Anda di halaman 1dari 198

UJI PRE-KLINIK, UJI KLINIK,

DAN UJI ETIK


UJI PREKLINIK
• Dalam pengembangan obat uji praklinis adalah tahap penelitian yang
dimulai sebelum uji klinis (pengujian pada manusia) dilaksanakan.
• Subjek peneliatian yangdigunakan adalah hewan coba, dan data yang
dihasilkan adalah data kelayakan, data pengujian berulang dan data
keamanan obat dikumpulkan.
• Tujuan utama studi praklinis adalah untuk menentukan dosis awal
yang aman untuk studi pertama pada manusia dan menilai potensi
toksisitas produk.
• Rata-rata, hanya satu dari setiap 5.000 senyawa yang memasuki uji
praklinis menjadi obat yang disetujui.
JENIS UJI PRAKLINIK
• Pengujian dibawah ini memungkinkan peneliti untuk memperkirakan dosis
awal yang aman untuk uji klinik.
• Pengujian dapat dilakukan secara invivo maupun invitro.
• Studinya adalah :
• Studi Farmakodinamik (apa yang dilakukan obat terhadap tubuh)
• Studi Farmakokinetik (apa yang tubuh lakukan terhadap obat)
• Kadar, dosis efektif dan resiko
• Studi ADME
• Studi toksikologi
• Toksisitas akut: LD 50%, gejala toksik, patologik organ
• Toksisitas kronik: minimal 2 minggu
• Toksisitas khusus: teratogenik, karsinogenik, mutagenitas, ketergantungan
UJI KLINIK
• Uji klinis adalah eksperimen atau observasi yang dilakukan untuk
menjawab pertanyaan spesifik tentang intervensi biomedis atau
perilaku, termasuk perawatan baru (seperti vaksin baru, obat-obatan,
makanan, suplemen makanan, dan perangkat medis)
• Uji klinis menghasilkan data tentang keamanan dan efikasi
• Uji klinis hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari otoritas
kesehatan / komite etik di negara dimana penelitian dilaksanakan.
UJI KLINIK
• Uji klinis yang melibatkan obat baru biasanya diklasifikasikan ke dalam
empat fase.
• Setiap fase proses persetujuan obat diperlakukan sebagai uji klinis terpisah.
• Proses pengembangan obat biasanya akan berlanjut melalui fase I – IV
selama bertahun-tahun, seringkali melibatkan satu dekade atau lebih.
• Jika obat berhasil melewati fase I, II, dan III, biasanya obat tersebut akan
disetujui oleh badan pengawas nasional untuk digunakan pada populasi
umum.
• Uji coba fase IV dilakukan setelah obat yang baru disetujui dipasarkan,
pengujian ditujukan untuk memberikan penilaian tentang risiko, manfaat,
atau penggunaan terbaik.
UJI KLINIK FASE 1 (screening for safety)
• Seringkali merupakan uji coba orang pertama.
• Menguji dalam sekelompok kecil orang (biasanya 20–80) untuk
mengevaluasi keamanan, menentukan kisaran dosis yang aman, dan
mengidentifikasi efek samping.
UJI KLINIK FASE 1
• Keamanan, Sukarelawan Sehat,
• Tujuan:
• Efek Samping
• Dosis Tunggal 1/50 Dosis Minimal Efektif Hewan
• Pemeriksaan:
• - Hematologi
• - Faal Ginjal, Hati
• - Urin Rutin
• - Pemeriksaan Spesifik
• Persyaratan:
• Terbuka
• 20 – 80 Orang
• Ahli
UJI KLINIK FASE 2
(establishment)
• Uji coba fase II dirancang untuk menentukan kemanjuran, dan mempelajari seberapa
baik obat bekerja pada dosis yang ditentukan, menetapkan kisaran dosis terapeutik.
• Menetapkan efikasi awal obat dalam "kelompok pengobatan", biasanya melawan
kelompok kontrol placebo.
• Subjek : Orang sakit
• Tujuan : Efektifitas
• Persyratan:
• Ahli
• 100 – 200 Orang
• Protokol
• Kode Etik
• Komperatif
• Acak
• Tersamar Ganda
UJI KLINIK FASE 3
(Final confirmation of safety and efficacy)
• Menguji dengan sekelompok besar orang (biasanya 1.000–3.000)
• untuk memastikan keefektifannya,
• mengevaluasi keefektifannya,
• memantau efek samping,
• membandingkannya dengan obat standar digunakan, dan
• mengumpulkan informasi yang memungkinkan obat digunakan dengan aman.
• Tujuan:
• Efektifitas
• Persyaratan:
• Tidak Terlalu Ahli
• 1000-3000 Orang
UJI KLINIK FASE 4
(safety studies during sales)
• Studi pascapemasaran menggambarkan risiko, manfaat, dan
penggunaan yang optimal.
• Pola penggunaan
• Pola efektifitas
• Efek samping penggunaan kronik
• Penggunaan berlebihan
• Penyalahgunaan
• Usia lanjut
Uji preklinis
dan
Uji Klinis
UJI ETIK
• Tujuan dari penelitian klinis adalah untuk mengembangkan
pengetahuan yang dapat digeneralisasikan yang meningkatkan
kesehatan manusia.
• Jalan untuk mengetahui apakah obat atau pengobatan baru itu aman
atau efektif, adalah dengan mengujinya kepada relawan pasien.
• Tetapi hal ini menempatkan beberapa orang pada risiko bahaya,
meskipun demi kebaikan orang banyak
• Penelitian klinis berpotensi mengeksploitasi relawan pasien.
• Tujuan dari pedoman etika adalah untuk melindungi relawan pasien
dan untuk menjaga integritas ilmu pengetahuan.
CPOTB
Fitofarmasi
by: Tim Fitofarmasi
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Biodiversitas
dan
Potensi Herbal
Indonesia
Potensi Keanekaragaman hayati
dan herbal Indonesia
World
Biodiversity
Mega Biodiversitas
Indonesia
Potensi Herbal
Indonesia

9,600 Spesies Sudah 4% Spesies dari Bahan


Diketahui Tumbuhan Obat Baku Baru Dibudidayakan

40 Ribu Spesies 200 Spesies Bahan Baku


Tumbuhan di Indonesia Industri Obat
Tradisional
Penggolongan
Obat
Tradisional
Jenis dan Penggolongan
Obat Tradisional di Indonesia
Penggolongan OT

SK BPOM 4211 Tahun 2004 Tentang Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia
Produk TR OHT dan FF
yang Sudah Terdaftar

Obat Herbal
Jamu TR Terstandar HT Fitofarmaka FF
(11.970 Produk) (100 Produk) (35 Produk)
Aspek dan
Sertifikasi
CPOTB
Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik
Definisi CPOTB
Dasar Hukum CPOTB
Dasar Hukum CPOTB
Penerapan CPOTB
Manfaat CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Aspek pada CPOTB
Evaluasi Pembelajaran

“ ”
1. Sebutkan dan Jelaskan Penggolongan Obat Tradisional?
2. Sebutkan dan Jelaskan Aspek dalam CPOTB?
3. Jelaskan aspek hygiene dan sanitasi dalam CPOTB meliputi apa saja?
4. Sebutkan dan jelaskan dokumen mutu dan prosedur mutu pada CPOTB?
Selamat Belajar
Tim Fitofarmasi
Tim Fitofarmasi
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Malang, Indonesia imam.taufik@pom.go.id (+62) 81388037000


imam.taufik-2014@ff.unair.ac.id
Regulasi
Obat Tradisional dan
Suplemen Kesehatan
by: Tim Fitofarmasi
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Regulasi
Obat
Tradisional
Obat Tradisional:
Bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan,
hewan, bahan mineral, sediaan
galenik, atau campuran dari
bahan tersebut secara turun
temurun telah digunakan untuk
pengobatandan dapat
diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat
Regulasi OT Terkait
Registrasi

Kebijakan dan Peraturan Bidang OT Terkait Registrasi


Bahan
Berbahaya
Pada Obat Tradisional
Bahan yang Dilarang
pada OT
Bahan yang Dilarang
pada OT
E-
Registrasi
Obat Tradisional
Registrasi OT SK
Online

Per BPOM 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik Sektor Obat dan Makanan
Dokumen Pendaftaran
Akun Perusahaan
Pengajuan Sertifikasi
CPOTB
Registrasi Produk OT
SK
Tanda Tangan Elektronik
(TTE) Registrasi OT SK
Implementasi NIE
Dengan TTE
NIE 2D Barcode dan
Aplikasi BPOM Mobile
Perizinan
dan
Pendirian
Industri Obat Tradisional (IOT)
Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA)
Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT)
Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Perizinan OSS Online
Single Submission

PP 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik


Sarana Produksi OT
Kos

Permenkes 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik Sektor Kesehatan
Perizinan IOT/IEBA

Permenkes 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik Sektor Kesehatan
Perizinan UKOT

Permenkes 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik Sektor Kesehatan
Perizinan UMOT

Permenkes 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik Sektor Kesehatan
Klaim dan
Penandaan
Obat Tradisional
Penandaan

Perka BPOM 5166 Tahun 2010 Tentang Pencantuman Informasi pada Penandaan OT.
Penandaan harus sesuai dengan persetujuan BPOM
Penggolongan OT

SK BPOM 4211 Tahun 2004 Tentang Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia
Persyaratan Mutu OT
SK (Cemaran Mikroba)
Tim Fitofarmasi
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Malang, Indonesia imam.taufik@pom.go.id (+62) 81388037000


imam.taufik-2014@ff.unair.ac.id
Drs. Tepy Usia, Apt, M. Phill, Ph.D
Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik

Disampaikan pada “Coaching Clinic Full Spectrum Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan
1
Jakarta, 6 Desember 2019
SISTEM PENGAWASAN
OBAT TRADISIONAL & SUPLEMEN KESEHATAN

REGULASI OBAT TRADISIONAL DAN


SUPLEMEN KESEHATAN

REGULASI TERKAIT OBAT TRADISIONAL


DAN SUPLEMEN KESEHATAN YANG
SEDANG DISUSUN

POKOK BAHASAN
SISTEM PENGAWASAN
OBAT TRADISIONAL &
SUPLEMEN KESEHATAN
DEFINISI
Obat Tradisional Suplemen Kesehatan
Bahan atau ramuan bahan Produk yang dimaksudkan
yang berupa bahan untuk melengkapi kebutuhan
tumbuhan, bahan hewan, zat gizi, memelihara,
bahan mineral, sediaan meningkatkan dan/atau
sarian (galenik) atau memperbaiki fungsi kesehatan,
campuran dari bahan mempunyai nilai gizi dan/atau
tersebut yang secara turun efek fisiologis, mengandung
temurun telah digunakan satu atau lebih bahan berupa
untuk pengobatan, dan vitamin, mineral, asam amino
dapat diterapkan sesuai dan/atau bahan lain bukan
dengan norma yang berlaku tumbuhan yang dapat
di masyarakat dikombinasi dengan tumbuhan
FITOFARMAKA
OBAT HERBAL
TERSTANDAR

JAMU

23 produk
69 produk  Keamanan dan khasiat dibuktikan
 Berasal dari jamu secara ilmiah melalui uji klinik
 Keamanan dan khasiat dibuktikan secara  Bahan baku & produk jadi terstandar
ilmiah melalui uji pra-klinik (toksisitas &  Sertifikat CPOTB
farmakodinamik)  Uji pra-klinik (toksisitas &
>11.000 produk  Bahan baku & produk jadi terstandar farmakodinamik)
Bukti dukung berasal dari  Sertifikat CPOTB  Mutu produk
bukti empiris  Mutu Produk

Bukti Empiris Bukti Ilmiah


Pengawasan Premarket dan Postmarket
Full Spectrum Pengawasan OT dan SK
PRE-MARKET
CONTROL

PRODUK
IKLAN
REGISTRASI
PRODUK & IKLAN
PRODUK DENGAN NIE
INDUSTRI
Ex.: POM TR. 123 456 789 DISTRIBUSI

SERTIFIKAT CPOB/ CPOTB

SARANA PRODUKSI PENGAWASAN


POST-MARKET
OT & SK
CONTROL

INSPEKSI SARANA PRODUKSI SAMPLING & PENGUJIAN


PEMBERIAN
PRODUK
SANKSI/REKOMENDASI SANKSI
ADMINISTRATIF, PENINDAKAN, KONSUMEN
DAN PENYIDIKAN

INSPEKSI SARANA PENGAWASAN IKLAN,


DISTRIBUSI LABEL, &
PRODUK AMAN, BERKHASIAT SOSIALISASI,
KOMUNIKASI,
FARMAKOVIGILANS DAN BERMUTU 7
INFORMASI DAN
EDUKASI
REGULASI
OBAT TRADISIONAL DAN
SUPLEMEN KESEHATAN
REGULASI OBAT TRADISIONAL & SUPLEMEN KESEHATAN

Obat Tradisional Suplemen Kesehatan

Pengelompokan Perizinan Uji Klinik Registrasi


Registrasi
OBA Industri

Persyaratan Uji Toksisitas Pengawasan


CPOTB Keamanan & SK
Mutu
Pelayanan Pengawasan Persyaratan
Publik Peredaran Mutu

Negative List OT
dan SK

Regulasi dapat diunduh


di website jdih.pom.go.id
REGULASI OBAT TRADISIONAL & SUPLEMEN KESEHATAN

PERIZINAN INDUSTRI
• PERMENKES No. 26 Tahun 2018 tentang Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik
• PERBPOM No. 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara
Elektronik Sektor Obat dan Makanan

UJI TOKSISITAS
PERKABPOM No. 7 Tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara In Vivo

UJI KLINIK
PERKABPOM No. 21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik

STANDAR PELAYANAN PUBLIK


PERBPOM No. 27 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat
dan Makanan
REGULASI OBAT TRADISIONAL & SUPLEMEN KESEHATAN
NEGATIVE LIST
• PERKABPOM No.HK.00.05.4.02647 Tahun 2002 tentang Larangan Peredaran Obat Tradisional dan Suplemen
Kesehatan yang Mengandung Tanaman Kava-Kava
• PERKABPOM No.HK.00.05.41.2803 Tahun 2005 tentang Larangan Obat Tradisional yang Mengandung Cinchonae
Cortex atau Artemisiae Folium
• PERKABPOM No. HK.03.1.23.05.12.3428 Tahun 2012 tentang Larangan Memproduksi dan Mengedarkan Obat
Tradisional dan Suplemen Makanan yang Mengandung Tumbuhan Pausinystalia Yohimbe
• PERKABPOM No. 10 Tahun 2014 tentang Larangan Memproduksi dan Mengedarkan Obat Tradisional dan Suplemen
Kesehatan yang Mengandung Coptis Sp, Berberis Sp, Mahonia Sp, Chelidonium Majus, Phellodendron Sp,
Arcangelica Flava, Tinosporae Radix, dan Cataranthus Roseus
• PERKABPOM No. 9 Tahun 2017 tentang Larangan Memproduksi dan Mengedarkan Obat Tradisional yang
Mengandung Cassia Senna L. dan Rheum Officinale dengan Klaim untuk Menurunkan Lemak Tubuh atau Menurunkan
Berat Badan

PENGAWASAN PEREDARAN
• PERBPOM No. 33 Tahun 2018 tentang Penerapan 2D Barcode dalam Pengawasan Obat dan Makanan
• PERBPOM No. 29 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah
Indonesia
• PERBPOM No. 30 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia
• KEPKABPOM No.HK.04.1.23.08.15.3873 tahun 2015 tentang Pedoman Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetika, dan Suplemen Kesehatan
• PERKABPOM No. 5 Tahun 2016 tentang Penarikan dan Pemusnahan Obat Tradisional yang Tidak Memenuhi
Persyaratan
• KEPMENKES No. 386 Tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan,
Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-minuman
REGULASI OBAT TRADISIONAL & SUPLEMEN KESEHATAN

REGISTRASI OBAT TRADISIONAL


• PERMENKES No.007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional
• PERKABPOM No.HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, OHT dan Fitofarmaka

REGISTRASI SUPLEMEN KESEHATAN


PERKABPOM No. HK.00.05.41.1381 Tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan

CARA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL YANG BAIK


• PERKABPOM No.HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis CPOTB
• PERKABPOM No. 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik
• SURAT EDARAN DEPUTI 2 No.B-ST.04.03.43.08.17.08716 tanggal 4 Agustus 2017 tentang Penerapan
CPOTB pada Industri dan Usaha Obat Tradisional
PERATURAN BADAN POM NO. 32
TAHUN 2019 TENTANG
PERSYARATAN KEAMANAN DAN
MUTU OBAT TRADISIONAL
Peraturan Badan POM No. 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan & Mutu OT

Persyaratan Keamanan dan Mutu OT merupakan standar baku


keamanan dan mutu yang harus diterapkan dalam pembuatan OT

Bahan Baku Bahan Berkhasiat


Bahan Tambahan

Obat Dalam: sediaan rajangan; sediaan serbuk; sediaan lainnya


(serbuk instan, granul, serbuk efervesen, pil, kapsul, kapsul
lunak, tablet/kaplet, tablet efervesen, tablet hisap, pastiles,
Produk Jadi dodol/jenang, film strip dan COD)

Obat Luar: sediaan cair (COL, losio, parem cair); sediaan semi
padat (salep, krim, gel); sediaan padat (parem padat, serbuk
obat luar, pilis, tapel, plester, supositoria untuk wasir, rajangan
obat luar)
Peraturan Badan POM No. 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan & Mutu OT

PERSYARATAN KEAMANAN & MUTU BAHAN BAKU

Bahan Berkhasiat Bahan Tambahan


• Bahan Pemanis
• Simplisia
• Bahan Pewarna
• Ekstrak
• Bahan Pengawet
• Antioksidan
Materia
Medika • Bahan Tambahan Lain (Antikempal,
Indonesia Pengemulsi, Pelapis, Penstabil, Pelarut,
Pengisi dll)

• Harus memenuhi • Penggunaan kombinasi bahan


persyaratan batas tambahan mengikuti ketentuan
Farmakope negara maksimum penggunaan rasio penggunaan kurang dari
Farmakope lain atau referensi sesuai Lampiran II atau sama dengan 1 (satu)
• Jika tidak tercantum dalam • Produk dengan proses
Herbal ilmiah yang diakui
Lampiran II, maka rekonstitusi (contoh: produk
Indonesia dan/atau data mengikuti ketentuan efervesen), penggunaan bahan
ilmiah yang sahih Permenkes tentang Bahan tambahan pemanis dihitung
Tambahan Pangan terhadap produk siap konsumsi
Peraturan Badan POM No. 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan & Mutu OT

PERSYARATAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK JADI

Kapsul Tablet/Kaplet
Dapat berisi: Dapat berisi:
a. ekstrak kering; a. ekstrak kering;
b. bahan cair; b. campuran ekstrak kental dengan bahan
c. campuran Ekstrak kental dengan pengering; dan/atau
bahan pengering; dan/atau c. serbuk Simplisia tertentu
d. serbuk Simplisia tertentu.

Dalam hal Kapsul berisi bahan cair maka


Sediaan serbuk Simplisia tertentu
wajib menggunakan:
dievaluasi berdasarkan kajian ilmiah
a. Kapsul Lunak; atau
dan pertimbangan teknologi pada
b. Kapsul yang dibuat dengan teknologi
proses registrasi
khusus.
Peraturan Badan POM No. 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan & Mutu OT

PERSYARATAN KEAMANAN DAN MUTU PRODUK JADI


Pemenuhan Persyaratan Keamanan & Mutu:
Dibuktikan melalui pengujian:
Persyaratan Keamanan & Mutu
• laboratorium terakreditasi dan/atau
produk jadi berupa parameter • laboratorium internal industri atau usaha
uji: obat tradisional yang diakui oleh Badan POM
• Organoleptik Persyaratan Keamanan & Mutu produk
• Kadar Air jadi tertentu harus memenuhi uji
• Cemaran Mikroba
kualitatif & kuantitatif
• Aflatoksin total
• Cemaran Logam Berat a. bahan baku OHT;
• Keseragaman Bobot b. bahan aktif pada bahan baku dan
• Waktu Hancur produk jadi Fitofarmaka;
• Volume Terpindahkan c. residu pelarut produk dengan pelarut
• Penetuan kadar alkohol ekstraksi selain etanol dan/atau air
• pH yang ditetapkan penggunaannya
berdasarkan persetujuan registrasi;
Tercantum dalam dan
Lampiran I d. produk lain yang berdasarkan kajian
membutuhkan uji kualitatif dan/atau
kuantitatif
Peraturan Badan POM No. 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan & Mutu OT

PENGKAJIAN

• Dalam hal persyaratan keamanan & Timeline


mutu OT belum diatur dalam Peraturan
Badan ini, Pendaftar harus mengajukan • Keputusan hasil evaluasi paling
lama 85 (delapan puluh lima) HK • PERSETUJUAN
permohonan pengkajian (form pada
lampiran III) terhitung sejak dokumen • PENOLAKAN
permohonan pengkajian diterima
Kajian dengan lengkap Keputusan

KETENTUAN PERALIHAN
Permohonan registrasi OT yang telah Izin edar OT yang telah ada sebelum
diajukan sebelum berlakunya berlakunya Peraturan Badan ini, tetap
Peraturan Badan ini, tetap diproses berlaku dan harus menyesuaikan
berdasarkan Perka BPOM No. 12 dengan Peraturan Badan ini paling
Tahun 2014 tentang Persyaratan lambat 12 (dua belas) bulan sejak
Mutu Obat Tradisional Peraturan Badan ini diundangkan
REGULASI BARU SUPLEMEN KESEHATAN

PERATURAN BADAN POM NO. 16 TAHUN 2019


tentang PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

PERATURAN BADAN POM NO. 17 TAHUN 2019


tentang PERSYARATAN MUTU SUPLEMEN
KESEHATAN
PERATURAN BADAN POM NO. 16
TAHUN 2019 TENTANG
PENGAWASAN SUPLEMEN
KESEHATAN
Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

Peraturan ini merupakan revisi atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok
Pengawasan Suplemen Makanan

I. Ketentuan Umum

II. Kriteria dan Persyaratan

III. Tata Cara Pengawasan

IV. Sanksi Administratif

V. Ketentuan Peralihan
Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

II Ketentuan Umum

Suplemen Kesehatan
produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi,
memelihara, meningkatkan dan/atau memperbaiki fungsi kesehatan,
mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis, mengandung satu atau lebih
bahan berupa vitamin, mineral, asam amino dan/atau bahan lain bukan
tumbuhan yang dapat dikombinasi dengan tumbuhan.
Pelaku Usaha
industri farmasi, industri obat tradisional, usaha kecil obat tradisional,
industri pangan, importir dan/atau badan usaha di bidang pemasaran
Suplemen Kesehatan pemilik atau pemegang izin edar
Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

III Kriteria & Persyaratan


1 Umum

2 Pembuatan

3 Kemasan

4 Penandaan

5 Iklan

6 Monitoring Efek Samping


Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

1 Umum
Suplemen Kesehatan yang
diproduksi dan/atau
dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia untuk Suplemen Kesehatan harus memenuhi kriteria:
diedarkan wajib memiliki izin a. keamanan;
edar b. manfaat; dan
c. mutu

Nomor Izin Edar


Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

2 Pembuatan

Suplemen Kesehatan wajib dibuat dengan menggunakan bahan baku yang aman,
bermanfaat, dan bermutu sesuai dengan ketentuan Farmakope Indonesia, Farmakope
Herbal Indonesia, farmakope negara lain atau referensi ilmiah yang diakui

Suplemen Kesehatan dibuat oleh:


a. industri farmasi;
b. industri dan usaha obat tradisional; atau
c. industri pangan
harus memenuhi Cara Pembuatan yang Baik, yang dapat berupa:
a) cara pembuatan obat yang baik;
b) cara pembuatan obat tradisional yang baik; atau
c) cara produksi pangan olahan yang baik
Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

2 Pembuatan

Suplemen Kesehatan
dilarang dalam Industri pangan
Suplemen Kesehatan
bentuk sediaan hanya dapat membuat
dapat dibuat dalam
berupa: Suplemen Kesehatan
bentuk sediaan Suplemen Kesehatan
dalam bentuk sediaan
berupa tablet, pil, tidak ditujukan a. intravaginal; cairan oral, serbuk
kapsul, cairan oral, sebagai pangan
b. tetes mata; yang disajikan dalam
serbuk, granul, atau
c. parenteral; dan bentuk cair, dan/atau
gummy
gummy.
d. supositoria
Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

3 Kemasan
Kemasan Primer dan Kemasan Sekunder harus dibuat dari bahan
yang tidak mempengaruhi mutu Suplemen Kesehatan dan tidak
berbahaya bagi kesehatan

4 Penandaan
Pelaku Usaha dalam melakukan Penandaan Suplemen
Kesehatan wajib memuat informasi yang lengkap, objektif, dan
tidak menyesatkan

Informasi pada Penandaan harus sesuai dengan informasi


yang disetujui pada saat registrasi
Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

5 Iklan
• Suplemen Kesehatan dapat diiklankan jika Suplemen Kesehatan telah memiliki izin edar
dan telah memperoleh surat persetujuan Iklan dari Kepala Badan
• Pelaku Usaha wajib memuat informasi yang objektif, tidak berlebihan dan tidak
menyesatkan, serta lengkap pada Iklan
• Informasi dalam Iklan harus sesuai dengan klaim yang disetujui saat registrasi

6 Monitoring Efek Samping


• Pemegang izin edar wajib untuk menanggapi dan menangani keluhan
atau kasus efek yang tidak diinginkan dari Suplemen Kesehatan yang
diedarkan
• Pemegang izin edar wajib melaporkan kasus efek yang tidak diinginkan
kepada Kepala Badan melalui mekanisme monitoring efek samping
Suplemen Kesehatan
Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

IIII Tata Cara Pengawasan


MELIPUTI:
• pemenuhan kriteria dan persyaratan administrasi, keamanan, manfaat, mutu,
penandaan dan iklan melalui penilaian produk
• sertifikasi sarana produksi
• pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan/atau importir
• pengawasan persyaratan keamanan, manfaat, mutu, dan Penandaan
• pengawasan legalitas produk
• pengawasan Iklan
• surveilan dan monitoring efek samping

Pelaksanaan pengawasan Suplemen Kesehatan dilakukan melalui pemeriksaan


SECARA RUTIN dan/atau KHUSUS
Peraturan Badan POM No. 16 Tahun 2019 tentang
Pengawasan Suplemen Kesehatan

IVI Sanksi
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Badan ini dikenai
sanksi administratif berupa:
a) pembatalan proses registrasi;
b) peringatan tertulis;
c) penarikan produk dari peredaran;
d) pemusnahan produk;
e) penghentian sementara kegiatan produksi dan importasi;
f) pencabutan izin edar;
g) penundaan dan penolakan pelayanan registrasi produk; dan/atau
h) larangan melakukan registrasi
PERATURAN BADAN POM NO. 17
TAHUN 2019 TENTANG
PERSYARATAN MUTU
SUPLEMEN KESEHATAN
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan merupakan standar baku mutu


yang harus diterapkan dalam pembuatan suplemen kesehatan

BAHAN
SUPLEMEN PRODUK
KESEHATAN JADI

• Memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan/atau Farmakope Herbal Indonesia


• Standar lainnya berupa Materia Medika Indonesia, Farmakope Amerika Serikat (US
Pharmacopoeia), Farmakope Inggris (British Pharmacopoeia), Farmakope negara lain,
kompedium/standard internasional, referensi ilmiah yang diakui dan/atau data ilmiah
yang sahih
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

PERSYARATAN MUTU PERSYARATAN MUTU


BAHAN SUPLEMEN KESEHATAN PRODUK JADI
• Bahan Suplemen Kesehatan terdiri dari: • Produk Jadi Suplemen Kesehatan berupa
sediaan oral
– Bahan Aktif
– Bahan Tambahan • Sediaan oral:
– Serbuk;
– Serbuk Efervesen;
– Tablet/Kaplet meliputi Tablet/Kaplet Salut
Selaput, Tablet/Kaplet Salut Gula, Tablet/Kaplet
Salut Enterik, Tablet/Kaplet Kunyah,
Tablet/Kaplet Hisap, Tablet/Kaplet Efervesen,
Tablet/Kaplet Lepas Lambat, gummy;
– Kapsul meliputi kapsul keras dan kapsul lunak;
dan
– Cairan Oral berupa larutan, emulsi, sirup, suspensi
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

BAHAN SUPLEMEN KESEHATAN

BAHAN AKTIF

Yang berpotensi mengandung cemaran dan Memenuhi


dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan persyaratan sesuai
LAMPIRAN I

Komposisi tunggal maupun kombinasi dalam suatu


formula harus mempertimbangkan aspek keamanan
dan rasionalitas

Dapat berasal dari bahan alam, harus berupa isolat, fraksi Memenuhi
dan ekstrak, yang diekstraksi dengan menggunakan persyaratan batas
pelarut berupa air, alkohol dan jenis pelarut lainnya residu sesuai
LAMPIRAN II
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

PRODUK JADI

Berupa Parameter Uji:


a) organoleptik;
Sesuai bentuk
b) kadar air;
sediaan
c) disintegrasi/waktu hancur;
d) disolusi;
(Lampiran IV) e) keseragaman bobot;
f) cemaran mikroba;
g) cemaran logam berat;
h) penentuan kadar alkohol;
i) berat jenis dan pH;
j) identifikasi bahan aktif; dan
k) penetapan kadar bahan aktif
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

PARAMETER UJI

Tidak terdapat dalam


Sesuai yang tercantum dalam monografi
monografi Farmakope
Indonesia atau Farmakope
Internasional lainnya

- organoleptik;
- cemaran logam berat;
- kadar air;
- penentuan kadar alkohol;
- disintegrasi/waktu hancur;
- BJ dan pH;
- disolusi;
- identifikasi bahan aktif;
- keseragaman bobot;
- penetapan kadar bahan aktif
- cemaran mikroba;
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

KADAR AIR:

1. Pemeriksaan kadar air tidak perlu dilakukan apabila:


a) Produk jadi berupa sediaan tablet/tablet efervesen yang dalam
proses pembuatan pada saat critical point sudah dilakukan
pemeriksaan; dan/atau
b) bentuk sediaan berupa kapsul cangkang lunak.
2. Apabila pemastian mutu tidak mengukur kadar air maka
diperlukan pemastian terhadap potensi dan stabilitas produk
dengan melakukan pemeriksaan terhadap kontaminasi mikroba.
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

DISOLUSI:

Uji ini untuk mengukur pelepasan zat aktif


(biasanya pada bahan aktif tunggal) pada bentuk
sediaan padat (tablet/kapsul) yang mengklaim
pelepasan zat aktif terkontrol
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

CEMARAN MIKROBA &


CEMARAN LOGAM BERAT:

Sesuai dengan Farmakope atau Monografi, jika tidak


tercantum dalam Farmakope atau Monografi maka mengacu
pada Lampiran IV, berlaku baik untuk Suplemen Kesehatan
mengandung herbal dan tidak.
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF:


Suplemen kesehatan mengandung herbal dapat dilakukan
identifikasi terhadap bahan aktif dengan cara:
a. menggunakan senyawa penanda/marker; atau
b. menggunakan finger print atau gambaran pola
kromatografi jika belum tersedia senyawa
penanda/marker
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan
PENETAPAN KADAR BAHAN AKTIF
Penetapan kadar bahan aktif dilakukan terhadap bahan yang digunakan dalam
formula dan komposisi sesuai dengan penandaan:
a. Penetapan kadar bahan aktif dilakukan dengan mempertimbangkan:
1. komponen bahan aktif yang mendukung klaim; dan/atau
2. komponen bahan aktif yang paling tidak stabil.

b. Penetapan kadar bahan aktif pada produk jadi suplemen kesehatan dilakukan sesuai dengan poin a
dengan metode yang baku atau hasil pengembangan metode sendiri yang sudah divalidasi

c. Produk suplemen kesehatan mengandung kombinasi multivitamin dilakukan penetapan kadar


dengan prioritas pada vitamin yang mempunyai laju degradasi paling cepat, yaitu:
1. Vitamin A atau vitamin K, mewakili vitamin larut lemak; dan/atau
2. Vitamin C atau piridoksin, mewakili vitamin larut air

d. Bahan aktif lain pada produk suplemen kesehatan yang tidak diuji sesuai poin a, poin b dan poin c,
dapat dilakukan pemastian kadar tanpa melakukan pengujian (quantified by input).
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

Produk Jadi yang


mencantumkan klaim manfaat
tertentu dapat dilakukan uji
identifikasi kualitatif terhadap Lampiran V
bahan kimia berkhasiat obat,
psikotropika, narkotika
dan/atau zat adiktif lainnya.
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan
Peraturan Badan POM No. 17 Tahun 2019 tentang
Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan

PENGKAJIAN
Dalam hal persyaratan mutu Suplemen Kesehatan belum diatur
dalam Peraturan Badan ini, Pelaku Usaha harus mengajukan
permohonan pengkajian

paling lama 85 (delapan puluh lima) hari kerja

 PERSETUJUAN

Ketentuan  PENOLAKAN
peralihan

Penyesuaian terhadap ketentuan dalam Peraturan Badan ini paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak Peraturan Badan ini diundangkan.
REGULASI OBAT TRADISIONAL
DAN SUPLEMEN KESEHATAN YANG
SEDANG DISUSUN
REGULASI YANG SEDANG DISUSUN

Obat Tradisional Suplemen Kesehatan


 Pedoman Klaim Khasiat OT  Revisi Tata Laksana
 Revisi Kriteria dan Tata Registrasi Suplemen
Laksana Registrasi OT, OHT Kesehatan
dan FF  Pedoman Penilaian
 Pengawasan Periklanan OT Suplemen Kesehatan yang
dan SK Mengandung Probiotik
 Pedoman Uji  Pengawasan Penandaan
Farmakodinamika Non Obat Tradisional dan
Klinik OT Suplemen Kesehatan
 Monitoring Efek Samping  Pedoman Uji Stabilitas Obat
OT dan SK Tradisional dan Suplemen
 Penerapan CPOTB Bertahap Kesehatan
bagi UMKM
SAINTIFIKASI JAMU
PENGERTIAN PENGOBATAN DAN OBAT TRADISIONAL
• SUPRANATURAL : Magic
• AGAMIS : Rukyah
• KETRAMPILAN FISIK : Pijat, tusuk jarum, sengat lebah, kompres,
sangkal putung, bekam, kerokan
• OBAT TRADISIONAL/JAMU/HERBAL/OBAT BAHAN ALAM
KRITERIA OBAT BAHAN ALAM
SK KEPALA BADAN POM RI No. HK.00.05.4.2411
JAMU /OT OBAT HERBAL FITOFARMAKA
EMPIRIS TERSTANDAR

Khasiat Khasiat berdasarkan Khasiat berdasar


berdasarkan uji farmakologi dan uji farmakologi dan
empiris, uji toksisitas pada uji toks pd hewan,
tradisional, turun hewan serta uji klinis pd
temurun manusia
Standardisasi Standardisasi Standardisasi
kandungan kimia kandungan kimia kandungan kimia
belum bahan baku bahan baku dan
dipersyaratkan penyusun formula sediaan
Obat BahanAlam / HERBAL
v

Obat Bahan Alam


Jamu H HHerbal
Jamu Empiris Fitofarmaka Asing (OBAAsing)
Terstandar (FF) (TA/ TI)
(JE)
JAMU TERSTANDAR (JT) Terstandar

•Jamu empiris • Penemuan bahan obat


Jamu empiris •Penemuan bahan obat alam
dengan bukti alam baru
wajib daftar, baru dg uji praklinik
ilmiah preklinik
contoh: jamu
dengan kode •Sediaan dg Bahan aktif
•Jamu empiris •Sediaan dg Bahan aktif
registrasi TR hasil fraksinasi (dengan hasil fraksinasi (dengan
dengan bukti bukti uji klinik)
saat ini, bukti uji pra klinik)
uji klinik =
Jamu empiris Fitofarmaka •Produk dengan komposisi
•Produk dengan komposisi
tidak wajib bukan tradisional (dengan
•Produk bukan tradisional (dengan
daftar, contoh bukti uji klinik)
Saintifikasi bukti uji praklinik)
jamu racikan
dan jamu jamu (Jamu Produk dengan klaim
Saintifik) Produk dengan klaim bukan
gendong, jamu bukan tradisional (dengan
tradisional (dengan bukti uji
BATTRA bukti uji klinik)
pra klinik)
EMPIRIS DALAM ISTILAH JAWA
• Ilmu Titèn – Nitèni : Mengalami atau mengamati suatu hal untuk
kemudian menimbulkan kemampuan untuk mengingat,
mengulang, menjelaskan kepada orang lain sehingga menjadi
suatu pengetahuan umum di masyarakat.
• Turun temurun : Pengetahuan umum yang timbul dari ilmu titèn
diturunkan dari generasi ke generasi
RUANG LINGKUP EMPIRIS
• Apakah ada persyaratan ruang lingkup atau luas jangkauan
pengetahuan umum tersebut (masyarakat adat, etnis tertentu,
kerajaan, provinsi?)
• Apakah ada persyaratan waktu keberadaannya untuk dapat dikatakan
empiris?
• Apakah pengetahuan umum itu harus tercatat atau ada bukti
tertulisnya
• Jika tidak ada bukti tertulis apakah pengetahuan empiris tersebut
dapat disurvei (survei etnomedisin)?
LUAS JANGKAUAN PENGETAHUAN EMPIRIS

• Pegagan, gagan-gagan,
kaki kuda, pacul goèng,
pani goèng, antanan
gede, kos-tekosan
• Di Sleman : Reketek,
rekètèk, regèdèk (bunyi
yang timbul saat dicabut
dari ujung di atas tanah
Centella asiatica (L.) Urb. • Apakah nama di Sleman
dapat dianggap sebagai
pengetahuan empiris?
BATASAN WAKTU DISEBUT EMPIRIS

• Phaleria macrocarpa
• Dipopulerkan sebagai
bahan obat tradisional
anti kanker
• Muncul dan populer di
masyarakat hanya
mulai tahun 2000 an
• Demikian juga kulit
manggis
APAKAH PENGETAHUAN EMPIRIS HARUS
TERCATAT?
• Lontar
• Relief candi
• Tembang atau nyanyian
• Buku :
• Cabe puyang warisan Nenek Moyang, 1965, Sudarman Mardisiswoyo dan Harsono
Radjakmangunsudarso, Penerbit Prapanca Jakarta
• Serat Primbon Racikan Jampi Jawi, 1960, Soeroyo Tarusuwardjo, Kraton
Mangkunegaran
• Tumbuhan Berguna Indonesia, 1927, Heyne K., Terjemahan
• Badan Litbang Kehutanan, Jakarta 1987
• Kloppenburg, Obat Asli Indonesia, Daftar Obat Alam (ISFI/IAI Jateng), Jampi Puro
Pakualaman
APAKAH PENGETAHUAN EMPIRIS DAPAT
DISURVEI?
• RISTOJA 2016 : Riset Tanaman Obat dan Jamu dari Badan Litbangkes :
beberapa ramuan disebutkan untuk anti kanker; sejak kapan
masyarakat kita kenal dengan penyakit kanker?
• Survei ramuan dukun bayi di DIY dan Kedu Selatan (2014) : Jamu
walikan, Jamu sorogan, Jamu anton-anton muda, anton-anton tua
REALITAS DI LAPANGAN
• Sebagian besar Dokter hanya mau menggunakan obat tradisional
yang sudah memiliki evidence based sesuai pandangan medis
• Produk yang berdasarkan hasil uji klinis yang valid yang dapat
diterima
• Produk luar negeri banyak yang sudah memiliki data uji klinis 
Badan POM sulit untuk menolak pendaftarannya
TAHAP PENGEMBANGAN JAMU
PENDEKATAN MEDIS REVERSE APPROACH/
KONVENSIONAL PEMBUKTIAN TERBALIK
• Pemilihan bahan tanaman • Pemilihan ramuan empiris
• Pembuatan ekstrak • Penyiapan sediaan tradisional:
• Pengujian praklinik rebusan, seduhan atau perasan
• Fraksinasi-uji praklinik • Observasi klinik
• Uji toksisitas • Uji klinik
• Standarisasi • Penentuan fraksi aktif
• Uji klinik • Penentuan isolat aktif
• Penentuan isolat aktif
SAINTIFIKASI JAMU
• Program Kemenkes untuk meningkatkan penggunaan jamu di
kalangan medis
• Membangun jejaring di kalangan dokter dan apoteker untuk
mengenal, mempelajari aspek terapi, melakukan penelitian dan
melakukan terapi dengan jamu
• Membuat evidence based jamu dan tanaman obat Indonesia
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
003/MENKES/PER/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan
Saintifikasi Jamu
• Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian
berbasis pelayanan Kesehatan
• Jamu adalah obat tradisional Indonesia.
• Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Tujuan saintifikasi jamu
a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu
secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan
tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya
preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan
jamu.
c. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaan jamu.
d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata
yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk
pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Kriteria
Jamu harus memenuhi kriteria:
a. aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu;
b. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada; dan
c. memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu.
Fasilitas Pelayanan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk saintifikasi jamu
dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta.
a. Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan.
b. Klinik Jamu.
c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T).
d. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM)/Loka Kesehatan
Tradisional Masyarakat (LKTM).
e. Rumah Sakit yang ditetapkan.
MEMBANGUN EVIDENCE BASED JAMU
MELALUI PROGRAM SAINTIFIKASI JAMU
• Pendekatan melalui pembuktian terbalik
• Pengujian dilakukan terhadap formula empiris yang berasal dari buku
tradisional asli seperti Serat Primbon Jampi Jawi, Cabe Puyang
Warisan Nenek Moyang, Kloppenburg Versteegh
• Pengujian terhadap sediaan tradisional berupa rebusan
• Pengujian awal dilakukan dengan observasi klinik, kemudian
dilakukan uji klinik
• Penyusunan ramuan berdasarkan prinsip pendekatan holistik
MEMBANGUN EVIDENCE BASED JAMU ATAU
TANAMAN OBAT INDONESIA
• Banyak bahan obat dari luar negeri:
• R/ Ginkgo biloba ekstr. 40 mg sebagai ginkgo flavone glycoside 9,6 mg
 Memacu daya ingat  milyaran rupiah untuk impor
• R/ Silybi marianae Fructus, Cynarae Folium, Curcumae longae Rhiz 
Untuk kelainan fungsi hati
• Apakah benar tidak ada bahan obat tradisional Indonesia yang
potensial untuk ditetapkan evidence based – nya?
•  Centella, Curcuma, Andrographis, Orthosiphon  Buat evidence
based sendiri
EVIDENCE BASED VALIDATED GRADING
RATIONALE
GRADE LEVEL OF EVIDENCE TINGKATAN EVIDENCE
A Strong Scientific Evidence Dasar pembuktian ilmiah
kuat
B Good Scientific Evidence Dasar pembuktian ilmiah
baik
C Unclear or Conflicting Dasar pembuktian ilmiah
Scientific Evidence tidak jelas atau kontradiksi
satu dengan yang lain
D Fair Negative Scientific Tidak terbukti adanya
Evidence dasar ilmiah
JAMU SAINTIFIK HASIL UJI KLINIK
• Penurun asam urat (daun kepel, daun tempuyung, kayu secang,
temulawak, kunyit, meniran)
• Penurun tekanan darah (seledri, pegagan, kumis kucing, temulawak,
kunyit, meniran)
• Pereda wasir (daun ungu, daun duduk, daun iler, temulawak, kunyit,
meniran)
• Pereda radang sendi (adas, kumis kucing, rumput bolong, temulawak,
kunyit, meniran)
• Penurun kolesterol (daun jati cina, daun jati belanda, daun tempuyung,
daun teh hijau, temulawak, kunyit, meniran)
• Pereda gangguan fungsi hati (Temulawak, kunyit, daun jombang)
• Pereda gangguan lambung (Jahe, daun sembung, jinten hitam, kunyit)
KELEMAHAN SAINTIFIKASI JAMU
• Bentuk sediaan berupa rebusan, tidak praktis, banyak pasien yang
menginginkan bentuk sediaan farmasetis (kapsul, sirup, produk
instan)
• Harus melalui tahap ekivalensi jika ingin diarahkan ke industrialisasi
• Banyak kalangan medis yang apriori karena kurangnya sosialisasi
A. STRONG SCIENTIFIC EVIDENCE

• Statistically significant evidence of benefit from > 2 RCT, or Evidence


from 1 properly RCT and 1 conducted meta analysis, or
• Evidence from multiple RCTs with a clear majority of the properly
conducted trial showing statistically significant evidence of benefit
and with supporting evidence in basic science, animal studies, or
theory
HASIL UJI KLINIS BAHAN TUMBUHAN OBAT
INDONESIA
NAMA TINGKAT INDIKASI SENYAWA AKTIF DOSIS
BAHAN EVIDENCE
Aloe vera A Laksansia Aloin 10-30 mg/hari
Cinnamon B Karminativa Sinamaldehid 50-200 mg/hari
Plantago A Hiperkolesterol Arabinoksilan 400-3.000 mg/hari
B Konstipasi Arabinoksilan 750-2.000 mg/hari
Garlic B Hiperlipidemia Allisin (Alliin) 7-10 g/hari
Thymi B Batuk Timol, karvakrol 3 x 120 mg/hari
Andrographis B Diare Andrografolid 4 x 500 mg/hari
Orthosiphon B Diuretika Flavonoid total 3 x 20 mg/hari
Sambucus B Diuretika Flavonoid total 3 x 150 mg/hari
Curcuma B Dislipidemia Kurkuminoid 160 mg/hari
Valerian B Insomnia Valepotriate 45-90 mg/hari
HASIL UJI KLINIK FASE II
NAMA BAHAN INDIKASI DOSIS ZAT AKTIF

Daun Jambu mete Hipertensi 800 mg ekstrak Flavonoid total

Turmeric/kunyit Dispepsia Perasan 100 g Minyak atsiri

Buah pisang batu Dispepsia 15 g serbuk Sitoindosida

Buah pare Diabetes tipe II 800 mg fraksi Polipeptida


perasan

Daun ungu Wasir Rebusan daun Flavonoid


kering 30 g/hari
HASIL UJI PRAKLINIS YANG KONSISTEN
NAMA BAHAN INDIKASI BENTUK BAHAN UJI
Centella Hipertensi Fraksi etanol dari Ekstrak
air/Rebusan
Andrographis Resistensi insulin Fraksi etanol dari Ekstrak
Definsi insulin air/Rebusan
Cabe jawa Aprodisiaka Ekstrak etanol
Mengkudu Imunostimulan Ekstrak air
Daun jati belanda Obesitas Rebusan

Kedelai Hiperkolesterol Ekstrak etanol


Daun kepel Hiperurisemia Ekstrak etanol
PEMILIHAN TANAMAN
• Bukan tanaman yang dilarang karena toksik (Kecubung, kava-kava,
tapak dara, Artemisia annua)
• Tidak memiliki kandungan yang memabukkan atau membuat
ketagihan (ganja, koka, kartom)
• Bukan tanaman langka (mesoyi, poncosuda, bunga Raflesia)
• Berfungsi ganda sebagai TOGA (sayuran, buah, peneduh, pagar, hias)
• Mudah dibudidayakan (Purwaceng hanya tumbuh di tempat dengan
kandungan belerang)
• Ramah lingkungan (Jangan akar dari pohon yang besar)
fitofarmasi

Efek Tanaman Obat Tradisional Pada Terapi


Capaian
pembelajaran

Memahami :
Efek Komplementer
Efek Sinergis
Kontra Indikasi
Hambatan Absorpsi
Efek
komplementer

• Efek farmakologis saling mendukung satu


sama lain
• Memiliki mekanisme yang berbeda =>
namun efek yang diberikan saling
melengkapi dalam memberikan terapi
Efek
komplementer

• Tanaman herba thyme (Thymus vulgaris) yang


mengandung minyat atsiri thymol dan
carvacrol.
• Tymol dalam timi berfungsi sebagai
ekspektoran (mencairkan dahak) dan kalvakrol
sebagai anti bakteri penyebab batuk
Efek
komplementer

• Tanaman herba thyme juga


mengandung flavon
polimetoksi
• Kandungan flavon polimetoksi
memiliki efek penekan batuk
yang dapat mengurangi
frekuensi batuk
Efek
komplementer

• A liquid extract of the plant


alleviated experimentally
induced contraction of the
rat trachea. This may be
related to the agononistic
effect of the beta-2-
adrenoreceptors
• In animal experiments, thyme
extracts improved the ciliary
transport in the
respiratory tract.
Efek
komplementer

• Tanaman seledri (Apium graveolens L.)


mengandung flavonoid apiin dan aglikon
apigenin yang bekerja sebagai vasodilator
• Tanaman juga mengandung manitol yang
bekerja sebagai diuretik
Efek
komplementer

• Ekstrak seledri dapat


menurunkan tekanan
darah karena di dalamnya
mengandung senyawa 3-n
butylphtalide dengan
mekanisme kerja memblok
kanal kalsium,
vasodilatasi,dan diuretik
sehingga tekanan darah
akan menurun.
Efek
komplementer

• Daun Jati Belanda


(Guazuma ulmifolia),
secara tradisional
digunakan sebagai
pelangsing. Terdapat
kandungan musilago yang
memiliki efek penekan
nafsu makan
Efek
komplementer

• Tanaman juga mengandung alkaloid


yang dapat memberikan hambatan
aktivitas enzim lipase
• Pada tanaman juga mengandung tanin
yang diprediksi dapat menghambat
absorpsi lemak, protein, dan
karbohidrat
• Ketiga kandungan kimia tersebut dapat
saling melengkapi sehingga
memberikan efek komplementer
Efek sinergis

• Memiliki khasiat yang serupa


• Memiliki efek yang sejenis
Efek sinergis

Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus)


memiliki kandungan polimetoksi seperti
sinensetin dan eupatorin
Tanaman juga mengandung saponin dan
garam kalium
Ketiga kandungan memiliki efek yang
sama sebagai diuretik
Efek sinergis

Ketiga kandungan
memberikan sefek
yang sama sebagai
diuretik sehingga
memiliki efek
sinergisme
Efek sinergis

Rimpang jahe (Zingiber


officinale ) mengandung
zingeron dari minyak
atsiri dan gingerol dari
zat pedas yang
keduanya memiliki anti
mual
Efek sinergis

• Ginger inhibited serotonin-induced contractions of the isolated


animal ileum in vitro, probably by exerting an antagonistic
effect on 5- HT3 receptors.
• Vanilloid receptors may also be involved in the effect of ginger,
since the rat ileum smooth muscle activity provoked by
electrical stimulation was inhibited by ginger, and this effect
was influenced by vanilloid receptor antagonists.
• In human studies, powdered ginger modified the gastric
muscular contractions and increased
gastric emptying.
EFEK KOMPLEMENTER DAN ATAU SINERGISME
DALAM RAMUAN OBAT TRADISIONAL/KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN OBAT

Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis


TO yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk
mencapai efektivitas pengobatan.
Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat
mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan
harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap
suatu efek yang dikehendaki.
EFEK KOMPLEMENTER DAN ATAU SINERGISME
DALAM RAMUAN OBAT TRADISIONAL/KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN OBAT

Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu


formulasi terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok
dalam tujuan pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung
atau penunjang, ajudan untuk membantu menguatkan
efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang
dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO
sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek
EFEK KOMPLEMENTER DAN ATAU SINERGISME
DALAM RAMUAN OBAT TRADISIONAL/KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN OBAT

Formulasi untuk pelangsing, komponennya terdiri dari : kulit kayu rapet


dan daun jati belanda (sebagai pengelat), daun jungrahap (sebagai
diuretik), rimpang kunyit dan temu lawak (sebagai stomakik sekaligus
bersifat pencahar). Dari formulasi ini walaupun nafsu makan ditingkatkan
oleh temu lawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat
ditahan oleh kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh kurangnya
defakasi dinetralisir oleh temulawak dan kunyit sebagai pencahar,
sehingga terjadi proses pelangsingan sedangkan proses defakasi dan
diuresis tetap berjalan sebagaimana biasa
EFEK KOMPLEMENTER DAN ATAU SINERGISME
DALAM RAMUAN OBAT TRADISIONAL/KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN OBAT

• Daun kumis kucing (Ortosiphon stamineus) yang efek


diuretiknya lebih ringan dan dikombinasi dengan daun
tempuyung (Sonchus arvensis) yang tidak mempunyai efek
diuretik kuat tetapi dapat melarutkan batu ginjal
berkalsium.
EFEK KOMPLEMENTER DAN ATAU SINERGISME
DALAM RAMUAN OBAT TRADISIONAL/KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN OBAT

• Beberapa contoh TO yang memiliki efek sejenis


(sinergis), misalnya untuk diuretik bisa digunakan
daun keji beling, daun kumis kucing, akar teki,
daun apokat, rambut jagung dan lain sebagainya.
EFEK KOMPLEMENTER DAN ATAU SINERGISME
DALAM RAMUAN OBAT TRADISIONAL/KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN OBAT
EFEK KOMPLEMENTER DAN ATAU SINERGISME
DALAM RAMUAN OBAT TRADISIONAL/KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN OBAT

• Tensigard merupakan produk fitofarmaka produksi Agromed (PT.


Phapros) yang diformulasikan sebagai antihipertensi, dengan komposisi
ekstrak seledri (Apium graveolens) 75% dan ekstrak kumis kucing
(Orthosiphon stamineus) 25%.
• Seperti diketahui bahwa seledri (Apium graveolens) dipercaya bisa
digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menunjukkan bahwa
pada tanaman ini mengandung begitu banyak senyawa yang bisa
memberikan efek pada sistem kardiovaskuler.). Disamping itu kumis
kucing (Orthosiphon stamineus) yang sudah dikenal memiliki daya
diuretik juga mampu menurunkan tekanan darah

.
kontraindikasi

Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit


sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan
beberapa metabolit sekunder; sehingga memungkinkan
tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi.
Efek tersebut adakalanya saling mendukung (seperti pada
herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang
seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi
kontraindikasi

• Rimpang temu lawak (Curcuma xanthoriza) yang


disebutkan memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain
: sebagai anti inflamasi (anti radang), anti hiperlipidemia
(penurun lipida darah), cholagogum (merangsang
pengeluaran produksi cairan empedu), hepatoprotektor
(mencegah peradangan hati) dan juga stomakikum
(memacu nafsu makan).
kontraindikasi

• Terdapat 2efek yang


kontradiksi, yaitu antara
anti hiperlipidemia dan
stomakikum.
• Pada satu tanaman,
terdapat zat aktif yang
dapat menurunkan kadar
lemak/kolesterol darah
sekaligus dapat bersifat
memacu nafsu makan
kontraindikasi

• Hal serupa juga terdapat pada tanaman kelembak


(Rheum officinale) yang telah diketahui mengandung
senyawa antrakinon bersifat non polar dan berfungsi
sebagai laksansia (urus-urus/pencahar); tetapi juga
mengandung senyawa tanin yang bersifat polar dan
berfungsi sebagai astringent/pengelat dan bisa
menyebabkan konstipasi untuk menghentikan diare.
HAMBATAN
ABSORPSI

Kafein pada dasarnya lebih banyak


kandungannya pada teh dibandingkan
kopi
Pada teh juga terdapat tanin yang mana
tidak terdapat pada kopi
HAMBATAN
ABSORPSI

Adanya tanin pada teh memberika efek


hambatan absorpsi kafein di usus
sehingga menurunkan khasiat kafein
sebagai stimulan
EFEK SAMPING
TANAMAN OBAT
FITOFARMASI
EFEK SAMPING TANAMAN OBAT

 Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa
dikonsumsi sembarangan => Tetap ada dosis yang harus dipatuhi,
seperti
halnya resep dokter.
 Buah mahkota dewa, misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan
perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air.
 Daun mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam
takaran air
tertentu
Tanaman obat/ramuan obat tradisional yang
berefek keras
(mempunyai efek samping berbahaya)
 Jenis Organ yang
No Contoh Tanaman Obat
Dipengaruhi
1. Jantung Daun digitalis, daun oleander, daun senggunggu
Umbi gadung, biji saga, daun dan buah kecubung, daun gigil, biji jarak, daun
2. Susunan syaraf otonom
tuba
3. Susunan Syaraf Pusat Daun koka
4. Sistem Pencernaan Biji ceguk, daun widuri
5. Saluran Pernafasan Kulit buah jambu monyet
Sistem Reproduksi Jungrahap, jarong, daun maja, akar kelor, buah nanas
6.
Wanita (Abortivum) muda
- Penurun libido => biji kapas
7. Sistem Reproduksi Pria - Melemahkan spermatozoa
=> biji pare
Tanaman obat/ramuan obat tradisional yang
berefek keras
(mempunyai efek samping berbahaya)
Jenis Organ yang
No Contoh Tanaman Obat
Dipengaruhi
- Diuretik kuat => daun keji beling, meniran
8. Saluran Kencing
- Memacu batu ginjal => bayam, kubis, nenas
9. Hati/Liver Konfrei, arak, daun imba
Meningkatkan kadar
10. Melinjo, kacang-kacangan
asam urat darah
Menurunkan Jumlah Sel
11. Ochrosia spp. Vinca rosea (daun tapak dara)
Darah Putih
DRINGO
Acorus calamus

 Efek samping tanaman obat dapat digambarkan dalam tanaman


dringo (Acorus calamus), yang biasa digunakan untuk mengobati stres.
 Tumbuhan ini memiliki kandungan senyawa bioaktif asaron. Senyawa
ini punya struktur kimia mirip golongan amfetamin dan ekstasi.
 Dalam dosis rendah, dringo memang dapat memberikan efek relaksasi
pada otot dan menimbulkan efek sedatif (penenang) terhadap sistem
saraf pusat
 Namun, jika digunakan dalam dosis tinggi malah memberikan efek
sebaliknya, yakni meningkatkan aktivitas mental.
DRINGO
Acorus calamus

 Asaron dringo, juga merupakan senyawa alami yang potensial sebagai


pemicu timbulnya kanker, apalagi jika tanaman ini digunakan dalam
waktu lama
 Di samping itu, dringo bisa menyebabkan penumpukan cairan di
perut, mengakibatkan perubahan aktivitas pada jantung dan hati, serta
dapat menimbulkan efek berbahaya pada usus.
 Berdasarkan fakta ilmiah itu, Federal Drugs of Administration (FDA)
Amerika Serikat telah melarang penggunaan dringo secara internal,
karena lebih banyak mendatangkan kerugian dari pada manfaat
KUNYIT
Curcuma longa

 Kunyit diketahui bermanfaat untuk mengurangi nyeri haid dan


sudah turun-temurun dikonsumsi dalam ramuan jamu kunir asam yang
sangat baik dikonsumsi saat datang bula
 Jika diminum pada awal masa kehamilan beresiko menyebabkan
keguguran.
 Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan
obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang
diharapkan
Daun Kecubung
Datura metel folium

 Daun Kecubung jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator


dan digunakan sebagai obat asma.
 Jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan /
mabuk
 Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang
berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat
kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam
penggunaannya
Pare
Momordica charantia

 Tanaman Pare mengandung alpha-momorchorin, beta-momorchorin dan MAP30


(momordica antiviral protein 30) yang bermanfaat sebagai anti HIVAIDS.
 Akan tetapi, biji pare juga mengandung triterpenoid yang mempunyai aktivitas
anti spermatozoa, sehingga penggunaan biji pare secara tradisional dengan
maksud untuk mencegah AIDS dapat mengakibatkan infertilitas pada pria
 Konsumsi pare dalam jangka panjang, baik dalam bentuk jus, lalap atau
sayur, dapat mematikan sperma, memicu impotensi, merusak buah
zakar dan hormon pria, bahkan berpotensi merusak liver
 Bagi wanita hamil, sebaiknya konsumsi pare dibatasi karena percobaan
pada tikus menunjukkan pemberian jus pare menimbulkan keguguran.
Daun Tapak Dara
Vinca rosea

 Daun Tapak dara mengandung alkaloid yang bermanfaat untuk


pengobatan diabetes.
 Akan tetapi daun Tapak dara juga mengandung vincristin dan
vinblastin yang dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-sel darah
putih) hingga ± 30%., akibatnya penderita menjadi rentan terhadap
penyakit infeksi
 Padahal pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama
sehingga daun Tapak dara tidak tepat digunakan sebagai antidiabetes
melainkan lebih tepat digunakan untuk pengobatan leukemia.
Kencur
(Kaempferia galanga)

 Kencur (Kaempferia galanga) memang


bermanfaat menekan batuk
 Kencur ternyata juga berdampak
meningkatkan tekanan darah
 Bagi penderita hipertensi sebaiknya tidak
dianjurkan minum beras kencur.
Brotowali (Tinospora sp.)

 Tanaman brotowali (Tinospora sp.) yang


dinyatakan memiliki efek samping dapat
mengganggu kehamilan dan menghambat
pertumbuhan plasenta
 Oleh karena itu tidak disarankan oleh ibu hamir
untuk mengkonsumsi herbal yang mengandung
brotowali
EFEK SAMPING TANAMAN OBAT

 efek samping tanaman obat atau obat tradisional tentu


tidak bisa disamakan dengan efek samping obat modern.
 Pada tanaman obat terdapat suatu mekanisme yang
disebut sebagai penangkal atau dapat menetralkan efek
samping tersebut, yang dikenal dengan SEES (Side Effect
Eleminating Subtanted).
 Sebagai contoh pada tebu
Tebu
Saccharum officinarum
 pada perasan air tebu terdapat senyawa
saccharant yang ternyata berfungsi sebagai
antidiabetes
 Untuk penderita diabet (kencing manis) bisa
mengkonsumsi air perasan tebu, tetapi dilarang
minum gula walaupun gula merupakan hasil
pemurnian dari tebu.
Tanaman yang bersifat Oksitosik
(merangsang uterus)
1. Jungrahap (daun Beachea frutescen L. Familia
Myrtaceae)
2. Majakan (eksudat daun Quercus lusitanica Lamk.
Familia Fagaceae)
3. Daun kaki kuda (Centela asiatica Urb. Familia
Umbeliferaeae)
4. Meniran (Phyllathus niruri L. Familia Euphorbiaceae)
5. Umbi Angelica sinensis L. (ramuan yang
menyebabkan cacat)
Tanaman yang bersifat Oksitosik
(merangsang uterus)
 Kelima bahan tersebut disusun berdasarkan urutan paling kuat sifat oksitosiknya.
 Walaupun baru merupakan informasi percobaan pada hewan, tetapi telah
memberikan petunjuk bahwa jungrahap yang digunakan bersamaan dengan daun
sembung dan beluntas serta daun kaki kuda, mengakibatkan kematian pada induk
hewan percobaan, pendarahan pada uterus dan usus, kematian janin, pertumbuhan
janin tidak normal (lambat) meskipun dosis yang diberikan baru 10 kali lebih kecil
dari dosis lazim pada manusia.
 Berdasarkan iinformasi tersebut kita perlu mewaspadai terutama bila menggunakan
obat tradisional untuk sesuatu yang berkaitan dengan sistem reproduksi seperti
terlambat bulan atau haid, jamu saat kehamilan, keputihan, sari rapet, dan
semacamnya
Berikut ini adalah beberapa tanaman yg telah
diketahui mengandung bahan yang berbahaya :

 Berikut ini adalah beberapa tanaman yg telah diketahui


mengandung bahan yang berbahaya :
1. Dari suku Euphorbiaceae
- Phyllanthus sp. : mengandung ester phorbol yang dinyatakan dapat
merangsang virus Epstein-Borr (pada penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan karsinoma).
- Ricinus communis : biji mengandung protein risin, yang apabila diabsorpsi
dalam bentuk asli, akan menghambat sintesis protein, karena dapat
mengacaukan proses metabolisme.
Berikut ini adalah beberapa tanaman yg telah
diketahui mengandung bahan yang berbahaya :

 Berikut ini adalah beberapa tanaman yg telah diketahui


mengandung bahan yang berbahaya :
1. Dari suku Euphorbiaceae
- Phyllanthus sp. : mengandung ester phorbol yang dinyatakan dapat
merangsang virus Epstein-Borr (pada penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan karsinoma).
- Ricinus communis : biji mengandung protein risin, yang apabila diabsorpsi
dalam bentuk asli, akan menghambat sintesis protein, karena dapat
mengacaukan proses metabolisme.
Berikut ini adalah beberapa tanaman yg telah
diketahui mengandung bahan yang berbahaya :

 1. Dari suku Euphorbiaceae


Croton tiglium L. : biji mengandung crotin
(suatu karsinogenik yang dapat merangsang karsinogen
lemah, sehingga memacu terjadinya kanker.
protein fitotoksin), fraksi resinnya menyebabkan radang kulit.
Minyak croton mengandung suatu zat
Berikut ini adalah beberapa tanaman yg telah
diketahui mengandung bahan yang berbahaya :

- Dari suku Rutaceae


- Ruta graveolens L. : mengandung glukosida
kumarin (rutarin/marmesin)
- Mengiritasi kulit (bagi yang peka), menyebabkan kulit melepuh
dan demam
- Jika infusa terminum, kemungkinan bisa
menimbulkan peradangan usus
Tanaman yang dianggap berbahaya
(LD50 rendah), tetapi belum diketahui kandungan
mana yang mengakibatkan gejala negatif
Bahan baku dan LD50
No Famili
- Tanaman Asal (mg/kg BB)
Majakan (proses reaksi daun
1. Fagaceae 16,45
Quercus lusitanica Roxb.)
Nagasari (bunga Mesua
2. Guttiferae 20,93
ferae L.)
Sukmadiluwih (buah Gunera Halorrhagi 21,91
3.
macrophyla Bl.) daceae
Sidowayah (bunga
4. Litraceae 24,22
Woodfordia floribunda)
Kulit buah delima
5. Punicaceae 28,0
(Punica granatum L.)
DAFTAR PUSTAKA

Lusia Oktora Ruma Kumala Sari, 2006. Review Artikel: Pemanfaatan


Obat Tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat Dan
Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1, April
2006, 01 – 07.
Katno, 2008. Tingkat Manfaat, Keamanan dan Efektivitas
Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Karanganyar: Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional Balitbangkes Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai