A. Obat Tradisional
Obat tradisiional sudah dikenal masyarakat sejak jaman dahulu. Pengobatan
dengan menggunakan obat-obatan tradisional juga merupakan salah satu alternatif dalam
bidang pengobatan.
Sesuai amanat yang tertulis dalam UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan
terhadap obat tradisional bertujuan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional
yang tidak memenuhi syarat, baik persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar.
Dalam hal ini pemerintah, mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan pengawasan
terhadap produksi dan peredaran obat-obatan tradisional dengan membuat peraturan yang
mengatur tentang izin Usaha Industri obat Tradisional dan pendaftaran obat tradisional
yaitu Permenkes RI No. 246/Menkes/Per/V/1990.
Pengertian
1. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-
bahan-tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
2. Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional
dengan total aset diatas Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah), tidak termasuk
harga tanah dan bangunan.
3. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri obat tradisional dengan total
aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga
tanah dan bangunan.
4. Usaha jamu Racikan adalah suatu usaha peracikan pencampuran dan atau pengolahan
obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel atau parem dengan
skala kecil, dijual di suatu tempat tanpa penandaan dan atau merek dagang.
5. Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan
pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel, tanpa penandaan dan
atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.
6. Memproduksi adalah membuat, mencampur, mengolah, mengubah bentuk, mengisi
membungkus dan atau memberi penandaan obat tradisional untuk diedarkan.
7. Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan, memiliki atau menguasai persesiaan
di tempat penjualan dalam Industri obat tradisional atau ditempat lain, termasuk
dikendaraan dengan tujuan untuk dijual kecuali jika persediaan di tempat tersebut
patut diduga untuk dipergunakan sendiri.
8. Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksi oleh suatu
Industri obat tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang bersangkutan dengan
memakai merk dan nama dagang perusahaan tersebut.
9. Penandaan adalah tulisan atau gambar yang dicantumkan pada pembungkus, wadah
atau etiket dan brosur yang disertakan pada obat tradisional yang memberikan
informasi tentang obat tradisional yang memberikan informasi tentang obat
tradisional tersebut.
10. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan dengan
cara mencoletkan pada dahi.
11. Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau bubur yang digunakan
dengan cera melumurkan pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh lain.
12. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur yang digunakan
dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.
13. Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran bahan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan atau hewan.
14. Bahan tambahan adalah at yang tidak berkhasiat sebagai obat yang ditambahkan pada
obat tradisional untuk meningkatkan mutu, termasuk mengawetkan, memberi warna,
mengedapkan rasa dan bau serta memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.
B. Fitofarmaka
Pengertian
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai
penelitian yang telah dilakukan, banyak ditemukan obat tradisional yang dapat digunakan
sebagai obat alternatid selain obat-obat yang dibuat dengan bahan obat sintetis dengan
khasiat yang sama dan telah dibuktikan dengan berbagai pengujian klinis.
Obat tradisional yang dikelompokan dan dikembangkan disebut sebagai fitofarmaka.
Oleh karena itu pemerintah menetapkan peraturan mengenai Fitofarmaka dengan Permenkes
RI nomor 760/Menkes/Per/IX/1992.
Selain itu juga ditetapkan dalam keputusan Kepala Badan POM RI, nomor HK.
00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan
obat bahan alam Indonesia.
1. Obat Bahan Alam Indonensia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia
2. Berdasarkan cara pembuatan jenis klaim pengguna dan tingkat pembuktian khasiat
maka obat bahan alam Indonesia dikelompokan menjadi :
a. Jamu
b. Obat Herbal Tertstandar
c. Fitofarmaka
3. a. Jamu adalah obat tradisional Indonesia
b. Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
secara ilmiah dengan praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi
c. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
distandarisasi
4. Logo
a. Kelompok Jamu harus mencantumkan logoo dan tulisan “Jamu” yang ditempatkan
dibagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus / brosur logo berupa ranting daun
terletak dalam lingkaran.
b. Kelompok obat herbal terstandar harus dicantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR” yang ditempatkan dibagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus /
brosur. Logo berupa jari-jari daun (tiga pasang) terletak dalam lingkaran
c. Kelompok Fitofarmaka harus dicantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” yang
ditempatkan dibagian atas sebelkah kiri dari wadah / pembungkus/ brosur. Logo berupa jari
jari daun (yang kemudian membentuk bintang) terletak dalam lingkaran.
5. Pengertian lainnya
a. Uji Fitofarmaka adalah uji toksisitas, uji farmakologik eksperimental dan klinik
fitofarmaka
b. Uji farmakologik eksperimental adalah pengujian pada hewan coba untuk emmastikan
khasiat fitofarmaka
c. Uji Klinik adalah pengujian pada manusia untuk mengetahui atau memastikan adanya efek
farmakologik, tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit,
pengobatan penyakit atau gejala penyakit.
6. Prioritas pemilihan fitofarmaka
Didalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 761/ Menkes / SK/ IX/
1992 tentang pedoman Fitofarmaka dijelaskan bahwa prioritas pemilihan fitorfarmaka
1. Bahan bakunya relatif mudah diperoleh
2. didasarkan pada pola penyakit di Indonensia
3. Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar
4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita
5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan
Bahan baku fitofarmaka dapat ebrupa simplisia atau sediaan gelenik. Bahan baku
fitofarmaka harus memnuhi persyaratan yang tertera pada farmakope Indonesia Ekstra
farmakope Indoensia, materia medika Indonesia, ketentuan atau persyaratan lain yang
berlaku. Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain diluar ketentuan yang telah ditetapkan
harus mendapatkan persetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka .
Penggunaan bahan tambahan harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yang
berlaku yang ditetapkan oleh Badan POM.
Bentuk sediaan fitofarmaka harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan
penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan keamanan khasiat dan
mutu yang paling tinggi, bahan baku sebelum digunakan harus dilakukan pengujian melalui
analisis kualitatif dan kuantitatif.
Secara bertahap Industri harus meningkatkan persyaratan tentang rentang kadar
alkaloid total, kadar minyak atsiri dan lainnya.
7. Ramuan Fitofarmaka
Menteri Kesehatan dalam keputusan Nomor 381/ Menkes/ SK/III/2007 tanggal 27 Maret
2007 menetapkan kebijakan Obat Tradisional Indonesia
Kontranas adalah dokumen resmi yang berisi pernyataan komitmen semua pihak yang
menetapkan tujuan dan sasaran nasional di bidang tradisional beserta priorotas strategi dan
peran berbagai pihak dalam penerapan komponen-komponen pokok kebijakan untuk
pencapaian tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang kesehatan.
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO. 243 /Menkes/Per/V/1990
DAFTAR BAHAN OBAT TRADISIONAL YANG DIBEBASKAN DARI KETENTUAN
WAJIB DAFTAR
Bagian yang
NO Bana Indonesia Nama Latin
digunakan
Adas Foeniculum vulgare Buha
Adas Manis Pimpinela aninus Buah
Akar Wangi Vetiveriae zizanioideas (AndropogonAkar
zizanioideae)
Asam Tamaridus Indica Buahh
Bangle Zingiber purpureum Rimpang
Bawang Merah Allium cepa Umbi
Bayam duri Amarantus spinosus Daun
Baligo Benincasa hispida Buah
Belimbing Manis Averhoa carambola Bunga
Beluntas Pluchea indica Daun
Belustru Liffa cylincrica Daun
Cabe Jawa Piper retrofractum Buah
Cendana Santalum album Kayu
Cengkeh Syzygium aromaticum Bunga
Cincao Cyclea barbata Daun
Daun Jintan Plectranthus amboinucus Daun
Gambir Uncaria gambir Sari daun
Ganyong Canna edulis Pati
Garut/ Irut Marantha arundinaceae Pati
Jahe Zingiber officinale Rimpang
Jambu biji Psidium guajava Daun
Jeruk manis Citrus aurantium Kulit buah
Jeruk nipis Citrus aurantifoli Buah
Kepulaga Amomum compactum Buah
Katuk Sauropus androgynus Daun
Kayu manis Cinnamomum gurmai Kulit batang
Kecombrang Nicolaia speciea Bunga
Kedawung Parkia roxburghii Biji
Kepala Cocos nucifera Air
Kemenyan Styrox benzoin Damar
Kemiri Aleurites moluccana Biji
Kencur Kaemferia galanga Rimpang
Ketumbar Coriandrum sativum Biji/ buah
Kunyit Curcuma domestika Rimpang
Labu Legenaria Leucantha Buah
Labu merah Cucurbitamoschata Biji
Seringkali kita bingung bagaimana memilih dan menetukaan berbagai macam obat herbal,
yang mana sebaiknya dipilih. Jika penyakitnya ringan seperti masuk angin, diare, pegel linu
maka Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka dapat menjadi pilihan.
Jamu memang obat tradisional warisan turun-temurun, sementara obat herbal terstandar
adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Saat ini ada beberapa
merek obat herbal terstandar, yaitu Diabmeneer, Diapet, Fitogaster, Fitolac, Glucogarp, Ho
Stimuno, Irex Max, Kiranti Pegal Linu, Kiranti Sehat Datang Bulan, Kuat Segar (Chang
Sheuw Tian Ran Ling Yao), Lelap, Prisidii, Reumakur, Sehat Tubuh (Tian Ran Ling You),
Songgolangit, Stop Diar Plus,Virugon, juga yang terbaru tolak angin.
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah di standarisasi. Saat ini baru 5 produk yang ada dipasaran, yaitu: Nodia, Rheumaneer,
Stimuno,Tensigarp,Agromed,X-Gra. Kita cermatilebih jauh jauh ya…
2. X-Gra ® Phapros
Tiap kapsul berisi:
Ekstrak Ganoderma lucidum 150 mg
Ekstrak Eurycomae radix 50 mg
Ekstrak Ginseng 30 mg
Ekstrak Retrofracti fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg
- Obat Herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi.
- Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah distandardisasi.
PEMBAHASAN
Banyak masyarakat bingung tentang kehadiran produk fitofarmaka bernama Stimuno yang
berisi ekstrak meniran yang dikabarkan bisa merusak ginjal. Juga beredar berita bahwa
produk Echinacea seperti dalam produk Imboost tidak ada khasiatnya. Echinacea kandungan
zat aktifnya yang mempunyai efek farmakologis adalah polisakarida aktif yang mempunyai
struktur antigen sehingga bisa berikatan dengan epitop antibodi membentuk kompleks imun.
Dengan adanya ikatan ini sifatnya lebih kepada imunostimulan yaitu memicu sistem
pertahanan tubuh.
Untuk meniran, sebenarnya ada 2 tanaman yaitu species Phyllantus niruri dan Phyllanthus
urinaria. Secara umum perbedaan antara Phyllantus niruri dan Phyllantus urinaria terletak
pada warna batangnya. Phyllantus niruri memiliki batangnya berwarna putih sedangkan
Phyllantus urinaria batangnya berwarna merah. Keduanya memang mempunyai sifat diuresis
yaitu sifat mengeluarkan air kencing, dan tentu proses ini berhubungan erat dengan kerja
ginjal. Ya memang demikian, sebelum di-klaim sebagai imunomodulator meniran telah
dikenal sebagai obat yang bikin kencing.
Bagaimana dengan sifat diuresis tersebut? Pada dosis tertentu ternyata mempunyai efek
imunostimulan dan pada kadar tertentu juga bersifat diuresis. Si batang merah ini sifat
diuresisnya lebih kuat dibanding P. niruri.
“Sebagai penderita gagal ginjal, kemampuan tubuh untuk pembentukan Hb terhenti,
sehingga kadar Hb saya setiap waktu cenderung turun dan tiap 6 bulan sekali butuh
transfusi darah.
Dari berbagai hasil penelitian dilaporkan bahwa herba meniran (Phyllanthus niruri)
memiliki kemampuan meningkatkan kadar Hb dalam darah, dan setelah saya coba
mengkonsumsi infusa herba meniran dalam waktu 2 bulan, ternyata potensi itu memang
terbukti bisa meningkatkan kadar Hb dalam darah.
Dari hasil penelitian pula dilaporkan bahwa meniran berfungsi membantu aktivitas kerja
hormon pembentuk Hb (alfa atau beta Haemapoeitin : yang hormon ini tidak lagi diproduksi
oleh ginjal yang rusak).
Sejak itu selama 2 tahun terakhir, saya tidak lagi pernah transfusi darah, dan Hb saya stabil
antara 8,5 – 9,5 (kadar normal orang sehat = 12).
Transfusi disarankan kalau kadar Hb turun sampai 7 ke bawah.
Semoga informasi ini bisa dimanfaatkan para penderita gagal ginjal yang lain. “
JAMU, Obat herbal terstandar (OHT) dan Fitofarmaka
Stimuno telah mendapatkan sertifikat Fitofarmaka oleh BPOM. Fitofarmaka adalah sediaan
obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standardisasi. Uji klinis yaitu
uji yang dilakukan terhadap manusia, sedangkan OHT baru uji praklinik saja yaitu pada
hewan percobaan.
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.
Mungkin Anda ingat iklan Tolak Angin yang dibintangi oleh dr. Laula Kamal yang dikatakan
telah di uji pra-klinik di laboratorium beberapa universitas. Tentang pembagian jamu, OHT,
dan fitofarmaka.
golongan fitofarmaka telah mampu disejajarkan dengan obat modern dan dokter bisa
meresepkan produk fitofarmaka kepada pasien. Jika ada produk serupa, misal perusahaan X
yang sama-sama membuat obat serupa dengan kandungan sama-sama meniran 50 mg,
apakah boleh mencantumkan fitofarmaka dalam kemasannya? Jawabnya tentu tidak bisa.
Walau bahannya sama tentu formulasinyaberbeda. Formulasi yaitu rangkaian dari formula
(zat berkhasiat), bahan tambahan, kadar, dan proses produksi. Jika formulasi berbeda maka
dalam melepaskan zat berkhasiat juga berbeda. Kesatuan formulasi produk akhir juga harus
diuji, ini karena ada bahan yang dalam bentuk tunggal, keduanya aman dan berkhasiat,
namun ketika digabung malah menghasilkan efek yang merugikan, contohnya adalah
pecampuran meniran dan jinten hitam.
Meniran (Phyllanthus niruri) berkhasiat sebagai imunostimulan dan bersifat tidak toksik.
Jinten hitam (Nigella sativa) berkhasiat imunostimulan, juga tidak toksik. Namun, jangan
mencampur kedua bahan ini karena campuran meniran dan jinten hitam bisa menyebabkan
hepatotoksik (toksik pada hati). Sehingga, pengujian toksisitas seharusnya dilakukan pada
produk akhir.
untuk obat herbal, lebih banyak variasinya. Walau sama-sama meniran, namun sistem
penanaman berbeda, asal tanaman berbeda (satu di dataran tinggi, satu lagi di dataran
rendah), musim kemarau dan musim hujan, spesies berbeda walau genusnya sama
(Echinacea purpurea, Echinacea angustifolia, dan Echinacea pallida) tentu kandungan
metabolit juga berbeda, dan bisa berbeda pula efek yang dihasilkan. Jadi oleh perusahaan X
tersebut tidak boleh mencantumkan label Fitofarmaka karena perusahaan X tidak tahu
produknya diformulasi sama tidak dengan Stimuno, juga bagaimana respon kliniknya juga
belum diteliti, walau sama-sama mengandung bahan yang sama, yaitu meniran.a dilakukan
pada produk akhir.
OHT vs FITOFARMAKA
Fitofarmaka, masih banyak orang yang asing dengan istilah ini. Jumlah fitofarmaka di
Indonesia hingga tahu 2011 hanya ada 5 yaitu Stimuno (Dexa Medica), X-Gra (Phapros),
Tensigard (Phapros), Rheumaneer (Nyonya mener), dan Nodiar (Kimia Farma).Sedangkan
OHT mencapai 17 dan golongan jamu mencapai ribuan.
Fitofarmaka jumlahnya sedikit sekali, padahal kekayaan hayati Indonesia sangat besar karena
masalah waktu dan biaya. Untuk menuju grade fitofarmaka diperlukan dana milyaran hingga
triliunan dan waktu bisa lima sampai belasan tahun. Selain kedua alasan di atas, sebenarnya
ada satu alasan lagi mengapa para produsen “belum mau” mengangkat produknya menuju ke
fitofarmaka. Yaitu belum populernya fitofarmaka dan masyarakat belum paham makna
penggolongan grade-grade tersebut.
Contohnya Tolak Angin. Pada awalnya produk ini adalah Jamu, namun sekarang sudah
OHT. Bagi konsumen, jelas dengan kenaikan grade ini semakin meningkatkan kepercayaan,
obat ini telah melalui proses standardisasi sehingga lebih terjamin produknya. Masyarakat
kita baru sampai tahap ini saja, bisa membedakan Jamu dan OHT, namun belum sampai ke
fitofarmaka.
Perbedaan Fitofarmaka, Obat Herbal Terstandar, dan Jamu
FITOFARMAKA
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah distandarisasi. Salah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek
kedokteran dan pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut
terbukti aman dan memberikan manfaat klinik. Syarat fitofarmaka yang lain adalah:
-Klaim khasiat dibuktikan secara klinik
-Menggunakan bahan baku terstandar
-Memenuhi persyaratan mutu.
Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka telah dikembangkan perangkat
pengujian secara ilmiah yang mencakup uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh
obat), uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal), dan uji klinik
(manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau gejala penyakit). Uji klinik merupakan
uji yang dilakukan pada manusia, setelah pengujian pada hewan (pra-klinik). Uji klinik pada
manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari pengujian toksisitas pada
hewan serta syarat mutu sediaan memungkinkan untuk pemakaian pada manusia. Pengujian
klinik calon obat pada manusia terbagi dalam beberapa fase yaitu :
Fase I :
Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat apakah efek farmakologi, sifat farmakokinetik
yang diamati pada hewan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan
dosis dengan efek yang ditimbulkan dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II :
Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200 pasien) untuk melihat
kemungkinan penyembuhan dan pencegahan penyakit. Pada fase ini rancangan penelitian
masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol), sehingga belum ada kepastian bukti
manfaat terapetik.
Fase III :
Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang memadai, memakai kontrol
sehingga didapat kepastian ada tidaknya manfaat terapetik.
Fase IV :
Pemantauan pasca pemasaran (surveilan post marketing) untuk melihat kemungkinan
terjadinya efek samping yang tidak terkendali pada waktu pengujian pra klinik atauklinik
fase 1 , 2 , 3. Sampai saat ini, di Indonesia sendiri telah terdapat lima macam fitofarmaka
yang telah terdaftar,
Nodiar (dari Kimia Farma).
Nodiar memiliki khasiat sebagai anti diare nonspesifik.Fitofarmaka ini mengandung
Attapulgite 300 mg, ekstrak Psidii folium (daun jambu biji) 50 mg, dan ekstrak Rhizoma
Curcuma domesticae (rimpang kunyit) 7,5 mg. Dosis yang digunakan adalah 2 kapsul
sesudah buang air besar, maksimal 3x sehari.
Jika dosis sebanyak 2 kapsul dikonversikan ke dosis hewan uji berupa tikus dengan berat 200
g, maka:
dosis=(70 kg)/(60 kg)×715 mg×0,018=15,015 mg/200g tikus.
=0,075 mg/gBB tikus.
Jika diketahui berat tikus adalah 210 g, maka dosisnya menjadi:
dosis=(0,075 mg)⁄g×210 g=15,75 mg
kapsul=(15,75 mg)/(357,5 mg)×1 kapsul=0,044 kapsul
Jadi, dosis 15,75 mg setara dengan 0,044 kapsul. Maka, tikus dengan berat 210 g
memerlukan 0,044 kapsul.
Daun jambu biji merupakan komposisi utama pada fitofarmaka ini karena berdasarkan
pengalaman empiric, tanaman ini dapat menghentikan diare. Dosis empiriknya sebanyak 9
lembar daun jambu biji dibuat infusa bersama dengan kunyit sebanyak 1 jari, 4 butir biji
kedawung (disangrai), 4 g rasuk angin, 110 ml air. Diminum 2 kali sehari, yaitu pagi dan
sore. Setiap kali minum 100 ml, dan diulang selama 4 hari. Berdasarkan penelitian, daun
jambu biji mengandung total minyak 6% dan minyak atsiri 0,365%; 3,15% resin; 8,5%
tannin, dan lain-lain.
Komposisi utama minyak atsiri yaitu pinene limonene, menthol, terpenyl acetate, isopropyl
alcohol, longicyclene, caryophyllene, bisabolene, caryophyllene oxide, copanene, farnesene,
humulene, selinene, cardinene dan curcumene. Minyak atsiri dari daun jambu biji juga
mengandung nerolidiol, sitosterol, ursolic, crategolic, dan guayavolic acids. Selain itu juga
mengandung minyak atsiri yang kaya akan cineol dan empat triterpenic acids sebaik ketiga
jenis flavonoid yaitu; quercetin, 3-L-4-4- arabinofuranoside (avicularin). Kuersetin
menunjukkan efek antibakteri dan antidiare dengan mengendurkan otot polos usus dan
menghambat kontraksi usus. Berdasarkan studi mengenai ekstrak daun jambu biji, adanya
kuersetin dapat menghambat pelepasan asetilkolin di saluran cerna.
Rheumaneer (POM FF 032 300 351)
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
Tensigard Agromed ( POM FF 031 300 031, POM FF 031 300 041)
Komposisi:
Apii Herba ekstrak 95 mg
JAMU
Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, namun
khasiat tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman empiric. Dalam sediaan jamu,
bahan baku yang digunakan pun belum mengalami standarisasi karena masih menggunakan
seluruh bagian tanaman.
Kriteria jamu antara lain adalah sebagai berikut:
-Aman
-Klaim khasiat dibuktikan secara empiris
-Memenuhi persyaratan mutu.
Jumlah produk jamu di Indonesia mencapai ribuan, salah satunya adalah ProRhoid. Produk
jamu ini memiliki kandungan yang hampir sama dengan Nodiar dan Diapet, yaitu
mengandung Curcuma domestica rhizome (rimpang kunyit) sebanyak 750 mg. Selain itu,
bahan-bahan yang terkandung dalam ProRhoid adalah Grapthophyllum pictum folium (daun
ungu) 750 mg, dan Centella asiatica herb (pegagan) 1000 mg. Karena jumlahnya paling
banyak, kemungkinan kandungan utamanya adalah Centella asiatica (pegagan). ProRhoid
memiliki khasiat untuk meringankan wasir.
Pegagan memiliki kandungan asiaticoside. thankuniside, isothankuniside, madecassoside,
brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside,
carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium dan besi. Penggunaan pegagan secara empiric sebagai obat wasir adalah
dengan merebus 3-4 pohon pegagan dengan 2 gelas air selama 5 menit lalu diminum.
Dosis proRhoid yang digunakan dalam 1x pakai adalah dua kapsul pada awal pemakaian,
selanjutnya satu kali pakai, satu kapsul. Setiap kapsul proRhoid mengandung 1 g herba
pegagan. Apabila dibutuhkan dosis sebanyak 2 kapsul, maka herba pegagan yang akan masuk
ke dalam tubuh adalah 2 g.
Jika dikonversikan ke dosis hewan uji berupa tikus, maka:
dosis=(70 kg)/(60 kg)×2 g×0,018=(0,042 g)⁄(200 gBB) tikus
=(0,00021 g)⁄gBB tikus
Apabila diketahui berat tikus adalah 210 g, maka:
dosis= (0,00021 g)⁄(gBB )×210 g=0,0441 g
tablet=(0,0441 g)/(1 g)×1 tablet=0,0441 tablet.
Jadi, dosis 0,0441 gram setara dengan 0,0441 tablet, sehingga tikus dengan berat 210
memerlukan 0,0441 tablet.
Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia menjadi Fitofarmaka
Dalam upaya pembangunan di bidang kesehatan maka obat bahan alam Indonesia perlu
dikembangkan secara tepat sehingga dapat dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan. Hal
tersebut menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka. Untuk penjabaran lebih
lanjut dari Peraturan ini telah diterbitkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor: HK.00.05.4-2411 tang-gal 17 Mei 2004 tentang
ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.
Dalam Keputusan Kepala Badan POM yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia
adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Selanjutnya disebutkan dalam
Keputusan Kepala Badan POM tersebut, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim
penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan
secara berjenjang menjadi: (1)Jamu; (2) Obat Her bal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka.
Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan syarat yang ditetapkan; klaim khasiat
dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis
klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya,
yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan
kata-kata “secara tradisional digunakan untuk…”, atau sesuai dengan yang disetujui pada
pendaftaran.
Untuk kelompok Obat Herbal Terstandar harus me menuhi kriteria: klaim khasiat dibuktikan
secara ilmiah/pra klinik dan telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang
digunakan dalam produk jadi. Jamu dapat dikembangkan menjadi Obat Herbal terstandar
dengan memenuhi persyaratan sebagaimana kriteria yang berlaku untuk Obat Herbal
Terstandar. Selain Jamu yang telah digunakan secara empiris dan turun menurun, obat bahan
alam hasil penelitian ilmiah juga dapat dikembangkan menjadi Obat Herbal Ter standar
dengan memenuhi persyaratan sebagaimana kriteria yang berlaku untuk Obat Herbal
Terstandar.
Untuk kelompok Fitofarmaka, klaim khasiat harus dibuk tikan berdasarkan uji klinik dan
jenis klaim penggunaan se suai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.
Adapun pengajuan permohonan persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Industri Obat
Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Industri Kecil Obat Tradisional dapat dicabut jika
terjadi hal-hal sebagai berikut :
1. Pabrik dipindah tangankan atau lokasi pabrik dipindahkan tanpa persetujuan pemberi iizin.
2. Tidak menyampaikan informasi Industri atau dengan senagaj menyampaikan informasi
Industri yang tidak benar 3 (tiga) kali berturut-turu
3. Tidak mendaftarkan obat tradisisional yang diproduksi yang diedarkan di wilayah
Indonesia maupun yang diekspor, kecuali bagi Obat Tradisional yang dibebaskan wajib
daftar.
4. Memproduksi Obat Tradisional yang dilarang
5. melakukan promosi yang dilarang untuk obat tradisional
6. Melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Dalam memproduksi Obat Tradisional setiap IOT dan IKOT wajib melaksanakan cara
Produksi Obat Tradisional yang baik (CPOTB) yang dituangkan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 659/Menkes/SK/X/1991
POTB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan
untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang
berlaku.