Anda di halaman 1dari 19

OBAT TRADISIONAL DAN FITOFARMAKA

A. Obat Tradisional
Obat tradisiional sudah dikenal masyarakat sejak jaman dahulu. Pengobatan
dengan menggunakan obat-obatan tradisional juga merupakan salah satu alternatif dalam
bidang pengobatan.
Sesuai amanat yang tertulis dalam UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan
terhadap obat tradisional bertujuan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional
yang tidak memenuhi syarat, baik persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar.
Dalam hal ini pemerintah, mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan pengawasan
terhadap produksi dan peredaran obat-obatan tradisional dengan membuat peraturan yang
mengatur tentang izin Usaha Industri obat Tradisional dan pendaftaran obat tradisional
yaitu Permenkes RI No. 246/Menkes/Per/V/1990.
Pengertian
1. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-
bahan-tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
2. Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional
dengan total aset diatas Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah), tidak termasuk
harga tanah dan bangunan.
3. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri obat tradisional dengan total
aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga
tanah dan bangunan.
4. Usaha jamu Racikan adalah suatu usaha peracikan pencampuran dan atau pengolahan
obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel atau parem dengan
skala kecil, dijual di suatu tempat tanpa penandaan dan atau merek dagang.
5. Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan
pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel, tanpa penandaan dan
atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.
6. Memproduksi adalah membuat, mencampur, mengolah, mengubah bentuk, mengisi
membungkus dan atau memberi penandaan obat tradisional untuk diedarkan.
7. Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan, memiliki atau menguasai persesiaan
di tempat penjualan dalam Industri obat tradisional atau ditempat lain, termasuk
dikendaraan dengan tujuan untuk dijual kecuali jika persediaan di tempat tersebut
patut diduga untuk dipergunakan sendiri.
8. Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksi oleh suatu
Industri obat tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang bersangkutan dengan
memakai merk dan nama dagang perusahaan tersebut.
9. Penandaan adalah tulisan atau gambar yang dicantumkan pada pembungkus, wadah
atau etiket dan brosur yang disertakan pada obat tradisional yang memberikan
informasi tentang obat tradisional yang memberikan informasi tentang obat
tradisional tersebut.
10. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan dengan
cara mencoletkan pada dahi.
11. Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau bubur yang digunakan
dengan cera melumurkan pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh lain.
12. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur yang digunakan
dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.
13. Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran bahan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan atau hewan.
14. Bahan tambahan adalah at yang tidak berkhasiat sebagai obat yang ditambahkan pada
obat tradisional untuk meningkatkan mutu, termasuk mengawetkan, memberi warna,
mengedapkan rasa dan bau serta memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.

B. Fitofarmaka
Pengertian
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai
penelitian yang telah dilakukan, banyak ditemukan obat tradisional yang dapat digunakan
sebagai obat alternatid selain obat-obat yang dibuat dengan bahan obat sintetis dengan
khasiat yang sama dan telah dibuktikan dengan berbagai pengujian klinis.
Obat tradisional yang dikelompokan dan dikembangkan disebut sebagai fitofarmaka.
Oleh karena itu pemerintah menetapkan peraturan mengenai Fitofarmaka dengan Permenkes
RI nomor 760/Menkes/Per/IX/1992.
Selain itu juga ditetapkan dalam keputusan Kepala Badan POM RI, nomor HK.
00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan
obat bahan alam Indonesia.
1. Obat Bahan Alam Indonensia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia
2. Berdasarkan cara pembuatan jenis klaim pengguna dan tingkat pembuktian khasiat
maka obat bahan alam Indonesia dikelompokan menjadi :

a. Jamu
b. Obat Herbal Tertstandar
c. Fitofarmaka
3. a. Jamu adalah obat tradisional Indonesia

b. Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
secara ilmiah dengan praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi
c. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
distandarisasi

4. Logo

a. Kelompok Jamu harus mencantumkan logoo dan tulisan “Jamu” yang ditempatkan
dibagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus / brosur logo berupa ranting daun
terletak dalam lingkaran.
b. Kelompok obat herbal terstandar harus dicantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR” yang ditempatkan dibagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus /
brosur. Logo berupa jari-jari daun (tiga pasang) terletak dalam lingkaran
c. Kelompok Fitofarmaka harus dicantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” yang
ditempatkan dibagian atas sebelkah kiri dari wadah / pembungkus/ brosur. Logo berupa jari
jari daun (yang kemudian membentuk bintang) terletak dalam lingkaran.
5. Pengertian lainnya

a. Uji Fitofarmaka adalah uji toksisitas, uji farmakologik eksperimental dan klinik
fitofarmaka
b. Uji farmakologik eksperimental adalah pengujian pada hewan coba untuk emmastikan
khasiat fitofarmaka
c. Uji Klinik adalah pengujian pada manusia untuk mengetahui atau memastikan adanya efek
farmakologik, tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit,
pengobatan penyakit atau gejala penyakit.
6. Prioritas pemilihan fitofarmaka
Didalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 761/ Menkes / SK/ IX/
1992 tentang pedoman Fitofarmaka dijelaskan bahwa prioritas pemilihan fitorfarmaka
1. Bahan bakunya relatif mudah diperoleh
2. didasarkan pada pola penyakit di Indonensia
3. Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar
4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita
5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan
Bahan baku fitofarmaka dapat ebrupa simplisia atau sediaan gelenik. Bahan baku
fitofarmaka harus memnuhi persyaratan yang tertera pada farmakope Indonesia Ekstra
farmakope Indoensia, materia medika Indonesia, ketentuan atau persyaratan lain yang
berlaku. Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain diluar ketentuan yang telah ditetapkan
harus mendapatkan persetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka .
Penggunaan bahan tambahan harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yang
berlaku yang ditetapkan oleh Badan POM.
Bentuk sediaan fitofarmaka harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan
penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan keamanan khasiat dan
mutu yang paling tinggi, bahan baku sebelum digunakan harus dilakukan pengujian melalui
analisis kualitatif dan kuantitatif.
Secara bertahap Industri harus meningkatkan persyaratan tentang rentang kadar
alkaloid total, kadar minyak atsiri dan lainnya.
7. Ramuan Fitofarmaka

Persyaratan Ramuan Fitofarmaka


Ramuan (Komposisi) fitofarmaka hedakanya terdiri dari 1 (satu) simplisia atau sediaan
galenik, namun bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/
sediaan galenik dengan syarat tidak boleh melebihi 5 (lima) simplisia/ sediaan galenik.
Simplias tersebut sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan kemanannya
berdasarkan pengalaman
Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggalmurni) tidak diperbolehkan / dilarang dalam
fitofarmaka
Bentuk-bentuk sediaan fitofarmaka antara lain
6. Sediaaan oral terdiri dari serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak) tablet (ekstrak) Pil (ekstrak) sirup
dan sediaan terdispersi
7. sediaan topikal dari salep/ krim (ekstrak) suppossitoria (ekstrak) Linimenta (ekstrak) dan
bedak
8. Jenis jenis obat tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka
a. Antelmintik
b. Anti ansietas (anti cemas)
c. Anti asma
d. Anti diabetes (Hipoglikemik)
e. Anti diare
f. Anti hepatitis kronik
g. Anti herpes genitalis
h. Anti hiperlipidemia
i. Anti hipertensi
j. Anti hiperitirodisma
k. Anti histamin
l. Anti Inflamasi (anti rematik)
m. Anti kanker
n. Anti malaria
o. Anti TBC
p. Antitusif/ ekspektoran sia
q. Disentri
r. Disentri
s. Dispepsia (gastritis)
t. Diuleretik
9. Contoh Produk Obat terstandar
8. Diapet capsul, nomor pendaftaran : POM TR ..............
9. lelap kaplet
10. Kiranti sehat datang bulan (cairan obat dalam)

10. Contoh Produk Fitofarmaka

1. Nodiar tablet, dengan kode pendaftaran POM FF..........


2. Stimuno capsul dan sirup

Menteri Kesehatan dalam keputusan Nomor 381/ Menkes/ SK/III/2007 tanggal 27 Maret
2007 menetapkan kebijakan Obat Tradisional Indonesia
Kontranas adalah dokumen resmi yang berisi pernyataan komitmen semua pihak yang
menetapkan tujuan dan sasaran nasional di bidang tradisional beserta priorotas strategi dan
peran berbagai pihak dalam penerapan komponen-komponen pokok kebijakan untuk
pencapaian tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang kesehatan.
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO. 243 /Menkes/Per/V/1990
DAFTAR BAHAN OBAT TRADISIONAL YANG DIBEBASKAN DARI KETENTUAN
WAJIB DAFTAR

Bagian yang
NO Bana Indonesia Nama Latin
digunakan
Adas Foeniculum vulgare Buha
Adas Manis Pimpinela aninus Buah
Akar Wangi Vetiveriae zizanioideas (AndropogonAkar
zizanioideae)
Asam Tamaridus Indica Buahh
Bangle Zingiber purpureum Rimpang
Bawang Merah Allium cepa Umbi
Bayam duri Amarantus spinosus Daun
Baligo Benincasa hispida Buah
Belimbing Manis Averhoa carambola Bunga
Beluntas Pluchea indica Daun
Belustru Liffa cylincrica Daun
Cabe Jawa Piper retrofractum Buah
Cendana Santalum album Kayu
Cengkeh Syzygium aromaticum Bunga
Cincao Cyclea barbata Daun
Daun Jintan Plectranthus amboinucus Daun
Gambir Uncaria gambir Sari daun
Ganyong Canna edulis Pati
Garut/ Irut Marantha arundinaceae Pati
Jahe Zingiber officinale Rimpang
Jambu biji Psidium guajava Daun
Jeruk manis Citrus aurantium Kulit buah
Jeruk nipis Citrus aurantifoli Buah
Kepulaga Amomum compactum Buah
Katuk Sauropus androgynus Daun
Kayu manis Cinnamomum gurmai Kulit batang
Kecombrang Nicolaia speciea Bunga
Kedawung Parkia roxburghii Biji
Kepala Cocos nucifera Air
Kemenyan Styrox benzoin Damar
Kemiri Aleurites moluccana Biji
Kencur Kaemferia galanga Rimpang
Ketumbar Coriandrum sativum Biji/ buah
Kunyit Curcuma domestika Rimpang
Labu Legenaria Leucantha Buah
Labu merah Cucurbitamoschata Biji

Lada Piper nigrum Buah

Lampas Ocimum sanctum Daun

Lengkuas Languas galanga Rimpang Roi

(lempuyeng emprit Zingiber americana Rimpang

Lampuyang gajah Zingiber zerumber Rimpang

Lempuyang wangi Zingiber aromaticus Rimpang

Pepaya Carica papaya Daun

Pulosari Alyxia reinwardtii Kulit batang

Saga Abrus precatorius Daun

Secang Caesalpinnia sappen Kayu

Selasih Ocium basilicum Herba

Sereh Cymbopogon nardus Daun

Sirih Piper bettle Daun

Temu giring Curcuma aeroginusa Rimpang

Temu hitam Bosaenbergia pandurata Rimpang

Temu kunci Curcuma xanthorriza Rimpang

Temu luwak Rimpang


Obat Tradisional dan Fitofarmaka

Seringkali kita bingung bagaimana memilih dan menetukaan berbagai macam obat herbal,
yang mana sebaiknya dipilih. Jika penyakitnya ringan seperti masuk angin, diare, pegel linu
maka Jamu, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka dapat menjadi pilihan.

Jamu memang obat tradisional warisan turun-temurun, sementara obat herbal terstandar
adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Saat ini ada beberapa
merek obat herbal terstandar, yaitu Diabmeneer, Diapet, Fitogaster, Fitolac, Glucogarp, Ho
Stimuno, Irex Max, Kiranti Pegal Linu, Kiranti Sehat Datang Bulan, Kuat Segar (Chang
Sheuw Tian Ran Ling Yao), Lelap, Prisidii, Reumakur, Sehat Tubuh (Tian Ran Ling You),
Songgolangit, Stop Diar Plus,Virugon, juga yang terbaru tolak angin.

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah di standarisasi. Saat ini baru 5 produk yang ada dipasaran, yaitu: Nodia, Rheumaneer,
Stimuno,Tensigarp,Agromed,X-Gra. Kita cermatilebih jauh jauh ya…

1. Nodiar® Kimia Farma


Each Nodiar tablet contains :
Attapulgite …………………….. 300 mg
Psidii Folium Extract ……… ……. 50 mg
Curcuma domestica Rhizoma Extract …. 7.5 mg

Indikasi : Traditionally used for treatment of non specific diarrhoea

2. X-Gra ® Phapros
Tiap kapsul berisi:
Ekstrak Ganoderma lucidum 150 mg
Ekstrak Eurycomae radix 50 mg
Ekstrak Ginseng 30 mg
Ekstrak Retrofracti fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg

Indikasi: Meningkatkan stamina dan kesegaran tubuh, membantu meningkatkan stamina


pria, membantu mengatasi disfungsi ereksi dan ejakulasi dini.

3. Stimuno® Dexa Medica


Komposisi: Tiap 5 ml Stimuno Sirup mengandung ekstrak Phyllanthus niruri 25 mg. Tiap
kapsul Stimuno mengandung Phyllanthus niruri 50 mg

Indikasi: Membantu memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh


4.Tensigard®Phapros
Komposisi tiap kapsul berisi:
Ekstrak Apii herba 92mg
Ekstrak Orthosiphon folium 28mg

Indikasi: Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

5. Rheumaneer® Nyonya Meneer


Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
indikasi: mebantu mengurangi nyeri persendian.

Kelima produk Fitofarmaka merupakan produk Indonesia yang sangat membanggakan.


Memang proses untuk disebut fitofarmaka membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu
kita sebagia orang Indonesia harus bangga dengan produk dalam negri dan menggunakannya.
Kalo nyeri sendi pake Rheumaneer, kalo diare pake Nodiar, biar badan ga gamapang sakit
minum Stimuno, menurunkan tekanan darah pake Tensigrad, dan buat pria agar tetap perkasa
pake X-gra *tak perlu beli Viagra

MEMBUAT SEDIAAN OBAT TRADISIONAL DAN FITOFARMAKA

- Jamu adalah Obat Tradisional Indonesia.

- Obat Herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi.
- Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah distandardisasi.

PEMBAHASAN

Banyak masyarakat bingung tentang kehadiran produk fitofarmaka bernama Stimuno yang
berisi ekstrak meniran yang dikabarkan bisa merusak ginjal. Juga beredar berita bahwa
produk Echinacea seperti dalam produk Imboost tidak ada khasiatnya. Echinacea kandungan
zat aktifnya yang mempunyai efek farmakologis adalah polisakarida aktif yang mempunyai
struktur antigen sehingga bisa berikatan dengan epitop antibodi membentuk kompleks imun.
Dengan adanya ikatan ini sifatnya lebih kepada imunostimulan yaitu memicu sistem
pertahanan tubuh.
Untuk meniran, sebenarnya ada 2 tanaman yaitu species Phyllantus niruri dan Phyllanthus
urinaria. Secara umum perbedaan antara Phyllantus niruri dan Phyllantus urinaria terletak
pada warna batangnya. Phyllantus niruri memiliki batangnya berwarna putih sedangkan
Phyllantus urinaria batangnya berwarna merah. Keduanya memang mempunyai sifat diuresis
yaitu sifat mengeluarkan air kencing, dan tentu proses ini berhubungan erat dengan kerja
ginjal. Ya memang demikian, sebelum di-klaim sebagai imunomodulator meniran telah
dikenal sebagai obat yang bikin kencing.
Bagaimana dengan sifat diuresis tersebut? Pada dosis tertentu ternyata mempunyai efek
imunostimulan dan pada kadar tertentu juga bersifat diuresis. Si batang merah ini sifat
diuresisnya lebih kuat dibanding P. niruri.
“Sebagai penderita gagal ginjal, kemampuan tubuh untuk pembentukan Hb terhenti,
sehingga kadar Hb saya setiap waktu cenderung turun dan tiap 6 bulan sekali butuh
transfusi darah.
Dari berbagai hasil penelitian dilaporkan bahwa herba meniran (Phyllanthus niruri)
memiliki kemampuan meningkatkan kadar Hb dalam darah, dan setelah saya coba
mengkonsumsi infusa herba meniran dalam waktu 2 bulan, ternyata potensi itu memang
terbukti bisa meningkatkan kadar Hb dalam darah.
Dari hasil penelitian pula dilaporkan bahwa meniran berfungsi membantu aktivitas kerja
hormon pembentuk Hb (alfa atau beta Haemapoeitin : yang hormon ini tidak lagi diproduksi
oleh ginjal yang rusak).
Sejak itu selama 2 tahun terakhir, saya tidak lagi pernah transfusi darah, dan Hb saya stabil
antara 8,5 – 9,5 (kadar normal orang sehat = 12).
Transfusi disarankan kalau kadar Hb turun sampai 7 ke bawah.
Semoga informasi ini bisa dimanfaatkan para penderita gagal ginjal yang lain. “
JAMU, Obat herbal terstandar (OHT) dan Fitofarmaka
Stimuno telah mendapatkan sertifikat Fitofarmaka oleh BPOM. Fitofarmaka adalah sediaan
obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standardisasi. Uji klinis yaitu
uji yang dilakukan terhadap manusia, sedangkan OHT baru uji praklinik saja yaitu pada
hewan percobaan.
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.
Mungkin Anda ingat iklan Tolak Angin yang dibintangi oleh dr. Laula Kamal yang dikatakan
telah di uji pra-klinik di laboratorium beberapa universitas. Tentang pembagian jamu, OHT,
dan fitofarmaka.
golongan fitofarmaka telah mampu disejajarkan dengan obat modern dan dokter bisa
meresepkan produk fitofarmaka kepada pasien. Jika ada produk serupa, misal perusahaan X
yang sama-sama membuat obat serupa dengan kandungan sama-sama meniran 50 mg,
apakah boleh mencantumkan fitofarmaka dalam kemasannya? Jawabnya tentu tidak bisa.
Walau bahannya sama tentu formulasinyaberbeda. Formulasi yaitu rangkaian dari formula
(zat berkhasiat), bahan tambahan, kadar, dan proses produksi. Jika formulasi berbeda maka
dalam melepaskan zat berkhasiat juga berbeda. Kesatuan formulasi produk akhir juga harus
diuji, ini karena ada bahan yang dalam bentuk tunggal, keduanya aman dan berkhasiat,
namun ketika digabung malah menghasilkan efek yang merugikan, contohnya adalah
pecampuran meniran dan jinten hitam.
Meniran (Phyllanthus niruri) berkhasiat sebagai imunostimulan dan bersifat tidak toksik.
Jinten hitam (Nigella sativa) berkhasiat imunostimulan, juga tidak toksik. Namun, jangan
mencampur kedua bahan ini karena campuran meniran dan jinten hitam bisa menyebabkan
hepatotoksik (toksik pada hati). Sehingga, pengujian toksisitas seharusnya dilakukan pada
produk akhir.
untuk obat herbal, lebih banyak variasinya. Walau sama-sama meniran, namun sistem
penanaman berbeda, asal tanaman berbeda (satu di dataran tinggi, satu lagi di dataran
rendah), musim kemarau dan musim hujan, spesies berbeda walau genusnya sama
(Echinacea purpurea, Echinacea angustifolia, dan Echinacea pallida) tentu kandungan
metabolit juga berbeda, dan bisa berbeda pula efek yang dihasilkan. Jadi oleh perusahaan X
tersebut tidak boleh mencantumkan label Fitofarmaka karena perusahaan X tidak tahu
produknya diformulasi sama tidak dengan Stimuno, juga bagaimana respon kliniknya juga
belum diteliti, walau sama-sama mengandung bahan yang sama, yaitu meniran.a dilakukan
pada produk akhir.

OHT vs FITOFARMAKA
Fitofarmaka, masih banyak orang yang asing dengan istilah ini. Jumlah fitofarmaka di
Indonesia hingga tahu 2011 hanya ada 5 yaitu Stimuno (Dexa Medica), X-Gra (Phapros),
Tensigard (Phapros), Rheumaneer (Nyonya mener), dan Nodiar (Kimia Farma).Sedangkan
OHT mencapai 17 dan golongan jamu mencapai ribuan.
Fitofarmaka jumlahnya sedikit sekali, padahal kekayaan hayati Indonesia sangat besar karena
masalah waktu dan biaya. Untuk menuju grade fitofarmaka diperlukan dana milyaran hingga
triliunan dan waktu bisa lima sampai belasan tahun. Selain kedua alasan di atas, sebenarnya
ada satu alasan lagi mengapa para produsen “belum mau” mengangkat produknya menuju ke
fitofarmaka. Yaitu belum populernya fitofarmaka dan masyarakat belum paham makna
penggolongan grade-grade tersebut.
Contohnya Tolak Angin. Pada awalnya produk ini adalah Jamu, namun sekarang sudah
OHT. Bagi konsumen, jelas dengan kenaikan grade ini semakin meningkatkan kepercayaan,
obat ini telah melalui proses standardisasi sehingga lebih terjamin produknya. Masyarakat
kita baru sampai tahap ini saja, bisa membedakan Jamu dan OHT, namun belum sampai ke
fitofarmaka.
Perbedaan Fitofarmaka, Obat Herbal Terstandar, dan Jamu

FITOFARMAKA
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah distandarisasi. Salah satu syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek
kedokteran dan pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut
terbukti aman dan memberikan manfaat klinik. Syarat fitofarmaka yang lain adalah:
-Klaim khasiat dibuktikan secara klinik
-Menggunakan bahan baku terstandar
-Memenuhi persyaratan mutu.
Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka telah dikembangkan perangkat
pengujian secara ilmiah yang mencakup uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh
obat), uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal), dan uji klinik
(manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau gejala penyakit). Uji klinik merupakan
uji yang dilakukan pada manusia, setelah pengujian pada hewan (pra-klinik). Uji klinik pada
manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari pengujian toksisitas pada
hewan serta syarat mutu sediaan memungkinkan untuk pemakaian pada manusia. Pengujian
klinik calon obat pada manusia terbagi dalam beberapa fase yaitu :
Fase I :
Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat apakah efek farmakologi, sifat farmakokinetik
yang diamati pada hewan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan
dosis dengan efek yang ditimbulkan dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II :
Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200 pasien) untuk melihat
kemungkinan penyembuhan dan pencegahan penyakit. Pada fase ini rancangan penelitian
masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol), sehingga belum ada kepastian bukti
manfaat terapetik.
Fase III :
Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang memadai, memakai kontrol
sehingga didapat kepastian ada tidaknya manfaat terapetik.
Fase IV :
Pemantauan pasca pemasaran (surveilan post marketing) untuk melihat kemungkinan
terjadinya efek samping yang tidak terkendali pada waktu pengujian pra klinik atauklinik
fase 1 , 2 , 3. Sampai saat ini, di Indonesia sendiri telah terdapat lima macam fitofarmaka
yang telah terdaftar,
Nodiar (dari Kimia Farma).
Nodiar memiliki khasiat sebagai anti diare nonspesifik.Fitofarmaka ini mengandung
Attapulgite 300 mg, ekstrak Psidii folium (daun jambu biji) 50 mg, dan ekstrak Rhizoma
Curcuma domesticae (rimpang kunyit) 7,5 mg. Dosis yang digunakan adalah 2 kapsul
sesudah buang air besar, maksimal 3x sehari.
Jika dosis sebanyak 2 kapsul dikonversikan ke dosis hewan uji berupa tikus dengan berat 200
g, maka:
dosis=(70 kg)/(60 kg)×715 mg×0,018=15,015 mg/200g tikus.
=0,075 mg/gBB tikus.
Jika diketahui berat tikus adalah 210 g, maka dosisnya menjadi:
dosis=(0,075 mg)⁄g×210 g=15,75 mg
kapsul=(15,75 mg)/(357,5 mg)×1 kapsul=0,044 kapsul
Jadi, dosis 15,75 mg setara dengan 0,044 kapsul. Maka, tikus dengan berat 210 g
memerlukan 0,044 kapsul.
Daun jambu biji merupakan komposisi utama pada fitofarmaka ini karena berdasarkan
pengalaman empiric, tanaman ini dapat menghentikan diare. Dosis empiriknya sebanyak 9
lembar daun jambu biji dibuat infusa bersama dengan kunyit sebanyak 1 jari, 4 butir biji
kedawung (disangrai), 4 g rasuk angin, 110 ml air. Diminum 2 kali sehari, yaitu pagi dan
sore. Setiap kali minum 100 ml, dan diulang selama 4 hari. Berdasarkan penelitian, daun
jambu biji mengandung total minyak 6% dan minyak atsiri 0,365%; 3,15% resin; 8,5%
tannin, dan lain-lain.
Komposisi utama minyak atsiri yaitu pinene limonene, menthol, terpenyl acetate, isopropyl
alcohol, longicyclene, caryophyllene, bisabolene, caryophyllene oxide, copanene, farnesene,
humulene, selinene, cardinene dan curcumene. Minyak atsiri dari daun jambu biji juga
mengandung nerolidiol, sitosterol, ursolic, crategolic, dan guayavolic acids. Selain itu juga
mengandung minyak atsiri yang kaya akan cineol dan empat triterpenic acids sebaik ketiga
jenis flavonoid yaitu; quercetin, 3-L-4-4- arabinofuranoside (avicularin). Kuersetin
menunjukkan efek antibakteri dan antidiare dengan mengendurkan otot polos usus dan
menghambat kontraksi usus. Berdasarkan studi mengenai ekstrak daun jambu biji, adanya
kuersetin dapat menghambat pelepasan asetilkolin di saluran cerna.
Rheumaneer (POM FF 032 300 351)

Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
Tensigard Agromed ( POM FF 031 300 031, POM FF 031 300 041)
Komposisi:
Apii Herba ekstrak 95 mg

X-Gra (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 021)


Komposisi:
Ganoderma lucidum 150 mg
Eurycomae Radix 50 mg
Panacis ginseng Radix 30 mg
Retrofracti Fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg.
OBAT HERBAL TERSTANDAR
Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di
standarisasi. OHT memiliki grade setingkat di bawah fitofarmaka. OHT belum mengalami uji
klinis, namun bahan bakunya telah distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas
produknya. Uji praklinik dengan hewan uji, meliputi uji khasiat dan uji manfaat, dan bahan
bakunya telah distandarisasi.
Ada lima macam uji praklinis yaitu uji eksperimental in vitro, uji eksperimental in vivo, uji
toksisitas akut, uji toksisitas subkronik, dan uji toksisitas khusus. Uji toksisitas akut bertujuan
mencari besarnya dosis tunggal yang membunuh 50% dari kelompok hewan coba (LD50).
Pada tahap ini sekaligus diamati gejala toksik dan perubahan patologik organ pada hewan
yang bersangkutan. Sedangkan uji toksisitas jangka panjang (subkronik dan kronik),
bertujuan meneliti efek toksik pada hewan coba setelah pemberian obat ini secara teratur
dalam jangka panjang dan dengan cara pemberian seperti pada pasien nantinya. Lama
pemberian bergantung pada lama pemakaian nantinya pada penderita. Penelitian toksisitas
jangka panjang meliputi penelitian terhadap system reproduksi termasuk teratogenisitas dan
mutagenisitas, serta uji ketergantungan. Walaupun uji farmakologi-toksikologik pada hewan
ini memberikan data yang berharga, ramalan tepat mengenai efeknya pada manusia belum
dapat dibuat karena spesies yang berbeda tentu berbeda pula jalur dan kecepatan
metabolisme, kecepatan ekskresi, sensitivitas reseptor, anatomi, atau fisiologinya.
Kriteria Obat Herbal Terstandar antara lain:
-Aman
-Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau pra-linik
-Bahan baku yang digunakan telah mengalami standarisasi
-Memenuhi persyaratan mutu.
Di Indonesia telah terdapat kurang lebih 17 macam OHT, salah satunya yang memiliki
kandungan hampir sama dengan Nodiar adalah Diapet. Sama seperti Nodiar, Diapet memiliki
khasiat sebagai anti diare. OHT ini dapat memadatkan feces yang cair, sekaligus mengatasi
rasa mulas. Obat ini memiliki kandungan Psidii folium 144 mg, Curcumae domesticae
rhizome (rimpang kunyit) 120 mg, Coicis semen 246 mg, Chebulae fructus 48 mg, dan
Granati pericarpium 42 mg. Daun jambu biji atau Psidii folium diduga menjadi kandungan
utama dalam formulasi obat ini. Sumber lain menyebutkan bahwa zat yang berperan sebagai
antidiare dalam daun jambu biji adalah tanin. Dalam penelitian terhadap daun kering jambu
biji yang digiling halus, diketahui kandungan taninnya sampai 17,4%. Makin halus serbuk
daunnya, makin tinggi kandungan taninnya. Senyawa itu bekerja sebagai astrengent, yaitu
melapisi mukosa usus, khususnya usus besar. Tanin juga menjadi penyerap racun dan dapat
menggumpalkan protein.
Untuk memanfaatkan jambu biji sebagai obat diare dapat dilakukan
dengan merebus 15 - 30 g daun kering jambu biji dalam air sebanyak 150
- 300 ml. Perebusan dilakukan selama 15 menit setelah air mendidih.
Hasil rebusan disaring dan siap untuk diminum sebagai obat diare. Bila
ingin memanfaatkannya dalam bentuk segar, diperlukan 12 lembar daun
segar, dicuci bersih, ditumbuk halus, ditambah ½ cangkir air masak dan garam secukupnya.
Hasil tumbukan diperas, disaring, lalu diminum. Supaya terasa enak, ke dalamnya bisa
ditambahkan madu.
Menurut informasi yang tertera pada kemasan, Diapet memiliki dosis dua kapsul dalam
sekali pakai. Setiap tablet berat komposisinya adalah 600 mg. Bila dosis 2 tablet tersebut
dikonversikan ke dosis hewan uji berupa tikus, dengan faktor konversi dari dosis manusia
dengan berat 70 kg, ke dosis tikus dengan berat 200 g sebesar 0,018 maka dosisnya menjadi:
(70 kg)/(60 kg)×1200 mg×0,018=25,2 mg/200 gBB tikus
= 0,1275 mg/gBB tikus.
Apabila diketahui berat badan tikus sebesar 210 g, maka:
dosis=(0,1275 mg)⁄g×210 g=26,775 mg
kapsul=(26,775 mg)/(600 mg)×1 kapsul=0,045 kapsul
Jadi, dosis 26,775 mg setara dengan 0,044 tablet, sehingga tikus dengan berat 210 g
memerlukan 0,045 kapsul.

JAMU
Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, namun
khasiat tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman empiric. Dalam sediaan jamu,
bahan baku yang digunakan pun belum mengalami standarisasi karena masih menggunakan
seluruh bagian tanaman.
Kriteria jamu antara lain adalah sebagai berikut:
-Aman
-Klaim khasiat dibuktikan secara empiris
-Memenuhi persyaratan mutu.
Jumlah produk jamu di Indonesia mencapai ribuan, salah satunya adalah ProRhoid. Produk
jamu ini memiliki kandungan yang hampir sama dengan Nodiar dan Diapet, yaitu
mengandung Curcuma domestica rhizome (rimpang kunyit) sebanyak 750 mg. Selain itu,
bahan-bahan yang terkandung dalam ProRhoid adalah Grapthophyllum pictum folium (daun
ungu) 750 mg, dan Centella asiatica herb (pegagan) 1000 mg. Karena jumlahnya paling
banyak, kemungkinan kandungan utamanya adalah Centella asiatica (pegagan). ProRhoid
memiliki khasiat untuk meringankan wasir.
Pegagan memiliki kandungan asiaticoside. thankuniside, isothankuniside, madecassoside,
brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside,
carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium dan besi. Penggunaan pegagan secara empiric sebagai obat wasir adalah
dengan merebus 3-4 pohon pegagan dengan 2 gelas air selama 5 menit lalu diminum.
Dosis proRhoid yang digunakan dalam 1x pakai adalah dua kapsul pada awal pemakaian,
selanjutnya satu kali pakai, satu kapsul. Setiap kapsul proRhoid mengandung 1 g herba
pegagan. Apabila dibutuhkan dosis sebanyak 2 kapsul, maka herba pegagan yang akan masuk
ke dalam tubuh adalah 2 g.
Jika dikonversikan ke dosis hewan uji berupa tikus, maka:
dosis=(70 kg)/(60 kg)×2 g×0,018=(0,042 g)⁄(200 gBB) tikus
=(0,00021 g)⁄gBB tikus
Apabila diketahui berat tikus adalah 210 g, maka:
dosis= (0,00021 g)⁄(gBB )×210 g=0,0441 g
tablet=(0,0441 g)/(1 g)×1 tablet=0,0441 tablet.
Jadi, dosis 0,0441 gram setara dengan 0,0441 tablet, sehingga tikus dengan berat 210
memerlukan 0,0441 tablet.
Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia menjadi Fitofarmaka

Dalam upaya pembangunan di bidang kesehatan maka obat bahan alam Indonesia perlu
dikembangkan secara tepat sehingga dapat dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan. Hal
tersebut menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka. Untuk penjabaran lebih
lanjut dari Peraturan ini telah diterbitkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor: HK.00.05.4-2411 tang-gal 17 Mei 2004 tentang
ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.
Dalam Keputusan Kepala Badan POM yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia
adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Selanjutnya disebutkan dalam
Keputusan Kepala Badan POM tersebut, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim
penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan
secara berjenjang menjadi: (1)Jamu; (2) Obat Her bal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka.
Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan syarat yang ditetapkan; klaim khasiat
dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis
klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya,
yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan
kata-kata “secara tradisional digunakan untuk…”, atau sesuai dengan yang disetujui pada
pendaftaran.
Untuk kelompok Obat Herbal Terstandar harus me menuhi kriteria: klaim khasiat dibuktikan
secara ilmiah/pra klinik dan telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang
digunakan dalam produk jadi. Jamu dapat dikembangkan menjadi Obat Herbal terstandar
dengan memenuhi persyaratan sebagaimana kriteria yang berlaku untuk Obat Herbal
Terstandar. Selain Jamu yang telah digunakan secara empiris dan turun menurun, obat bahan
alam hasil penelitian ilmiah juga dapat dikembangkan menjadi Obat Herbal Ter standar
dengan memenuhi persyaratan sebagaimana kriteria yang berlaku untuk Obat Herbal
Terstandar.
Untuk kelompok Fitofarmaka, klaim khasiat harus dibuk tikan berdasarkan uji klinik dan
jenis klaim penggunaan se suai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.

Standar Bahan Baku Dan Bentuk Sediaan Fitofarmaka


Bahan baku Fitofarmaka dapat berupa simplisia atau sediaan galenik yang harus memenuhi
persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia atau
Materia Medika Indonesia. Bila pada ketiga buku persyaratan tersebut tidak tertera
paparannya, boleh menggunakan ketentuan dalam buku persyaratan mutu negara lain atau
pedoman lain. Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain di luar Farmakope Indonesia,
Ekstra Farmakope Indone sia dan Materia Medika Indonesia harus mendapat persetujuan
pada waktu pendaftaran Fitofarmaka.
Bentuk sediaan harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan penggunaannya,
sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan keamanan, khasiat, dan mutu yang
paling tinggi. Komposisi Fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5 (lima) bahan baku, tetapi akan
dilakukan penilaian secara khusus pada saat pendaftaran bila ada penyimpangan terhadap hal
tersebut. Penilaian khusus tersebut meli-puti kemampuan Industri Obat Tradisional dalam
melakukan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif terhadap Fitofar maka. Masing-masing
bahan baku tersebut harus diketahui keamanan dan khasiatnya, serta keamanan dan
kebenaran khasiat ramuan tersebut harus dibuktikan dengan uji klinik.
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik
Dalam rangka pengembangan obat tradisional (Red: Obat Bahan Alam Indonesia) ke atah
Fitofarmaka tersebut perlu adanya suatu pedoman. Hal ini diatur dalam Kepu-tusan Merited
Kesehatan Republik Indonesia nomor 761/ MENKES/SK/IX/1992 tentang Pedoman
Fitofarmaka dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
56/MHNKES/SK/I/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional.
Dasar pemikirannya adalah bahwa obat tradisional baik dalam bentuk simplisia tunggal
maupun ramuan sebagian besar penggunaan dan kegunaannya masih berdasarkan
pengalaman. Data yang meliputi kegunaan, dosis dan efek samping sebagian besar belum
didasarkan pada landasan ilmiah, karena penggunaan obat traditional baru didasaikan kepada
kepercayaan terhadap informasi berdasarkan pengalaman.
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional disusun sebagai panduan pengembangan
yang mencakup penyiapan dan pembuatan obat tradisional yang memenuhi kaidah dan
persyaratan ilmiah dan teknologi untuk siap produksi dan uji agar dapat dimanfaatkan dalam
upaya pelayanan kesehatan. Salah satu persyaratan agar obat tradisional dapat digunakan
pada upaya pelayanan kesehatan adalah tingkat keamanan dan kemanfaatannya telah dapat
dibuktikan secara ilmiah serta bersifat terulangkan (reproducible) baik dalam bentuk sediaan
maupun keamanan dan tnanfaat penggunaan. Un tuk mendapatkan kepastian keterulangkan
tentang bentuk, keamanan, serta manfaat maka pembakuan obat tradisional perlu dilakukan
agar tersedia acuan dalam bentuk data baku. Dengan demikian setiap obat tradisional yang
akan digunak an dalam upaya pelayanan kesehatan perlu dibakukan untuk mendapatkan obat
tradisional yang jelas identitasnya. Tata-laksana pengembangan obat tradisional ke arah
penggunaan dalam upaya pelayanan kesehatan berlangsung dalam suatu mekanisme
pengujian yang melibatkan pihak-pihak terkait.
Apabila obat tradisional yang tidak terkena ketentuan wajib daftar berdasarkan UU No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan seperti Jamu Racik dan Jamu Cendong ingin dikembangkan
penggunaannya ke jalur pelayanan kesehatan, maka obat tradisional tersebut terlebih dahulu
harus mengalami pengungkapan untuk memperoleh informasi tentang kemanfaatannya
secara empiris, luas jangkauan masyarakat pengguna, dan informasi menyangkut teknologi
kefarmasian (cara pembuatan dan bentuk sediaan, cara pemakaian, bahan yang digunakan,
identitas serta cara perolehan, ketersediaan bahan sumber simplisia). Hal ini dimaksudkan
agar obat tra disional tersebut dapat terulangkan pada saat pemanfaatan nantinya.
Berdasarkan informasi tersebut selanjutnya dilaku kan persiapan dan pengujian praklinik dan
klinik obat tradis ional dimaksud. Dari hasil-hasil uji yang diperoleh ditetapkan langkah
lanjut oleh Tim yang berwenang untuk itu.
Bagi obat tradisional yang terkena ketentuan wajib daftar ingin dikembangkan
penggunaannya pada jalur pelayanan kesehatan, maka industri dan produk yang
dihasilkannya pertama-tama harus memenuhi persyaratan seperti tertera pada Peraturan
Menkes nomor 246/Menkes/Per/V/1990 ten tang izin usaha industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional serta Keputusan Menteri Kesehatan nomor
661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisi onal. Dengan melampirkan
dokumen seperti dipersyaratkan pada peraturan tersebut, maka industri obat tradisional dapat
mengajukan permintaan untuk uji klinik terhadap produk, di mana protokolnya terlebih
dahulu diajukan ke Badan POM untuk memperoleh persetujuan. Hasil uji klinik obat tradisi
onal merupakan syarat pelengkap pendaftaran obat tradisi onal yang akan digunakan pada
upaya pelayanan kesehatan.
Tata laksana pengembangan pemanfaatan obat tradisi onal dilakukan melalui bebeiapa
langkah. Setelah dilakukan observasi dan penilaian pemakaian obat tradisional di ma
syarakat dan ternyata obat tradisional tersebut berkhasiat secara empirik dan tidak
memperlihatkan efek samping maka dilakukan:
Langkah I : Uji praklinik yang menentukan keamanan melalui uji toksisitas dan nwnentukan
khasiat melalui uji farmakodinamik;
Langkah II : Standardisasi secara sederhana;
Langkah III : Teknologi iarmasi yang menentukan identitas secara seksama sampai dapat
dibuat produk yang terstandardisasi;
Langkah IV : Uji klinik pada orang sakit dan atau orang sehat.
Setelah langkah IV ini, dan terbukti manfaat dan ke-amanannya, maka obat tradisional dapat
dipakai di dalam pelayanan kesehatan sebagai Fitofarmaka.

PRODUKSI DAN DISTRIBUSI (lingkup materi wirausaha)


Untuk mendirikan Usaha Industri Obat Tradisional diperlukan izin dari Menteri
Kesehatan (sekarang Kepala Badan Pengawas dan Makanan republik Indonesia disingkat
Badan POM). Sedangkan untuk mendirikan usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong
tidak diperlukan izin. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin usaha
Industri Obat Tradisional dan Usaha Industri Kecil Obat Tradisional sebagai berikut:

Usaha Industri ObatUsaha Industri kecil Obat


Jenis Persyaratan
Tradisional Tradisional
A. Lokasi Didirikan ditempat yangDidirikan ditempat yang bebas
bebas pencemaran danpencemaran dan tidak
mencemari lingkungan mencemari lingkungan
B. Bentuk Perusahaan Dilakukan oleh badanDilakukan oleh perorangan
hukum PT. Atau Koperasibadan hukum PT atau koperasi
harus memiliki Nomorharus memiliki Nomor Pokok
Pokok Wajib Pajak Wajib pajak
C. Penanggng Jawab Apoteker warga negaraBoleh bukan apoteker jika
Teknis Indonesia hanya memproduksi obat
tradisional rajangan, pilis,
tapel dan parem.
D. Pedoman Cara Wajib mengikuti CPOTBWajib mengikuti CPOTB dan
Produksi Obat dan pemenuhanpemenuhan persyaratan telah
Tradisional yang Baik persyaratan telahmengikuti CPOTB dinyatakan
(CPOTB) mengikuti CPOTBoleh petugas yang berwenang
dinyatakan oleh petugasmelalui pemeriksaan setempat
yang berwenang melaluidan pemberian sertifikat
pemeriksaan setempatCPOTB
dan pemberian Sertifikat
CPOTB
Untuk mendapatkan izin usaha Industri obat btradisional dan Industri kecil OT harus melalui
2 (dua) tahap yaitui :
1. Izin Prinsip, berlaku selama 3 (tiga) tahun
2. Izin Usaha Industri OT, berlaku selamanya

Adapun pengajuan permohonan persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Industri Obat

Industri Obat Tradisional Industri Kecil Obat Tradisional


1. Persetujuan Diajukan ke Dirjen POMDiajukan ke Kanwil Depkes wilayah
Prinsip (sekarang Kepala Badan POM) setempat (sekarang Dinas Kesehatan)
dengan tembusan Dirjen POM
(sekarang Badan POM)
2. Izin Usaha Diajukan ke Dirjen POMDiajukan ke Kanwil Dep Kes
(Sekarang Kepala Badan POM)(sekarang Dinas Kesehatan) wilayah
dengan tembusan ke Kanwisetempat
DepKes (sekarang Dinas
Kesehatan) wilayah setempat

Tradisional dan Industri Kecil Obat Tradisional sebagai berikut :

Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Industri Kecil Obat Tradisional dapat dicabut jika
terjadi hal-hal sebagai berikut :
1. Pabrik dipindah tangankan atau lokasi pabrik dipindahkan tanpa persetujuan pemberi iizin.
2. Tidak menyampaikan informasi Industri atau dengan senagaj menyampaikan informasi
Industri yang tidak benar 3 (tiga) kali berturut-turu
3. Tidak mendaftarkan obat tradisisional yang diproduksi yang diedarkan di wilayah
Indonesia maupun yang diekspor, kecuali bagi Obat Tradisional yang dibebaskan wajib
daftar.
4. Memproduksi Obat Tradisional yang dilarang
5. melakukan promosi yang dilarang untuk obat tradisional
6. Melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Dalam memproduksi Obat Tradisional setiap IOT dan IKOT wajib melaksanakan cara
Produksi Obat Tradisional yang baik (CPOTB) yang dituangkan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 659/Menkes/SK/X/1991
POTB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan
untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang
berlaku.

Aspek-aspek dalam CPOTB antara lain meliputi :


1. Ketentuan umum
2. Personalia
3. Bangunan
4. Peralatan
5. Sanitasi dan hygiene
6. Pengolahan dan pengemasan
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri
9. Dokumentasi
10. Penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran

Larangan Bagi Industri Obat Tradisional


1. Industri Obat Tradisional atau Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi:
a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang
berkhasiat obat.
b. obat tradisional dalam bentuk supositoria, intravaginal, tetes mata atau sediaan parenteral.
c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar
lebih dari 1%.
2. Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi Obat Tradisional Lisensi
Pasal 40
3. Obat Tradisional tidak boleh mengandung bahan lain yang tidak tercantum dalam
komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran.
4. Dilarang mempromosikan obat tradisional:
a. Dengan cara atau keterangan yang menyesatkan
b. Dengan informasi yang menyimpang dari informasi yang disetujui, dalam pendaftaran.
5. Dilarang memproduksi dan mengedarkan obat tradisional yang digaunakan sebagai
pelancar haid dan sejenisnya yang mengandung simplisia Angelicae Sinesis Radix dan
Linguistici Rhizoma sesuai SK Menkes RI No. 1147/D/SK/IV/1981

Anda mungkin juga menyukai