Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

OBAT TRADISIONAL

OLEH :
1. JUMRATIN NIM 062401S22025
2. EKA KURNIATI NIM 062401S22065
3. MISBAH NIM 062401S22032

AKADEMIK KEBIDANAN (AKBID)


HARAPAN BUNDA BIMA
TAHUN 2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal

keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang

telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki

fungsi biofarmaka yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang

memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals,

baik untuk manusia, hewan maupun tanaman.

Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk

menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan

kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang

pasarnya pun cukup besar.

Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka,

fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat, sangat

berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan

kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang

dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan

alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani. Bila adapun,

teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan

persyaratan bahan baku yang diinginkan industri, yaitu bebas bahan

kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya.

2
Dalam memacu pengembangan agribisnis berbasis fitofarmaka

di tingkat petani, sangatlah penting peningkatan kemampuan petani

dalam hal budidaya tanaman obat. Di samping hal budidaya, segi

pasca panen dan pemasaran juga perlu ditingkatkan dalam upaya

memacu pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika

Indonesia.

Obat bahan alam yang semula banyak dimanfaatkan oleh

negara-negara di Asia, Amerika Selatan dan Afrika, sekarang meluas

sampai ke negara-negara maju di Australia dan Amerika Utara.

Awalnya obat bahan alami digunakan sebagai tradisi turun-temurun.

Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan berkembangnya

teknologi, baik produksi maupun informasi, uji praklinik dan klinik

dilakukan untuk memperoleh keyakinan khasiat obat bahan alam.

B. Rumusan Masalah

1. Pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka ?

2. Kriteria sediaan fitofarmaka ?

3. Tahap-tahap pengembangan dan pengujiaan fitofarmaka ?

4. Uji klinik obat tradisional untuk dapat menjadi fitofarmaka ?

5. Contoh sediaan fitofarmaka ?

3
C. Tujuan Pembuatan Proposal

1. Untuk mengetahui Pengembangan obat tradisional menjadi

fitofarmaka ?

2. Untuk mengetahui Kriteria sediaan fitofarmaka ?

3. Untuk mengetahui Tahap-tahap pengembangan dan pengujiaan

fitofarmaka ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa

bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau

galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun

telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat

tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan

sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat

tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik.

Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam

yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses

pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah

sampai dengan uji klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih

meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana

pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan

obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.

Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka

industri jamu dan yang didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) Republik Indonesia berjumlah 283 spesies tanaman.

Senarai tumbuhan obat Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1986 mendokumentasi 940

tanaman obat dan jumlah tersebut tidak termasuk tanaman obat yang

telah punah atau langka dan mungkin ada pula tanaman obat yang belum

5
dicantumkan.

Dalam peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) Republik Indonesia nomor : hk.00.05.41.1384. Untuk dapat

memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat tradisional,

obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai

berikut :

a. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang

memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat.

b. Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan

Obat Tradisional yang baik atau cara pembuatan obat yang baik yang

berlaku.

c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat

menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan

fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil

evaluasi dalam rangka pendaftaran.

Bila dikaji dari sejarah perkembangan, beberapa obat medern

ternyata sebagaian diantaranya juga diisolasi dari tanaman. Selain itu

didapatkan juga antikanker yang berasal dari sumber bahan alam seperti

aktinomisin, biomisin, dan daun orubisin yang diisolasi dari jamur dan

bakteri.

Dalam belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat modern di

pasaran dan munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, terdapat

kecenderungan global untuk kembali ke alam (back to nature). Faktor

yang mendorong masyarakat untuk mendayagunakan obat bahan alam

6
antara lain mahalnya harga obat modern / sintetis dan banyaknya efek

samping. Selain itu faktor promosi melalui media masa juga ikut berperan

dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam. Oleh karena itu obat

bahan alam menjadi semakin populer dan penggunaannya meningkat

tidak saja di negara sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga

pada negara maju misalnya Jerman dan Amerika Serikat. Tahun 2000

pasar dunia untuk obat herbal termasuk bahan baku mencapai 43.000 juta

dolar Amerika. Penjualan obat herbal meningkat dua kali lipat antara

tahun 1991 dan 1994, dan antara 1994 dan 1998 di Amerika Serikat.

Di Indonesia menurut survei nasional tahun 2000, didapatkan

15,6% masyarakat menggunakan obat tradisional untuk pengobatan

sendiri dan jumlah tersebut meningkat menjadi 31,7% pada tahun 2001.10

jenis obat tradisional yang digunakan dapat berupa obat tradisional buatan

sendiri, jamu gendong maupun obat tradisional industri pabrik.

Pada tanaman obat, kandungan kimia yang memiliki kerja

terapeutik termasuk pada golongan metabolit sekunder. Umumnya

metabolit sekunder pada tanaman bermanfaat sebagai mekanisme

pertahanan terhadap berbagai predator seperti serangga dan

mikroorganisme dan hanya dihasilkan oleh tanaman tertentu termasuk

tanaman obat. Kandungan aktif tanaman obat antara lain berupa alkaloid,

flavonoid, minyak esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen.

Lemak, protein, karbohidrat merupakan metabolit primer yang dihasilkan

oleh semua jenis tanaman.

7
Sediaan fitofarmaka masih belum begitu populer di kalangan

masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herba terstandar. Akan

tetapi, pada dasarnya sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-

jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan alami. Dalam ilmu

pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan

yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Dengan demikian khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih

dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah

memiliki dasar ilmiah yang jelas.

Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka

jauh mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah

dapat disetarakan dengan obat-obatan modern. Ini disebabkan

fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang setara dengan obat-

obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi

mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan produk,

sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat.

Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam

pengujian yaitu uji praklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dan lai-lain

dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang

dilakukan terhadap manusia.

A. Kriteria Sediaan Fitofarmaka

Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya :

1. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

2. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.

8
3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang

digunakan dalam produk jadi.

4. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

B. Tahap-Tahap Pengembangan dan Pengujian Fitofarmaka

1. Tahap Seleksi

Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai

dengan skala prioritas sebagai berikut:

a. Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-

penyakit utama

b. Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan

berdasar pengalaman pemakaian empiris sebelumnya.

c. Jenis obat asli yang diperkirakan dapat sebagai alternative

pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau

masih belum jelas pengobatannya.

2. Tahap Biological Screening

a. Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang

mengarah ke khasiat terapetik (pra klinik in vivo).

b. Ada atau tidaknya efek keracunan akut (single dose),

spectrum toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana

yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik,

in vivo).

3. Tahap Penelitian Farmakodinamik

a. Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-

masing sistem biologis organ tubuh.

9
b. Pra klinik, in vivo dan in vitro.

c. Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja

untuk mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon

fitofarmaka.

4. Tahap Pengujian Toksisitas

a. Toksisitas ubkronis

b. Toksisitas akut

c. Toksisitas khas / khusus

5. Tahap Pengembangan Sediaan (Formulasi)

a. Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat

mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada

manusia.

b. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik, yakni :

1) Teknologi farmasi tahap awal

2) Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediaan OA

3) Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak,

sediaan OA

6. Tahap Uji Klinik Pada Manusia

Ada 4 fase dalam uji klinik :

a. Fase 1 : Dilakukan pada sukarelawan sehat.

b. Fase 2 : Dilakukan pada kelompok pasien terbatas.

c. Fase 3 : Dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih

besar dari fase 2

d. Fase 4 : Post marketing survailence, untuk melihat

10
kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat uji pra

klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.

C. Uji Klinik

Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional atau

obat herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji

klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka uji klinik

berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda

(randomized double-blind controlled clinical trial) merupakan desain uji

klinik baku emas (gold standard).

Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat

tradisional / obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat

pada uji praklinik. Pada uji klinik obat tradisional seperti halnya

dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus

dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas

mengenai penelitian dan memberikan informed-consent sebelum

penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang

penting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan

(reproducible).

D. Contoh Sediaan Fitofarmaka

Beberapa contoh fitofarmaka yang beredar di indonesia :

1. Rheumaneer® Nyonya Meneer

2. Stimuno® Dexa Medica

3. Nodiar® Kimia Farma

4. Tensigard® Phapros

11
5. X-Gra® Phapros

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji

praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di

standardisasi.

Fitofarmaka telah melewati beragam pengujian yaitu uji

praklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dan lain-lain dengan

menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan

terhadap manusia. Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan

apabila obat tradisional / obat herbal tersebut telah terbukti aman dan

berkhasiat pada uji praklinik.

Beberapa contoh fitofarmaka yang beredar di indonesia

diantaranya, yaitu : Rheumaneer® Nyonya Meneer, Stimuno® Dexa

Medica, Nodiar® Kimia Farma, Tensigard® Phapros dan X-Gra®

Phapros.

B. Saran

Saya sebagai penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari

kesempurnaan karena memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak

dapat dipungkiri, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara


Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. 1986.

Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives


and policies in Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia.

13
Lampiran

14
15
16
17

Anda mungkin juga menyukai