Oleh
Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt. 1
PUSTAKA
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Anonim, 1978, Materia Medika Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Anonim, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jilid I, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Anonim, 1996, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Dirjen
POM
Anonim. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta:
POM RI.
Brain, K.R., Turner, T.D., 1975, The Practical Evaluation of Phytopharmaceuticals,
Wright-Sciencetechnica, Bristol.
Depkes & BPOM, Peraturan & Perundangan tentang Obat Tradisional
2
PUSTAKA
Depkes, 2008, Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2008. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2010. Farmakope
Herbal Indonesia. Edisi 1 Suplemen II. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2011. Farmakope
Herbal Indonesia. Edisi 1 Suplemen II. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2013. Farmakope
Herbal Indonesia. Edisi 1 Suplemen III. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Stahl. E., 1973, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, Ann
Arbor Science Publisher Inc. Michigan.
Evans, W.C., 2002, Trease and Evans Pharmacognosy, 15th ed., W.B. Saunders.
Sutrisno, R.B., 1986, Analisis Jamu, Universitas Pancasila, Jakarta.
Wagner, H., S. Bladt, E.M. Zgainski, 1984, Plant Drug Analysis, Speinger-Verlag,
Berlin.
3
Wallis, T.E., 1967, Textbook of Pharmacognosy, 15th ed. J&A Churchill Ltd., London.
Obat Tradisional dan Obat Herbal
mnrt Peraturan Perundangan RI :
Obat Tradisional : bahan atau ramuan bahan yg
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran
dari bahan tersebut yg secara turun temurun telah
digunakan utk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dgn norma yg berlaku di masyarakat.
Obat Herbal/Obat Bahan Alam : bahan atau
ramuan bahan yg dapat berasal dari tumbuhan,
hewan, dan mineral (PerKBPOM 21 Tahun 2015).
4
Tujuan Regulasi
PENGAWASAN
PERLIN
MEMAJU
DUNGAN
KAN
KONSU
INDUSTRI
MEN
5
3 aspek pengawasan
6
Gambaran perkembangan
peraturan OT di Indonesia
Kepedulian pemerintah thd OT sejak th 60-an
negara lain & WHO blm perhatian thd OT
UU Kesehatan 1961 psl 11 :
“ OT Indonesia perlu dipelajari & dimanfaatkn
sebaik mungkin”
UU Kesehatan th 1992 :
Sistem kesehatan nasional mewajibkan pengawasan thd
keamanan pakai & khasiat OT, & perlu pengembangan &
peningkatan kualitas OT
OT termasuk bagian integral dari sistem pelay.kes
Prakteknya ????
UU kesehatan No 36 th 2009
OT terbukti aman & berkhasiat dijaga kelestariannya
& pemerintah menjamin pengembangan & pemeliharaan
bhn baku OT
OT yg diolah, diproduksi, diedarkan, dikembangkan,
ditingkatkan, & digunakan hrs dpt
dipertanggungjwbkan manfaat & keamananny 7
penggunaan OT harus rasional
Peraturan-Peraturan
Permenkes RI no 760/Menkes/Per/IX/1992
Fitofarmaka
Kepmenkes RI no 761/Menkes/SK/IX/1992
Pedoman fitofarmaka
Kepmenkes RI No 56/Menkes/SK/I/2000
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik OT
Keputusan KaBPOM RI No : HK.00.05.4.2411 tahun 2004
Ketentuan pokok pengelompokan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia.
Peraturan KaBPOM RI No : HK.00.05.41.1384 thn 2005
Kriteria & tata laksana pendaftaran obat tradisional,
obat herbal terstandar & fitofarmaka.
Kepmenkes 381/Menkes/SK/III/2007
Kebijakan Obat Tradisional Nasional
Kepmenkes 261/Menkes/SK/IV/2009
Farmakope Herbal Indonesia Edisi I
8
Kepmenkes 2109/Menkes/SK/X/2011
Pemberlakuan Suplemen I FHI
Kepmenkes 2345/Menkes/SK/XI/2011
Pemberlakuan Suplemen II FHI
Kepmenkes 683/Menkes/SK/XII/2013
Pemberlakuan Suplemen III FHI Edisi I
Permenkes 03/Menkes/Per/I/2010
Saintifikasi Jamu
Per. Kepala BPOM RI No: HK.03.1.23.06.11.5629 thn 2011
Persyaratan teknis CPOTB
Permenkes No 006 tahun 2012 Industri & Usaha OT
Permenkes No 007 tahun 2012 Registrasi OT
PerKaBPOM No 7 Tahun 2014
Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Scr In Vivo
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014 Persyaratan Mutu OT
PerKaBPOM No 21 Tahun 2015
Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik
PerKaBPOM No 5 Tahun 2016
Penarikan & Pemusnahan OT yg tdk Memenuhi
Persyaratan 9
Keputusan Kepala Badan POM RI No :
HK.00.05.4.2411 tahun 2004
Obat bahan alam Indonesia : obat bahan
alam yg diproduksi di Indonesia
Kelompok dasar : cara pembuatan
serta jenis klaim penggunaan & tingkat
pembuktian khasiat
Jamu obat tradisional Indonesia
Obat herbal terstandar
Fitofarmaka
10
KRITERIA OBAT BAHAN ALAM SK KaBPOM RI No. HK.00.05.4.2411
JAMU OHT FITOFARMAKA
LOGO
Kategori Pendaftaran
1 OT yg mengandung simplisia berasal dr Indonesia
(indigenous) dlm btk sederhana (rajangan, serbuk,
parem, pilis, dodol, tapel, COL)
2 = kategori 1 dlm btk modern (pil, tablet, kapsul,
krim, gel, salep, supo, cairan obat dalam)
3 Kategori 1 & 2 dg klaim indikasi baru, bentuk
sediaan baru, posologi dan dosis baru
4 OHT
5 Fitofarmaka
6 Kategori 4 & 5 dg klaim indikasi baru, bentuk
sediaan baru, posologi dan dosis baru
7 OT yg mengandung simplisia berasal bukan dr
Indonesia (non-indigenous) dan atau simplisia yg
profil keamanannya blm diketahui dengan pasti
8 Kategori 7 dg klaim indikasi baru, bentuk sediaan14
baru, posologi dan dosis baru
Pendaftaran variasi : Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
28
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
29
± : Informasi dapat dicantumkan dgn menyebutkan' Lihat Brosur' (sesuaikan dengan kemasan)
Lanjt.Peraturan Kepala
BPOM RI Nomor: HK.00.05.41.
1384 thn 2005
OT, OHT & FF dlm bentuk sediaan cairan obat dlm tdk boleh
Mengandung etil alkohol dgn kadar lebih besar dari 1 % (satu persen),
Kecuali dlm bentuk tingtur yg pemakaiannya dgn pengenceran
30
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI
Bahan yg Dilarang Nomor: HK.00.05.41. 1384 thn 2005
III. MINERAL
1. Chalcanthite/tembaga sulfat (II) pentahidrat/blue
stone/blue Vitriol
2. Cinnabaris
3. Litharge (PbO)
4. Minium / pumblum tetraoksida / Pb3O4
5. Realgar
6. senyawa arsen
- arsen trioksida/As2O3
- arsen triklorida/As2Cl3
- Orpiment /Arsen Trisulfida/As2S3)
7. senyawa raksa
-merkuro klorida/HgCl
-merkuri klorida/HgCl2
-merkuri sulfide/HgS
8. Sulfur (S) kecuali utk obat luar. 33
Tanaman Ephedra
ES yg dihubkn dgn serangan jantung & strok
Tanaman Aristolochia sp
ES gagal ginjal stadium lanjut
Asam Aristolokat (Aristolochic Acid) yg berpotensi
karsinogenik
Tanaman kava-kava (KepKBPOM No HK 00.05.4.02647)
ES yg dihubngkan dgn resikohepatotoksik
Cinchonae cortex & Artemisiae folium (PerKBPOM HK
00.05.41.2803 Tahun 2005)
scr swa pengobatan dpt menyebabkan resistensi Plasmodium
falciparum & Plasmodium vivax thd obat anti malaria
Pausynistalia yohimbe (PerKBPOM No HK 03.1.23.05.12.3428 Thn 2012)
ES stimulasi & paralisis SSP
Coptis sp, Berberis sp, Mahonia sp, Chelidonium
majus, Phellodendron sp, Arcangelica flava, tinosporae
radix (PerKBPOM No 10 Th 2014)
iritasi ginjal & nefrotoksik
Cataranthus roseus (PerKBPOM No 10 Th 2014) 34
Tujuan
1.
Kotranas
mendorong pemanfaatan SDA & ramuan tradisional scr
berkelanjutan (sustainable use) sbg OT dlm upaya
peningkatan pelay. kes.
2. menjamin pengelolaan potensi alam Indonesia scr lintas
sektor agar punya daya saing tinggi sbg sumber ekonomi
masy & devisa negara yg berkelanjutan
3. tersedianya OT yg terjamin mutu, khasiat, keamanan, teruji
scr klinis & dimanfaatkan scr luas baik utk pengob sendiri &
pelay kes formal
4. menjadikan OT sbg komoditi unggul yg memberikan
mulimanfaat yaitu meningkatkan pertumb ekonomi masy,
35
C. Mutu OT
1. Penyusunan spesifikasi tumbuhan obat.
2. Penyusunan spesifikasi & standar bhn baku/revisi
materia Medika Indonesia.
3. Penyusunan spesifikasi & standar sediaan galenik
4. Penyusunan & penerapan sistem mutu utk penanganan
pasca panen & pengolahan produk
5. Penyusunan Farmakope OT Indonesia 38
Lanjt. Kepmenkes
381/Menkes/SK/III/2007
D. Aksesibilitas
1. Pengembangan industri OT dalam negeri
2. Pengupayaan akses khusus (Special Acces) OT yg dilindungi
penyakit
3. Pengembangan, perlindungan & pelestarian ramuan tradisional yg
terbukti manfaat dgn memperhatikan hak2 masy asli/masy lokal
sbg pemilik ramuan tsb.
4. Pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) dlm upaya
pemeliharaan kesehtan, pencegahan penyakit & pengobatan
penyakit yg sederhana
E. Penggunaan yg tepat
1. Penyediaan informasi OT yg benar, lengkap & tdk menyesatkan.
2. Pendidikan & pemberdayakan masyarakat utk penggunaan OT scr
tepat & benar.
3. Penyusunan peraturan utk menunjang penerapan berbagai langkah
kebijakan penggunaan OT yg tepat.
4. Pelaksanaan komunikasi, informasi & edukasi utk menunjang 39
penggunaan OT yg tepat
Lanjt. Kepmenkes
F. Pengawasan 381/Menkes/SK/III/2007
selundupan
10.Pengembangan Peran Serta Masyarakat (PSM) utk
45
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
Rajangan cairan obat dalam
Serbuk simplisia cairan obat luar
Serbuk Instan Salep & krim
Kapsul Parem
Kapsul lunak Pilis & tapel
Tablet Koyo/plester
Efervesen Supositoria utk
wasir
Pil
Film strip
Dodol/jenang
Pastiles
46
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
Rajangan : sediaan OT, 1 jenis/campuran simplisia, cara
penggunaannya dididihkan/diseduh air panas
Serbuk simplisia : sediaan OT, butiran homogen dg derajat halus
sesuai, simplisia/ campuran dg ekstrak, cara
penggunaan diseduh air panas
Serbuk instan : sediaan OT, butiran homogen dg derajat halus
sesuai, dr ekstrak, cara penggunaan diseduh air
panas/ dilarutkan air dingin
Kapsul : sed OT, dari ekstrak, terbungkus cangkang keras
Kapsul lunak : terbungkus cangkang lunak
Tablet : sediaan OT padat kompak, dibuat scr kempa cetak, bentuk
tabung pipih, silindris, atau btk lain kedua permukaan
rata/cembung, dari ekstrak kering atau camp ekstrak kental
dg bahan pengering dgn bhn tambahan sesuai
Efervesen : sed padat kompak, dari ekstrak mengandung Na
bikarbonat & asam organik yg menghasilkan gas CO2
saat dimasukkan air 47
Dodol/jenang : sed padat OT, lunak tp liat dari serbuk simplisia &
atau ekstrak
Pastiles : sediaan padat OT, lempengan pipih umumnya btk segi 4,
dari serbuk simplisia & atau ekstrak
COD : sed OT, minyak, larutan, suspensi/emulsi, dari serbuk
simplisia & atau ekstrak utk obat dlm
salep/krim : sed OT setengah padat, dari ekstrak yg larut/terdispersi
homogen dlm dasar salep/krim yg sesuai, utk obat luar
Parem : sed OT padat/cair, dari serbuk simplisia & atau ekstrak utk
ob luar
Koyo/plester : sed OT, dpt melekat pd kulit & tahan air, serbuk
simplisia & atau ekstrak, sbg ob luar ditempel pd
kulit
Supositoria utk wasir : sediaan padat OT, ekstrak larut/terdispersi
homogen, dlm dasar supositoria yg meleleh, melarut,
melunak pd suhu tubuh, dipakai di rektal
Film strip : sediaan padat OT, lembaran tipis dipakai oral 48
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
Dodol/jenang : sed padat OT, lunak tp liat dari serbuk simplisia &
atau ekstrak
Pastiles : sediaan padat OT, lempengan pipih umumnya btk segi 4,
dari serbuk simplisia & atau ekstrak
COD : sed OT, minyak, larutan, suspensi/emulsi, dari serbuk
simplisia & atau ekstrak utk obat dlm
salep/krim : sed OT setengah padat, dari ekstrak yg larut/terdispersi
homogen dlm dasar salep/krim yg sesuai, utk obat luar
Parem : sed OT padat/cair, dari serbuk simplisia & atau ekstrak utk
ob luar
Koyo/plester : sed OT, dpt melekat pd kulit & tahan air, serbuk
simplisia & atau ekstrak, sbg ob luar ditempel pd
kulit
Supositoria utk wasir : sediaan padat OT, ekstrak larut/terdispersi
homogen, dlm dasar supositoria yg meleleh, melarut,
melunak pd suhu tubuh, dipakai di rektal
Film strip : sediaan padat OT, lembaran tipis dipakai oral 49
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
50
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
pH COD
Bahan tambahan PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
53
Bahan pengawet PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
No Pemanis Alami
1 Gula tebu (gula pasir), gula aren, gula kelapa, gula bit, daun
stevia, daun saga, kayu legi, dan pemanis alami lain
2 Sorbitol (Sorbitol) /Sorbitol Sirup (Sorbitol syrup)
3 Manitol (Mannitol)
4 Isomalt/Isomaltitol (Isomalt/ Isomaltitol)
5 Glikosida steviol (Steviol glycosides)
6 Maltitol (Maltitol) / Maltitol sirup (Maltitol syrup)
7 Laktitol (Lactitol)
8 Silitol (Xylitol)
9 Eritritol (Erythritol)
No
Pemanis Buatan Acceptable Daily
Intake/ADI*) (mg/kg berat
badan)
1. Asesulfam-K (Acesulfame potassium) 15
2 Aspartam (Aspartame) 40
3 Natrium siklamat (Sodium cyclamate) 11 (sebagai as siklamat)
4 Sakarin (Saccharin) 2,5
5 Sukralosa (Sucralose/ 15
Trichlorogalactosucro0)
6 Neotam (Neotame) 2 55
Bahan pewarna alami PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
Kriteria
Obat Tradisional yg wajib
dilakukan penarikan :
1. mengandung BKO;
2. mengandung bakteri patogen;
3. tdk memenuhi persyaratan mutu;
4. mengandung bahan yg berdasarkan hasil kajian
terkait dg keamanan, khasiat/manfaat, mutu, dan
penandaan berisiko terhadap kesehatan
masyarakat; dan/atau
5. penandaan tdk sesuai dgn persetujuan izin edar.
1 & 2 Penarikan Kelas I
3, 4, 5 Penarikan Kelas II
58
Penarikan dilakukan thd OT:
PerKaBPOM No 5
Tahun 2016
1. keseluruhan batch BKO
2. batch yg bersangkutan bakteri patogen dan/atau tdk
memenuhi persyaratan mutu
Pemegang Izin Edar juga wajib melakukan koreksi &
pencegahan thd penyebab produk mengand patogen
3. keseluruhan batch penandaan tdk sesuai dg penandaan
pada persetujuan izin edar
Pelaksanaan penarikan OT berdasarkan hasil
pengawasan :
1. temuan hasil inspeksi termasuk temuan kritikal hasil
inspeksi (CPOTB);
2. hasil sampling dan pengujian;
3. hasil sampling dan evaluasi penandaan;
4. hasil penerimaan Sistem Kewaspadaan Cepat (rapid alert
system) dan/atau hasil evaluasi keamanan; atau
5. tindak lanjut pengaduan masyarakat.
59
PEDOMAN
FITOFARMAKA
Kepmenkes RI no
761/Menkes/SK/IX/1992
+ Kepmenkes RI No 56/Menkes/SK/I/2000
+ PerKBPOM Nomor HK.00.05.41.1384 thn
2005
+ PerKBPOM no 7 tahun 2014
+ PerKBPOM no 21 tahun 2015
60
2016 akhir 45 produk
2017 64 produk
61
2015 5
produk
Akhir 2016
8 produk
2017 18
produk
Sedang
proses 3
62
DAFTAR OBAT TRADISIONAL yg HARUS DIKEMBANGKAN
MENJADI FITOFARMAKA (Lamp. 760/Menkes/Per/IX/1992):
19 JENIS AKTIVITAS
- Antelmintik - Anti ansietas
- Anti asma - Anti diabetes
- Anti diare - Anti hepatitis kronik
- Anti herpes Genetalis - Anti hiperlipidemia
- Anti hipertensi - Anti hipertiroidisme
- Anti histamin - anti inflamasi
- Anti kanker - anti malaria
- Anti TBC - antitusif/ekspektorn
- Disentri - dispepsia (gastritis)
- Diuretik
63
Lanjt. Permenkes No 760 Thn 1992
Komposisi & bhn baku :
bhn baku : simplisia / sediaan galenik
Hendaknya 1 bahan; jika tdk memungkinkan, tdk lbh dr 5
bahan (jika lebih dari 5 dinilai khusus)
masing-masing bhn baku hrs diketahui keamanan &
khasiatnya sekurang2nya berdasar pengalaman
Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggal murni) dilarang
Persyaratan bhn baku : FI, Ekstra FI, MMI, persyaratan lain
yg berlaku
kebenaran khasiat ramuan hrs dibuktikan dg uji klinik
utk menjamin keseragaman khasiat & keamanan
fitofarmaka pengadaan bhn baku yg terjamin
keseragaman komponen aktifnya bhn baku sebelum
digunakan hrs diuji mll analisis kualitatif & kuantitatif.
Pada analisis thd ramuan, sebagai baku pembanding
digunakan zat utama atau zat identitas lainnya.
64
Materia Medika Indonesia
Tahun Volume Jumlah
simplisia
1977 I 20
1978 II 21
1979 III 20
1980 IV 20
1989 V 116
1995 VI 60
65
UJI KLINIK Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992
FITOFARMAKA
Adl Uji pd manusia utk mengetahui atau memastikan
adanya efek farmakologik, keamanan & manfaat klinik
utk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit &
pengobatan gejala penyakit.
Tujuan :
1. Mamastikan keamanan & manfaat klinik fitofarmaka
pd manusia dlm pencegahan atau pengobatan penyakit
maupun gejala penyakit.
2. utk mendapatkan fitofarmaka yg dpt
dipertanggungjawabkan keamanan & manfaatnya
Uji Klinik (PerKBPOM No 21 Thn 2015 ) adalah kegiatan
penelitian dgn mengikutsertakan subjek manusia disertai
adanya intervensi Produk Uji, utk menemukan atau
memastikan efek klinik, farmakologik dan/atau
farmakodinamik lainnya, dan/atau mengidentifikasi setiap
reaksi yg tdk diinginkan, dan/atau mempelajari absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi dgn tujuan utk
memastikan keamanan dan/atau efektifitas produk yg diteliti.
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992
TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN
Merencanakan tahap-tahap pelaksanaan
uji klinik, termasuk formulasi, uji
farmakologi ekps & uji kimia.
Melaksanakan uji klinik
Melakukan evaluasi hasil uji klinik
Menyebarluaskan hasil uji klinik kpd
masy. (publikasi ilmiah)
Memantau penggunaan & kemungkinan
timbulnya ES.
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992
73
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
75
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
METODE KONVENSIONAL
► Hewan : rodensia tikus putih (strain Sprague Dawley atau Wistar) atau mencit
(strain ddY atau BALB/c dll) variasi BB < 20% mean BB
► Sekurang-kurangnya 3 dosis.
Dosis terendah dosis tertinggi yg sama sekali tdk menimbulkan kematian
Dosis tertinggi dosis terendah kematian 100 %.
► Dgn interval dosis yg mampu menghasilkan rentang toksisitas dan angka
kematian kurva dosis-respon yg dpt utk hitung nilai LD50.
► Dosis 5000 mg/kg BB (pd tikus) tdk mati dosis lbh tinggi tdk perlu
► Umumnya sediaan uji diberikan dlm volume yg tetap (konsentrasi berbeda)
Bhn uji cairan/campuran cairan tdk diencerkan
FIXED DOSE METHOD
► Metode utk bahan uji dgn derajat toksisitas sedang & dosis yg dipilih yg tdk
menimbulkan kematian, nyeri hebat atau iritatif/ korosif.
► Dosis bertingkat dg metode fixed doses : 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg (dpt
ditambah ad 5000 mg/kg). Dosis awal dipilih dr uji pendahuluan sbg dosis yg
muncul gejala toksisitas ringan ttp tdk toksik berat/mati. Dilanjutkan hingga
mencapai dosis berefek toksik atau ditemukan < 1 kematian, atau tdk tampak
efek toksik ad dosis tertinggi atau adanya kematian pd dosis yg lebih rendah.
► Umumnya tikus betina krn sedikit lebih sensitif dari jantan Hewan sehat dan
dewasa, blm pernah beranak & tdk sedang bunting, umur 8-12 minggu dgn
variasi BB < 20% mean BB
► Jantan bahan uji (mnrt literatur) scr toksikologi/toksikokinetik bhw tikus
76
jantan lbh sensitif atau dg alasan kuat
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
histopatologi.
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
D. UJI TERATOGENISITAS
► Adlh pengujian memperoleh informasi adanya abnormalitas fetus yg
terjadi slm masa pembentukan organ fetus/masa organogenesis (hari
ke 6 -15 pd rodensia (tikus & mencit); hari ke 6-14 pd hamster; hari
ke 6-18 pd kelinci), meliputi abnormalitas bagian luar fetus
(morfologi), jaringan lunak serta kerangka fetus.
► Penggunaan tikus galur SD lebih disarankan karena galur ini memiliki
anak lbh banyak
► Prinsip : pemberian variasi dosis pd hewan bunting selama paling
sedikit masa organogenesis dari kebuntingan. Satu hari sebelum
waktu melahirkan induk dibedah, uterus diambil & dilakukan evaluasi
thd fetus.
► minimal 20 ekor induk bunting/kelompok
► Dosis tertinggi sebaiknya sdkt menginduksi efek toksik pd induk,
misalnya menurunkan berat badan, tetapi tdk boleh menyebabkan
kematian induk > 10 %.
► Bila sampai dosis 1000 mg/kg BB tdk memberikan efek toksik
/teratogenik pd embrio, dosis tdk perlu dinaikan.
► Bila dosis tinggi pd penelitian pendahuluan ada efek toksik pd induk,
81
ttp tdk ada efek pd embrio pengujian dosis lbh tinggi tdk perlu
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
► Pengamatan kondisi hwn tiap hari selama masa pengujian thd kematian,
keadaan sekarat, perubahan tingkah laku, dan gejala-gejala toksisitas.
► Saat muncul dan lama gejala toksik hrs diamati (perubahan kulit, bulu, mata
dan lapisan mukosa).
► Hewan yg mati selama pengujian segera dibedah
► Pd hari ke-20 (tikus), ke-18 (mencit), dan ke-29 (kelinci) dibedah
► Pemeriksaan makroskopik thd perubahan struktur dan patologis, dihitung
corpora lutea-nya.
► Uterus dipindahkan dan isinya diperiksa : BB dan jenis kelamin fetus,
adanya malformasi (jenis, jumlah dan persentase) pd fetus hidup, kematian
embrio (saat, keadaan, jumlah dan persentase). Pemeriksaan fetus hidup
bagian luar seluruh fetus scr makroskopik.
► tikus, mencit dan marmot : 1/3 dr fetus hidup dibuat preparat kerangka
diperiksa kelainan kerangka, 2/3 utk pemeriksaan jaringan lunak
► kelinci, semua fetus hidup utk pemeriksaan jaringan lunak & kerangka.
► Data : keadaan hewan scr individual dan dirangkum dlm tabel.
jmlh hwn pd awal pengujian; kematian embrio;
% kebuntingan; jenis, jumlah, variasi dan
jmlh induk yg ada gejala persentase malformasi bagian
toksisitas, deskripsi gejala luar;
toksisitas yg diamati, waktu & kerangka & jaringan lunak dari
lama gejala toksisitas; fetus hidup. 82
isolasi
Standarisasi tekn.Farmasi
Isolat
sederhana (sediaan baru)
obat jadi
PELAYANAN KESEHATAN
◦ Besarnya biaya utk melakukan uji Klinik
◦ Uji klinik hanya dpt dilakukan bila OT telah terbukti
berkhasiat & aman pd uji preklinik
◦ Perlunya standardisasi bahan yg diuji
◦ Sulitnya menentukan dosis yg tepat krn penentuan
dosis berdasarkan dosis empiris, selain itu
kandungan kimia tanaman tergantung pd banyak
faktor.
◦ Kekuatiran produsen akan hasil yg negatif terutama
bagi produk yg telah laku di pasaran
90
A Jamu utk komunitas (publik) Pendekatan metodologi & desain
1 Deskripsi pemanfaatan oleh Studi ethno-medicine
masy. Studi epidemiologi (Cross-sectional survey)
Studi pelayanan kesehatan (health services research)
2 Ramuan/formula turun Studi klinik jamu fase 2 (dgn desain outcome study)
temurun Studi klinik jamu fase 3 (dgn desain RCT tanpa blinding)
3 Ramuan/formula baru Studi pre-klinik (uji toksisitas akut, uji toksisitas sub-kronik)
Studi klinik jamu fase 1
Studi klinik jamu fase 2 (dgn desain outcome study)
Studi klinik jamu fase 3 (dgn desain RCT tanpa blinding)
B Jamu utk orientasi produk Pendekatan metodologi & desain
1. Fitofarmaka Uji pre-klinik
Uji klinik fase 1
Uji klinik fase 2
Uji klinik fase 3 (blinding)
Aplikasi ke Badan POM
91
PerKaBPOM 00.05.41.1381 Tahun 2005
SUPLEMEN MAKANAN
Pendaftar Ind. farmasi, Ind. di bidang OT, Ind. pangan
Produk mengandung vitamin, mineral, asam amino,
karbohidrat, protein, lemak atau bahan lain berupa isolat; isolat
lain, dan bahan lain berupa bahan alam;
Suplemen Kesehatan produk yg dimaksudkan utk melengkapi
kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan/atau
memperbaiki fungsi kesehatan, mempunyai nilai gizi dan/atau efek
fisiologis, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino dan/atau bahan lain bukan tumbuhan yg
dapat dikombinasi dgn tumbuhan (PerKBPOM 21 Tahun 2015).
Bentuk sediaan : serbuk, pil, sediaan setengah padat, pastiles,
tablet, kapsul, COD
Utk bahan utama berupa ekstrak yg dibuat sendiri perlu dijelaskan
cara penyarian yg dilakukan (misal maserasi, perkolasi, digesti),
cairan penyari yg digunakan, lama penyarian, alasan pemilihan
larutan penyari.
Cara penilaian bhn baku :
• Sebutkan cara pembuatan & hasil total ekstrak yg diperoleh;
• Pemerian bau, rasa & warna
• Lampirkan hasil pengujian mutu dalam bentuk sertifikat analisa
92
PerKaBPOM 00.05.41.1381 Tahun 2005
SUPLEMEN MAKANAN
PENILAIAN MUTU PRODUK JADI
• Pemeriksaan meliputi bau, rasa, bentuk dan warna;
• Identifikasi komposisi;
• Uji keseragaman bobot
• Uji kdr air;
• Uji cemaran mikroba (ALT, bakteri patogen, jamur, kapang)
dan cemaran lain (logam berat, BKO)
• Uji waktu hancur
• utk sediaan cair, dilengkapi dgn pengujian pH, berat jenis dan
kadar alkohol;
• Pemeriksaan lainnya bila ada.
UJI STABILITAS PRODUK JADI
• Pengujian yg dilakukan secara periodik (1 bulan, 2, 3, dst
minimal 6 bulan)
• Jenis pengujian sebaiknya sesuai dgn pengujian produk jadi antara
lain pemerian, keseragaman bobot , kdr air, waktu hancur, cemaran
mikroba, dsb dan sebagainya. 93
PEDOMAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PRODUKSI
PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA (PerKBPOM
NOMOR HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012
X. KOPI, TEH, COKLAT KERING ATAU CAMPURANNYA
1. Kopi Biji Kering / Bubuk
2. Teh / Teh Hijau
3. Teh Rosela
4. Coklat (tdk termasuk coklat bubuk)
5. Kopi Campur
95
KEBIJAKAN STRATEGIS
PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU
PENGETAHUAN & TEKNOLOGI
TAHUN 2015-2019
1 Pangan,
2 Energi,
3 Teknologi & Manajemen Transportasi,
4 Teknologi Infomasi & Komunikasi,
5 Teknologi Pertahanan & Keamanan,
6 Teknologi Kesehatan & Obat,
7 Material Maju.
96
kondisi nasional yg dijadikan acuan dlm
pengembangan iptek kesehatan & obat
1. Tiga beban (triple burden) kesehatan nasional :
1. pergeseran demografi (meningkatnya jumlah lansia);
2. meningkatnya penyakit tdk menular (stroke, jantung, diabetes,
kanker, dll);
3. masih tingginya penyakit infeksi (dengue, malaria, HIV/AIDS, dll).
2. Industri farmasi mrpk komponen utama dlm pembangunan kesehatan,
yaitu dlm penyediaan obat. Struktur industri farmasi nasional blm kuat,
> 95% bhn baku obat trgntung impor
3. Kedepan pengob peny diarahkan pd terapi target dgn produk obat
berbasis protein & turunannya yg dihasilkan mll bioteknologi
(biofarmasetika) & sel punca Di Indonesia blm berkembang
4. Sumberdaya tanaman obat yg melimpah & kekayaan budaya pengobatan
tradisional mrpk keunggulan komparatif yg harus dikembangkan mjd
komoditi kompetitif dng dukungan industri yg kuat.
a) Daya saing industri obat herbal msh rendah.
b) Kualitas bhn baku & produk jadi msh hrs ditingkatkan.
c) Pengembangan ekstrak terstandar mrpkn terobosan utk peningkatan
kualitas bhn baku
d) Pengembangan obat herbal terstandar mrpk upaya meningkatkan
khasiat & mutu produk obat herbal
5. Kebutuhan alat kesehatan > 95% tergantung impor. Industri alat
kesehatan dlm negeri blm berkembang. Pengembangan prototip alat 97
kesehatan prioritas & SNI alat kesehatan sgt diperlukan
Produk Unggulan & Teknologi Prioritas pd Bidang
Kesehatan & Obat Sub Obat & Obat Herbal
Produk Teknologi
Uji Alpha Uji Beta Difusi
unggulan prioritas
1. 1. Koleksi seny Seny kandidat obat Kandidat obat
Kandidat Teknologi pemandu antiretrovirus hasil anti-retrovirus
obat Kandidat (lead compound) pengembangan in yg telah diuji
Obat Anti dgn aktivitas silico & sintesis scr in vivo
Retrovirus antiretrovirus kimia & telah diuji in (2018)
(2015) vitro (2017)
2. Koleksi senyawa Senyawa kandidat Kandidat obat
Kandidat pemandu obat antimalaria anti-malaria
Obat Anti- (lead compound) hasil pengembangan yg telah diuji
Malaria dgn aktivitas in silico & sintesis secara in vivo
antimalaria kimia dan telah diuji (2018)
(2015) in vitro (2017)
98
Produk Unggulan & Teknologi Prioritas pd Bidang
Kesehatan & Obat Sub Obat & Obat Herbal
Produk
Teknologi prioritas Uji Alpha Uji Beta Difusi
unggulan
2. Ekstrak 1. Sambiloto & - ujian in vitro Uji klinis Formula ekstrak
terstandar brotowali utk (2013) terbatas terstandar
(utk antidiabetes - Uji in vivo (2014) (2015) (2016)
mendukung 2. Kepel, tempuyung - Uji in vitro (2014) Uji klinis Formula ekstrak
program & secang utk - Uji in vivo (2015) terbatas terstandar
Nasional anti antihiperurisemia (2016) (2017)
Saintifikasi
Jamu- 3. Seledri, pegagan, - Uji in vitro (2015) Uji klinis Formula ekstrak
Kemenkes) kumis kucing - Uji in vivo( 2016) terbatas terstandar
utk antihipertensi. (2017) (2018)
4. Jati belanda, - Uji in vitro (2016) Uji klinis Formula ekstrak
kemuning, kelembak - Uji in vivo (2017) terbatas terstandar
utk jamu (2018) (2019)
antikolesterol
99
Produk Unggulan & Teknologi Prioritas pd Bidang
Kesehatan & Obat Sub Obat & Obat Herbal
Produk Teknologi
Uji Alpha Uji Beta Difusi
unggulan prioritas
3. Obat Obat Herbal Prototipe formula Uji klinis Difusi formula
Herbal Terstandar OHT : terbatas formula OHT :
Terstand (OHT): • imunostimulan OHT : • antikolesterol,
ar (OHT) Anti kolesterol utk kanker • imunostimulan fitoestrogen
Fitoestrogen (2015) utk penderita (2014)
Antidiabetes, • hepatoprotektor kanker (2016) • Antidiabetes
Imunostimulan, (2016) • hepatoprotekt (2015)
Hepatoprotekto • antiaging (2017) or (2017) • imunostimulan
r • Antiaging t kanker (2018)
Antiaging (2018) • hepatoprotekto
r (2019)
100
Produk Unggulan & Teknologi Prioritas pd Bidang
Kesehatan & Obat Sub Obat & Obat Herbal
Produk Teknologi
Uji Alpha Uji Beta Difusi
unggulan prioritas
4. Fitofarmaka Uji klinis formula Difusi
Fitofarm Antidiabetes antidiabetes di RS fitofarmaka
aka (2016) antidiabetes
(2018)
5. SNI SNI mutu & SNI mutu & SNI mutu & SNI mutu &
metode uji metode uji penilaian penilaian
serta kesesuaian kesesuaian serta
penilaian serta keamanan keamanan
kesesuaian penggunaannya penggunaannya
terhadap dan jaminan
inovasi mutu produksi
101
ASEAN
Guidelines for the regulation of herbal medicines in the
South-East Asia Region 2003
102
103
104
105
Profil TM HS (2006)
BD CM IN Lao MLY MM PL SP TH VT
Traditional Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Medicine
Complementary
Medicine
Herbal Ya
Medicine
Natural
Medicine
Natural Product
Botanical
Product
Others Traditionally Chinese
used Proprietary
Herbal Medicines
Products (CPM)
106
Profil TM HS (2006)
BD CM IN Lao MLY MM PL SP TH VT
Food Ya - Ya Ya
Supplement
Health Ya Ya Ya Ya
Supplement
Complementary
Medicine
Dietary Ya Ya Ya
Supplement
Nutritional
Supplement
Others Border
line food/
drug
107
108
109
110
111
ASEAN AGREEMENT ON TRADITIONAL
MEDICINES / HEALTH SUPPLEMENTS (2014)
“Traditional Medicines” mean any medicinal product for human use
consisting of active ingredients derived from natural sources (plants, animals
and/or minerals) used in the system of traditional practice. It shall not include
any sterile preparation, vaccines, any substance derived from human parts,
any isolated and characterised chemical substances.
“Health Supplements” mean any product that is used to supplement a diet
and to maintain, enhance and improve the healthy function of human body
and contains one or more, or a combination of the following:
i. Vitamins, minerals, amino acids, fatty acids, enzymes, probiotics and other
bioactive substances.
ii. Substances derived from natural sources, including animal, mineral and
botanical materials in the forms of extracts, isolates, concentrates, metabolites.
iii. Synthetic sources of ingredients mentioned in (i) and (ii).
It is presented in dosage forms (to be administered) in small unit doses such as
capsules, tablets, powder, liquids and it shall not include any sterile preparations (i.e.
injectables, eye drops).
112
ASEAN AGREEMENT ON TRADITIONAL
MEDICINES / HEALTH SUPPLEMENTS (2014)
I. Guiding principles for inclusion into or exclusion from the
negative list of substances for TM & HS
II. Guiding principles for the use of additives and excipients in TM &
HS
III. ASEAN Guideline on limits of contaminants for TM & HS
IV. The ASEAN guidelines for minimising the risk of transmission of
transmissible spongiform encephalopathies in TM & HS
V. ASEAN guidelines on stability and shelf-Life of TM & HS
VI. ASEAN Guiding Principles on Safety Substantiation for TM & HS
VII. ASEAN Guidelines on Claims and Claims Substantiation for TM
& HS
VIII. ASEAN Guideline on GMP for TM & HS
IX. ASEAN Guidelines on Labeling Requirements for TM & HS.
X. General principles for establishing maximum levels of vitamins
and minerals in HS 113
Annex 1
substance must carry a scientifically demonstrated/proven
safety concern that its inclusion into a Traditional Medicine will
be harmful to human health
“Harmful to human health” is defined as any experience
affecting the population resulting in any of the following
outcomes: death, a life-threatening adverse experience,
inpatient hospitalisation or prolongation of existing
hospitalisation, a persistent or significant disability/incapacity,
or a congenital anomaly/birth defect. Important medical events
that may not result in death, be life-threatening, or require
hospitalisation may be considered harmful when, based on
appropriate medical judgment, they may jeopardise the
individual and may require medical or surgical intervention to
prevent one of the outcomes previously listed.
It is important to differentiate between potential side effects114
117
Tambahan Negative list HS
1. Abrus precatorius L. -Seed -Abrin, which consists
of abrus agglutinin, and toxic lectins abrins
2. Aconitum spp. (all species) Whole plant -Aconite
alkaloids
3. Animals parts containing hormones (all species) --
-Parts that may contain hormones: Pituitary gland, Thyroid
gland, Parathyroid glands, Adrenal glands, Pancreas, Thymus
gland, Ovary, Testes, Placenta - Growth hormone, prolactin,
adrenocortico-tropic hormone, Thyroid-stimulating hormone,
Follicle-stimulating hormone, luteinizing hormone, oxytocin,
antidiuretic hormone, thyroid hormone, calcitonin, parathyroid
hormone, mineralocorti-coids, glucocorti-coids, sex hormones,
insulin, glucagon, thymosin, estrogens, progesterone,
testosterone
4. Antiaris toxicaria Lesch.-Latex, Sap- Cardiac
glycoside (antiarin), Cardenolides & Alkaloids (with
118
cardiac arresting potential)
Tambahan Negative list HS
5. Artemisia spp. (all species) containing artemisinin.- leaf-
artemisinin
6. Azadirachta indica A.Juss. - Seeds -Azadirachtin and derivatives
7. Berberis spp. (all species) e.g. Berberis vulgaris L. – Root,
bark, rhizome -Berberine
8. Brucea javanica (L.) Merr..- Dried fruits & seed -Bruceine,
Bruceantinol and Bruceoside
9. Bufo vulgaris Lour. .-Venom, dried secretion, whole body -
Cinobufagin, resibufagenin, bufagins, catecholamines: asbufothionine
10. Cerbera manghas L. Seed Digitoxinglyco-side, Cerberine,
Cerberoside, thevetin
11. Cerbera odollam Gaertn.-Seed -Cerberin, cerebroside,
odollin, odolotoxin, thevetin and cerapain.
12. Chelidonium majus L. Schrad.-Dried, whole or cut aerial
parts -Berberine, chelidonine, sanguinarine, coptisine,
chelerythrine
13. Cinchona spp. (Fr.) Tul. -Bark -Cinchona alkaloids ex.
Quinine and Derivatives
14. Croton tiglium L. -Fruit, seeds and oil -Croton oil containing:
Crotonic acid, tiglic acid, crotin, cocarcinogen Phorbol ester
119
Tambahan Negative list HS
15. Datura spp. (all species) containing hyoscyamine, atropine,
scopolamine and apoatropine --Leaf, seed, flowering or fruiting
parts with branches
16. Dryobalanops sumatrensis (J.F.Gmel.) Kosterm.-Whole plant-
Borneol (Borneo camphor)
17. Dryopteris filix-mas (L.) Schott –Rhizome- Filicin, aspidinol
18. Euphorbia antiquorum L., Euphorbia trigona Mill.- Latex-
19. Alpha euphorbol, Beta amyrin cycloartenol Euphol
20. Fritillaria spp. - Dried bulb -Alkaloid: chinpeimine, fritimine,
beilupeimine hashimirine peimine peimisine
21. Garcinia elliptica Wall. ex Wight , Garcinia hanburyi
Hook.f. , Garcinia morella (Gaertn.) Desr. -Gum resin -
Cambogic acid, β-guttiferin, α-1-guttiferin
22. Gluta usitata (Wall.) Ding Hou, Syn. Melanorrhoea usitata
Wall. – Latex - Urushic acid, Urushiol, Cardanol, Cardol,
Anacardic acid
23. Jatropha multifida L.,- Fruits/Seeds- Phytotoxin (Toxalbumin-
Curcin)
24. Lantana camara L. / Tembelekan (tahi ayam)- Whole plant-
Lantadene 2,2% from dry leave and stem Lancamaron 120
Tambahan Negative list HS
25. Datura spp. (all species) containing hyoscyamine, atropine,
scopolamine and apoatropine --Leaf, seed, flowering or fruiting
parts with branches
26. Magnolia officinalis Rehder & E.H.Wilson - Whole plant -
Bark:level of magnolol 2-11%, honokiol 0.3-4.6%,eudes mol
<1%, < 200mg of bark/dosage form has to be from a Chinese Formulation
and contraindicated in pregnancy (emmena-gogue)
27. Mucuna pruriens (L.) DC. – Seed -Dopamine, Nicotine,
Physostigmine
28. Mylabris phalerata Pall., Mylabris cichorii Linnaeus,- Dried
body - Cantharidin
29. Nerium oleander L., Whole plant –Neriin
30. Pausinystalia johimbe (K.Schum.) Pierre ex Beille – Bark-
Yohimbine
31. Physostigma venenosum Balf. - Seed, bean – Physostigmine
32. Plumbago zeylanica L. – Roots - Plumbagin
33. Plumbago indica L. - Root, root bark –Plumbagin
34. Psilocybe cubensis (Earle) Singer - Whole plant - Psilocybine,
Psilocin
35. Punica granatum L. - Stem bark and root bark - Pomegranate
121
alkaloids
Tambahan Negative list HS
36. Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz, Rauvolfia vomitoria
Afzel., - Root, whole plant- Reserpine, Rescinnamine,
ajmalane
37. Sanguinaria canadensis L. - Rhizomes and roots -
Sanguinarine, chelerethrin, sanguirulin, berberine, protopine
38. Sophora tomentosa L. – Seed -Alkaloids - matrine, Cytisine
39. Stephania tetrandra S.Moore - Whole plant - Aristolochic acid
40. Strychnos nux-vomica L., Strychnos ignatii P.J. Bergius,
Strychnos lucida R.Br., Strychnos roborans A.W.Hill, Nux-
vomica – Seed - Strychnine
41. Symphytum officinale L., Symphytum asperum Lepech.,
Symphytum × uplandicum Nyman, Symphytum peregrinum
Ledeb. - Whole plant - Pyrrolizidine alkaloids
122
ANNEX II. Additive & Excipient
1. Coloring agent
Yang berbeda dgn peraturan Indonesia :
Grape Skin Extract 500 mg/kg
Iron oxide, black & Iron oxide, red & Iron oxide, yellow
7.500 mg/kg
Riboflavin ASEAN 300 mg/kg, Indonesia 150 mg/kg
2. Sweetener
No Sweetener Limit (mg/kg product)
Acesulfame potassium
1. 2000
2Aspartame 5500
3Sodium cyclamate, Cyclamic acid, 1250 (as cyclamic acid)
Calcium cyclamate
4 Saccharin 1200
5 Sucralose/ Trichlorogalactosucrose) 2400
1. 6 Aconitum spp. (all species) Whole plant -Aconite
Neotame 9
7 alkaloids
Steviol glycoside 2500
123
ANNEX II. Additive & Excipient
3. Preservatives
No Preservatives Limit (mg/kg)
1 Methyl paraben 150 – 200 (Oral solutions &
suspensions)
200 – 3000 (Topical prep.)
2 Benzoic acid and salt (Na, K, 2000 as benzoic acid
Ca)
3 Bionopol 100 – 1000 (w/v) Topical use
4 Benzyl alcohol 20000 (v/v)
5 Cetrimide 50 (w/v) Topical use
6. Propionic acid 3000 – 10000
7. Sorbic acid and salt (Na, K, 2000 as sorbic acid
Ca)
4. Antioxidant : Alpha-Tocopherol, Ascorbic acid, Ascorbyl
palmitate, BHA, BHT, Propyl gallate, Calcium disodium
ethylenediaminetetra acetate/Disodium Ethylenediaminetetra
124
acetate
ANNEX III. Limit Contaminant
1. Heavy metal
2. Microbial contaminants
3. Pesticide residue
ANNEX IV. TSE
Transmissible Spongiform Encephalopathies
(TSEs) are a group of chronic degenerative
diseases that is characterised by the accumulation
of pathologically misfolded 'Prion‘ protein (PrP)
that accumulates in the central nervous systems
of infected individuals.
125
ANNEX V. STABILITY & SHELF LIFE
Storage Condition & Testing Frequency
1. Real Time 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24 months and annually
there after through the proposed shelf-life
2. Accelerated 0, 3 and 6 months
A stability study should cover the testing of the
physical, chemical, and microbiological properties of a
finished product that are susceptible to change during
storage and are likely to influence quality when changed.
Parameter based on dosage form
1. Organoleptic, characteristic 9. Granule/particle
2. Assay (if there was marker) size
3. Hardness/friability 10. Resuspendability
4. Dissolution/Disintegration 11. Adhesiveness for
5. Water content plaster
6. Viscosity
7. pH
8. Microbial contaminant
126
ANNEX VI. SAFETY SUBSTANTIATION
1. History of use
known history of human consumption evidences (e.g.
documented history of use, authoritative reference
texts) may be considered for safety substantiation.
In the case when the anticipated intake of this
ingredient is significantly higher than the estimated
historical intake, or for which the historicalintake
cannot be assessed, additional safety data may be
required;
2. Scientific evidence on safety
toxicity data could be derived from animal and/or
human studies using internationally accepted
methodologies such as WHO or OECD guidelines.
Acute, sub-chronic and/or chronic toxicity data may
be required, however expected duration of product
usage may determine the types of toxicity study.
Other toxicity data (teratogenicity, carcinogenicity,
and/or mutagenicity data may be required, when
necessary. 127
ANNEX VII. CLAIM
1. TM 3 type :
Traditional Health Use Claims
Traditional Treatment Claims
Scientifically Established Treatment Claims
2. HS 3 type claim :
General or Nutritional Claims
Functional Claims
Disease Risk Reduction Claims
128