Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam


rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Kesehatan merupakan hak
mendasar yang dimiliki oleh setiap warga Negara yang berada di Indonesia
dan setiap lapisan masyarakat memiliki hak yang sama dalam menerima
pelayanan kesehatan dari instansi yang memberikan pelayanan kesehatan
(Sanah,nor.2017).

Dalam kaitan ini pendidikan tenaga kesehatan diselenggarakan untuk


memperoleh tenaga kesehatan yang bermutu yang mampu mengemban tugas
untuk mewujudkan perubahan, pertumbuhan dan pembaruan dalam rangka
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat
(Sampurno,2014).

Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan belajar yang


melibatkan mahasiswa secara aktif di dalam prosesnya. Kegiatan PKL
dirancang untuk memberikan pengalaman praktis kepada mahasiswa dalam
menggunakan metodologi yang relevan untuk menganalisis keadaan,
identifikasi masalah, dan menetapkan alternatif solusi.Kegiatan pembelajaran
di lahan praktik dirancang berdasarkan garis-garis besar mata ajar, sehingga
mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar praktik di tatanan yang nyata
secara benar dan terarah untuk pencapaian kompetensi yang telah
diisyaratkan dalam kurikulum (Hosizah,2017).

Industri farmasi merupakan salah satu tempat untuk melakukan


pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pembuatan, pengendalian
mutusediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan
pengembangan obat (Priyambodo Bambang,2015).

Page 1
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang
jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu
obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih
memperhatikan proses produksi dan penganan bahan baku (Darisa
dean,dkk,2012).

Untuk menghasilkan produk obat yang bermutu, aman dan berkhasiat


diperlukan suatu tahap kegiatan yang sesuai CPOTB (Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik) meliputi aspek yang menyangkut pembuatan obat
tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi
dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani
(Sampurno,2014).

Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk


menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu
sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga
kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan
demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat
tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara
lain baik dipasar dalam negeri maupun internasional (BPOM RI,2005).

Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara


terus menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar maupun
kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah dan
pentahapan yang terprogram (BPOM RI,2005).

PT. JAMU AIR MANCUR yang terletak di Jalan Raya Solo-Sragen


Km.7 Palur, Desa Tegalharjo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah karena merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi
berbagai macam jenis jamu dan minuman. Langkah-langkah produksi jamu di
PT. JAMU AIR MANCUR ini meliputi proses penggilingan, pengayakan,

Page 2
pengadukan, pemeriksaan laboratorium dan pengemasan. Produk yang
dihasilkan PT. JAMU AIR MANCUR terdiri dari 3 macam yaitu produk obat
dalam, obat luar dan minuman. Produk obat dalam meliputi jamu serbuk dan
jamu ekstrak. Produk obat luar meliputi param, pilis, tapel, mangir, lulur,
bedak dan minyak telon. Minuman meliputi Madurasa, Mukasa, Madukola,
Madu Fiber dan Serbat(Wahyuningsih Rina,2017)..

Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak


hanya dalam bentuk obat tradisional (jamu), tetapi juga dalam bentuk obat
terstandar dan fitofarmaka, maka pedoman cara pembuatan obat tradisional
yang baik ini dapat pula di berlakukan bagi industri yang memproduksi obat
herbal terstandar dan fitofarmaka(Darisa dean,dkk,2012).

B. Tujuan
1. Tujuan umum.
a. Mampu memahami proses perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian sediaan industri farmasi.
b. Untuk meningkatkan dan memahami ilmu pengetahuan terhadap hal-hal
yang dapat merugikan masyarakat tentang penggunaan obat tradisional
yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
c. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup sebagai tenaga
teknis kefarmasian di bidang kefarmasian khususnya di industri
farmasi.
2. Tujuan khusus
a. Untuk meningkatkan atau menambah ilmu dalam pengelolaan
perbekalan obat tradisional.
b. Untuk memenuhi penerapan CPOTB oleh usaha industri farmasi
khususnya dibidang obat tradisional sehingga bermanfaat bagi
perkembangan industri dibidang obat tradisional.
c. Mampu memahami bagaimana peningkatan nilai tambah dan daya saing
produk obat tradisional Indonesia dalam era pasar.

Page 3
C. Manfaat.
1. Menambah ilmu pengetahuan dalam hal proses pengadaan, penerimaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat dalam industri farmasi.
2. Dapat mengetahui penerapan CPOTB secara konsisten oleh industri
dibidang bahan obat tradisional.
3. Dapat menyesuaikan atau mengembangkan teori yang sudah diterima
dikampus dengan kenyataan yang ada dilapangan untuk disajikan
pembelajaran.
4. Dapat mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang belum pernah ada di
laboratorium.

Page 4
BAB II

TINJAUAN UMUM

Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB) adalah bagian dari
Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi
produk. CPOTB mencakup produksi dan pengawasan mutu (BPOM RI, 2005).

A. Manajemen Mutu.
1. Prinsip
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan
Nomor HK.03.1.23.06.11.5629Tahun 2011.Industri obat tradisional harus
membuat obat tradisional sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui
suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari
semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok
dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan
dapat diandalkan, diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) termasuk pengawasan
mutu dan Manajemen risiko mutu.

Unsur dasar manajemen mutu adalah :


a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.

Page 5
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa
pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian
mutu.
c. Semua bagian sistem pemastian mutu hendaklah didukung dengan
ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta
peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal
hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu). Terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau ditolak, yang
didasarkan atas hasil ujian dan kenyataan-kenyataan yang dijumpai
yang berkaitan dengan mutu (BPOM RI, 2011).
2. Pemastian Mutu
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua
hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi
mutu dari obat tradisional yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah
totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan
bahwa obat tradisional dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOTB ditambah
dengan faktor lain di luar Persyaratan Teknis ini, seperti desain dan
pengembangan produk (BPOM RI, 2011).
Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi industri obat
tradisional hendaklahmemastikan bahwa (BPOM RI, 2011) :
a. Desain dan pengembangan obat tradisional dilakukan dengan cara yang
memperhatikanpersyaratan CPOTB dan Cara Berlaboratorium
Pengawasan Mutu yang Baik.
b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan
CPOTB diterapkan.
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian
jabatan.

Page 6
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan
bahan awal dan pengemas yang benar.
e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-
proses (in-process controls) lain serta validasi.
f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses,
pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan
pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi
semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian
dan/atau pengawasan selama-proses, pengkajian dokumen produksi
termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang
telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi
dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
g. Obat tradisional tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala
manajemen mutu (pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap bets
produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan
aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan obat tradisional.
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungkin, obat tradisional disimpan, di distribusikan dan selanjutnya
ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa
edar/simpan obat tradisional.
i. Tersedia prosedur inspeksi diri yang secara berkala mengevaluasi
efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui
untuk memastikan mutu bahan memenuhi Spesifikasi yang telah
ditentukan oleh perusahaan.
k. Penyimpangan dilaporkan, diinvestigasi dan dicatat.
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
mutu produk.
m. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui; dan

Page 7
n. Evaluasi berkala mutu obat tradisional dilakukan untuk verifikasi
konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang
berkesinambungan (BPOM RI, 2011).
3. Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan
terhadap semua obat tradisional terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan
tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi
bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.
Pengkajian biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi
paling sedikit (BPOM RI, 2011) :
a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk,terutama yang dipasok dari sumber baru.
b. Kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil
pengujian produk jadi.
c. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifiksasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan.
d. Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses
pengolahan.
f. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren
yang tidak diinginkan.
g. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat
tradisional yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang
telah dilakukan, dan
h. Kajian terhadap status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan
misal sistem tata udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain lain.

Page 8
Industri obat tradisional dan pemegang izin edar, bila berbeda,
hendaklah melakukanevaluasi terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian
hendaklah dibuat untuk menentukanapakah tindakan perbaikan dan
pencegahan ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan.Alasan tindakan
perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan danperbaikan
yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat
waktu.Hendaklah tersedia prosedur manajemen untuk manajemen yang sedang
berlangsungdan pengkajian aktivitas serta efektivitas prosedur tersebut yang
diverifikasi pada saatinspeksi diri. Bila dapat dibenarkan secara ilmiah,
pengkajian mutu dapat dikelompokkanmenurut jenis produk, misal sediaan
padat, sediaan cair, dan lain-lain (BPOM RI, 2011).
Bila pemilik izin edar bukan industri obat tradisional, maka perlu ada
suatu KesepakatanTeknis dari semua pihak terkait yang menjabarkan siapa
yang bertanggung jawab untukmelakukan kajian mutu. Kepala Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu), yang bertanggungjawab untuk melakukan sertifikasi
bets, bersama dengan pemilik izin edar hendaklahmemastikan bahwa
pengkajian mutu dilakukan tepat waktu dan akurat (BPOM RI, 2011).
4. Manajemen Risiko Mutu
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk
melakukan penilaian,pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu
produk. Hal ini dapatdiaplikasikan secara proaktif maupun
retrospektif.Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:(BPOM RI,
2011).
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah,pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada
perlindungan konsumen, dan
b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko
mutu sepadan dengan tingkat risiko (BPOM RI, 2011).

Page 9
B. Personalia
1. Prinsip
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
tradisional yang benar. Oleh sebab itu industri obat tradisional
bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab
tiap personil hendaklah dipahami masing-masing dan dicatat. Seluruh
personil hendaklah memahami prinsip CPOTB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang
berkaitan dengan pekerjaannya (BPOM RI, 2011).
2. Umum
a. Industri obat tradisional hendaklah memiliki personil yang
terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai.
Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindari risiko terhadap mutu obat tradisional (BPOM RI, 2011).
b. Industri obat tradisional harus memiliki struktur organisasi. Tugas
spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab
hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka
boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai
tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOTB
tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung
jawab yang tercantum pada uraian tugas (BPOM RI, 2011).
3. Personil Kunci
Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian
pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Posisi kunci tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian
Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala
bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain
(BPOM RI, 2011).

Page 10
4.Organisasi, Kualifikasi Dan Tanggung Jawab
a. Struktur organisasi industri obat tradisional hendaklah sedemikian rupa
sehingga bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu)/pengawasan
mutu dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab
satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi
wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara efektif. Hendaklah personil tersebut tidak
mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat
atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakantanggung jawab atau
yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi ataufinansial.
b. Kepala bagian Produksi hendaklah seorang yang terkualifikasi dan lebih
diutamakan seorang apoteker, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat
tradisional dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah
diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat
tradisional, termasuk (BPOM RI, 2011) :
1) Memastikan bahwa obat tradisional diproduksi dan disimpan sesuai
prosedur agarmemenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
2) Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi
dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.
3) Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan
ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan
kepada kepala bagian Manajemen Mutu (pemastian mutu).
4) Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di
bagian Produksi.
5) Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan
6) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi
personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai
kebutuhan.

Page 11
c. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang terkualifikasi dan
lebihdiutamakan seorang apoteker, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memilikipengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial
sehinggamemungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional.
Kepala bagianPengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan
tanggung jawab penuh dalamPengawasan Mutu, termasuk (BPOM RI,
2011):
1) Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi.
2) Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah
dilaksanakan.
3) Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan
contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
4) Memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis.
5) Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di
bagian Pengawasan Mutu.
6) Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan, dan
7) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil
di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
d. Tugas lain departemen Pengawasan Mutu (BPOM RI, 2011) :
1) Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang
apoteker yang terdaftar, terkualifikasi dan berfungsi sebagai Apoteker
Penanggung Jawab. Yang bersangkutan hendaklah memperoleh
pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan
tugas secara professional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk
melaksanakan tugas yang berhubungan dengan Sistem Mutu/ Pemastian
Mutu, termasuk (BPOM RI, 2011) :
a) Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) Sistem
Mutu.

Page 12
b) Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu
perusahaan.
c) Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri
berkala.
d) Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu.
e) Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal
(audit terhadap pemasok) memprakarsai dan berpartisipasi dalam
program validasi.
f) Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan otoritas
pengawasan obat tradisional yang berkaitan dengan mutu produk
jadi.
g) Mengevaluasi/mengkaji catatan bets, dan
h) Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait.
2) Masing-masing kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) memiliki tanggung jawab bersama
dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang
berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan
POM) mencakup (BPOM RI, 2011) :
a) Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk
amandemen.
b) Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat
tradisional.
c) Higiene pabrik.
d) Validasi proses.
e) Pelatihan.
f) Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan.
g) Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat tradisional atas
dasar kontrak.
h) Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan
produk.

Page 13
i) Penyimpanan catatan.
j) Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOTB.
k) Inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel, untuk pemantauan
faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk.
3) Dalam bagian Pengawasan Mutu hendaklah tersedia seorang personil
yangmempunyai keahlian khusus di bidang obat tradisional agar dapat
melakukan uji identifikasi dan mendeteksi penambahan atau penggantian
bahan, pertumbuhan kapang/khamir, gangguan hama, ketidakseragaman
dalam pasokan bahan mentah obat tradisional, dll (BPOM RI, 2011).
5. Pelatihan
a. Industri obat tradisional hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh
personil yangkarena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang
penyimpanan ataulaboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan
petugas kebersihan), dan bagipersonil lain yang kegiatannya dapat
berdampak pada mutu produk.
b. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOTB, personil baru
hendaklahmendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan.
Pelatihanberkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas
penerapannyahendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program
pelatihan yangdisetujui kepala bagian masing-masing atau, di mana perlu,
bersama-sama. Catatanpelatihan hendaklah disimpan.
c. Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area
di manapencemaran merupakan risiko, misalnya area penimbangan,
pengolahan dan lain-lain
d. Pengunjung atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak
masuk kearea produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat
dihindarkan,hendaklah mereka diberi penjelasan lebih dahulu, terutama
mengenai higieneperorangan dan pakaian pelindung yang dipersyaratkan
serta diawasi dengan ketat.

Page 14
e. Konsep Pemastian Mutu dan semua tindakan yang tepat untuk
meningkatkanpemahaman dan penerapannya hendaklah dibahas secara
mendalam selamapelatihan.
f. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi (BPOM RI,
2011).

C. Peralatan
1. Umum
Peralatan untuk pembuatan obat tradisional hendaklah memiliki
desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan
dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat tradisional terjamin
sesuaidesain serta seragam dari bets ke bets danuntuk memudahkan
pembersihan serta perawatan (BPOM RI, 2011).
2. Desain Dan Konstruksi
Desain dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai
berikut (BPOM RI, 2011) :
a. Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan
tujuannya.
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk
antara, produk ruahan, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan
reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau
kemurnian di luar batas yang ditentukan. Apabila penggunaan alat
tradisional diperlukan (seperti perkakas kayu, periuk tanah liat, talenan,
corong dll.), maka ini hendaklah diperuntukkan khusus (dedicated),
kecuali di justifikasi lain. Jika alat seperti itu digunakan, maka
dianjurkan agar alat tsb. tidak berkontak langsung dengan bahan
kimiawi atau bahan yang terkontaminasi. Apabila penggunaan perkakas
dari kayu tidak dapat dihindarkan, pertimbangan khusus harus diberikan
untuk pembersihannya sebab bahan yang terbuat dari kayu dapat
meresap bau, mudah berubah warna dan mudah terkontaminasi.

Page 15
c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya
pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang
sedang diolah sehingga tidak memengaruhi identitas, mutu atau
kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan
pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi
dan adaptasi yang tidak tepat.
e. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang
rinci dan tervalidasi serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
f. Metode vakum atau pencucian lebih diutamakan. Jika metode
pencucian diterapkan, peralatan hendaklah segera dikeringkan untuk
mencegahpertumbuhan mikroorganisme. Pembersihan dengan
menggunakan udara tekan dan sikat hendaklah dilaksanakan dengan
hati-hati dan bila mungkin dihindarkan, karena metode tsb. dapat
meningkatkan risiko kontaminasi terhadap produk.
g. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau
bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan
mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris
yang kedap eksplosi serta di bumikan dengan benar.
h. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan
ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan
yang digunakan untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat
hendaklah diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan
prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah
dicatat dan disimpan dengan baik.
i. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak
boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan
filter khusus yang tidak melepaskan serat, dan

Page 16
j. Pipa air suling, air de-ionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk
produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis tervalidasi.
Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan
tindakan yang harus dilakukan (BPOM RI, 2011).
3. Pemasangan Dan Penempatan
a. Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil
kemungkinan terjadi pencemaran silang antar bahan di area yang
sama. Peralatanhendaklah dipasang sedemikian rupa untuk
menghindari risiko kekeliruan ataupencemaran.
b. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang
cukup untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi
kekeliruan dan campur-baur produk.
c. Semua sabuk (belt) dan pulley mekanis terbuka hendaklah dilengkapi
dengan pengaman.
d. Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain
hendaklah dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap
tahap proses. Pipa hendaklah diberi penandaan yang jelas untuk
menunjukkan isi dan arah aliran.
e. Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas
yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan
catatan bets untuk menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan
pada pembuatan bets tersebut kecuali bila peralatan tersebut hanya
digunakan untuk satu jenis produk saja.
f. Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan dari
area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya, diberi
penandaan yang jelas (BPOM RI, 2011).
4. Perawatan
a. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah
malfungsi ataupencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu
atau kemurnian produk.

Page 17
b. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan
risiko terhadap mutu produk.
c. Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia lain seperti cairan alat
penguji suhu hendaklah dievaluasi dan disetujui dengan proses
formal.
d. Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan
dipatuhi.
e. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama
hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal,
waktu, produk, dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan
alat tersebut. Catatan untuk peralatan yangdigunakan khusus untuk
satu produk saja dapat ditulis dalam Catatan Produksi Bets (BPOM
RI, 2011).

D. Sanitasi dan Higiene


1. Prinsip
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan
pada setiap aspek pembuatan obat tradisional. Ruang lingkup
sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu
yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program
sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.Karena
sumbernya, bahan obat tradisional dapat mengandung
cemaranmikrobiologisdisamping itu, proses
pemanenan/pengumpulan dan proses produksi obat tradisional
sangat mudah tercemar oleh mikroba. Untuk menghindarkan
perubahan mutu dan mengurangi kontaminasi, diperlukan penerapan
sanitasi dan higiene berstandar tinggi.Bangunan dan fasilitas serta
peralatan hendaklah dibersihkan dan, di mana perlu, didisinfeksi

Page 18
menurut prosedur tertulis yang rinci dan tervalidasi (BPOM RI,
2011).
2. Higiene Perorangan
a. Tiap orang yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan
pakaian pelindung untuk menghindarkan bahan yang berpotensi
menimbulkan alergi. Hendaklah mereka mengenakan sarung tangan,
penutup kepala, masker, pakaian dan sepatu kerja selama proses
produksi.
b. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan
pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang
memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu
maupun bukan karyawan yang berada di area pabrik, misalnya
karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan
inspektur.
c. Untuk menjamin perlindungan produk terhadap pencemaran dan untuk
keamanan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung
yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut.
Pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang)
hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian.
d. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan
terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program
tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan
kesehatan, praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur
hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang
bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah
dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi
pelatihan (BPOM RI, 2011).
e. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan
pada saat direkrut. Industri harus bertanggung jawab agar tersedia
instruksi yang memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang
dapat memengaruhi mutu produk diberitahukan kepada manajemen

Page 19
industri. Sesudah pemeriksaan kesehatan awal hendaklah dilakukan
pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala.
f. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.
Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan.
Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah
memperhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi.
g. Tiap personil yang mengidap infeksi, penyakit kulit atau menderita luka
terbuka yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang
menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses
dan produk jadi sampai dia sembuh kembali.
h. Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk
melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau
personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk
(BPOM RI, 2011).
i. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator
dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan
juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
j. Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci
tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi.
Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.
k. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman,
menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat
pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area
produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin
berdampak terhadap mutu produk (BPOM RI, 2011).
3. Sanitasi Bangunan Dan Fasilitas
a. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat tradisional hendaklah
didesaindan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang
baik.

Page 20
b. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan
ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah
diakses dari area pembuatan.
c. Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan
pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat.
d. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman
hendaklah dibatasi di area khusus, misalnya kantin. Sarana ini
hendaklah memenuhi standar saniter.
e. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah
dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai dan diberi penandaan yang
jelas untuk dipindahkan ke tempat penampungan di luar bangunan dan
dibuang secara teratur dan berkala, paling sedikit minimal sekali sehari,
dengan cara saniter.
f. Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh
mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang
diproses atau produk jadi (BPOM RI, 2011).
g. Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida,
insektisida, fungisida, agens fumigasi, pembersih dan sanitasi yang
tepat. Prosedur tertulis tersebut hendaklah disusun dan dipatuhi untuk
mencegah pencemaran terhadap peralatan, bahan awal, wadah obat
tradisional, tutup wadah, bahan pengemas dan label atau produk jadi.
Rodentisida, insektisida dan fungisida hendaklah tidak digunakan
kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan terkait.
h. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab
untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal,
metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk
pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah
dipatuhi.
i. Prosedur sanitasi hendaklah berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan
oleh kontraktor atau karyawan sementara maupun karyawan purna
waktu selama pekerjaan operasional biasa.

Page 21
j. Segala praktik tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang
dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang
(BPOM RI, 2011).
4. Pembersihan Dan Sanitasi
a. Peralatan
1) Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian
luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih.
Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk
memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya
telah dihilangkan.
2) Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih
dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan
dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah
risiko pencemaran produk (BPOM RI,2011).
3) Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-
pindahkan dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah
dilaksanakan dalam ruangan yang terpisah dari ruangan
pengolahan.
4) Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi
peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional hendaklah dibuat, divalidasi dan ditaati. Prosedur ini
hendaklah dirancang agar pencemaran peralatan oleh agens
pembersih atau sanitasi dapat dicegah. Prosedur ini setidaknya
meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal, metode,
peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode
pembongkaran dan perakitan kembali peralatan. yang mungkin
diperlukan untuk memastikan pembersihan yang benar terlaksana.
Jika perlu, prosedur juga meliputi penghilangan identitas bets
sebelumnya serta perlindungan peralatan yang telah bersih
terhadap pencemaran sebelum digunakan.

Page 22
5) Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi dan inspeksi
sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar.
6) Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap pencemaran
mikroba, enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan
dalam wadah yang sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah
disimpan untuk jangka waktu tertentu (BPOM RI, 2011).

E. Produksi
1. Prinsip
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
tervalidasi yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOTB
yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin
edar (registrasi). Untuk bahan mentah - baik yang dibudidayakan
maupun yang hidup secaraliar, dan yang digunakan baik dalam bentuk
bahan mentah maupun sudahmelalui tehnik pengolahan sederhana
(misal perajangan atau penghalusan) tahap kritis pertama dalam proses
produksi, dalam hal ini di mana persyaratanteknis ini mulai
diterapkan, hendaklah ditentukan dengan jelas. Penjelasantentang hal
tersebut hendaklah dinyatakan dan didokumentasikan.
Petunjukdiberikan seperti berikut. Namun untuk proses seperti
ekstraksi, fermentasidan pemurnian, penentuannya hendaklah
ditetapkan berdasarkan kasus-perkasus (BPOM RI, 2011).
a. Pengumpulan/pembudidayaan dan /atau pemanenan, proses pasca
panentermasuk pemotongan pertama dari bahan alamiah hendaklah
dijelaskansecara rinci.
b. Jika diperlukan penghalusan lebih lanjut dalam proses
pembuatannya, hendaklah hal tersebut dilakukan sesuai CPOTB.
c. Dalam hal bahan aktif, sesuai definisi dalam Glosarium, terdiri
hanya dari rajangan atau serbuk, aplikasi dari persyaratan teknis ini

Page 23
dimulai pada proses fisik yang mengikuti pemotongan awal dan
perajangan, dan termasuk pengemasan.
d. Jika ekstraks digunakan, prinsip-prinsip dari persyaratan teknis ini
hendaklah diberlakukan pada setiap tahap produksi mengikuti
proses pasca panen / pasca pengumpulan.
e. Dalam hal produk jadi diolah secara fermentasi, penerapan CPOTB
hendaklah meliputi seluruh tahap produksi sejak pemotongan awal
dan penghalusan (BPOM RI, 2011).
2. Umum
a. Bahan hendaklah ditangani dengan cara yang tidak mengubahproduk.
Pada saat bahan alamiah tiba di pabrik hendaklah langsungditurunkan
dan dibongkar. Selama proses ini berlangsung hendaklah bahanalamiah
dihindarkan kontak langsung dengan tanah. Lebih lanjut,hendaklah juga
dihindarkan dari sinar matahari langsung (kecuali haltersebut
merupakan kebutuhan spesifik, misal pengeringan dengan
sinarmatahari) dan hendaklah terlindung dari hujan serta kontaminasi
mikroba.
b. Hendaklah diperhatikan “klasifikasi“ atas kebutuhan area terkendali
dengan mempertimbangkan kemungkinan kontaminasi mikroba yang
tinggi dari bahan alam. Klasifikasi bangunan yang berlaku untuk area
produksi bahan obat kemungkinan tidak bisa digunakan untuk
pengolahan bahan alam. Persyaratan yang detil dan spesifik hendaklah
dibuat untuk menghindari kontaminasi mikroba atas peralatan, udara,
permukaan dan personil, dan juga toilet, utilitas, sarana dan sistem
penunjang (misal air dan udara bertekanan).
c. Hendaklah diperhatikan pemilihan metode pembersihan yang sesuai
dengan karakteristik bahan yang diproses. Apabila perendaman bahan
dengan air atau bahan lain yang sesuai (misal disinfektan) tidak bisa
dihindarkan (misal untuk menghilangkan bakteri coliform), hendaklah
digunakan dengan dosis yang sesuai.

Page 24
d. Keberadaan bahan dari spesies dan varietas yang berbeda, atau bagian
tanaman/binatang yang berbeda hendaklah dikendalikan selama proses
produksi untuk mencegah kontaminasi, kecuali telah dijamin bahwa
bahan tersebut ekivalen (BPOM RI, 2011).
e. Jika dalam Prosedur Produksi Induk disebutkan batas waktu, untuk
memastikan kualitas produk antara dan produk jadi, hendaklah batas
tersebut tidak dilampaui. Makin sedikit diketahui komponen yang
menghasilkan aktifitas terapeutik, hendaklah semakin ketat ketentuan
ini ditaati. Meskipun demikian, batas waktu tersebut kemungkinan tidak
sesuai ketika proses berjalan untuk mencapai target parameter tertentu
(misal pengeringan sampai mencapai spesifikasi yang ditetapkan)
karena penyelesaian tahap proses ditentukan oleh pengambilan sampel
selamaproses dan pengujian.
f. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang
kompeten.
g. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan,
pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai
dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
h. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan
terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan
kepada bagian pengawasan mutu.
i. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai
dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi.
j. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara teratur pada
kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya dan diatur sedemikian
agar ada pemisahan antar bets dan memudahkan rotasi stok (BPOM RI,
2011).

Page 25
k. Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya hendaklah
dilakukan sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari
batas yang telah ditetapkan.
l. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara
bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak
ada risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang.
m. Tiap tahap pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi
terhadap kontaminasi mikroba atau kontaminasi lain (BPOM RI,2011).
n. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau
mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah
diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah
dan nomor bets. Bila perlu penandaan ini hendaklah juga menyebut-kan
tahap proses produksi.
o. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti
ganda dan dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna
sering kali sangat membantu untuk menunjukkan status (misalnya:
karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).
p. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat
lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung
dengan benar.
q. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin
dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ditangani
sesuai prosedur penanganan penyimpangan yang disetujui secara
tertulis oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan,
bila perlu, melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
r. Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya
untuk personil yang berwenang.
s. Pada umumnya pembuatan produk non-medisinal hendaklah
dihindarkan dibuat di area dan dengan peralatan yang dikhususkan
untuk obat tradisional (BPOM RI, 2011).

Page 26
3. Bahan Awal
a. Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telahdisetujui
dan memenuhi spesifikasi yang relevan.
b. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklahdicatat.
Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomorbets/lot/QC,
tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dantanggal
daluwarsa bila ada.
c. Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklahmemenuhi
spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakandalam spesifikasi.
Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmihendaklah tidak dipakai.
d. Tiap pengiriman atau bets bahan awal hendaklah diberi nomor rujukanyang
akan menunjukkan identitas pengiriman atau bets selamapenyimpanan dan
pengolahan. Nomor tersebut hendaklah jelas tercantumpada label wadah
untuk memungkinkan akses ke catatan lengkap tentangpengiriman atau bets
yang akan diperiksa.
e. Apabila dalam satu pengiriman terdapat lebih dari satu bets maka
untuktujuan pengambilan sampel, pengujian dan pelulusan,
hendaklahdianggap sebagai bets yang terpisah.
f. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual
tentangkondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan
kemungkinanada kerusakan bahan, dan tentang kesesuaian catatan
pengiriman denganlabel dari pemasok. Sampel diambil oleh personil dan
dengan metodeyang telah disetujui oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.
g. Wadah dari mana sampel bahan awal diambil hendaklah diberi identifikasi
h. Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap
spesifikasi.Dalam keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau keseluruhan
terhadapspesifikasi dapat ditunjukkan dengan sertifikat analisis (jika sesuai)
yangdiperkuat dengan pemastian identitas yang dilakukan sendiri(BPOM
RI, 2011).

Page 27
i. Hendaklah diambil langkah yang menjamin bahwa semua wadah padasuatu
pengiriman berisi bahan awal yang benar, dan melakukanpengamanan terhadap
kemungkinan salah penandaan wadah olehpemasok.
j. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui
dandiluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu.
k. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label
hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut (BPOM RI,
2011):
1) Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan.
2) Nomor bets/ nomor kontrol (mutu) yang diberikan pada saat penerimaan
bahan.
3) Status bahan (misal: karantina, diluluskan, ditolak).
4) Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang, bila perlu.
5) Jika digunakan sistem penyimpanan dengan komputerisasi yangdivalidasi
lengkap, maka semua keterangan di atas tidak perlu dalambentuk tulisan
yang terbaca pada label.
l. Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan
olehpersonil yang ditunjuk oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.
Untukmencegah kekeliruan, label tersebut hendaklah berbeda dengan label
yangdigunakan oleh pemasok misalnya dengan mencantumkan nama atau
logoperusahaan. Bila status bahan mengalami perubahan, maka label
penunjukstatus hendaklah juga diubah.
m. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa secara berkala untukmeyakinkan
bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label dengan benardan dalam kondisi
yang baik. Terhadap bahan tersebut hendaklahdilakukan pengambilan sampel
dan pengujian ulang secara berkala sesuaidengan spesifikasi yang ditetapkan.
Pelaksanaan pengambilan sampelulang hendaklah diawali dengan penempelan
label uji ulang dan/ataudengan menggunakan sistem dokumentasi yang sama
efektifnya.

Page 28
n. Bahan awal, terutama yang dapat mengalami kerusakan karena terpaparpada
panas, hendaklah disimpan di dalam ruangan yang suhu udaranya
dikendalikan dengan ketat, bahan yang peka terhadap kelembabandan/atau
cahaya hendaklah disimpan dengan benar di dalam ruanganyang dikendalikan
kondisinya.
o. Penyerahan bahan awal untuk produksi hendaklah dilakukan hanya
olehpersonil yang berwenang sesuai dengan prosedur yang telah
disetujui.Catatan persediaan bahan hendaklah disimpan dengan baik
agarrekonsiliasi persediaan dapat dilakukan.
p. Alat timbang hendaklah diverifikasi tiap hari sebelum dipakai untuk
membuktikan bahwa kapasitas, ketelitian dan ketepatannya memenuhi
persyaratan sesuai dengan jumlah bahan yang akan ditimbang.
q. Semua bahan awal yang ditolak hendaklah diberi penandaan yangmenyolok,
ditempatkan terpisah dan dimusnahkan atau dikembalikan kepada
pemasoknya (BPOM RI, 2011).

F. Pencegahan kontaminasi silang dan kontaminasi mikroba


a. Kontaminasi bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain
harusdihindarkan. Risiko kontaminasi silang ini dapat timbul akibat
tidakterkendali penyebaran debu, gas, uap, percikan atau organisme dari
bahanatau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat
dandari pakaian kerja operator. Tingkat risiko kontaminasi ini tergantung
darijenis pencemar dan produk yang tercemar.
b. Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi
terhadappencemaran mikroba dan kontaminasi lain.
c. Kontaminasi silang hendaklah dihindarkan dengan tindakan teknis
ataupengaturan yang tepat, misalnya (BPOM RI, 2011) :
1. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara.
2. Memperkecil risiko kontaminasi yang disebabkan oleh udara
yangdisirkulasi ulang atau udara masuk yang tidak diolah atau udara
yang diolah secara tidak memadai.

Page 29
3. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk
yangberisiko tinggi terhadap kontaminasi silang diproses.
4. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti
(BPOM RI, 2011).

G. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan
dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan
organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan
yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan
tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi
syarat. Setiap industri obat tradisional hendaklah mempunyai fungsi
pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber
daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua
fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat
diandalkan. Persyaratan dasar dari pengawasan mutu adalah bahwa(BPOM
RI, 2011) :
a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur
yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan
tujuan CPOTB.
b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang
disetujui oleh Pengawasan Mutu.
c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila perlu)
d. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar

Page 30
telah dilaksanakan Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi.
e. Produk jadi berisi bahan atau ramuan bahan yang dapat berupa bahan
nabati, bahanhewani, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan-bahantersebut dengan komposisi kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui padasaat pendaftaran, serta
dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar.
f. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal
dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi. dan
g. Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah
yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk
jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar.

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain,


antara lainmenetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu,mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku
pembanding, memastikan kebenaranlabel wadah bahan dan produk,
memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produkjadi dipantau,
mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan
mutuproduk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan.
Semua kegiatantersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur
tertulis dan jika perlu dicatat.
Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk melakukanpengambilan sampel dan investigasi bila
diperlukan(BPOM RI, 2011).

H. Dokumentasi
1. Prinsip
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasiyang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian

Page 31
mutu. Dokumentasiyang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerimauraian tugas yang relevan secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil risikoterjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanyamengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi,
Dokumen Produksi Induk/FormulaPembuatan, prosedur, metode dan
instruksi, laporan dan catatan harus bebas darikekeliruan dan tersedia
secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting (BPOM RI,
2011).
2. Umum
a. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan.
Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen
Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan
Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi
Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas
yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan
pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu,
misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan,
pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan
menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua
keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir.
b. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan
dengan cermat. Bagian dokumen pembuatan dan dokumen registrasi
(dossier) yang relevan hendaklah sesuai.
c. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh
personil yang sesuai dan diberi wewenang (BPOM RI, 2011).
d. Isi dokumen hendaklah tidak berarti ganda judul, sifat dan tujuannya
hendaklah dinyatakan dengan jelas. Penampilan dokumen hendaklah
dibuat rapi dan mudah dicek. Dokumen hasil reproduksi hendaklah
jelas dan terbaca. Reproduksi dokumen kerja dari dokumen induk tidak
boleh menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses reproduksi.

Page 32
e. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu
up-todate. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu
sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak
berlaku secara tidak sengaja.
f. Dokumen hendaklah tidak ditulis-tangan namun, bila
dokumenmemerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah
ditulis-tangandengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Hendaklah
disediakanruang yang cukup untuk mencatat data.
g. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada
dokumenhendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan
hendaklahmemungkinkan pembacaan informasi semula. Di mana perlu,
alasanperubahan hendaklah dicatat. Pencatatan hendaklah dibuat atau
dilengkapipada tiap langkah yang dilakukan dan sedemikian rupa
sehingga semuaaktivitas yang signifikan mengenai pembuatan obat
tradisional dapatditelusuri. Catatan pembuatan hendaklah disimpan
selama paling sedikitsatu tahun setelah tanggal daluwarsa produk jadi.
h. Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data
elektronis,cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun
prosedur rinciberkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah
tersedia, dan akurasicatatan hendaklah dicek. Apabila dokumentasi
dikelola denganmenggunakan metode pengolahan data elektronis,
hanya personil yangdiberi wewenang boleh mengentri atau
memodifikasi data dalam komputerdan hendaklah perubahan dan
penghapusannya dicatat, akses hendaklahdibatasi dengan menggunakan
kata sandi (password) atau dengan cara lain,dan hasil entri dari data
kritis hendaklah dicek secara independen. Catatanbets yang disimpan
secara elektronis hendaklah dilindungi dengan transferpendukung
(back-up transfer) menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertasatau
cara lain. Adalah sangat penting bahwa data selalu tersedia selama
kurun waktu penyimpanan (BPOM RI, 2011).

Page 33
3. Dokumen Yang Diperlukan
a. Spesifikasi
1) Spesifikasi bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
lebihditujukan untuk penentuan kualitas daripada untuk penetapan
karakterlengkapnya, dan hendaklah fokus kepada karakteristik yang
berguna untukmemastikan keamanan dan khasiat. Bahan awal yang
ditentukan secara detildan mendalam akan menjamin kualitas obat
tradisional secara konsisten.Dalam beberapa kejadian diperlukan
informasi lebih detil mengenai aspekproduksi pertanian atau panen.
Misal, pemilihan bibit, kondisi penanamandan panen merupakan aspek
yang penting untuk menghasilkan obattradisional dengan kualitas yang
reprodusibel. Karakterisasi tanaman (yangjuga mencakup evaluasi
mendetil mengenai aspek botanis dan fitokimiawidari tanaman obat,
pengolahan sediaan dan produk jadi) menjadi pentingdalam penyusunan
spesifikasi yang komprehensif dan relevan. Hendaklah tersedia
spesifikasi bahan mentah, bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi
yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal, di mana perlu, hendaklah
juga tersedia spesifikasi bagi produk antara dan produk ruahan.
2) Spesifikasi bahan mentah dan bahan awal hendaklah mencakup, di mana
berlaku (BPOM RI, 2011):
a) Deskripsi bahan, termasuk
 Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal.
 Rujukan monografi farmakope, bila ada.
 Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan.
 Standar mikrobiologis, bila ada.
b) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.
c) Untuk ekstrak tunggal: uji identifikasi, penetapan kualitatif dari
substans yang relevan (misal fingerprint chromatogram). Bila zat aktif
yang relevan sudah teridentifikasi dan metode analisis tersedia,
dilakukan penetapan kandungan secara kuantitatif.
d) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan. dan
Page 34
e) Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali. Di
samping data tersebut di atas, sedapat mungkin, spesifikasi bahan mentah
hendaklah mencakup (BPOM RI, 2011) :
 Nama botanis (jika memungkinkan, disebutkan nama penemu
klasifikasi, misalnya Linnaeus).
 Data rinci dari sumber tanaman (negara atau daerah asal dan, di mana
berlaku, pembudidayaan, waktu panen, cara pengumpulan,
pestisidayang mungkin digunakan dan lain-lain).
 Apakah seluruh atau hanya bagian tertentu dari tanaman yang
digunakan.
 Sistem pengeringan hendaklah diuraikan jika membeli bahan kering;
 Deskripsi tanaman/hewan, pemeriksaan makroskopis danatau
mikroskopis.
 Uji identifikasi yang sesuai termasuk, di mana berlaku, uji identifikasi
zat aktif atau marker yang diketahui. Untuk uji identifikasi
hendaklahtersedia spesimen autentik sebagai pembanding.
 Penetapan kadar komponen dengan aktifitas terapeutik yang
diketahuiatau marker , di mana berlaku.
 Metode analisis yang sesuai untuk penetapan kontaminasi pestisida
serta batas yang dapat diterima.
 Uji disertai dengan batas yang dapat diterima untuk penentuan
kontaminasi kapang dan/atau mikroba, termasuk aflatoksin dan
serangan hama.
 Uji logam berbahaya, bahan pencemar serta bahan lain yang
kemungkinan ditambahkan. dan
 Uji terhadap bahan asing.
3) Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah tersedia, apabila
produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk antara
digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi hendaklah mirip

Page 35
dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi, sesuai keperluan (BPOM
RI,2011).
4. Dokumen Produksi Induk
Dokumen Produksi Induk yang disahkan secara formal hendaklah
mencakup nama, bentuk sediaan, dan deskripsi produk, nama penyusundan
bagiannya, nama pemeriksa serta daftar distribusi dokumen dan berisihal
sebagai berikut (BPOM RI, 2011) :
a) Informasi bersifat umum yang menguraikan jenis bahan pengemas primer
yang harus digunakan atau alternatifnya, pernyataan mengenai
stabilitasproduk, tindakan pengamanan selama penyimpanan dan
tindakanpengamanan lain yang harus dilakukan selama pengolahan dan
pengemasan produk.
b) Komposisi atau formula produk untuk tiap satuan dosis dan untuk satu
sampel ukuran bets.
c) Daftar lengkap bahan awal, baik yang tidak akan berubah maupun yang
akan mengalami perubahan selama proses.
d) Spesifikasi bahan awal.
e) Daftar lengkap bahan pengemas.
f) Spesifikasi bahan pengemas primer.
g) Prosedur pengolahan dan pengemasan.
2. Paftar peralatan yang dapat digunakan untuk pengolahan dan
3. Pengemasan.
4. Pengawasan selama-proses pengolahan dan pengemasan. dan
5. Masa edar/simpan (BPOM RI,2011).

H. Kualifikasi Dan Validasi.


Proses Validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan
sistem yang terjamin, lalu metode yang divalidasi menggunakan sistem yang
terjamin dikembangkan. Akhirnya, validasi total diperoleh dengan melakukan
kesesuaian sistem. Masing-masing tahap dalam proses validasi ini merupakan

Page 36
suatu proses yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan
validasi (Priyambodo Bambang, 2015).
Kualifikasi merupakan bagian (subset) proses validasi yang akan
memverifikasi modul dan kinerja sistem sebelum suatu instrumen diletakkan
secara on line (atau diletakkan pada tempatnya dalam suatu laboratorium).
Jika instrumen tidak terjamin dengan baik sebelum di gunakan, maka akan
muncul suatu masalah yang sulit untuk di identifikasi (Priyambodo Bambang,
2015).
1. Kualifikasi proses.
Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang
disebut kualifikasi. Kualifikasi tersebut adalah langkah pertama dalam
melaksanakan validasi diindustri farmasi.
Kualifikasi terdiri dari 4 tingkatkan, yaitu (Priyambodo Bambang, 2015) :
a. Kualifikasi Desain/Design Qualification (DQ)
Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.
b. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Quakification (IQ)
Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan
baru atau yang dimodifikasi, mencakup (Priyambodo Bambang, 2015):
b. Instalasi perawatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuai
dengan spesifikasi dan gambar teknik yang di desain.
c. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian perawatan
peralatan dari pemasok.
d. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi.
e. Verifikasi bahan konstruksi.
c. Kualifikasi Operasional/Operasional Qualification (OQ)
Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi
selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional
hendaklah mencakup (Priyambodo Bambang, 2015) :
1) Kalibrasi.
2) Prosedur pengoperasian dan pembersihan.

Page 37
3) Pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif.
d. Kualifikasi kinerja/ performance Qualification (PQ)
Performance qualification dilakukan untuk menjamin dan
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah di instalasi
beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang di inginkan. Meskipun PQ
diuraikan sebagai kegiatan terpisah, dalam beberapa kasus
pelaksananya dapat dilakukan dengan kualifikasi operasional. PQ
hendaknya Mencakup (Priyambodo Bambang,2015) :
1) Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan
berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan
peralatan.
2) Uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah.
2. Validasi proses.
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk
dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal diatas
tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses
produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan
hendaklah juga di validasi (validasi prospektif).Jenis-jenis validasi adalah
sebagai berikut (Priyambodo Bambang, 2015):
a) Validasi prospektif
b) Validasi konkuren
c) Validasi retrospektif
d) Validasi pembersihan
e) Validasi ulang
f) Validasi metode analisa (Priyambodo Bambang, 2015).

Page 38
BAB III
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan perkembangan perusahaan.


PT. Air Mancur merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam usaha pembuatan jamu tradisional. Pada mulanya, PT. Air Mancur
merupakan usaha industri yang masih terbatas pada skala rumah tangga
(home industry) yang dirintis oleh Lambertus Wono Santoso yang berlokasi
di Pucang Sawit, Surakarta dengan jumlah karyawan 11 orang. Pada mulanya
proses pembuatan jamu mulai dari sortasi, pembersihan bahan, penggilingan
dan pengemasan dilakukan secara manual. Produk yang dihasilkan
selanjutnya dipasarkan ke Jakarta dengan nama “Air Mancur”. Pemberian
nama ini terinspirasi dari sebuah air mancur yang berada diJakarta.Sebagai
usaha pengembangannya, pada tanggal 23 Maret 1963Lambertus Wono
Santoso mengajak dua rekannya yaitu Kimun Ongkosanjaya dan Rudy
Hendrotanoyo untuk bekerjasama memperbesar usahanya dengan menyewa
sebuah pabrik lengkap dengan mesin gilingnya yang berlokasi di Cubluk,
Wonogiri. Pada mulanya mesin giling ini digunakan untuk memproduksi
tepung gaplek(Yuliani Erina Maya,2010).
Pada tanggal 23 Desember 1963, perusahaan yang pada mulanya
berbentuk home industry diubah menjadi badan usaha berbadan hukum yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dengan nama PT. Air Mancur . Pada
tanggal 1 Januari 1964 seluruh kegiatan dipindahkan dari Pucang Sawit ke
Wonogiri. Kemudian Pucang Sawit hanya digunakan sebagai gudang bahan
baku. Ditempat yang baru ini jumlah karyawan semakin bertambah dan
peralatannya sedikit demi sedikit diganti dengan mesin. Perkembangan
selanjutnya pada tanggal 5 Oktober 1969 telah berdiri pabrik baru di jalan
Pelem 51, Wonogiri dengan jumlah karyawan 63 orang. Pabrik di Pelem ini
digunakan sebagai lokasi usaha yang meliputi kegiatan produksi, administrasi
dan laboratorium. Dari tahun ke tahun kemajuan yang dicapai perusahaan
semakin pesat, pada tahun 1970 jumlah karyawan mencapai 200 orang, tahun

Page 39
1971 meningkat menjadi 830 orang, dan pada tahun 1973 jumlah karyawan
mencapai 1000 orang(Yuliani Erina Maya,2010).
Pada tanggal 24 Februari 1974 dibangun dan ditetapkan pabrik baru di
Palur tepatnya di Dusun Tegalrejo, Kelurahan Dagen, Kecamatan Jaten,
Karanganyar, karena di Wonogiri sudah tidak lagi mampu menampung
kegiatan perusahaan dan tidak mungkin lagi untuk diperluas. Di pabrik ini
terdapat bagian produksi, gudang, dan laboratorium pengawasan mutu. Untuk
lebih menunjang seluruh kegiatan pada tahun 1976 dibangun pabrik baru
yang berlokasi di Desa Jajar, Kleco, Surakarta. Peresmian pabrik baru di
Kleco yang disediakan untuk kegiatan logistik dan laboratorium penelitian
dan pengembangan ini dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada
tanggal 10 Desember 1976. Pada tahun 1978 di bangun lagi pabrik baru di
Desa Giriwono yang terdiri 2 unit yaitu unit Salak dan Klampisan. Selain itu,
PT. Air Mancur juga memiliki kebun pembibitan di Karangpandan dan kebun
percontohan di komplek TMII, Jakarta. Kemudian pada tahun 1995 dibangun
sebuah pabrik di Jetis, Karanganyar. Pabrik ini digunakan untuk
memproduksi produk kosmetik. Pada pertengahan tahun 1997 salah satu
bagian dari pabrik yang berada di Palur terbakar sehingga gedung
pengemasan dipindahkan di Celep, Karanganyar(Yuliani Erina Maya,2010).

B. VISI DAN MISI Perusahaan.


1.Visi Perusahaan
“Menjadi perusahaan terdepan di Indonesia yang menghasilkan
produk alami bagi kesehatan”(Yuliani Erina Maya,2010).
2. Misi Perusahaan
a) Memproduksi dan memasyarakatkan obat alami, minuman
kesehatan,kosmetika dan supplemen berbahan baku alami yang
inovatif,memberi nilai tambah tinggi dan menyehatkan masyarakat.
b) Memuaskan pelanggan dan konsumen melalui manfaat yang lebih
dariharapannya.

Page 40
c) Memuaskan para stakeholder melalui kinerja perusahaan yang prima
dan diatas rata-rata industri sejenis.
d) Selalu bertambah diatas rata-rata industri sejenis sehingga selalu
meningkatkan market share di setiap kategori produk.
e) Membangun SDM yang handal dan kompeten dibidangnya(Yuliani
Erina Maya,2010).

a. Struktur Organisasi.

Struktur Organisasi Perusahaan Manajemen PT. JAMU AIR


MANCUR yang berhubungan langsung dengan aktivitas produksi di unit
produksi Palur dibagi menjadi beberapa departemen yang bertanggung jawab
kepada masing-masing General Manager (GM), yaitu Departemen Plan
Manager, Departemen Quality Control, Departemen Tehnical dan
Departemen Safety, Sanitasi, Higiene (SSH) yang bertanggung jawab pada
GM Operation. Sedangkan untuk Departemen Teasury, Departemen
Accounting, Departemen Purchasing, Departemen Product Supply Operation
(PSO), Departemen Ilmu Teknologi (IT) bertanggung jawab pada GM
Finance and Logistic(Rofiah Siti.2018).

b. Lokasi dan Fasilitas


1. Lokasi pabrik PT SidoMuncul.
PT. JAMU AIR MANCUR mempunyai beberapa unit yang
lokasinya berbeda-beda sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Lokasilokasi dan proses produksi yang dilakukan tersebut adalah:
a)Unit Kerja Palur, terletak di Desa Tegalharjo, Kecamatan
Jaten,Kabupaten Karanganyar; untuk pengolahan jamu serbuk dan obat
luar dalam bentuk padat sekaligus sebagai kantor pusat.
b)Unit Kerja Jajar, terletak di Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta;
untuk pengolahan bahan baku.

Page 41
c)Unit Kerja Jetis, terletak di Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar;
untuk pengolahan produk kosmetika.
d)Unit Kerja Klampisan, terletak di Kecamatan Giriwono, Kabupaten
Wonogiri; untuk pengolahan jamu ekstrak.
e)Unit Kerja Pelem, terletak di Kabupaten Wonogiri; untuk pengolahan
produk makanan dan minuman.
f) Unit Kerja Celep, terletak di Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar;
untuk proses pengemasan jamu serbuk dan obat luar dalam bentuk padat.
Kantor Pusat PT. JAMU AIR MANCUR berada di unit Palur yang terletak
di Jalan Raya Solo-Sragen Km.7 Desa Tegalharjo, Dragen, Jaten
Kabupaten Karanganyar. Luas areal tanah perusahaan di unit Palur sekitar
± 4 ha, meliputi kantor, pabrik, laboratorium pengendalian mutu,
perpustakaan, kebun percobaan dan koleksi, aula, ruang olahraga, taman,
dan tempat parkir kendaraan(Wahyuningsih Rina,2010).
2. Fasilitas PT Air Mancur.
Fasilitas yang ada di SidoMuncul antara lain (PT. SidoMuncul, 2018) :
1) Gaji
PT. JAMU AIR MANCUR dalam memberikan gaji kepada
karyawannya agak berbeda dengan perusahaan lain. Jika perusahaan
lain biasanya memberikan gaji selama setahun sebanyak 12 kali, maka
PT. JAMU AIR MANCUR memberikan gaji sebanyak 14 kali. Gaji
sebanyak 14 kali itu antara lain 12 kali untuk gaji bulanan dari Januari
sampai Desember. Sedangkan gaji ke 13 merupakan Tunjangan Hari
Raya (THR) yang besarnya sama dengan gaji satu bulan dan gaji ke 14
adalah gaji tutup tahun yang besarnya juga sama dengan gaji satu bulan.
Gaji ke 14 ini diberikan pada bulan Juni tahun yang akan datang.
Tunjangan dari gaji yang diterima setiap karyawan setiap bulannya
antara lain : tunjangan natura, tunjangan transportasi, tunjangan hari
tua, tunjangan jabatan, dan tunjangan lainnya.
2) Asuransi dan sarana kesehatan

Page 42
PT. JAMU AIR MANCUR memberikan asuransi bagi karyawan
yang mengalami kecelakaan pada saat kerja berupa asuransi jamsostek,
sedangkan karyawan yang mengalami kecelakaan di luar jam kerja akan
mendapat asuransi berupa asuransi Kecelakaan Bumi Putra. Selain itu
perusahaan menyediakan sarana kesehatan berupa poliklinik beserta
dokter jaga. Layanan pemeriksaan kesehatan karyawan PT. JAMU AIR
MANCUR didapatkan secara gratis, begitu juga dengan obatnya. Bagi
karyawan yang perlu dirawat di rumah sakit, biaya ditanggung
perusahaan dengan ketentuan untuk 1 jenis penyakit yang diderita
karyawan akan mendapatkan bantuan Rp 300.000,00 tetapi apabila
yang sakit keluarga karyawan akan mendapat bantuan Rp 150.000,00.
3) Alat kerja
Perusahaan memberikan bantuan kepada karyawan yang
memerlukan alat kerja berupa kaca mata dengan memberikan uang
bantuan dana sebesar Rp 132.000,00 (lensa putih) untuk lensa biofokus
dan Rp 110.000,00 untuk lensa fokus. Pemberian bantuan tersebut
setiap 3 tahun sekali.
4) Seragam
Seragam kerja yang dikenakan oleh karyawan PT. JAMU AIR
MANCUR dengan atasan berwarna kuning muda dan bawahan
berwarna hijau tua. Baik karyawan perempuan maupun laki-laki untuk
bawahan berupa celana panjang.
5) Cuti
Cuti diberikan oleh perusahaan selama 12 hari dalam satu tahun,
dengan rincian 6 hari selama hari raya dan sisanya dapat diambil
sewaktu-waktu. Selain itu perusahaan juga memberikan cuti selama 3
bulan untuk karyawan yang hamil dan melahirkan, serta 3 hari untuk
karyawan yang mengalami lelayu.
6) Keselamatan kerja
Setiap karyawan berhak untuk mendapatkan jaminan keselamatan
kerja, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan

Page 43
harkat, martabat dan moral agama. PT. JAMU AIR MANCUR telah
melaksanakan jaminan keselamatan kerja dengan baik, diantaranya
dengan memberikan baju seragam, masker, sandal jepit yang wajib
dipakai oleh karyawan setiap masuk dan melakukan proses pengolahan.
7) Beasiswa
Beasiswa diberikan oleh PT. JAMU AIR MANCUR untuk anak-
anak yang berprestasi. Besarnya dana yang diberikan adalah Rp
50.000,00 setiap bulannya dengan syarat IP minimal 3, kehadiran orang
tua siswa yang bekerja di PT. JAMU AIR MANCUR harus baik.
8) Kelahiran
Bagi istri karyawan atau karyawati PT. JAMU AIR MANCUR yang
melahirkan baik secara normal maupun caesar akan mendapat bantuan
dana sebesar Rp 200.000,00 serta mendapat jamu bersalin super kemasan
kardus atau kemasan kaleng dan minyak telon(Wahyuningsih Rina,2010).

c. Pengelolaan Perbekalan Farmasi.


1. Persiapan bahan baku
a) Sortasi
Sortasi dibedakan menjadi 2 yaitu sortasi basah dan sortasi kering.
Sortasi basah dilakukan pada saat bahan masih segar yang bertujuan
untuk memisahkan bahan dari kotoran-kotoran yang berupa bahan-bahan
yang mencemari hasil tanaman obat, misal tanah, kerikil, gulma dan
rumput. Sedangkan sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-
benda asing seperti bagian tanaman yang diinginkan dan pengotor lain
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering, misal pasir, tanah,
kerikil, rambut serta bahan lain yang mencemari bahan pada saat
pengeringan harus segera dihilangkan karena dapat berpengaruh pada
kualitas simplisia (Widiyastuti, 2004).
b) Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang
melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga

Page 44
bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan dengan
menggunakan air yang berasal dari beberapa sumber sebagai berikut :
(1) Mata Air
Pencucian yang dilakukan dengan menggunakan air yang berasal
dari mata air harus memperhatikan kemungkinan pencemaran yang
diakibatkan oleh adanya mikroba dan pestisida.
(2) Sumur
Pencucian menggunakan air sumur, perlu memperhatikan
pencemaran yang mungkin timbul akibat mikroba dan air limbah
buangan rumah tangga.
(3) PAM
Pencucian menggunakan fasilitas air PAM (ledeng) sering tercemar
oleh kapur khlor (Gunawan dan Sri, 2004).
Pencucian bertujuan agar bahan bebas dari kotoran dan bahan-
bahan yang tidak dikehendaki. Pencucian dapat dilakukan dengan
perendaman air (kalau perlu menggunakan air panas), dengan
penyemprotan ataupun menggunakan alat pencuci dengan segala
perlengkapannya (washing machine) dan lain-lain. Sebelum digunakan
sebagai wadah, sebaiknya diadakan pencucian agar terhindar dari adanya
kotoran-kotoran serta untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak
dikehendaki baik logam halus pelapis dan sebagainya. Biasanya yang
dipergunakan sebagai pencuci adalah air panas ataupun pencuci lainnya
(Susanto, 1994).
c) Pengecilan Ukuran
Perajangan pada simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
selanjutnya, seperti pengeringan, pengemasan, penyimpanan. Perajangan
biasanya hanya dilakukan pada simplisia yang tebal dan tidak lunak
seperti akar, rimpang, batang dan lain-lain. Ukuran perajangan sangat
berpengaruh pada kualitas bahan simplisia. Jika perajangan terlalu tipis
dapat menambah kemungkinan berkurangnya zat yang terkandung dalam
simplisia. Sebaliknya, jika terlalu tebal maka kandungan air dalam

Page 45
simplisia akan sulit dihilangkan. Tebal perajangan yang baik pada
simplisia adalah 3-5 mm sehingga diperoleh ketebalan ideal simplisia
kering yaitu 3-5 mm (Tilaar,2002).
d) Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan langsung dibawah teriknya sinar
matahari, diangin-anginkan atau dipanaskan pada suhu tertentu dalam
ruang pengeringan, pengeringan daun digitalis misalnya pada suhu yang
tidak lebih dari 60ºC. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air, sebab
dengan keringnya bahan-bahan akan dapat dicegah :
a. Terjadinya reaksi enzimatik
b. Pertumbuhan bakteri dan cendawan (Kartasapoetra, 1992).
Pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari cahaya
matahari langsung yang umum dilakukan. Beberapa jenis produk
tanaman obat yang sering dikeringkan dengan sinar matahari langsung,
meliputi bahan yang berasal dari akar, rimpang, kulit batang dan biji-
bijian. Namun demikian simplisia bunga dan daun yang mengandung
minyak atsiri tidak tepat bila dikeringkan dengan cahaya matahari
langsung karena dapat menurunkan simplisia (Widiyastuti, 2004).
Dalam pengeringan, keseimbangan kadar air menentukan batas
akhir dari proses pengeringan. Kelembaban udara serta suhu udara pada
simplisia kering biasanya mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada
saat kadar air seimbang penguapan pada simplisia akan terhenti dan
jumlah molekul air yang diserap oleh permukaan bahan. Laju
pengeringan amat tergantung pada perbedaan antara kadar air simplisia
dengan kadar air keseimbangan (Widiyastuti, 2004).
2. Pengolahan Jamu
a) Penggilingan
Tiga tipe mesin yang biasa digunakan adalah plate mill, hammer
mill, dan roller mill. Penggunaan mesin-mesin tersebut tergantung pada
tipe produk yang akan digiling dan hasilnya seperti yang diharapkan.
Penggilingan palu (hammer mill) merupakan aplikasi dari gaya pukul

Page 46
(impact force). Bahan masuk akan terpukul oleh palu yang berputar dan
bertumbukan dengan dinding, palu atau sesama bahan. Akibatnya akan
terjadi pemecahan bahan. Proses ini berlangsung terus hingga didapatkan
bahan yang dapat lolos dari saringan di bagian bawah alat. Jadi selain
gaya pukul dapat juga terjadi sedikit gaya sobek (Aman, 1992).
b) Pengayakan
Menurut Fellows (1990), laju pemisahan dipengaruhi oleh bentuk
dan ukuran partikel sifat alami bahan ayakan, amplitudo dan frekuensi
goyangan ayakan dan keefektifan metode yang digunakan untuk
mencegah pengeblokan ayakan. Tipe kasa banyak digunakan untuk
mengayak bahan pangan kering seperti tepung, gula dan rempah-rempah.
Masalah yang sering dihadapi yaitu: Pengeblokan, bila ukuran partikel
hampir sama dengan ukuran lubang ayakan. Partikel besar, dimana
mengeblok kasa. Laju pemasukan bahan yang berlebih, dimana
menyababkan pada kasa terjadi overloaded dan partikel kecil terhimpit
partikel yang besar. Kelembaban tinggi yang menyebabkan partikel kecil
menempel pada kasa atau mengumpil dan membentuk partikel berukuran
lebih besar, sehingga melebihi ukuran dari kasa(Wahyuningsih Rina,
2010).
c) Pencampuran
Menurut Fellows (1990), pencampuran merupakan suatu proses
untuk mendapatkan campuran yang seragam dari dua atau lebih
komponen. Hal ini banyak diaplikasikan pada industri makanan untuk
mengkombinasikan bahan sehingga didapatkan sesuatu secara fungsional
atau karakteristik sensoris yang berbeda. Tingkat pencampuran yang
didapatkan bergantung pada ukuran relatif partikel, bentuk dan densitas
masing-masing komponen, efisiensi alat pencampur terhadap komponen,
tendensi bahan untuk bercampur, kelembaban, karakteristik permukaan
dan karakteristik untuk mengurai dari masing-masing komponen. Secara
umum, bahan yang memiliki ukuran, bentuk, densitas yang serupa dapat
menghasilkan campuran yang lebih seragam bila dibandingkan dengan

Page 47
bahan yang tidak serupa. Selama proses pencampuran, perbedaan
properti dapat menyebabkan tidak bercampurnya sebagian dari
komponen. Selain itu, penting untuk menentukan waktu pengadukan
yang tepat(Wahyuningsih Rina, 2010).
d) Pengemasan
makanan, pengemasan merupakan suatu proses akhir yang sangat
menentukan kelancaran proses distribusi atau pemasaran produk.
Macam-macam fungsi pengemas antara lain:
a. Sebagai tempat atau wadah, sehingga dapat mempermudah
penyimpanan, transportasi, penanganan dan lain-lain.
b. Sebagai pelindung, jenis bahan pengemas yang dipilih tergantung
dari perlindungan apa yang diperlukan. Beberapa produk perlu
dilindungi terhadap air atau uap air terutama bahan-bahan yang
bersifat higroskopis seperti teh, gula dan lain-lain. Sedangkan
bahan lain yang perlu dilindungi adalah senyawa volatilnya, seperti
rempah-rempah.
c. Memperpanjang daya simpan produk, karena dapat mencegah
kontaminasi mikroba (Susanto, 1994).
e) Pengawasan mutu
Fergebuen (1992) menyatakan bahwa prosedur untuk mencapai
sasaran biaya dan produksi masing-masing diistilahkan kendali mutu,
seperti halnya prosedur untuk mencapai sasaran biaya dan produksi
masing-masing diistilahkan sebagai kendali produksi. Pada umumnya
ada 4 langkah dalam kendali tersebut :
a. Menetapkan standar, yaitu standar mutu prestasi kerja, standar mutu
keamanan dan standar mutu keandalan yang diperlukan untukproduksi
b. Menilai kesesuaian, yaitu membandingkan kesesuaian produk yang
dibuat terhadap standar.
c. Bertindak bila perlu, yaitu dengan mengoreksi masalah
3. Produk akhir
a) Spesifikasi Produk Akhir

Page 48
Produk akhir PT. JAMU AIR MANCUR mencapai 181 jenis, yang
secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu produk jamu
obat dalam, obat luar dan minuman. Spesifikasi untuk 3 golongan jamu
yang di produksi PT. JAMU AIR MANCUR yaitu :
(1) Produk Obat Dalam
Produk jamu yang dihasilkan dapat dibagi menjadi dua yaitu
jamu serbuk dan jamu ekstrak. Jamu serbuk adalah jamu yang berupa
serbuk halus yang pengkonsumsiannya dengan cara diseduh dengan
air panas/hangat. Sedangkan jamu ekstrak adalah jamu yang dibuat
dengan mengekstrak komponen-komponnen yang diinginkan dimana
produk akhirnya berbentuk pil, tablet, dan kapsul(Wahyuningsih Rina,
2010).
(2) Produk Obat Luar Tradisional
Produk obat luar yang dihasilkan terdiri dari param, pilis, tapel,
mangir, lulur, bedak dan minyak telon. Pilis dan tapel biasanya dijual
dalam satu set jamu bersalin, walaupun ada juga yang eceran. Cara
pemakaian pilis yaitu dicampur dengan air menjadi bentuk pasta lalu
dilumurkan di dahi, sedangkan tapel dengan cara yang sama namun
digunakan di bagian perut. Param adalah obat luar yang digunakan
untuk menghilangkan rasa sakit pada bagian tubuh yang lelah. Ada
dua jenis param yang diproduksi yaitu dalam bentuk padat, dan param
kocok yang pembuatannya dengan ekstraksi. Untuk mangir dan lulur
mempunyai kegunaan yang sama yaitu untuk meghaluskan kulit, dan
membuat kulit menjadi kuning langsat. Perbedaannya adalah ukuran
serbuk mangir lebih kasar daripada lulur. Mangir diproduksi dalam
bentuk serbuk dan mangir kocok yang penggunaannya lebih praktis.
Selain itu obat luar ada lagi yaitu bedak yang terdir dari Bedak
Nirmalasari, Bedak Intisari, dan Bedak Harum Sari. Selain itu ada lagi
produk tambahan yaitu minyak telon yang biasanya digunakan
keperluan bayi(Wahyuningsih Rina, 2010).
(3) Minuman

Page 49
Produk minuman yang dihasilkan ada 5 jenis yaitu Madurasa,
Mukasa, Madukola, Madu Fiber dan Serbat. Madurasa, Madukola dan
Madu Fiber merupakan produk minuman yang berbentuk cairan agak
kental yang terbuat dari campuran madu dan sari jeruk yaitu
berkhasiat menyegarkan tubuh dan dapat dicampurkan pada saat
menyeduh jamu, untuk memperbaiki rasa dan aromanya
(Wahyuningsih Rina, 2010).
b) Penanganan Produk Akhir
1. Pengemasan
Proses pengemasan produk PT. JAMU AIR MANCUR
dilakukan dengan manual dan menggunakan mesin pengemas. Proses
pengemasan jamu serbuk dilakukan dengan mesin pengemas yang
berjumlah 13 unit. Suhu mesin pengemas 110 115ºC. sedangkan
kapasitas mesin adalah 18.000 bks/shiff(Wahyuningsih Rina, 2010).
b. Penyimpanan
Produk yang telah dikemas kemudian disimpan pada ruang
terpisah yang tergantung dari jenis bahan yang disimpan. Pada saat
penyimpanan ruang yang digunakan harus ruangan yang bersih dan
terbebas dari serangga, binatang pengerat, cukup penerangan, terjamin
peredaran udaranya dan suhu harus sesuai sebelum dilakukan
pemasaran(Wahyuningsih Rina, 2010).
c. Pemasaran
Pemasaran produk PT. JAMU AIR MANCUR dilakukan
melalui agen penjualan, meliputi agen tunggal yang terdapat pada
setiap daerah di seluruh Indonesia dan di luar negeri. Skema beberapa
jalur pemasaran melalui agen tunggal adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan agen tunggal grosir toko/depot konsumen
2. Perusahaan agen tunggal salesman toko/depot konsumen
3. Perusahaan agen tunggal toko/depot konsumen
Skema jalur Pemasaran PT. JAMU AIR MANCUR, 2006 Selain
itu sistem distribusi produk PT. JAMU AIR MANCUR juga

Page 50
menggunakan saluran distribusi seperti distributor dari luar (APL) dan
dari PT. Celm yang menyalurkan produk khusus ke supermarket atau
toko-toko serba ada dan apotek. Pemasaran produk juga didukung oleh
adanya promosi baik dengan memasang reklame, spanduk, maupun iklan
di beberapa media masa(Wahyuningsih Rina, 2010).

c)| Pengawasan mutu


Tujuan utama dari pengawasan mutu adalah untuk mengetahui
efisiensi yang telah dicapai oleh suatu pabrik dalam melaksanakan proses
produksi. Selain itu juga untuk mengontrol jalannya proses produksi
sehingga jika terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan tindakan-
tindakan perbaikan dengan cepat. Agar produk yang dihasilkan oleh PT.
JAMU AIR MANCUR tetap terjaga mutunya, maka diperlukan
pengawasan mutu yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan
perusahaan PT. JAMU AIR MANCUR yaitu memiliki standar mutu
bahan baku yang telah mengacu pada Departemen Kesehatan yang
disebut “Standar Air Mancur (SAM)”. Pengawasan mutu dimulai dari
bahan baku utama, bahan baku penolong, proses, bahan setengah jadi
(produk jamu), dan bahan pengemas. Pengawasan mutu tersebut
dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengembangan yang
berpusat di unit kerja Palur, Kabupaten Karanganyar. Laboratorium
Penelitian dan Pengembangan terdiri atas 6 buah Laboratorium sebagai
unsur pokok, yaitu Laboratorium Farmakognosi, Laboratorium
Fitokimia, Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Farmakologi,
Laboratorium Fabrikasi dan Laboratorium Central dan Instrumentasi.
Pada Laboratorium Fabrikasi dilakukan pemeriksaan terhadap waktu
hancur, derajat halus, kadar air, kekerasan, dan keseragaman bobot.
Selain itu, laboratorium ini juga mengeluarkan nomor batch dan kode
produksi dari produk yang dihasilkan. Nomor batch diberikan apabila
produk tersebut telah memenuhi syarat dari pemeriksaan di seluruh
laboratorium yang ada. Bahanbahan yang diperiksa pada laboratorium ini

Page 51
antara lain jamu setengah jadi, jamu jadi yang sudah dikemas, pil, tablet,
kapsul, Madurasa, kosmetik, dan obat luar(Wahyuningsih Rina, 2010).
a. Pemeriksaan nomor Batch dan kode produksi
Pemberian nomor batch dilakukan dengan pemberian digit angka yang
akan diubah menjadi huruf oleh bagian produksi. Digit yang
digunakan sebanyak 6 digit sedangkan untuk kode produksi dilakukan
oleh produksi(Wahyuningsih Rina, 2010).
b. Pemeriksaan kekerasan
Uji kekerasan dilakukan dengan satuan kg. alat yang digunakan adalah
“Hardness Tester”. Biasanya digunakan pada produk jamu yang
berbentuk pil, kapsul, tablet, dan param(Wahyuningsih Rina, 2010).
c. Pemeriksaan waktu hancur
Pemeriksaan ini dilakukan guna mengetahui waktu hancur dari
sediaan padat dan dari produk ekstrak. Alat yang digunakan “Desen
Tegration Tester”. Air yang digunakan suhunya ± 36º − 39ºC. Syarat
kehancuran untuk tablet dan kapsul adalah <15 menit, untuk pil <30
menit. Cara pemeriksaannya: sampel dimasukkan dalam becker glass
yang berisi air dengan suhu 36º − 39ºC, kemudian pasang pada alat
maka tabung akan bergerak naik turun, dan dicatat waktu hancurnya
berapa(Wahyuningsih Rina, 2010).
d. Pemeriksaan kadar air
Alat yang digunakan untuk mengukur kadar air bahan adalah
“Moisture Tester”. Kadar harus sesuai dengan Standar Air Mancur
(SAM) yaitu 8-10%. Cara pengujian kadar air adalah memasukkan
sampel ke dalam alat dan akan terbaca hasilnya. Jika masih tinggi
akan dilakukan pengovenan maksimal 3 kali(Wahyuningsih Rina,
2010).
e. Derajat kehalusan
Tujuannya untuk melihat kehalusan dari serbuk jamu yang dihasilkan.
Caranya dengan menggunakan ayakan 120 mesh dan timbang sampel
5 gram dan diayak. Sisa bahan yang tidak ikut tersaring ditimbang lagi

Page 52
dan persentase derajat kehalusan dapat dihitung, minimal 90% yang
lolos(Wahyuningsih Rina, 2010).
f. Keseragaman bobot
Alat yang digunakan yaitu “Timbangan Satorius”, dengan cara
mengambil beberapa sampel tablet atau pil dari mesin pencetak
kemudian ditimbang dan dihitung bobot rata-ratanya. Apabila terjadi
penyimpangan maka segera dilaporkan pada proses produksinya
(Wahyuningsih Rina, 2010).

d) Sanitasi
1. Sanitasi Bahan Baku
Sanitasi bahan baku dilakukan dengan cara formalinisasi pada
bahan baku yang berupa umbi-umbian, akar/rimpang, dan biji-bijian.
Formalinisasi dilakukan di gudang kantor tempat penyimpanan bahan
baku yang baru diterima dari pemasok. Biasanya dilakukan setiap 2
minggu sekali dengan cara memanaskan kristal formalin di atas
kompor listrik dalam ruang tertup selama 10 jam. Tujuan formalinisasi
adalah membunuh mikroorganisme, serangga, dan mengusir hewan
pengganggu. Setelah dilakukan formalinisasi akan dilakukan
pemeriksaan oleh laboratorium mikrobiologi. Jika formalin tidak
kontak langsung dengan bahan baku maka dianggap tidak bahaya.
Selain itu dengan melakukan sortasi. Proses ini dilakukan karena
mengingat bahan baku hasil pertanian yang diperoleh dari petani,
pengumpul dan pedagang, sehingga dimungkinkan masih banyak
mengandung mikroorganisme dan kotoran-kotoran yang masih
melekat pada bahan. Sedangkan fumigasi dilakukan pada bahan yang
berupa daun-daunan dengan menggunakan fostoksin dalam bentuk
tablet. Fostoksin terdiri dari bahan aktif yang dibungkus dengan kertas
dan diletakkan di dekat atau di ruangan yang akan difumigasi
(Wahyuningsih Rina, 2010).
2. Sanitasi Ruangan dan Mesin Peralatan

Page 53
Sanitasi ruangan produksi dilakukan setiap hari oleh karyawan.
Untuk pembersihan dilakukan setiap hari. Setiap dua minggu sekali
dilakukan formanilisasi dengan cara memanaskan formalin di atas
kompor dengan ruangan ditutup selama 10 jam. Sanitasi mesin dan
peralatan, peralatan produksi dibersihkan secara berkala bersamaan
dengan perawatan mesin minimal satu bulan sekali. Mesin setelah
dipakai dibersihkan dengan vacum. Pembersihan mesin dilakukan
pada saat pergantian bahan atau racikan(Wahyuningsih Rina, 2010).
3. Sanitasi Karyawan
Perlengkapan yang dikenakan karyawan antara lain penutup
rambut, pakaian kerja, masker, dan sarung tangan. Selama bekerja
karyawan wajib memakai alas kaki berupa sandal jepit yang telah
disediakan perusahaan. Kesulitan yang dialami perusahaan adalah jika
pengawasan yang kurang ketat, karyawan sering kali tidak mau
mengenakan perlengkapan kerjanya karena berbagai alasan seperti
panas, membuat sulit bernapas, repot dan lain-lain(Wahyuningsih
Rina, 2010).
4. Penanganan Limbah
Limbah yang dihasilkan dari proses produksi meliputi :
a. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan PT. JAMU AIR MANCUR berupa :
1. Sisa empon-empon dan skala percobaan yang dilakukan pihak
laboratorium diolah menjadi pupuk kandang.
2. Sisa-sisa sortasi cara penanganannya dibakar ditempat
pembakaran yang selanjutnya dibuang di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA).
3. Ranting yang masih mengandung minyak atsiri dapat dijual
kepada umum tetapi tidak pada perusahaan jamu competitor.
b. Limbah Cair
Limbah cair seperti air pembuangan sisa pencucian alat dan bahan
sebelum dibuang ke TPA diendapkan terlebih dahulu. Setelah

Page 54
diendapkan baru dibuang, bagian yang jernih dibuang ke perairan
umum tetapi dengan syarat pH netral (Wahyuningsih Rina, 2010).
c. Limbah Lainnya
Limbah lain yang dihasilkan PT. JAMU AIR MANCUR adalah
debu, kotoran dari bahan baku, jamu serbuk yang diterbangkan
angin. Untuk itu dibagian penggilingan pada mesin penggiling
telah dilengkapi kantung penyaring udara sehingga bisa
mengurangi pencemaran debu. Untuk debu yang ada di luar bagian
penggilingan dibersihkan dengan vacuum cleane r(Wahyuningsih
Rina, 2010).

Page 55
BAB IV
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat adalah
sebagai berikut :
1. PT. JAMU AIR MANCUR merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dibidang pengolahan jamu tradisional berskala industri dengan 6 unit kerja
di 6 Lokasi yang berbeda yaitu : unit kerja Palur, Jajar, Jetis, Klampisan,
Pelem dan Celep.
2. Proses produksi jamu obat dalam meliputi proses penggilingan, pengayakan,
pengadukan, dan pemeriksaan laboratorium dan pengemasan. Sedangkan
proses produksi jamu obat luar meliputi proses penggilingan, pengayakan,
pencampuran, pemeriksaan laboratorium I, pemberian bahan tambahan
(korigen), pembuatan adonan, pencetakan, pengeringan, pemeriksaan
laboratorium II, pemberian minyak dan pengemasan.
3. Produk yang dihasilkan PT. JAMU AIR MANCUR meliputi :
a. Produk obat dalam : jamu serbuk dan jamu ekstrak
b. Produk obat luar : param, pilis, tapel, mangir, lulur, bedak dan minyak
telon.
c. Minuman : Madurasa, Mukasa, Madukola, Madu Fiber dan Serbat.
4. Sanitasi di PT. JAMU AIR MANCUR dilakukan terhadap bahan baku,
karyawan, ruangan dan peralatan.
5. Limbah yang dihasilkan PT. JAMU AIR MANCUR meliputi limbah padat,
limbah cair dan limbah lainnya. Dalam penanganan yang berupa limbah
padat ada yang langsung dibuang ke TPA, untuk limbah cair maka
diendapkan terlebih dahulu dan setelah pH netral bisa dibuang ke perairan
umum.
6. Pada Laboratorium Fabrikasi dilakukan pemeriksaan terhadap waktu hancur,
derajat halus, kadar air, kekerasan, dan keseragaman bobot. Selain itu,

Page 56
laboratorium ini juga mengeluarkan nomor batch dan kode produksi dari
produk yang dihasilkan.
B. SARAN
1. Pembersihan alat/mesin-mesin produksi sebaiknya dilakukan setiap saat
sebelum ataupun sesudah produksi, mengingat mesin-mesin tersebut
dipergunakan untuk pengolahan jamu selain jamu serbuk seperti pengolahan
jamu luar, jamu hewan, dan jamu-jamu lainnya.
2. Hendaknya PT. JAMU AIR MANCUR perlu mengadakan pelatihan kerja
bagi karyawan yang meliputi :
a. Berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan produk bermutu baik atas
barang yang dihasilkan.
b. Tata letak mesin-mesin proses produksi yang perlu diperbaiki.
c. Pengendalian mutu bahan sebaiknya dilakukan sejak pembelian bahan
baku.
d. Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi
hingga tahap pembungkusan sampai produksi benar-benar siap untuk
dipasarkan.
3. Sebaiknya kelengkapan keselamatan kerja tetap selalu dipakai oleh
karyawan selama proses produksi.

Page 57
DAFTAR PUSTAKA

Aman, W. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan
Gizi IPB. Bogor.
BPOM RI, 2005, Peraturan Kepala BPOM RI Nomor :HK.OO.05.4.1380
Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang
Baik, Jakarta
BPOM RI,2011,Peraturan Kepala BPOM RI NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629
Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang
Baik, Jakarta
Darisa dean, sulistiawati J.G, 2012,Direktorat Standarisasi Obat Tradisional,
dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.Jakarta
Gunawan, D dan Sri M. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hosizah, 2017.Praktik kerja lapangan I prosedur pelayanan rekam medis
dasar, KKPMT I dan II.Kementerian kesehatan RI.
Kartasapoetra. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka Cipta.
Jakarta
Susanto, T. 1994. Pengantar Pengolahan Hasil Pertanian. Faperta Universitas
Brawijaya. Malang.
Tilaar, M. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wahyuningsih Rina, 2010.Proses produksi jamu Di PT.Jamu air
Mancur,Universitas sebelas maret surakarta
Widiyastuti, Y. 2004.Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Yuliani Maya Erina, 2010.Proses produksi pill Di PT.Air Mancur.Universitas
Maret Surakarta

Page 58

Anda mungkin juga menyukai