Anda di halaman 1dari 133

ANALISIS DAN STANDARISASI

OBAT BAHAN ALAM


Oleh:
Fransiska Leviana, M.Sc., Apt. et al

1
DISKRIPSI DI PEDOMAN
AKADEMIK
1. Pendahuluan : Definisi obat tradisional, obat herbal terstandar,
fitofarmaka, dll. Ruang lingkup analisis jamu. Kegunaan analisis
jamu. Cara analisis jamu.
2. Analisis OT secara mikroskopik : Teknik mikroskopik.
Pengenalan sitomorfologi. Penggunaan reagen. Sitomorfologi
utk identifikasi simplisia yg berasal dari daun, kayu. Batang,
bunga, buah, biji. Mikroskopik serbuk. Pengukuran preparat
daun. Metode likopodium.
3. Analisis OT secara kimiawi : Identifikasi kandungan kimia dalam
jamu. Penyekatan golongan senyawa berdasar polaritas. Sari
larut petroleum eter. Sari larut dalam eter, sari larut dalam
etanol-air.
4. Standarisasi obat alam

2
PUSTAKA
 Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan, Jakarta.
 Anonim, 1978, Materia Medika Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan, Jakarta.
 Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan, Jakarta.
 Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan, Jakarta.
 Anonim, 1987, Analisis Obat Tradisional, Jilid I, Departemen Kesehatan, Jakarta.
 Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan, Jakarta.
 Anonim, 1996, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Departemen Kesehatan, Jakarta.
 Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Dirjen POM
 Anonim. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta: POM RI.
 Brain, K.R., Turner, T.D., 1975, The Practical Evaluation of Phytopharmaceuticals, Wright-
Sciencetechnica, Bristol.
 Depkes & BPOM, Peraturan & Perundangan tentang Obat Tradisional
 BPOM. 2015. Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang
Baik 2011.Jakarta : BPOM RI

3
PUSTAKA
 Depkes, 2008, Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta: Depkes RI
 Depkes RI [Departemen Kesehatan Republik Indonesia]. 2008. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
 Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2010. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi 1 Suplemen II. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
 Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2011. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi 1 Suplemen II. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
 Kemenkes RI [Kementerian Kesehatan Republik Indonesia]. 2013. Farmakope Herbal
Indonesia. Edisi 1 Suplemen III. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Stahl. E., 1973, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, Ann Arbor Science
Publisher Inc. Michigan.
 Evans, W.C., 2002, Trease and Evans Pharmacognosy, 15th ed., W.B. Saunders.
 Sutrisno, R.B., 1986, Analisis Jamu, Universitas Pancasila, Jakarta.
 Wagner, H., S. Bladt, E.M. Zgainski, 1984, Plant Drug Analysis, Speinger-Verlag, Berlin.
 Wallis, T.E., 1967, Textbook of Pharmacognosy, 15th ed. J&A Churchill Ltd., London.

4
Penilaian

Tugas 30 %
keatifan 20
Uas/uts 50%

tidak ada remedi

5
Obat Tradisional dan Obat Herbal mnrt
Peraturan Perundangan RI :
 Obat Tradisional : bahan atau ramuan bahan yg berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yg
secara turun temurun telah digunakan utk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dgn norma yg berlaku di
masyarakat.
 Obat Herbal/Obat Bahan Alam : bahan atau ramuan
bahan yg dapat berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral
(PerKBPOM 21 Tahun 2015).

6
Tujuan Regulasi

PENGAWASAN

PERLIN
MEMAJU
DUNGAN
KAN
KONSU
INDUSTRI
MEN

7
3 aspek pengawasan

aman mutu khasiat

8
Gambaran perkembangan
peraturan OT di Indonesia
 Kepedulian pemerintah thd OT sejak th 60-an
negara lain & WHO blm perhatian thd OT
UU Kesehatan 1961 psl 11 :
“ OT Indonesia perlu dipelajari & dimanfaatkn
sebaik mungkin”
 UU Kesehatan th 1992 :
Sistem kesehatan nasional mewajibkan pengawasan thd keamanan
pakai & khasiat OT, & perlu pengembangan & peningkatan kualitas
OT
 OT termasuk bagian integral dari sistem pelay.kes
Prakteknya ????
 UU kesehatan No 36 th 2009
 OT terbukti aman & berkhasiat dijaga kelestariannya &
pemerintah menjamin pengembangan & pemeliharaan bhn baku OT
 OT yg diolah, diproduksi, diedarkan, dikembangkan,
ditingkatkan, & digunakan hrs dpt dipertanggungjwbkan manfaat
& keamananny
 penggunaan OT harus rasional

9
Peraturan-Peraturan
 Permenkes RI no 760/Menkes/Per/IX/1992
 Fitofarmaka
 Kepmenkes RI no 761/Menkes/SK/IX/1992 ./
 Pedoman fitofarmaka/
 Kepmenkes RI No 56/Menkes/SK/I/2000
 Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik OT(3)
 Keputusan KaBPOM RI No : HK.00.05.4.2411 tahun 2004
 Ketentuan pokok pengelompokan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia.(1)
 Peraturan KaBPOM RI No : HK.00.05.41.1384 thn 2005
 Kriteria & tata laksana pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar
& fitofarmaka.(2)
 Kepmenkes 381/Menkes/SK/III/2007
 Kebijakan Obat Tradisional Nasional
 Kepmenkes 261/Menkes/SK/IV/2009
 Farmakope Herbal Indonesia Edisi I

10
 Kepmenkes 2109/Menkes/SK/X/2011
 Pemberlakuan Suplemen I FHI
 Kepmenkes 2345/Menkes/SK/XI/2011
 Pemberlakuan Suplemen II FHI
 Kepmenkes 683/Menkes/SK/XII/2013
 Pemberlakuan Suplemen III FHI Edisi I
 Permenkes 03/Menkes/Per/I/2010
 Saintifikasi Jamu (4)
 Per. Kepala BPOM RI No: HK.03.1.23.06.11.5629 thn 2011
 Persyaratan teknis CPOTB
 Permenkes No 006 tahun 2012  Industri & Usaha OT (5)
 Permenkes No 007 tahun 2012  Registrasi OT
 PerKaBPOM No 7 Tahun 2014
 Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Scr In Vivo(8)
 PerKaBPOM No 12 Tahun 2014  Persyaratan Mutu OT (6)
 PerKaBPOM No 21 Tahun 2015
 Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik
 PerKaBPOM No 5 Tahun 2016
 Penarikan & Pemusnahan OT yg tdk Memenuhi
Persyaratan(7) 11
Keputusan Kepala Badan POM RI
No : HK.00.05.4.2411 tahun 2004
 Obat bahan alam Indonesia : obat bahan
alam yg diproduksi di Indonesia
 Kelompok  dasar : cara pembuatan
serta jenis klaim penggunaan & tingkat
pembuktian khasiat
 Jamu  obat tradisional Indonesia
 Obat herbal terstandar
 Fitofarmaka

12
KRITERIA OBAT BAHAN ALAM SK KaBPOM RI No. HK.00.05.4.2411
JAMU OHT FITOFARMAKA

LOGO

Ranting daun Jari-jari daun Jari-jari daun (yg


terletak dlm (3 pasang) membentuk bintang)
lingkaran terletak dlm pasang) terletak dlm
lingkaran lingkaran
Jenis klaim
penggunaan tingkat
umum & umum & medium &
pembuktian ...... medium medium tinggi
Klaim khasiat
berdasarkan......
data uji ilmiah/ uji klinis
empiris praklinik
Standardisasi
kandungan kimia
belum bhn baku bhn baku &
dipersya- sediaan
ratkan 13
Peraturan Kepala Badan POM RI
Nomor: HK.00.05.41. 1384 thn 2005
 OT, OHT, fitofarmaka yg dibuat atau diedarkan di wil
Indonesia wajib memiliki izin edar Kepala Badan
 Perkecualian :
• ot, oht, fitofarmaka yg digunakan utk penelitian
• ot impor utk digunakan sendiri dlm jumlah terbatas
• ot impor yg telah terdaftar & beredar di negara asal
utk tujuan pameran dlm jumlah terbatas
• ot tanpa penandaan yg dibuat oleh usaha jamu
racikan & jamu gendong
• bhn baku berupa simplisia & sediaan galenik
 Pendaftar : IOT, IKOT, industri farmasi
 Jika tdk terdaftar & tdk termasuk dlm perkecualian 
termasuk bahan berbahaya

14
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
 Kriteria izin edar :
1. menggunakan bahan berkhasiat & bahan tambahan yg
memenuhi persyaratan mutu, keamanan &
kemanfaatan/khasiat
2. dibuat sesuai ketentuan Pedoman CPOTB /CPOB
3. penandaan berisi informasi yg lengkap & obyektif yg dpt
menjamin penggunaan OT, OHT & fitofarmaka scr tepat,
rasional, & aman sesuai dg hasil evaluasi pd pendaftaran
 Kriteria pendaftaran :
1. Pendaftaran baru
2. Pendaftaran variasi
 Dokumen pendaftaran :
1. Dokumen administrasi : izin industri, sertifikat CPOTB,
perjanjian kontrak, dll
2. Dokumen yg mencakup formula dan cara pembuatan
3. Dokumen yg mencakup cara pemeriksaan mutu bhn baku
& produk jadi
4. Dokumen yg mencakup klaim indikasi, dosis, cara 15
pemakaian, bets.
Pendaftaran baru : Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005

Kategori Pendaftaran
1 OT yg mengandung simplisia berasal dr Indonesia
(indigenous) dlm btk sederhana (rajangan, serbuk,
parem, pilis, dodol, tapel, COL)
2 = kategori 1 dlm btk modern (pil, tablet, kapsul,
krim, gel, salep, supo, cairan obat dalam)
3 Kategori 1 & 2 dg klaim indikasi baru, bentuk
sediaan baru, posologi dan dosis baru
4 OHT
5 Fitofarmaka
6 Kategori 4 & 5 dg klaim indikasi baru, bentuk
sediaan baru, posologi dan dosis baru
7 OT yg mengandung simplisia berasal bukan dr
Indonesia (non-indigenous) dan atau simplisia yg
profil keamanannya blm diketahui dengan pasti
8 Kategori 7 dg klaim indikasi baru, bentuk sediaan16
baru, posologi dan dosis baru
Pendaftaran variasi : Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005

Kategori Pendaftaran OT, OHT, Fitofarmaka yg telah


mendapat ijin edar dengan perubahan :
9 1. nama produk tanpa perubahan komposisi
2. atau penambahan ukuran kemasan
3. Klaim pd penandaan yg tdk mengubah manfaat
4. Desain kemasan
5. Nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa
perub status kepemilikan
6. Nama importir, tanpa perub status kepemilikan
10 1. Spesifikasi dan atau metode analisis bhn baku
2. Spesifikasi dan atau metode analisis produk jadi
3. Stabilitas
4. Teknologi produksi
5. Tempat produksi
6. Atau penambahan jenis kemasan
11 Formula atau komposisi termasuk bahan tambahan
yang tidak mengubah khasiat 17
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005

Dokumen formula & cara pembuatan


1. FORMULA
a. nama semua bhn baku yg digunakan & jumlah
b. asal-usul
asal-usul komposisi
komposisi diperoleh,
diperoleh, misal :
 dr pengetahuan turun-temurun  nama & alamat asal atau informasi ttg OT tsb
 dr pustaka  nama pustaka, pengarang, edisi;
 dr hasil penelitian resmi  sumber publikasi
2. CARA PEMBUATAN  singkat & jelas
a. Jumlah rencana utk 1x pembuatan, misal 1000 bungkus @7 gram, 1000 pil @ 300 mg, 10.000 kapsul @ 300 mg.
b. Jumlah masing-masing bhn yg digunakan utk 1x pembuatan
c. Semua tahap pekerjaan yg dilakukan pengolahan bhn baku sampai diperoleh btk sediaan yg dikehendaki, sesuai POB (Prosedur Operasional Baku)  penjelasan
slide lanjutan
d. Alat/mesin yg digunakan  nama alat, merk, bahand asar alat (alumunium, tanah liat, dsb), nama negara pembuat, kapasitas alat

18
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005

Dokumen formula & cara pembuatan


2. CARA PEMBUATAN  singkat & jelas
c. Semua tahap pekerjaan yg dilakukan pengolahan bhn baku sampai diperoleh btk sediaan yg dikehendaki, sesuai POB (Prosedur Operasional Baku)
i. Cara sortasi bhn baku;
ii. Cara pencucian bhn baku  bila digunakan bhn pencuci, cantumkan nama & konsentrasi
iii. Cara pengeringan bhn baku
baku metode, suhu, dan lama pengeringan
iv. Cara pembuatan serbuk & derajat kehalusan serbuk
serbuk cara pembuatan serbuk, dlm bentuk campuran atau masing-masing bhn baku atau simplisia; proses
selanjutnya sesuai bentuk sediaannya
sediaannya

19
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005

Dokumen formula & cara pembuatan


2. CARA PEMBUATAN  singkat & jelas
v. Cara penyarian  cara penyarian, dlm bentuk campuran atau masing-masing bhn baku atau simplisia, metoda & larutan penyari, lama penyarian, cara
pengeringan hsl penyarian, jumlah atau bobot ekstak total yg diperoleh dr penyarian, nama bahan pengering & bobot (jika pakai)
vi. Cara pencetakan pil/tablet atau pengisian kapsul/larutan;
vii. Cara pengemasan;
viii.Cara pengawasan mutu yg dilakukan selama proses produksi (misal kdr air, homogenitas, keseragaman bobot, waktu hancur, kandungan mikroba, logam berat
dsb

20
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
Penjelasan cara HK.00.05.41. 1384 thn 2005

pembuatan sesuai bentuk sediaan


1. SERBUK, DODOL/JENANG, PASTILES
 Derajat halus bhn baku (No mesh), cara & waktu pencampuran, cara pengisian dlm wadah, bobot tiap wadah  serbuk, dodol/jenang, pastiles
 jenis bahan tambahan dodol/jenang, pastiles
 IPC :
1. Sblm pengisian  jumlah bahan yg didpt setelah selesai pengadukan atau pencampuran,
pencampuran, homogenitas;
2. Selama pengisian
pengisian keseragaman bobot, pengontrolan scr berkala;
3. Stlh pengisian :
• keseragaman bobot, kdr air, kebocoran wadah serbuk
• jumlah hasil yg diperoleh  serbuk, dodol/jenang, pastiles
2. RAJANGAN
 Pemerian, cara & waktu pencampuran, bobot tiap wadah
 IPC :
1. Sblm pengisian  jumlah rajangan yg didpt setelah pencampuran,
pencampuran, homogenitas;
2. Stlh pengisian  jumlah hasil yg diperoleh.

21
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
Penjelasan cara HK.00.05.41. 1384 thn 2005

pembuatan sesuai bentuk sediaan


3. PIL
 Derajat halus bhn baku (No mesh) utk pil dibuat dr simplisia, cara & waktu pencampuran, jenis bahan tambahan, bobot tiap pil
 IPC :
1. Sblm pencetakan jumlah bahan yg didpt setelah pengadukan/pencampuran (pembuatan adonan);
2. Selama pengisian keseragaman bobot, waktu hancur, pengontrolan scr berkala;
3. Stlh pengisian  kebocoran wadah & jumlah hasil yg diperoleh tiap pembuatan.
4. KAPSUL
 Suhu dan kelembaban udara ruangan pengisian kapsul, bobot rata2 tiap kapsul, zat penyerap uap air dlm pengemasan wadah akhir (jika ada)
 IPC :
1. Sblm pengisian  bahan utama, homogenitas, kdr air
2. Selama pengisian  bobot rata2 isi tiap kapsul, waktu hancur, pengontrolan scr berkala;
3. Stlh pengisian  keseragaman bobot, waktu hancur, kdr air, kebocoran wadah, jumlah hasil yg diperoleh.

22
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
5. TABLET HK.00.05.41. 1384 thn 2005
 Cara pencampuran bahan, kepekatan musilago, cara mencampur dan melarutkan bhn pengawet, no ayakan granul, lama dan suhu pengeringan granul, suhu & kelembaban di ruang mesin & ruang pengemasan,
zat penyerap uap air dlm pengemasan wadah akhir (jika ada)
 Utk ekstrak yg dibuat sendiri  cara penyarian yg dilakukan (misal maserasi, perkolasi, digesti), cairan penyari yg digunakan, lama penyarian, alasan pemilihan larutan penyari.
 Tablet salut gula/selaput suhu & banyak larutan penyalut, interval waktu tiap penambahan, suhu & waktu tiap tingkatan (tingkat lapisan dasar (undercoating), lapisan subcoating, pewarna (translucent),
lapisan terakhir (polishing), suhu & waktu mengaliri udara panas/kering; tekanan udara/compresor khusus spray caating, penyimpanan & pengemasan dlm wadah akhir apakah ditambah zat penyerap uap
 IPC :
• Sblm pencetakan
pencetakan berat granul kering yg didpt, kdr air granul;
granul;
• Selama pencetakan  bobot rata2 tiap tablet, waktu hancur, pengontrolan scr berkala;
• Stlh pencetakan  keseragaman bobot, waktu hancur, mutu kualitatif & kuantitatif bhn utama, isi tiap wadah akhir, kebocoran wadah, & jmlh hsl yg didpt tiap kali pembuatan.

23
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
6. CAIRAN, LARUTAN, EMULSI DAN SUSPENSI
 Cara melarutkan bahan, cara mereaksikan bahan (jika ada), penyaringan larutan, bobot/volume tiap wadah
 IPC  Sblm pengisian ke wadah & stlh penyaringan  pH, kekentalan, homogenitas, kadar alkohol (bila dipakai peraut alkohol), kebocoran wadah, & jmlh hsl yg didpt tiap kali pembuatan.
7. SALEP KRIM GEL
 Derajat halus bhn baku, cara pengisian ke wadah, bobot/volume tiap wadah
 IPC :
1. Sblm pengisian  jumlah salep/krim/gel setelah pengadukan/pencampuran, homogenitas
2. Selama pengisian  keseragaman bobot, pengontrolan scr berkala;
3. Stlh pengisian  homogenitas, keseragaman bobot/volume, kebocoran wadah, jumlah hasil yg diperoleh.
8. SUPOSITORIA
 Derajat halus bhn baku, cara & waktu pencampuran, suhu & waktu pemanasan/pendinginan, bobot tiap suppo h
 IPC :
1. Sblm pengisian  homogenitas
2. Selama pengisian  keseragaman bobot, pengontrolan scr berkala;
3. Stlh pengisian  keseragaman bobot, titik leleh,/titik cair, kebocoran wadah, jumlah hasil yg diperoleh.

24
Dokumen Cara Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
Pemeriksaan Mutu Bhn Baku & Produk Jadi
1. SUMBER PEROLEHAN BHN BAKU
a. Dalam negeri
• Dari petani pengumpul, distributor  nama & alamat & sumber wilayah bahan tersebut diperoleh
• Ekstrak  nama perusahaan pembuat ekstrak atau distributor
b. Impor  Nama & alamat importir & sertifikat analisisnya
2. CARA PENILAIAN MUTU BHN BAKU
 Identitas & pemerian bhn baku :
a.
bhn baku simplisia
Nama latin tanaman & familia
i.
ii.
Pemerian
iii.
Pengamatan makroskopik  btk, ukuran, sifat patahan, dan ciri khas lain
iv.
Hsl pengujian scr fisika - kimia antara lain reaksi warna.

25
Dokumen Cara Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
Pemeriksaan Mutu Bhn Baku & Produk Jadi
b. Bhn baku sediaan olahan (ekstrak/tingtur)
 Dibuat sendiri :
i. Cara pembuatan & hasil total ekstrak yg diperoleh
ii. Pemerian
iii. Identitas kandungan kimia
iv. Hsl pengujian scr fisika - kimia yg menunjukkan zat penanda : reaksi warna, kromatogram, &/ spektrogram
v. Lampirkan hasil penilaian mutu dlm bentuk sertifikat analisa
c. nama buku, edisi, tahun penerbitan, dan buku standar yg digunakan
3. CARA STANDARISASI BHN BAKU & PRODUK JADI OHT & FITOFARMAKA
 Cara & hsl standarisasi msg2 bhn baku & produk jadi

26
Dokumen Cara Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
Pemeriksaan Mutu Bhn Baku & Produk Jadi
4. CARA PENILAIAN MUTU PRODUK JADI
a. Pemerian
b. Identifikasi komposisi;
c. Uji keseragaman bobot;
d. Uji kdr air;
e. Uji cemaran mikroba (ALT, bakteri patogen, jamur & kapang) & cemaran lain (logam berat, BKO)
f. Uji waktu hancur;
g. Utk sediaan cair, + pH, berat jenis, & kdr alkohol;
h. Pemeriksaan lain bila ada.
d s/d h  sebutkan metode, spesifikasi alat, hasil pengamatan & kesimpulan.
5. CARA PENETAPAN STABILITAS PRODUK JADI
 Pengujian yg dilakukan scr periodik (1, 2, 3 bulan, dst)
 Jenis pengujian sebaiknya sesuai dg pemeriksaan mutu produk jadi : pemerian, keseragaman bobot, kdr air, waktu hancur, cemaran mikroba, dsb
 Hasil penguiian minimal 6 bulan dlm btk tabel

27
Dokumen Cara Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
Pemeriksaan Mutu Bhn Baku & Produk Jadi
4. CARA PENILAIAN MUTU PRODUK JADI
a. Pemerian
b. Identifikasi komposisi;
c. Uji keseragaman bobot;
d. Uji kdr air;
e. Uji cemaran mikroba (ALT, bakteri patogen, jamur & kapang) & cemaran lain (logam berat, BKO)
f. Uji waktu hancur;
g. Utk sediaan cair, + pH, berat jenis, & kdr alkohol;
h. Pemeriksaan lain bila ada.
d s/d h  sebutkan metode, spesifikasi alat, hasil pengamatan & kesimpulan.
5. CARA PENETAPAN STABILITAS PRODUK JADI
 Pengujian yg dilakukan scr periodik (1, 2, 3 bulan, dst)
 Jenis pengujian sebaiknya sesuai dg pemeriksaan mutu produk jadi : pemerian, keseragaman bobot, kdr air, waktu hancur, cemaran mikroba, dsb
 Hasil penguiian minimal 6 bulan dlm btk tabel

28
Dokumen Cara Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
Pemeriksaan Mutu Bhn Baku & Produk Jadi
6. METODOLOGI UJI KLINIK (UJI PRAKLINIK & / KLINIK) UTK OHT & FITOFARMAKA


• Uji praklinik : uji toksisitas & uji farma kodinamik
• Uji farmakodinamika  uji sc r in vitro pd orga n/jaringan atau in vivo, meliputi :




Mekanisme dan spesifisitas kerja bhn berkha sia t
Efek bhn berkhasiat thd berbagai orga n;
mula kerja , efek puncak, & ma sa kerja bhn berkhasiat;
Hubunga n dosis- intensitas ef ek;
 toleransi dan ketergantunga n;


interaksi obat;
Efek tera pi thd hwn coba yg dibuat sa kit.
• Uji Klinik metoda penelitian & informasi :







Desa in uji;
Jmlh umur da n jenis kelamin subyek;
Kriteria inklusi dan eksklusi subyek;
Bentuk & kekuatan sediaan, dosis, lama & cara pemberia n;
Variabel yg diukur, metoda pengukuran variabel, & a la sa n variabel yg dipakai;
Ana lisa statistik & metodanya:
Ethical c learance.
7. RESUME HASIL UJI KLINIK (UJI PRAKLINIK DAN KLINIK)
`

29
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005

30
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005

31

± : Informasi dapat dicantumkan dgn menyebutkan' Lihat Brosur' (sesuaikan dengan kemasan)
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI
Nomor: HK.00.05.41. 1384 thn
2005

Obat tradisional, obat herbal


terstandar & fitofarmaka dilarang
mengandung :
Obat tradisional dilarang dlm
 bahan kimia hasil isolasi atau
bentuk sediaan :
sintetik berkhasiat obat;
 intravaginal;
 narkotika atau psikotropika;
 tetes mata;
 bahan yg dilarang ;
 parenteral;
 hewan atau tumbuhan yg
 supositoria, kecuali
dilindungi sesuai dgn ketentuan
digunakan utk wasir.
peraturan perundang-undangan yg
berlaku.

OT, OHT & FF dlm bentuk sediaan cairan obat dlm tdk boleh
Mengandung etil alkohol dgn kadar lebih besar dari 1 % (satu persen),
Kecuali dlm bentuk tingtur yg pemakaiannya dgn pengenceran
32
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI
Bahan yg Dilarang Nomor: HK.00.05.41. 1384 thn 2005

1 Abri Semen Biji Saga Abrus precatorius L.


2 Aconiti Herba Herba Akonitum Aconitum spesies
3 Adonidis vernalis Herba Herba Adonidis Adonis vernalis L
4 - Aristolochia Aristolochia spesies
5 Belladonae Herba Herba beladon Atropa belladona
6. Colchici Semen Biji Kolkhisi Colchicum altumnale L.
7 - Colochinthidis semen -Citrullus colochinthidis (L.) Schrader
- Colochinthidis fructus
8. - Crotonis Semen - Biji Cerakin Croton tiglium L.
- Crotonis Oleum - Minyak Cerakin
9. Datura Semen Biji Kecubung Datura spesies
10 Digitalis Folium Daun Digitalis Digitalis species
11 Ephedra Herba Herba Efedra Ephedra spesies
12. Filicis Rhizoma Akar Filisis Dryopteris filix-max (L.)Schott
13. Gandarusa Justicia gendarrusa burm f.
14. Gum resin Gummi Gutti Garcinia hanburyii hook f.
15. Hydrastidis Rhizoma Akar Hidrastis Hydrastis canadensis. L.
16. Hypericum perforatum Herba St. John’s wort /
Klamath weed Hypericum perforatum L.
17. Hyoscyami Folium Daun Hiosiami Hyoscyamus niger. L.
33
Bahan yg Dilarang Lanjt.Peraturan Kepala BPOM RI Nomor:
HK.00.05.41. 1384 thn 2005
18. Lantanae Folium Daun Tembelekan Lantana camara L.
19. Lobeliae Herba Herba Lobelia Lobelia chinensis Lour.
20. Methystici Folium Daun Wati / Kavakava Piper methysticum Forst.
21. Daun Kratom Mitragynae Folium Mitragyna specoisa.
Korthals.
22. Nerii Folium Daun Oleander Nerium oleander L
Bnerii Fructus Buah Oleander
23. Pinneliae tuber Pinnelia ternata
(Thumb) Ten. Ex
Breitenbach
24. - Podophylli Rhizoma - Akar Podofilum Podophyllum emyodi.
- Podophylli Resin - Damar Podofilum Wall ex Hook.
25. Sabadillae Semen Biji Sabadila Schoenocaulon officinale
(Schlecht) A Gray
26. - Scammoniae Radix Convolvulus scammmonia L
- Scammoniae Semen
27. Scillae Bulbus Umbi Skila Scilla sinensis. Lour.
28. Strophanthi Semen Biji Strofanti Strophanthus species
29. - Strychni Semen - Biji Strihni - Strychnos nux-vomica.L,
- Strychni Radix - Akas Strihni - Strychnos ignatii Berg L.
30. Symphytum Folium Daun Confrey Symphytum officinale

34
Lanjt.Peraturan Kepala BPOM
RI Nomor: HK.00.05.41. 1384
thn 2005
II. Hewan
1. Buvo vulgaris/ Samsu/ Kodok kerok
2. Lyttavesicotaria/Cantharis

III. MINERAL
1. Chalcanthite/tembaga sulfat (II) pentahidrat/blue
stone/blue Vitriol
2. Cinnabaris
3. Litharge (PbO)
4. Minium / pumblum tetraoksida / Pb3O4
5. Realgar
6. senyawa arsen
- arsen trioksida/As2O3
- arsen triklorida/As2Cl3
- Orpiment /Arsen Trisulfida/As2S3)
7. senyawa raksa
-merkuro klorida/HgCl
-merkuri klorida/HgCl2
-merkuri sulfide/HgS
8. Sulfur (S) kecuali utk obat luar. 35
 Tanaman Ephedra
 ES yg dihubkn dgn serangan jantung & strok
 Tanaman Aristolochia sp
 ES gagal ginjal stadium lanjut
 Asam Aristolokat (Aristolochic Acid) yg berpotensi karsinogenik
 Tanaman kava-kava (KepKBPOM No HK 00.05.4.02647)
 ES yg dihubngkan dgn resikohepatotoksik
 Cinchonae cortex & Artemisiae folium (PerKBPOM HK 00.05.41.2803 Tahun 2005)
 scr swa pengobatan dpt menyebabkan resistensi Plasmodium falciparum & Plasmodium
vivax thd obat anti malaria
 Pausynistalia yohimbe (PerKBPOM No HK 03.1.23.05.12.3428 Thn 2012)
 ES stimulasi & paralisis SSP
 Coptis sp, Berberis sp, Mahonia sp, Chelidonium majus, Phellodendron sp
Arcangelica flava, tinosporae radix (PerKBPOM No 10 Th 2014)
 iritasi ginjal & nefrotoksik
 Cataranthus roseus (PerKBPOM No 10 Th 2014)
 depresi sumsum tulang

36
Permenkes 03/Menkes/Per/I/2010
Saintifikasi Jamu
Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian
berbasis pelayanan kesehatan
Ruang lingkup : promotif, preventif, rehabilitatif, paliatif
 kuratif hanya dpt dilakukan atas permintaan tertulis pasien sbg
komplementer-alternatif setelah pasien memperoleh penjelasan yg
cukup

Pengobatan komplementer-alternatif adalah


pengobatan nonkonvensional yg ditujukan utk meningkatkan derajat
kesehatan masy meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, & rehabilitatif
yg diperoleh mll pendidikan terstruktur dg kualitas, kamanan, efektivitas
yg tinggi yg berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yg belum
diterima dlm kedokteran konvensional

Ilmu Pengetahuan Biomedik adalah ilmu yg meliputi anatomi, biokimia,


histologi, biologi sel & molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi yg37
dijadikan dasar ilmu kedokteran klinik.
Tujuan pengaturan saintifikasi jamu
1. Memberikan landasan ilmiah (evidence based) penggunaan
jamu scr empiris mll penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
2. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi &
tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dlm rangka upaya
preventif, promotif, rehabilitatif & paliatif mll penggunaan
jamu.
3. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif t hd pasien dgn
penggunaan jamu.
4. Meningkatkan penyediaan jamu yg aman, memiliki khasiat
nyata yg teruji scr ilmiah, & dimanfaatkan scr luas baik utk
pengobatan sendiri maupun dlm fasilitas pelayanan
kesehatan.

38
Permenkes No 6 Tahun 2012
Permenkes No 7 Tahun 2012
 IOT  dpt membuat semua btk sediaan OT
 IEBA  membuat sed dlm btk ekstrak sbg produk akhir
 UKOT  dpt membuat semua btk OT, kec tablet &
effervescent
 UMOT  param, tapel, pilis, cairan luar & rajangan
 Usaha Jamu Racikan  usaha dilakukan oleh depot jamu yg
dimiliki perorangan dgn melakukan pencampuran sediaan
jadi/segar OT utk dijajakan langsung pd konsumen
 Usaha Jamu Gendong usaha dilakukan perorangan dgn
menggunakan bahan OT dlm btk cairan yg dibuat segar dgn
tujuan dijajakan langsung kpd konsumen

39
Lanjt. Permenkes No 7 Tahun 2012

OT yg diedarkan wajib izin edar, kriteria :


 bahan memenuhi persyaratan keamanan & mutu;
 dibuat dgn menerapkan CPOTB;
 memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan
lain yg diakui;
 berkhasiat yg dibuktikan scr empiris, turun temurun, dan/atau scr
ilmiah; dan
 penandaan berisi informasi yg objektif, lengkap, & tdk menyesatkan.
Perkecualian :
OT yg dibuat usaha jamu racikan & usaha jamu gendong;
simplisia & sediaan galenik utk keperluan industri & keperluan layanan
pengobatan tradisional;
OT utk penelitian, sampel utk registrasi & pameran dlm jumlah terbatas
& tdk diperjualbelikan.

40
Lanjt. Permenkes No 7 Tahun 2012

Obat tradisional dilarang mengandung


 etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dlm bentuk
sediaan tingtur yg pemakaiannya dgn pengenceran;
 bahan kimia obat yg merupakan hasil isolasi atau
sintetik berkhasiat obat;
 narkotika atau psikotropika; dan/atau
 bahan lain yg berdasarkan pertimbangan kesehatan
dan/atau berdasarkan penelitian membahayakan
kesehatan.
 dlm bentuk sediaan intravaginal; tetes mata;
parenteral; & supositoria, kecuali utk wasir.

41
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
 Rajangan  cairan obat dalam
 Serbuk simplisia  cairan obat luar
 Serbuk Instan  Salep & krim
 Kapsul
 Parem
 Kapsul lunak
 Pilis & tapel
 Tablet
 Efervesen  Koyo/plester
 Pil  Supositoria utk
 Dodol/jenang wasir
 Pastiles  Film strip

42
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
Rajangan : sediaan OT, 1 jenis/campuran simplisia, cara penggunaannya
dididihkan/diseduh air panas
Serbuk simplisia : sediaan OT, butiran homogen dg derajat halus sesuai, simplisia/
campuran dg ekstrak, cara penggunaan diseduh air panas
Serbuk instan : sediaan OT, butiran homogen dg derajat halus sesuai, dr ekstrak,
cara penggunaan diseduh air panas/ dilarutkan air dingin
Kapsul : sed OT, dari ekstrak, terbungkus cangkang keras
Kapsul lunak : terbungkus cangkang lunak
Tablet : sediaan OT padat kompak, dibuat scr kempa cetak, bentuk tabung pipih,
silindris, atau btk lain kedua permukaan rata/cembung, dari ekstrak
kering atau camp ekstrak kental dg bahan pengering dgn bhn
tambahan sesuai
Efervesen : sed padat kompak, dari ekstrak mengandung Na bikarbonat & asam
organik yg menghasilkan gas CO2 saat dimasukkan air
Pil : sediaan OT padat dari serbuk simplisia & atau ekstrak

43
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
Dodol/jenang : sed padat OT, lunak tp liat dari serbuk simplisia & atau ekstrak
Pastiles : sediaan padat OT, lempengan pipih umumnya btk segi 4, dari
serbuk simplisia & atau ekstrak
COD : sed OT, minyak, larutan, suspensi/emulsi, dari serbuk simplisia & atau
ekstrak utk obat dlm
salep/krim : sed OT setengah padat, dari ekstrak yg larut/terdispersi homogen
dlm dasar salep/krim yg sesuai, utk obat luar
Parem : sed OT padat/cair, dari serbuk simplisia & atau ekstrak utk ob luar
Koyo/plester : sed OT, dpt melekat pd kulit & tahan air, serbuk simplisia &
atau ekstrak, sbg ob luar ditempel pd kulit
Supositoria utk wasir : sediaan padat OT, ekstrak larut/terdispersi homogen,
dlm dasar supositoria yg meleleh, melarut, melunak pd suhu
tubuh, dipakai di rektal
Film strip : sediaan padat OT, lembaran tipis dipakai oral

44
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
Dodol/jenang : sed padat OT, lunak tp liat dari serbuk simplisia & atau ekstrak
Pastiles : sediaan padat OT, lempengan pipih umumnya btk segi 4, dari
serbuk simplisia & atau ekstrak
COD : sed OT, minyak, larutan, suspensi/emulsi, dari serbuk simplisia & atau
ekstrak utk obat dlm
salep/krim : sed OT setengah padat, dari ekstrak yg larut/terdispersi homogen
dlm dasar salep/krim yg sesuai, utk obat luar
Parem : sed OT padat/cair, dari serbuk simplisia & atau ekstrak utk ob luar
Koyo/plester : sed OT, dpt melekat pd kulit & tahan air, serbuk simplisia &
atau ekstrak, sbg ob luar ditempel pd kulit
Supositoria utk wasir : sediaan padat OT, ekstrak larut/terdispersi homogen,
dlm dasar supositoria yg meleleh, melarut, melunak pd suhu
tubuh, dipakai di rektal
Film strip : sediaan padat OT, lembaran tipis dipakai oral

45
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014

Persyaratan bhn baku


 bhn baku  semua bahan awal baik yg berkhasiat maupun tdk
berkhasiat, yg berubah maupun tdk berubah, yg digunakan dalam
pengolahan Obat Tradisional.
 Bahan Tambahan  komponen Obat Tradisional yg dimaksudkan
sebagai zat, pelarut, pelapis, pembantu, dan zat yg dimaksudkan utk
mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan, atau sebagai zat
warna dan tdk mempunyai efek farmakologis.
 bhn baku wajib memenuhi persyaratan mutu sebagaimana tercantum
dalam:
√ MMI
√ FHI
√ Jk tdk ada  dpt digunakan standar persyaratan farmakope negara
lain atau referensi ilmiah yg diakui

46
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014

Persyaratan mutu produk jadi


 Organoleptik
 kdr air  Obat dalam dan luar padat ≤ 10%, kecuali efervesen ≤ 5 %
 Cemaran mikroba
 ALT  semua sediaan ada batasan, kecuali obat luar utk luka (semipadat dan cair negatif)
 AKK  semua sediaan ada batasan, kecuali obat luar utk luka (salep, krim dan cair negatif)
dan COL minyak tdk ada syarat
 patogen negatif
 Rajangan, Serbuk Simplisia yg diseduh air panas
 E. coli , Salmonella spp, P. aeruginosa, S. aureus
 Serbuk Instan, granul, serbuk Efervesen, Pil, Kapsul, Kapsul Lunak, Tablet/kaplet,
Tablet Efervesen, tablet hisap, Pastiles, Dodol/Jenang, Film Strip dan Cairan Obat
Dalam.
 E. coli , Salmonella spp, P. aeruginosa, S. aureus, Shigella spp
 Obat luar utk luka (salep, krim dan cair)  P. aeruginosa, S. aureus
 Obat luar padat  tdk ada syarat

47
PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
 Aflatoksin total  Obat dalam ≤ 20 μg/kg
Aflatoksin B1  obat dalam ≤ 5 μg/kg
 Cemaran logam berat  Obat dalam
 Pb ≤ 10; Cd ≤ 0,3; As ≤ 5; Hg ≤ 0,5
(mg/kg atau mg/L atau ppm)
 Keseragaman bobot
 padat dalam, kec rajangan, dodol/jenang
 luar hanya supositoria utk wasir
 Waktu hancur
 Tablet Efervesen  ≤ 5 menit
 Kapsul Tablet/kaplet tdk bersalut, film strip, Supositoria utk wasir dgn dasar lemak  ≤ 30
menit
 Pil, Kapsul Lunak, Tablet bersalut gula, tablet bersalut film, Supositoria utk wasir dgn dasar
larut dalam air ≤ 60 menit
 Tablet bersalut enterik tdk hancur dlm waktu 120 menit dlm larutan asam dan selanjutnya
hancur ≤ 60 menit dlm larutan dapar fosfat
 Volume terpindahkan  sed. cair
 pH COD

48
 Bahan tambahan PerKaBPOM No 12 Tahun 2014
 Rajangan dan Serbuk dng bhn baku Simplisia
 tdk boleh pengawet, pengharum, pewarna
 Sediaan yg boleh ada pengawet
 serbuk dgn bhn baku Ekstrak, sed obat dalam lainnya, & sed obat luar
 Pemanis  semua obat dalam boleh
 Pewarna  serbuk dgn bhn baku Ekstrak, sediaan obat dalam lainnya dan
sediaan obat luar salep, krim, cair.
 Pengawet, pemanis, pewarna dan Bahan Tambahan lainnya yg tdk
tercantum pada Anak Lampiran ini mengacu ke Peraturan Menteri
Kesehatan No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.

49
 Bahan pengawet PerKaBPOM No 12 Tahun 2014

 Utk OT yg diizinkan mengandung > 1 macam pengawet,


 perhitungan hasil bagi masing2 bahan dgn batas
maksimum penggunaan jika dijumlahkan tdk boleh > 1
No Pengawet Penggunaan
(%)
1 Asam benzoat (benzoic acid)  
  - Larutan oral 0,01-0,1
  - Suspensi oral 0,1
  - Sirup oral 0,15
- Sediaan Topikal 0,1-0,2
2. Asam sorbat (sorbic acid) 0,05-0,2
3. Metil para-hidroksibenzoat (methyl para  
hydroxybenzoate)
  - Larutan dan Suspensi oral 0,015-0,2
  - Sediaan Topikal 0,02-0,3
4. Propil para-hidroksibenzoat (propyl para  
hydroxybenzoate) 0,01-0,6
- Sediaan topikal
5. Butil para-hidroksibenzoat (butyl para hydroxybenzoate)   50
- Sediaan topikal 0,02-0,4
 Bahan pemanis PerKaBPOM No 12 Tahun 2014

No Pemanis Alami
1 Gula tebu (gula pasir), gula aren, gula kelapa, gula bit, daun
stevia, daun saga, kayu legi, dan pemanis alami lain
 2 Sorbitol (Sorbitol) /Sorbitol Sirup (Sorbitol syrup)
3 Manitol (Mannitol)
4 Isomalt/Isomaltitol ( Isomalt/ Isomaltitol)
 5 Glikosida steviol (Steviol glycosides)
 6 Maltitol (Maltitol) / Maltitol sirup (Maltitol syrup)
7 Laktitol (Lactitol)
8 Silitol (Xylitol)
9 Eritritol (Erythritol)
No
Pemanis Buatan Acceptable Daily
Intake/ADI*) (mg/kg berat
badan)
1. Asesulfam-K (Acesulfame potassium) 15
2 Aspartam (Aspartame) 40
3 Natrium siklamat (Sodium cyclamate) 11 (sebagai as siklamat)
4 Sakarin (Saccharin) 2,5
5 Sukralosa (Sucralose/ 15
Trichlorogalactosucro0)
6 Neotam (Neotame) 2 51
 Bahan pewarna alami PerKaBPOM No 12 Tahun 2014

N Pewarna Alami Batas


o Maksimum
(mg/kg produk)
1.
Riboflavin (Riboflavins); Riboflavin (sintetik) (Riboflavin, 150
synthetic) ; Riboflavin 5’-natrium fosfat (Riboflavin 5’-phosphate sodium)
Riboflavin dari Bacillus subtilis (Riboflavin (Bacillus subtilis)
2
Karmin dan ekstrak cochineal CI. No. 75470 (Carmines and 300
cochineal extract); Karmin CI. No. 75470 (Carmines) Ekstrak cochineal No.
75470 (Cochineal extract)
3
Klorofil CI. No. 75810 (Chlorophyll) 500
4
Klorofil dan klorofilin tembaga kompleks CI. No. 75810 500
(Chlorophylls and chlorophyllins, copper complexes)
5
Karamel III amonia proses (Caramel III – ammonia process) 20.000
6
Karamel IV amonia sulfit proses (Caramel IV – sulphite ammonia process) 20.000
7
Beta-karoten (sayuran) CI. No. 75130 (Carotenes, beta (vegetable) 600
8
Karotenoid (Carotenoids) 300
Beta-karoten (sentetik) CI. No. 40800 (beta-Carotenes, synthetic).
Beta-karoten (sintetik) CI. No. 40800 (beta-Carotenes (Blakeslea trispora)
Beta-apo-8’-karotenal CI. No. 40820 (beta-Apo-8’-Carotenal)
Etil ester dari beta-apo-8’asam karotenoat CI. No. 40825 (beta-apo-8’-
52
Carotenoic acid ethyl ester)
Bahan pewarna PerKaBPOM No 12 Tahun 2014

No Pewarna Sintetik Batas


Maksimum
(mg/kg produk)
1. Kuning FCF CI. No. 15985 (Sunset yellow 300
FCF)
2 Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R) 300
3 Merah allura CI. No. 16035 (Allura red) 300
4 Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine) 300
5 Biru berlian FCF CI No. 42090 (Brilliant 300
blue FCF)
6 Hijau FCF CI. No. 42053 (Fast green FCF) 600

 Bahan pewarna dilarang :


auramine, magenta, kristal ungu, metil kuning, rhodamine

53
PerKaBPOM No 5 Tahun 2016

 Kriteria Obat Tradisional yg wajib dilakukan penarikan :


1. mengandung BKO;
2. mengandung bakteri patogen;
3. tdk memenuhi persyaratan mutu;
4. mengandung bahan yg berdasarkan hasil kajian terkait dg
keamanan, khasiat/manfaat, mutu, dan penandaan berisiko
terhadap kesehatan masyarakat; dan/atau
5. penandaan tdk sesuai dgn persetujuan izin edar .
1 & 2  Penarikan Kelas I
3, 4, 5  Penarikan Kelas II

54
 Penarikan dilakukan thd OT: PerKaBPOM No 5 Tahun
2016
1. keseluruhan batch  BKO
2. batch yg bersangkutan  bakteri patogen dan/atau tdk memenuhi persyaratan mutu
 Pemegang Izin Edar juga wajib melakukan koreksi & pencegahan thd penyebab
produk mengand patogen
3. keseluruhan batch  penandaan tdk sesuai dg penandaan pada persetujuan izin
edar
 Pelaksanaan penarikan OT berdasarkan hasil pengawasan :
l temuan hasil inspeksi termasuk temuan kritikal hasil inspeksi (CPOTB);
l hasil sampling dan pengujian;
l hasil sampling dan evaluasi penandaan;
l hasil penerimaan Sistem Kewaspadaan Cepat ( rapid alert system) dan/atau hasil
evaluasi keamanan; atau
l tindak lanjut pengaduan masyarakat.

55
PerKaBPOM 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
ASPEK CPOTB
1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan, fasilitas dn peralatan
4. Sanitasi daan higiene
5. Dokumentasi
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Cara penyimpanan dn pengiriman obat tradisional yg baik
9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali
produk dan produk kembalian
10.Inspeksi diri

56
PerKaBPOM 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
CPOTB : ASPEK
PENGAWASAN MUTU
 Adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi
dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa
bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak
dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
 Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran
label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk
jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu
produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan
tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.

57
PerKaBPOM 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
Persyaratan dasar dari pengawasan mutu :
a) sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih
dan prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan
sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi,
dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan
tujuan CPOTB;
b) pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil
dengan metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu;
c) metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila perlu);
d) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat
pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa
semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur
pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar
telah dilaksanakan Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap
58

dan diinvestigasi;
PerKaBPOM 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
Persyaratan dasar dari pengawasan mutu :
e) produk jadi berisi bahan atau ramuan bahan yang dapat
berupa bahan nabati, bahan hewani, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut
dengan komposisi kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan
yang disetujui pada saat pendaftaran, serta dikemas dalam
wadah yang sesuai dan diberi label yang benar;
f) dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal,
bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk
jadi secara formal dinilai dan dibandingkan terhadap
spesifikasi; dan
g) sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan
dalam jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang
bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir
kecuali untuk kemasan yang
59
PerKaBPOM 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011

Ruang lingkup pengawasan mutu :


pengambilan sampel, spesifikasi dan
pengujian serta organisasi, dokumentasi
dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa pengujian yang diperlukan dan
relevan dilakukan, dan bahwa bahan-
bahan yang tidak diluluskan untuk
digunakan, atau produk jadi diluluskan
untuk dijual atau didistribusikan, sampai
kualitasnya dinilai memenuhi syarat.
60
PerKaBPOM 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
Dokumentasi penting yg berkaitan dengan
pengawasan mutu berikut hendaklah tersedia di
bagian Pengawasan Mutu:
• spesifikasi;
• prosedur pengambilan sampel;
• prosedur dan catatan pengujian (termasuk lembar
kerja analisis dan/atau buku catatan laboratorium);
• laporan dan/atau sertifikat analisis;
• data pemantauan lingkungan, bila diperlukan;
• catatan validasi metode analisis, bila diperlukan; dan
• prosedur dan catatan kalibrasi instrumen serta
perawatan peralatan.
61
PerKaBPOM 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
PENGAMBILAN SAMPEL
• metode pengambilan sampel;
• peralatan yang harus digunakan;
• jumlah sampel yang harus diambil;
• instruksi untuk setiap sub-divisi yang dibutuhkan sampel;
• jenis dan kondisi wadah sampel yang harus digunakan;
• identifikasi kontainer sampel;
• tindakan pencegahan khusus yang harus dilakukan,
khusus yang berkaitan dengan pengambilan sampel
beracun;
• kondisi penyimpanan;
• petunjuk untuk membersihkan; dan
• penyimpanan peralatan pengambilan sampel.
62
PerKaBPOM 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
Pengujian yang dilakukan hendaklah dicatat dan
mencakup sekurang-kurangnya:
a) nama bahan atau produk, dan bentuk sediaan jika ada;
b) nomor bets, produsen dan/atau pemasok jika ada;
c) referensi ke spesifikasi yang relevan dan prosedur
pengujian;
d) hasil uji, termasuk observasi dan kalkulasi dan
referensi ke sertifikat analisis;
e) tanggal pengujian;
f) paraf analis yang melakukan pengujian;
g) paraf orang yang melakukan verifikasi pengujian dan
kalkulasi, jika ada;
h) pernyataan yang jelas tentang pelulusan atau
penolakan atau status lain, tanggal dan tanda tangan
dari personil penanggung jawab. 63
Tugas Kelompok :
Ketik ulang Lampiran di Buku
POP CPOTB (2015), lalu
presentasikan
1. protap pengambilan sampel bahan awal dan
bahan mentah
2. pola pengambilan sampel bahan pengemas
3. protap verifikasi metode analisis
4. ringkasan hasil uji stabilitas pasca pemasaran

64
PEDOMAN
FITOFARMAKA
Kepmenkes RI no
761/Menkes/SK/IX/1992
+ Kepmenkes RI No 56/Menkes/SK/I/2000
+ PerKBPOM Nomor HK.00.05.41.1384 thn
2005
+ PerKBPOM no 7 tahun 2014
+ PerKBPOM no 21 tahun 2015
65
 2016 akhir  45 produk
 2017 64 produk 66
 2015
2015 5 produk
 Akhir 2016 8 produk
 2017
2017 18 produk
 Sedang proses 3

67
DAFTAR OBAT TRADISIONAL yg HARUS DIKEMBANGKAN
MENJADI FITOFARMAKA (Lamp. 760/Menkes/Per/IX/1992):
 19 JENIS AKTIVITAS
-Antelmintik - Anti ansietas
-Anti asma - Anti diabetes
-Anti diare - Anti hepatitis kronik
-Anti herpes Genetalis - Anti hiperlipidemia
-Anti hipertensi - Anti hipertiroidisme
-Anti histamin - anti inflamasi
-Anti kanker - anti malaria
-Anti TBC - antitusif/ekspektorn
-Disentri - dispepsia (gastritis)
-Diuretik

68
Lanjt. Permenkes No 760 Thn 1992
Komposisi & bhn baku :
 bhn baku : simplisia / sediaan galenik
 Hendaknya 1 bahan; jika tdk memungkinkan, tdk lbh dr 5
bahan (jika lebih dari 5 dinilai khusus)
 masing-masing bhn baku hrs diketahui keamanan &
khasiatnya sekurang2nya berdasar pengalaman
 Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggal murni) dilarang
 Persyaratan bhn baku : FI, Ekstra FI, MMI, persyaratan lain
yg berlaku
 kebenaran khasiat ramuan hrs dibuktikan dg uji klinik
 utk menjamin keseragaman khasiat & keamanan fitofarmaka
 pengadaan bhn baku yg terjamin keseragaman komponen
aktifnya bhn baku sebelum digunakan hrs diuji mll analisis
kualitatif & kuantitatif.
 Pada analisis thd ramuan, sebagai baku pembanding
digunakan zat utama atau zat identitas lainnya.
69
Materia Medika Indonesia
Tahun Volume Jumlah
simplisia
1977 I 20
1978 II 21
1979 III 20
1980 IV 20
1989 V 116
1995 VI 60

Monografi Ekstrak Farmakope Herbal Indonesia


Tumbuhan Obat Tahun Volume Jumlah Jumlah
Indonesia simplisia ekstrak
Tahun Volume Jumlah 2008/2009 I 37 33
ekstrak
2004 I 35
2011 Suplemen I 30 30
2006 II 30 2011 Suplemen II 20 21
2013 Suplemen III 20 21

70
UJI KLINIK Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992

FITOFARMAKA
Adl Uji pd manusia utk mengetahui atau memastikan
adanya efek farmakologik, keamanan & manfaat klinik
utk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit &
pengobatan gejala penyakit.
Tujuan :
l Mamastikan keamanan & manfaat klinik fitofarmaka
pd manusia dlm pencegahan atau pengobatan penyakit
maupun gejala penyakit.
l utk mendapatkan fitofarmaka yg dpt
dipertanggungjawabkan keamanan & manfaatnya
 Uji Klinik (PerKBPOM No 21 Thn 2015 ) adalah kegiatan
penelitian dgn mengikutsertakan subjek manusia disertai
adanya intervensi Produk Uji, utk menemukan atau
memastikan efek klinik, farmakologik dan/atau
farmakodinamik lainnya, dan/atau mengidentifikasi setiap
reaksi yg tdk diinginkan, dan/atau mempelajari absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi dgn tujuan utk
memastikan keamanan dan/atau efektifitas produk yg diteliti.
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992

TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN
 Merencanakan tahap-tahap pelaksanaan
uji klinik, termasuk formulasi, uji
farmakologi ekps & uji kimia.
 Melaksanakan uji klinik
 Melakukan evaluasi hasil uji klinik
 Menyebarluaskan hasil uji klinik kpd
masy. (publikasi ilmiah)
 Memantau penggunaan & kemungkinan
timbulnya ES.
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992

PERSYARATAN UJI KLINIK FITOFARMAKA


a. Calon fitofarmaka hrs sdh mll uji toksisitas
& kegunaan, dinyatakan memenuhi syarat
b. Alasan uji klinik didasarkan pd :
1. Data Uji farmakologi menunjukkan calon
fitofarmaka mempunyai aktivitas sesuai indikasi
yg menjadi tujuan uji klinik.
2. Adanya pengalaman empirik bahwa bahan
tersebut mempunyai manfaat klinik dlm
mencegah/mengobati penyakit/gejala penyakit.
c. Mrpk kegiatan uji multidisiplin
d. Memenuhi syarat ilmiah & metodologi uji
klinik utk pengembangan & evaluasi khasiat
klinik obat baru.
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992

e. Protokol uji hrs selaras dgn pedoman fitofarmaka.


Protokol harus dinilai & mendapat persetujuan lebih
dahulu.
f. Uji klinik hrs memenuhi prinsip etika & mendapat
ijin kelaikan etik (ethical clearance) dr panitia etika
penelitian biomedik pd manusia
g. Uji klinik hanya dpt dilakukan oleh tim peneliti yg
mempunyai keahlian, pengalaman, kewenangan &
tanggung jawab dlm uji klinik & evaluasi khasiat
klinik obat.
h. Uji klinik hanya dpt dilakukan oleh unit-unit
pelayanan & penelitian yg memungkinkan utk
pelaksanaan uji klinik ditinjau dari kelengkapan
sarana & keahliah personalia.
Jika dilakukan di puskesmas/RS  hrs dpt
supervisi & monitoring dari sentra uji fitofarmaka
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992

TAHAPAN PENGEMBANGAN FITOFARMAKA


 Pemilihan
 Uji Farmakologik
 Penapisan aktivitas farmakologik
 jk blm ada petunjuk ttg khasiat
 pemastian khasiat  jk ada petunjuk ttg khasiat
 Uji Toksisitas
1. uji toksisitas akut 4. Uji toksisitas spesifik
2. uji toksisitas sub kronis - toksisitas pd janin
3. uji toksisitas kronik - mutagenesis
- toksisitas topikal
- toksisitas pd darah dll
 Uji farmakodinamik
 Pengembangan sediaan (formulasi)
 Penapisan fitokimia & standarisasi sediaan
 Uji klinik
TAHAP PEMILIHAN (SELEKSI) Lanjt. Permenkes
No 761 Thn 1992
Prioritas pemilihan OT yg diuji &
dikembangkan ke arah fitofarmaka al:
 OT yg mempunyai khasiat utk penyakit dgn urutan atas
dlm morbiditas (pola penyakit)
 OT yg mempunyai khasiat utk penyakit ttt berdasarkan
inventarisasi pengalaman pemakaian
 OT yg merupakan alternatif yg jarang (atau satu-
satunya) utk penyakit tertentu.
PRIORITAS PEMILIHAN :
l bhn baku relatif mudah diperoleh
l Didasarkan pd pola penyakit di Indonesia
l Perkiraan manfaatnya thd penyakit tertentu cukup besar
l Memiliki ratio resiko & kegunaan yg menguntungkan
penderita
l Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992

TAHAP UJI FARMAKOLOGIK


 Penapisan efek farmakologi
 utk melihat kerja farmakologi pd sistem biologik 
petunjuk adanya khasiat terapi
 utk menghindari pemborosan pd tahap uji lebih lanjut.
 Uji scr invitro/invivo
 Pemastian khasiat calon fitofarmaka
percobaan in vivo pd mamalia
tdk semua khasiat terapi calon obat bisa diperkirakan
langsung dr model hewan percobaan. Yg bs : daya
analgetik, anti hipertensi, anti diabetik, anti arthritis,
daya menidurkan
TAHAP UJI TOKSISITAS
PKBPOM RI NOMOR 7 TAHUN 2014
a. uji toksisitas akut oral;
b. uji toksisitas subkronik oral;
c. uji toksisitas kronik oral;
d. uji teratogenisitas;
e. uji sensitisasi kulit;
f. uji iritasi mata;
g. uji iritasi akut dermal;
h. uji iritasi mukosa vagina;
i. uji toksisitas akut dermal; dan
j. uji toksisitas subkronik dermal.

78
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014

A. UJI TOKSISITAS AKUT ORAL


► adlh deteksi efek toksik yg muncul dlm waktu singkat stlh pemberian
oral dlm dosis tunggal, atau dosis berulang yg diberikan dlm wkt 24
jam; jk scr berulang, interval wkt > 3 jam.
► Prinsip : bbrp tingkat dosis  diamati adanya efek toksik dan
kematian. Hewan mati & hidup diotopsi utk dievaluasi gejala toksisitas
 diamati makropatologi pd tiap organ.
► Pengamatan dilakukan tiap hari, min 14 hari
 sistem kardiovaskuler, pernafasan, somatomotor, kulit & bulu, mukosa,
mata, sistem syaraf otonom, sistem syaraf pusat, tingkah laku, dsb.
 Perhatian tremor, kejang, salivasi, diare, letargi, lemah, tidur dan koma
 waktu timbul & hilangnya gejala toksik dan saat terjadinya kematian.
 Hewan uji sekarat dikorbankan & dimasukkan dlm hitungan sbg hewan
mati.

79
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
► Tujuan :
 mendeteksi toksisitas intrinsik suatu zat
 menentukan organ sasaran, kepekaan spesies,
 memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat scr
akut
 memperoleh informasi awal yg dpt digunakan utk menetapkan
tingkat dosis
 merancang uji toksisitas selanjutnya
 memperoleh nilai LD50 suatu bahan/sediaan
 penentuan penggolongan bahan/ sediaan & pelabelan.
► Kriteria penggolongan sediaan uji (obat, OT, pangan)

80
METODE KONVENSIONAL
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014

► Hewan : rodensia tikus putih (strain Sprague Dawley atau Wistar) atau mencit
(strain ddY atau BALB/c dll) variasi BB < 20% mean BB
► Sekurang-kurangnya 3 dosis.
Dosis terendah  dosis tertinggi yg sama sekali tdk menimbulkan kematian
Dosis tertinggi  dosis terendah kematian 100 %.
► Dgn interval dosis yg mampu menghasilkan rentang toksisitas dan angka
kematian  kurva dosis-respon yg dpt utk hitung nilai LD50.
► Dosis 5000 mg/kg BB (pd tikus) tdk mati dosis lbh tinggi tdk perlu
► Umumnya sediaan uji diberikan dlm volume yg tetap (konsentrasi berbeda)
Bhn uji cairan/campuran cairan tdk diencerkan
FIXED DOSE METHOD
► Metode utk bahan uji dgn derajat toksisitas sedang & dosis yg dipilih yg tdk
menimbulkan kematian, nyeri hebat atau iritatif/ korosif.
► Dosis bertingkat dg metode fixed doses : 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg (dpt
ditambah ad 5000 mg/kg). Dosis awal dipilih dr uji pendahuluan sbg dosis yg
muncul gejala toksisitas ringan ttp tdk toksik berat/mati. Dilanjutkan hingga
mencapai dosis berefek toksik atau ditemukan < 1 kematian, atau tdk tampak
efek toksik ad dosis tertinggi atau adanya kematian pd dosis yg lebih rendah.
► Umumnya tikus betina krn sedikit lebih sensitif dari jantan Hewan sehat dan
dewasa, blm pernah beranak & tdk sedang bunting, umur 8-12 minggu dgn
variasi BB < 20% mean BB
► Jantan  bahan uji (mnrt literatur) scr toksikologi/toksikokinetik bhw tikus
81
jantan lbh sensitif atau dg alasan kuat
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
B. UJI TOKSISITAS SUBKRONIS ORAL
► Adlh deteksi efek toksik yg muncul pd dosis berulang scr oral slm sebagian umur hewan,
tetapi < 10% seluruh umur hewan.
► Dosis 1000 mg/kg BB tdk dihasilkan efek toksik, dosis tdk dinaikkan lg, meski dosis yg
diharapkan utk manusia blm tercapai.
► Prinsip : sediaan uji dlm variasi dosis tiap hari slm 28 atau 90 hari
 28 hari  sediaan scr klinis dlm bentuk sekali pakai atau berulang dlm waktu < 1
minggu.
 90 hari  sediaan scr klinis berulang dlm waktu 1-4 minggu.
► bila diperlukan ada kelompok satelit utk melihat adanya efek tertunda atau efek yg
bersifat reversibel atau deteksi proses penyembuhan kembali dari pengaruh toksik.
 28 hari  dilanjutkan 14 hari kemudian
 90 hari  dilanjutkan 28 hari kemudian
► Tujuan : memperoleh informasi adanya :
 efek toksik zat yg tdk terdeteksi pd uji toksisitas akut;
 efek toksik setelah pemaparan scr berulang dlm jangka waktu ttt
 informasi dosis yg tdk menimbulkan efek toksik (No Observed Adverse Effect Level /
NOAEL);
 mempelajari adanya efek kumulatif & efek reversibilitas
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
► Diamati setiap hari utk menentukan adanya toksisitas. Pengamatan
perubahan kulit, bulu, mata, membran mukosa, sekresi, ekskresi,
perubahan cara jalan, tingkah laku yg aneh (misal jalan mundur), kejang
dsb. Hewan yg mati selama periode pemberian sediaan uji, bila belum
melewati periode rigor mortis (kaku) segera diotopsi,dan organ/jaringan
diamati makropatologi & histopatologi. Pd akhir periode, semua hewan msh
hidup diotopsi diamati makropatologi pd setiap organ & jaringan,
pemeriksaan hematologi, biokimia klinis & histopatologi.
► Pemeriksaan Hematologi : konsentrasi hemoglobin, jmlh eritrosit,
leukosit, diferensial leukosit, hematokrit, jmlh platelet (trombosit),
perhitungan tetapan darah yaitu: MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH
(Mean Corpuscular Hemoglobin), MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration) & deferensial leukosit
► Penimbangan organ (bobot absolut dan bobot relatif)
► BB dan konsumsi makan

83
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014
► Pemeriksaan biokimia klinis
 mnrt OECD (2001) : Na, K, glukosa, total-kolesterol, trigliserida, nitrogen urea,
kreatinin, total-protein, albumin, GOT, GPT, total bilirubin, alkaline fosfatase,
gamma glutamil trans-peptidase, LDH (laktat dehidrogenase), asam empedu.
 mnrt WHO (2000) : fungsi hati (GOT, GPT, Gamma GT) dan fungsi ginjal
(nitrogen urea, kreatinin, total-bilirubin).
 Parameter utama minimal : nitrogen urea, kreatinin, GOT dan GPT.
► Pemeriksaan Histopatologi : otak, pituitari, tiroid, timus, paru-paru, jantung, hati,
ginjal, limpa, adrenal, pankreas, testis, vesikula seminalis, kantong kemih, indung
telur, uterus, epididimis, usus, limfo nodus, saraf tepi, lambung, tulang dada, tulang
paha, sumsum tulang belakang
 sekurang-kurangnya 5 organ utama (hati, limpa, jantung, ginjal, paru) dan
ditambah organ sasaran yg diketahui scr spesifik.
 Organ-organ kecil : pituitari, tiroid, adrenal yg tdk memungkinkan utk dibuat
preparat histopatologi dpt diabaikan.

84
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014

C. UJI TOKSISITAS KRONIS ORAL


► Adlh pengujian mendeteksi efek toksik yg muncul stlh pemberian scr berulang
sampai seluruh umur hwn.
► utk uji bahan yg penggunaannya berulang > 4 minggu.
► Prinsipnya sama dgn uji toksisitas subkronis, tetapi sediaan uji diberikan >12 bulan.
► Tujuan : Dpt informasi adanya:
 Efek toksik yg tdk terdeteksi pd uji toksisitas subkronis.
 Karakterisasi toksisitas dari zat uji yg dipaparkan dlm waktu lama dan berulang
 menentukan NOAEL, dosis yg tdk menimbulkan efek toksik
► Min 3 variasi dosis .
 dosis paling tinggi  efek toksik ttp tdk insiden fatal
 dosis menengah  menunjukkkan tingkatan pengaruh toksik
 dosis paling rendah  tdk menimbulkan gejala toksik NOAEL
► Bila pada dosis 1000 mg/kg BB tdk dihasilkan efek toksik, dosis tdk perlu dinaikkan
lagi.
► Hrs dirancang sedemikian rupa agar dpt informasi toksisitas scr umum meliputi efek
neurologi, fisiologi, hematologi, biokimia klinis & histopatologi.

85
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014

D.AdlhUJI

TERATOGENISITAS
pengujian memperoleh informasi adanya abnormalitas fetus yg terjadi slm
masa pembentukan organ fetus/masa organogenesis (hari ke 6 -15 pd rodensia
(tikus & mencit); hari ke 6-14 pd hamster; hari ke 6-18 pd kelinci), meliputi
abnormalitas bagian luar fetus (morfologi), jaringan lunak serta kerangka fetus.
► Penggunaan tikus galur SD lebih disarankan karena galur ini memiliki anak lbh
banyak
► Prinsip : pemberian variasi dosis pd hewan bunting selama paling sedikit masa
organogenesis dari kebuntingan. Satu hari sebelum waktu melahirkan induk
dibedah, uterus diambil & dilakukan evaluasi thd fetus.
► minimal 20 ekor induk bunting/kelompok
► Dosis tertinggi sebaiknya sdkt menginduksi efek toksik pd induk, misalnya
menurunkan berat badan, tetapi tdk boleh menyebabkan kematian induk > 10 %.
► Bila sampai dosis 1000 mg/kg BB tdk memberikan efek toksik / teratogenik pd
embrio, dosis tdk perlu dinaikan.
► Bila dosis tinggi pd penelitian pendahuluan ada efek toksik pd induk, ttp tdk ada
efek pd embrio  pengujian dosis lbh tinggi tdk perlu

86
Lanjt. PerKBPOM No 7 Thn 2014

► Pengamatan kondisi hwn tiap hari selama masa pengujian thd kematian,
keadaan sekarat, perubahan tingkah laku, dan gejala-gejala toksisitas.
► Saat muncul dan lama gejala toksik hrs diamati (perubahan kulit, bulu, mata
dan lapisan mukosa).
► Hewan yg mati selama pengujian segera dibedah
► Pd hari ke-20 (tikus), ke-18 (mencit), dan ke-29 (kelinci) dibedah
► Pemeriksaan makroskopik thd perubahan struktur dan patologis, dihitung
corpora lutea-nya.
► Uterus dipindahkan dan isinya diperiksa : BB dan jenis kelamin fetus,
adanya malformasi (jenis, jumlah dan persentase) pd fetus hidup, kematian
embrio (saat, keadaan, jumlah dan persentase). Pemeriksaan fetus hidup
bagian luar seluruh fetus scr makroskopik.
► tikus, mencit dan marmot : 1/3 dr fetus hidup dibuat preparat kerangka
diperiksa kelainan kerangka, 2/3 utk pemeriksaan jaringan lunak
► kelinci, semua fetus hidup utk pemeriksaan jaringan lunak & kerangka.
► Data : keadaan hewan scr individual dan dirangkum dlm tabel.

87
TAHAP UJI Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992
FARMAKODINAMIK
 utk mengetahui scr luas pengaruh farmakologi pd
berbagai sistem biologi.
 Jika perlu, diuji pd hewan scr in vitro atau invivo
 Bila calon fitofarmaka sdh menjalani uji penapisan
biologik (tahap 2) & dipandang belum bisa atau
belum mungkin utk dikerjakan uji farmakodinamik,
maka hal ini seyogyanya tdk merupakan penghambat
utk lebih lanjut
TAHAP PENGEMBANGAN SEDIAAN
(FORMULASI)
 fitofarmaka memenuhi syarat kualitas
maupun estetika
 tdk memberi bau atau rasa yg
menyebabkan kegagalan Uji
 mempunyai ketersediaan hayati yg baik
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992

TAHAP PENAPISAN FITOKIMIA &


STANDARISASI SEDIAAN
 Jika belum diketahui kandungan aktifnya, bersamaan dg
uji klinik dilakukan :
pembuatan profil kromatogram, dgn menggunakan 3
macam sari hasil penyarian bertahap dgn pelarut non
polar, semi polar & polar.

standarisasi sediaan dgn zat identitas

penentuan kandungan kimia aktif
 Jika zat aktif sediaan sudah diketahui
 standarisasi sediaan berdsrkn kdr kandungan zat aktif

89
TAHAP UJI KLINIK
 Fase I
sukarelawan sehat, utk uji keamanan & tolerabilitas OT
 Fase II awal
dilakukan pd pasien jumlah terbatas, tanpa pembanding
 Fase II akhir
dilakukan pd pasien jumlah terbatas, dgn pembanding
 Fase III
uji klinik definitif
 Fase IV
pasca pemasaran, utk mengamati ES yg jarang atau yg
lambat timbulnya
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992
TAHAP UJI KLINIK
Tahap awal (uji klinik rancangan terbuka)
 uji klinik tanpa pembanding
 thd pasien dgn jumlah terbatas  utk melihat efek
farmakologik (farmakodinamik & farmakokinetik) &
efek yg tak diinginkan (toksik).
 merupakan uji klinik tahap awal & bukan uji klinik yg
formal & definitif pelaksanaannya harus dgn
metodologi yg memadai & prinsip etika dipenuhi.
 tujuan :
 melihat adanya kemungkinan manfaat klinik.
 menentukan dosis yg dpt menimbulkan efek.
 melihat adanya tolerabilitas pasien thd dosis tersebut.
 menilai hubungan antara dosis dgn efek (yg diinginkan & tdk
diinginkan).
 utk mengetahui profil farmakokinetik (absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi)
Lanjt. Permenkes No 761 Thn 1992
Tahap lanjut (uji klinik terkendali)
 uji klinik dgn pembanding.
 dilakukan jika sudah dipastikan adanya efek yg diketahui.
 subyek uji terbagi acak dgn pengelompokan calon
fitofarmaka, kontrol negatif, & kontrol positif.
 uji klinik definitif dgn subyek lebih banyak

Tahap pemantauan (Fase IV-post marketing


surveillance)
 uji klinik dgn pemantauan ES yg langka (rare side effect)
 muncul setelah pemberian jangka panjang
 utk melihat manfaat obat pd keadaan yg sesugguhnya
dlm klinik, pd populasi yg khusus (anak-anak, lanjut
usia).
TATA LAKSANA PENGEMBANGAN
PEMANFAATAN OT
setelah dilakukan observasi & penilaian pemakaian OT
di masy.  scr empirik OT berkhasiat & tdk
menunjukkan ES, maka tahapan yg dilakukan :
 Langkah 1 : Uji praklinik
 Langkah II : Standarisasi scr sederhana
 Langkah III : Teknologi Farmasi (penetapan
identitas hingga dibuat sediaan yg terstandarisas
 Langkah IV : Uji klinik pd orang sakit & atau
orang sehat
OT yg (status OT):
- telah beredar luas & pd uji praklinik tdk
menunjukkan ES  uji klinik fase 3.
- Belum digunakan scr luas  uji klinik fase 1-4
INVENTARISASI OBSERVASI SELEKSI
Skematik
pengembangan OT
UJI PRAKLINIK OBAT TRADISIONAL

Kel. I Kel. II Kel III Kel IV


Aman + Aman + Aman - Aman -
Berkhasiat + Berkhasiat - Berkhasiat + Berkhasiat-

terus beredar + boleh beredar tidak dipakai dilarang beredar


label depkes tanpa klim indikasi sampai pene- dan dilarang
jalur nonformal (nonformal) litian lanjut dipakai
isolasi
Standarisasi tekn.Farmasi
sederhana Isolat
(sediaan baru)

Uji Klinik Uji Klinik Uji Klinik


Obat Tradisional Obat Tradisional Obat tradisional

Bermanfaat Bermanfaat Bermanfaat

obat jadi
PELAYANAN KESEHATAN
◦ Besarnya biaya utk melakukan uji Klinik
◦ Uji klinik hanya dpt dilakukan bila OT telah terbukti
berkhasiat & aman pd uji preklinik
◦ Perlunya standardisasi bahan yg diuji
◦ Sulitnya menentukan dosis yg tepat krn penentuan
dosis berdasarkan dosis empiris, selain itu
kandungan kimia tanaman tergantung pd banyak
faktor.
◦ Kekuatiran produsen akan hasil yg negatif terutama
bagi produk yg telah laku di pasaran

95
A Jamu utk komunitas Pendekatan metodologi & desain
(publik)
1 Deskripsi pemanfaatan oleh  Studi ethno-medicine
masy.  Studi epidemiologi (Cross-sectional survey)
 Studi pelayanan kesehatan (health services research)
2 Ramuan/formula turun  Studi klinik jamu fase 2 (dgn desain outcome study)
temurun  Studi klinik jamu fase 3 (dgn desain RCT tanpa blinding)
3 Ramuan/formula baru  Studi pre-klinik (uji toksisitas akut, uji toksisitas sub-
kronik)
 Studi klinik jamu fase 1
 Studi klinik jamu fase 2 (dgn desain outcome study)
 Studi klinik jamu fase 3 (dgn desain RCT tanpa blinding)
B Jamu utk orientasi produk Pendekatan metodologi & desain
1. Fitofarmaka  Uji pre-klinik
 Uji klinik fase 1
 Uji klinik fase 2
 Uji klinik fase 3 (blinding)
 Aplikasi ke Badan POM 96
PerKaBPOM 00.05.41.1381 Tahun 2005
SUPLEMEN MAKANAN
 Pendaftar  Ind. farmasi, Ind. di bidang OT, Ind. pangan
 Produk  mengandung vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, protein,
lemak atau bahan lain berupa isolat; isolat lain, dan bahan lain berupa
bahan alam;
 Suplemen Kesehatan  produk yg dimaksudkan utk melengkapi kebutuhan
zat gizi, memelihara, meningkatkan dan/atau memperbaiki fungsi kesehatan,
mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis, mengandung satu atau lebih
bahan berupa vitamin, mineral, asam amino dan/atau bahan lain bukan
tumbuhan yg dapat dikombinasi dgn tumbuhan (PerKBPOM 21 Tahun 2015).
 Bentuk sediaan : serbuk, pil, sediaan setengah padat, pastiles, tablet,
kapsul, COD
 Utk bahan utama berupa ekstrak yg dibuat sendiri perlu dijelaskan cara
penyarian yg dilakukan (misal maserasi, perkolasi, digesti), cairan penyari yg
digunakan, lama penyarian, alasan pemilihan larutan penyari.
 Cara penilaian bhn baku :
• Sebutkan cara pembuatan & hasil total ekstrak yg diperoleh;
• Pemerian bau, rasa & warna
• Lampirkan hasil pengujian mutu dalam bentuk sertifikat analisa

97
PerKaBPOM 00.05.41.1381 Tahun 2005
SUPLEMEN MAKANAN
 PENILAIAN MUTU PRODUK JADI
• Pemeriksaan meliputi bau, rasa, bentuk dan warna;
• Identifikasi komposisi;
• Uji keseragaman bobot
• Uji kdr air;
• Uji cemaran mikroba (ALT, bakteri patogen, jamur, kapang) dan cemaran
lain (logam berat, BKO)
• Uji waktu hancur
• utk sediaan cair, dilengkapi dgn pengujian pH, berat jenis dan kadar
alkohol;
• Pemeriksaan lainnya bila ada.
 UJI STABILITAS PRODUK JADI
• Pengujian yg dilakukan secara periodik (1 bulan, 2, 3, dst minimal 6
bulan)
• Jenis pengujian sebaiknya sesuai dgn pengujian produk jadi antara lain pemerian,
keseragaman bobot , kdr air, waktu hancur, cemaran mikroba, dsb dan
sebagainya.

98
PEDOMAN PEMBERIAN SERTIFIKAT PRODUKSI
PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA (PerKBPOM
NOMOR HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012
X. KOPI, TEH, COKLAT KERING ATAU CAMPURANNYA
1. Kopi Biji Kering / Bubuk
2. Teh / Teh Hijau
3. Teh Rosela
4. Coklat (tdk termasuk coklat bubuk)
5. Kopi Campur

XII. REMPAH - REMPAH

99
XIII. MINUMAN RINGAN, MINUMAN SERBUK

100
KEBIJAKAN STRATEGIS
PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU
PENGETAHUAN & TEKNOLOGI
TAHUN 2015-2019
1 Pangan,
2 Energi,
3 Teknologi & Manajemen Transportasi,
4 Teknologi Infomasi & Komunikasi,
5 Teknologi Pertahanan & Keamanan,
6 Teknologi Kesehatan & Obat,
7 Material Maju.

101
kondisi nasional yg dijadikan acuan dlm
pengembangan iptek kesehatan & obat
1. Tiga beban (triple burden) kesehatan nasional :
1. pergeseran demografi (meningkatnya jumlah lansia);
2. meningkatnya penyakit tdk menular (stroke, jantung, diabetes, kanker, dll);
3. masih tingginya penyakit infeksi (dengue, malaria, HIV/AIDS, dll).
2. Industri farmasi mrpk komponen utama dlm pembangunan kesehatan, yaitu dlm penyediaan
obat. Struktur industri farmasi nasional blm kuat, > 95% bhn baku obat trgntung impor
3. Kedepan pengob peny diarahkan pd terapi target dgn produk obat berbasis protein &
turunannya yg dihasilkan mll bioteknologi (biofarmasetika) & sel punca Di Indonesia blm
berkembang
4. Sumberdaya tanaman obat yg melimpah & kekayaan budaya pengobatan tradisional mrpk
keunggulan komparatif yg harus dikembangkan mjd komoditi kompetitif dng dukungan
industri yg kuat.
a) Daya saing industri obat herbal msh rendah.
b) Kualitas bhn baku & produk jadi msh hrs ditingkatkan.
c) Pengembangan ekstrak terstandar mrpkn terobosan utk peningkatan kualitas bhn baku
d) Pengembangan obat herbal terstandar mrpk upaya meningkatkan khasiat & mutu produk
obat herbal
5. Kebutuhan alat kesehatan > 95% tergantung impor. Industri alat kesehatan dlm negeri blm
berkembang. Pengembangan prototip alat kesehatan prioritas & SNI alat kesehatan sgt
diperlukan

102
Produk Unggulan & Teknologi Prioritas pd Bidang
Kesehatan & Obat  Sub Obat & Obat Herbal
Produk Teknologi
Uji Alpha Uji Beta Difusi
unggulan prioritas
1. 1. Koleksi seny Seny kandidat obat Kandidat obat
Kandidat Teknologi pemandu antiretrovirus hasil anti-retrovirus
obat Kandidat (lead compound) pengembangan in yg telah diuji
Obat Anti dgn aktivitas silico & sintesis kimia scr in vivo
Retrovirus antiretrovirus & telah diuji in vitro (2018)
(2015) (2017)
2. Kandidat Koleksi senyawa Senyawa kandidat Kandidat obat
Obat Anti- pemandu obat antimalaria anti-malaria
Malaria (lead compound) hasil pengembangan yg telah diuji
dgn aktivitas in silico & sintesis secara in vivo
antimalaria kimia dan telah diuji in (2018)
(2015) vitro (2017)

103
Produk Unggulan & Teknologi Prioritas pd Bidang
Kesehatan & Obat  Sub Obat & Obat Herbal
Produk
Teknologi prioritas Uji Alpha Uji Beta Difusi
unggulan
2. Ekstrak 1. Sambiloto & - ujian in vitro Uji klinis Formula ekstrak
terstandar brotowali utk (2013) terbatas terstandar (2016)
(utk antidiabetes - Uji in vivo (2014) (2015)
mendukung 2. Kepel, tempuyung & - Uji in vitro (2014) Uji klinis Formula ekstrak
program secang utk - Uji in vivo (2015) terbatas terstandar (2017)
Nasional anti antihiperurisemia (2016)
Saintifikasi
Jamu- 3. Seledri, pegagan, - Uji in vitro (2015) Uji klinis Formula ekstrak
Kemenkes) kumis kucing - Uji in vivo( 2016) terbatas terstandar (2018)
utk antihipertensi. (2017)
4. Jati belanda, - Uji in vitro (2016) Uji klinis Formula ekstrak
kemuning, kelembak - Uji in vivo (2017) terbatas terstandar (2019)
utk jamu antikolesterol (2018)

104
Produk Unggulan & Teknologi Prioritas pd Bidang
Kesehatan & Obat  Sub Obat & Obat Herbal
Produk Teknologi
Uji Alpha Uji Beta Difusi
unggulan prioritas
3. Obat Obat Herbal Prototipe formula Uji klinis terbatas Difusi formula
Herbal Terstandar OHT : formula OHT : OHT :
Terstand (OHT): •imunostimulan utk •imunostimulanut •antikolesterol,
ar (OHT) Anti kolesterol kanker (2015) k penderita fitoestrogen
Fitoestrogen •hepatoprotektor kanker (2016) (2014)
Antidiabetes, (2016) •hepatoprotektor •Antidiabetes
Imunostimulan, •antiaging (2017) (2017) (2015)
Hepatoprotektor •Antiaging (2018) •imunostimulant
Antiaging kanker (2018)
•hepatoprotektor
(2019)

105
Produk Unggulan & Teknologi Prioritas pd Bidang
Kesehatan & Obat  Sub Obat & Obat Herbal
Produk Teknologi
Uji Alpha Uji Beta Difusi
unggulan prioritas
4. Fitofarmaka Uji klinis formula Difusi fitofarmaka
Fitofarma Antidiabetes antidiabetes di RS antidiabetes
ka (2016) (2018)

5. SNI SNI mutu & SNI mutu & metode SNI mutu & SNI mutu &
metode uji serta uji penilaian penilaian
penilaian kesesuaian serta kesesuaian serta
kesesuaian keamanan keamanan
terhadap inovasi penggunaannya penggunaannya
dan jaminan
mutu produksi

106
ASEAN
 Guidelines for the regulation of herbal medicines in the
South-East Asia Region  2003

107
108
109
110
Profil TM HS (2006)
BD CM IN Lao MLY MM PL SP TH VT
Traditional Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Medicine
Complementary
Medicine
Herbal Ya
Medicine
Natural
Medicine
Natural Product
Botanical
Product
Traditionally Chinese
Others used Proprietary
Herbal Medicines
Products (CPM)

111
Profil TM HS (2006)
BD CM IN Lao ML MM PL SP TH VT
Y
Food Ya - Ya Ya
Supplement
Health Ya Ya Ya Ya
Supplement
Complementary
Medicine
Dietary Ya Ya Ya
Supplement
Nutritional
Supplement
Others Border
line food/
drug

112
113
114
115
116
ASEAN AGREEMENT ON TRADITIONAL
MEDICINES / HEALTH SUPPLEMENTS (2014)
 “Traditional Medicines” mean any medicinal product for human use consisting of
active ingredients derived from natural sources (plants, animals and/or minerals)
used in the system of traditional practice. It shall not include any sterile preparation,
vaccines, any substance derived from human parts, any isolated and characterised
chemical substances.
 “Health Supplements” mean any product that is used to supplement a diet and to
maintain, enhance and improve the healthy function of human body and contains one
or more, or a combination of the following:
i. Vitamins, minerals, amino acids, fatty acids, enzymes, probiotics and other bioactive
substances.
ii. Substances derived from natural sources, including animal, mineral and botanical
materials in the forms of extracts, isolates, concentrates, metabolites.
iii. Synthetic sources of ingredients mentioned in (i) and (ii).
It is presented in dosage forms (to be administered) in small unit doses such as capsules,
tablets, powder, liquids and it shall not include any sterile preparations (i.e. injectables,
eye drops).

117
ASEAN AGREEMENT ON TRADITIONAL
MEDICINES / HEALTH SUPPLEMENTS (2014)
I. Guiding principles for inclusion into or exclusion from the negative list
of substances for TM & HS
II. Guiding principles for the use of additives and excipients in TM & HS
III. ASEAN Guideline on limits of contaminants for TM & HS
IV. The ASEAN guidelines for minimising the risk of transmission of
transmissible spongiform encephalopathies in TM & HS
V. ASEAN guidelines on stability and shelf-Life of TM & HS
VI. ASEAN Guiding Principles on Safety Substantiation for TM & HS
VII. ASEAN Guidelines on Claims and Claims Substantiation for TM & HS
VIII. ASEAN Guideline on GMP for TM & HS
IX. ASEAN Guidelines on Labeling Requirements for TM & HS.
X. General principles for establishing maximum levels of vitamins and
minerals in HS

118
Annex 1
 substance must carry a scientifically demonstrated/proven safety
concern that its inclusion into a Traditional Medicine will be harmful to
human health
 “Harmful to human health” is defined as any experience affecting the
population resulting in any of the following outcomes: death, a life-
threatening adverse experience, inpatient hospitalisation or
prolongation of existing hospitalisation, a persistent or significant
disability/incapacity, or a congenital anomaly/birth defect. Important
medical events that may not result in death, be life-threatening, or
require hospitalisation may be considered harmful when, based on
appropriate medical judgment, they may jeopardise the individual and
may require medical or surgical intervention to prevent one of the
outcomes previously listed.
 It is important to differentiate between potential side effects and
toxic effects

119
1.
Negative list TMHS
Adonis vernalis L.- Whole plant – adonitoxin TMHS
2. Aristolochia spp.- Whole plant-Aristolochic acid TMHS
3. Aspidosperma quebracho-blanco Schltdl. – Bark-Aspidospermine TMHS
4. Atropa belladonna L.- Whole plant-Scopolamine, Hyoscyamine, Atropine
TMHS
5. Calotropis gigantea (L.) Dryand.-Latex -Cardiac glycosides, Calotropin
TMHS
6. Cannabis sativa L. - Whole plant – Cannabinoids TMHS
7. Catharanthus roseus (L.) G.Don- Whole plant -Vinca alkaloids TMHS
8. Chondrodendron tomentosum Ruiz &Pav.-Stems Tubocurarine chloride
TMHS
9. Citrullus colocynthis (L.) Schrad.-Seed, fructus Curcubitacin TMHS
10. Claviceps purpurea (Fr.) Tul. -Ergot alkaloids (Ergotamine and
Ergometrine) TMHS
11. Colchicum autumnale L. -Seed –Colchicine TMHS
12. Conium maculatum L. -Whole plant -Coniine TMHS
13. Delphinium staphisagria L. -Seeds -Delphinine, Staphisine TMHS
14. Digitalis spp. (all species) - Leaf - Cardiac glycoside TMHS

120
15.
Negative list
Drimia maritima (L.) Stearn -Bulb -Cardiac glycoside
16. Excoecaria agallocha L. -Latex -Excoecaria phorbol
17. Gelsemium sempervirens (L.) J.St.-Hil. –Latex-Urushic acid, Urushiol, Cardanol,
Cardol, Anacardic acid
18. Hyoscyamus niger L.-Whole plant -Hyoscyamine, Atropine, Hyoscine
19. Juniperus sabina L. -Extracted Essential oil (i.e. Savin Oil) Sabinyl acetate,
Sabinene, Podophyllo-toxin and others
20. Larrea tridentata (Sessé & Moc. ex DC.) Whole plant Main harmful
compounds in chaparral are Lignans, in which nordihydro-guaiaretic acid (NDGA)
is the major compound
21. Lobelia nicotianifolia Roth ex Schult. -Whole plant -Lobeline
22. Lytta vesicatoria Linn. -Whole body, tinktur - Cantharidin
23. Melaleuca alternifolia (Maiden & Betche) Cheel -Tea tree oil
24. Mitragyna speciosa (Korth.) Havil. -Whole plant -Mitragynine indole, alkaloid
25. Nicotiana tabacum L. -leaf -Nicotine
26. Papaver spp. (all species) -Whole plant -Morphine and derivatives, codeine
27. Pilocarpus microphyllus Stapf ex Wardleworth-Bark-Pilocarpine
28. Piper methysticum G.Forst. /Kava Kava -Whole plant - Pyrones, ethanol
extract

121
29.
Negative list
Podophyllum emodi Wall. ex Hook.f. & Thomson -Whole plant
Psilocybine, Psilocin
30. Schoenocaulon officinale (Schltdl. & Cham.) A.Gray Seed
-Veratrine
31. Scilla sinensis (Lour.) Merr. - Bulb -Cardiac glycoside
32. Senecio aureus L. -whole plant -pyrrolizidine alkaloids
33. Solanum dulcamara L. /S. americanum Mill. /S. nigrum -Leaf,
flowering tops -Solanaceous alkaloids
34. Spigelia marilandica L. -Whole plant -Spigeline (a strychinine-like
alkaloid)
35. Strophanthus spp. (all species) - Whole plant –Strophanthus Alkaloids
36. Veratrum sp. -Whole Plant - Veratrum alkaloids including veratramine,
cyclopamine, cycloposine, jervine, and muldamine
37. Vinca minor L. - Whole plant - Indole alkaloids: Vincamine,
eburnamenine

122
Tambahan Negative list HS
1. Abrus precatorius L. -Seed -Abrin, which consists of abrus
agglutinin, and toxic lectins abrins
2. Aconitum spp. (all species) Whole plant -Aconite alkaloids
3. Animals parts containing hormones (all species) ---Parts that
may contain hormones: Pituitary gland, Thyroid gland, Parathyroid glands,
Adrenal glands, Pancreas, Thymus gland, Ovary, Testes, Placenta -
Growth hormone, prolactin, adrenocortico-tropic hormone, Thyroid-
stimulating hormone, Follicle-stimulating hormone, luteinizing hormone,
oxytocin, antidiuretic hormone, thyroid hormone, calcitonin, parathyroid
hormone, mineralocorti-coids, glucocorti-coids, sex hormones, insulin,
glucagon, thymosin, estrogens, progesterone, testosterone
4. Antiaris toxicaria Lesch.-Latex, Sap- Cardiac glycoside
(antiarin), Cardenolides & Alkaloids (with cardiac arresting
potential)

123
5.
Tambahan Negative list HS
Artemisia spp. (all species) containing artemisinin.- leaf- artemisinin
6. Azadirachta indica A.Juss. - Seeds -Azadirachtin and derivatives
7. Berberis spp. (all species) e.g. Berberis vulgaris L. – Root, bark,
rhizome -Berberine
8. Brucea javanica (L.) Merr..- Dried fruits & seed -Bruceine, Bruceantinol
and Bruceoside
9. Bufo vulgaris Lour. .-Venom, dried secretion, whole body -Cinobufagin,
resibufagenin, bufagins, catecholamines: asbufothionine
10. Cerbera manghas L. Seed Digitoxinglyco-side, Cerberine,
Cerberoside, thevetin
11. Cerbera odollam Gaertn.-Seed -Cerberin, cerebroside, odollin,
odolotoxin, thevetin and cerapain.
12. Chelidonium majus L. Schrad.-Dried, whole or cut aerial parts -
Berberine, chelidonine, sanguinarine, coptisine, chelerythrine
13. Cinchona spp. (Fr.) Tul. -Bark -Cinchona alkaloids ex. Quinine and
Derivatives
14. Croton tiglium L. -Fruit, seeds and oil -Croton oil containing: Crotonic
acid, tiglic acid, crotin, cocarcinogen Phorbol ester

124
15.
Tambahan Negative list HS
Datura spp. (all species) containing hyoscyamine, atropine, scopolamine
and apoatropine --Leaf, seed, flowering or fruiting parts with branches
16. Dryobalanops sumatrensis (J.F.Gmel.) Kosterm.-Whole plant-Borneol
(Borneo camphor)
17. Dryopteris filix-mas (L.) Schott –Rhizome- Filicin, aspidinol
18. Euphorbia antiquorum L., Euphorbia trigona Mill.- Latex-
19. Alpha euphorbol, Beta amyrin cycloartenol Euphol
20. Fritillaria spp. - Dried bulb -Alkaloid: chinpeimine, fritimine,
beilupeimine hashimirine peimine peimisine
21. Garcinia elliptica Wall. ex Wight , Garcinia hanburyi Hook.f. ,
Garcinia morella (Gaertn.) Desr. -Gum resin -Cambogic acid, β-
guttiferin, α-1-guttiferin
22. Gluta usitata (Wall.) Ding Hou, Syn. Melanorrhoea usitata Wall. – Latex -
Urushic acid, Urushiol, Cardanol, Cardol, Anacardic acid
23. Jatropha multifida L.,- Fruits/Seeds- Phytotoxin (Toxalbumin- Curcin)
24. Lantana camara L. / Tembelekan (tahi ayam)- Whole plant-
Lantadene 2,2% from dry leave and stem Lancamaron

125
Tambahan Negative list HS
25. Datura spp. (all species) containing hyoscyamine, atropine, scopolamine
and apoatropine --Leaf, seed, flowering or fruiting parts with branches
26. Magnolia officinalis Rehder & E.H.Wilson - Whole plant - Bark:level of
magnolol 2-11%, honokiol 0.3-4.6%,eudes mol <1%, < 200mg of bark/dosage
form has to be from a Chinese Formulation and contraindicated in pregnancy
(emmena-gogue)
27. Mucuna pruriens (L.) DC. – Seed -Dopamine, Nicotine, Physostigmine
28. Mylabris phalerata Pall., Mylabris cichorii Linnaeus,- Dried body -
Cantharidin
29. Nerium oleander L., Whole plant –Neriin
30. Pausinystalia johimbe (K.Schum.) Pierre ex Beille – Bark- Yohimbine
31. Physostigma venenosum Balf. - Seed, bean – Physostigmine
32. Plumbago zeylanica L. – Roots - Plumbagin
33. Plumbago indica L. - Root, root bark –Plumbagin
34. Psilocybe cubensis (Earle) Singer - Whole plant - Psilocybine, Psilocin
35. Punica granatum L. - Stem bark and root bark - Pomegranate alkaloids

126
Tambahan Negative list HS
36. Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz, Rauvolfia vomitoria
Afzel., - Root, whole plant- Reserpine, Rescinnamine,
ajmalane
37. Sanguinaria canadensis L. - Rhizomes and roots
-Sanguinarine, chelerethrin, sanguirulin, berberine, protopine
38. Sophora tomentosa L. – Seed -Alkaloids - matrine, Cytisine
39. Stephania tetrandra S.Moore - Whole plant - Aristolochic acid
40. Strychnos nux-vomica L., Strychnos ignatii P.J. Bergius,
Strychnos lucida R.Br., Strychnos roborans A.W.Hill, Nux-
vomica – Seed - Strychnine
41. Symphytum officinale L., Symphytum asperum Lepech.,
Symphytum × uplandicum Nyman, Symphytum peregrinum
Ledeb. - Whole plant - Pyrrolizidine alkaloids

127
ANNEX II. Additive & Excipient
1. Coloring agent
Yang berbeda dgn peraturan Indonesia :
Grape Skin Extract 500 mg/kg
Iron oxide, black & Iron oxide, red & Iron oxide, yellow 7.500 mg/kg
Riboflavin ASEAN 300 mg/kg, Indonesia 150 mg/kg
2. Sweetener

No Sweetener Limit (mg/kg product)


Acesulfame potassium
1. 2000
Aspartame
2 5500
Sodium cyclamate, Cyclamic acid,
3 1250 (as cyclamic acid)
l Aconitum spp. (all species) Whole plant -Aconite
Calcium cyclamate
4 Saccharin 1200
alkaloids
5 Sucralose/ Trichlorogalactosucrose) 2400
6 Neotame 9
7 Steviol glycoside 2500

128
ANNEX II. Additive & Excipient
3. Preservatives
No Preservatives Limit (mg/kg)
1 Methyl paraben  150 – 200 (Oral solutions &
suspensions)
200 – 3000 (Topical prep.)
 2 Benzoic acid and salt (Na, K, 2000 as benzoic acid
Ca)
 3 Bionopol 100 – 1000 (w/v) Topical use
 4 Benzyl alcohol 20000 (v/v)
5 Cetrimide 50 (w/v) Topical use
6. Propionic acid 3000 – 10000
7. Sorbic acid and salt (Na, K, 2000 as sorbic acid 
Ca)
4. Antioxidant : Alpha-Tocopherol, Ascorbic acid, Ascorbyl
palmitate, BHA, BHT, Propyl gallate, Calcium disodium
ethylenediaminetetra acetate/Disodium Ethylenediaminetetra
acetate 129
1.
ANNEX
Heavy metal
III. Limit Contaminant
2. Microbial contaminants
3. Pesticide residue
ANNEX IV. TSE

 Transmissible Spongiform Encephalopathies (TSEs) are a group of chronic


degenerative diseases that is characterised by the accumulation of
pathologically misfolded 'Prion‘ protein (PrP) that accumulates in the
central nervous systems of infected individuals.

130
ANNEX V. STABILITY & SHELF LIFE

Storage Condition & Testing Frequency


1. Real Time  0, 3, 6, 9, 12, 18, 24 months and annually there after through the proposed shelf-life
2. Accelerated  0, 3 and 6 months
A stability study should cover the testing of the physical, chemical, and microbiological properties of a finished product that are susceptible to change during storage and are likely to influence quality when changed.
Parameter based on dosage form
1. Organoleptic, characteristic 9. Granule/particle
2. Assay (if there was marker) size
3. Hardness/friability 10. Resuspendability
4. Dissolution/Disintegration 11. Adhesiveness for
5. Water content plaster
6. Viscosity
7. pH
8. Microbial contaminant

131
ANNEX VI. SAFETY SUBSTANTIATION

1. History of use
known history of human consumption evidences (e.g. documented history of use, authoritative reference texts) may be considered for safety substantiation.
In the case when the anticipated intake of this ingredient is significantly higher than the estimated historical intake, or for which the historicalintake cannot
be assessed, additional safety data may be required;
2. Scientific evidence on safety
toxicity data could be derived from animal and/or human studies using internationally accepted methodologies such as WHO or OECD guidelines.
Acute, sub-chronic and/or chronic toxicity data may be required, however expected duration of product usage may determine the types of toxicity study.
Other toxicity data (teratogenicity, carcinogenicity, and/or mutagenicity data may be required, when necessary.

132
ANNEX VII. CLAIM

1. TM 3 type :
Traditional Health Use Claims

Traditional Treatment Claims

Scientifically Established Treatment Claims

2. HS 3 type claim :
General or Nutritional Claims
Functional Claims
Disease Risk Reduction Claims

133

Anda mungkin juga menyukai