Anda di halaman 1dari 99

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN INTEGRATIF DI INDUSTRI FARMASI


DENGAN METODE DALAM JARINGAN (DARING)

Pembimbing Lapangan:
apt. Cindy Oktoria Putri, S.Farm

Pembimbing Akademik:
apt. Ginanjar Putri Nastiti, M.Farm
Meilina Ratna Dianti, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh:
Kelompok VII
Faradisa Azmi Nisa 18930080
Siva Putri Ajeng P 18930081
Indira Aisya Putri 18930083
Fachrial Fiqy A 18930084
Salsabilla Oktali I 18930086
Riznah al-Rizqiyyah 18930087
Diana Manzilir R 18930088

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PKLI DARING INDUSTRI FARMASI


SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Oleh:
Kelompok VII
Faradisa Azmi Nisa 18930080
Siva Putri Ajeng P 18930081
Indira Aisya Putri 18930083
Fachrial Fiqy A 18930084
Salsabilla Oktali I 18930086
Riznah al-Rizqiyyah 18930087
Diana Manzilir R 18930088

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal 20 September 2021


Pembimbing Lapangan : apt. Cindy Oktoria Putri, S.Farm (…….)
Pembimbing Akademik : apt. Ginanjar Putri Nastiti, M.Farm (…….)
Meilina Ratna Dianti, S.Kep., Ns., M. Kep (…….)
Koordinator PKLI : apt. Ach. Syahrir, M.Farm (…….)

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi

apt. Abdul Hakim, S.Si., M.Farm., M.PI


NIP. 19761214 200912 1 002
KATA PENGANTAR

i
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas
limpahan rahmat, ridha, dan karuniaNya laporan Praktik Kerja Lapangan
Integratif (PKLI) dengan metode dalam jaringan (daring) dapat diselesaikan tepat
waktu. Shalawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang selalu menjadi teladan bagi umatnya. Laporan kegiatan PKLI ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban tertulis atas terlaksananya kegiatan dan
sebagai salah satu syarat menyelesaikan kegiatan PKLI pada Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang. Durasi kegiatan kurang lebih 4 minggu mulai
tanggal 17 Juli – 28 Agustus 2021.
Praktik kegiatan yang dilaksanakan di secara daring meliputi kegiatan
pemaparan materi serta labtour. Kegiatan PKLI diharapkan mampu membuat
mahasiswa terjun ke dunia profesi secara nyata dan memperoleh pengalaman,
sehingga jangka panjangnya mampu terjun dalam dunia kefarmasian dengan
profesional.
Kelancaran kegiatan PKLI yang termasuk penyelesaian laporan ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu:
1. Prof. Dr. dr. Yuyun Yueniwati Prabowowati Wadjib, M.Kes., Sp.Rad(K)
selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang.
2. apt. Abdul Hakim, M.P.I., M.Farm selaku Ketua Program Studi Farmasi
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. apt. Ach. Syahrir, M.Farm selaku Ketua PKLI 2021 Program Studi
Farmasi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
4. apt. Ginanjar Putri Nastiti, M.Farm selaku Pembimbing Akademik I dalam
Kegiatan PKLI 2021.
5. Meilina Ratna Dianti, S.Kep., Ns., M. Kep selaku Pembimbing Akademik
II dalam Kegiatan PKLI 2021.
6. apt. Cindy Oktoria Putri, S.Farm selaku Pembimbing Lapangan sekaligus
Preseptor dalam Kegiatan PKLI 2021.
7. apt. Wisang Seta Geni S.Farm, PT Otsuka Indonesia selaku Preseptor yang
telah memberikan materi serta pelaksanaan labtour dalam Kegiatan PKLI
2021 yang dilaksanakan dengam metode Dalam Jaringan (Daring).
8. apt. Alfan Syahrir M.Sc. , PT Boehringer Ingelheim Indonesia selaku
Preseptor dalam Kegiatan PKLI 2021 yang dilaksanakan dengan metode
Dalam Jaringan (Daring).

ii
9. apt. Dewi Arum Sakti, S.Farm, PT Phapros selaku Preseptor dalam
Kegiatan PKLI 2021 yang dilaksanakan dengan metode Dalam Jaringan
(Daring).
10. apt. Endra Atmaja, S.Farm., Organon Pharma Indonesia selaku Preseptor
dalam Kegiatan PKLI 2021 yang dilaksanakan dengan metode Dalam
Jaringan (Daring).
11. apt. Drs. Arif Sopandi, PT Biofarma selaku Preseptor dalam Kegiatan
PKLI 2021 yang dilaksanakan dengan metode Dalam Jaringan (Daring).
12. apt. Siti Ulfiyah, S.Farm, PT Asimas Biofarma selaku Preseptor dalam
Kegiatan PKLI 2021 yang dilaksanakan dengan metode Dalam Jaringan
(Daring).
13. apt. Arief Budi Prasetyo, S.Farm, PT Beiersdorf selaku Preseptor dalam
Kegiatan PKLI 2021 yang dilaksanakan dengan metode Dalam Jaringan
(Daring).
14. apt. Rangga Andhika W., S.Farm, PT Balatif selaku Preseptor dalam
Kegiatan PKLI 2021 yang dilaksanakan dengan metode Dalam Jaringan
(Daring).
15. Segenap jajaran Bapak/Ibu Dosen serta para karyawan Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
16. Rekan-rekan Program Studi Farmasi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
angkatan 2018 (Polymerization) atas kebersamaan dan dukungan semangat
selama menempuh kegiatan.
17. Pihak-Pihak yang tidak disebutkan namanya yang telah memberikan
dukungan berupa dukungan mental maupun moral sehingga proses
penyusunan Laporan PKLI ini bisa tetap berjalan.

Laporan ini menjelaskan aktivitas dan materi PKLI yang dilaksanakan bersma
preseptor selama kegiatan PKLI 2021 yang dilaksanakan dengan metode Dalam
Jaringan (Daring). Semoga laporan PKLI ini dapat memberikan manfaat berupa
inspirasi dan motivasi bagi pembaca. Penulis menyadari dalam proses pembuatan
laporan masih terdapat banyak kesalahan, oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diharapkan demi perbaikan laporan selanjutnya.

iii
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Malang, 21 September 2021

Penulis

DAFTAR ISI

iv
DAFTAR GAMBAR

v
DAFTAR TABEL

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Program PKLI


Perkembangan dunia kerja di Indonesia saat ini berjalan sangat pesat, oleh
karenanya tuntutan di dunia kerja pun menjadi semakin tinggi dan beragam.
Contohnya sumber daya manusia yang berkualitas. Perguruan tinggi merupakan
salah satu institusi pendidikan yang memiliki peran sangat besar dalam upaya
pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan daya saing bangsa.
Agar peran yang strategis dan besar tersebut dapat dijalankan dengan baik maka
lulusan perguruan tinggi haruslah memiliki kualitas yang unggul.
Dalam rangka menunjang aspek keahlian profesional Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Malang telah menyediakan sarana
dan prasarana penunjang pendidikan dengan lengkap, namun sarana dan prasarana
tersebut hanya menunjang secara teori saja. Dalam dunia kerja nantinya
dibutuhkan keterpaduan antara pengetahuan akan teori yang telah didapatkan dari
bangku perkuliahan dan pelatihan praktik di lapang guna memberikan gambaran
tentang dunia kerja yang sebenarnya. Oleh karena itu dibutuhkan farmasis yang
memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan dalam
mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional.
Praktek Kerja Lapangan Integratif adalah kegiatan pemagangan bagi
mahasiswa di dunia kerja dan merupakan mata kuliah yang wajib untuk ditempuh
oleh seluruh mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang. Praktek Kerja ini
merupakan suatu kegiatan bagi mahasiswa dengan tujuan mendapatkan
pengalaman dari kegiatan tersebut, yang nantinya dapat digunakan untuk
pengembangan dalam dunia kerja. Kegiatan Praktek Kerja Lapangan Integratif ini
dilaksanakan secara daring, mengingat tingginya lonjakan kasus COVID-19 dan
diisi dengan mempresentasikan modul-modul yang telah diberikan dan mengikuti
program PKLI online dengan preseptor yang berasal dari industri-industri
ternama, seperti PT. Agraricus Sido Makur Sentosa (ASIMAS), PT. Beiersdorf
Indonesia, PT. Organon Pharma Indonesia, PT. Phapros, Tbk., PT. Mahakam Beta
Farma, PT. Bio Farma, PT. Boehringer Ingelheim, dan PT. Balatif.
1.2 Tujuan PKLI
Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan Integratif ialah sebagai berikut:
1. Untuk menjalankan kewajiban PKLI yang merupakan mata kuliah wajib bagi
mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Islam Negeri Malang.
2. Untuk mengimplementasikan teori yang telah dipelajari pada bangku
perkuliahan.
3. Untuk menambah pengalaman mahasiswa pada dunia kerja dan
mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa.

1.3 Manfaat PKLI


Manfaat dari Praktek Kerja Lapangan Integratif ialah sebagai berikut:
1. Sebagai sarana latihan dan pengimplementasian ilmu yang didapat selama
perkuliahan.
2. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengalaman di dunia kerja.
3. Sebagai sarana latihan untuk bersikap disiplin, tanggung jawab, dan
menyesuaikan diri dalam lingkungan kerja.

2
BAB II
TINJAUAN UMUM MATERI PKLI

2.1 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah
cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan (BPOM, 2012).
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman yang
berisi tentang penjelasan dan penjabaran cara pembuatan obat yang baik dan
efektif digunakan oleh industri farmasi. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi, Pedoman CPOB edisi pertama
sekaligus Petunjuk Operasional Penerapan CPOB pertama kali diterbitkan pada
tahun 1988 kemudian direvisi pada tahun 2001 yang terdiri dari 10 bab dan 3
addendum. Pedoman CPOB Edisi 2001 kemudian direvisi kembali menjadi
Pedoman CPOB yang dinamis Edisi Tahun 2006. Dibandingkan dengan edisi
sebelumnya, Pedoman CPOB Edisi 2006 mengandung perbaikan sesuai
persyaratan CPOB dinamis, antara lain “Kualifikasi dan Validasi“, “Pembuatan
dan Analisis Obat Berdasarkan Kontrak”, “Pembuatan Produk Steril” dan
penambahan beberapa bab serta aneks yaitu “Manajemen Mutu”, “Pembuatan
Produk Darah”, “Sistem Komputerisasi”, dan “Pembuatan Produk Investigasi
untuk Uji Klinis”. Dalam Pedoman CPOB Edisi Tahun 2006, acuan yang
digunakan antara lain WHO Technical Report Series yakni TRS 902/2002, TRS
908/2003, TRS 929/2005, dan TRS 937/2006, Good Manufacturing Practices for
Medicinal Products PIC/S 2006 (BPOM, 2006).
Pedoman CPOB kemudian kembali mengalami revisi dengan beberapa
perubahan dan penambahan aspek CPOB yang relevan serta mengintegrasikan
Pedoman CPOB 2006 dan Suplemen I 2009 ke dalam Pedoman CPOB Edisi
2012. Dalam Pedoman CPOB Edisi 2012, acuan yang digunakan adalah Good
Manufacturing Practices for Medicinal Products PIC/S PE 009 – 2009, WHO
Technical Report Series (TRS) 902/2002, TRS 908/2003, TRS 929/2005, TRS
937/2006, TRS 961/2011 dan “international codes of GMP” lain. Penerapan
Pedoman CPOB ini akan menjamin mutu produk yang beredar demi perlindungan
masyarakat terhadap risiko produk yang tidak memenuhi persyaratan (BPOM,

3
2012). Pedoman CPOB diharapkan dapat meningkatkan mutu produk
farmasi/obat secara terus menerus serta memberikan perlindungan yang lebih baik
terhadap kesehatan masyarakat (BPOM, 2006).
Tujuan dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah untuk menjamin
obat yang diproduksi dibuat dengan konsisten, sesuai dengan penetapan
persyaratan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Kontrol penuh dan
menyeluruh atas pembuatan obat sangatlah krusial agar konsumen menerima obat
yang diproduksi dengan mutu tinggi. Mutu obat tidak hanya dinilai dari
serangkaian pengujian. Mutu obat secara menyeluruh tbergantung pada bahawan
awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan,
peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Maka dari itu, pedoman CPOB
ini digunakan sebagai acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua
peraturan lain yang berkaitan dengan CPOB oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM). Selain itu, pedoman CPOB juga dimaksudkan sebagai dasar
pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan untuk industri Farmasi. Hal ini
bukan berarti bahwa pedoman CPOB membatasi pengembangan konsep baru atau
teknologi baru pembuatan obat industri Farmasi di Indonesia, namun untuk
memberikan tingkat Pemastian Mutu sekurang-kurangnya ekuivalen dengan cara
yang tercantum dalam Pedoman ini. Maka dari itu, cara lain pembuatan obat
selain tercantum di dalam Pedoman CPOB dapat diterima sepanjang memenuhi
prinsip Pedoman tersebut (BPOM, 2012).
Cakupan dalam CPOB meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah sebagai berikut (BPOM, 2012):
a. Penjabaran jelas mengenai semua proses pembuatan obat, pengkajian
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang
telah ditetapkan;
b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan
sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;
c. tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk:
 personil yang terkualifikasi dan terlatih;
 bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;

4
 peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
 bahan, wadah dan label yang benar;
 prosedur dan instruksi yang disetujui; dan
 tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang
jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana
yang tersedia;
e. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara
benar;
f. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan
dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang
diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
g. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran
riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam
bentuk yang mudah diakses;
h. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap
mutu obat;
i. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat mana pun dari peredaran;
dan

j. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu


diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan
pencegahan pengulangan kembali keluhan.

2.2 Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)


Obat tradisional diperlukan oleh masyarakat untuk memelihara kesehatan,
mengobati gangguan kesehatan dan untuk memulihkan kesehatan namun untuk
mencapai tujuan itu maka keamanan dan mutu obat tradisional tergantung pada
bahan baku, bangunan, prosedur dan pelaksanaan proses pembuatan, peralatan
yang digunakan, pengemas termasuk bahannya serta personalia yang terlibat
dalam pembuatan obat tradisional. (Menkes, 1991) maka dikeluarkannya

5
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 659/Men.Kes/SK/X/1991 tentang CARA
PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK. (BPOM, 1994).
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya disingkat
CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan Obat Tradisional yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya (BPOM,
2021). Tujuan dari CPOTB sendiri adalah agar obat tradisional yang dibuat aman,
bermanfaat dan bermutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku. (BPOM, 1994).
Selain itu, panduan ini juga bertujuan untuk untuk meningkatkan daya saing bagi
industri obat tradisional khususnya bagi usaha kecil obat tradisional dan usaha
mikro obat tradisional, sehingga perlu diberikan penyederhanaan mekanisme pada
sertifikasi cara pembuatan obat tradisional yang baik (BPOM, 2021). Ada 11
aspek dalam CPOTB, yakni:
1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan, fasilitas, dan peralatan
4. Sanitasi dan hygine
5. Dokumentasi
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Pembuatan dan analisa berdasarkan kontrak
9. Cara penyimpanan dan pengiriman yang baik
10. Penangana keluhan, retur, dan recall
11. Inspeksi diri
Produsen obat tradisional dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut
(BPOM, 2021):
a. Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disingkat IOT adalah industri
yang dapat membuat semua Bentuk Sediaan Obat Tradisional
b. Industri Ekstrak Bahan Alam yang selanjutnya disingkat IEBA adalah
industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai
produk akhir

6
c. Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disingkat UKOT adalah
usaha yang dapat membuat semua Bentuk Sediaan Obat Tradisional,
kecuali Bentuk Sediaan tablet, efervesen, suppositoria, dan kapsul lunak
d. Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disingkat UMOT adalah
usaha yang hanya membuat sediaan Obat Tradisional dalam bentuk param,
tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan
Identifikasi Obat Tradisional yang dilakukan adalah terhadap bentuk
sediaan atau bentuk bentuk fisik terkait penampilan fisik maupun cara pemberian
Obat Tradisional. Berbagai jenis persyaratan teknis CPOTB juga harus dipenuhi
agar bisa didapatkan sertifikat CPOTB. Sertifikat CPOTB adalah dokumen sah
yang merupakan bukti bahwa industri dan usaha Obat Tradisional telah memenuhi
seluruh persyaratan teknis CPOTB dalam membuat satu jenis Bentuk Sediaan
Obat Tradisional. Apabila tidak bisa dilakukan secara serentak, pemenuhan
persyaratan teknis CPOTB juga dapat dilakukan secara bertahap, sehingga
nantinya produsen akan mendapatkan Sertifikat Pemenuhan Aspek CPOTB secara
Bertahap. Dokumen ini merupakan dokumen sah yang merupakan bukti bahwa
usaha Obat Tradisional yang secara bertahap telah memenuhi aspek persyaratan
teknis CPOTB dalam membuat satu jenis Bentuk Sediaan Obat Tradisional
(BPOM, 2021).
Pelaksanaan CPOTB wajib dilakukan oleh IOT dan IKOT sejak dari
perencanaan membangun sarana produksi hingga tahap akhir (BPOM, 1994).
Salah satu pemenuhan persyaratan teknis CPOTB yaitu adalah audit atau inspeksi.
Inspeksi merupakan pemeriksaan setempat yang dilakukan secara langsung di
industri dan usaha Obat Tradisional untuk mengetahui pemenuhan terhadap
persyaratan teknis CPOTB. Melalui audit atau inspeksi, dapat dipertimbangkan
jika suatu produsen Obat Tradisional berhak mendapatkan sertifikat CPOTB
(BPOM, 2021). Apabila hasil audit atau evaluasi tidak sesuai standar, maka akan
dilakukan penarikan kembali batch obat tradisional atau seluruh obat tradisional
yang bersangkutan (Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya
produk yang tidak memenuhi persyaratan atau atas dasar pertimbangan adanya
efek samping yang tidak dierhitungkn yang merugiakan kesehatan. Penarikan

7
kembali seluruh obat tradisional tertentu merupakan tindak lanjut penghentian
pembuatan satu jenis obat tradisional yang bersangkutan (BPOM, 1994).

2.3 Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)


Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
genital bagian luar, atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik yang selanjutnya disingkat CPKB
adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan Kosmetika yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Penerapan pedoman CPKB dibuktikan dengan:
a. Sertifikat CPKB
b. Sertifikat Pemenuhan Aspek CPKB
2.3.1 Sistem Manajemen Mutu
Manajemen mutu adalah fungsi manajemen yang menetapkan dan
mengimplementasikan kebijakan mutu yang memuat visi dan misi perusahaan
yang menunjukkan komitmen terhadap mutu, keamanan dan kemanfaatan produk
yang diproduksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.3.2 Personalia
Tersedia personil dalam jumlah yang cukup dan mempunyai pengetahuan,
pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Personil dalam keadaan sehat dan mampu mengerjakan tugasnya.
2.3.3 Struktur Organisasi Umum Pabrik Kosmetika

8
2.3.4 Bangunan dan Fasilitas
Disediakan area atau ruang yang memadai untuk:
1. Penerimaan bahan (area penerimaan bahan baku dan bahan pengemas);
2. Pengambilan sampel bahan (ruang pengambilan sampel bahan baku dan area
pengambilan sampel bahan pengemas);
3. Penyimpanan barang datang dan karantina (ruang/area karantina bahan baku
dan bahan pengemas);
4. Penyimpanan bahan awal (ruang penyimpanan bahan baku dan bahan
pengemas);
5. Penimbangan dan penyerahan (ruang penimbangan dan penyerahan);
6. Pengolahan (ruang pencampuran atau pengolahan);
7. Penyimpanan produk ruahan (ruang penyimpanan produk ruahan);
8. Pengemasan (ruang pengemasan primer dan ruang/area pengemasan
sekunder);
9. Karantina sebelum produk dinyatakan lulus; (ruang/area karantina produk
jadi);
10. Gudang produk jadi (ruang/area penyimpanan produk jadi);
11. Tempat bongkar muat (area bongkar muat);

9
12. Laboratorium;
13. Tempat pencucian peralatan (ruang/area pencucian alat dan ruang/area
penyimpanan alat bersih).
2.3.5 Peralatan
Peralatan didesain dan ditempatkan sesuai dengan kebutuhan produk yang
akan dibuat. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan Kosmetika memiliki
desain dan konstruksi yang tepat dengan pertimbangan antara lain:
1. Kapasitas yang direncanakan;
2. Ukuran ruangan;
3. Penempatan di posisi yang tepat;
4. Menjamin keseragaman mutu dan keamanan Kosmetika; dan
5. Menjamin keamanan operator.
2.3.6 Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dan higiene dilaksanakan untuk menghindari terjadi kontaminasi
dalam pembuatan produk. Sanitasi dan higiene mencakup personil, bangunan dan
fasilitas, peralatan/perlengkapan dan bahan awal serta produk termasuk
wadahnya. Sanitasi dan higiene bertujuan untuk menghilangkan semua sumber
potensial kontaminasi dan kontaminasi silang di semua area yang dapat berisiko
pada kualitas produk.
2.3.7 Produksi
Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
Spesifikasi dapat disusun oleh pabrik merujuk ke Kodeks Kosmetika Indonesia
(KKI), Farmakope Herbal, Farmakope Indonesia, dan CoA dari produsen. Pabrik
mempunyai standar spesifikasi uji bahan awal yang akan digunakan. Semua
prosedur pembuatan dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis. Semua
pengawasan selama proses yang diperlukan harus dilaksanakan dan dicatat.
2.3.8 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi
jaminan konsistensi mutu Kosmetika yang dihasilkan. Pengawasan mutu adalah
semua upaya pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan sebelum, selama dan
setelah pembuatan Kosmetika untuk menjamin produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Dalam hal fasilitas tidak tersedia

10
untuk melakukan uji tertentu, pengujian dapat dilakukan oleh laboratorium pihak
ketiga yang terakreditasi.
2.3.9 Dokumentasi
Sistem dokumentasi meliputi riwayat setiap batch, mulai dari bahan awal
sampai produk jadi. Sistem ini merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi
pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal
spesifik lain yang terkait dengan CPKB. Dokumentasi adalah bagian dari sistem
informasi manajemen dan meliputi seluruh prosedur dan instruksi tertulis serta
catatan yang terkait dalam pembuatan dan pengawasan mutu produk.
2.3.10 Audit Internal
Audit internal adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek
yang berhubungan dengan pengendalian mutu produk sesuai dengan persyaratan
CPKB, sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihan dalam pelaksanaannya
guna peningkatan mutu yang berkesinambungan. Audit internal dilakukan oleh
tim internal perusahaan beranggotakan. Audit internal terdiri dari kegiatan
penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari sistem mutu dengan tujuan
untuk meningkatkan sistem mutu. Audit internal dapat dilakukan oleh pihak luar
atau auditor profesional independen atau tim internal yang ditetapkan oleh
manajemen untuk keperluan ini. Bila perlu, pelaksanaan audit internal dapat
diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor. Laporan dibuat pada setiap
kegiatan audit internal selesai dilaksanakan.
2.3.11 Penyimpanan
Area penyimpanan memiliki kapasitas yang cukup sehingga memungkinkan
penyimpanan berbagai jenis bahan dan produk secara teratur, meliputi
penyimpanan untuk bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi,
produk yang dikarantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau
ditarik dari peredaran.
2.3.12 Kontrak Produksi dan Pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian secara jelas ditetapkan,
disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman, yang dapat berakibat
mutu produk atau pekerjaan yang dihasilkan tidak memuaskan. Semua aspek
pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan agar menghasilkan mutu produk yang

11
memenuhi standar yang disetujui bersama. Perjanjian kontrak antara pihak
pemberi kontrak dan pihak penerima kontrak dibuat secara tertulis dengan
menguraikan secara jelas tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak.
2.3.13 Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk
Keluhan adalah laporan ketidakpuasan pelanggan atau distributor tentang
cacat produk, efek yang tidak diinginkan atau merugikan atau kejadian merugikan
terkait dengan produk yang didistribusikan.

2.4 Produk Non-Steril dan Sarana Penunjang Khusus


Produk non-steril adalah produk di luar sediaan steril yaitu sediaan obat untuk
mata dan sediaan injeksi. Produk non- steril dapat digolongkan menjadi obat
dalam (pulveres, pilulae, solutiones-mixtura-elixir, emulsi, suspensi, guttae, tablet,
kapsul) dan obat luar (pulvis, suppositoria- ovula, unguenta-pasta-krim).
1. Pulveres
Pulveres adalah sediaan padat berupa campuran kering bahan obat atau zat
kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau didefinisikan sebagai
serbuk terbagi dalam bobot yang kurang lebih sama dengan dibungkus
menggunakan kertas perkamen (Syamsuni, 2005). Persyaratan uji kualitas serbuk
diantaranya kering, halus, homogen, kandungan lembab ≤5%, memenuhi uji
keseragaman bobot dan uji keseragaman kandungan sesuai persyaratan
Farmakope Indonesia.
2. Pilulae
Pil adalah sediaan padat berbentuk bulat (mirip kelereng) yang mengandung
satu atau lebih bahan obat. Umumnya berat pil berkisar antara 100- 500 mg. Pil
harus memenuhi persyaratan pil yaitu pada penyimpanan bentuknya tidak berubah
dan tidak terlalu keras, memenuhi keseragaman bobot dan keseragaman waktu
hancur (Anief, 2015).
3. Solutiones- mixtura-elixir
Solutiones atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia
terlarut, kecuali dinyatakan lain menggunakan pelarut air suling. Sedangkan
mixtura adalah solutiones yang mengandung banyak zat terlarut. Elixir adalah
larutan yang memiliki bau dan rasa yang sedap, juga mengandung bahan

12
tambahan zat, zat warna, zat pewangi, zat pengawet, dengan penambahan etanol
(5-10%) untuk meningkatkan kelarutan obat (Anief, 2015).
4. Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat yang tidak bercampur,
terdiri dari fase air dan minyak di mana cairan yang terdispersi dalam bentuk
tetesan kecil. Dispersi ini tidak stabil dan terpisah sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi untuk membentuk emulsi yang stabil. Terdapat 2 tipe emulsi yaitu
emulsi M/A (minyak dalam air) dan A/M (air dalam minyak). Zat pengemulsi
yang biasa digunakan adalah pulvis gummi arabicum, tragakan, CMC, dan
surfaktan seperti tween dan span (Anief, 2015).
5. Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat padat tidak larut
dalam bentuk halus yang terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi
harus halus, tidak cepat mengendap, dan dapat terdispersi kembali dengan
pengocokan perlahan. Untuk menjaga stabilitas suspensi maka dapat ditambahkan
zat pensuspensi, contohnya digunakan PGS (pulvis gummosus), tetapi suspensi
juga tidak boleh terlalu kental agar mudah dikocok dan dituang (Anief, 2015).
6. Guttae
Guttae adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi, suspensi untuk penggunaan
obat oral atau luar menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara
dengan tetesan penetes baku dalam Farmakope Indonesia. Kecuali dinyatakan
lain, guttae adalah obat tetes untuk obat dalam yang digunakan secara oral (Anief,
2015).
7. Tablet
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Komponen tablet terdiri dari zat aktif, bahan pewarna, bahan pengisi,
bahan pengikat, bahan penghancur, lubrikan dan glidan. Syarat tablet meliputi
keseragaman ukuran, keseragaman bobot, keseragaman kandungan, uji disolusi,
uji waktu hancur yaitu <15 menit untuk tablet tanpa salut dan <60 menit untuk
tablet bersalut (Syamsuni, 2005).
8. Kapsul

13
Kapsul adalah sediaan padat dalam cangkang kapsul keras atau lunak yang
dapat larut. Ukuran cangkang kapsul bervariasi dari 000,00,0,1,2,3,4,5.
Persyaratan kapsul meliputi keseragaman bobot dan waktu hancur yaitu <15 menit
(Syamsuni, 2005).
9. Pulvis
Pulvis adalah obat luar berupa serbuk tidak terbagi. Contoh pulvis yang
banyak ditemui adalah pulvis adspersorius dengan syarat harus halus dan
melewati ayakan 100 mesh, dan harus bebas dari bakteri C. tetani, C. welchii, dan
B. anthracis, dan dilarang digunakan untuk luka terbuka (Syamsuni, 2005).
10. Supositoria - ovula
Supositoria adalah obat luar berupa sediaan padat yang digunakan melalui
dubur, berbentuk torperdo, dapat melunak, larut, dan meleleh pada suhu tubuh.
Kecuali dinyatakan lain beratnya adalah 3 gram untuk dewasa dan 2 gram untuk
anak-anak. Ovula adalah sediaan pada yang berbentuk telur, mudah melunak dan
larut pada suhu tubuh, digunakan sebagai obat luar khusus untuk vagina dengan
bobot 3-6 gram dan umumnya 5 gram (Syamsuni, 2005).
11. Unguenta-pasta-krim
Unguenta/ salep adalah obat luar berupa sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar dimana zat aktifnya harus larut dan
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep dilarang berbau tengik
dan kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep yang mengandung OK/
narkotik adalah 10%. Pasta adalah sediaan padat yang mengandung >60% zat
padat pada campurannya. Krim adalah sediaan setengah padat berupa sistem
emulsi dengan kandungan air >60% dan mengandung zat pengemulsi.
Sarana penunjang kritis industri farmasi meliputi sistem pengolahan air
(SPA) atau water system, sistem tata udara (AHU, HVAC), dan sistem udara
bertekanan (compressed air).
1. Sistem Pengolahan Air (SPA) merupakan sistem untuk mendapatkan air
dengan kualitas yang dibutuhkan oleh masing-masing obat yang dibuat dan
memenuhi persyaratan monografi farmakope. Spesifikasi mutu air terbagi
menjadi air secara umum (air yang diolah, bentuk curah, dan dalam bentuk
sediaan obat), air pasokan, air murni, air dengan tingkat pemurnian yang

14
tinggi, air untuk injeksi, dan penggunaan air dengan mutu tertentu untuk
proses dan pembuatan bentuk sediaan. Sistem pemurnian air dapat dilakukan
melalui proses penukaran ion, ultrafiltrasi, destilasi, proses RO. Sistem
penyimpanan destilasi air bertujuan untuk menjamin konsistensi distribusi air
sampai penggunaannya dan menjamin kerja dari alat pemurnian air.
Pengkajian sistem meliputi evaluasi teknik, pemastian mutu, produksi, dan
bagian perawatan (BPOM, 2013).
2. Sistem Tata Udara merupakan sistem yang mengondisikan lingkungan
melalui kontrol suhu, kelembaban, arah pergerakan udara, mutu udara, dan
pembuangan kontaminan di udara. Sistem tata udara pening untuk
memberikan perlindungan terhadap produk, personil, dan lingkungan.
Perlindungan terhadap produk akan mencegah kontaminasi dari produk dan
personil, menghindari kontaminasi silang, dan mengondisikan suhu dan
kelembaban yang tepat. Perlindungan terhadap personil akan mencegah
kontak (sentuhan) dengan debu, mencegah kontak dengan uap berbahaya, dan
menciptakan kondisi kerja yang nyaman. Perlindungan terhadap produk akan
menghindari pembuangan debu, toluen ataupun uap berbahaya ke udara luar.
Parameter kritis dari tata udara adalah suhu, kelembaban, partikel udara,
perbedaan tekanan antar ruang dan pola aliran udara, volume alir udara,
pertukaran udara, dan sistem filtrasi udara. Sistem dasar untuk tata udara
adalah sistem udara segar 100%, sistem resirkulasi, dan sistem ekstraksi.
Tahap kualifikasi sistem tata udara yaitu kualifikasi desain, instalasi,
operasional, dan kinerja (BPOM, 2013).
3. Sistem udara bertekanan penting untuk mengendalikan tekanan dalam
pembuatan produk farmasi terutama udara bertekanan yang berkontak
langsung dengan produk agar mutu obat yang diterima pasien dapat terjaga.
Kualitas tekanan udara dari Sistem Udara Bertekanan bervariasi meliputi ISO
8537 dan ISPE. Parameter utama dalam Sistem Udara Bertekanan adalah
kualitas udara bertekanan, penggunaan udara bertekanan, dan volume udara
bertekanan yang dibutuhkan. Udara bertekanan yang keluar dari kompresor
dapat mengandung kontaminan mikroorganisme, partikel debu, aerosol oli,
air dan uap air. Mekanisme pengendalian meliputi penyaringan debu dan

15
serpihan, pemisahan yang dilanjutkan pengeringan terhadap air dan uap air,
pemisahan yang dilanjutkan dengan filter adsorbsi aerosol oli. Spesifikasi
kualitas udara ditentukan oleh PWO (particle, waterly moisture content, oil).
Metode pengujian udara bertekanan adalah kelembaban, kandungan
hidrokarbon, kandungan partikel dan mikroba. Sistem Udara Bertekanan
untuk industri farmasi terdiri dari kompresor, tangki udara, pengering, filter,
pipa distribusi, pengatur tekanan, dan perangkap kondensat. Kualifikasinya
meliputi kualifikasi instalasi, operasional, dan pekerja (BPOM, 2013).

2.5 Labtour
Laboratorium merupakan tempat untuk melakukan eksperimen-eksperimen
.Fungsi eksperimen itu sendiri sebagai penunjang pembelajaran guna
meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu materi yang telah
dipelajari (Putra, 2009). Persyaratan Laboratorium yang harus dimiliki adalah
sebagai berikut (BPOM RI, 2017):
1. Mempunyai personel untuk melakukan pengujian, validasi, dan kalibrasi
2. Memiliki peraturan untuk menjamin bahwa manajemen dan personel tidak
terpengaruh oleh tekanan komersial
3. Mempunyai kebijakan dan prosedur untuk menjamin kerahasiaan informasi
hasil pengujian, arsip, dan cetakan
4. Menunjuk personel dengan keahlian khusus/deputi sebagai personel
pengganti untuk manajemen inti

5. Memiliki manajemen yang bertanggung jawab secara menyeluruh untuk


kegiatan teknis dan penyediaan sumber daya yang dibutuhkan agar terjamin
mutu operasional laboratorium yang dipersyaratkan

2.6 Quality Control (QC)


Quality control merupakan salah satu komponen dalam proses kontrol dan
merupakan elemen utama dari sistem manajemen mutu, memonitor proses yang
berhubungan dengan hasil tes serta dapat mendeteksi adanya kesalahan
(Kemenkes,2018). Quality control memiliki fungsi untuk mengawasi, mendeteksi
persoalan, dan membuat koreksi sebelum hasil dikeluarkan. Pengawasan

16
sistematis periodik yang dilakukan ,seperti pengawasan alat, metode ,dan reagen
(Sukorini dkk, 2010).
Program quality control yang baik adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2018):
1. Memantau kinerja pemeriksaan dengan menggunakan akurasi dan presisi
2. Mengidentifikasi masalah pemeriksaan
3. Menilai keandalan suatu hasil pemeriksaan
4. Perhitungan yang tepat
5. Pengukuran frekuensi bahan kontrol dengan hasil yang tepat
Proses quality control adalah sebagai berikut (Mockler, 1972):
a. Menentukan sasaran
b. Lingkup kegiatan
c. Standar kriteria
d. Merancang sistem informasi
Sistem informasi harus dapat mengolah data yang telah dikumpulkan menjadi
suatu bentuk informasi yang dapat dipakai dalam pengambilan keputusan

e. Mengkaji dan menganalisis hasil pekerjaan

2.7 Quality Assurance (QA)


2.7.1 Tugas dan Tanggung Jawab QA
Menurut Pedoman CPOB 2018, quality assurance atau yang disebut dengan
pemastian mutu merupakan tindakan sistematis yang diperlukan untuk
mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk
(atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan. Kepala Bagian Pemastian Mutu merupakan personel kunci yang
harus dijabat oleh seorang apoteker purnawaktu, karena itu posisi ini memiliki
tambahan tanggung jawab secara hukum terhadap semua bagian sistem mutu
industri farmasi. Tugas Kepala Pemastian Mutu adalah sebagai berikut (BPOM
RI, 2018):
1. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu;
2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan;
3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;
4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu;

17
5. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit
terhadap pemasok);
6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik dan/atau peraturan badan
pengawas obat dan makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu
produk jadi;
8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets;
9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait;
10. Memastikan bahwa setiap bets produk jadi telah diproduksi dan diperiksa
sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara tersebut dan sesuai dengan
persyaratan izin edar; dan
11. Tanggung jawab kepala pemastian mutu dapat didelegasikan, tetapi hanya
kepada personel yang berwenang.

2.7.2 Keluhan dan Penarikan Produk


Suatu sistem dan prosedur yang sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat,
menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan termasuk potensi cacat mutu dan,
jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk obat uji klinik dari jalur
distribusi secara efektif untuk melindungi kesehatan masyarakat. Beberapa hal
penting terkait keluhan dan penarikan produk adalah sebagai berikut (BPOM RI,
2018):
1. Personel yang terlatih dan berpengalaman bertanggung jawab untuk
mengelola investigasi keluhan dan cacat mutu serta memutuskan langkah-
langkah yang harus diambil untuk mengelola setiap potensi risiko yang
muncul akibat masalah tersebut, termasuk penarikan.
2. Jika ditemukan atau dicurigai cacat mutu pada suatu bets, maka perlu
dipertimbangkan untuk memeriksa bets atau mungkin produk lain untuk
memastikan apakah bets lain atau produk lain tersebut juga terkena dampak,
terutama apabila bets lain tersebut mengandung bagian atau komponen yang
cacat.
3. Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diinformasikan sebelumnya
jika produk akan ditarik. Untuk masalah yang sangat serius (misalnya produk

18
yang berpotensi menimbulkan dampak serius pada kesehatan pasien),
tindakan pengurangan-risiko yang cepat (seperti penarikan produk) hendaklah
dilakukan sebelum melapor kepada otoritas pengawas obat.
4. Selain penarikan, perlu dipertimbangkan tindakan tambahan untuk
mengurangi risiko yang terjadi akibat cacat mutu, termasuk penerbitan surat
yang memperingatkan tenaga kesehatan profesional terkait penggunaan bets
yang berpotensi cacat. Hal ini dipertimbangkan berdasarkan kasus per kasus
dan didiskusikan dengan otoritas pengawas obat terkait.

2.7.3 Kualifikasi dan Validasi


Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik mensyaratkan Industri Farmasi
untuk mengendalikan aspek kritis kegiatan yang dilakukan harus melalui
kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup produk dan proses. Semua
kegiatan kualifikasi dan validasi hanya dilakukan oleh personel yang telah
mendapat pelatihan dan mengikuti prosedur yang telah disetujui. Kegiatan
tersebut juga direncanakan dengan mempertimbangkan siklus hidup fasilitas,
peralatan, sarana penunjang, proses dan produk (BPOM RI, 2018).
Kegiatan kualifikasi dan validasi harus didokumentasikan dengan baik dan
ditetapkan secara jelas dalam Rencana Induk Validasi (RIV). Hasil pengujian
yang tidak memenuhi kriteria keberterimaan dicatat sebagai penyimpangan dan
diselidiki secara menyeluruh sesuai prosedur internal, termasuk dalam hal ini
setiap implikasi terhadap validasi harus dituangkan dalam laporan. Kegiatan
kualifikasi juga mempertimbangkan semua tahap mulai dari pengembangan awal
sesuai spesifikasi kebutuhan pengguna sampai pada akhir penggunaan peralatan,
fasilitas, sarana penunjang, atau sistem. Tahap utama dan beberapa kriteria yang
disarankan adalah Spesifikasi Kebutuhan Pengguna (SKP), Kualifikasi Desain
(KD), Factory Acceptance Testing (FAT)/Site Acceptance Testing (SAT),
Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operasional (KO), dan Kualifikasi Kinerja
(KK) (BPOM RI, 2018).
Terdapat beberapa jenis validasi dan verifikasi yang disebutkan dalam CPOB
dengan penjelasan masing-masing sebagai berikut (BPOM RI, 2018).
1. Validasi proses, dilakukan untuk menetapkan bahwa semua atribut mutu dan
parameter proses yang dianggap penting untuk memastikan keadaan

19
terkendali dan mutu produk yang memenuhi persyaratan dapat dipenuhi
secara konsisten oleh proses tersebut. Pada umumnya bets yang diproduksi
untuk validasi proses hendaklah berukuran sama dengan bets yang
dimaksudkan untuk skala komersial.
2. Validasi konkuren, dilakukan ketika ada rasio manfaat-risiko yang besar bagi
pasien dan dimungkinkan untuk tidak menyelesaikan program validasi
sebelum produksi rutin dilaksanakan.
3. Validasi proses tradisional, disiapkan dengan menjelaskan parameter proses
kritis/critical process parameter (CPP), atribut mutu kritis/critical quality
attribute (CQA) dan kriteria keberterimaan terkait yang berdasarkan pada
data pengembangan atau pemahaman proses yang terdokumentasi.
4. Verifikasi proses kontinu, dilakukan pada produk yang dikembangkan
berdasarkan pendekatan quality by design (QbD) yang selama proses
pengembangan telah ditetapkan secara ilmiah serta strategi pengendalian,
sehingga memberikan tingkat kepastian mutu produk yang tinggi.
5. Verifikasi proses on-going selama siklus hidup produk, digunakan sepanjang
siklus hidup produk untuk mendukung status validasi produk.
6. Verifikasi transportasi, dilakukan dengan menetapkan jalur transportasi
dengan jelas dengan mempertimbangkan variasi musim dan variasi lain.
7. Validasi pengemasan, dilakukan karena proses pengemasan primer dapat
berdampak signifikan terhadap integritas dan fungsi kemasan yang benar,
misal strip, blister, saset dan bahan pengemas steril.
8. Validasi metode analisis, dilakukan pada seluruh metode analisis yang
digunakan dalam kualifikasi, validasi, atau pembersihan dengan batas deteksi
dan kuantifikasi yang tepat, jika perlu.
9. Validasi pembersihan, dilakukan untuk mengonfirmasi efektivitas prosedur
pembersihan peralatan yang kontak dengan produk.

2.7.4 Farmakovigilans
Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian
(assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya
terkait dengan penggunaan obat. Farmakovigilans dilakukan dengan pemantauan
dan pelaporan mengenai aspek keamanan obat dalam rangka deteksi, penilaian,

20
pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lain terkait dengan
penggunaan; perubahan profil manfaat-risiko obat; dan/atau aspek mutu yang
berpengaruh terhadap keamanan obat. Industri Farmasi wajib melakukan
pelaporan kepada Kepala Badan POM jika menemukan obat dan/atau bahan obat
hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, dan mutu (BPOM RI, 2011).
Pelaporan sebagai bagian dari farmakovigilans terdiri atas pelaporan spontan
(spontaneous reporting); pelaporan berkala pasca pemasaran (periodic safety
update report); pelaporan studi keamanan pasca pemasaran; pelaporan
publikasi/literatur ilmiah; pelaporan tindak lanjut regulatori Badan Otoritas negara
lain; pelaporan tindak lanjut pemegang izin edar di negara lain; dan/atau
pelaporan dari perencanaan manajemen risiko. Menindaklanjuti pelaporan yang
telah disebutkan, Industri Farmasi yang tidak melaksanakan farmakovigilans
dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara tertulis; larangan
mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali
obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu; dan/atau penghentian
sementara kegiatan. Maka dari itu, Industri Farmasi wajib mendokumentasikan
semua data dan pelaporan farmakovigilans (BPOM RI, 2011).

2.8 Research and Development (R&D)


2.8.1 Registrasi Obat
Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar,
oleh karena itu diperlukan prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan persetujuan atau registrasi obat. Obat yang mendapat izin edar harus
memenuhi beberapa kriteria, yaitu khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang
memadai dibuktikan melalui uji non klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain
sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan; mutu yang memenuhi
syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan, termasuk proses produksi sesuai
dengan CPOB dan dilengkapi dengan bukti yang sahih; dan informasi produk dan
label harus berisi informasi lengkap, objektif dan tidak menyesatkan yang dapat

21
menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Izin edar obat berlaku
paling lama 5 tahun selama memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setelah izin edar diterbitkan, pemilik izin edar obat wajib melakukan pemantauan
khasiat, keamanan dan mutu obat selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya
kepada Kepala Badan POM (BPOM RI, 2017).
Registrasi obat terdiri dari beberapa kategori sebagai berikut (BPOM RI,
2017):
1 Registrasi Baru
Registrasi Baru terdiri atas kategori 1: registrasi obat baru dan produk biologi,
termasuk produk biosimilar, kategori 2: registrasi obat generik dan obat generik
bermerek, dan kategori 3: registrasi sediaan lain yang mengandung obat dengan
teknologi khusus, dapat berupa transdermal patch, implant, dan beads.
2 Registrasi Variasi
Registrasi Variasi terdiri atas kategori 4: registrasi variasi major (registrasi
variasi yang berpengaruh bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan dan/atau
mutu obat), kategori 5: registrasi variasi minor (registrasi variasi yang tidak
termasuk kategori registrasi variasi major maupun notifikasi), dan kategori 6:
registrasi variasi notifikasi (registrasi variasi yang berpengaruh minimal atau tidak
berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat,
serta tidak mengubah informasi pada izin edar).
3 Registrasi Ulang
Registrasi Ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar.
Registrasi ini diajukan paling cepat 12 bulan dan paling lambat 2 bulan sebelum
berakhir masa berlaku izin edar. Obat yang tidak diregistrasi ulang sampai dengan
jangka waktu tersebut dapat diajukan kembali sebagai Registrasi Baru.

2.8.2 ICH Guidelines


2.8.2.1 ICH Q1A-Q1C (Uji Stabilitas Obat)
Pengujian stabilitas (stability test) dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan bukti tentang bagaimana kualitas bahan obat atau produk obat
bervariasi dengan waktu di bawah pengaruh berbagai faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban, dan cahaya. Pengujian ini juga berguna untuk menetapkan
periode pengujian ulang untuk zat obat atau umur simpan produk obat dan kondisi

22
penyimpanan yang direkomendasikan. Pilihan kondisi pengujian ditentukan
tergantung pada zona iklim (I-IV) (ICH, 2003). Asia Tenggara termasuk
Indonesia merupakan zona IVb. Beberapa hal penting terkait uji stabilitas adalah
sebagai berikut:
1. Data dari studi stabilitas harus disediakan pada setidaknya tiga bets utama
produk obat. Bets utama harus dengan formulasi yang sama dan dikemas
dalam sistem penutupan wadah yang sama seperti yang akan dipasarkan
(ICH, 2003).
2. Untuk studi jangka panjang (long-term), frekuensi pengujian harus cukup
untuk menetapkan profil stabilitas zat obat. Untuk bahan obat dengan masa
uji ulang yang diusulkan minimal 12 bulan, pengujian pada kondisi
penyimpanan jangka panjang biasanya dilakukan setiap 3 bulan selama tahun
pertama, setiap 6 bulan selama tahun kedua, dan setiap tahun setelahnya
melalui periode pengujian ulang yang diusulkan. Pada kondisi penyimpanan
yang dipercepat (accelerated), minimal tiga titik waktu, termasuk titik waktu
awal dan akhir (misalnya, 0, 3, dan 6 bulan) selama 6 bulan (ICH, 2003).
3. Kondisi pengujian long-term dan accelerated dijelaskan dalam tabel berikut
(ICH, 2003).
Kondisi
Long-term Accelerated
penyimpanan
Suhu kamar 25°C ± 2°C/RH 60% ± 5% 40°C ± 2°C/RH 75% ± 5%
Dalam kulkas 5°C ± 3°C 25°C ± 2°C/RH 60% ± 5%
Dalam freezer -20°C ± 5°C -
4. Jika studi jangka panjang dilakukan pada 25°C ± 2°C/RH 60% ± 5% dan
“perubahan signifikan” terjadi setiap saat selama pengujian 6 bulan pada
kondisi penyimpanan yang dipercepat, pengujian tambahan pada kondisi
penyimpanan antara harus dilakukan dan dievaluasi terhadap kriteria
perubahan yang signifikan. Secara umum, "perubahan signifikan" untuk
produk obat didefinisikan sebagai berikut (ICH, 2003):
a. Perubahan uji 5% dari nilai awalnya; atau kegagalan untuk memenuhi
kriteria penerimaan potensi saat menggunakan prosedur biologis atau
imunologis;
b. Setiap produk degradasi yang melebihi kriteria penerimaannya;

23
c. Kegagalan untuk memenuhi kriteria penerimaan untuk penampilan,
atribut fisik, dan uji fungsionalitas (misalnya, warna, pemisahan fase,
resuspendibilitas, caking, kekerasan, pemberian dosis per aktuasi);
namun, beberapa perubahan sifat fisik (misalnya, pelunakan supositoria,
pelelehan krim) dapat terjadi pada kondisi yang dipercepat;
d. Kegagalan untuk memenuhi kriteria penerimaan untuk pH; atau
e. Tidak memenuhi kriteria penerimaan untuk disolusi untuk 12 unit dosis.
5. Karakteristik foto stabilitas intrinsik zat dan produk obat baru harus
dievaluasi untuk menunjukkan bahwa paparan cahaya tidak menghasilkan
perubahan yang tidak dapat diterima pada suatu produk obat. Sumber cahaya
yang digunakan adalah sumber cahaya apa pun yang dirancang untuk
menghasilkan keluaran yang serupa dengan standar emisi D65/ID65 seperti
lampu fluoresen siang hari buatan yang menggabungkan keluaran sinar
tampak dan ultraviolet (UV), xenon, atau lampu halida logam; atau
menggunakan lampu fluoresen putih dingin dan lampu ultraviolet dekat
secara bersamaan (ICH, 1996).
6. Bentuk sediaan baru didefinisikan sebagai produk obat yang merupakan jenis
produk farmasi yang berbeda, tetapi mengandung zat aktif yang sama seperti
yang termasuk dalam produk obat yang ada yang disetujui oleh otoritas
pengawas terkait. Jenis produk farmasi tersebut meliputi produk dengan rute
pemberian yang berbeda (misalnya, oral ke parenteral), fungsi/sistem
pengiriman spesifik baru (misalnya, tablet lepas cepat ke tablet lepas yang
dimodifikasi) dan bentuk sediaan yang berbeda dari rute pemberian yang
sama (misalnya, kapsul ke tablet, larutan ke suspensi) (ICH, 1996).

2.8.2.2 ICH Q8 (Pharmaceutical Development)


Pharmaceutical development penting dilaksanakan demi merancang produk
sekaligus proses pembuatan produk yang berkualitas untuk secara konsisten
memberikan kinerja produk yang diinginkan. Informasi dan pengetahuan yang
diperoleh dari studi pengembangan dan pengalaman manufaktur memberikan
pemahaman ilmiah untuk mendukung pembentukan design space, spesifikasi, dan
kontrol manufaktur. Perubahan dalam formulasi dan proses manufaktur selama
pengembangan dan manajemen siklus hidup suatu produk harus dilihat sebagai

24
peluang untuk mendapatkan pengetahuan tambahan dan lebih lanjut mendukung
pembentukan design space. Terdapat banyak hal-hal penting tentang
pharmaceutical development dalam ICH Q8 (2009), beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Komponen dari suatu produk obat adalah zat aktif obat dan eksipien atau
bahan tambahan. Sifat fisikokimia dan biologi (contohnya kelarutan,
kandungan air, particle size, bentuk kristal, permeabilitas) dari zat aktif obat
maupun eksipien dapat mempengaruhi performance suatu obat.
2. Secara umum, overage dari komponen obat yang digunakan sebagai
kompensasi dari degradasi selama proses produksi atau masa simpan produk,
atau untuk memperpanjang umur simpan produk tidak dianjurkan. Overage
dalam proses pembuatan obat harus mempertimbangkan efek safety dan
efficacy dari produk.
3. Studi pengembangan proses produksi harus dapat memberikan dasar untuk
perbaikan proses, validasi proses, verifikasi proses berkelanjutan, dan
persyaratan kontrol proses dan juga mempertimbangkan atribut fisika dan
mikrobiologi.
4. Pemilihan bahan kemasan primer harus dilandaskan pada studi terkait
integritas kemasan dan pertimbangan ada atau tidaknya interaksi antara
produk dengan kemasan. Penggunaan dosing device (seperti pipet, pen
injection device) harus terbukti reprodusibel dan memberikan dosis yang
akurat.
5. Kompatibilitas dari produk obat dengan pelarut harus dijelaskan pada label
produk. Label juga harus memuat rekomendasi masa simpan pada suhu
penyimpanan tertentu dan pada konsentrasi yang paling ekstrem.

2.9 Pengenalan Vaksin dan Sistem Jaminan Halal


2.9.1 Pengenalan Vaksin
Vaksin merupakan agen biologis yang memiliki respons imun terhadap
antigen spesifik yang berasal dari patogen penyebab penyakit menular. Edward
Jenner mengembangkan vaksin pertama pada 1796 yaitu menggunakan cacar sapi
untuk diinokulasi terhadap cacar. Hal tersebut pada akhirnya menjadi suatu agen

25
pemberantas cacar secara global, yang secara resmi dinyatakan pada tahun 1980
(Czochorj T, 2014).
Kata “vaksin” berasal dari istilah Latin Variolae vaccinae (cowpox) yang
ditunjukkan oleh Edward Jenner untuk mencegah cacar pada manusia (Plotkin,
2013). Vaksin adalah olahan patogen yang mati atau yang lemah, atau produknya
yang saat diperkenalkan ke dalam tubuh, merangsang produksi antibodi tanpa
menyebabkan penyakit. Vaksinasi juga disebut imunisasi aktif karena sistem
kekebalan tubuh dirangsang untuk secara aktif mengembangkan kekebalannya
sendiri terhadap patogen. Imunitas pasif, sebaliknya, dihasilkan dari suntikan
antibodi yang dibentuk oleh hewan lain (misalnya kuda, manusia) yang memberi
perlindungan langsung namun bersifat sementara bagi penerimanya (Okafor,
2007).
Antigen adalah makromolekul yang menimbulkan respons kekebalan tubuh.
Antigen dapat berupa protein, polisakarida atau konjugasi lipid dengan protein
(lipoprotein) dan polisakarida (glikolipid). Antibodi mengenali antigen dengan
cara tertentu dan sistem kekebalan tubuh untuk mendapatkan memori terhadap
antigen. Pertemuan pertama dengan antigen dikenal sebagai respon primer.
Pertemuan kembali dengan antigen yang sama menyebabkan respons sekunder
yang lebih cepat dan kuat. Inilah dasar daripada fungsi vaksin; mereka mendorong
memori limfosit untuk berkembang biak dan sel plasma yang dihasilkan
menghasilkan antibodi (Okafor, 2007).
Vaksin dapat diperoleh dari virus (viral vaccines) dan bakteri (bacterial
vaccines) (Plotkin, 2013). Bagian yang dapat dijadikan vaksin dapat berupa
mikroorganisme utuh maupun hanya dari bagian unit mikroorganisme. Sel utuh
bisa berupa sel hidup atau mati. Jika dalam keadaan hidup sifat patogenitasnya
telah dilemahkan. Respons kekebalan yang muncul dengan menggunakan vaksin
hidup (live vaccines) penerima memiliki imunitas jangka panjang sedangkan pada
vaksin yang mati (inactived vaccines) hanya memiliki imunitas dalam jangka
waktu yang relatif singkat, sehingga perlu adanya pengulangan pemberian vaksin
(Wiley dan Son, 2003). Vaksin yang bersumber dari bagian atau komponen
mikroorganisme dapat berupa toksoid, protein spesifik, polisakarida, asam
nukleat, dan konjugasi (Plotkin, 2013).

26
Berdasarkan jenis antigennya vaksin ada beberapa tipe yaitu vaksin hidup
(live attenueted vaccines), vaksin yang telah dimatikan (inactivate/killed vaccine),
vaksin toksin yang sudah diinaktivasi (toxoid vaccines), dan vaksin yang berisi
sub unit dari antigen (sub unit vaccines) (Mort, Molly dkk, 2013).
Menurut Plotkin (2013) secara umum produksi vaksin mencakup empat tahap
dasar yaitu: Perkembangbiakan meliputi perbanyakan (atau amplifikasi) pada
mikroorganisme yang digunakan sebagai vaksin. Isolasi meliputi pemisahan
mikroorganisme hidup berasal dari sel atau media tumbuh yang digunakan pada
tahap perkembangbiakan. Purifikasi yaitu menghilangkan semua material yang
mungkin terbawa ketika proses isolasi mikroorganisme atau memisahkan bagian
dari mikroorganisme hidup secara selektif untuk dijadikan vaksin. Formulasi
meliputi kegiatan mencampur larutan produk purifikasi untuk mendapatkan
konsentrasi yang diinginkan. Ini termasuk penambahan pengawet untuk beberapa
vaksin untuk memastikan sterilitas produk pada jangka waktu yang lama, atau
untuk mencegah kontaminasi silang pada dosis ekstraksi yang terdapat pada vial.
Pada akhir proses pembuatan vaksin biasanya dimasukkan ke dalam botol vial
atau srynge dan dikemas untuk pengiriman ke penyedia layanan kesehatan.
Berdasarkan Plotkin (2013), perkembangan metode dan teknologi terdapat
dua metode produksi vaksin yaitu:
1. Metode Tradisional.
Produksi vaksin secara tradisional digunakan pada beberapa tipe vaksin
meliputi vaksin hidup yang telah dilemahkan (attenuated live vaccines) misal
vaksin campak, gondok, rubella; vaksin yang dimatikan (killed vaccines) misal
vaksin hepatitis A, pneumokokus, dan influenza; dan bakteri yang menghasilkan
toksin (bacterial toxoids) misal vaksin tetanus dan difteri (Wiley dan Son, 2003).
2. Metode Modern.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan pemahaman tentang genomik,
bioteknologi muncul metode pengembangan vaksin yang lebih aman, efektif dan
lebih murah. Vaksin yang dikembangkan dengan metode ini adalah vaksin sub
unit, vaksin konjugasi. Dan vaksin yang masih tahap pengembangan dan uji coba
yaitu vaksin DNA.

2.9.2 Sistem Jaminan Halal

27
Menurut UU nomor 33, produk halal adalah produk yang telah dinyatakan
halal sesuai syariat Islam dan jaminan produk halal adalah kepastian hukum
terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal. UUJPH
tidak hanya ditujukan untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepada
konsumen semata dengan pemberian sertifikasi halal. Produsen juga menuai
manfaat dari UU ini yaitu dengan adanya kepastian hukum terhadap seluruh
barang yang diproduksi, sehingga UUJPH akan berdampak positif bagi dunia
usaha. Jaminan produk halal untuk setiap produk juga dapat memberikan manfaat
bagi perusahaan, mengingat produk yang bersertifikat halal akan lebih dipilih dan
digemari konsumen sehingga dapat meningkatkan penjualan. Hal ini bukan saja
diminati oleh muslim tetapi juga masyarakat non muslim, karena masyarakat non
muslim beranggapan bahwa produk halal terbukti berkualitas dan sangat baik
untuk kesehatan tubuh manusia (Ma’ruf, 2010).
Beberapa faktor yang mendasari pentingnya UU-JPH antara lain, pertama
berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ada yang mengatur atau yang
berkaitan dengan produk halal belum memberikan kepastian hukum dan jaminan
hukum bagi konsumen untuk dapat mengonsumsi produk halal, sehingga
masyarakat mengalami kesulitan dalam membedakan antara produk yang halal
dan produk yang haram. Selain itu, pengaturan produknya masih sangat terbatas
hanya soal pangan dan belum mencakup obat-obatan, kosmetika, produk kimia
biologis, maupun rekayasa genetik. Kedua, tidak ada kepastian hukum kepada
institusi mana keterlibatan negara secara jelas di dalam jaminan produk halal.
Sistem yang ada belum secara jelas memberikan kepastian wewenang, tugas, dan
fungsi dalam kaitan implementasi JPH, termasuk koordinasinya. Ketiga,
peredaran dan produk di pasar domestik makin sulit dikontrol akibat
meningkatnya teknologi pangan, rekayasa teknologi, bioteknologi, dan proses
kimia biologis. Keempat, produk halal Indonesia belum memiliki standar dan
tanda halal resmi (standar halal nasional) yang ditetapkan oleh pemerintah
sebagaimana di Singapura, Amerika Serikat, dan Malaysia. Kelima, sistem
informasi produk halal belum sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kebutuhan
masyarakat tentang produk-produk yang halal (UU Nomor 33).

28
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU-
JPH) memperkuat dan mengatur berbagai regulasi halal yang selama ini tersebar
di berbagai peraturan perundang-undangan. Di sisi lain UUJPH dapat disebut
sebagai payung hukum (umbrella act) bagi pengaturan produk halal. Jaminan
Produk Halal (JPH) dalam undang-undang ini mencakup berbagai aspek tidak
hanya obat, makanan, dan kosmetik akan tetapi lebih luas dari itu menjangkau
produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan
yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat (UU JPH).
Pengaturannya pun menjangkau kehalalan produk dari hulu sampai hilir.
Proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH didefinisikan sebagai
rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan
bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan
penyajian produk. Hal ini bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan,
keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam
mengonsumsi dan menggunakan produk serta meningkatkan nilai tambah bagi
pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produknya. Jaminan produk halal
secara teknis kemudian dijabarkan melalui proses sertifikasi. Sebelumnya
sertifikasi halal bersifat voluntary, sedangkan UUJPH menjadi mandatori. Karena
itu, semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia
wajib bersertifikat halal. Hal inilah yang menjadi pembeda utama dengan produk
perundang-undangan sebelumnya. Nantinya sebagai penanggung jawab sistem
jaminan halal dilakukan oleh pemerintah yang diselenggarakan Menteri Agama
dengan membentuk Badan Penyelenggara JPH (BPJPH) yang berkedudukan di
bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Agama. BPJPH memiliki
kewenangan sebagai berikut (UU JPH) :
1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH;
2. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH;
3. Menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;
4. Melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri;
5. Melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;
6. Melakukan akreditasi terhadap LPH (lembaga penjamin halal
7. Melakukan registrasi Auditor Halal;

29
8. Melakukan pengawasan terhadap JPH;
9. Melakukan pembinaan Auditor Halal; dan
10. Melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang
penyelenggaraan JPH.
Dalam melaksanakan wewenangnya BPJPH bekerja sama dengan
Kementerian dan/atau lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH dan
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerja sama BPJPH dengan LPH dilakukan
untuk pemeriksaan dan/atau pengujian produk. Kerja sama BPJPH dengan MUI
dilakukan dalam bentuk sertifikasi Auditor Halal, penetapan kehalalan produk;
akreditasi LPH. Untuk membantu BPJPH dalam melakukan pemeriksaan dan/atau
pengujian kehalalan produk, pemerintah dan masyarakat dapat mendirikan LPH.
Dalam UUBPJH membuka peluang untuk lembaga lain selain LPPOM MUI
untuk membuka LPH. Ormas-ormas Islam yang memiliki integritas di pusat
maupun daerah, seperti: Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) serta
kampus-kampus di daerah yang memiliki kemampuan saintis di bidang pangan
dapat diikutsertakan dalam rangka terselenggaranya dan/atau tersedianya produk
halal bagi konsumen muslim di Indonesia.
Menurut Rivai (2009), Sistem Jaminan Halal merupakan suatu manajemen
yang disusun, diterapkan oleh perusahaan pemegang sertifikat halal untuk
menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM
MUI. Dalam prosedur jaminannya, terdapat suatu sistem yang dinamakan
dengan manual SJH yaitu dokumentasi SJH yang memiliki komponen-
komponen seperti kendali dokumen, pendahuluan yang terdiri dari informasi
dasar perusahaan; tujuan penerapan; ruang lingkup penerapan, dan komponen
yang ketiga adalah komponen SJH (Diana, 2008).

30
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN KASUS

3.1 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB merupakan pedoman dengan tujuan untuk memastikan bahwa mutu
obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaan, serta standar
mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Pedoman ini ditujukan untuk
Industri Farmasi agar digunakan sebagai dasar pengembangan aturan internal
sesuai kebutuhan. Hendaknya Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM)
juga menggunakan pedoman ini sebagai acuan dalam penilaian penerapan CPOB,
agar terjamin mutu obat yang tinggi berdasarkan aspek bahan awal, bahan
pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang
dipakai dan personil yang terlibat (BPOM, 2018). Pedoman CPOB memiliki 12
aspek penting yang harus dipenuhi oleh Industri Farmasi, diantaranya adalah
sebagai berikut (BPOM, 2012):

a. Manajemen Mutu
b. Personalia
c. Bangunan dan Fasilitas
d. Peralatan
e. Sanitasi dan Higiene
f. Produksi
g. Pengawasan Mutu
h. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuam Pemasok
i. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk
j. Dokumentasi
k. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
l. Kualifikasi dan Validasi

3.1.1 Manajemen Mutu

Manajemen mutu bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan pembuatan


obat yang sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko

31
yang membahayakan penggunanya. Partisipasi dan komitmen jajaran seluruh
departemen perusahaan, para pemasok dan para distributor sangat diperlukan
dalam mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan. Hal ini dapat
dicapai dengan dasar infrastruktur atau sistem mutu yang tepat dan tindakan
sistematis untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi
(BPOM, 2018).

Salah satu komponen penting dalam Manajemen Mutu adalah Pemastian


Mutu. Pemastian mutu adalah keseluruhan semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Beberapa hal yang menjadi poin khusus pengawasan dalam
pemastian mutu adalah desain dan pengembangan obat yang sesuai dengan
persyaratan COPB, uraian tanggung jawab manajerial, pengkajian terhadap semua
dokumen terkait produksi, evaluasi berkala mutu obat, dan sebagainya (BPOM,
2018).

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan


pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan dinyatakan memenuhi syarat.
Pengawasan Mutu memiliki fungsi independen dari bagian lain agar
pelaksanaannya dapat berjalan dengan efektif dan dapat diandalkan. Persyaratan
dasar dari Pengawasan Mutu diantaranya adalah sarana dan prasarana yang
memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang disetujui, pengambilan sampel
dan produk sesuai metode persetujuan Pengawasan Mutu, catatan hasil
pemeriksaan dan analisis bahan dan produk, dan sebagainya (BPOM, 2018).

3.1.2 Personalia

Personalia merupakan sumber daya manusia yang harus memiliki kualitas


dan julmah yang memadai dan terkualifikasi untuk melaksanakan semua tugas.
Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab
hendaklah dicantum-kan dalam uraian tugas tertulis. Personil harus diberikan
pelatihan spesifik jika bekerja di area dengan pencemaran berbahaya atau area

32
penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi (BPOM,
2018).

3.1.3 Bangunan Dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,


konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Letak bangunan
hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan
sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan
industri lain yang berdekatan. Desain dan tata letak ruang harus memperhatikan
kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam
sarana yang sama (BPOM, 2018).

3.1.4 Peralatan

Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai


dengan tujuannya, serta desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai
serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai
desain serta seragam dari betske-bets. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal
untuk mencegah malfungsi atau pencemaran. Pelaksanaan perawatan dan
pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku log alat yang
menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau lot
yang diolah dengan alat tersebut (BPOM, 2018).

3.1.5 Sanitasi dan Higiene

. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan,


peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan
desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.
Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keselamatan
personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan
sesuai dengan tugasnya. Prosedur tertulis terkait penanggung jawab untuk sanitasi
serta uraian rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang
harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan perlu diadakan.
Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene juga perlu divalidasi dan dievaluasi

33
secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan
(BPOM, 2018).

3.1.6 Produksi

Produksi harus dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta


memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin produk memenuhi persyaratan mutu
dan ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Pada umumnya pembuatan produk
nonobat hendaklah dihindarkan dibuat di area dan dengan peralatan untuk produk
obat. Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi,
hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk
pelaksanaan produksi rutin dan memenuhi persyaratan mutu. Tiap tahap proses,
produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan
pencemaran lain (BPOM, 2018).

3.1.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa produk


secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Sarana yang
memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan
Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan (BPOM, 2018).

3.1.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu Dan Audit & Persetujuan Pemasok

Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi


dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program
inSpeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara indipenden dan rinci oleh personil-
personil perusahaan yang kompeten. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai
pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua
atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk
meningkatkannya (BPOM, 2018).

34
3.1.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali
Produk

Prinsip dari aspek ini adalah untuk mengkaji dengan teliti semua keluhan
dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat.
Penanganan keluhan dan keputusan tindakan hendaknya dilakukan oleh personil
bertanggung jawab beserta staf yang memadai untuk membantunya. Hendaklah
tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala untuk mengatur segala
tindakan penarikan kembali. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi
identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu
keputusan terhadap produk tersebut (BPOM, 2018).

3.1.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan


dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Beberapa jenis dokumen penting dalam aspek ini adalah laporan riwayat
penyusunan, laporan scale-up, laporan transfer teknis, laporan validasi proses,
catatan pelatihan, catatan produksi, dan sebagainya. Semua catatan produksi,
pengawas-an dan distribusi hendaklah disimpan minimal 1 tahun setelah tanggal
daluwarsa bets. Pemeliharaan riwayat revisi diperlukan sebagai antisipasi apabila
terjadi penerbitan, revisi, penggantian dan penarikan seluruh dokumen (BPOM,
2018).

3.1.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak merupakan aspek yang


berisi kontrak tertulis meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang
dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Kontrak tertulis antara Pemberi
Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan
tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak yang berhubungan dengan
produksi dan pengendalian mutu produk.. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung
jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Dalam hal

35
analisis berdasarkan kontrak, Penerima Kontrak hendaklah memahami bahwa dia
merupakan subjek untuk diinspeksi oleh Badan POM (BPOM, 2012).

3.1.12 Kualifikasi dan Validasi

Aspek Kualifikasi dan Validasi berpinsip pada identifikasi validasi yang perlu
dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. Data yang harus terlampir dalam RIV
diantaranya adalah kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi,
format dokumen, acuan dokumen yang digunakan, dan sebagainya. Pada
umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi
prospektif). Namun apabila hal tersebut tidak memungkinkan, validasi dapat juga
dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren) (BPOM,
2012).

3.2 Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)


Materi CPOTB telah disampaikan oleh Ibu apt. Siti Ulfiyah, S.Farm dari PT.
Agraricus Sido Makur Sentosa (ASIMAS) pada Sabtu, 24 Juli 2021 dengan
notulensi sebagai berikut.
3.2.1 Definisi
CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan
pengawasan menyeluruh dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang
senantiasa memenuhi peryaratan yang berlaku.
Obat tradisonal adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
3.2.2 Macam-macam Obat Tradisional
Terdapat 3 macam obat tradisional yang dibedakan berdasarkan tahap
pembuatannya, yakni:
1. Jamu

36
 Logo berupa ranting dan daun dalam
lingkaran
 Logo dicetak dengan warna hijau di atas
dasar warna putih atau warna lain yang kontras
dengan warna logo
 Tulisan ‘JAMU’ harus jelas dan dicetak
dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau
warna lain yang kontras dengan tulisan
 Tidak dilakukan uji praklinik dan uji klinik
2. Obat Herbal Terstandar (OHT)

 Logo berupa jari-jari daun (3 pasang)


terletak dalam lingkaran
 Logo dicetak dengan warna hijau di atas
dasar warna putih atau warna lain yang kontras
dengan warna logo
 Tulisan ‘OBAT HERBAL TERSTANDAR’
harus jelas dan dicetak dengan warna hitam di atas
dasar warna putih atau warna lain yang kontras
dengan tulisan
 Dilakukan uji praklinik.
3. Fitofarmaka
 Logo berupa jari-jari daun (yang kemudian
membentuk bintang) terletak dalam lingkaran
 Logo dicetak dengan warna hijau di atas
dasar warna putih atau warna lain yang kontras
dengan warna logo
 Tulisan ‘FITOFARMAKA’ harus jelas dan
dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna
putih atau warna lain yang kontras dengan tulisan
 Dilakukan uji praklinik.dan uji klinik

37
3.3 Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)
Industri kosmetika adalah industri yang memproduksi kosmetika yang telah
memiliki izin usaha industri atau tanda daftar industri sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

 Mengenali Keunikan Produk


1. Fast moving
Pertumbuhan pasar, jenis produk, jenis konsumen, persaingan industri, dll
2. Product safety
Pertumbuhan pasar, jenis produk, jenis konsumen, persaingan industri, dll
3. Value
Harga termurah dengan efek terbaik

 CPKB-CPOB Comparation

CPKB CPOB
1. Sistem menejemen mutu 1. Manajemen Mutu
2. Personalia 2. Personalia
3. Bangunan dan fasilitas 3. Bangunan dan Fasilitas
4. Peralatan 4. Peralatan
5. Sanitasi dan higiene 5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi 6. Produksi
7. Pengawasan mutu 7. Pengawasan Mutu
8. Dokumentasi 8. Inspeksi diri, Audit mutu
9. Audit internal dan Persetujuan Pemasok
10. Penyimpanan 9. Penanganan Keluhan
11. Kontrak produksi dan Terhadap Produk,
pengujian Penarikan Kembali Produk
12. Penanganan keluhan dan 10. Dokumentasi
penarikan produk 11. Pembuatan dan Analisis
Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi

38
 Rantai Pasokan Berjalan

 Mengenal Produk

 Ingredients pada kemasan menentukan urutan material melambangkan


jumlah atau proporsinya di dalam formula. Dimana air merupakan jumlah
terbesar dalam sediaan, sebaliknya dengan sodium benzoate.
 Zat aktif dalam produk tersebut terdiri dari Niacinamide dan Hydrolized
Collagen.
 QC akan memeriksa Niacinamide, Hydrolized Collagen, UV
absorber/protector, Pengawet Viskositas (kekentalan), pH, sebagai bagian
dari release produk.
 Parameter yang diperiksa ketika proses produksi sedang berjalan yaitu
viskositas (kekentalan) setelah proses cooling, pH setelah proses adjust,
warna dan homogen disetiap tahapan proses.
 Fungsi dari masing-masing bahan:

Nama Fungsi Nama Fungsi

39
Air Basis dan pelarut NaOH (Mix) pH Controling agent

Glycerin (A) Humectant (moist Disodium EDTA Stabilizer


agent) (A)

Niacinamide Mengecilkan pori, Benzophenone – 4 UV absorber


(A) mengencangkan (M)
kulit, melembutkan

Acrylate Thickener, Phenylbenzimidaz UV Protector


Crosspolyme emulsifier, texture ole Sulfonic Acid
r (Mix) enhancer (M)

PEG-40 Surfactant agent Hydrolized Skin Nutrition


Hydrogenate Collagen (Aktif)
d Castor Oil
(Mix)

Perfume Pewangi Na Carbonat pH Controling agent


(Mix) (Aktif)

Methylparab Pengawet Phenoxyethanol Pengawet


en (A) (M)

NaCl Stabilizer untuk Sodium Benzoate Pengawet


(adjuster) mengentalkan (M)

Sodium Thickener agent CI 42090 (A) Pewarna


Sulfate
(Mix)

 KONTRAK PENGUJIAN (XII) - Peraturan BPOM no 25 tahun 2019


Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian Secara jelas
ditetapkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman,
yang dapat berakibat mutu produk atau pekerjaan yang dihasilkan tidak
memuaskan. Perjanjian kontrak antara pihak pemberi kontrak dan pihak
penerima kontrak dibuat secara tertulis dengan menguraikan secara jelas
tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak.

40
3.4 Produk Non-Steril dan Sarana Penunjang Khusus
 Purified Water (Air Murni)
Purified Water ( Air Murni ) adalah air yang memenuhi spesifikasi
standard Pharmacopea yang diguanakan untuk proses produksi obat, baik
bahan obat ataupun pencucian peralatan, oleh karena itu, system air murni
adalah sistem yang kritikal dan memerlukan penanganan yang seksama
sesuai dengan ketentuan CPOB terkini.
Pre Treatment Raw Water

Summary :  Chlorine < 1 ppm  Hardness < 1 ppm  MMF, ACF = 3


Years  Resin Lewatit S-80 TRW. 002, 004 = 2 Years  Grace Filter 5µ,
10µ = 3 Pcs  MMF, ACF Sanitization  Softener Regeneration.
PW Generator Looping

Summary :  pH 5 – 7  Membrane San-Ro HS-8  Target Conductivity


< 1,2µ  PW GEN Sanitization : 1 Week - 65°C.
Purified Water Looping

41
Summary:  pH 5 - 7  Velocity 1,2 m/S  Conductivity < 1,0µ  PW
Loop Sanitization : 4 Month - 85°C.
PW Improvement Project
Penambahan Filter 5 µ bertujuan untuk mengurangi atau menyaring
Partikel-partikel yang masih terbawa Air Softener dan diharapkan RO
Membrane tidak cepat kotor / blockage sehingga menurunkan Cost
pembelian RO Membrane. Filter 5 µ mulai difungsikan tanggal
27/07/2017 ( 3 Pcs ).
PW Generator Looping

Sebelum pergantian RO membrane. Setelah pergantian RO membrane.


PW History

 Bangunan dan Fasiliras Untuk Produksi Obat


Faktor lingkungan berdampak langsung terhadap kualitas produk antara
lain temperature, kebersihan udara, aliran udara, kelembaban, tekanan
udara di ruangan, cahaya, serta kontaminasi partikel dan cahaya.

42
Faktor Pertimbangan Dalam Perencanaan
Studi kelayakan :
 Kelayakan pemasaran : profil produk, tren pasaran (untuk masa
depan).
 Kelayakan regulasi : otoritas yang berwenang, standar (mutu) yang
berlaku.
 Kelayakan finansial : perhitungan ROI, nilai pasar vs biaya
produksi (COG).
 Waktu : Masa pembangunan proyek vs schedule pemasaran.
KELAYAKAN (pemenuhan terhadap) REGULASI
 DEPARTEMEN KESEHATAN
Dinas Kesehatan : Izin Usaha Industri Farmasi (IUIF).
 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BPOM
Balai POM : Alur RIP, (Re-) Sertifikasi CPOB, Dokumen Inspeksi,
Nomor Pendaftaran (Registrasi) Obat – Dokumen ACTD.
 DEPARTEMEN LAIN
BKPM, Perindustrian, Pemda : (IMB, dll).
KETENTUAN CPOB Mengenai Bangunan dan Fasilitas Industri
Farmasi
Tujuannya adalah untuk menghindari resiko terjadinya kontaminasi
dan kontaminasi silang, ketercampuran antara bahan atau produk, serta
menghindari kekeliruan dalam pelaksanaan kegiatan. Lokasi, desain
(rancang-bangun), konstruksi bangunan dan fasilitas harus menjamin
perlindungan produk terhadap kontaminasi dan kontaminasi silang,
kemudahan pembersih dan perawatan yang efektif, serta mencegah sekecil
mungkin terjadi resiko kekeliruan dalam proses pembuatan obat.
Dalam penentuan lokasi, ada beberapa factor yang harus
diperhatikan yaitu iklim dan letak geografis, kegiatan tetangga,
pengawasan terhadap polusi, limbah, dan kebisingan. Selain itu juga
ketersediaan layanan dan infrastruktur seperti listrik, air, telekomunikasi,
jalan, dan pembuangan limbah. Kontruksi dan sarana bangunan dan
fasilitas harus memenuhi kemudahan sanitasi, kemudahan pembersihan

43
dan perawatan, jaminan layanan sarana penunjang, hindarkan masuknya
serangga, burung, maupun binatang lain, serta perlindungan terhadap
cuaca.
Sarana pendukung harus meliputi ruang istirahat atau kantin, area ini
harus terpisah dari area produksi untuk pencegahan kontaminasi silang.
Kemudian ruang ganti pakaian dan kelengkapannya harys memiliki system
tata udara yang disesuaikan dengan kelas kebersihan, bengkel servis dan
perawatan (workshop) harus terpisah dari area produksi. Kemudian untuk
sarana hewan percobaan harus ada di bangunan tersendiri. Yang terakhir
adalah untuk sarana penunjang kritis (‘Utilities’) yang mencakup system
HVAC, pengolahan air, udara bertekanan, uap, energy listrik harus
terpisah dari area produksi atau bangunan tersendiri.
Lantai, dinding, dam plafon harus tidak tembus cairan, mudah
dibersihkan, tahan terhadap proses pembersihan atau sanitasi atau
disinfeksi berikut bahan yang digunakan untuk proses tersebut. Jendela
tidak dapat dibuka, hindarkan ‘window ledges’. Kemudian pintu darurat
membuka keluar, tertutup rapat dengan perekat lak serta hindari pintu
sorong. Pada daerah proses dan pengemasan (produksi) harus merupakan
ruangan khusus (dengan fasilitas tersendiri) untuk proses produk tertentu.
Alur material dan personalia yang logus, spasi cukup untuk penempatan
alat atau mesin yang logis. Permukaan ruang licin, tidak retak dan mudah
dibersihkan.
Pada laboratorium pengawasan mutu harus berlokasi terpisah untuk
mencegah kontaminasi silang, namun dekat dengan area produksi. Namun
laboratorium IPC di ruang produksi. Daerah terpisah untuk penyimpanan
dokumen (secara sentral), terdapat ruang timbang dan ruang instrument,
kecocokan bahan konstruksi, dan penyimpanan bahan baku pembanding.
 Air Handling Unit (AHU)
Air Handling Unit (AHU) adalah system yang mengatur tata udara di area
produksi. Secara umum dibagi dalam sistem pendinginan dan pemanasan
menggunakan Hot water dan chilled water serta sistem pendinginan dan
pemanasan menggunakan electric heater dan compressor Freon.

44
 Managemen Produksi
Organization :

Teknologi dan Produk :


Solid :
Plain tablet

Film coated

Sugar Coated

Enteric Coated

Blister PVC ALU

Blister PVDC ALU

Child resistant

45
Strip Alu Alu

Bottling

Liquid :
10 ml

20 ml

50 ml

46
60 ml

125 ml

Semisolid :
Suppository

Aku-alu strip

Infant

47
Adult

Redress Repack :
Redress

Repack

Struktur Organisasi
Dalam suatu organisasi selalu dipastikan mempunyai struktur organisasi.
Struktur organisasi menjadi sangat penting sebagai informasi hierarki
bagaimana suatu organisasi/perusahaan tersebut bekerja. Struktur
organisasi tidak bersifat mengikat tergantung pada bisnis dari perusahaan
(e.g perusahaan jasa, barang), besar kecilnya perusahaan (e.g skala
nasional, global, anak perusahaan), serta jenis perusahaan (perusahaan
sendiri, gabungan, keluarga), dll.

General Organisations

48
 Departemen Produksi
Merupakan jantung dari aktivitas industri. Tempat dilakukannya proses
pembuatan obat,mulai dari bahan mentah (raw material) hingga menjadi
obat dalam kemasan yang siap dijual ke pasaran. Produksi dibagi menjadi
dua yaitu manufacturing dan packaging. Manufacturing bertugas membuat
obat dari bahan mentah menjadi produk ruahan (tablet,syrup,cream,dl).
Packaging : bertugas melakukan pengemasan obat dalam produk ruahan
menjadi obat dalam kemasan (stripp,blister,botol,tube,dll).
 Departemen Qualitu Operation (QO)
Umumnya Di bagi menjadi Quality control (QC), Quality Assurance
(QA), Quality validasi, dan Quality system.
 Departemen suply chain management(SCM)
Antara lain terdapat PPIC yang merupakan production planning and
inventory control, bertugas mengatur jadwal pembuatan obat sesuai
permintaan marketing, dan mengontrol inventory. Kemudian terdapat
warehouse (gudang), bertanggung jawab terhadap proses penyimpanan
bahan mentah (sebelum di lakukan pembuatan obat) dan obat jadi
(sebelum dikirim ke pasar), serta packdev yang bertanggung jawab
terhadap design, artwork.
 Technical management (TM)
Bertanggung jawab terhadap masalah teknis, pengoperasian mesin,
bangunan, fasilitas penunjang lain yang semuanya berpengaruh terhadap

49
proses pembuatan obat. E.g: kelistrikan, sarana dan prasarana, perawatan
dan perbaikan mesin, pengadaan mesin,dll.\
Selain itu terdapat departemen penunjang :
 RISET AND DEVELOPMENT (RnD)
Tugasnya melakukan penelitian dan pengembangan, terhadap proses
pembuatan obat, atau obat itu sendiri. Dilakukan mulai dari skala
laboratorium, skala pilot, hingga skala produksi. Di beberapa industri,
bagian pengembangan produk juga bertanggung jawab terhadap desain
kemasan produk.
 Purchasing (Pengadaan)
Melakukan pembelian bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan baik
untuk proses produksi, proses penelitian dan pengembangan produk,
maupun untuk pengujian-pengujian yang dilakukan QC. Sebaiknya
seorang apoteker karena mengetahui tentang jenis bahan baku yang
dibutuhkan, bahan kemas, sehingga perusahaan tidak salah memilih atau
tertipu oleh supplier.
 Registrasi (Regulatory)
Bertugas melakukan registrasi obat ke Badan POM, seperti dokumen
bahan aktif, formula, proses pembuatan, data uji disolusi terbanding, data
uji stabilitas, dan lain-lain. Data-data tersebut yang mengerti adalah
seorang apoteker.
Flow General Process :

Alur Proses Antar Department :

50
Production planning
PPIC Weekly/monthly

Permintaan material
Production S hop order (SO)

Penyiapan material (RM/PM)


WH S erah terima material

Melakukan proses pembuatan obat mulai dari penimbangan


Production proses pembuatan  proses pengemasan  produk jadi

S erah terima produk jadi (penyimpanan)


WH Pengiriman/distribusi setelah produk di release oleh Q A

51
3.5 Quality Control (QC)
Diskusi materi quality control dilaksanakan pada hari sabtu, 07 Agustus 2021.
Diskusi ini dilakukan dengan metode dalam jaringan (DARING) menggunakan
platform “Zoom”. Pada diskusi tersebut materi disampakainkan oleh ibu Apt.
Dewi Arum, S.Farm yang merupakan QC manager di PT.Phapros. PT.Phapros
merupakan suatu industri farmasi yang didirikan pada tanggal 21 Juli 1954.
PT.Phapros memiliki visi yaitu : “Menjadi perusahaan farmasi terkemuka yang
menghasilkan produk kesehatan terbaik yang didukung oleh manajemen
profesionalserta kemitraan strategis guna meningkatkan kualitas hidup
masyarakat”.

Sistem Manajemen Mutu

Mutu Produk tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang
sangat penting adalah bahwa mutu produk HARUS DIBENTUK KE DALAM
(built in) produk tersebut.

Mutu suatu PRODUK tergantung pada :

52
a. Bahan awal dan Bahan Pengemas
b. Proses Pembuatan dan Pengawasan Mutu
c. Bangunan/sarana produksi
d. Mesin dan Peralatan
e. Personalia yg terlibat dalam pembuatan obat

Struktur organisasi Laboratorium Quality Control adalah sebagai berikut

Pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang menckup pengambilan


sampel, spesifikasi dan pengujian, dokumentasi, dan prosedur pelulusan untuk
memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan
(BPOM, 2018).

Prinsip dasar dalam Pengawasan Mutu adalah sebagai berikut

a) Fasilitas memadai dan personel yang terlatih

b) Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk ruahan, dan produk
jadi dilakukan oleh personel yang ditetapkan

c) Menggunakan metode pengujian yang telah tervalidasi

d) Pencatatan dilakukan secara manual dan/atau dengan alat pencatat sesuai


dengan persyaratan yang sudah ditentukan

e) Produk jadi berisi zat aktif yang tercantum dalam Izin Edar atau Persetujuan
Uji Klinik, memiliki derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam
wadah yang sesuai dan pelabelan yang benar

53
f) Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas,
produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang secara formal dinilai terhadap
spesifikasi

g) Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan sebagai Sampel
Pembanding dan Sampel Pertinggal, untuk pengujian ulang di kemudian hari bila
perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir.

Analis Fisika Kimia teridir dari 5 bagian,yaitu sebagai berikut

1. Bahan Baku
Bahan baku merupakan bahan awal yang digunakan dalam membuat
produk dan saat pengambilan sampel bahan baku harus selalu disertai
dengan adanya COA (Certificate Of Analysis) dari supplier untuk
memastikan ketepatannya
Contoh pengambilan bahan baku,yaitu
Ruang A : Ruang untuk BB Kortikosteroid ,contoh : Dexamethasone,
Prednisone
Ruang B : Ruang untuk BB umum yang dapat di sampling di kelas gray
Contoh : Paracetamol, Sorbitol, Nystatin
Ruang C : Rauang golongan antibiotika cefalosporin contoh : Cefadroxil,
Ceftriaxone
Ruang D : Ruang Mikrobiologi terdapat uji endotoksin disampling
dibawah LAF Contoh : Pyridoxine HCL (I), Solutol HS 15
Ruang E : Ruang golongan Betalactam contoh : amoxcilline, Penicilline

2. Ruahan
Merupakan bahan yang telah selesai diolah dan hanya memerlukan
kegiatan pengemasan untuk menjadi produk jadi.
3. Validasi
Merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai terhadap
prosedur, proses, material kegiatan atau sistem sesuai dengan hasil yang
diharapkan
4. Stabilitas

54
Merupakan serangkaian uji untuk mendapatkan jaminan stabilitas suatu
produk yang terdiri dari fisika, kimia, dan mikrobiologi. Analis stabilitas
bertugas untuk menguji stabilitas sesuai waktunya. Stabilitas dibagi
menjadi 3 yaitu:
1) On Going Stability(Rutin).
Pengujian dilakukan pada umur produk 0,12,24,36,48,ED+1 tahun
dengan kondisi penyimpanan sampel pada suhu kamar (30±2°C), suhu
sejuk (25±2°C) dan RH 75%±5%. Jumlah batch yang diuji minimal 1
batch per produk pertahun.
2) Long TermStability.
Pengujian dilakukan pada umur produk 0,3,6,9,12,18,24,36,ED+1
tahun dengan kondisi penyimpanan sampel pada suhu 25±2°C / RH
60%±5% dan suhu 30±2°C / RH 75%±5%. Jumlah batch yang diuji
sesuai jumlah batch yang mengalami penyimpangan dan pengolahan
ulang.
3) Accelerated Stability(Dipercepat).
Pengujian dilakukan pada umur produk 0,3,6 bulan dengan kondisi
penyimpanan sampel pada suhu 40±2°C / RH 75%±5%.
5. Air
Analis air bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap mutu air.

3.6 Quality Assurance (QA)


Materi Quality Assurance telah disampaikan oleh Bapak apt. Rangga
Andhika W., S.Farm dari PT. Balatif pada Minggu, 8 Agustus 2021 dengan
notulensi sebagai berikut.
3.6.1 Struktur Organisasi Industri Farmasi
Industri farmasi harus memiliki personil yang memadai, terkualifikasi, dan
berpengalaman praktis. Personil kunci (kepala produksi, kepala QA, dan kepala
QC) harus dijabat oleh apoteker dan independen satu terhadap yang lain.
Beberapa jenis struktur personil dalam industri farmasi adalah sebagai berikut:
1. Struktur Fungsional

55
Struktur fungsional merupakan struktur organisasi yang sederhana, dengan
setiap fungsi berjalan secara terpisah dan secara langsung melapor kepada salah
satu bagian. Keuntungan struktur ini adalah keahlian dapat terkonsentrasi ke
bagian tertentu karena hanya permasalahan umum yang didiskusikan bersama
bagian lain. Akan tetapi, karena hal tersebut pula komunikasi dalam struktur
fungsional cenderung kurang.
2. Struktur Orientasi Produk
Struktur orientasi produk merupakan sebuah struktur yang memiliki sub
bagian spesisik berdasarkan jenis produk, area, konsumen, dan lain-lain. Struktur
ini memungkinkan setiap individu memiliki keahlian lebih terhadap bagian yang
ditangani, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya double job.
3. Struktur Matrix
Struktur organisasi dengan tipe matrix pada prinsipnya merupakan gabungan
antara struktur fungsional dan orientasi produk. Struktur matrix adalah struktur
yang dinilai paling fleksibel dan efisien, sehingga struktur ini sering ditemui di
industri farmasi. Struktur matrix membutuhkan kerjasama penuh tiap kepala
bagian karena kurangnya kontrol langsung di lapangan. Gambaran struktur matrix
adalah sebagai berikut:

3.6.2 Tugas Quality Assurance


Quality assurance didefinisikan sebagai konsep luas yang meliputi segala hal
yang berpengaruh terhadap kualitas produk. Tugas QA dalam situasi internal atau
organisasi adalah membuat sistem, sedangkan dalam situasi eksternal QA

56
memastikan kualitas dari produk yang didistribusikan. Tanggung jawab QA
mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1. Product design and development
QA bertanggung jawab atas quality by design khususnya proses
pengembangan critical process parameter. Misalnya dalam proses granulasi, QA
harus memastikan keseragaman campuran, karakteristik aliran, moisture content,
serta ukuran dan distribusi granul.
2. Spesifikasi produk (control)
Feasibility study atau studi kelayakan dilakukan oleh QA dengan urutan
preliminary technical study, regulatory feasibility, marketing feasibility,
operational feasibility, dan time feasibility.
3. Tanggung jawab managerial
Personil harus memiliki struktur organisasi serta job description yang jelas.
Personil yang bekerja juga harus terkualifikasi (diadakan training secara
berkelanjutan), memiliki pengalaman yang cukup, dan beban kerja yang tidak
overload.
4. Control starting materials
QA dalam hal penanggung jawab control starting material terhubung dengan
area purchasing, penerimaan barang, sampling, serta testing raw/packaging
material. QA juga melakukan seleksi dan kualifikasi pemasok dengan
mempertimbangkan kualitas, pengiriman, performa, keadaan finansial, garansi,
fasilitas, harga, support, komunikasi, prosedur, dan technical capability.
5. Control intermediate materials and finished products
Intermediate material merupakan produk yang telah diproses tetapi belum
sampai menjadi produk jadi. Intermediate material dibagi menjadi produk antara
(masih memerlukan proses lanjutan) dan produk ruahan (siap packing). QA
bekerjasama dengan quality control terutama bagian IPC (in process control).
Setelah proses produksi selesai, produk haris disimpan pada kondisi lingkungan
yang sesuai dan diberi label identitas yang jelas.
6. Batch release

57
QA bertugas memastikan checklist pada batch production record, yakni
dokumen terkait prosedur yang harus diikuti bagian terkait untuk memproduksi
obat.
7. Control storage and distribution
QA bertanggung jawab atas sistem penyimpanan yang harus memiliki
kapasitas cukup, konstruksi memadai, serta dibersihkan, diperbaiki, dan diatur
sedemikian rupa. Hal ini dilakukan untuk menghindari segala jenis kerusakan
pada material. Pengiriman juga harus memiliki system traceability yang baik.
8. Program audit internal
Program audit yang dilakukan QA terdiri dari audit informal (setiap hari),
formal (3 bulan sekali), internal (6-12 bulan sekali), dan special case (contoh:
ketika ada produk recall atau repeated reject). Tim yang melakukan audit internal
harus objektif, tidak mempunyai kepentingan terkait, dan berpengalaman.

3.6.3 Farmakovigilans
Secara sederhana, farmakovigilans merupakan aktivitas yang dilakukan untuk
mencegah efek samping obat (ESO) terhadap pasien. Tim QA pada
farmakovigilans terdiri dari Co-Farmakovigilans, tim penerima laporan kejadian
tidak diinginkan, tim studi informasi, dan tim pendataan. Tim bertugas melapor
kepada BPOM setiap 2 minggu ketika terdapat informasi baru dengan
menyertakan formulir informasi keselamatan farmakovigilans, formulir laporan
kejadian tidak diinginkan non serius, formulir periodic safety update record, dan
formulir investigasi farmakovigilans tergantung pada kejadian yang dihadapi
industri farmasi.

3.6.4 Kalibrasi
Kalibrasi adalah proses menentukan keakuratan pembacaan dari sebuah alat.
Kalibrasi melibatkan pembacaan dari instrumen yang ada kemudian dihitung nilai
variasinya dibandingkan dengan standar. Nilai tingkat akurasi standar atau
kalibrator yang digunakan minimal tiga kali dari tingkat akurasi alat yang
dikalibrasi. Frekuensi kalibrasi dimulai dari 12 bulan kemudian dilanjutkan pada
waktu yang bergantung dari hasil kalibrasi alat masing-masing selama minimal 3-
5 data. Hasil kalibrasi kemudian dicetak dalam bentuk sertifikat kalibrasi.

58
3.6.5 Validasi
Validasi didefinisikan sebagai tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau
mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan. Jenis-jenis validasi adalah sebagai berikut:
1. Validasi proses, untuk memastikan proses yang dilakukan dalam batas
parameter yang ditetapkan dapat efektif dan memberi hasil yang dapat
terulang. Pendekatan validasi proses dapat berupa pendekatan validasi proses
tradisional dan pendekatan verifikasi proses kontinu.
2. Validasi pembersihan, untuk mengeluarkan dokumen resmi terkait
pembuktian efektivitas prosedur pembersihan yang dilakukan. Parameter
validasi pembersihan adalah campaign, dirty hold time, suhu, aliran, dan
CIP/COP.
3. Validasi metode analisis, yang termasuk ruang lingkup quality control.

3.6.6 Complaint Handling


QA bertanggung jawab penuh terhadap sesuatu yang salah terhadap produk
yang dilihat dari ketidakpuasan konsumen terhadap produk ataupun terhadap
perusahaan. Terdapat tiga tipe complaint, yaitu quality complaint (kondisi fisik,
kimia, biologi dari produk), adverse reaction complaint (reaksi alergi), dan other
medically related complaint (misalnya obat tidak manjur). Setelah terjadi
complaint, QA melakukan corrective action and preventive action (CAPA) dan
memberikan feedback kepada konsumen dengan surat permintaan maaf,
penggantian produk, maupun recall.

3.7 Research and Development (R&D)


Materi Research and Development disampaikan pada Minggu, 15 Agustus
2021 oleh Ibu apt. Cindy Oktoria Putri, S.Farm yang menjabat sebagai head of
quality PT. Mahakam Beta Farma. Materi yang beliau sampaikan adalah sebagai
berikut.

3.7.1 Struktur dan Tugas R&D


Sesuai namanya, departemen Research and Development memiliki tugas
dalam hal pengembangan produk baru (quality by design, peningkatan lab scale

59
menuju pilot scale, validasi proses dalam pilot scale); pengembangan produk
yang telah ada (diversifikasi, reformulasi, compliance dossier); registrasi produk
(pemenuhan commitment, protokol dan laporan uji stabilitas, dossier submit); dan
technology transfer. Departemen ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Formulation, termasuk pengembangan formula produk baru maupun produk
yang telah ada;
2. Analytical, meliputi analytical development (pengembangan metode analisis)
dan analytical compliance (verifikasi dan validasi);
3. Registration, mengumpulkan dokumen untuk disubmit kepada BPOM;
4. Packaging, memastikan stabilitas produk dalam kemasan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

3.7.2 Quality by Design (QbD)


Paradigma kualitas telah berkembang dari paradigma lama yang menyatakan
bahwa jaminan kualitas diperoleh dari pengujian dan ketatnya protokol proses
produksi (quality by testing) menuju paradigma baru yang membangun semua
tahapan proses dengan desain yang terencana dan terstruktur (quality by design).
Konsep quality by design atau biasa disingkat dengan QbD ini dipilih karena
penelitian produk dapat lebih efisien, efisiensi proses manufacturing meningkat
sehingga jaminan kualitas produk ikut meningkat pula. QbD merujuk kepada ICH
Q8 Pharmaceutical Development, ICH Q9 Quality Risk Management, ICH Q10
Pharmaceutical Quality System, dan ICH Q11 Development and Manufacture of
Drug Substances. Beberapa tools untuk QbD adalah:
1. Design of Experiment (DOE)
̶ Pendekatan berbasis statistik untuk melakukan optimasi suatu eksperimen
̶ Metodologi untuk prediksi sistem kompleks dan proses multi variabel dengan
sesedikit mungkin uji/trial
2. Risk Assessment
̶ Identifikasi tingkat risiko
̶ Membuat skala prioritas sehingga resource penelitian difokuskan pada
parameter kritis
̶ Dokumentasi proses pengambilan keputusan dalam pengembangan
3. Process Analytical Technology (PAT)

60
̶ Serangkaian teknologi yang terdiri dari alat pengujian, pengumpulan data,
analisa data yang dilakukan secara simultan selama proses berlangsung
̶ Mampu memberikan jaminan kualitas yang lebih baik
Quality by Design terdiri dari beberapa tahap dengan urutan sebagai berikut:
1. Penetapan Quality Target Product Profile (QTPP)
Dasar penetapan QTPP adalah reference listed drug/profil produk inovator
regulasi yang berlaku (USP, BP, JP, CP, FI dan lain-lain). QTPP dapat mengalami
perubahan seiring dengan bertambahnya pengetahuan yang diperoleh selama
pengujian stabilitas.
2. Penetapan Rancangan Formula dan Proses
Rancangan formula dan proses ditetapkan berdasarkan hasil studi literatur,
hasil pre-eliminary study, industri/previous experience, ketersediaan mesin dan
fasilitas. Jika produk yang sedang dikembangkan merupakan produk dengan
proses dan formula yang baru, pre-eliminary study sangat diperlukan.
3. Penetapan Critical Quality Attribute (CQA)
Critical Quality Attribute (CQA) adalah karakteristik fisika, kimia dan
mikrobiologi yang harus berada dalam batas, rentang atau distribusi yang sesuai
untuk menjamin kualitas produk. Tujuan Penetapan CQA adalah untuk
mengarahkan desain dan resource penelitian pada hal yang kritis dan untuk
memahami hubungan material dan proses terhadap parameter kritis produk. Pada
tahap ini juga ditetapkan critical process parameter (CPP) dan critical material
attribute (CMA). CPP dan CMA utamanya didasarkan pada analisa risiko
detectability dan probability terhadap CQA.
4. Pengembangan Formula dan Proses
Pengembangan dilakukan berdasarkan pemahaman (science based), risiko
(risk based) dan knowledge management. Penelitian didesain dengan lebih
sistematis dan harus menggunakan desain statistika. Pada tahap ini diperlukan
personil yang tidak hanya memiliki pemahaman teori dan teknis kefarmasian,
tetapi juga pemahaman penelitian berbasis statistika termasuk interpretasi dan
evaluasi statistika. Sistem lain seperti six sigma (define, measure, analyze, design,
verify) dan lean manufacturing juga dapat diterapkan.
5. Penentuan Design Space

61
Design space merupakan kombinasi dan interaksi multidimensional variabel
input (material) dan Parameter proses yang mempengaruhi kualitas produk.
Design space ditentukan dari hasil dari serangkain proses risk assessment dan
penelitian terstruktur.
6. Penetapan Control Strategy
Control strategy adalah serangkaian kontrol yang diperoleh dan ditetapkan
dari pemahaman proses dan produk untuk menjamin kualitas produk. Jenis
kontrol disesuaikan dengan pemahaman terhadap proses, risk assessment, dan
resource yang tersedia (alat dan kemampuan personil).
7. Continual Improvement
Tahapan ini merupakan tahapan yang sebelumnya tidak terdapat pada
paradigma quality by testing. Continual improvement mencakup preventive action
dan perubahan untuk perbaikan kualitas.
3.7.3 Product Development
Product development atau pengembangan produk dilakukan dengan tujuan
untuk mendesain kualitas dari produk dan manufacturing process secara konsisten
untuk menginkatkan performa dari produk. Informasi dan pengetahuan yang
didapat dari pembelajaran pada pharmaceutical development dan pengalaman
produksi sebelumnya diperlukan untuk menetapkan design space, specification,
dan manufacturing controls. Selain itu, informasi tersebut juga dapat digunakan
sebagai dasar penetapan Quality Risk Management. Pharmaceutical development
dalam suatu Industri Farmasi harus memiliki setidaknya 5 elemen, yaitu
penetapan QTPP (Quality Target Product Profile) yang berpengaruh terhadap
quality, safety, dan efficacy; identifikasi CQA (Critical Quality Attribute) dari
produk; penetapan CQA dari komponen obat dan eksipien serta pemilihan dan
jumlah eksipien untuk mengantarkan obat sesuai dengan kualitas; pemilihan
proses produksi yang sesuai; dan penetapan control strategy.

3.7.4 Pendaftaran Produk Baru


Registrasi obat produksi dalam negeri dilakukan oleh pendaftar dengan
menyerahkan dokumen registrasi. Obat yang diregistrasi berupa obat produksi
dalam negeri atau obat Impor. Pendaftar harus memenuhi persyaratan memiliki
izin Industri Farmasi dan memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai

62
dengan jenis dan bentuk sediaan yang diregistrasi, kecuali calon Industri Farmasi
yang sedang melakukan pembangunan atau menambah fasilitas untuk bentuk
sediaan baru atau melakukan perluasan fasilitas produksi. Izin edar akan
diterbitkan setelah pendaftar memenuhi persyaratan.

Pendaftar yang memiliki Obat Generik Bermerek dengan zat aktif yang sama,
obat generik yang diregistrasi harus dibuat dengan formula, sumber bahan baku,
spesifikasi obat, mutu, spesifikasi kemasan, proses produksi, dan menggunakan
fasilitas produksi yang sama. Spesifikasi meliputi ukuran, bentuk, warna, aroma,
dan rasa. Label mencantumkan informasi harga eceran tertinggi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan logo generik berwarna hijau.
Dokumen Registrasi terdiri atas:
1. Bagian I: dokumen administratif, informasi produk dan label;
2. Bagian II: dokumen mutu;
3. Bagian III: dokumen non klinik;

4. Bagian IV: dokumen klinik.


Keseluruhan dokumen disusun sesuai dengan format ASEAN Common
Technical Dossier (ACTD). Sedangkan Dokumen Informasi Produk terdiri atas
ringkasan karakteristik produk/brosur dan informasi produk untuk pasien.
Informasi produk untuk pasien untuk golongan obat tanpa resep dokter harus
disertakan pada kemasan terkecil, dapat berupa catch cover/amplop, blister, atau
brosur yang melekat kuat pada kemasan terkecil, yang terbaca selama penggunaan
obat.
Hasil Pra Registrasi (HPR) terbit maksimal 40 hari dan berlaku 1 tahun sejak
tanggal diterbitkan. Jika ada tambahan data, permintaan tambahan data
disampaikan secara tertulis kepada pendaftar dan pendaftar menyampaikan
tambahan data yang diminta paling lama 20 hari terhitung sejak tanggal surat
permintaan tambahan data. Sebelum diterbitkan persetujuan dapat diterbitkan
surat pemberitahuan persetujuan (approvable letter). Jika AL telah terbit,
pendaftar dapat melakukan pembuatan obat skala komersial atau melaksanakan
pemasukan obat impor. Izin edar dan persetujuan khusus ekspor yang terbit
setelah AL berlaku maksimal 5 tahun selama memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.

63
3.7.5 Stability Testing
Pengujian stabilitas mengacu pada ICH Q1A Stability Testing of New Drug
Substances and Products, Q1B Stability Testing: Photo Stability Testing of New
Drug Substance and Products, Q1C Stability Testing for New Dosage Forms,
Q1D Bracketing and Matrixing Designs for Stability Testing of Drug Substances
and Products, dan Q1E Evaluation of Stability Data, yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya. Uji stabilitas juga dapat berbeda-beda pada setiap negara,
tergantung pada konsep zona sebagai berikut:

Temperatur
Zona Kelembaban (%)
(°C) Contoh negara
Zona I Negara-negara di
21 45
(Moderate) Eropa
Zona II
Argentina, Jepang,
(Mediterranean 25 60
Mesir, Australia
)
Zona III
30 35 Brazil, India,
(Hot/dry)
Nigeria, Papua
Zona IV (Very
30 70 Nugini
hot/moist)

Indonesia dan negara-negara ASEAN termasuk ke dalam zona IVb


(30°C/75% RH). Oleh karena itu, pengujian stabilitas produk obat di Indonesia
lebih diutamakan untuk sesuai dengan pedoman yang diterbitkan oleh ASEAN.

3.8 Pengenalan Vaksin dan Sistem Jaminan Halal

3.8.1 Vaksin

Vaksin ialah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme


yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya,
atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein
rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
tertentu. Vaksin pertama kali ditemukan oleh E Jenner, seorang dokter dari inggris
pada tahun 1796 untuk menangani cacar sapi. Pada tahun 1900, dikenal ada dua

64
jenis vaksin virus untuk manusia yaitu vaksin cacar dan vaksin anti rabies, dan
tiga vaksin dari bakteri untuk mencegah typhoid, kolera dan pes.

Komponen-komponen bahan yang terdapat dalam satu vaksin adalah:

Bahan Aktif Bahan Eksipien


Virus :Line attenuated Adjuvan
Bakteri : Inactived Pengawet
Bakteri : Toksoid Buffer
Polisakarida Antibiotik
DNA Rekombinan Dilient
Surfaktan
Stabilizer

Berikut adalah proses dalam produksi vaksin :

1. Persiapan Bibit Vaksin


2. Kultivikasi
3. Panen
4. Inaktivasi
5. Pemurnian
6. Formulasi
7. Filling dan Packaging
8. Produk akhir (berupa vaksin)

3.8.2 Sistem Jaminan Halal

Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah sistem manajemen terintegrasi yang


disusun, diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi,
produk, sumber daya manusia dan prosedur dalam rangka menjaga
kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan persyaratan LPPOM MUI.
Kriteria SJH adalah kalimat yang menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi
perusahaan dalam rangka menerapkan SJH sehingga dihasilkan produk halal
secara konsisten.

Adapun kriteria sistem jaminan halal yaitu antara lain : kebijakan halal,
tim manajemen halal, pelatihan, bahan, produk, fasilitas produksi, prosedur
tertulis untuk aktivitas kritis, kemampuan telusur, penanganan produk yang tidak

65
memenuhi kriteria, audit internal, dan kaji ulang manajemen. Sertifikasi halal
mempunyai tujuan untuk memastikan tidak terjadi pemalsuan produk halal
dengan produk haram, tidak terjadi percampuran bahan haram dalam produk
halal, dan tidak terjadi kontaminasi bahan haram ke dalam produk halal.

Prinsip dasar sertifikasi hahal adalah mengetahui dengan pasti bahwa


produk diproduksi secara baik dengan menggunakan bahan yang benar,
memastikan tidak terjadi pemalsuan atau pencampuran produk dengan produk
haram, menjamin produk selama masa berlaku. Langkah-langkah dalam proses
sertifikasi halal yaitu : pelaku usaha melakukan pendaftaran produk ke BPJPH,
BPJPH menunjuk LPH untuk melakukan audit dalam 5 hari, hasil audit dikirim ke
BPJPH untuk meminta fatwa halal, jika halal maka sertifikat akan dikeluarkan
dalam waktu paling lambat 7 hari.

Dokumen yang perlu disiapkan saat audit :

 Diagram alir proses, spesifikasi, sertifikat hasil analisis bahan baku, bahan
penolong dan bahan pembantu serta pernyataan pork free facilities yang
dikeluarkan dari produsen
 Diagram alir proses harus lengkap menjelaskan setiap tahap proses
produksi dan bahan‐bahan yang digunakan serta dilengkapi dengan
sertifikat halal dari masing‐masing bahan.
 Spesifikasi dan Sertifikat hasil analisis bahan atau produk olahan harus
jelas tidak mengandung bahan haram.

Bahan bahan yang tidak perlu dilengkapi sertifikasi halal yaitu :

 Bahan yang sudah bersertifikat halal dari MUI atau lembaga lan yang
diakui (dapat dilihat dari kemasan atau brosurnya).
 Bahan kimia senyawa anorganik murni
 Bahan nabati segar
 Bahan nabati yang telah dikeringkan atau telah dihaluskan
 Bahan mineral murni 134
 Susu, telur dan madu segar
 Hewan air (segar maupun beku

66
 Bahan-bahan yang terdapat dalam daftar bahan halal (list negatif
haram) yang dikeluarkan MUI

3.9 Industry Tour


3.9.1 PT Agaricus Sido Makmur Sentosa (ASIMAS)

Materi pertama pada hari Sabtu, 24 Juli 2021 disampaikan oleh Ibu Apt. Siti
Ulfiyah selaku Kepala Seksi Pemastian Mutu (Quality Assurance) di PT Agaricus
Sido Makmur Sentosa (ASIMAS). Materi yang disampaikan oleh Ibu Ulfiyah
adalah mengenai CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Sebelum
penyampaian materi, Ibu Ulfiyah terlebih dahulu memaparkan secara singkat
mengenai profil dari PT Agaricus Sido Makmur Sentosa (ASIMAS).
PT Agaricus Sido Makmur Sentosa (ASIMAS) merupakan perusahaan
pabrikan (manufacturing) yang telah mendapatkan izin dari Kementerian
Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menghasilkan
produk pada bidang makanan (food), obatan tradisional (herbal), dan kosmetika.
Mutu dan kualitas produk dari PT ASIMAS dapat dibuktikan berdasarkan
berbagai sertifikasi yang telah dimiliki oleh perusahaan ini, diantaranya adalah
ISO 9001 : 2008, GMP, CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik),
Standard Kaidah CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik), HACCP (Food
Safety), dan Sistem Jaminan Halal (SJH) MUI. Beragam produk yang dihasilkan
oleh PT ASIMAS banyak berasal dari bahan jamur dewa. Contoh bentuk sediaan
solid produk PT ASIMAS berupa kaplet adalah Jovens, El Skin EWP, dan Power
Zip. Sementara contoh bentuk sediaan liquid produk PT ASIMAS adalah Agaric
Herbal Drink.
Setiap produk PT ASIMAS diuji secara berkala untuk menjamin mutu dan
kualitasnya. Sarana dan prasarana yang digunakan di industri ini sudah berbasis
teknologi otomatis sehingga kualitas dan higienitasnya terjamin. Berbagai proses
produksi pada PT ASIMAS meliputi pembuatan fine powder dan granul dengan

67
tingkat homogenitas tinggi, pembuatan tablet dengan bentuk yang disesuaikan
(bintang, bulan, segitiga, dsb), pembuatan teabag sekali pakai yang praktis dan
higienis, ekstraksi dan destilasi bahan tanaman, filling botol dengan kecepatan alat
yang sesuai.
PT ASIMAS juga membuka beragam layanan jasa, diantaranya adalah
Jasa Riset Produksi, Jasa maklon produksi berbagai macam bentuk sediaan untuk
produk herbal dan kosmetik, seperti : Pembuatan Ekstrak, Pembuatan Teabag,
Pembuatan Kaplet dan Tablet, Jasa Filling Kapsul, Jasa Pengemasan Sachet,
Minuman Serbuk Instan, Pembuatan Kosmetik (Sabun, Lotion, Shampoo, dll),
Riset Formulasi, Kemitraan dan Perijinan Produk. Jasa Riset merupakan
pelayanan pemelitian produk sesuai keinginan dan kebutuhan pasar dengan
landasan pembuktian ilmiah dan standard sesuai dengan BPOM. Jasa Riset yang
ditawarkan berupa jasa Riset Formula (Pembuatan formula produk herbal dan
kosmetik), Riset Produk (Pembuatan produk herbal dan kosmetik), dan Riset
Kemasan (Pembuatan alternatif kemasan produk). Jasa Pembuatan Teabag
merupakan pelayanan pembuatan produk Teh Herbal atau Teh Kesehatan sesuai
dengan formula dan Merk tertentu industri lain dengan spesifikasi bobot, ukuran,
tag, dan kemasan yang dapat disesuaikan dengan pesanan. Jasa Filling Kapsul
merupakan pelayanan pembuatan produk herbal atau suplemen kesehatan dalam
bentuk kapsul dengan standar produksi yang lengkap dan higienis.
3.9.2 PT. Beiersdorf
Beiersdorf untuk pembuatan plester berlapis, tertanggal 28 Maret 1882,
dianggap sebagai tanggal pendirian perusahaan. Lifschütz menemukan pengemulsi
Eucerit= ("lilin yang indah"), bahan dasar Nivea Creme akhirnya ada di sana dan
mereka mulai menjual krim perawatan kulit pada Desember 1911. Salah satu
prestasi perusahaan ini adalah pengembangan emulsi air dalam minyak yang
stabil, eucerit, yang merupakan basis untuk nivea creme. Dan nivea creme
membawa PT. Beiersdorf ke zaman perawatan kulit modern." Kemajuan saat ini
bisa menciptakan krim kulit, body lotion, spf sunscreen, aftershave bebas alkohol,
semprotan aksi pompa, perawatan kulit untuk kulit matang, produk anti penuaan
dengan q10 - semua ini dan lebih banyak diluncurkan oleh Beiersdorf.

68
Organogram Beiersdorf

Didirikan pada tahun 1911, apoteker dan pebisnis visioner Dr. Oscar
Troplowitz menyadari potensi dalam Eucerit, sebuah pengemulsi yang
dikembangkan oleh ahli kimia, Dr. Isaac Lifschütz. Eucerit memungkinkan untuk
menyatukan air dan minyak menjadi sebuah krim stabil, dan pada awalnya
dimaksudkan untuk penggunaan dalam bidang medis. Campuran emulsi air-
dalam-minyak akan menjadi dasar yang sempurna untuk sebuah krim kosmetik
kulit. Mengenai nama, Dr. Troplowitz terinspirasi oleh warna putih salju,
sehingga didapatlah nama Nivea; nix (salju) dan nivis (dari salju). Setelah
melakukan beragam riset, akhirnya pada bulan Desember 1911, Nivea
diluncurkan. Dari awal, tujuan Dr. Troplowitz adalah untuk mengembangkan
produk berkualitas tinggi yang terjangkau untuk semua orang. Dengan rangkaian
luas produk Nivea, yang menyediakan perawatan ahli untuk bermacam jenis kulit,
visi Dr. Troplowitz telah hidup dan akan terus berlanjut selama selama 100 tahun
kedepan.
Nivea merupakan produk yang memfokuskan kepada kesehatan kulit, dan
menampilkan wanita sebagai simbol yang harus menjaga kesehatan dan perawatan
kulit, mulai dari kulit wajah hingga kulit tubuh. Namun seiring dengan
perkembangan kultur, ternyata di dalam merawat kesehatan kulit tak hanya untuk
kaum wanita, tetapi kaum pria pun mulai memperhatikan penampilan dan
kesehatan kulit.
 Visi dan Misi PT Beiersdorf
Visi dan Misi dari PT Beiersdorf merupakan salah satu wujud ketekunan dan
pembuktian dari tujuan perusahaan yang dijadikan dasar pijakan, tuntunan dan

69
pegangan seluruh karyawan. Adapun visi dan misi PT Beiersdorf adalah sebagai
berikut:
1. Visi
Visi dari PT Beiersdorf yaitu “Menjadi perusahaan jasa distribusi dan
logistik yang terintegrasi di bidang kesehatan dan kecantikan melalui
penyediaan layanan yang prima, sumber daya manusia yang kompeten, dan
penggunaan teknologi.”
2. Misi
Adapun misi dari PT Beiersdorf yaitu “Berkontribusi di dalam meningkatkan
kualitas kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.”
 Logo Perusahaan
Setiap perusahaan pastinya mempunyai sebuah nama atau logo pada
perusahaanya. Logo digunakan sebagai tanda pengenal dan sering juga logo
digunakan untuk produk yang dihasilkan. Seperti halnya produk nivea yang
dihasilkan oleh PT Beiersdorf, PT tersebut menggunakan logo dengan nama
perusahaannya, yakni beiersdorf dan menggunakan logo beiersdorf pada seragam
pegawainya.

Makna logo di atas yaitu menggunakan dua warna dasar, yakni biru dan putih,
dengan pencitraan grafis huruf dan warna. Putih melambangkan kebebasan dan
keterbukaan, biru mencitrakan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
3.9.3 PT. Organon Pharma Indonesia

PT. Organon Pharma Indonesia Tbk. merupakan salah satu industri di


Indonesia yang bergerak di bidang farmasi. Perusahaan ini mulanya bernama PT.
Merck Sharp Dohme Pharma Tbk. (SCPI) dan baru saja berganti nama pada 15
Februari 2021. Perusahaan ini didirikan dengan nama PT Essex Indonesia pada 07
Maret 1972 dan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Januari 1975.

70
Fokus riset PT. Organon Pharma Indonesia adalah pada pengobatan hepatitis B,
diabetes, onkologi, serta vaksin. Beberapa produk obat dari perusahaan ini antara
lain Celestamine (Betamethasone, Dexchlorphenamine maleate) Sirup, Diprosone
OV Cream, dan Fludilat Tablet.

Gambar 3. Proses Produksi PT. Organon Pharma Indonesia Tbk.


3.9.4 PT. Phapros

PT Phapros, Tbk adalah perusahaan farmasi yang merupakan anak


perusahaan PT Kimia Farma Tbk. PT. yang didirikan pada 21 Juni 1954 ini
semula merupakan bagian dari pengembangan usaha Oei Tiong Ham Corcern
dengan nama NV Pharmaceutical Processing Industries sejak awal menumbuhkan
budaya perusahaan yang berbasis pada profesionalisme dan berorientasi pada
kualitas. Saat ini, perusahaan telah memproduksi lebih dari 250 macam obat,
sebagian besar diantaranya adalah hasil pengembangan sendiri (non-lisensi) yang
diklasifikasi dalam kelompok produk etikal, generic, OTC, dan Agromed.
Selain itu, perusahaan mulai memperluas lingkup bisnisnya pada sektor non
obat berupa alat kesehatan non elektromedik yang telah memperoleh izin
pendistribusiannya dari Kementerian Kesehatan RI.

71
3.9.5 PT. Balatif

Enam dasawarsa lalu, tepatnya pada tahun 1950 cikal bakal PT Balatif
(selanjutnya disebut Balatif) dimulai. Proses panjang pendirian PT Balatif berawal
di Malang, Jawa Timur dari usaha rumah tangga yang bergerak di bidang
produksi dan penjualan obat-obatan. Seiring berjalannya waktu dan
perkembangan dunia usaha, Balatif mulai memperluas lini produksinya dengan
menghasilkan produk farmasi dan suplemen.

Balatif terbagi dalam dua divisi, yaitu Divisi Farmasi dan Divisi Herbal.
Fasilitas produksi Balatif menargetkan efisiensi biaya operasi yang maksimum,
dengan tetap mempertahankan standar tertinggi di bidang kualitas dan
keselamatan kerja. Komitmen Balatif untuk mencapai standar tertinggi di seluruh
aspek operasi tercermin melalui sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) dan ISO 9001:2008. Komitmen ini akan terus dijaga, dalam melanjutkan
perjalanan panjang membangun kesehatan masyarakat.

Balatif menetapkan kualitas sebagai prioritas utama. Untuk mencapai tingkat


kualitas tertinggi, Balatif menerapkan standar baku kontrol kualitas di setiap
proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku hingga pengiriman akhir
produk jadi. Setiap pekerja bertanggungjawab penuh untuk penerapan standar
kualitas di bidang masing-masing. Namun, secara khusus, tanggung jawab ini
dilakukan oleh Divisi Quality Assurance (QA)

3.9.6 PT. Boehringer Indonesia

72
Bapak apt. Alfan Syahrir M.Sc yang telah memberikan materi kepada
penulis untuk melakukan PKLI dengan metode dalam jaringan(Daring). Pak alfan
sebagai Production Manager di PT Boehringer Indonesia. PT Boehringer
indonesia ini terletak di Jl. Jend. Sudirman Kav.48 A,Jakarta ,Indonesia. PT.
Boehringer Ingelheim memiliki struktur organisasi yang terdiri dari Kepala
Produksi, Kepala Pengawasan Mutu ,dan Kepala Pemastian Mutu yang harus
independen satu terhadap yang lainnya. Bangunan yang dimiliki di PT.
Boehringer Indonesia harus memperhatikan factor lingkungan sekitar yang dapat
mempengaruhi kualitas suatu produk .Faktor lingkungan ini ,seperti temperatur,
kebersihan udara, aliran udara, kelembaban, dan tekanan udara di ruangan.
Kontruksi bangunan harus mudah dibersihkan. Ruangan yang digunakan untuk
pengemasan harus memiliki tempat yang strategis dan untuk penyimpanan
barang /gudang harus diperhatikan terkait kapasitasnya.

Sarana penunjang khusus di PT Boehringer indonesia ini terdiri dari


Sistem Tata Udara dan purified water .Sistem tata udara ini mengatur suhu
diruangan sesuai dengan iklim pada masing-masing negara. Sistem pendinginan
dan pemanasan menggunakan hot water dan chilled water atau Sistem
pendinginan dan pemanasan menggunakan heater dan compressor Freon Purified
Water (Air Murni) adalah air yang memenuhi spesifikasi standard Farmakope
yang digunakan untuk proses produksi obat, baik bahan obat ataupun pencucian
peralatan. Oleh karena itu sistem air murni adalah sistem yang kritikal dan
memerlukan penanganan yang seksama sesuai dengan ketentuan CPOB terkini.
PT. Boehringer Ingelheim dari poin personalia, bangunan-fasilitas serta sarana
penunjang khusus yang terdiri dari Sistem Tata Udara dan purified water
semuanya telah sesuai dengan aspek atau ketentuan-ketentuan pada CPOB 2018.

3.9.7 PT. Mahakam Beta Farma

73
PT. Mahakam Beta Farma adalah usaha pertama Mahakam Group di
industri farmasi, yang menghasilkan produk farmasi yang terjangkau dengan
standar kualitas internasional. Pada tahun 1980, Mahakam Beta Farma diberikan
lisensi oleh Mundipharma AG, Swiss untuk memproduksi antiseptik,
BETADINE.
BETADINE mengandung Povidone iodine dan merupakan antiseptik
unggul yang diterima secara luas. Respon positif pasar mendorong PT. Mahakam
Beta Farma untuk meningkatkan kapasitas produksi dan pindah ke fasilitas baru di
Kompleks Industri Pulo Gadung. Berkomitmen untuk menghasilkan produk
berkualitas tinggi dengan harga terjangkau, kami terus meningkatkan lini produk
kami dan meningkatkan proses kami untuk meningkatkan produktivitas.
Pada tahun 2013, PT. Mahakam Beta Farma berencana untuk memperluas
lokasi produksi 3 kali lebih besar dari yang kami miliki saat ini untuk memenuhi
permintaan pelanggan akan produk. Pada tahun 2013, PT Mahakam Beta Farma
juga meluncurkan produk biologi dari Labiofam-Cuba, Bactivec, untuk
memerangi vektor penyakit demam berdarah. Kedepannya diharapkan lebih
banyak lagi produk biologi dari Labiofam-Cuba yang dipasarkan di Indonesia
oleh Mahakam Beta Farma.
3.9.8 PT. Bio Farma

PT. Bio Farma didirikan pada 6 Agustus 1890 dengan nama “Parc-
vaccinogene” (Lembaga Pengembangan Vaksin Negara) oleh pemerintah kolonial
Hinda Belanda. Perusahaan ini telah beberapa kali berganti nama hingga akhirnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1997, nama perusahaan berubah
menjadi PT. Bio Farma (Persero) dengan kepemilikan saham 100% milik
pemerintah. PT. Bio Farma merupakan satu-satunya produsen vaksin dan antisera
terbesar di Asia Tenggara. Industri farmasi ini telah memperoleh banyak
sertifikat, yaitu sertifikat oleh WHO, akreditasi ISO 9001, akreditasi ISO 17025,
sertifikat CPOB, Quality Management System ISO 19001, Environmental

74
Management System, Occupational, Health and Safety Management System
(OHSAS) 18001, sertifikat Laboratory Accreditation dari WHO Regional
Southeast Asia, sertifikat Vaccine Vial Monitor (VVM), serta Bill & Melinda
Gates Foundation Certificate of Appreciation. Produk-produk kesehatan yang
telah diproduksi oleh PT. Bio Farma adalah sebagai berikut:

Sebagai industri vaksin yang yang telah berdiri lebih dari 130 tahun,
laboratorium mikrobiologi industri Bio Farma mendukung sistem manajemen
keamanan dan mutu pangan melalui pengujian mikrobiologi untuk industri,
pangan, farmasi, kosmetik dan lain-lain. Berpengalaman selama lebih dari dua
dekade, laboratorium ini telah mendukung Bio Farma dalam mengontrol kualitas
produk vaksin internasional, dan membantu berbagai industri makanan, kosmetik,
dan lainnya dalam kontrol kualitas produk barang konsumsi. Fasilitas
laboratorium yang handal dan terkini tentu didukung oleh tenaga berpengalaman
di bidang mikrobiologi yang secara berkala mengikuti International Laboratory
Proficiency Testing Program.
3.9.9 PT. Otsuka Indonesia

75
PT. Otsuka Indonesia didirikan pada tahun 1974 sebagai perusahaan patungan
di bidang industri farmasi dengan Otsuka Pharmaceutical Co., Ltd., Jepang.
Pabrik PT Otsuka Indonesia memproduksi dan memasarkan 4 (empat) kelompok
produk, yaitu : produk obat-obat etikal, produk nutrisi klinis dan cairan infus,
produk alat-alat kesehatan, produk IV set.
Awal berdiri, PT Otsuka Indonesia mengimpor semua produk-produk
tersebut dari Jepang. Namun, untuk memenuhi kebijakan pemerintah Indonesia
mengenai pentingnya memproduksi produk obat-obatan secara lokal di dalam
negeri, akhirnya PT. Otsuka Indonesia memutuskan untuk memulai keseluruhan
produksinya secara lokal di Indonesia.

76
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Praktek Kerja Lapangan Integratif yang telah
dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Mahasiswa memperoleh wawasan terkait dunia kerja dalam sektor
perindustrian.
2. Mahasiswa dapat mempelajari tanggung jawab, kedisiplinan, dan ketelitian
dalam menyelesaikan pekerjaan
3. Mahasiswa mendapatkan pengalaman dan pengarahan dari preseptor-
preseptor yang berasal dari industri-industri besar di Indonesia

4.2 Saran
Saran untuk kegiatan Praktek Kerja Lapangan Integratif yang telah dilakukan
ialah sebaiknya mahasiswa memperhatikan kegiatan yang telah dijadwalkan
dengan baik, mengingat kurangnya praktek untuk mahasiswa yang dapat
menunjang skill dalam bidang non-akademik.

77
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press.


BPOM. 2013. Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi. Jakarta: BPOM.
BPOM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.
BPOM. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.
BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 Tahun 2011 Tentang
Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi. Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2017. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat. Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. 2018. Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI.
Czochor, J dan Turchick, A. 2014. Introduction. Yale J Biol Med. Vol 87, No. 4.
Departemen Kesehatan RI. 1994. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat
Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2021. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Sertifikasi Cara Pembuatan Obat
Tradisional Yang Baik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Diana, Ilfi Nur. 2008. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang: UIN Malang Press.
ICH. 1996. ICH Harmonised Tripartite Guideline Stability Testing: Photostability
Testing of New Drug Substances and Products Q1B.
ICH. 1996. ICH Harmonised Tripartite Guideline Stability Testing for New
Dosage Forms: Annex to The ICH Harmonised Tripartite Guideline on
Stability Testing for New Drugs and Products Q1C.
ICH. 2003. ICH Harmonised Tripartite Guideline Stability Testing of New Drug
Substances and Products Q1A (R2).
ICH. 2009. ICH Harmonised Tripartite Guideline Pharmaceutical Development
Q8 (R2).
Ma’ruf Amin. 2010. Fatwa Produk Halal Melindungi dan Menentramkan.
Jakarta: Pustaka Jurnal Halal.
Mockler. 1972. The Management Control Process. New Jersey: Prentice Hall.
Pike.
Mort, Molly dkk. 2013. Vaccine Safety Basics Learning Manual. Switzerland:
WHO Press

78
Okafor, Nduka. 2007. Modern Industrial Microbiology and Bitechnology. USA:
Edenbridge Ltd.
Plotkin, Stanley A. 2013. Vaccine Fact Book. Pennsylvania: University of
Pennsylvania.
Putra, I Ketut Gede Darma. 2009. Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi. Bali

Rivai, Veithzal, Andi Buchari. 2009. Islamic Economics Ekonomi Syari’ah


bukan OPSI, tetapi Solusi!. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukorini dkk. 2010. Pemantapan Mutu Internal Laboratorium. Yogyakarta: Alfa
Medika.
Syamsuni, H. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.
Wiley, John dan Sons. 2003. Biopharmaceuticals Biochemistry and
Biotechnology.

79
Lampiran 1. Jadwal PKLI Daring
No. Hari, Tanggal Materi Sub-materi Pemateri
1 Sabtu, 17 Juli 2021 Pembekalan Pembekalan PKLI Tim PKLI
08.30 – 11.30 Daring Daring
2 Sabtu, 24 Juli 2021 Obat  CPOTB apt. Siti Ulfiyah,
08.30 – 11.30 Tradisional  Persyaratan keamanan S.Farm
dan mutu OT
 Klaim khasiat,
monitoring ES,
periklanan, dan
stabilitas
3 Minggu, 25 Juli Kosmetik  CPKB apt. Arief Budi
2021  Uji pada kosmetik (in Prasetyo,
08.30 – 11.30 vivo dan in vitro) S.Farm
 Cemaran, monitoring
ES, klaim dan
periklanan
4 Sabtu, 31 Juli 2021 Pengemasan  Pengembangan bahan apt. Endra
08.30 – 11.30 kemas Atmaja, S.Farm
 Proses pengemasan
produk steril dan non
steril
 Serialisasi 2D
barcode
5 Minggu, 1 Agustus Labtour - apt. Wisang Seta
2021 Kimia Geni, S.Far
08.30 – 11.30
6 Sabtu, 7 Agustus Quality  Pengujian material, apt. Dewi Arum
2021 Control IPC produk sediaan Sekti, S.Farm
08.30 – 11.30 steril dan non steril
 Pemantauan
lingkungan
 Cara menentukan
waktu kadaluarsa,

80
sampel pertinggal, dll
7 Minggu, 8 Agustus Quality  Struktur organisasi apt. Rangga
2021 Assurance dan tugas QA Andhika W.,
08.30 – 11.30  Farmakovigilans S.Farm
 Kegiatan validasi dan
kalibrasi
 Complaint handling
 Audit inspeksi diri
8 Sabtu, 14 Agustus Produksi Non  Struktur organisasi apt. Alfan
2021 Steril dan  Bangunan Syahrir, M.Sc
08.30 – 11.30 Sarana  Air untuk produksi
Penunjang  HVAC
Kritis
 Alur produksi sediaan
non steril
 Peralatan
9 Minggu, 15 Research &  Struktur dan tugas apt. Cindy
Agustus 2021 Development R&D Oktoria Putri,
08.30 – 11.30  QbD S.Farm
 Pengembangan
produk
 Registrasi
10 Sabtu, 21 Agustus Pengenalan  Produksi Vaksin apt. Drs. Arif
2021 Produksi  Sistem Jaminan Halal Sopandi
08.30 – 11.30 Vaksin dan (SJH) pada produk
Sistem obat
Jaminan
Halal
11 Minggu, 22 Labtour apt. Wisang Seta
Agustus 2021 Mikro Geni. S.Far
08.30 – 11.30
12 Jumat, 27 Agustus Sharing -  Aisyah
2021 Session PKLI Octaviani
08.30 – 11.30 Luring PT. Putri

81
Beiersdorf  Damas Raja
Alvinu Fajri
13 Sabtu, 28 Agustus Presentasi - Tim PKLI
2021 Akhir Tugas
Kelompok

82
Lampiran 2. Daftar Nama Perseptor
No. Nama Perseptor Instansi Jabatan
1 apt. Siti Ulfiyah, S.Farm PT. ASIMAS QA Section Head
2 apt. Arief Budi Prasetyo, PT. Beiersdorf Ass. Manager
S.Farm
3 apt. Endra Atmaja, S.Farm PT. Organon Operation Senior
Pharma Indonesia Supervisor
4 apt. Dewi Arum Sekti, PT. Phapros QC Manager
S.Farm
5 apt. Rangga Andhika W., PT. Balatif Quality Control Dept
S.Farm Head
6 apt. Alfan Syahrir, M.Sc PT. Boehringer Production Manager
7 apt. Cindy Oktoria Putri, PT. Mahakam Beta Head of Quality
S.Farm Farma
8 apt. Drs. Arif Sopandi PT. Bio Farma QA Manager

83
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan PKLI Daring
1. Pembekalan PKLI Daring

2. Materi 1: CPOTB

84
3. Materi 2: CPKB

4. Materi 3: Pengemasan

85
5. Materi 4: Quality Control

6. Materi 5: Quality Assurance

86
7. Materi 6: Produksi Non-steril dan Sarana Penunjang Kritis

8. Materi 7: Research and Development

87
9. Materi 8: Produksi Vaksin dan Sistem Jaminan Halal

10. Konsultasi dengan Pembimbing Lapangan

88
Lampiran 4. Tugas Khusus
KELOMPOK VII: Studi Kasus 1
Acuan:
1. ICH Q8 (R2) Pharmaceutical Development
2. USP 43 “Cefadoxil Capsules”
PT ABC merupakan perusahaan farmasi yang ingin memproduksi new
product “Cefadroxil Capsule” di mana acuan kompendia yang digunakan adalah
USP terbaru untuk submit ke BPOM. Anda adalah R&D di PT ABC, dari acuan
literatur ICH, USP, dan acuan lainnya, buatlah:
a. QTPP (Quality Target Product Profile) dari Produk Cefadroxil Capsules;
b. CQA (Critical Quality Attribute) dari Produk Cefadroxil Capsules dan alasan
pemilihannya;
c. Packaging closure dari produk Cefadroxil Capsules

Jawaban:
a. QTPP Cefadroxil Capsule (USP 43)
Product attribute Target
Bentuk sediaan Kapsul
Dosis 500 mg
Rute pemberian Per oral
Identifikasi Positif cefadroxil
Kadar 90-120%
Amoxicillin related compound (0,5%),
Cefadroxil related compound B (0,5%),
Diketopiperazine derivative (0,5%), N-
Batas impuritas
Phenylglycyl delta-3 cefadroxil (0,15%), 3-
Hydroxy-4-methylthiophenone (0,5%), bahan
pengotor lain (0,2%)
Tidak kurang dari 80% (Q) dalam waktu 30
Disolusi
menit, disolusi tiap kapsul > 85%
Kadar air < 7%
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat pada suhu ˂ 30°C
Strip berbahan PLM (polycellonium) dengan
Kemasan
alumunium 15 micron
Shelf life 2 tahun pada suhu ˂ 30°C

89
b. CQA Cefadroxil Capsule
CQA Alasan
Kadar Merupakan parameter yang sangat penting
untuk memastikan safety dan efficacy. Proses
produksi sangat berpotensi mempengaruhi
kadar suatu obat sehingga harus selalu
dilakukan pengecekan (Gad, 2008).
Batas impuritas Obat yang terkontaminasi melebihi batas yang
telah ditentukan berisiko mengalami perubahan
fisikokimia yang berdampak pada stabilitas
produk obat (WHO, 1996).
Disolusi Bioavailabilitas obat dalam tubuh bergantung
pada ketepatan proses disolusi (Dizaj dkk,
2015).

c. Packaging closures Cefadroxil Capsule


- Kemasan primer menggunakan strip berbahan PLM (polycellonium) yang
terdiri dari beberapa bahan dengan urutan:
1. MST (cellelophane): 22 micron
2. PE (polyethilen): 20 micron
3. AL (aluminium): 15 micron
4. EAA (ethylene acrylic acid): 20 micron
- Kemasan sekunder berupa dus berbahan karton dan dilengkapi dengan leaflet
sediaan Cefadroxil Capsule.
- 1 dus berisi 12 strip @ 10 kapsul dan 1 brosur

Referensi:
Dizaj, S. M., Vazifehasl, Z. h., Salatin, S., Adibkia, K. h., dan Javadzadeh, Y.
2015. Nanosizing of Drugs: Effect on Dissolution Rate. Research in
Pharmaceutical Sciences. Vol. 10, No. 2, Hal. 95–108.
Gad, Shayne Cox. 2008. Pharmaceutical Manufacturing Handbook: Production
and Processes. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

90
WHO. 1996. Annex 5: Guidelines For Stability Testing of Pharmaceutical
Products Containing Well Established Drug Substances in Conventional
Dosage Forms.
USP 43. 20 Cefadroxil Capsules

91

Anda mungkin juga menyukai