A. Latar Belakang
Begitu pentingnya obat dalam hidup manusia sehingga dalam pembuatannya pun obat
harus memenuhi kriteria efficacy, safety,dan quality Kriteria tersebut harus terpenuhi mulai
dari pembuatan, pendistribusian hingga penyerahan obat ke tangan konsumen harus
diperhatikan agar kualitas obat tersebut tetap terjaga sampai pada akhirnya obat tersebut
dikonsumsi oleh pasien.
Pada tahap pembuatan obat, pemerintah sudah membuat suatu pedoman (guideline)
yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar obat dapat memenuhi ketiga kr
iteria obat yang sudah disebutkan diatas. Penerapan CPOB dalam industri farmasi
bertujuan untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaannya. Aspek yang diatur dalam CPOB meliputi Manajemen Mutu, Personalia,
Bangunan Dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi Dan Higiene, Produksi, Pengawasan Mutu,
Inspeksi Diri,Audit Mutu Dan Audit & Persetujuan Pemasok, Penanganan Keluhan
Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali Produk, Dokumentasi, Pembuatan Dan
Analisis Berdasarkan Kontrak, Kualifikasi Dan Validasi.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin I obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
tujuanpenggunaannya.CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obatyang
dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya, bila perlu dapat dilakukan
penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap
dicapai.
Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan
penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika.
Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran
obat-obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat
alami tersebut telah terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai
obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan
lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat.
Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil
penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih
berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini
obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern.
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional
diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan
penanganan bahan baku.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
produk jadi.
BAB II
PEMBAHASAN
Proses produksi obat tradisional, menyangkut semua kegiatan pembuatan dimulai dari
pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan
pengemasan untuk menghasilkan produk jadi, haruslah mengikuti Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
CPOB adalah tata cara pembuatan obat yang baik, yang merupakan pedoman wajib bagi
semua industri farmasi, agar menghasilkan produk yang berkhasiat, aman, dan bermutu.
CPOB tidak hanya mengatur aspek produksi, akan tetapi juga pengendalian mutu obat. Hal
ini dikarenakan pengendalian mutu yang menyeluruh sangatlah penting untuk dilakukan agar
produk obat yang dihasilkan tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi
yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut
Sampai saat ini CPOB menjadi pedoman dan acuan yang wajib dipenuhi oleh seluruh
industri farmasi di Indonesia dalam melakukan kegiatan bisnisnya. Berikut ini adalah tujuan
TUJUAN
Sistem manajemen mutu lebih baik dijabarkan struktur organisasi, tugas dan funsi,
tanggungjawab, prosedur-prosedur, instruksi kerja, proses dan sumber daya
Berikut di bawah ini ruang lingkup CPOB 2018 yang meliputi 12 aspek:
2. Personalia
CPOB menyatakan bahwa suatu industri farmasi harus menyediakan sumber daya manusia
(personil) yang berkualitas dan terkualifikasi dengan jumlah yang memadai
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar.
Di dalam CPOB sendiri mensyaratkan industri farmasi untuk memberikan pelatihan kepada
seluruh personilnya. Pelatihan ini sebagai salah satu bentuk penerapan dari sistem manajemen
mutu di industri farmasi yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk baik secara langsung
Pelatihan yang berkesinambungan dilakukan dengan tujuan memperdalam pemahaman
personil terhadap proses produksi dan parameter kritis dari proses, menyediakan latihan
untuk penanganan atas masalah yang terjadi, memberikan pemahaman prinsip dan aspek
CPOB, dan mempelajari penerapan suatu teori ke dalam bentuk praktik.
Bangunan dan fasilitas yang dimiliki oleh industri farmasi hendaklah memiliki desain
konstruksi yang memadai dan disesuaikan kondisinya serta dirawat dengan baik untuk
memudahkan produksi obat yang benar.
Fasilitas sarana dan prasarana yang ada di ruangan harus mampu memperkecil terjadinya
risiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain. Desain atau tata letak sarana dan
prasarana harus memudahkan pegawai untuk melakukan pembersihan, sanitasi dan perawatan
yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, terjadinya penumpukan debu atau
kotoran sehingga dapat menurunkan mutu obat.
4. Peralatan
Peralatan pembuatan obat harus ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat
yang dihasilkan dapat terjamin dan seragam dari bets ke bets. Selain itu, penggunaan
peralatan harus memerhatikan kebersihan agar dapat mencegah kontaminasi silang,
penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk.
5. Produksi
Industri farmasi memproduksi obat dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOB. Dengan mengikuti pedoman CPOB dalam produksinya akan
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin
pembuatandanizinedar.
Industri farmasi harus memperhatikan cara penyimpanan, lama penyimpanan dan cara
pengiriman obat dan/atau kembalian. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengevaluasi
kemungkinan kerusakan mutu obat. Jika kondisi kemasan masih baik namun cara
penyimpanan, lama penyimpanan dan cara pengiriman diduga dapat merusak produk, maka
produk harus dikarantina dan dilakukan koordinasi dengan industri farmasi terkait mutu
produknya.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan salah satu aspek yang paling esensial dari CPOB. Pengawasan
mutu ini akan memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten dimonitoring untuk
menjaga mutu produk yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua personil dan stakeholders industri farmasi yang
berkepentingan pada semua tahapan proses produksi obat merupakan sebuah keharusan.
Dengan begitu, industri farmasi akan mampu mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Supplier)
Inspeksi diri dilaksanakan secara independen dan diverifikasi oleh petugas yang kompeten
dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Tujuan pelaksanaan aspek inspeksi diri ini adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
Produksi dan Pengawasan Mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB.
Audit Mutu dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau juga bisa tim yang
dibentuk oleh manajemen perusahaan yang berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit
mutu ini meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen
Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.
Audit mutu ini juga dapat diperluas terhadap supplier bahan produksi atau bahan pengemas
yang telah memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan oleh industri farmasi yang
bersangkutan.
Penarikan kembali obat merupakan suatu proses penarikan kembali produk dari satu atau
beberapa bets atau seluruh bets tertentu dari peredaran. Tindakan ini dilakukan apabila
ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai keluhan setelah
pemakaian produk sehingga berisiko terhadap kesehatan.
Produk obat yang sudah beredar dapat dikembalikan ke industri farmasi berdasarkan adanya
laporan keluhan dari pelanggan atau konsumen. Keluhan yang dimaksud meliputi kerusakan
dan melebihi tanggal kadaluwarsa obat, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau
kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas obat, mutu, jumlah atau berat dan
keamanan obat yang bersangkutan,
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen untuk Pemastian Mutu.
Tujuan dilakukannya dokumentasi adalah untuk memastikan setiap personil akan menerima
uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci. Dengan dokumentasi yang jelas akan mampu
memperkecil risiko terjadinya kekeliruan atau salah tafsir yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan, tidak didukung dengan pesan yang tertulis atau dikirim
secara elektronik.
Kegiatan alih daya merupakan tanggung jawab industri farmasi terhadap Badan POM untuk
menghindari kesalahpahaman sehingga dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan
mutu yang tidak memuaskan. Kegiatan yang dialihdayakan haruslah didefinisikan, disetujui
dan dikendalikan di dalam sebuah kontrak tertulis.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab legal dari Penerima Kontrak dan Pemberi
Kontrak terhadap konsumen.
Industri farmasi melakukan identifikasi kualifikasi dan validasi yang diperlukan sebagai bukti
pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Adanya perubahan yang
signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
obat hendaklah divalidasi.
2. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi
informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan
pemasok.
dalam kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan
air bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh
simplisia yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir
6. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara
yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air
yang dipersyaratkan.
7. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan
simplisia yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung
digunakan hendaklah disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang
petugas yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label
9. lebih awal (First In, First Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa
10. Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan
cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang
1. Verifikasi
berlaku
2. Pencemaran
2.1. Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang dapat
boleh terjadi.
2.2. Pencemaran khamir, kapang dan atau kuman non patogen terhadap
diketahuinya asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut
pengawasannya.
3.1. Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran kode produksi secara
dan produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor kode produksi
tertentu.
3.3. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu
jumlah bahan yang ditimbang atau diukur oleh dua petugas yang
berbeda.
3.5. Pengolahan
3.5.4. Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang akan
dengan sifat dan jenis yang tepat untuk melindungi produk dan
3.5.5. Semua wadah yang berisi produk antara dan produk ruahan
jadi.
3.5.9. Hasil pengawasan dalam proses (in proces control) dari produk
3.6. Pengemasan
pengemas.
jadi.
1.1.2. Produk yang bentuk atau rupanya sama atau hampir sama, tidak
fisik.
1.1.4. Pengemas atau bahan cetak yang berlebih, yang cacat dan atau
lebih lanjut.
penyimpanannya.
Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan
penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika.
Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran
obat-obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat
alami tersebut telah terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai
obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan
lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat.
Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil
penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih
berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini
obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern.
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional
diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan
penanganan bahan baku.
Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik ( CPOTB ) meliuti seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar
produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaan nya. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan
dasar untuk menerapkan system jaminan mutu yang diakui dunia Internasional
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Proses produksi obat tradisional, menyangkut semua kegiatan pembuatan
haruslah mengikuti Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang
3.2 SARAN
Kami harap dengan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai fitofarmaka
sehingga pembaca dan penulis dapat memanfaatkan obat-obat fitofarmaka untuk
meningkatkan kualitas kesehatan dan juga perlu dikembangkan lagi pengetahuan dan
perlu digali lagi minat terutama dari kita mahasiswa yang dituntut untuk ahli dalam
mengembangkan obat tradisonal ini menjadi obat yang lebih baik lagi karna sangat
banyak bahan alam yang kemungkinan dapat menjadi obat yang baik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Jakarta.
Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives and policies in
Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia.