● Saat ini jumlah OHT dan Fitofarmaka terdaftar di Badan POM masih sangat
minim. Pengembangan obat bahan alam, khususnya OHT dan FF yang
memiliki evidence-based khasiat dan potensial menjadi OMAI, perlu terus
didukung. Untuk itu, Badan POM memberikan fleksibilitas dalam proses
pemberian Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dan juga menyediakan
fasilitas konsultasi teknis dalam rangka mendukung pengembangan inovasi
Obat Bahan Alam
● Selama 3,5 tahun terakhir sejak tahun 2019 hingga Mei 2022, berikut
merupakan tren jumlah produk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka yang
terdaftar di Badan POM. Jumlah ini masih dirasa terbatas sehingga perlu
dilakukan percepatan dan dukungan bersama dari seluruh pihak dalam
melakukan pengembangan Obat Tradisional menjadi OHT hingga Fitofarmaka
Kementerian Kesehatan telah meresmikan dan meluncurkan Formularium Fitofarmaka pada 31
Mei 2022 dalam mendukung penggunaan Fitofarmaka di Pelayanan Kesehatan Formal melalui
pemanfaatan DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik Bidang Kesehatan.
Tim Penyusun ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 01.07/Menkes/4820/2021 tentang Komite Nasional Penyusunan
Formularium Fitofarmaka; dengan susunan terdiri dari:
Penasehat: Menteri Kesehatan dan Kepala Badan POM
4 Tim yang terdiri dari:
a. Tim Ahli (termasuk Badan POM)
b. Tim Evaluasi
c. Tim Pelaksana
d. Tim Reviu
Badan POM sebagai Lembaga yang menerbitkan izin edar untuk produk fitofarmaka terlibat dalam
penyusunannya dengan :
1. Menyediakan data yang dibutuhkan terkait produk Fitofarmaka yang telah terdaftar;
2. Konfirmasi data mutu maupun keamanan (uji praklinik/klinik) dari produk Fitofarmaka yang
telah terdaftar; serta
3. Memfasilitasi pendampingan uji klinik produk Fitofarmaka yang masih dalam tahap
pelaksanaan uji klinik.
Terdapat 7 kelas terapi fitofarmaka yang terdaftar, namun baru 5 yang masuk ke
dalam formularium
Dalam melakukan seleksi untuk produk fitofarmaka yang akan dicantumkan pada
Formularium, Komnas Fitofarmaka telah menetapkan kriteria penilaian pada proses
seleksi, yaitu sebagai berikut:
1. Memiliki izin edar dan klaim khasiat yang disetujui Badan POM sebagai
Fitofarmaka.
2. Memiliki khasiat dan keamanan berdasarkan bukti ilmiah sahih dan sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan.
3. Digunakan untuk promotif, preventif, rehabilitatif, kuratif, dan paliatif
4. Jaminan keberlanjutan ketersediaan bahan baku di Indonesia.
5. Memiliki tingkat pembuktian (level of evidence)
2. Sistem Metabolik
Campuran fraksi : Lagerstroemia speciosa folium dan Cinnamomum burmannii cortex
100 mg, dengan klaim khasiat : Sebagai terapi kombinasi dengan obat antidiabetes
oral lainnya pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2
3. Sistem Pencernaan
Cinnamomi Burmannii Cortex (DLBS 2411) 250 mg, dengan klaim khasiat :
Meringankan gangguan pada lambung
4. Sistem Imun
Phyllantus niruri herba 25 mg dengan klaim khasiat : memperbaiki sistem imun
5. Nutrisi
Kombinasi Ophiocepholus striatus 5 g, Citrus sinensis Fructus 4,5 g dan Curcuma
domestica Rhizome 0,05 g, dengan klaim khasiat : Membantu meningkatkan kadar
albumin pada kondisi hipoalbuminemia
● Dalam rangka menunjang herbal untuk kemandirian kesehatan nasional,
regulasi dibidang obat tradisional disampaikan sebagai berikut:
1. PerBan No.10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada
Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan Makanan
2. PerBan No.27 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Publik di Lingkungan
Badan POM
3. PerkaBPOM No.1384 tentang Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran OT, OHT
dan FF
4. PerBan No.32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat
Tradisional
5. PerkaBPOM No.7 Tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Non Klinik Secara
In Vivo
6. PerBan No.18 Tahun 2021 tentang Pedoman Uji Farmakodinamik Praklinik Obat
Tradisional
7. PerkaBPOM No.21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik
8. PerBan No.4 Tahun 2021 tentang Mekanisme Monitoring Efek Sampaing Obat
Tradisional dan Suplemen Kesehatan
Pada slide ini dapat dilihat rangkaian proses pengembangan obat bahan alam
dengan bukti ilmiah (OHT dan Fitofarmaka) secara umum. mulai dari tahap
pengembangan, penelitian, hingga produk mendapat izin edar dan diedarkan
secara komersial.
Badan POM sesuai dengan tugas dan fungsinya mengawal proses pengembangan
produk agar memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan khasiat sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Fungsi pengawalan dilakukan mulai dilakukan pada
saat akan memasuki tahapan uji praklinik hingga pemberian izin edar, melalui
fungsi persetujuan protokol uji pra klinik dan/atau uji klinik, evaluasi dan sertifikasi
CPOTB, hingga registrasi dan evaluasi OHT dan FF untuk mendapatkan izin edar.
● Mutu bahan baku dan produk jadi merupakan faktor yang mempengaruhi
keamanan dan khasiat suatu produk
● Proses standarisasi menjadi titik kritis dalam proses produksi, untuk dapat
menghasilkan mutu produk yang konsisten diperlukan pemenuhan
terhadap suatu standar atau persyaratan
● Untuk standardisasi bahan baku obat tradisional, parameter mutu dapat
mengacu pada kompendial/monografi bahan alam (Contoh: Materia Medika
Indonesia, Farmakope Herbal Indonesia)
● Sedangkan untuk standardisasi produk jadi: Badan POM telah
menerbitkan regulasi sebagai acuan persyaratan Keamanan dan Mutu
Obat tradisional yaitu PerBPOM No 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan
Keamanan dan Mutu Obat Tradisional
● Untuk produk jadi obat tradisional baik berupa jamu, OHT dan
Fitofarmaka harus memenuhi beberapa parameter uji seperti
Organoleptik, kadar air, cemaran mikroba, aflatoksin total, cemaran
logam berat, keseragaman bobot, waktu hancur, volume terpindahkan,
kadar alcohol, pH. Hal ini tergantung jenis bentuk sediaan
● Untuk produk OHT dan FF, produsen wajib menentukan (identifikasi dan
Saat ini, ekstrak herbal dengan kadar senyawa aktif
yang terstandar di Indonesia masih sangat terbatas.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
berikut, antara lain:
a. Kontinuitas terhadap ketersediaan bahan baku
herbal yang masih rendah. Beberapa bahan
baku herbal yang digunakan di Indonesia hanya
tumbuh subur dan dapat dipanen pada musim
tertentu. Selain itu, adanya perbedaan dalam
proses panen (galur asal-usul, tempat tumbuh,
usia panen, masa panen) dan pascapanen
(pengumpulan bahan baku, pembuatan menjadi
serbuk, pengeringan, lama penyimpanan, dan
sebagainya) diketahui dapat mempengaruhi
kandungan senyawa aktif yang ada pada bahan
baku tersebut. Akibatnya, standardisasi bahan
baku sejak masih dalam bentuk simplisia pun
sulit untuk dilakukan.
Aspek-aspek tersebut membuat bahan baku sejak simplisia sudah mempunyai tantangan
tersendiri dalam melakukan standardisasi. Apabila semua parameter tersebut dapat
ditangani, maka sangat mungkin Indonesia memiliki simplisia yang sudah terstandar
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016, dalam mewujudkan kemandirian
dan meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri
melalui percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, langkah-
langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mendukung
percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, dengan:
1. menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai upaya
peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional;
2. meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di dalam negeri
dan ekspor;
3. mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dalam bidang farmasi dan alat
kesehatan; dan
4. mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat,
obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan
ekspor serta memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi
kapasitas industri.
Adapun prioritas yang dikembangkan Badan POM untuk mendukung hal tersebut
antara lain:
1. Memfasilitasi pengembangan obat dalam rangka mendukung akses dan
ketersediaan obat untuk masyarakat sebagai upaya peningkatan pelayanan
kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional;
2. Mendukung investasi pada sektor industri farmasi dan alat kesehatan melalui
fasilitasi dalam proses sertifikasi produksi dan penilaian atau evaluasi obat; dan
3. Mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi
dan standar dalam rangka menjamin keamanan, mutu dan khasiat serta
peningkatan daya saing industri farmasi
Prioritas tersebut sejalan dengan rencana aksi tindak lanjut untuk pengembangan
bahan baku obat, produk biologi dan Fitofarmaka
Untuk Bidang III dibawah koordinasi Badan POM dilakukan kegiatan sebagai
berikut:
Pendampingan penyusunan protokol uji dan pendampingan pelaksanaan uji klinik
Penyusunan pedoman penelitian obat herbal dalam upaya menghadapi Covid-19
Untuk Uji Klinik, Fase I bisa dapat tidak dilakukan bila berasal dari jamu empiris
dan/atau profil keamanan dan manfaat pada hewan coba sudah sesuai, dan Uji di
fase II dan III dapat digabung (perlu pencermatan case by case)
• Beberapa pedoman yang ditujukan sebagai panduan bagi peneliti antara lain
1. Peraturan tentang persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional yaitu
Peraturan Kepala Badan POM No. 32 tahun 2019
2. Peraturan Badan POM No.18 Tahun 2021 tentang Pedoman Uji
Farmakodinamik Praklinik Obat Tradisional
3. Pedoman uji toksisitas diterbitkan pada tahun 2022
4. Peraturan Kepala Badan POM No.21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana
Persetujuan Uji Klinik yang saat ini sedang berproses untuk revisi disesuaikan
dengan kebutuhan saat ini.
Layanan Konsultasi dan Kajian juga diberikan baik bagi peneliti maupun pelaku
usaha, antara lain kajian dan standardisasi bahan baku yang didukung
dengan pengembangan aplikasi untuk memberikan kemudahan dalam
pemberian layanan kajian.
Selain itu, saat ini sedang berproses pengusulan tarif PNBP jasa evaluasi
permohonan persetujuan uji praklinik atau uji klinik dikenakan tarif PNBP
sebesar Rp 0,00 (nol rupiah) dalam hal uji praklinik atau uji klinik didanai
oleh pemerintah.
Badan POM selalu aktif dalam mendukung industri serta usaha Obat Tradisional
melalui upaya berikut:
1. Badan POM secara pro aktif memberikan Bimbingan Teknis, desk registrasi, dan desk
konsultasi CPOTB/ CPOTB Bertahap, Desk CAPA secara daring/zoom
2. Pemeriksaan sarana secara daring/zoom
3. Pengajuan sertifikasi CPOTB Bertahap tanpa ada pungutan biaya. Khusus untuk
UMKM yang mengajukan proses CPOTB secara menyeluruh (Full), UMKM
mendapatkan potongan biaya sebesar 70% PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak)
4. Simplifikasi regulasi dan percepatan pelayanan dengan tetap mengedepankan
pemenuhan standar, khasiat, keamanan dan mutu
5. Keringanan pembayaran biaya pendaftaran PNBP bagi UMKM OT
Penguatan Regulasi Pengawasan Pre dan Post Market Fitofarmaka yang masuk
dalam Formularium Fitofarmaka (yang digunakan melalui DAK dan Dana Kapitasi
BPJS) melalui:
1. Penyusunan regulasi pengembangan "me too" Fitofarmaka
2. Intensifikasi Sampling dan pengujian produk Fitofarmaka
3. Intensifikasi Monitoring Efek Samping Fitofarmaka
KONVENSI NASIONAL KEMANDIRIAN NASIONAL DALAM PENYEDIAAN
BAHAN BAKU OBAT BAHAN ALAM
1. Berbagai tantangan masih dihadapi sarana produksi obat tradisional, salah
satunya penyediaan bahan baku obat bahan alam. Untuk itu, BPOM
menginisiasi kegiatan Konvensi Nasional Kemandirian Penyediaan Bahan
Baku Obat Bahan Alam sebagai Upaya Peningkatan Mutu dan Daya Saing
Produk.
2. Konvensi Nasional bertujuan untuk mengetahui permasalahan dan strategi
untuk mewujudkan kemandirian nasional dalam penyediaan bahan baku untuk
pembuatan obat tradisional yang bermutu.
3. Kegiatan Konvensi Nasional Kemandirian Nasional Penyediaan Bahan Baku
Obat Bahan Alam ini diisi dengan penandatanganan komitmen Industri Ekstrak
Bahan Alam (IEBA) untuk dukungan kepada UMKM, Pelatihan Peningkatan
Pemahaman Supplier Bahan Baku Obat Bahan Alam, serta Virtual Expo
Ekstrak Obat Bahan Alam. Melalui kegiatan ini diharapkan menjadi satu
langkah bersama untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat bahan alam
di Indonesia.
Latar belakang….
Latar belakang….
● Virtual Expo guna menjembatani Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) dengan
UMKM sebagai upaya memfasilitasi UMKM untuk memperoleh ekstrak bahan
alam yang memenuhi persyaratan dan pengadaannya tidak memberatkan.
Kegiatan expo juga dapat dimanfaatkan oleh IEBA untuk menunjukkan
eksistensinya sebagai penjuru dalam pengadaan Bahan Baku obat bahan
alam yang cukup jumlahnya, konsisten kualitasnya dan terjangkau harganya.
Kami mengapresiasi 17 IEBA yang menandatangani komitmen dukungan
untuk UKM obat bahan alam serta berpartisipasi pada Expo ini sebagai
langkah nyata turut membangun kemandirian Bahan Baku Obat Bahan Alam
Indonesia.
Dukungan Badan POM dalam Pengembangan Wellness Tourism:
1. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
mengembangkan wellness tourism berkelas dunia di tiga daerah yaitu Solo,
Yogyakarta dan Bali. Sejalan dengan upaya ini, terkait produk jamu/herbal
products BPOM juga mempersiapkan pencanangan Destinasi Wisata Jamu di
Yogyakarta. Pencanangan Destinasi Wisata Jamu atau Kosmetik Tematik juga
akan diperluas ke wilayah lain dengan menggerakan ekonomi kreatif
masyarakat dengan dukungan lintas sektor baik dari Pemerintah maupun
Swasta.
2. BPOM akan hadir dan terus melakukan terobosan strategis untuk mengawal
keamanan dan mutu wellness products, untuk dapat berkualitas, berdaya saing,
berbasis kearifan lokal guna mendukung pemulihan ekonomi dan
pembangunan wellness tourism yang berkelanjutan.
Penggalian Informasi empiris bahan alam diseluruh Indonesia diawali dengan
Sarasehan Jamu Nusantara yang dilaksanakan di Jogjakarta pada tanggal 2
Desember 2021. Sarasehan tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkan Surat
Edaran Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan
Kosmetik Nomor: HK.02.02.4.45.05.22.06 Tahun 2022 tentang Intensifikasi
Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan oleh Unit Pelaksanan Teknis
di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan Dalam Rangka
Menindaklanjuti Hasil Sarasehan Jamu Nusantara. Surat Edaran ini
menginstruksikan kepada Unit Pelaksana Teknis Badan POM (Balai Besar
POM/Balai POM/Loka POM) untuk melakukan penggalian potensi
keanekaragaman hayati dan bukti empirisnya, serta melakukan bimbingan teknis
kepada UMKM Obat Tradisional, agar produk jamu mempunyai daya saing dalam
skala nasional melalui pemenuhan persyaratan keamanan, khasiat dan mutu.
● Badan POM telah memiliki sistem pelaporan efek samping OT dan SK secara
elektronik melalui aplikasi e-Reporting Efek Samping OT dan SK berbasis web.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi, perlu dilakukan
pengembangan aplikasi mengikuti teknologi terbaru guna memperluas
jangkauan pengguna serta meningkatkan kemudahan dalam pelaporan efek
samping OT dan SK melalui pembuatan aplikasi e-Monitoring Efek Samping
Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan (e-MESOT) berbasis Android yang
memiliki keunggulan dalam hal kepraktisan, fleksibilitas fitur aplikasi serta
popularitas di masyarakat Indonesia. Keunggulan-keunggulan tersebut dapat
dimanfaatkan untuk mempercepat akses pelaporan dan tindak lanjut efek
samping OT dan SK dalam rangka memperkuat perlindungan masyarakat.
Untuk mencari Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan yang mengandung bahan
kimia obat / bahan yang dapat membahayakan Kesehatan, masyarakat dapat
mengakses dengan mengunduh aplikasi e-Public Warning Obat Tradisional (PW
OTSK); atau mengaksesnya melalui e-publicwarningotsk.pom.go.id.