Anda di halaman 1dari 17

MATERI VII

CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL


YANG BAIK (CPOTB)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Begitu pentingnya obat dalam hidup manusia sehingga dalam pembuatannya pun obat
harus memenuhi kriteria efficacy, safety,dan quality Kriteria tersebut harus terpenuhi mulai
dari pembuatan, pendistribusian hingga penyerahan obat ke tangan konsumen harus
diperhatikan agar kualitas obat tersebut tetap terjaga sampai pada akhirnya obat tersebut
dikonsumsi oleh pasien.
Pada tahap pembuatan obat, pemerintah sudah membuat suatu pedoman (guideline)
yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar obat dapat memenuhi ketiga kr
iteria obat yang sudah disebutkan diatas. Penerapan CPOB dalam industri farmasi
bertujuan untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaannya. Aspek yang diatur dalam CPOB meliputi Manajemen Mutu, Personalia,
Bangunan Dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi Dan Higiene, Produksi, Pengawasan Mutu,
Inspeksi Diri,Audit Mutu Dan Audit & Persetujuan Pemasok, Penanganan Keluhan
Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali Produk, Dokumentasi, Pembuatan Dan
Analisis Berdasarkan Kontrak, Kualifikasi Dan Validasi.

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin I obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
tujuanpenggunaannya.CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obatyang
dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya, bila perlu dapat dilakukan
penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap
dicapai.
Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan
penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika.
Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran
obat-obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat
alami tersebut telah terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai
obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan
lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat.
Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil
penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih
berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini
obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern.

Kecenderungan kuat untuk menggunakan pengobatan dengan bahan alam, tidak


hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga berlaku di banyak negara karena cara-cara
pengobatan ini menerapkan konsep back to nature atau kembali ke alam yang diyakini
mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat-obat modern .
Mengingat peluang obat-obat alami dalam mengambil bagian di dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar dan supaya dapat menjadi unsur dalam
sistem ini, obat alami perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat dan mutu

Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional
diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan
penanganan bahan baku.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu CPOB

2. Bagaimana penerapan CPOB yang baik

C. Tujuan

Mengetahui cara proses produksi obat tradisional, menyangkut semua

kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal termasuk penyiapan

bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk menghasilkan

produk jadi.
BAB II
PEMBAHASAN
Proses produksi obat tradisional, menyangkut semua kegiatan pembuatan dimulai dari

pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan

pengemasan untuk menghasilkan produk jadi, haruslah mengikuti Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik (CPOTB) yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang

dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

CPOB adalah tata cara pembuatan obat yang baik, yang merupakan pedoman wajib bagi

semua industri farmasi, agar menghasilkan produk yang berkhasiat, aman, dan bermutu.

CPOB tidak hanya mengatur aspek produksi, akan tetapi juga pengendalian mutu obat. Hal

ini dikarenakan pengendalian mutu yang menyeluruh sangatlah penting untuk dilakukan agar

produk obat yang dihasilkan tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi

yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut

Sampai saat ini CPOB menjadi pedoman dan acuan yang wajib dipenuhi oleh seluruh

industri farmasi di Indonesia dalam melakukan kegiatan bisnisnya. Berikut ini adalah tujuan

diperlukannya CPOB dalam sebuah industri farmasi:

TUJUAN

 Menjamin obat dibuat secara konsisten.


 Memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
 Obat yang dibuat sesuai dengan peruntukan obat tersebut (tujuan penggunaanya).

Perkembangan teknologi farmasi yang sangat pesat menyebabkan perubahan-


perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Tak ayal,
hal ini berakibat berubahnya aturan yang dibuat di dalam konsep CPOB sendiri.
Sampai saat ini CPOB yang terbaru adalah CPOB 2018 yang menggantikan CPOB
2012. Berikut perbedaan keduanya:

Tujuan diadakan nya CPOTB adalah


a.Tujuan Umum
i. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan oba
tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
            ii. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia dalam
era pasar bebas
b.Tujuan Khusus
i.      Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di
bidang obat tradisional sehingga bermanfaat bagi perkembangan
industri di bidang obat tradisional.
ii.    Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat
tradisional.

Sistem manajemen mutu  lebih baik dijabarkan struktur organisasi, tugas dan funsi,
tanggungjawab, prosedur-prosedur, instruksi kerja, proses dan sumber daya

Berikut di bawah ini ruang lingkup CPOB 2018 yang meliputi 12 aspek:

1. Sistem Mutu Industri Farmasi


Pemegang Izin Industri Farmasi (IIF) memproduksi obat sesuai dengan tujuan penggunaan,
memenuhi persyaratan Izin Edar atau Persetujuan Uji Klinik. Selain itu, obat yang dibuat
oleh industri farmasi harus menjaga keamanan, mutu dan efektifitas obat agar tidak
menimbulkan resiko yang membahayan bagi pasien atau pengguna.
Industri farmasi harus mencapai).

2. Personalia

CPOB menyatakan bahwa suatu industri farmasi harus menyediakan sumber daya manusia
(personil) yang berkualitas dan terkualifikasi dengan jumlah yang memadai
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan benar.
Di dalam CPOB sendiri mensyaratkan industri farmasi untuk memberikan pelatihan kepada
seluruh personilnya. Pelatihan ini sebagai salah satu bentuk penerapan dari sistem manajemen
mutu di industri farmasi yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk baik secara langsung
Pelatihan yang berkesinambungan dilakukan dengan tujuan memperdalam pemahaman
personil terhadap proses produksi dan parameter kritis dari proses, menyediakan latihan
untuk penanganan atas masalah yang terjadi, memberikan pemahaman prinsip dan aspek
CPOB, dan mempelajari penerapan suatu teori ke dalam bentuk praktik.

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas yang dimiliki oleh industri farmasi hendaklah memiliki desain
konstruksi yang memadai dan disesuaikan kondisinya serta dirawat dengan baik untuk
memudahkan produksi obat yang benar.
Fasilitas sarana dan prasarana yang ada di ruangan harus mampu memperkecil terjadinya
risiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain. Desain atau tata letak sarana dan
prasarana harus memudahkan pegawai untuk melakukan pembersihan, sanitasi dan perawatan
yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, terjadinya penumpukan debu atau
kotoran sehingga dapat menurunkan mutu obat.

4. Peralatan
Peralatan pembuatan obat harus ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat
yang dihasilkan dapat terjamin dan seragam dari bets ke bets. Selain itu, penggunaan
peralatan harus memerhatikan kebersihan agar dapat mencegah kontaminasi silang,
penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk.

5. Produksi

Industri farmasi memproduksi obat dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan
memenuhi ketentuan CPOB. Dengan mengikuti pedoman CPOB dalam produksinya akan
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin
pembuatandanizinedar.

6. CaraPenyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik

Industri farmasi harus memperhatikan cara penyimpanan, lama penyimpanan dan cara
pengiriman obat dan/atau kembalian. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengevaluasi
kemungkinan kerusakan mutu obat. Jika kondisi kemasan masih baik namun cara
penyimpanan, lama penyimpanan dan cara pengiriman diduga dapat merusak produk, maka
produk harus dikarantina dan dilakukan koordinasi dengan industri farmasi terkait mutu
produknya.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan salah satu aspek yang paling esensial dari CPOB. Pengawasan
mutu ini akan memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten dimonitoring untuk
menjaga mutu produk yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Keterlibatan dan komitmen semua personil dan stakeholders industri farmasi yang
berkepentingan pada semua tahapan proses produksi obat merupakan sebuah keharusan.
Dengan begitu, industri farmasi akan mampu mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. 

8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Supplier)
Inspeksi diri dilaksanakan secara independen dan diverifikasi oleh petugas yang kompeten
dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.

Tujuan pelaksanaan aspek inspeksi diri ini adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
Produksi dan Pengawasan Mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB.

Program ini dirancang untuk mendeteksi kelemahan industri farmasi dalam pelaksanaan


CPOB dan untuk memutuskan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk perbaikan ke
depannya. Pelaksanaan inspeksi diri dilakukan secara rutin dan didokumentasikan untuk
selanjutnya dibuatkan program tindak lanjut yang efektif. 

Audit Mutu dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau juga bisa tim yang
dibentuk oleh manajemen perusahaan yang berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit
mutu ini meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen
Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.

Audit mutu ini juga dapat diperluas terhadap supplier bahan produksi atau bahan pengemas
yang telah memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan oleh industri farmasi yang
bersangkutan.

9. Keluhan dan Penarikan Kembali Produk

Penarikan kembali obat merupakan suatu proses penarikan kembali produk dari satu atau
beberapa bets atau seluruh bets tertentu dari peredaran. Tindakan ini dilakukan apabila
ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai keluhan setelah
pemakaian produk sehingga berisiko terhadap kesehatan.

Produk obat yang sudah beredar dapat dikembalikan ke industri farmasi berdasarkan adanya
laporan keluhan dari pelanggan atau konsumen. Keluhan yang dimaksud meliputi kerusakan
dan melebihi tanggal kadaluwarsa obat, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau
kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas obat, mutu, jumlah atau berat dan
keamanan obat yang bersangkutan,
10. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen untuk Pemastian Mutu.
Tujuan dilakukannya dokumentasi adalah untuk memastikan setiap personil akan menerima
uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci. Dengan dokumentasi yang jelas akan mampu
memperkecil risiko terjadinya kekeliruan atau salah tafsir yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan, tidak didukung dengan pesan yang tertulis atau dikirim
secara elektronik.

11. Kegiatan Alih Daya

Kegiatan alih daya merupakan tanggung jawab industri farmasi terhadap Badan POM untuk
menghindari kesalahpahaman sehingga dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan
mutu yang tidak memuaskan. Kegiatan yang dialihdayakan haruslah didefinisikan, disetujui
dan dikendalikan di dalam sebuah kontrak tertulis.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab legal dari Penerima Kontrak dan Pemberi
Kontrak terhadap konsumen.

12. Kualifikasi dan Validasi

Industri farmasi melakukan identifikasi kualifikasi dan validasi yang diperlukan sebagai bukti
pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Adanya perubahan yang
signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
obat hendaklah divalidasi.

A. Penyiapan Bahan Baku


Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah

memenuhi persyaratan yang berlaku.

1. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah

dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.

2. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi

informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan

pemasok.

3. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat

dalam kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan

atau pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.

4. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk

membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.

5. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan

air bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh

simplisia yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir

serta pencemar lainnya.

6. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara

yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air

yang dipersyaratkan.

7. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan

simplisia yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung

digunakan hendaklah disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang

menunjukkan status simplisia dan bahan baku tersebut.


8. Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh

petugas yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label

dibuat berbeda dengan label yang digunakan pada 2.

9. lebih awal (First In, First Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa

lebih awal (First Expired, First Out).

10. Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan

jelas, disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut.

B. Pengolahan dan Pengemasan

Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti

cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang

dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.

1. Verifikasi

1.1. Sebelum suatu prosedur pengolahan induk diterapkan hendaklah

dilakukan langkah-langkah untuk membuktikan bahwa prosedur

bersangkutan cocok untuk pelaksanaan kegiatan secara rutin, dan

bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan

peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk

yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

1.2. Setiap proses dan peralatan hendaklah dilakukan tindakan pembuktian

ulang secara periodik untuk menjamin bahwa proses dan peralatan

tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan yang

berlaku

2. Pencemaran
2.1. Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang dapat

merugikan kesehatan atau mempengaruhi mutu suatu produk tidak

boleh terjadi.

2.2. Pencemaran khamir, kapang dan atau kuman non patogen terhadap

produk meskipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung

pada kesehatan hendaklah dicegah sekecil mungkin sampai dengan

persyaratan batas yang berlaku.

3. Sistem Penomoran Kode Produksi

Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat memastikan

diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan

diketahuinya asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut

pengawasannya.

3.1. Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran kode produksi secara

rinci diperlukan untuk memastikanbahwa produk antara, produk ruahan

dan produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor kode produksi

tertentu.

3.2. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat menjamin bahwa

nomor kode produksi yang sama tidak digunakan secara berulang.

3.3. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu

buku catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian

nomor, identitas produk dan besarnya bets yang bersangkutan.

3.4. Penimbangan dan Penyerahan

3.4.1. Sebelum dilakukan penimbangan atau pengukuran hendaklah

dipastikan ketepatan timbangan dan ukuran serta kebenaran

bahan yang akan ditimbang.


3.4.2. Penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan baku, bahan

pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah dicatat.

3.4.3. Untuk setiap penimbangan atau pengukuran hendaklah

dilakukan pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan

jumlah bahan yang ditimbang atau diukur oleh dua petugas yang

berbeda.

3.5. Pengolahan

3.5.1. Sebelum melaksanakan pengolahan hendaklah dilakukan

pengecekan kondisi ruangan, peralatan, prosedur pengolahan,

bahan dan hal lain yang diperlukan dalam proses pengolahan.

3.5.2. Air yang digunakan dalam proses pengolahan sekurang-

kurangnya memenuhi persyaratan air minum.

3.5.3. Karyawan termasuk pakaian yang digunakan harus bersih dan

hendaklah mengenakan alat pelindung yang sesuai (masker,

sarung tangan, alas kaki, penutup kepala).

3.5.4. Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang akan

diolah, untuk produk antara dan produk ruahan, harus bersih,

dengan sifat dan jenis yang tepat untuk melindungi produk dan

bahan terhadap pencemaran atau kerusakan.

3.5.5. Semua wadah yang berisi produk antara dan produk ruahan

hendaklah diberi label secara tepat yang menyatakan nama dan

atau kode, jumlah, tahap pengolahannya dan nomor

kodeproduksi serta status bahan yang ada di dalamnya.


3.5.6. Pengolahan beberapa produk dalam waktu yang sama dalam

satu ruangan hendaklah dihindari untuk mencegah terjadinya

pencemaran silang antar produk.

3.5.7. Terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi

tertentu, hendaklah dilakukan pengawasan yang seksama,

misalnya pengaturan suhu, pengaturan tekanan uap,

pengaturan waktu dan atau pengaturan kelembaban.

3.5.8. Pengawasan dalam proses hendaklah dilakukan untuk

mencegah hal-hal yang menyebabkan kerugian terhadap produk

jadi.

3.5.9. Hasil pengawasan dalam proses (in proces control) dari produk

antara dan produk ruahan setiap bets hendaklah dicatat

dicocokkan terhadap persyaratan yang berlaku. Bila ada

penyimpangan yang berarti hendaklah diambil perbaikan

sebelum pengolahan bets tersebut dilanjutkan.

3.6. Pengemasan

Sebelum dilakukan pengemasan hendaklah dapat dipastikan

kebenaran identitas, keutuhan serta mutu produk ruahan dan bahan

pengemas.

3.6.1. Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan

pengawasan ketat untuk menjaga identitas dan kualitas produk

jadi.

3.6.2. Hendaklah ada prosedur tertulisuntuk kegiatan pengemasan.

Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai


dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan pengemas

yang tercantum pada prosedur pengemasan tersebut.

3.6.3. Setiap penyerahan produk ruahan dan pengemas hendaklah

diperiksa dan diteliti kesesuaian satu sama lain.

Wadah yang akan digunakan diserahkan ke bagian pengemasan hendaklah dalam


keadaan bersih.
1.1.1. Untuk memperkecil terjadinya kesalahan dalam pengemasan,

label dan barang cetak lain hendaklah dirancang sedemikian

rupa sehingga memiliki perbedaan yang jelas antara satu

produk dengan produk yang lainnya.

1.1.2. Produk yang bentuk atau rupanya sama atau hampir sama, tidak

boleh dikemas pada jalur berdampingan, kecuali ada pemisahan

fisik.

1.1.3. Wadah dan pembungkus produk ruahan hendaklah diberi label

atau penandaan yang menunjukkan identitas, jumlah, nomor

kode produksi dan status produk tersebut.

1.1.4. Pengemas atau bahan cetak yang berlebih, yang cacat dan atau

yang ditemukan pada waktu pembersihan hendaklah diserahkan

pada pimpinan bagian pengemasan untuk dilakukan tindakan

lebih lanjut.

1.1.5. Produk yang dikemas hendaklah diperiksa dengan teliti untuk

memastikan bahwa produk jadi tersebut sesuai dengan

persyaratan dalam prosedur pengemasan.

1.1.6. Produk yang telah selesai dikemas dikarantina, sambil

menunggu persetujuan dari bagian pengawasan mutu untuk

tindakan lebih lanjut.


3.7.

3.7.1 Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan

dan produk jadi, hendaklah disimpan secara teratur dan rapi

untuk mencegah risiko tercampur dan atau terjadinya saling

mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan

pemeriksaan, pengambilan dan pemeliharaannya.

3.7.2 Bahan yang disimpan hendaklah diberi label atau penandaan

yang menunjukan identitas, kondisi, jumlah, mutu dan cara

penyimpanannya.

3.7.3 Pengeluaran bahan yang disimpan hendaklah dilaksanakan

dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan lebih awal

Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan
penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika.
Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran
obat-obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat
alami tersebut telah terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai
obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan
lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat.

Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil
penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih
berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini
obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern.
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional
diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan
penanganan bahan baku.
Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik ( CPOTB ) meliuti seluruh aspek
yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar
produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaan nya. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan
dasar untuk menerapkan system jaminan mutu yang diakui dunia Internasional

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Proses produksi obat tradisional, menyangkut semua kegiatan pembuatan

dimulai dari pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku,

pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk menghasilkan produk jadi,

haruslah mengikuti Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang

bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

3.2 SARAN

Kami harap dengan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai fitofarmaka
sehingga pembaca dan penulis dapat memanfaatkan obat-obat fitofarmaka untuk
meningkatkan kualitas kesehatan dan juga perlu dikembangkan lagi pengetahuan dan
perlu digali lagi minat terutama dari kita mahasiswa yang dituntut untuk ahli dalam
mengembangkan obat tradisonal ini menjadi obat yang lebih baik lagi karna sangat
banyak bahan alam yang kemungkinan dapat menjadi obat yang baik.

3.3 TINJAUAN PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional  yang Baik. Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional  yang Baik. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. 1986.

Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives and policies in
Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai