Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN ETNOFARMASI MASYARAKAT SUKUMELAYU

TANJUNGPINANG SERTA PENELUSURAN ILMIAH TERHADAP


PERSPEKTIF MASYARAKAT MELAYU PADA TUMBUHAN KEMBANG
SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L.)

ABSTRAK
Ghalib Syukrillah Syahputra : Ghalibnme@gmail.com
Tumbuhan di Indonesia yang beraneka ragam dari dulu telah banyak digunakan
sebagai obat oleh suku-suku yang ada di Indonesia, salah satunya suku Melayu
Tanjungpinang. Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan resep-resep
empiris suku Melayu Tanjungpinang serta melakukan pendekatan perspektif ilmiah
terhadap pengobatan salah satu resep empiris suku Melayu yaitu bunge raye(Hibiscus
rosa-sinensis L.). Pendokumentasian resep-resep dilakukan dengan metode
wawancara. Pendekatan perspektif ilmiah dilakukan dengan telaah flavonoid.
Tumbuhan yang digunakan sebagai obat sebanyak 26 jenis, salah satunya tumbuhan
Bunge raye, 26 jenis tumbuhan tersebut tercantum dalam 10 resep empiris yang dapat
menyembuhkan 10 jenis penyakit di antaranya perut kembung, kudis, cacar, jerawat,
vertigo, malaria, demam, usus buntu, pusing, dan muntaber. Bunge raye memiliki
sifat dingin sehingga dapat meredam penyakit yang bersifat panas (Inflamasi), hal ini
diduga dipengaruhi oleh senyawa flavonoid yang dapat berefek antipiretik dan
musilago yang memberikan rasa dingin ketika diobati.

1. Pendahuluan
Penggunaan tumbuhan obat secara
tradisional oleh masyarakat Indonesia
(salah
satunya
suku
Melayu
Tanjungpinang) telah dilakukan secara
turun temurun. Penggunaan tersebut
kini tersimpan dalam suatu sistem
pengetahuan empiris setiap suku
bangsa yang ada di Indonesia dan
sudah terintegrasi dengan sistem
budaya
suku
bangsa
tersebut.
Pengetahuan empiris inilah yang
menjadi salah satu kekayaan budaya
bangsa Indonesia yang harus tetap
dijaga dan digali oleh generasi saat ini
dalam lingkup kajian ilmiah untuk
memajukan
kebudayaan
bangsa
Indonesia itu sendiri. Tingginya
keragaman budaya dari berbagai
daerah di Indonesia membuka peluang
yang sangat luas untuk berbagai
penelitian
terhadap
pengetahuan
empiris. Suku Melayu Tanjungpinang
banyak memiliki formula tradisional
dalam mengatasi suatu penyakit, salah
satunya
demam
panas
dengan
menggunakan tumbuhan kembang
sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)
(Mahjuwin, 1997), masih banyak lagi
formula-formula tradisional suku
Melayu Tanjungpinang yang belum
dikaji sampai saat ini.
Berdasarkan uraian tersebut,
maka tujuan penelitian adalah untuk
menelaah pengobatan tradisional suku
Melayu
Tanjungpinang
serta
menelusuri lebih dalam mengenai
perspektif
masyarakat
terhadap
pengobatan demam panas dengan
menggunakan tumbuhan kembang
sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

2. Metodologi Penelitian
Tahapan
Penelitian
pertama
dilakukan pencarian narasumber yang
berpengalaman
dalam
dunia
pengobatan tradisional suku Melayu
(tabib, dukun, mantri, tukang urut)
dengan metode Snowball Sampling
yaitu menentukan salah satu atau lebih
beberapa responden (masyarakat suku
Melayu
Tanjungpinang)
untuk
diwawancarai sebagai titik awal
penarikan subjek/narasumber dan
narasumber selanjutnya ditetapkan
berdasarkan informasi yang diperoleh
dari narasumber awal, demikian
seterusnya hingga pada satu saat
peneliti
memutuskan
jumlah
narasumber
sudah
mencukupi
(Kriyantono, 2010 dalam Ubang,
2014: 265).
Tahapan selanjutnya dilakukan
penelusuran studi pustaka terhadap
data hasil wawancara dari narasumber.

3. Hasil & Pembahasan


Dari hasil pencarian narasumber
didapat 3 narasumber yang ketiganya
memiliki pengalaman dalam dunia
pengobatan suku Melayu lebih dari 20
tahun, ketiga narasumber berprofesi
sebagai tukang urut sekaligus sebagai
tabib kampung. Dari Hasil wawancara
terdapat beberapa tumbuhan obat yang
sama dalam bentuk formula-formula
tradisional yang digunakan oleh ketiga
narasumber untuk mengobati beberapa
penyakit. Dari hasil data yang didapat
tumbuhan yang digunakan sebagai
obat sebagai berikut :

Tabel 3.1Tumbuhan dan bagian yang


digunakan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Nama Latin
Acorus
calamus L.
Allium cepa
L.
Areca
catechu L.
Andropogon
nardus L.
Andrographis
paniculata
L.
Carica
papaya L.
Citrus
amblycarpa
L.
Cocos
nucifera L.
Curcuma
longa L.
Curcuma
xanthorrhiza
Roxb.
Hibiscus
rosa-sinensis
L.
Jatropha
curcas L
Manilkara
zapota L.
Mimosa
pudica
Morinda
citrifolia L.
Moringa
oleifera
Lamk.
Nicotiana
tabacum L
Nigella
sativa L.
Oryzae sativa
L.
Piper
crocatum L.

Nama
Lokal

Bagian yang
digunakan

Jerangau

Rimpang

Bawang
merah

Umbi lapis

Pinang

Buah

Serai

Daun

Sambiloto

Daun

Pepaya

Pucuk

Jeruk
Limau

Daun

Kelapa

Air

Kunyit

Rimpang

Temulawak

Rimpang

Bunge raye

Daun, Akar,
Bunga

jarak

Daun

Ciku

Buah

Putri Malu

Daun

Mengkudu

Buah

Kilor

Daun

Tembakau

Daun

Jinten
hitam
Beras
tepung
Sirih
Merah

21
22
23
24
25

Biji
Pati
Daun

26

Piper betle L.
Psidium
guajava L.
Rhodomyrtus
tomentosa L.
Tamarindus
indica L.
Tinospora
crispa L.
(Miers)
Uncaria
gambir L.

Sirih

Daun

Jambu batu

Daun

Kemunting

Daun

Asam jawa

Daun

Brotowali

Akar

Gambir

Daun

Dari 26 jenis tumbuhan tersebut


digunakan dalam 10 jenis formula
tradisional yang digunakan untuk
mengobati 10 jenis penyakit. Formula
tradisional yang digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit/gejala
kesehatan yang didapat yakni :
a. Perut kembung
Bahan yang digunakan untuk
penyakit ini yaitu
temulawak
ditumbuk halus ditambahkan air
kemudian diaduk dan disaring.
Penggunaannya diminum, setelah itu
ampas hasil sisa saringan dilumurkan
di bagian perut.
b. Kudis
Formula untuk penyakit ini terdiri
dari kombinasi beberapa tumbuhan
yaitu belerang, tawas, tembakau, daun
gambir, buah pinang, daun menyan,
satu batang serai, satu rimpang kunyit,
akar brotowali, dan rimpang jerangau,
bahan-bahan
tersebut
dirajang
kemudian dicampurkan ke dalam
minyak kelapa dan ditambahkan air
dan diaduk, setelah itu campuran
bahan tersebut dimasak beberapa
menit.
Penggunaannya dengan
dilumurkan ke daerah kulit yang kudis.
2

Resep ini dapat menyembuhkan


kudisan dalam waktu seminggu.
c. Cacar
Formula yang digunakan yaitu
daun kilor, beras, dan kunyit digiling
halus dan penggunaannya dengan
dilumurkan ke kulit.
d. Jerawat
Formula yang digunakan yakni
pucuk kemunting, beras yang sudah
digiling halus, dan mata kunyit,
selanjutnya
keseluruhan
bahan
digiling. Penggunaannya dilumurkan
pada bagian wajah yang berjerawat
ketika malam hari.

merah, satu butir bawang merah,


dicampurkan dengan air, didiamkan
beberapa saat lalu diminum.
i.

Pusing
Bahan yang digunakan yakni
beberapa butir biji jeruk limau,
cengkeh, satu kulit kayu manis,
beberapa biji kapas, dan satu buah
pala, bahan tersebut digongseng
setelah
itu
ditumbuk
halus
ditambahkan
dengan
air
dan
dilumurkan di kertas. Penggunaannya
dengan menempelkan kertas yang
telah diberikan campuran bahan
tersebut kebagian kening kepala.
Usus buntu
Bahan yang digunakan yakni akar
bunge raye yang direbus beberapa saat.
Penggunaannya minum air rebusan
akar bunga raya tersebut.
j.

e. Muntaber
Formula yang digunakan yakni
pucuk jambu batu, satu buah ciku, satu
putik kelapa, digiling. Penggunaannya
yaitu campuran tersebut dilumurkan
pada bagian pusar perut, muntahnya
dengan minum air kelapa.
f. Malaria
Formula yang digunakan yakni
pucuk papaya dicampurkan dengan air
dan diperas kemudian dicampurkan
dengan garam. Penggunaannya dengan
diminum.
g. Demam panas
Bahan yang digunakan yakni 5-7
helai daun Bunge raye ditambahkan air
kemudian diperas. Penggunaannya
dengan dilumurkan pada bagian
kening kepala dan leher.
h. Vertigo
Bahan yang digunakan yakni jinten
hitam, lima atau enam helai daun sirih

Penelusuran
ilmiah
perspektif
masyarakat suku Melayu terhadap
tumbuhan
kembang
sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L.)
Dari data hasil wawancara yang
didapat, perspektif masyarakat suku
Melayu
Tanjungpinang
terhadap
tumbuhan kembang sepatu yakni :
(Hussein, 2014) : Bunge raye ini bise
sembohkan orang saket demam panas tinggi
karene orang demam tinggi tu kan panas,
lawan panas tu kan dingen makenye ubatnye
tu pakai yang dingen, bunge raye tu kan
dingen makenye bise sembohkan saket demam
panas jadi bunge raye ni kerjenye macam
kompres. Dulukan orang-orang jaman dulu tu
nak kompres kepale kalau demam panaskan
tak ade es, bunge raye nil ah yang gantikan es
tu yang nak dijadikan kompres.

Dalam bahasa Indonesia berarti


Bunge raye atau kembang sepatu ini
dapat menyembuhkan orang yang
sedang sakit panas tinggi karena orang
yang sedang sakit panas tinggi itu
adalah banyak menyimpan panas
dalam seorang yang sedang sakit
panas, sedangkan panas dapat diredam
dengan yang dingin. Oleh sebab itu
obat yang dipakai bersifat dingin,
bunga raya bersifat dingin, jadi bunga
raya ini mempunyai kinerja seperti
kompres. Pada saat jaman dahulu tidak
ada es batu untuk mengkompres
demam panas. Bunga raya berperan
menggantikan es batu untuk dijadikan
kompres.
Mengenai
perspektif
dari
narasumber, Bunge raye ini memiliki
sifat yang dingin sehingga dapat
menyembuhkan
demam
panas.
Perspektif pengobatan orang Melayu
mirip dengan Traditional Chinese
Medicine yakni salah satunya sindrom
panas dalam darah (syndrome of heat
at the Xue level) yakni dengan
pengobatan
yang
berprinsip
menghilangkan
panas-racun,
mendinginkan
darah,
mencegah
pendarahan, dan mencegah pembekuan
darah (Yang, 2010: 82). Daun Bunge
raye/
Hibiscus
rosa-sinensis
mempunyai efek menghilangkan panas
dari darah dan dapat mendetoksifikasi
racun dengan indikasi terjadinya
inflamasi subkutan (Xinrong, 2003:
78).
Demam merupakan salah satu
respon tubuh yang dilakukan untuk
melakukan
perlawanan
terhadap
pathogen yang ada didalam tubuh
manusia. Jika adanya suatu infeksi dan
penyakit yang menyebabkan inflamasi

dapat menyebabkan pusat suhu tubuh


berubah (Fauci et al., 1999: 99).
Keterkaitannya dengan perspektif dari
narasumber, tumbuhan Bunge raye
memiliki kinerja menyembuhkan
demam
secara
fisika
yakni
mendinginkan suhu tubuh yang panas
dengan lendir hasil perasan daun
kembang sepatu bersamaan air.
Dalam
Traditional
Chinese
Medicine proses menyingkirkan panas
dengan sifat dingin suatu formula
merupakan metode untuk mengatasi
penyakit-penyakit inflamasi (Liu, et al.
2005: 62), perkusor inflamasi di dalam
tubuh manusia yaitu prostaglandin,
dari hasil perasan daun Bunge raye
mengandung senyawa flavonoid dan
kehadiran senyawa flavonoid ini dapat
menginhibisi enzim lipooksigenase
yang merupakan langkah pertama pada
jalur yang menuju ke hormone
eiksanoid seperti prostaglandin dan
tromboksan (Robinson, 1995: 1992).
Selain itu bentuk lendir yang
dihasilkan
merupakan
musilago
(Shimizu & Takada, dalam Jadhav et
al., 2009: 1170), Musilago dalam hasil
perasan daun Bunge raye ini
menyebabkan rasa dingin ketika
dilumurkan di bagian kening, leher,
atau perut. Jadi, sifat dingin dari
tumbuhan kembang sepatu ini dapat
diduga berasal dari kedua substansi
sekunder yakni flavonoid yang telah
diabsorbsi
menghambat
sintesis
prostaglandin
yang
dapat
menyebabkan
tidak
terjadinya
perubahan kenaikan thermostat sentral.
Disamping itu musilago yang dapat
menimbulkan rasa dingin ketika
dilumurkan pada bagian kening, leher
atau perut.
4

Selain itu tumbuhan Bunge raye ini


dapat
berkhasiat
menyembuhkan
penyakit usus buntu atau apendisitis.
Appendisitis merupakan obstruksi
lumen disertai invasi oleh bakteri atau
virus (Klirgman et al., 1996: 1364)
sehingga menyebabkan peradangan
pada apendiks. Akar dari tumbuhan
Bunge raye ini telah dilaporkan
mengandung musilago, saponin, tannin
dan flavanoid yang
mempunyai
aktivitas anti ulcer (Kumari, et al.
2010) dan diduga dari beberapa
senyawa tersebut dapat menurunkan
kejadian infeksi yang disebabkan oleh
bakteri.
4. Kesimpulan
Pengobatan empiris suku Melayu
Tanjungpinang menggunakan 26 jenis
tumbuhan dalam 10 resep untuk
menyembuhkan beberapa penyakit
yaitu : perut kembung, kudis, jerawat,
malaria, demam panas, vertigo, pusing,
usus buntu dan muntaber.
Hasil
pendekatan perspektif ilmiah terhadap
pengobatan empiris suku Melayu
Tanjungpinang dari tumbuhan bunge
raye yang didapat yakni daun bunge
raye yang memiliki sifat dingin
diwakili oleh adanya senyawa
flavonoid yang mempunyai efek
antipiretik
dan
musilago
yang
memberikan rasa dingin ketika
digunakan, keduanya berfungsi untuk
melawan penyakit yang bersifat panas
seperti peradangan dan demam.
5. Saran
Perlu dilakukan penelusuran studi
pustaka atau penelitian farmakologi
mengenai formula-formula tradisional
suku Melayu dan penggalian lebih luas

serta pendokumentasian informasi


formula-formula tradisional suku
Melayu.

DAFTAR PUSTAKA
Fauci, A. S., Isselbacher, K. J.,
Braunwald E., Wilson J.D.,
Martin J.B., Kasper D.L., Hauser
S.L., Longo D.L. (1999)
Harrison's principles of internal
medicine.14th Ed. McGraw-Hill:
New York.
Jadhav, V. M., Thorat, R. M., Kadam,
V. J & Sathe S. N. (2009).,
Hibiscus rosa sinensis Linn
Rudrapuspa : A Review.
Journal of Pharmacy Research.
2(7), Page: 1168-1173. India.
www.jpronline.com
Robinson, T.
(1995). Kandungan
Organik Tumbuhan Tinggi Ed.
VI.
Terjemahan:
Kosasih
Padmawinata. Bandung. Penerbit
ITB.
Kumari, G. A. AV., Palavesam , A..,
Sunilson,
J.
A.
J.,
Anandarajagopal,
K.,Vignesh,
M., Parkavi, J.
(2010)
Preliminary phytocemical and
antiulcer studies of Hibiscus
rosa-sinensis
Linn.
Root
Extracts. Journal Centre for
Marine Science and Technology,
Vol. 4, Issue 1, page: 41-43.
www.greenpharmacy.info
Tanggal Akses: 17 Desember
2013
Liu, C., Tseng A., Yang S. (2003).
Chinese
Herbal
Medicine,
Modern
application
of

traditional formulas. CRC Press:


London
Yang, Y. (2010). Chinese Herbal
Formula, treatment Principles
and Composition Strategies.
Elsevier: (UK)
Xinrong, Y. Traditional Chinese
Medicine, A Manual From A-Z,
symptomps therapy and herbal
remedie. Springer Verlag
Berlin
Ubang, Martiani. 2014. Peran opinion
leader
dalam
peningkatan
nasionalisme
masyarakat
perbatasan.
eJournal
Ilmu
Komunikasi, Vol. 2, No. 1, Hal:
259-273.

Anda mungkin juga menyukai