Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA

DOSEN
HENNI ROSAINI S.Si,M.Farm

OLEH :

NAMA : TRI EVI LESTARI SIBARANI


NO BP : 1801069
KELAS : IV C

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI PADANG


2020
DAFTAR ISI

Cover    …………………………………………………………………………....……….. i
Daftar Isi ……………………………………………………………………….........…...... ii
Kata Pengantar ………………………………………………………….........……....……. 1
I Pendahuluan ………………………………………………………..…..........…..…....…. 2
I.I Latar Belakang …………………………………………………........……..............……2
I.II Rumusan Masalah ……………………………………........……………...............……3
II. Pembahasan ………………………………………………………………..........… … 4
III. Penutup ……………………………………………………...……..................…….… 14
Kesimpulan……………………………………………………………… ….........……… 14
Saran………………………………………………………………........…….........……... 14
Daftar Pustaka ………………………………………………………........…....………… 15
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah untuk pelajaran Teknologi Fitofarmaka.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Henni Rosaini S.Si,M.Farm yang telah
membimbing saya dalam penyusunan makalah mengenai Tahap Pengembangan Fitofarmaka.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk melengkapi nilai tugas Teknologi Fitofarmaka dan
menambah wawasan serta pengetahuan saya mengenai Tahap-tahap Pengembangan
Fitofarmaka.

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi saya dan
para pembaca. Saya menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan maupun kesalahan
dari makalah yang telah saya buat.

Padang, 2 April 2020

Tri Evi Lestari Sibarani

BAB I
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang


Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
memiliki keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan
data terakhir, Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan 5 (lima) besar di dunia. Tumbuhan
merupakan bahan baku yang banyak digunakan sebagai obat herbal. Hal tersebut tentunya
menjadi potensi besar yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan untuk menunjang
sektor kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan bangsa
Indonesia.

Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di
antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh industri jamu
tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka. Penggunaan bahan alam
sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-
abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo(Jawa),Usada(Bali),
Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi.

Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru 180
tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka peluang bagi
profesi kefarmasian untuk meningkatkan peran sediaan herbal dalam pembangunan kesehatan
masih terbuka lebar. Standardisasi bahan baku dan obat jadi, pembuktian efek farmakologi
dan informasi tingkat keamanan obat herbal merupakan tantangan bagi farmasi agar obat
herbal semakin dapat diterima oleh masyarakat luas.

Adapun masyarakat menggunakan bahan alam yang ada di sekitar lingkungan


tempat tinggalnya menggunkan sebagai obat tradisional maka dari itu isi makalah ini
membahas tentang resep obat tradisional dan bukti penggunaannya di masyarakat.
II. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fitofarmaka?
2. Apa dasar pengembangan fitofarmaka?
3. Kriteria sediaan fitoarmaka ?
4. Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka?
5. Keuntungan standarisasi fitofarmaka?
6. Apa saja jenis uji fitofarmaka?
7. Apa saja bentuk sediaan fitofarmaka?
8. Apa saja obat tradisional yang dikembangkan menjadi fitofarmaka?
9. Apa saja produk fitofarmaka?

BAB II
PEMBAHASAN

Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar ,
ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.Dengan uji klinik akan
lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan
kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena
manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah.

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya
telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).

Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka industri jamu dan


yang didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia
berjumlah 283 spesies tanaman. Senarai tumbuhan obat Indonesia yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1986 mendokumentasi 940 tanaman
obat dan jumlah tersebut tidak termasuk tanaman obat yang telah punah atau langka dan
mungkin ada pula tanaman obat yang belum dicantumkan.

Pedoman Pengembangan Fitofarmaka

a. Kep. Menkes RI No.760/MENKES/SK/IX/1992 ttg Pedoman Fitofarmaka


b. SK Menkes RI No. 0584/MENKES/SK/VI/1995 ttg Sentra Pengembangan dan
Penerapan Pengobatan Tradisional
c. Kep. Menkes RI no.56/MENKES/SK/I/2000 ttg Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik
Obat Tradisional
d. Kep. Kepala Badan POM RI no : HK.00.05.4.1380 tgl 2 Maret 2005 ttg Pedoman
CPOTB

Dalam peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik
Indonesia nomor : hk.00.05.41.1384. Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :

a. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan


mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat.
b. Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang baik atau cara pembuatan obat yang baik yang berlaku.
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat,
rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.

Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat dalam
usaha pengobatan sendiri (self-medication), profesi kesehatan atau dokter umumnya masih
enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Alasan utama keengganan profesi
kesehatan untuk meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah
mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang. Obat
tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu digali, diteliti dan
dikembangkan agar dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat. Untuk itulah dikembangkan
Obat Tradisional menjadi fitofarmaka.

Jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan masyarakat,
dibandingkan jamu-jamuan dan herbal terstandar. Akan tetapi pada dasarnya sediaan
fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan alami.
Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan yang telah
tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian, khasiat dan
penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan
biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas.

Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya :

1. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

2. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.

3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.

4. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Tahap-Tahap Pengembangan dan Pengujian Fitofarmaka

1. Tahap Seleksi

Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas sebagai
berikut:

a. Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama


b. Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman
pemakaian empiris sebelumnya.
c. Jenis obat asli yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk
penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.
2. Tahap Biological Screening
a. Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat
terapetik (pra klinik in vivo).
b. Ada atau tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada, dan
sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra
klinik, in vivo).
3. Tahap Penelitian Farmakodinamik
a. Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis
organ tubuh.
b. Pra klinik, in vivo dan in vitro.
c. Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui
mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
4. Tahap Pengujian Toksisitas
a. Toksisitas ubkronis
b. Toksisitas akut
c. Toksisitas khas / khusus
5. Tahap Pengembangan Sediaan (Formulasi)
a. Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan
estetika untuk pemakaian pada manusia.
b. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik, yakni :
 Teknologi farmasi tahap awal
 Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediaan OA
 Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
6. Tahap Uji Klinik Pada Manusia
Ada 4 fase dalam uji klinik :
a. Fase 1 : Dilakukan pada sukarelawan sehat.
b. Fase 2 : Dilakukan pada kelompok pasien terbatas.
c. Fase 3 : Dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari
fase 2
d. Fase 4 : Post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek
samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-
3.

Keuntungan Strandardisasi Fitofarmaka :

I. Menghasilkan efek terapeutik yang konsisten, reproducible & derajat keamanannya


tinggi (dosis terkontrol).
II. Semakin banyak obat tradisional dengan efikasi klinis yang dapat diuji pra klinik
maupun klinik.
III. Kebanyakan uji klinik telah menggunakan ekstrak terstandar.

Jenis Uji Fitofarmaka

1. Uji Toksisitas

Uji toksisitas dibedakan menjadi tiga :

a. Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan
dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji).
pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemberian (misalnya oral
dan intravena). Hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia.
(LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji
mati oleh pemberian dosis tersebut)

b. Uji Toksisitas Sub Akut

Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja
dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji,
menggunakan 3 dosis yang berbeda. Toksisitas sub-akut sebagai adanya perubahan berat
badan serta perubahan lainnya dari hewan percobaan.

c. Uji Toksisitas Kronik


Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian
ini dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan
pengerat). Uji ini dilakukan apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam
jangka waktu yang cukup panjang.

2. Uji Farmakodinamik/efek farmakologik

Tahap ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas pengaruh farmakologik
pada berbagai system biologik. Bila diperlukan , penelitian dikerjakan pada hewan coba yang
sesuai, baik secara invitro atau invivo.

Bila calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan dipandang belum
bisa atau belum mungkin untuk dikerjakan pengujian farmakodinamik , maka hal ini
seyogyanya tidak merupakan penghambat.

Untuk lebih lanjut, tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung pada
sarana dan prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat keras.

3. Uji klinik

Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau
memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk
pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan segala penyakit.

Tujuan pokok uji klinik fitofarmaka adalah:

 Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam


pencegahan atau pengobatan penyakit maupun gejala penyakit.
 Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan
manfaatnya.

Bentuk Sediaan Fitofarmaka

1) Sediaan oral adalah penggunaan obat yang bertujuan untuk mendapatkan efek
sistemik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah keseluruh tubuh.
Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang kapsul, keras atau
lunak.
Macam- macam kapsul :

a) Kapsul cangkang keras (capsulae durae, hard capsul), contohnya kapsul


tetrasiklin, kapsul kloramfenikol dan kapsul Sianokobalami
b) Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsule), contohnya kapsul
minyak ikan dan kapsul vitamin

Komponen kapsul

a) Zat aktif obat


b) Cangkang kapsul
c) Zat tambahan
 Bahan pengisi contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat yang
cenderung mencair diberi bahan pengisi magnesium karbonat, kaolin
atau magnesium oksida atau silikon dioksida.
 Bahan pelicin (magnesium stearat)

Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan
untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI IV)

Penggolongan :

a) Serbuk Terbagi (Pulveres) Ialah sediaan berbentuk serbuk yang dibagi-bagi dalam
bentuk bungkusan dalam kertas perkamen.
b) Serbuk Tak Terbagi (Pulvis) Ialah sediaan serbuk yang tidak terbagi dalam per-
resepannya.
c) Serbuk Tabur
Serbuk ringan untuk penggunaan topikal, dapat dikemas dalam wadah yang bagian
atasnya berlubang. Syarat : melewati ayakan mesh 100.

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi.
Pil dalam Farmakope edisi III : Pil adalah suatu sedian berupa massa bulat
mengandung satu atau lebih bahan obat. Dalam buku ilmu meracik obat : Pil adalah
suatu sedian yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan
obat.

Macam-macam sedian pil

a. Bolus : beratnya lebih dari 300 mg

b. Pil : beratnya sekitar 60 – 300 mg

c. Granul : beratnya 1/3 – 1 grain (1 grain = 64,8 mg)

d. Parvul : beratnya kurang dari 1/3 grain

Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau dari gula dengan atau tanpa
penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup yang mengandung bahan pemberi
rasa tapi tidak mengandung zat-zat obat dinamakan pembawa bukan obat atau
pembawa yang wangi atau harum (sirup). Beberapa sirup bukan obat yang
sebelumnya resmi antara lain: sirup aktasia, sirup cerri, sirup coklat, sirup jeruk. Sirup
ini dimaksudkan sebagai pembawa yang memberikan rasa enak pada zat obat yang
ditambahkan kemudian, baik dalam peracikan resep secara mendadak atau dalam
pembuatan formula standart untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan
terapeutik atau bahan obat.

2) Sediaan topikal adalah obat yang digunakan pada kulit yang dimaksudkan untuk
memperoleh efek pada kulit atau di dalam kulit

Salep adalah sediaan setengah padat untuk dipakai di kulit

Fungsi salep adalah :

1. Pembawa obat untuk pengobatan kulit

2. Pelumas pada kulit

3. Pelindung terhadap rangsang pada kulit, bakteri dan alergen

Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung banyak air


Pasta adalah suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak seperti amilum dan
ZnO. Bersifat pengering. Bahan dasar pasta yang sering dipakai adalah: vaselin,
lanolin, adeps lanae, Ungt. Simplex, minyak lemak dan parafin liq. yang sudah atau
belum bercampur dengan sabun. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal
mengandung air misalnya Na-karboksimetilselulosa (Na-CMC). Kelompok lain
adalah pasta berlemak misalnya pasta Zn-oksida, merupakan salep yang padat, kaku,
tidak meleleh pada suhu tubuh, berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang
diolesi. Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir agar memperoleh
efek lokal (misal, pasta gigi triamsinolon asetonida).

Obat Tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka

Jenis-jenis Obat Tradisional Yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka Sesuai


lampiran Permenkes RI No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992
berikut ini adalah daftar obat tradisional yang harus dikembangkan menjadi
Fitofarmaka yaitu :

1.Antelmintik
2.Anti ansietas (anti cemas)
3.Anti asma
4.Anti diabetes (hipoglikemik)
5. Anti diare
6. Anti hepatitis kronik
7. Anti herpes genitalis
8. Anti hiperlipidemia
9. Anti hipertensi
10. Anti hipertiroidisma
11. Anti histamin
12.Anti inflamasi (anti Rematik)
13.Anti kanker
14.Anti malaria
15.Anti TBC
16.Antitusif / ekspektoransia
17.Disentri
18.Dispepsia (gastritis)
19.Diuretik

Produk Fitofarmaka

Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka yang
sudah beredar adalah:

A. Nodiar (anti diare) PT Kimia Farma (POM FF 031 500 361)

Komposisi :

Each Nodiar tablet contains :


Attapulgite ……………………........... 300 mg
Psidii Folium Extract ……… ……......... 50 mg
Curcuma domestica Rhizoma Extract …. 7.5 mg
Indikasi : diare yang tidak spesifik, Ekstrak Folium Psidii dikenal memiliki efek
farmakodinamik yang bekerja di otot polos usus. Attapulgite melindungi usus dan
menyerap racun bakteri dan juga meningkatkan konsistensi feses dengan penyerapan
cairan di lumen intestinals. Curcuma domestica Rhizoma bekerja dengan efek sebagai
anti spasmolytical non kompetitif antagonis pada reseptor asetilkolin.

B. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT. Nyonya Meneer (POM FF 032 300 351)

Komposisi:

Curcumae domesticae Rhizoma...... 95 mg


Zingiberis Rhizoma ekstrak............. 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak.......... 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak.......... 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak........... 125 mg

indikasi: mebantu mengurangi nyeri persendian.


C. Stimuno (peningkat sistem imun) PT Dexa Medica (POM FF 041 300 411, POM FF
041 600 421)

STIMUNO® adalah imunomodulator dari herbal alami membantu meningkatkan


daya tahan tubuh. Stimuno terdaftar sebagai FITOFARMAKA , dibuat dari ekstrak
tanaman Phyllanthus niruri (meniran) yang terstandardisasi dan telah melalui berbagai
uji pre-klinik dan klinik. Sebagai imunomodulator (pengatur sistem imun), Stimuno
membantu merangsang tubuh memproduksi lebih banyak antibodi dan mengaktifkan
sistem kekebalan tubuh agar daya tahan tubuh bekerja optimal.

Komposisi : Tiap 5 ml Stimuno Sirup mengandung ekstrak Phyllanthus niruri 25 mg.

Tiap kapsul Stimuno mengandung Phyllanthus niruri 50 mg

Indikasi: Membantu memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh

Dosis

Sirup untuk anak-anak usia 1 tahun ke atas

Anak : 3 kali sehari 1 sendok takar sirup (5 ml)

Kapsul untuk dewasa

Dewasa : 3 kali sehari 1 kapsul

Kemasan

STIMUNO® tersedia dalam bentuk sirup 60 ml dan 100 ml untuk anak-anak serta
dalam bentuk kapsul untuk dewasa

Nomor Registrasi

Stimuno sirup 60 ml dan 100 ml : POM FF 041600421

Stimuno kapsul : POM FF 041300411

D. Tensigard Agromed (Anti hipertensi) PT Phapros ( POM FF 031 300 031, POM FF
031 300 041)

Komposisi tiap kapsul berisi:

Ekstrak Apii herba................... 92mg

Ekstrak Orthosiphon folium...... 28mg


Indikasi: Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

obat ini gabungan dari komposisi daun kumis kucing dan daun seledri, disini yang
berperan sebagai agen penurun tekanan darah tinggi adalah extrak daun seledri,
sedangkan untuk daun kumis kucing (Orthosiphon Folium) lebih ke infeksi ginjal,
saluran kemih, dll.

Kontraindikasi

hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam Tensigard

Dosis

Dosis terapi: 3 x sehari 1 kapsul Dosis pemeliharaan: 2 x sehari 1 kapsul

Efek Samping : sakit kepala , nausea

Kemasan:

Doos isi 3 blister @ 10 kapsul

E. X-Gra PT Phapros (aphrodisiac) (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 02

Komposisi

Tiap kapsul berisi:

Ekstrak Ganoderma lucidum......... 150 mg


Ekstrak Eurycomae radix................ 50 mg
Ekstrak Ginseng............................. 30 mg
Ekstrak Retrofracti fructus............. 2,5 mg
Royal jelly........................................ 5 mg
Indikasi: Meningkatkan stamina dan kesegaran tubuh, membantu meningkatkan
stamina pria, membantu mengatasi disfungsi ereksi dan juga ejakulasi dini.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam X-gra, kanker
prostat, hipertensi berat dan gagal ginjal.

Dosis :

Sehari 2 kapsul diminum sebelum tidur secara rutin minimal selama 1 bulan.

Efek Samping
 karena berupa ekstrak alami X-gra sangat mudah ditoleransi
 sangat jarang terjadi susah tidur dan nafsu makan meningkat
 hasil uji klinis menyatakan tidak adanya efek samping.

Kemasan

Doos isi 3 blister @ 10 kapsul Doos isi 4 catch cover @ 10 kapsul

F. Diabmeneer ® Nyonya Meneer, fitofarmaka diabetes (kencing manis)

Komposisi :

Pterocarpi Folium 20 %
Momordica Fructus 10 %
Phaseoli Fructus 40 %
Andrographidis Herba 30 %
Indikasi:

dapat membantu untuk mengurangi konsentrasi glukosa darah

Dosis :

3 kapsul, sekali sehari setelah makan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan
produk jadinya telah di standardisasi.

Fitofarmaka telah melewati beragam pengujian yaitu uji praklinis seperti uji
toksisitas, uji efektivitas, dan lain-lain dengan menggunakan hewan percobaan dan
pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Uji klinik pada manusia hanya
dapat dilakukan apabila obat tradisional / obat herbal tersebut telah terbukti aman dan
berkhasiat pada uji praklinik.

Beberapa contoh fitofarmaka yang beredar di indonesia diantaranya, yaitu :


Rheumaneer® Nyonya Meneer, Stimuno® Dexa Medica, Nodiar® Kimia Farma,
Tensigard® Phapros dan X-Gra® Phapros.

B. Saran

Saya berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang
membaca nya dan saya sebagai penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan karena memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat
dipungkiri, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI.1992.Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 760/MENKES/SK/IX/1992 ttg


Pedoman Fitofarmaka.
Depkes RI.1995. SK Menkes RI No. 0584/MENKES/SK/VI/1995 ttg Sentra Pengembangan
dan Penerapan Pengobatan Tradisional.
Depkes RI.2000. Kep. Menkes RI no.56/MENKES/SK/I/2000 ttg Pedoman Pelaksanaan Uji
Klinik Obat Tradisional.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. 1986.
Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectives and policies in
Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai