Anda di halaman 1dari 10

PENELITIAN

& PENGEMBANGAN

OBAT
TRADISIONAL
KELOMPOK VI
ANGGOTA

 Noviyanti S. D. Ledo (PO5303332200600)


 Puspa Kinanti (P053033322006022)
 Elisabeth G. Lay (PO5303332200583)
 Shintia Cristin Min Dala (PO5303332200604)
 Darnita Kause (PO5303332200580)
 Yotam Ndun (PO5303332200609)
Tujuan Pengembangan
01 Obat Tradisional

Rencana Pengembangan
02 Obat Tradisional
TOPIK
BAHASAN
03 Saintifikasi Jamu

04 Fitofarmaka
Tujuan Pengembangan Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang dapat berupa bahan
tumbuhan, hewan, mineral atau campuran ketiganya yang sudah digunakan
.
secara turun temurun untuk pengobatan. Penggunaan obat tradisional secara
luas oleh masyarakat disebabkan selain karena alami, mudah didapat,
harganya yang murah, serta tidak menghasilkan efek samping yang
ditimbulkan seperti yang sering terjadi pada pengobatan secara kimiawi.
Seiring berjalannya waktu, obat tradisional dikembangkan melalui jamu, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Maka dibuatlah Penyusunan Rencana
Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional yang bertujuan untuk
meningkatkan pengembangan dan produksi bahan baku obat tradisional
dalam negeri dan mengurangi angka impor, yang dijamin bermutu tinggi.
Peningkatan Mutu Obtra
Rencana Mutu obat tradisional sangat tergantung dari berbagai faktor, mulai
Pengembangan Obat dari penanaman, pengumpulan, pengolahan bahan baku, proses
produksi sampai dengan peredaran. Untuk mencapai sasaran

Tradisional tersebut perlu ditempuh langkah kebijakan sebagai berikut :


1. Penyusunan spesifikasi tumbuhan obat
2. Penyusunan spesifikasi dan standar bahan baku/revisi Materia
Medika Indonesia
3. Penyusunan spesifikasi dan standar sediaan galenik
4. Penyusunan dan penerapan sistem mutu untuk penanganan
pasca panen dan pengolahan produk.
5. Penyusunan Farmakope Obat Tradisional Indonesia
Keamanan Obtra

Untuk melindungi masyarakat dari peredaran dan


Untuk dapat memiliki izin edar obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar kriteria sebagai berikut :
dan fitofarmaka yang tidak memenuhi persyaratan a) Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan khasiat perlu dilakukan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat
evaluasi melalui pendaftaran sebelum diedarkan b) Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional
Proses evaluasi obat tradisional, obat herbal yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku
terstandar dan fitofarmaka yang meliputi mutu, c) Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
keamanan dan khasiat harus mengikuti penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Formulasi Obtra
Lanjutan…
Tahapan Formulasi
Tujuan formulasi : 1. Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika
1. Mengurangi rasa pahit/tidak enak untuk pemakaian pada manusia.
2. Mengurangi bau tidak sedap 2. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
3. Menstabilkan sediaan 3. Teknologi farmasi tahap awal
4. Mengatur dosis pemakaian 4. Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan Obat Alam
5. Mempermudah penggunaan 5. Parameter standar mutu: bahan baku Obat Alam, ekstrak, sediaan Obat Alam

02
Contoh Formulasi
Kapsul Ekstrak Kental Buah Adas
Tiap kapsul mengandung :
Ekstrak kental buah adas 400 mg
Pengisi 150 mg
Selulosa mikrokistal 100 mg
Ekstrak mengandung minyak atsiri tidak kurang
dari 12% dan trans-atenol tidak kurang dari
7,8%
Indikasi : membantu meredakan batuk dan
mengencerkan dahak
Saintifikasi Jamu
Pengembangan Tanaman Obat menjadi Jamu Saintifik.
1. Studi etnofarmakologi untuk mendapatkan base-line data
terkait penggunaan tanaman obat secara tradisional.
2. Seleksi formula jamu yang potensial untuk terapi
Saintifkasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui alternatif/ komplementer.
penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Jamu saintifik yang 3. Studi klinik untuk mendapatkan bukti terkait manfaat
dihasilkan dari program digunakan untuk terapi komplementer dan keamanan.
di fasilitas pelayanan kesehatan dan dijadikan pilihan 4. Jamu yang terbukti berkhasiat dan aman dapat digunakan
masyarakat sebagai subyek dalam upaya preventif, promotif, dalam sistem pelayanan kesehatan formal.
kuratif, rehabilitatif dan paliatif.

Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah:


1. Memberikan landasan ilmiah (evidence based )
penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian
berbasis pelayanan kesehatan.
2. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter
gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti
dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif
dan paliatif melalui penggunaan jamu.
3. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap
pasien dengan penggunaan jamu.
4. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki
khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan
dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan
sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
FITOFARMAK
AFitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada
manusia), bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.
Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam proses pembuatan hingga
pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan
tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu
uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan
percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia.

Fitofarmaka harus memenuhi beberapa  kriteria, diantaranya :


a) Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
b) Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
c) Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
d) Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Tahapan Pengembangan Fitofarmaka


Tahap Seleksi Tahap Biological Screening Tahap Penelitian
• Berdasarkan pengalaman pemakaian empiris • Ada/ tidaknya efek farmakologi calon Farmakodinamik
sebelumnya dapat berkhasiat dan bermanfaat fitofarmaka yang mengarah ke khasiat • Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka
•Diperkirakan dapat sebagai alternative terapetik (pra klinik in vivo) terhadap masing-masing sistem biologis
pengobatan untuk penyakit-penyakit yang •Ada/ tidaknya efek keracunan akut (single organ tubuh Pra klinik, in vivo dan in vitro,
belum ada atau masih belum jelas dose), spectrum toksisitas jika ada, dan • Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika
pengobatannya. sistem organ yang mana yang paling peka diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme
terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
in vivo)

Tahap Pengujian Toksisitas Tahap Pengembangan Sediaan Tahap Uji Klinik Pada Manusia
Lanjut (Multiple Doses) (Formulasi) • Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
•Toksisitas ubkronis • Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi •Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien
• Toksisitas akut syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian terbatas
pada manusia.
• Toksisitas khas/ khusus •Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jmlh
• Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
• Teknologi farmasi tahap awal
yang lebih besar dari fase 2
• Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan • Fase 4: post marketing survailence, untuk
Obat Alam melihat kemungkinan efek samping yang
• Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, tidak terkendali saat uji pra klinik maupun
sediaan OA saat uji klinik fase 1-3.
THANKS

Anda mungkin juga menyukai