Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati.
Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya
diketahui memiliki fungsi biofarmaka yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang
memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan
maupun tanaman.
Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara
terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan
yang peluang pasarnya pun cukup besar.
Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka, fitofarmaka atau lebih dikenal
dengan tanaman obat, sangat berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan
kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah
dibudidayakan petani. Bila adapun, teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum
menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri, yaitu bebas bahan kimia dan
tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainya.
Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka industri jamu dan
yang didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia
berjumlah 283 spesies tanaman. Senarai tumbuhan obat Indonesia yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1986 mendokumentasi 940 tanaman
obat dan jumlah tersebut tidak termasuk tanaman obat yang telah punah atau langka dan
mungkin ada pula tanaman obat yang belum dicantumkan.
Bila dikaji dari sejarah perkembangan, beberapa obat medern ternyata sebagaian
diantaranya juga diisolasi dari tanaman. Selain itu didapatkan juga antikanker yang berasal
dari sumber bahan alam seperti aktinomisin, biomisin, dan daun orubisin yang diisolasi dari
jamur dan bakteri.
Dalam belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat modern di pasaran dan
munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, terdapat kecenderungan global untuk
kembali ke alam (back to nature). Faktor yang mendorong masyarakat untuk
mendayagunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat modern / sintetis dan
banyaknya efek samping. Selain itu faktor promosi melalui media masa juga ikut berperan
dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam.
Oleh karena itu obat bahan alam menjadi semakin populer dan penggunaannya
meningkat tidak saja di negara sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga pada negara
maju misalnya Jerman dan Amerika Serikat. Tahun 2000 pasar dunia untuk obat herbal
termasuk bahan baku mencapai 43.000 juta dolar Amerika. Penjualan obat herbal meningkat
dua kali lipat antara tahun 1991 dan 1994, dan antara 1994 dan 1998 di Amerika Serikat.
Pada tanaman obat, kandungan kimia yang memiliki kerja terapeutik termasuk pada
golongan metabolit sekunder. Umumnya metabolit sekunder pada tanaman bermanfaat
sebagai mekanisme pertahanan terhadap berbagai predator seperti serangga dan
mikroorganisme dan hanya dihasilkan oleh tanaman tertentu termasuk tanaman obat.
Kandungan aktif tanaman obat antara lain berupa alkaloid, flavonoid, minyak esensial,
glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen. Lemak, protein, karbohidrat merupakan metabolit
primer yang dihasilkan oleh semua jenis tanaman.
Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka jauh mengungguli
sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan dengan obat-obatan
modern. Ini disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang setara dengan obat-
obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam proses
pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang
efektif dan tepat.
Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji
praklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dan lai-lain dengan menggunakan hewan
percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia.
Prosesnya pembuatan fitofarmaka tidak sederhana. Butuh proses analisis dan proses
penelitian lainnya. Hal tersebut harus melibatkan banyak stakeholder dan kerja sama secara
sinergis, baik dengan peneliti, industri, maupun dengan perguruan tinggi.
Obat tersebut dulunya adalah obat yang berasal dari daun yang kemudian diprdoduksi
sebagai fitofarmaka di prancis. Lebih dari 50 tahun penggunaan metformin dan ternyata obat
tersebut sudah bisa diekstrak unsur kimiawinya secara spesifik.
C. Uji Klinik
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional atau obat herbal harus
dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat
moderen maka uji klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda
(randomized double-blind controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku
emas (gold standard).
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional / obat
herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji praklinik. Pada uji klinik obat
tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik
harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian
dan memberikan informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan
merupakan hal yang penting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan
(reproducible).
3.1 KESIMPULAN
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan
percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Uji klinik pada
manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional / obat herbal tersebut
3..2 SARAN
Kami harap dengan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai
fitofarmaka sehingga pembaca dan penulis dapat memanfaatkan obat-obat fitofarmaka
untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan juga perlu dikembangkan lagi pengetahuan
dan perlu digali lagi minat terutama dari kita mahasiswa yang dituntut untuk ahli dalam
mengembangkan obat tradisonal ini menjadi obat yang lebih baik lagi karna sangat
banyak bahan alam yang kemungkinan dapat menjadi obat yang baik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Jakarta.
Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives and
policies in Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia.