Anda di halaman 1dari 6

1. Jelaskan apa yang dimaksud etnofarmasi?

Sebutkan kekuatan dan kelemahan yang


dimiliki Indonesia dalam pengembangan obat tradisional termasuk di kampung
adat Cireundeu!
Etnofarmasi berasal dari kata etno dan farmasi. Etno adalah suku atau kelompok,
sedangkan farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat obatan. Etnofarmasi
adalah gabungan disiplin ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara kebiasaan
kultur dalam suatu kelompok masyarakat ditinjau dari aspek farmasetisnya. Oleh sebab
itu akan melibatkan studi identifikasi, klasifikasi dari produk natural (etnobiologi),
preparasi secara farmasetis (etnofarmasetis) dan efek yang diklaim (etnofarmakologi)
beserta aspek pengobatan secara sosial (etnomedisin). Etnofarmasi adalah studi
kefarmasian yang mempertimbangkan hubungan dengan faktor penentu budaya yang
mengenali penggunaan suatu obat oleh manusia berdasarkan kelompok dan identifikasi
serta kategorisasi bahan alam yang dipercaya berkhasiat bagi masyarakat.
Kekuatan:
 Ada bukti-bukti sejarah pengobatan tradisional Indonesia (relief di candi Borobudur,
dokumen kuno, dan lain-lain)
 Indonesia mempunyai salah satu megabiodiversitas terbesar dunia
 Unggul dari sisi keberagaman produk obat tradisional (keragaman dari jenis sediaan,
formula, teknik pembuatan, misalnya: jamu, obat herbal terstandar, fitofarmaka)
 Modalitas yang sudah ada: jamu, makanan sehat, pijat,
 Sudah ada pemgembangan melalui jalur dokter, meski terjadi perdebatan
(Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia, Perhimpunan Dokter Pengembangan
Kesehatan Tradisional Timur, dan lain-lain)
Kelemahan:
 Secara umum belum terbentuk pendidikan formal Kesehatan Tradisional Indonesia
(Kestrindo) setara Strata 1 (kecuali D3 Battra di FK Unair, D3 Jamu di Poltekkes
Solo, dan Fakultas Ayurveda di Universitas Hindu Indonesia di Bali)
 Karena belum ada pendidikan formal, praktisi (practitioner) tidak terstandarisasi dan
lemah pengetahuannya tentang patofisologi penyakit dan fisiogenesis sehat
 Banyak pengobatan alternatif di Indonesia yang tidak jelas manfaat dan keamanannya

Referensi:
- Setianto, Rony (2020) Studi Etnomedisine Di Suku Tengger Probolinggo – Jawa
Timur Dengan Uji Stabilitas Membran Dan Aktivitas Antiinflamasi Pada
Tanaman Terpilih. Tesis thesis, Universitas Setia Budi Surakarta.
http://repository.setiabudi.ac.id/4123/
- Siswanto. Pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia: Konsep, Strategi dan
Tantangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 1,
No. 1, Agustus 2017.
http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jpppk/article/view/429
2. Jelaskan tahapan pengembangan obat tradisional Indonesia yang sebaiknya dilalui
untuk mengembangkan kekayaan herbal di kampung adat Cireundeu!

a) Jamu: Dengan cara coba-mencoba, secara empiris orang purba mendapatkan


pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk mengobati
penyakit. pengetahuan ini secara turun-temurun disimpan dan dikembangkan,
sehingga muncul ilmu pengobatan rakyat, seperti pengobatan tradisional jamu di
Indonesia.
b) Obat tradisional : Uji preklinis
Tahap uji preklinis merupakan persyaratan uji untuk calon obat. Hasil dari uji ini
diperoleh informasi tentang efek farmakologi, farmakokinetik, farmakodinamik untuk
memprediksi efek pada manusia, toksisitas untuk melihat keamanannya, kemudian
pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi
secara in vitro dan pengujian pada hewan secara in vivo.
 Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji
toksisitas khusus yang meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan
karsinogenisitas.
 Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara pemberian
obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara
pemberiannya pada manusia.
c) Uji klinis: Tahap uji klinis obat tradisional dilakukan pada manusia untuk dapat
menjadi fitofarmaka dengan dibuktikan khasiat dan keamanannya. Uji klinis pada
manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telah
terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinis. Pada uji klinis obat tradisional prinsip
etika uji klinis harus dipenuhi. Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting
untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan. Uji klinis dibagi empat fase yaitu:
 Fase I, obat tradisional diujikan pada sukarelawan sehat, pada fase ini ditentukan
keamanan suatu obat dan tolerabilitas obat tradisional.
 Fase II awal, dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding.
 Fase II akhir, dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding.
Pada fase II diamati efikasi pada penyakit yang diobati dan diharapkan dari obat
adalah mempunyai efek potensial dengan efek samping rendah atau tidak toksik.
Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk persediaan
obat.
 Fase III, uji klinis definitif, melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru
dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah
diketahui.
 Fase IV, pascapemasaran, untuk mengamati efek samping yang jarang atau
lambat timbulnya
Yuslianti, ER. Boy.M. Bachtiar, Dewi Fatma Suniarti, Afifah. B.Sutjiatmo.
Standardisasi Farmasitikal Bahan Alam Menuju Fitofarmaka Untuk Pengembangan
Obat Tradisional Indonesia. Dentika Journal. 19(2): 179-185.
https://www.semanticscholar.org/paper/NATURAL-PRODUCTS-
PHARMACEUTICAL-
-FOR-Yuslianti-Bachtiar/56276f7c4fc7911159d59d8fc8b143da0898e522
3. Jelaskan karakteristik dari jamu, obat herbal dan fitofarmaka yang sebaiknya
dikuasai oleh peneliti untuk mengembangkan obat tradisional kampung Cireundeu!
a) Jamu : Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan
leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak,
berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Golongan ini tidak memerlukan
pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Sebuah
ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3 generasi. Artinya
bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan
minimal 180 tahun. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
 Aman
 Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
b) Obat Herbal Terstandar (OHT) : Obat Herbal Terstandar (OHT) perlu dilakukan uji
pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang
berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang
higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis. Obat Herbal dapat dikatakan sebagai
Obat Herbal Terstandarisasi bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
 Aman
 Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
 Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi.
c) Fitofarmaka : Fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis
bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir
Obat Herbal dapat dikatakan sebagai fitofarmaka apabila obat herbal tersebut
telah memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Aman
 Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
 Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
 Telah dilakukan standardisasi bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.

Referensi: Parwata, IMOA. (2016). Obat Tradisional. Jurusan Kimia Laboratorium


Kimia Organik FMIPA Universitas Udayana.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/a6a48203e23370286113d07
440fa07ef.pdf

4. Apa yang dimaksud dengan Simplisia dalam skenario?


Simplisia merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, hewani dan pelikan (mineral).
Simplisa nabati (tumbuhan) secara umum diperoleh dari hasil pertanian / budidaya
tumbuhan obat setelah melalui proses panen, pasca panen dan pengeringan. Simplisia
yang diperoleh dari tumbuhan liar, kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu
konstan, hal ini juga dipengaruhi oleh tempat tumbuh, bibit, iklim, cara panen dan proses
pasca panen.
5. Apa yang dimaksud dengan fitokimia, metabolit primer, dan metabolit sekunder
pada skenario?
Fitokimia:
Senyawa fitokimia merupakan senyawa-senyawa yang dihasilkan dari sintesis
tanaman yang kebanyakan merupakan senyawa aktif yang memiliki fungsi fisiologis bagi
tubuh. Senyawa fitokimia berpotensi mencegah berbagai penyakit seperti penyakit
degeneratif dan kardiovaskuler. Senyawa yang termasuk fitokimia antara lain senyawa
fenol, flavonoid, tanin, alkaloid, steroid, dan triterpenoid.
Metabolit primer dan sekunder:
Metabolisme merupakan seluruh perubahan kimia yang terjadi dalam sel hidup
yang meliputi pembentukan dan penguraian senyawaan kimia. Metabolit primer
merupakan senyawa yang secara langsung terlibat dalam pertumbuhan suatu
tumbuhan sedangkan metabolit sekunder adalah senyawa yang dihasilkan dalam jalur
metabolism lain yang walaupun dibutuhkan tapi dianggap tidak penting peranannya
dalam pertumbuhan suatu tumbuhan

Refesensi:
- MILYARNI, ENY (2015) PROFIL FITOKIMIA DAN EKSTRAKSI BIJI
ASAM KERANJI (Dialium indum L.). Skripsi thesis, Universitas Tarumanagara.
http://repository.untar.ac.id/26222/
- Metabolism sekunder dan Primer. 2020. Universitas Sriwijaya.

6. Sebutkan senyawa yang termasuk polifenol dalam obat bahan alam di skenario?
Polifenol adalah kelompok antioksidan yang secara alami ada di dalam sayuran
(brokoli, kol, seledri), buah-buahan (apel, delima, melon, ceri, pir, dan stroberi), kacang-
kacangan (walnut, kedelai, kacang tanah), minyak zaitun, dan minuman (seperti teh, kopi,
cokelat dan anggur merah/red wine).
Senyawa polifenol terdiri dari beberapa subkelas yakni, flavonol, isoflavon
(dalam kedelai), flavanon, antosianidin, katekin, dan biflavan. Turunan dari katekin
seperti epikatekin, epigalo-katekin, apigalo-katekin galat, dan quercetin umumnya
ditemukan dalam teh dan apel. Jenis polifenol lain adalah tanin yang banyak terkandung
dalam teh dan cokelat.

Referensi: Miryanti, YIPA, dkk. 2011. Ekstraksi antioksidan dari kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.). Universitas Katolik Parahyangan

7. Jelaskan penggunaan bahan alam herbal dalam kedokteran gigi untuk mengontrol
plak dan pemutih gigi selain 29 jenis bahan alam yang digunakan masyarakat
Kampung Cireundeu?

Mengontrol plak
 kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.): Salah satu jenis tanaman obat
tradisional yang banyak dikonsumsi masyarakat umum adalah kelopak bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) yang umumnya dikemas dalam bentuk teh. Ekstrak 40%
kelopak rosella memiliki daya antifungi yang samadengan tablet ketoconazol 200mg.
Oleh karena itu seduhan ekstrak kelopak bunga rosella dapat dijadikan antibakteri dan
antiplak pada konsentrasi tertentu.
 Kulit kayu manis (Cinnamomum sp.) : Kulit kayu manis merupakan salah satu obat
tradisional yang diduga mengandung beberapa senyawa antibakteri seperti flavonoid,
saponin dan cinnamaldehid yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri di rongga
mulut. Larutan ekstrak etanol kulit kayu manis efektif menurunkan akumulasi plak
gigi.
Pemutih gigi
 Strawberry (Fragaria sp.) : Strawberry adalah salah satu bahan alami yang saat ini
dapat digunakan untuk memutihkan kembali gigi yang telah berubah warna, yang
mengandung asam elegat (ellagic acid) dan asam malat (malic acid) yang dapat
memutihkan gigi.
 Lemon (Citrus limon): Buah lemon diketahui memiliki kandungan asam malat dan
asam sitrat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pemutih gigi.

Referensi:
- Machmud, E, Dharmautama, M, Sutono E. 2013. Infusa bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) sebagai obat kumur menurunkan jumlah plak pada mahkota akrilik.
Dentofasial, Vol.12, No.3:144-147.
https://demo.jdmfs.org/index.php/jdmfs/article/view/368
- Waty, S, Suryanto, D, Yurnaliza, Y. 2017. Efektivitas Berkumur Larutan Ekstrak
Etanol Kulit Kayu Manis Dalam Menurunkan Akumulasi Plak Gigi. Jurnal Ilmiah
PANNMED: Vol. 12 No. 1. http://ojs.poltekkes-medan.ac.id/pannmed/article/view/58
- Aulia, M. 2016. Pemanfaatan buah strawberry sebagai bahan pemutih gigi. Makassar
Dental Journal: Vol. 5 No. 2.
http://jurnal.pdgimakassar.org/index.php/MDJ/article/view/96
- Wulandari, Trivia (2017) Efektivitas Waktu Perendaman Sari Buah Lemon (Citrus
Limon) Sebagai Bahan Pemutih Gigi Secara In Vitro Dan Tinjauan Menurut Islam.
Diploma thesis, Universitas YARSI. https://digilib.yarsi.ac.id/4648/

Anda mungkin juga menyukai