Tujuan Pembelajaran :
a. Latar Belakang
Obat Tradisional (OT) merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang
telah digunakan selama berabad-abad dan hingga kini masih digunakan oleh
masyarakat di Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya, seiring dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi serta adanya kebutuhan upaya kesehatan modern,
OT juga dikembangkan. Perkembangan tersebut meliputi aspek pembuktian khasiat,
keamanan, jaminan mutu, bentuk sediaan, cara pemberian, pengemasan dan
penampilan serta teknologi produksi. Untuk mendorong peningkatan pemanfaatan
OT Indonesia sekaligus menjamin pelestarian Jamu, Indonesia memprogramkan
pengembangan secara berjenjang ke dalam kelompok Jamu, Obat Herbal Terstandar
dan Fitofarmaka.
MMI belum ditetapkan sebagai standar wajib karena lebih merupakan spesifikasi
simplisia yang menjadi acuan dalam pemeliharaan dan pengawasan mutu.
Pada tanggal 28 Mei 2003 World Health Assembly (WHA) yang ke-56 telah
mengeluarkan resolusi mengenai pengobatan tradisional termasuk penggunan OT di
tingkat global. Resolusi WHA ini dilandasi oleh kenyataan bahwa akibat perubahan
lingkungan dan perilaku hidup manusia, cara pengobatan dan obat konvensional tidak
sepenuhnya dapat mengatasi masalah kesehatan yang terus berubah.
WHA ke-56 merekomendasikan 11 langkah kepada negara-negara anggota WHO,
diantaranya agar meningkatkan penelitian OT (butir ke-5) dan menjamin khasiat,
keamanan dan mutu OT atau herbal medicine dengan menetapkan standar bahan dan
ramuan OT yang dituangkan dalam bentuk monografi (butir ke-11).
Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan beberapa langkah kebijakan antara lain
peningkatan produksi, mutu dan daya saing komoditi tumbuhan obat Indonesia serta
penyusunan Farmakope Obat Tradisiona Indonesia.
b. Materi Inti
1. Perbedaan Obat Tradisional dengan Fitofarmaka.
Obat Tradisional Fitofarmaka
1. digunakan dalam upaya perawatan 1. digunakan dalam upaya pelayanan
sendiri, kesehatan formal,
2. khasiat berdasarkan pengalaman 2. khasiat berdasarkan penelitian ilmiah
(empiris, turun temurun), (uji farmakologi, uji toksisitas, uji
3. tujuan penggunaan: untuk promotif klinis),
(peningkatan kesehatan): sehat 3. tujuan penggunaan: untuk kuratif
lelaki, jamu habis bersalin; untuk (pengobatan penyakit): anti hipertensi,
preventif (pencegahan penyakit): anti diabetes,
temulawak untuk hepatoprotektor, 4. indikasi dan parameter pengujian
antioksidan, jelas,
4. indikasi dan parameter pengujian 5. bahan baku telah terstandarisasi.
tidak jelas,
5. bahan baku belum terstandarisasi.
3. Penandaan Fitofarmaka
b. Ramuan :
Ramuan (komposisi) hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisia/sediaan
galenik. Bila hal tersebut tidak mungkin ramuan dapat terdiri dari beberapa
simplisia/sediaan galenik dengan syarat tidak melebihi 5 (lima)
simplisia/sediaan galenik. Simplisia tersebut masing-masing sekurang-
kurangnya telah diketahui khasiat dan keamanannya berdasar pengalaman.
e. Standar fitofarmaka :
Setiap fitofarmaka harus dapat dijamin kebenaran komposisi, keseragaman
komponen aktif dan keamanannya baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif. Pada analisis terhadap ramuan, sebagai baku pembanding
digunakan zat utama atau zat identitas lainnya.
f. Khasiat :
Pernyataan khasiat harus menggunakan istilah medik seperti diuretik,
spasmolitik, analgetik, antipiretik.
g. Dukungan penelitian :
Fitofarmaka harus didukung oleh hasil pengujian dengan protokol pengujian
yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Pengujian meliputi uji
toksisitas, uji efek farmakologik, uji klinik, uji kualitas dan pengujian lain
yang dipersyaratkan.
c. Pengujian toksisitas
i. Uji toksisitas akut
Pemberian dosis tunggal yg meningkat secara teratur pada beberapa
kelompok hewan dari jenis yang sama. Pengamatan kematian dalam waktu
24 jam digunakan untuk menghitung LD50 dan hewan tetap dipelihara
selama 14 hari. Uji toksisitas akut merupakan prasyarat formal keamanan
calon fitofarmaka.
Yang perlu dicari adalah :
1. Spektrum toksisitas akut
2. Cara kematian (mode of death).
3. Nilai LD50 yg dihitung dengan metoda statistik baku.
d. Pengujian farmakodinamik
Dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas pengaruh farmakologik
pada berbagai sistem biologik.
g. Pengujian klinik
Uji klinik fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau
memastikan adanya efek farmakologik, tolerabilitas, keaman dan manfaat
klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan gejala
penyakit.
Tabel. 3 Daftar produk yang termasuk FITOFARMAKA yang terdaftar di Badan POM
sampai dengan tanggal 14 Juli 2008
Royal jelly 5 mg
Berikut adalah daftar produk yang termasuk OBAT HERBAL TERSTANDAR yang
terdaftar di Badan POM sampai dengan tanggal 14 Juli 2008
1 Diabmeneer Membantu
Pterocarpi folium ekstrak 100 mg
meringankan
Momordicae fructus ekstrak 50 gejala kencing
mg manis
Phaseoli fructus ekstrak 200 mg
oralit
Zingiberis Rhizoma 10 g
Atractylodes macrocephalae
Rhizoma ekstrak 6,5 mg
11 Lelap Membantu
Valeriana Radix ekstrak 153,6 mg
meringankan
Myristicae Semen ekstrak 113,6 gangguan sulit
mg tidur
Schizandrae Fructus ekstrak 63,2
mg
c. Ringkasan
1. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik,
bahan baku dan produk jadinya telah di standardisasi
2. Pedoman uji fitofarmaka (berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 761/MENKES/SK/IX/1992) antara lain
tentang prioritas pemilihan, ramuan, standar bahan baku, zat kimia
berkhasiat, standar fitofarmaka, khasiat dan dukungan penelitian
3. Rencana Kerangka Tahap – Tahap Pengembangan meliputi : Pemilihan
berdasarkan prioritas, Pengujian farmakologi, Pengujian toksisitas,
Pengujian farmakodinamika, Pengembangan sediaan (formulasi),
Penapisan fitokimia dan standarisasi sediaan, dan pengujian klinik.
d. Pertanyaan
1. Apa definisi fitofarmaka ? Carilah peraturan terbaru tentang Fitofarmaka!
2. Sebutkan perbedan antara fitofarmaka dan obat tradisional ?
3. Sebutkan prioritas pemilihan obat tradisional dijadikan fitofarmaka ?
4. Sebutkan dan jelaskan tahap uji klinik dalam pembuatan fitofarmaka ?
e. Pustaka
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005.
Peraturan perundang-undangan di bidang obat tradisional, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka. Jakarta
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi I. Jakarta.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka (ketentuan & kriteria
Fitofarmaka).
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
761/MENKES/SK/IX/1992 tentang Pedoman Fitofarmaka (pedoman uji
fitofarmaka).