DOSEN
HENNI ROSAINI S.Si,M.Farm
OLEH :
Cover …………………………………………………………………………....……….. i
Daftar Isi ……………………………………………………………………….........…...... ii
Kata Pengantar ………………………………………………………….........……....……. 1
I Pendahuluan ………………………………………………………..…..........…..…....…. 2
I.I Latar Belakang …………………………………………………........……..............……2
I.II Rumusan Masalah ……………………………………........……………...............……3
II. Pembahasan ………………………………………………………………..........… … 4
III. Penutup ……………………………………………………...……..................…….… 14
Kesimpulan……………………………………………………………… ….........……… 14
Saran………………………………………………………………........…….........……... 14
Daftar Pustaka ………………………………………………………........…....………… 15
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah untuk pelajaran Teknologi Fitofarmaka.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Henni Rosaini S.Si,M.Farm yang telah
membimbing saya dalam penyusunan makalah mengenai Tahap Pengembangan Fitofarmaka.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk melengkapi nilai tugas Teknologi Fitofarmaka dan
menambah wawasan serta pengetahuan saya mengenai Tahap-tahap Pengembangan
Fitofarmaka.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi saya dan
para pembaca. Saya menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan maupun kesalahan
dari makalah yang telah saya buat.
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di
antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu
tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan bahan alam
sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-
abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo(Jawa),Usada(Bali),
Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi.
Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru 180
tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka peluang bagi
profesi kefarmasian untuk meningkatkan peran sediaan herbal dalam pembangunan kesehatan
masih terbuka lebar. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi
dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi farmasi agar obat
herbal semakin dapat diterima oleh masyarakat luas.
BAB II
PEMBAHASAN
Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar ,
ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.Dengan uji klinik akan
lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan
kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena
manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah.
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya
telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).
Dalam peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik
Indonesia nomor : hk.00.05.41.1384. Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :
Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam
usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan atau dokter umumnya masih
enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Alasan utama keengganan profesi
kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah
mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat
tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan
dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah dikembangkan
Obat Tradisional menjadi fitofarmaka.
Jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan masyarakat,
dibandingkan jamu-jamuan dan herbal terstandar. Akan tetapi pada dasarnya sediaan
fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan alami.
Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan yang telah
tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian, khasiat dan
penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan
biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas.
3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
1. Tahap Seleksi
Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas sebagai
berikut:
1. Uji Toksisitas
Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan
dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji).
pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemberian (misalnya oral
dan intravena). Hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia.
(LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji
mati oleh pemberian dosis tersebut)
Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja
dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji,
menggunakan 3 dosis yang berbeda. Toksisitas sub-akut sebagai adanya perubahan berat
badan serta perubahan lainnya dari hewan percobaan.
Tahap ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas pengaruh farmakologik
pada berbagai system biologik. Bila diperlukan , penelitian dikerjakan pada hewan coba yang
sesuai, baik secara invitro atau invivo.
Bila calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan dipandang belum
bisa atau belum mungkin untuk dikerjakan pengujian farmakodinamik , maka hal ini
seyogyanya tidak merupakan penghambat.
Untuk lebih lanjut, tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung pada
sarana dan prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat keras.
3. Uji klinik
Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau
memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk
pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan segala penyakit.
1) Sediaan oral adalah penggunaan obat yang bertujuan untuk mendapatkan efek
sistemik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah keseluruh tubuh.
Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang kapsul, keras atau
lunak.
Macam- macam kapsul :
Komponen kapsul
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan
untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI IV)
Penggolongan :
a) Serbuk Terbagi (Pulveres) Ialah sediaan berbentuk serbuk yang dibagi-bagi dalam
bentuk bungkusan dalam kertas perkamen.
b) Serbuk Tak Terbagi (Pulvis) Ialah sediaan serbuk yang tidak terbagi dalam per-
resepannya.
c) Serbuk Tabur
Serbuk ringan untuk penggunaan topikal, dapat dikemas dalam wadah yang bagian
atasnya berlubang. Syarat : melewati ayakan mesh 100.
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi.
Pil dalam Farmakope edisi III : Pil adalah suatu sedian berupa massa bulat
mengandung satu atau lebih bahan obat. Dalam buku ilmu meracik obat : Pil adalah
suatu sedian yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan
obat.
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau dari gula dengan atau tanpa
penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup yang mengandung bahan pemberi
rasa tapi tidak mengandung zat-zat obat dinamakan pembawa bukan obat atau
pembawa yang wangi atau harum (sirup). Beberapa sirup bukan obat yang
sebelumnya resmi antara lain: sirup aktasia, sirup cerri, sirup coklat, sirup jeruk. Sirup
ini dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang
ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam
pembuatan formula standart untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan
terapeutik atau bahan obat.
2) Sediaan topikal adalah obat yang digunakan pada kulit yang dimaksudkan untuk
memperoleh efek pada kulit atau di dalam kulit
1.Antelmintik
2.Anti ansietas (anti cemas)
3.Anti asma
4.Anti diabetes (hipoglikemik)
5. Anti diare
6. Anti hepatitis kronik
7. Anti herpes genitalis
8. Anti hiperlipidemia
9. Anti hipertensi
10. Anti hipertiroidisma
11. Anti histamin
12.Anti inflamasi (anti Rematik)
13.Anti kanker
14.Anti malaria
15.Anti TBC
16.Antitusif / ekspektoransia
17.Disentri
18.Dispepsia (gastritis)
19.Diuretik
Produk Fitofarmaka
Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka yang
sudah beredar adalah:
Komposisi :
B. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT. Nyonya Meneer (POM FF 032 300 351)
Komposisi:
Dosis
Kemasan
STIMUNO® tersedia dalam bentuk sirup 60 ml dan 100 ml untuk anak-anak serta
dalam bentuk kapsul untuk dewasa
Nomor Registrasi
D. Tensigard Agromed (Anti hipertensi) PT Phapros ( POM FF 031 300 031, POM FF
031 300 041)
obat ini gabungan dari komposisi daun kumis kucing dan daun seledri, disini yang
berperan sebagai agen penurun tekanan darah tinggi adalah extrak daun seledri,
sedangkan untuk daun kumis kucing (Orthosiphon Folium) lebih ke infeksi ginjal,
saluran kemih, dll.
Kontraindikasi
Dosis
Kemasan:
E. X-Gra PT Phapros (aphrodisiac) (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 02
Komposisi
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam X-gra, kanker
prostat, hipertensi berat dan gagal ginjal.
Dosis :
Sehari 2 kapsul diminum sebelum tidur secara rutin minimal selama 1 bulan.
Efek Samping
karena berupa ekstrak alami X-gra sangat mudah ditoleransi
sangat jarang terjadi susah tidur dan nafsu makan meningkat
hasil uji klinis menyatakan tidak adanya efek samping.
Kemasan
Komposisi :
Pterocarpi Folium 20 %
Momordica Fructus 10 %
Phaseoli Fructus 40 %
Andrographidis Herba 30 %
Indikasi:
Dosis :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan
produk jadinya telah di standardisasi.
Fitofarmaka telah melewati beragam pengujian yaitu uji praklinis seperti uji
toksisitas, uji efektivitas, dan lain-lain dengan menggunakan hewan percobaan dan
pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Uji klinik pada manusia hanya
dapat dilakukan apabila obat tradisional / obat herbal tersebut telah terbukti aman dan
berkhasiat pada uji praklinik.
B. Saran
Saya berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang
membaca nya dan saya sebagai penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan karena memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat
dipungkiri, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA