Anda di halaman 1dari 16

Safety of Herbal Medicine

& Phytofarmaca
dr.Asrawati Sofyan Sp.KK

Departemen Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
Definisi

• Obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian(galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
• Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam
nabati, yang khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku, baik
berupa simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi
persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman komponen
aktif, keamanan dan kegunaannya.

(Pringgoutomo S. 2012)
Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam
Indonesia

- Penggunaannya secara turun-temurun, empiris


JAMU - Bahan baku tidak distandarisasi
- Untuk pengobatan sendiri

- Pembuktian khasiat dan keamanan berdasarkan


OBAT HERBAL
uji preklinik
TERSTANDAR
- Bahan baku distandarisasi
- Untuk pengobatan sendiri

- Pembuktian khasiat dan keamanan berdasarkan


FITOFARMAKA uji preklinik & uji klinik
-Bahan baku, produk jadi distandarisasi
- Untuk pelayanan kesehatan formal
(Pringgoutomo S. 2012)
Untuk pengembangan obat tradisional menjadi obat herbal terstandardisasi dan
fitofarmaka, simplisia harus memenuhi persaratan mutu agar dapat menimbulkan
efek dan aman.

Parameter standar mutu simplisia antara lain mencakup kadar abu, kadar zat
terekstraksi air, kadar zat terekstraksi etanol, bahan organik asing, cemaran
mikroba termasuk bakteri patogen, cemaran jamur/kapang, cemaran aflatoksin,
cemaran residu pestisida, cemaran logam berat, kadar air, kadar zat aktif/zat
identitas.

Parameter standar mutu ekstrak selain hal di atas, juga mencakup konsistensi ekstrak,
sedangkan parameter untuk sediaan termasuk diantaranya waktu hancur, kadar bahan
tambahan (pengawet, pewarna,pemanis, bahan kimia obat), kadar etanol, dan stabilitas.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Tahapan Pengembangan Obat
Tradisional Indonesia

1. Seleksi

2. Uji
preklinik, terdiri atas uji
toksisitas dan uji farma-
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kodinamik
kesehatan formal/profesi dokter, maka hasil data
empirik harus didukung oleh bukti ilmiah adanya 3.Standarisasi sederhana,
khasiat dan keamanan penggunaannya pada penentuan identitas dan
manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari pembuatan sediaan
penelitian yang dilakukan secara sistematik. terstandar

4. Uji klinik
(Ziment I, 2013)
Tahap Seleksi

• Jenis obat tradisional/obat herbal yang diprioritaskan


untuk diteliti dan dikembangkan adalah :
Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan
atas dalam angka kejadiannya (berdasarkan pola penyakit)
Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti
AIDS dan kanker.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Tahap Uji Preklinik

Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada


hewan coba untuk melihat toksisitas
dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara
pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana
pemberian pada manusia.
Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional
yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen
Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk
sementara satu spesies tikus atau mencit.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Uji Toksisitas

Tujuan dari uji toksisitas adalah untuk melihat keamanannya.


Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, sub-kronik,
kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji
teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas.
Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD 50
(Lethaldose 50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba,
menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada
organ, dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk
semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Uji Farmakodinamik

Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk


meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja
dalam menimbulkan efek dari obat tradisiona ltersebut.
Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba.
Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan
disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil
positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat
dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Standardisasi Sederhana, Penentuan Identitas
dan Pembuatan Sediaan Terstandar

Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia,


penentuan identitas, dan menentukan bentuk sediaan
yang sesuai.
Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhi efek
yang ditimbulkan. Bahan segar berbeda efeknya
dibandingkan dengan bahan yang telah dikeringkan.
Proses pengolahan seperti direbus, diseduh dapat
merusak zat aktif tertentu yang bersifat termolabil.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Uji Klinik

Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat


herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji
klinik.
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat
tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan
berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional sama
seperti halnya dengan uji klinik obat modern, maka prinsip etik uji
klinik harus dipenuhi.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji
keamanan dan tolerabilitas obat tradisional.

Fase 2 awal : dilakukan pada pasien dalam


Uji Klinik jumlah terbatas,tanpa pembanding.
Fase 2 akhir : dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan
dibagi pembanding.
menjadi
4 fase
Fase 3 : uji klinik definitif

Fase 4 : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang


jarang atau yang lambat timbulnya.
 Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas
dimasyarakat dan tidak menunjukkan efek samping yang
merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung
dilakukan uji klinik dengan pembanding.
 Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas
harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna
mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional
tersebut.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Agar obat tradisional/obat herbal dapat diterima dan
digunakan pada pelayanan kesehatan formal maka
pembuktian khasiat dan kemananan obat tradisional pada
manusia melalui uji klinik perlu ditingkatkan.

Pemerintah,perguruan tinggi, dan organisasi non


pemerintah perlu menyediakan dana untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas penelitian, termasuk penelitian dan
pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka,
sehingga dapat dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan.

(Depkes.RI,DJPOM. 2000)
Daftar Pustaka

• Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan


Obatdan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
PedomanPelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, 2000.
• Pringgoutomo S. Riwayat perkembangan pengobatan dengan
tanaman obat di dunia timur dan barat. Buku ajar Kursus Herbal
Dasar untuk Dokter. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.p.1-5.
• Ziment I, Rotblatt M. Evidence-based herbal medicine.
Philadelphia: Hanley & Belfus, Inc; 2013.

Anda mungkin juga menyukai