inspeksi Diri Laporan hendaklah mencakup: a. Hasil inspeksi diri. b. Evaluasi serta kesimpulan.

22

c. Saran tindakan perbaikan. 5. Tindak Lanjut Manajemen hendaklah mengevaluasi laporan inspeksi diri dan tindakan perbaikan.

I. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Produk kembalian adalah obat yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa atau alasan lain, misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan.

J. Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets atau lots produk yang bersangkutan, dan juga

23

digunakan pola dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan personalia.

24

BAB II1 GAMBARAN UMUM TEMPAT PKL

3.1 Sejarah Singkat PT. Supra Ferbindo Farma PT. Supra Ferbindo Farma merupakan salah satu industri farmasi yang secara umum memproduksi obat bebas yang disebut OTC ( Over The Counter ) yang artinya produk tersebut dapat dibeli secara bebas di pasar tanpa resep dokter. PT. Supra Ferbindo Farma berdiri tahun 1987, berlokasi di Jl. Daan Mogot KM 12 Jakarta Barat. Manajemen PT. Supra Ferbindo Farma berada di bawah OMETRACO GROUP. Seiring dengan perkembangan perusahaan, pada tahun 1995 PT. Supra Ferbindo Farma berpindah lokasi ke EJIP plot 8J Cikarang Bekasi. Pada bulan Mei 1997 terjadi peralihan manajemen dari OMETRACO GROUP menjadi THE TEMPO GROUP. Bergabungnya PT. Supra Ferbindo Farma ke dalam unit Business The Tempo, menjadikan produk PT. Supra Ferbindo Farma semakin berkembang dan bervariasi. Produk-produk PT. Supra Ferbindo Farma secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian : 1. Produk solid ( padat ) yang berupa tablet dan kaplet, dipasarkan di dalam negeri contoh Contrexin, Bodrexin, Oskadon, Oskadon SP, Vitamin C IPI, Vitamin B IPI dan Vitamin B Complex, Oskadryl, dll. 2. Semi solid ( tidak padat dan bukan cair ) berupa salep kulit. 3. Liquid ( cair ) berupa minuman berenergi. Selain memproduksi produk sendiri ( Vitamin vitamin IPI, Oskadon, Oskadon SP, Contrexyn, dan lain lain ), PT. Supra Ferbindo Farma juga

25

memproduksi produk produk PT. Tempo Scan Pacific seperti Hemaviton Energy Drink dan Bodrexin.

3.2 Visi dan Misi PT. Supra Ferbindo Farma PT. Supra Ferbindo Farma didirikan dengan visi dan misi sebagai perusahaan yang memproduksi obat obatan untuk kebutuhan seluruh kalangan masyarakat dan berperan dalam menunjang pembangunan di Indonesia terutama di sektor kesehatan dengan memproduksi obat obatan dengan harga terjangkau bermutu tinggi dan mudah diperoleh bagi masyarakat luas.

3.3 Struktur Organisasi PT. Supra Ferbindo Farma PT. Supra Ferbindo Farma dalam menjalankan perusahaannya dipimpin oleh seorang direktur General Manager ( GM ) Manufacturing dan membawahi Plant Manager dan Quality Assurance ( QA ) Corporate Manager. Untuk lebih

jelasnya, struktur organisasi PT. Supra Ferbindo Farma dapat digambarkan sebagai berikut : General Manufacturing

Plant Manager

QA. Corp Manager

PGA Manager

Production Manager

PPIC Manager

Technic Engineer Manager

QC. Manager

26

3.4 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian essensial dari CPOB yang dimaksudkan agar obat yang diproduksi memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Pengawasan mutu juga meliputi program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, uji validasi, program penyimpanan contoh, penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku dan tiap bahan dan metode termasuk metode pengujiannya dan penanganan keluhan dan laporan. Wewenang dari pengawasan mutu adalah memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi obat.

3.5 Gambaran Umum Tata Ruang Gambaran umum tata ruang PT. Supra Ferbindo Farma terbagi atas 5 bagian : bagian kantor atau administrasi, bagian pengawasan mutu, bagian proses produksi, bagian gudang dan bagian teknik mesin. Empat ruang pertama menyatu dalam satu gedung, sedangkan bagian teknik mesin terpisah dari gedung utama. Daerah utama dibedakan menjadi 2 menurut segi kepentingan kegiatan produksi obat dan merupakan syarat dari CPOB, yaitu grey area dan black area. Grey area merupakan daerah yang tidak bebas dimasuki dan terdapat peraturan tertentu akan memasukinya, seperti memakai masker, pelindung kepala, jas yang menyelimuti pakaian luar, dan sepatu khusus untuk daerah grey. Bagian yang

27

termasuk daerah ini adalah bagian yang berhubungan langsung dengan proses produksi seperti ruang campur basah, ruang masak, ruang cetak dan kemas primer ( strip ). Black area tidak seketat grey area dan orang orang yang berkepentingan dapat keluar masuk tanpa harus berganti seragam. Laboratorium, gudang bahan baku, ruang kemas sekunder, dan kantor termasuk dalam black area. Di dalam black area masih menggunakan baju dan sepatu khusus, sedangkan pada area kantor peraturan tersebut tidak berlaku.

3.6 Peraturan Kerja Sistem kerja di PT Supra Ferbindo Farma adalah sistem shift. Shift pertama waktu kerjanya adalah dari jam 07.00 15.30 WIB, shift dua dari jam 15.00 23.30 WIB dan shift tiga dari jam 23.00 07.30 WIB. Jadwal kerjanya adalah selama lima hari yaitu Senin Jumat, terkecuali yang lembur. Semua pekerja memakai seragam khusus pada bagian masing masing dan berbeda seragam antara grey dan black area.

28

BAB IV KEGIATAN PKL

PT. Supra Ferbindo Farma merupakan salah satu industri farmasi di Indonesia yang telah menerapkan CPOB dan PT. Supra Ferbindo Farma ini mempunyai beberapa departemen antara lain, Departemen Pengawasan Mutu, Departemen Produksi, dan Departemen Gudang. Masing masing departemen mempunyai tugas dan tanggung jawab tertentu yang sesuai dengan prosedur dan ketetapan yang berlaku. 4.1 Departemen Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu meliputi semua fungsi analis yang dilakukan di Laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan bahan dari bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Pengawasan Mutu memberikan keputusan terakhir dalam kelulusan suatu bahan, dari bahan awal hingga produk jadi. Pengawasan Mutu adalah semua pengawasan yang dilakukan selama proses berlangsung dengan tujuan menjamin kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang berlaku, misalnya identifikasi, kemurnian, pemerian, kelarutan, dan karakteristik lain. Pengawasan Mutu adalah bagian yang esensial dari CPOB agar suatu obat yang diproduksi memenuhi persyaratan mutu sesuai tujuan penggunaan, berkaitan dengan pemastian spesifikasi untuk identitas kadar, kemurnian, mutu dan keamanannya. Tujuan dari pengawasan mutu adalah memberi jaminan khasiat dan keamanan pada pasien atas obat yang akan dikonsumsi sekaligus sebagai koreksi atas hasil

29

kerja unit unit yang berhubungan dengan hasil produksi. Pengawasan Mutu meliputi uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, uji validasi, program penyimpanan contoh, penyusunan serta penyimpanan spesifikasi setiap bahan dan produk termasuk metode pengujian, penanganan keluhan dan laporan

wewenangnya memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak mutu bahan baku atau produk ruahan atau produk obat maupun hal yang mempengaruhi obat. Struktur Organisasi Departemen Pengawasan Mutu di PT Supra Ferbindo Farma adalah dipimpin oleh satu orang Apoteker sebagai Manager QA ( Quality Assurance) dan satu orang Manager kepada QC ( Quality Control) dimana Manager

bertanggungjawab

langsung

General

Menufacturing.

Pengawasan Mutu membawahi lima orang supervisor yang masing masing memegang satu antara supervisor IPC, administrasi, mikrobiologi, analis, dan supervisor bahan baku dan kemasan yang masing masing juga membawahi analis dan inspector. Para analis dan inspector berada di bawah tanggungjawab supervisor yang langsung dilapangan untuk mengontrol kualitas suatu produk. Kegiatan Pengawasan Mutu antara lain : A. Pre Process Control ( PPC ) Kegiatannya berupa pengambilan sampel bahan baku dan bahan kemas. Jumlah pengambilan sampel berdasarkan atas n + 1 dan sampel diambil secara random. Pertama dimulai dari Laporan Penerimaan Barang (LPB) dari gudang dengan adanya nama barang, kode barang, tanggal penerimaan, no batch, tanggal datang, supplier, status (cito, dsb) dan jumlahnya. Pihak Pengawasan Mutu akan menganalisa dan memberikan laporan kelulusan dari bahan tersebut. Laporannya jika sampel dinyatakan lulus maka akan diberi label hijau lulus uji (release)

30

produk dan jika sampel dinyatakan tidak lulus maka akan diberi label merah (reject), kemudian laporan tersebut di berikan kepada departemen PPIC (Production Planning Inventory Control ) atau Tempo Nagadi Trading. Pada PPC analisa yang dilakukan antara lain : 1) Analisa bahan baku ( raw material )

Merupakan analisa terhadap bahan baku obat yang akan diolah meliputi identifikasi, susut pengeringan, kemurnian, viskositas, pH, pemerian, rotasi optik, kadar, kelarutan dan lain lain. 2) Analisa bahan kemas ( packaging material )

Merupakan pemeriksaan terhadap bahan kemas meliputi printing, warna, penampilan, ketebalan, gambar, no batch, no registrasi, kebocoran, kekendoran, tinggi kemasan, lebar, diameter panjang dan lain lain.

B. In Process Control ( IPC ) Merupakan proses pengujian dari penimbangan dan pencampuran bahan baku (mixing), pencetakan tablet (pengujian fisik). Tujuan IPC untuk mengendalikan obat agar obat memiliki identitas kualitas dan kemurnian sesuai batch record. Contoh pengujian IPC Pengujian Contrexyn a. b. c. Bobot rata rata/ keseragaman bobot ( syarat : 693 707 mg ) Timbang tiap 15 menit ( sejumlah 10 tablet ) Hitung bobot rata rata Variasi bobot yang diperbolehkan per tablet 693 707 mg Kekerasan ( syarat : 6 16 ) Kp

31

a. b. c. a. b. c. a. b. a. b.

Diukur tiap 30 menit ( sejumlah 5 tablet ) Hitung rata ratanya Dilakukan dengan alat Hardness Tester merek Schleuniger Batas tebal ( syarat : 4,8 5,2 ) mm Diukur tiap 30 menit ( sejumlah 5 teblet ) Hitung rata ratanya Dilakukan dengan jangka sorong merek Mitutoyo Kerapuhan ( syarat : < 1 % ) Diukur minimal 3 kali ( 100 kali putaran pada 6 tablet ) Dilakukan dengan alat Friabilitator memrek Erweka Waktu Hancur ( syarat : 5 menit ) Diukur minimal 3 kali ( sejumlah 6 tablet ) Dilakukan dengan alat Desintegration Tester merek SOTAX DT 3

C. Post Process Control Post Process Control merupakan analisa di laboratorium pengawasan mutu untuk produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Tahap pertama membuat permohonan sampling lalu pengambilan contoh kemudian menganalisa. Produk antara dan ruahan di analisa dengan penetapan kadar zat aktif, apabila memenuhi syarat maka diberi label hijau (release), jika tidak memenuhi syarat diberi label merah (reject ). Contoh analisa produk antara dan ruahan Penetapan kadar pada Oskadon SP Paracetamol

32

Metode

: spektrofotometri

Larutan standar : timbang seksama 70 mg working standar paracetamol ke dalam labu 100 ml, encerkan dengan air hingga 100 ml, pipet 2,0 ml kemudian encerkan dengan air hingga 100 ml. Larutan uji : timbang dan serbukkan 20 tablet, timbang seksama 0,2 kali BT

ke dalam labu 100 ml, tambahkan air 50 ml, sonikasi selama 15 menit, dinginkan dalam suhu kamar, tambahkan air lagi hingga 100 ml, saring dengan kertas saring biasa, pipet 2,0 ml encerkan dengan air hingga 100 ml. Ukur serapan 1 cm larutam uji dalam larutan standar pada panjang gelombang 243 nm. Perhitungan : Au x Bst x Bt x 100 x 100 x Kst (%) Ast x Bu x 350 x 2 Keterangan : Au : absorban uji Ast : absorban standar Bst : berat srandar yang ditimbang ( mg ) Bu : berat uji yang ditimbang ( mg ) Kst : kadar working standar yang ditimbang ( % ) Syarat : Tiap tablet oskadon SP mengandung paracetamol 90,0 110,0 % Ibuprofen : Titrasi Alkalimetri NaOH 0,1 N

Metode

33

Prosedur

: timbang dan serbukkan 20 tablet, timbang seksama 0,5 kali BT

serbuk de dalam Erlenmeyer 100 ml kemudian tambahkan 50 ml alkohol netral, sonikasi 10 menit, dinginkan suhu kamar, tambahkan indikator Bromothymol Blue ( BTB) dengan titik akhir berwarna biru. Perhitungan : Vu x N x Kst x 20,63 0,1 x Bu x 200 ( L ) Keterangan : Vu N Kst : volume larutan NaOH 0,1 N ( ml ) : normalitas larutan NaOH : kadar working standar ibuprofen yang digunakan ( % )

Syarat : mengandung ibuprofen 90,0 110,0 %

Penetapan kadar pada Bodrexin Asetosal : Alkalimetri : timbang 1200 mg sampel masukkan ke dalam labu ukur 100 ml,

Metode Prosedur

tambahkan alkohol 96 % bagian, sonikasi selama 10 menit, kemudian tambahkan alkohol 96 % ad 100 ml, saring dan kemudian pipet larutan yang telah disaring sebanyak 25 ml, masukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml, tambahkan 3 tetes indikator PP. Titrasi dengan NaOH 0,1 N hingga warna merah jambu. Syarat : kadar yang diperoleh 90 % - 110 %.

34

Perhitungan : Vx N x 18,02 x BT x 100 x 100 % BZ 25 1200

N baku

Keterangan : N : Normalitas NaOH 0,1 N BT : bobot rata-rata tablet ( mg ) BZ : berat zat aktif (mg ) V : volume titrasi ( ml ) FSA ( Free Salisilat Acid ) : Spektrofotometri : timbang 1200 mg sampel masukkan ke dalam labu ukur 100 ml,

Metode Prosedur

tambahkan alkohol 96 % bagian, sonikasi selama 10 menit, kemudian tambahkan alkohol 96 % ad 100 ml, saring dan kemudian pipet larutan yang telah disaring sebanyak 5 ml, masukkan dalam labu ukur 25 ml, tambahkan 5 ml Fe(NO3)3 1 % dalam HNO3 1 %, tambahkan air ad 25 ml, ukur larutan pada serapan 1 cm dengan panjang gelombang 525 nm dengan blanko air. Syarat : kadar < 0,3 % Perhitungan : Absorban x 1,25 x 6,25 x 100 % 500 %

35

Penetapan kadar pada Vitamin C Metode Prosedur Vitamin C : Iodimetri : timbang dan serbukkan 20 tablet, timbang seksama 2 x BT,

larutkan dalam 75 ml air, tambahkan beberapa tetes Indikator Amylum, titrasi dengan Iodium 0,1 N hingga warna larutan berubah menjadi biru terang. Perhitungan : Vx N x 8,805 x 100 % Bu x 50 x 0,1 Keterangan : V Bt Bu N : Volume Iodium 0,1 N ( ml ) : Berat rata rata tablet ( mg ) : Berat sample yang ditimbang ( mg ) : Normalitas laritan Iodium ( N )

Penetapan kadar pada Contrex Paracetamol : Spektrofotometri

Metode

Reagent/Pereaksi : HCl 6 N, NaNO 2 10 % dalam air, Amonium Amido Sulfonat 15 % dalam air dan NaOH 10 % dalam air. Larutan standar : timbang 50 mg paracetamol working standar masukkan dalam labu ukur 100 ml, tambahkan 50 ml air kemudian sonikasi selama 10 menit, dinginkan pada suhu kamar, encerkan dengan air ad 100 ml, saring dan hasilnya pipet 5 ml ke dalam labu ukur 100 ml, simpan labu dalam tangas es selama 5

36

menit, kemudian secara berurutan tambahkan 5 ml HCl 6 N, 5 ml NaNO 2 10 %, kemudian diamkan selama 5 menit di dalam tangas es, tambahkan 5 ml Amonium Amido Sulfonat 15 %, diamkan dalam tangas es 15 menit, tambahkan 15 ml NaOH 10 %, diamkan kembali dalam tangas es 15 menit, kemudian keluarkan aduk, encerkan dengan air ad 100 ml. Larutan sampel : timbang dan serbukkan 20 tabet, timbang serbuk 0,1 x rata rata kedalam labu ukur 100 ml, tambahkan 50 ml air, soonikasi 10 menit, dinginkan dalam suhu kamar, encerkan dengan air ad 100 ml, saring dengan kertas asring biasa, pipet 5 ml kedalam labu ukur 100 ml, simpan dalam tangas es selama 5 menit, kemudian secara berurutan tambahkan 5 ml HCl 6 N, 5 ml NaNO 2 10 %, kemudian diamkan selama 5 menit di dalam tangas es, tambahkan 5 ml Amonium Amido Sulfonat 15 %, diamkan dalam tangas es 15 menit, tambahkan 15 ml NaOH 10 %, diamkan kembali dalam tangas es 15 menit, kemudian keluarkan aduk, encerkan dengan air ad 100 ml. Ukur pada serapan 1 cm dengan panjang gelombang 430 nm. Syarat : kadar 90,0 % - 110,0 % Perhitungan : Asp x Bst x BT x Kst ( % ) Ast x Bu x L ( 500 mg ) Pseudoephedrin dan CTM ( Chlorpheniramini Maleat ) : HPLC

Metode

Larutan sampel : masukkan 1 tablet kedalam labu ukur 25 ml, tambahkan 10 ml HCl 0,01 N, sonikasi selama 5 menit, kemudian tambahkan air 5 ml lalu sonikasi selama 10 menit, dinginkan dalam suhu kamar, encerkan dengan pelarut ad 25 ml,

37

saring dengan kertas saring biasa kemudian filtrat disaring dengan kertas saring membran. Prosedur : suntikkan masing masing 20 l larutan sampel dan standar ( masing masing dua kali ), catat respon area peak Pseudoephedrin dan CTM ( Chlorpheniramini Maleat ) dari kromatogram larutan sampel dan standar. Syarat : kadar 85,0 % - 115,0 % dengan CV 6,0 % Perhitungan : Rsp x Cst x 25 x Kst ( % ) Rst x L Keterangan : Rsp : respon larutan sampel Rst : respon larutan standar Cst : Konsentrasi ( % ) Kst : kadar larutan standar ( % ) L : kandungan dalam contrex untuk PDP : 30 mg dan CTM : 2 mg

Uji dissolusi. Uji dissolusi dilakukan untuk melihat jumlah zat yang berkhasiat pada sediaan padat yang larut dalam waktu tertentu dan kondisi baku ( suhu, kecepatan, pengadukan dan komposisi media tertentu ).

Contoh uji dissolusi Uji dissolusi Bodrexin Media : Buffer Asetat pH 0,05 M : 500 ml

38

Pembuatan media : timbang 2,99 mg Natrium Asetat trihidrat, tambahkan 1,66 ml asam asetat glacial dan encerkan hingga 1000,0 ml dengan air. Atur pH larutan pada 4,50 0,05.

Alat Waktu Pembanding

: apparatus 1 ( keranjang ), 50 rpm, basket : 30 menit : timbang seksama 40 mg aspirin working standar, larutkan

dalam 5 ml etanol 96 %, encerkan dengan medium dissolusi hingga 100,0 ml, pipet 20,0 ml larutan dan encerkan dengan medium dissolusi hingga 50,0 ml. Dissolusikan sampai sesuai dengan kondisi diatas. Saring melalui saringan membran. Ukur serapan 1 cm larutan pada panjang gelombang 265 2 nm. Perhitungan : Asp x Bst x 500 x Kst Ast x 250 x 80 Keterangan : Asp : absorban aspirin larutan sampel ( mg/ml ) Ast : absorban aspirin larutan standar ( mg/ml ) Bst : berat penimbangan standar ( mg ) Kst : kadar working standar yang digunakan ( % ) Syarat : selama 30 menit tidak kurang dari 80% ( Q ) aspirin terlarut.

Uji dissolusi Oskadon Tablet Medium : air 900 ml

39

Waktu Alat Suhu

: 60 menit : apparatus 2, paddle 100 rpm : 37 C 0,5 C

Prosedur : disolusikan sampel sesuai kondisi, kemudian pipet larutan disolusi sebanyak saru sedot, tetapkan zat terlarut pada HPLC.

Larutan standar : timbang seksama 280,0 mg Parasetamol working standar dan 19,5 mg Coffein working standar ke dalam labu ukur 100,0 ml, tambahkan air ad 100,0 ml kemudian pipet larutan 10,0 ml ke dalam labu ukur 50,0 ml, encerkan dengan medium ( air ) ad 50 ml, ukur pada HPLC.

Kadar Paracetamol/ Coffein yang larut : Ru x Cs x 900 x Kst ( % ) Rs x L

Keterangan : Ru : respon larutan uji ( diperoleh dari HPLC ) Rs : respon larutan standar ( diperoleh dari HPLC ) Kst : kadar paracetamol/ coffein standar yang digunakan ( % ) Cs : konsentrasi larutan standar paracetamol/ coffein ( mg/ml ) L : kandungan yang tertera pada label etiket ( paracetamol 500 mg dan coffein 35 mg )

Syarat : tidak kurang dari 75 % ( Q ) Paracetamol / Coffein terlarut selama 60 menit.

Cs Paracetamol = 280 mg x 10 ml = 0,56 mg/ml 100 ml 50 ml

40

Cs Caffein = 19,5 mg x 10 ml = 0,039 mg/ml 100 ml 50 ml

Uji disolusi Oskadon SP Media : dapar fosfat pH 7,2 : 900 ml Pembuatan media : Larutkan 6,805 g KH2PO4 dalam air atur pH larutan dengan menambahkan NaOH 0,2 N sebanyak 173,5 ml, encerkan dengan air hingga 1000 ml. Alat : apparatus 1 ( basket ) 150 rpm Waktu : 30 menit Suhu : 37 C Pembanding : timbang seksama 38,89 mg Parasetamol working standar dan 22,2 mg Ibuprofen working standar, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, encerkan dengan larutan medium hingga 100 ml. Prosedur : dissolusikan sampel sesuai kondisi, kemudian pipet larutan dissolusi sebanyak saru sedot, tetapkan zat terlarut pada HPLC. Kadar Ibuprofen / Parasetamol yang larut : Rsp x Cst x 900 x 100 % Rst x L Keterangan : Rsp : respon larutan sampel Rst : respon larutan standar Cst : konsentrasi larutan standar ( mg/ml ) L : kandungan parasetamol ( 350 mg ) dan ibuprofen ( 200 mg )

41

Syarat : dalam 30 menit yang terlarut Paracetamol = 80 % antara 85 110 % Ibuprofen = 70 % antara 75 110 % Cs paracetamol = 38,89 mg = 0,3889 mg/ml 100 ml Cs ibuprofen = 22,2 mg = 0,222 mg/ml 100 ml

Uji dissolusi Contrex Medium : air 900 ml Alat Waktu : apparatus 2 ( paddle ), 50 rpm : 45 menit

Metode : Spektrofotometri Prosedur : dissolusikan sesuai kondisi. Ukur melalui spektrofotometri. Larutan sampel : pipet 5,0 ml filtrat hasil dissolusi ke labu ukur 100 ml dan simpan labu ke dalam tangas es kemudian tambahkan secara berturut turut 5,0 ml HCl 6 N, 5,0 ml NaNO 2 10 %, kemudian diamkan selama 5 menit di dalam tangas es, tambahkan 5,0 ml Amonium Amido Sulfonat 15 %, diamkan dalam tangas es 15 menit, tambahkan 15,0 ml NaOH 10 %, diamkan kembali dalam tangas es 15 menit, kemudian keluarkan aduk, encerkan dengan air ad 100 ml.

Larutan standar : timbang seksama 55,6 mg paracetamol working standar ke labu ukur 100 ml tambahkan 50 ml air, sonikasi 10 menit dinginkan hingga

42

suhu kamar, encerkan dengan air hingga 100 ml. Pipet 5,0 ml ke labu ukur 100 ml dan simpan labu ke dalam tangas es, kemudian tambahkan secara berturut turut 5,0 ml HCl 6 N, 5,0 ml NaNO 2 10 %, kemudian diamkan selama 5 menit di dalam tangas es, tambahkan 5,0 ml Amonium Amido Sulfonat 15 %, diamkan dalam tangas es 15 menit, tambahkan 15,0 ml NaOH 10 %, diamkan kembali dalam tangas es 15 menit, kemudian keluarkan, aduk, encerkan dengan air ad 100 ml. Tentukan serapan larutan sampel dan larutan standar pada panjang gelombang 430 nm Perhitungan : Asp x Cst x 900 x 100 x Kst ( % ) Ast x 5 x L Keterangan : Asp : serapan pada larutan sampel Ast : serapan pada larutan standar Cst : konsentrasi pada larutan standar ( mg/ml ) Kst : kadar yang tertera pada working standar parasetamol ( % ) L : kandungan parasetamol seperti yang tertera pada label ( 500 mg ) Syarat : Q 45 menit paracetamol 75 % ( 80 110 % )

Uji dissolusi Vitamin B1 Medium Alat Waktu : air 900 ml : apparatus 2 ( paddle ), 50 rpm : 45 menit

43

Suhu

: 37 C

Larutan standar : timbang seksama 27,78 mg working standar Vitamin B1, larutkan dalam 100 ml air, pipet 2 ml larutan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml tambahkan 18 ml air, encerkan dengan HCl 1 N hingga 100 ml, ukur serapan 1 cm larutan uji dan standar pada panjang gelombang 247 nm.

Prosedur : disolusikan sesuai kondisi. Setelah waktu yang ditentukan, pipet 5,0 ml medium disolusi kedalam labu ukur 25 ml kemudian encerkan dengan HCl 1 N hingga 25 ml. Ukur melalui spektrofotometri.

Perhitungan : Au x Cst x 900 x 25 x Kst ( % ) As x 25 x 5

Keterangan : Au : serapan larutan uji As : serapan larutan standar Cst : konsentrasi larutan standar ( mg/ml ) Kst : kadar vitamin B1 working standar ( % )

Syarat : dalam waktu 45 menit terlarut tidak kurang dari 75 % ( Q ) Cst = 27,78 mg x 2 ml = 0,00555 mg/ml 100 ml 100 ml

Selain kegiatan pengujian produk, ruang lingkup pengawasan mutu dapat juga berupa : 1. Validasi Validasi merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau

44

mekanisme yang digunakan dalam proses produksi dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. 2. Kalibrasi Kalibrasi yang disertai dengan sertifikat dilakukan pada alat digital seperti High Performance Liquid Chromatography ( HPLC ), High Performance Thin Liquid Chromatography ( HPTLC ), spektrofotometri UV-VIS dan lain lain. Kalibrasi dilakukan baik secara external maupun internal dimana dibuat program serta jadwal kalibrasi tahunan. 3. Penanganan obat kembali berupa pemeriksaan produk yang dikembalikan karena terdapat kerusakan, daluwarsa, dan keluhan. Pemeriksaan yang dilakukan diawali dengan pemberian identitas yang jelas dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk melihat apakah perlu dilakukan pengujian secara menyeluruh pada semua obat kembalian. 4. Penanganan contoh pertinggal berupa penyimpanan dan pemeriksaan secara berkala dari bahan baku dan obat jadi. Pemeriksaan yang dilakukan berupa

pemeriksaan fisik dan stabilitas, dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Laboratorium Pengujian Perangkat penting dalam pengawasan mutu adalah bangunan dan peralatan yang ada dalam laboratorium pengawasan mutu. Bangunan pengawasan mutu terdiri dari beberapa ruang pengujian : 1. Ruang instrumen Peralatan yang berada di ruangan instrumen terdiri dari ruang uji fisik I dan II. Alat alat yang ada di ruang uji fisik I seperti timbangan analitik AG 285 dan

45

204, Penetrometer, Spektrofotometer, Karl Fisher dan lemari es. Dan alat yang ada di ruang uji fisik II adalah HPLC, HPTLC, oven, lampu UV dan lemari asam. Aktivitas pengujian berupa pemeriksaan kadar dan identifikasi bahan baku dan produk ruahan. 2. Ruang uji mikrobiologi Ruang uji mikrobiologi terbagi dalam 2 ruangan, ruang pertama untuk preparasi mikrobiologi, yaitu tempat memasak media dan sterilisasi alat dan media, sedangkan ruang yang kedua untuk ruang uji mikrobiologi. Alat dan bahan yang di ruang mikrobioligi antara lain cawan petri, media agar, dan alat yang menggunakan sistem laminar air flow untuk melakukan pengujian. Aktifitas yang dilakukan yaitu pengujian total plate count, jumlah jamur, uji E. Coli, Pseudomonas, Coliform, dan pengujian bakteri tergantung jenis bahan yang diperiksa. 3. Ruang uji kimia Ruangan dalam terdiri dari timbangan analitik AG 285 dan 204, penetrometer, spektrofotometri, karl fisher, lemari es. Ruangan luar terdiri dari lemari asam, destilator untuk HPLC, magnetic stirer, buret, penangas air, pemanas, lemari penyimpanan zat zat kimia, shaker ultrasound, lemari / rak untuk penyimpanan alat alat gelas, tempat pencucian alat, tempat pencuci mata, rak rak untuk reagen. Aktivitas yang dilakukan antara lain pemeriksaan kadar, identifikasi, pemeriksaan secara fisika-kimia. 4. Ruang uji farmasi Peralatan terdiri dari timbangan soltex dan sartomus, alat uji waktu hancur tablet ( disintegrator ), alat uji disolusi, oven, moisture analyzer, stamp,

46

volumeter, friabilator, melting point, mikroskop. Aktivitas yang dilakukan antara lain penimbangan, sterilisasi, uji fisikokimia bahan baku, disolusi tablet, pemeriksaan bahan kemas. 5. Ruang contoh pertinggal dan batch record Aktivitas yang berlangsung adalah pendataan mengenai produk produk pertinggal dan pemeriksaan kelengkapan batch record serta penyimpanan arsip arsip batch record. 6. Ruang kepala pengawasan mutu dan pemastian mutu Aktivitas yang berlangsung adalah pemeriksaan secara menyeluruh kegiatan pengawasan mutu dan faktor faktor pendukung dalam proses jaminan mutu. 7. Ruang administrasi Aktivitas yang berlangsung adalah pemeriksaan hasil pengujian pendataan kegiatan dan penyimpanan dokumentasi pengawasan mutu.

4.2 Departemen Produksi Kegiatan produksi didasarkan pada hasil rapat bulanan yang dilakukan oleh kepala pabrik beserta seluruh manajer ( manajer produksi, manajer PPIC, manajer Marketing ). Rapat ini menghasilkan ROFO yang merupakan estimasi kebutuhan bahan baku dan bahan kemas selama 6 bulan kedepan. Dari ROFO ini kemudian lahir PODO ( Purchase Order Delivery Order ) yaitu estimasi kebutuhan bahan baku dan bahan kemas selama 3 bulan sesuai permintaan banyaknya batch dari bagian penjualan (marketing ). Jumlah produk yang akan diproduksi disusun berdasarkan tingkat kebutuhan yang kemudian terbang dalam KPJ ( Kebutuhan Produk Jadi ). KPJ

47

diterjemahkan ke dalam RKH ( Rencana Kerja Harian ) sebagai pedoman kerja bagi petugas pertimbangan bahan baku dan granulasi. Adapun tahapan proses produksi sebagai berikut :

4.2.1

Penimbangan Petugas penimbangan membuat bon permintaan bahan baku ke bagian

gudang. Barang harus sudah diserahkan sehari sebelum penimbangan. Bahan baku ditimbang berdasarkan jumlah teoritis dari suatu lot produksi berdasarkan batch record. Satu batch produk terdiri dari beberapa lot (satu batch oskadon terdiri dari 3 lot, satu batch bodrexin terdiri dari 2 lot). Setelah penimbangan selesai, hasil penimbangan tersebut akan diperiksa oleh petugas QC (IPC) untuk mengetahui kebenaran bahan yang ditimbang sesuai dengan yang tertera pada batch record agar tidak terjadi kesalahan penimbangan. Bahan bahan yang sudah diperiksa dan dinyatakan release kemudian diberi label siap proses yang artinya siap untuk diolah. Apabila terdapat sisa bahan baku dari penimbangan, barang akan dikembalikan ke gudang dengan menyerahkan form pengembalian bahan baku dari bagian produksi ke gudang.

4.2.2

Proses Granulasi

Tahap awal dari proses granulasi adalah pencampuran awal ( powder mixing) dan pembuatan bahan pengikat (pasta/binder). Kemudian dilakukan campur

basah antara powder mixing dengan bahan pengikat. Campuran basah yang sudah homogen kemudian dikeringkan.

48

Proses pengeringan ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu : 1. Pengeringan pertama Setelah pengeringan, granul diayak dan ditimbang untuk mengetahui apakah bobot granul sesuai dengan yang tertera pada batch record dan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan kedua. 2. Pengeringan kedua Granul yang sudah dikeringkan dicek nilai RH ( Relative Humidity) dan ditimbang untuk memastikan bahwa bobot granul sesuai dengan yang tertera pada batch record. Tahap selanjutnya adalah proses campur kering (lubrikasi). Pada tahap ini dilakukan pencampuran bahan bahan tambahan (granul ) dan zat aktif. Setelah selesai, serbuk campur kering (lubrikasi) ditampung dalam wadah (drum) untuk kemudian disampling dengan metode pengambilan sampling n + 1. Sampel diambil pada drum yang telah ditentukan dengan menggunakan Tip sampler (untuk mendapatkan lubrikasi pada bagian atas, tengah dan bawah drum). Sampel diperiksa oleh Quality Control. Selama menunggu hasil pemeriksaan, drum

lubrikasi diberikan label kuning dan dikarantina pada ruang karantina. Setelah dinyatakan released, label kuning diganti label hijau ( Passed) oleh petugas QC dan lubrikasi siap untuk dicetak.

4.2.3

Pencetakan Tablet

Proses pencetakan tablet meliputi beberapa tahap yaitu :

49

Pengisian granul dari hopper ke dalam dies yang dilakukan di dalam feeder dengan pembagian sejumlah granul berdasarkan volume yang ditetapkan dalam betch record. 1. Pengempaan dengan pre compress untuk membentuk tablet awal dan mengeluarkan udara yang ada pada granul. Punch atas dan bawah diberi tekanan dari compression roll atas dan bawah. Setelah itu kedua punch ditahan posisinya. 2. Tahap final compress yaitu proses yang terjadi sama dengan tahap pre compress. Dengan jumlah tekanan yang diberikan masing masing roll compress berbeda. Punch atas akan naik, dan punch bawah mendorong tablet yang ada dalam dies. Tablet yang dihasilkan, dibersihkan menggunakan alat deduster untuk membebaskan tablet dari debu. Pada tahap akhir pencetakan petugas QC akan melakukan analisa secara menyeluruh terhadap hasil cetak tablet dengan menyertakan form pengawasan pencetakan tablet pada batch record. Kualitas tablet dikontrol sesuai dengan persyaratan pada batch record meliputi kekerasan, ketebalan, diameter tablet, bobot, friabilitas disintegrasi, disolusi dan kadar zat aktif dalam tablet. Adapun permasalahan yang terjadi pada pencetakan tablet adalah : 1. Ketidakseragaman bobot tablet dikarenakan punch yang sudah aus sejalan dengan frekuensi pemakaian atau feeder yang tidak berfungsi dengan baik. 2. Ketidakseragaman kekerasan karena daya mesin yang dinamis dan perbedaan kecepatan yang digunakan. 3. Sticking karena pengeringan granul kurang sempurna sehingga masih ada granul yang melekat pada dies.

50

4. Capping yang terjadi karena kadar air pada granul terlalu rendah. 5. Cracking yang terjadi karena kadar air pada granul terlalu tinggi. Untuk menghasilkan tablet yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan, hasil cetak tablet diperiksa setiap interval 15 menit. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah mesin bekerja dengan kecepatan dan tekanan compression roll yang sama atau tidak selama proses produksi sehingga mempengaruhi hasil cetak tablet.

4.2.4

Pengemasan

Kegiatan pengemasan dilakukan terhadap produk ruahan yang telah dinyatakan release oleh petugas QC. Kegiatan pengemasan meliputi : 1. Pengemasan primer Pengemasan primer adalah pengemasan yang dilakukan terhadap produk ruahan dimana bahan pengemas yang digunakan akan kontak langsung dengan produk ruahan tersebut. Pengemasan primer terdiri dari : a) Strip packing dengan bahan pengemas berupa alumunium strip. b) Blistering dengan bahan pengemas berupa Poly Vinyl Chlorida (PVC) dan Hard Tempared Paper (HTP). c) Pot filling dengan bahan pengemas berupa pot plastik dan tutupnya. d) Tube filling dengan bahan pengemas berupa tube alumunium. Kegiatan pengemasan primer disesuaikan dengan jenis produk ruahan yang sudah selesai dicetak dan dinyatakan release oleh petugas QC. Operator mesin strip akan meminta form permintaan kontrol dan diserahkan kepada petugas IPC (In Process Control) grey area. Petugas IPC grey area akan memeriksa jalur

51

kesiapan pengemasan primer antara lain kondisi temperatur dan RH ruangan, kebersihan mesin dengan maksud untuk mencegah kontaminasi silang dengan produk ruahan lain dan memeriksa kesesuaian produk dan nomor batch yang akan dikemas. Strip packing baru dapat dijalankan setelah semuanya sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Petugas IPC akan memeriksa hasil strip packing setiap selang waktu tertentu. Pemeriksaan ini meliputi kebocoran strip packing, ukuran strip, nomor batch dan tanggal kadaluarsa produk yang tertera pada strip packing. Faktor yang berperan dalam pengemasan strip packing adalah temperatur dan tekanan pada kedua sealing roll agar alumunium foil dapat saling menempel dengan kuat. Kecepatan pemotongan hasil strip packing juga mempengaruhi kualitas dan ukuran panjang hasil strip packing. Hasil proses pengemasan primer disortir lagi oleh petugas sortir di ruang pengemasan sekunder (black area). Hasil sortiran yang baik ditampung pada wadah plastik dan ditempatkan di atas palet sesuai dengan jenis dan nomor batch untuk kemudian diproses pada pengemasan sekunder 2. Pengemasan sekunder Pengemasan sekunder adalah proses pengemasan yang dilakukan terhadap produk yang telah melalui pengemasan primer. Pada pengemasan ini, bahan kemas tidak kontak langsung dengan produk ruahan. Tahapan dalam proses pengemasan sekunder : a) Pra penandaan bahan kemas

52

Operator akan mengisi batch coding control sesuai dengan penandaan produk yang akan dijalankan. Batch coding control diserahkan ke supervisor pengemasan untuk diperiksa kebenarannya. Kemudian diserahkan ke bagian IPC untuk

mendapat persetujuan. Proses pra penandaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu emboss dan menggunakan tinta. Bahan kemas berupa folding box atau label yang sudah melalui tahap penandaan ditempatkan dalam wadah plastik sesuai dengan jenis dan nomor batchnya dan dipisahkan secara jelas antara satu batch dengan batch lainnya. b) Catch covering Produk yang sudah dalam kemasan alumunium strip hasil sortir akan dikemas dalam bentuk catch cover masing masing berisi 4 tablet. Operator mesin catch cover mengisi form permintaan kontrol penandaan dan diserahkan ke petugas IPC pengemasan sekunder untuk beserta contoh hasil mesin catch cover untuk diperiksa kebenaran dan kesesuaian penandaan pada catch cover. Petugas IPC juga memeriksa kesiapan jalur pengemasan untuk mencegah kontaminasi silang baik kontaminasi antar batch maupun antar produk. Apabila semua penerapan dinyatakan release, proses catch covering dapat dijalankan. Pada proses catch covering, strip packing dimasukkan dalam lembaran kertas catch cover lalu ditaruh dalam wadah feeder catch cover. Kemudian catch cover dimasukkan ke dalam lajur mesin catch cover oleh operator. Kedua sisi catch cover dapat menempel pada alumunium foil karena adanya pemanasan dan tekanan. Penandaan nomor batch dan expired date dilakukan dengan cara emboss pada mesin catch cover. c) Folding box

53

Catch cover yang telah diemboss, dipotong sesuai dengan ukuran yang ditetapkan dan hasilnya ditempatkan pada conveyor untuk dikemas dan disusun ke dalam folding box. Produk jadi tertentu ( filling, tube, tablet hasil strip packing untuk Bodrexin ) tidak menggunakan catch cover melainkan langsung dikemas dalam folding box secara manual disertai demgan leaflet yang sesuai. Setiap folding box yang sudah terisi dengan catch cover atau strips packing ditimbang satu per satu untuk memastikan bahwa jumlah catch cover dalam folding box sesuai dengan label yang tertera pada kemasan. Folding box dalam jumlah tertentu dimasukkan ke dalam karton atau kemasan tersier atau dalam kemasan plastik (srink wrap ) dan diberi nomor batch dan tanggal expire date, kemudian ditimbang. Penimbangan ini dimaksudkan untuk memeriksa kesesuaian jumlah folding box dalam kemasan karton. Setelah ditimbang dan dinyatakan sesuai, petugas memberikan cap atau stempel yang berisi hasil penimbangan serta paraf dan disaksikan oleh QC. Produk yang telah selesai dikemas, dikarantina menunggu persetujuan QC dengan penandaan label kuning karantina. Apabila produk tersebut telah

dinyatakan release, label kuning diganti label hijau PASSED. Produk tersebut diserahkan ke bagian gudang obat jadi oleh petugas administrasi disertai dengan penyerahan obat jadi. Produk siap untuk didistribusikan.

4.3 Departemen Gudang Gudang merupakan suatu bagian dari kegiatan produksi yang berfungsi untuk menyimpan stok material umumnya dalam jumlah banyak, penerimaan dan pendistribusian barang ke unit produksi yang membutuhkan, selain itu gudang

54

dapat berfungsi sebagai tempat untuk menerima dan menyimpan barang yang baru datang dari supplier. Bagian gudang dipimpin oleh seorang manager PPIC yang membawahi seorang supervisor yang disebut warehouse supervisor. Bagian gudang bertugas memberikan pelayanan penerimaan dan pengeluaran barang dari gudang baik bahan baku ataupun bahan kemas. Pelayanan penerimaan barang dilakukan berdasarkan purchase order yang diterbitkan oleh bagian pembelian. Bagian gudang juga menerima barang sisa atau rusak dari bagian produksi ataupun pengemas berdasarkan bon pengembalian bahan baku dan bahan kemas. Sedangkan pelayanan pengeluaran dari gudang berdasarkan surat permintaan dari bagian yang membutuhkan untuk melayani pesanan tersebut, petugas gudang terlebih dahulu melihat kartu dan buku stok untuk mengetahui persediaan barang. Barang barang yang perlu ditimbang terlebih dahulu ditimbang diruang penimbangan oleh petugas dispensing. Pada saat penerimaan barang, petugas akan mencocokkan dengan surat pemesanan. Setelah cocok, dilakukan pemeriksaan fisik, bila semua persyaratan terpenuhi petugas membuat laporan pemasukan barang (LPB). Bahan baku dan bahan kemas tersebut diberi label karantina barang dan di tempatkan di ruang karantina. Pada saat barang dikarantina maka petugas gudang akan membuat surat permintaan analisis ke bagian QC. Setelah mendapatkan hasil pemeriksaan dari bagian QC yang memenuhi syarat, maka petugas QC mengganti dengan label hijau (passed) tanda kelulusan, kemudian disimpan pada tempat tertentu yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pembuat obat. Jika barang tidak

55

memenuhi syarat maka petugas mengganti dengan label merah ( reject) tanda ditolak, kemudian dimusnahkan atau di kembalikan kepada supplier. Setiap minggu akan membuat laporan stock bahan baku dan bahan kemas. Pada akhir bulan dilakukan stock opname oleh bagian finance. Gudang memiliki beberapa ruang antara lain : 1. Ruangan untuk menyimpan bahan baku atau bahan kemas yang tahan pada suhu kamar/suhu ruang (ambient) 30 C 2. Ruangan untuk menyimpan bahan baku dan bahan kemas yang tidak tahan udara panas disimpan pada ruangan dingin dengan suhu 16 C 25 C misalnya vitamin, pelarut, spon, psikotropik dan lain lain. 3. Ruangan karantina untuk bahan baku dan bahan kemas. 4. Ruang barang barang reject. 5. Office gudang (administrasi dan sekretariatan).

Prosedur Pengambilan Contoh Bahan Baku 1. Pemeriksaan Dokumen : Periksa kesesuaian data data Goods Receipt Slip (GR) perihal nama pemasok, sertifikat analisis dari pabrik CoA dengan data GR dan CoA sebelumnya. 2. Pemeriksaan Kesesuaian Quantity dengan Goods Receipt 3. Pemeriksaan secara visual terhadap kemasan bahan baku, perihal nama, keadaan kemasan, nama bahan baku, nama pabrik pembuat, nomor batch, tanggal daluarsa, tanggal pembuatan (jika ada). 4. Prosedur Pengambilan Contoh

56

a. Jumlah wadah yang diambil contohnya n + 1 (n = jumlah wadah yang diterima). b. Pengambilan contoh berdasarkan sifat bahan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan memudahkan pembersihan alat pada pengambilan contoh. c. Pengambilan contoh khusus untuk bahan psikotropika dicatat di dalam form pengambilan sampel dan disaksikan oleh PPIC dan QC serta didokumentasikan. d. Untuk pemeriksaan yang perlu pemeriksaan mikrobiologi : Gunakan botol, tutup botol, batang pengaduk, pipet yang telah disterilkan pada suhu 108 C selama 90 menit. Dilakukan di ruangan khusus. e. Untuk pemeriksaan yang tidak perlu pemeriksaan mikrobiologi Menggunakan botol, tutup botol, thief sampler, sendok sekop yang bersih dan kering. f. Tempel label CONTOH sebanyak jumlah wadah yang akan diabil contoh. g. Pengambilan contoh : Zat padat / serbuk : ambil contoh dengan thief sampler pada posisi diagonal. Zat cair : ambil contoh dengan alat pengambil sehingga ujung alat pengambil contoh sehingga ujung alat pengambil contoh yang kurang 10 cm dari dasar wadah. Semisolid : ambil contoh dengan alat pengambil sehingga ujung alat pengambil contoh sehingga ujung alat pengambil contoh yang kurang 10 cm dari dasar wadah. h. Wadah yang telah diambil untuk contoh ditempel label Contoh Wadah Ini telah dibuka untuk pengambilan contoh.

57

Prosedur Pengambilan Contoh Bahan Kemas 1. Penerimaan dimana bagian PPIC menyerahkan permintaan Goods Receipt Slip, kemudian petugas sampling melihat quantity stock di stock overview (MMBE) apakah quantity sesuai dengan Goods Receipt Slip, setelah quantity stock sesuai maka petugas sampling membuat inspections results. Petugas menyusun berdasarkan kebutuhannya (yang telah diberi tanda cito/urgent), tanggal sesuai dengan prinsip FIFO (First In First Out). 2. Pemeriksaan secara visual terhadap bahan kemas bandingkan dengan Inspection Result dengan label asli dan periksa keadaan kemasan. 3. Bahan kemas disampling sejumlah n + 1 dari jumlah box / roll yang datang. 4. Bahan kemas yang diperiksa : No. Nama Kemasan 1 Alufoil printed Jenis Pemeriksaan Waktu Jumlah yang

Sampling dibawa ke Lab. Arah gulungan ( untuk yang ada Masing masing eyemark ), dan kerapihan sampel @ 50 cm.

gulungan, blobor, cetakan meleset, tidak jelas goresan dan jenis noda 2 3 4 Alufoil unprinted, PVC Botol, pipet Catch label, lain, kotor, warna. Goresan dan jenis noda lain, kotor, Masing masing kerapihan gulungan, warna. sampel @ 50 cm. Ada gelembung udara dalam gelas, 20 pcs

kotor, gumpil, pecah, warna. cover, Cetakan meleset, tidak jelas 20 pcs sampul, goresan dan jenis noda lain, blobor,

58

5 6

sachet, hanger Foam Folding box, innerbox

kotor, warna. Kotor, warna, bau Cetakan meleset,

tidak

10 x 10 cm jelas 20 pcs

goresan dan jenis noda lain, blobor, kotor, warna, locking system dari flap tidak berfungsi dengan baik,

7 8

Leaflet Outerbox

posisi lem tidak benar. Cetakan meleset, kotor, teks tidak 20 pcs ada, warna. Flap lem lepas, lekukan tidak ada, 1 pcs permukaan tidak rata, potongan

9 10

Partitions, layer single face PP CAPS

tidak rapi, teks dan ukuran p x l x t Kerapihan potongan Cetakan meleset, tidak

20 pcs

jelas 20 pcs

goresan dan jenis noda lain, blobor, 11 12 13 Sendok plastik Shrink Wrap Tube kotor, warna. Beripis warna Kotor, permukaan 20 pcs rata, Sejumlah sampling jelas 20 pcs

tidak

potongan tidak sama, warna Cetakan meleset, tidak

goresan dan jenis noda lain, blobor, kotor, warna. MASTER LABEL FOR NORMAL INSPECTION ( SINGEL SAMPLING ) ( MIL STD 105D ) AQL
Lot/batch size 2 150 151 500 501 1200 Sp. size 13 50 80

1%
Ac 0 1 2 Re 1 2 3 Lot/batch size 2 25 26 90 91 150

AQL
Sp. size 3 13 20

4%
Ac 0 1 2 Re 1 2 3

59

1201 3200 3201 10000 10001 35000 35001 150000 150001 500000 500000 - over

125 200 315 500 800 1250

3 5 7 10 14 21

4 6 8 11 15 22

151 280 281 500 501 1200 1201 3200 3201 10000 10001 - over

32 50 80 125 200 315

3 5 7 10 14 21

4 6 8 11 15 22

Ac : acceptante number Re : rejection number Catatan : - untuk kemasan primer menggunakan AQL 1 % - untuk kemasan sekunder menggunakan AQL 4 %

Kegiatan yang dilakukan selama PKL Kegiatan yang dilakukan selama PKL di PT. Supra Ferbindo Farma Departemen Pengawasan Mutu meliputi 4 kegiatan antara lain : analisa bahan baku, analisa rutin, preparasi mikrobiologi dan uji dissolusi. Analisa Bahan Baku yaitu memeriksa sampel bahan baku yang berupa cairan, cairan kental dan serbuk. Bahan baku yang diperiksa diantaranya :
No. 1. Sampel Sukrose Pemeriksaan Pemerian Syarat Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk kubus atau serbuk Hasil Sesuai ( MS )

60

hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara, netral terhadap lakmus. Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter Identifikasi Glukosa dan gula invert Keasaman kebasaan dan Memerlukan tidak lebih dari 0,3 ml NaOH 0,01 N untuk merubah warna larutan menjadi merah muda. Rotasi jenis Klorida Sulfat Kalsium Tidak kurang dari + 65,9C sampai 68C Tidak lebih dari 35 ppm Tidak lebih dari 60 ppm Pada 10 ml larutan 1 dalam 10, tambahkan 1 ml larutan ammonium oksalat 3,5 % b/v,larutan tetap jernih 2. Citric Acid Pemerian selama sekurang-kurangnya 1 menit. Kristal / serbuk kristalin, tidak berwarna / berwarna / berwarna putih, rasa asam Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, mudah larut alkohol ( 96%) Identifikasi a. b. Asam Oksalat Terbentuk endapan berwarna putih Larutan bersifat asam Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS ) 67,53C( MS ) Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS ) 0,20 ml ( MS ) Segera terbentuk endapan jingga Warna biru tidak hilang sempurna Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS )

Monohydrat e

Kekeruhan sampel tidak lebih intensif dari larutan standar.

Sulfat

Larutkan 1,0 g sampel dalam 15 ml air, gunakan 15 ml larutan standar sulfat 10 ppm

Sesuai ( MS

Kadar air 3. Coffein Kadar Pemerian

7,5% - 9,0% 99,5 101,0% Serbuk putih / bentuk jarum mengkilat

8,44%(MS) 100,73% ( MS ) Sesuai ( MS )

61

anhydrous

putih,

biasanya

menggumpal,

tidak

berbau, rasa pahit, larutan bersifat netral terhadap lakmus, bentuk hidratnya

mekar di udara. Kelarutan Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter. Identifikasi a. spektrum serapan IR zat yang telah dikeringkan dan didispersikan dalam minyak mineral P menunjukkan max. Hanya pada panjang gelombang yang sama seperti terhadap kofein standar / pembanding b. Residu berwarna ungu / lembayung dan hilang setelah di tambah larutan alkali kuat Jarak lebur 235 237,5 o C 235,4 - 237 o C (MS ) Alkaloidal lain Penetapan kadar Tidak terbentuk endapan 98,5% - 101% dihitung terhadap zat yang dikeringkan. Ukuran Partilel 4. Sodium Benzoat Kelarutan Tapped Volume Pemerian Tidak kurang dari 85% lolos mesh 40 60 114 ml / 50 g Serbuk kristal / granul putih tidak berbau Mudak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol 90% Identifikasi a. Terbentuk endapan kuning emas setelah diaduk beberapa menit b. memberikan nyala warna kuning nyata c. Endapan warna salmon Penetapan Kadar 99,0 100, 5% dihitung terhadap zat 99,63% ( MS ) Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS ) 94%( MS ) 64 ml / 50g Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS ) 99,87% ( MS ) Sesuai ( MS ) Sesuai ( MS )

62

kering 5. Alkohol Pemerian Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, higroskopis Identifikasi Terbentuk bau iodoform dan endapan warna kuning dalam waktu 30 menit Berat Jenis Keasaman 0,8050 0,8120 Tidal lebih dari 0,90 ml larutan NaOH 0,02 N diperlukan untuk merubah warna merah muda Aldehid dan zat organik lainnya Metanol Tidak terbentuk warna ungu Sesuai ( MS ) Warna merah muda tidak hilang Sesuai ( MS ) 0,8103 ( MS ) 0,80 ml ( MS ) Sesuai ( MS ) mudah terbakar dan Sesuai ( MS )

Analisa Rutin yaitu memeriksa kadar tablet dan lubrikan dari beberapa obat yang diproduksi oleh PT. Supra Ferbindo Farma dengan menggunakan metode titrasi dan spektrofrtometri. Sampel yang diperiksa antara lain : Hasil Kadar Tablet Oskadon No. Batch 031139 031149 031159 031169 Penetapan Kadar Parasetamol Caffein Parasetamol Caffein Parasetamol Caffein Parasetamol Caffein Syarat ( % ) 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 Hasil ( % ) 98,44 100,98 98,21 97,02 98,44 99,87 98,53 98,62 Kesimpulan Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat

63

031179

Parasetamol Caffein

90,0 110,0 90,0 110,0

98,37 97,79

Memenuhi syarat

Hasil Kadar Tablet Oskadon SP No. Batch 030119 030129 030139 030149 030159 Penetapan Kadar Parasetamol Ibuprofen Parasetamol Ibuprofen Parasetamol Ibuprofen Parasetamol Coffein Parasetamol Coffein Syarat ( % ) 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 90,0 110,0 Hasil ( % ) 98,13 101,15 98,92 102,81 98,04 100,40 97,88 99,49 96,53 99,08 Kesimpulan Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat

Preparasi Mikrobiologi yaitu mempersiapkan media dengan cara menimbang dan memasak media. Penimbangan media antara lain : 1. TSA ( Trypic Soy Agar ) dengan melarutkan 40 g serbuk dalam 1000 ml aquademin. TSA ini digunakan untuk media pertumbuhan bakteri. 2. SDA ( Sabouraud 4 % Dextrose Agar ) dengan melarutkan 65 g serbuk dalam 1000 ml aquademin. SDA ini digunakan untuk media pertumbuhan jamur.

Uji Dissolusi

64

yaitu memeriksa kadar tablet produk PT. Supra Ferbindo Farma untuk melihat kecepatan melarut suatu obat. Sampel yang diperiksa antara lain : Hasil uji dissolusi Oskadon Tablet Uji No. Batch 031119 021239 031339 031539 031549 Dissolusi Parasetamol Caffein Parasetamol Caffein Parasetamol Caffein Parasetamol Caffein Parasetamol Caffein Hasil uji dissolusi Contrex Tablet Uji No. Batch 030059 030079 030099 030119 030015 Dissolusi Parasetamol Parasetamol Parasetamol Parasetamol Parasetamol Syarat Q30 menit 85,0 - 110% Q30 menit 85,0 - 110% Q30 menit 85,0 - 110% Q30 menit 85,0 - 110% Q30 menit 85,0 - 110% Hasil ( % ) 98.85 98,83 99,71 99,61 95,58 Kesimpulan Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat Syarat Q45 menit 75,0 % Q45 menit 75,0 % Q45 menit 75,0 % Q45 menit 75,0 % Q45 menit 75,0 % Hasil ( % ) 100,77 101,18 101,14 100,43 102,51 101,01 101,61 102,16 102,10 101,51 Kesimpulan Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat Memenuhi syarat

65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 1. Gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab farmasis di PT. Supra Ferbindo Farma yang berkaitan dengan penerapan CPOB akan terbentuk saat Pembekalan PKL (Praktek Kerja Lapangan) dilakukan. 2. PT. Supra Ferbindo Farma merupakan salah satu anak dari PT Tempo Scan Pasific yang bergerak dalam bidang produksi obat bebas ( Over The Counter) yang telah menerapkan CPOB dengan baik. 3. Departemen pengawasan mutu berperan aktif dalam mengendalikan dan mengawasi mutu suatu produk mulai dari bahan baku, produk antara, produk ruahan , bahan pengemas, produk jadi dan dalam proses produksi yang sesuai dengan ketentuan CPOB 4. Analisa yang dilakukan di Departemen Pengawasan Mutu PT Supra Ferbindo Farma telah sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan tersebut.

6.2 Saran 1. Sebagai salah satu perusahaan farmasi yang sangat memperhatikan kebutuhan masyarakat akan pengobatan yang mudah dijangkau, maka PT. Supra Ferbindo Farma diharapkan mampu mempertahankan dan meningkatkan prinsip CPOB yang telah diterapkan sehingga mampu bertahan dan bersaing dengan industri farmasi lainnya.

66

2. Sebaiknya mahasiswa/i PKL ditempatkan sesuai dengan bidangnya terutama bagi kami mahasiswa farmasi yang tidak sepenuhnya area pendidikannya berada di laboratorium, tetapi juga di bagian produksi, sistem pemasaran maupun bagian lainnya, sehingga mahasiswa/i dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa/i tersebut.

67

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001, Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Anonim, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Lachman.L, et al, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi III ( terj. Oleh Siti suyatmi ), Universitas Indonesia, Jakarta. Ansel, C, Howard, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV ( terj. Oleh Farida Ibrahim ), Universitas Indonesia, Jakarta. Dr. Harmita,Apt , 2006, Buku Ajar Analisis Fisika - Kimia, Departemen Farmasi FMIPA UI, Jakarta. Voight, Rudolf, 1995, Buku Ajar Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai