Oleh :
Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kehadiran-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah proposal farmasi industri
pabrik obat herbal terstandar. Pembuatan proposal ini merupakan salah satu syarat
untuk mendapatkan izin usaha industri farmasi obat herbal terstandar.
Dengan segala kerendahan hati kami sadari sepenuhnya bahwa laporan
proposal ini jauh dari kesempurnaan, namun besar harapan kami kiranya proposal
ini dapat diterima. Demi mencapai perbaikan segala kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan proposal ini sangat diharapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Industri Farmasi
B. Pengertian Obat Herbal Terstandar
C. Persyaratan Industri Obat Herbal Terstandar
D. Gambaran Umum Produk Zingferia
E. Cara Pembuatan OHT yang Baik
F. Aspek- Aspek pada CPOTB
BAB III PEMBAHASAN
A. Alur Bahan Baku yang Baik
B. Cara Produksi Obat yang Baik
C. Alur Produksi yang Baik pada Serbuk Instan Zingferia
D. Alur Produksi yang Baik pada Minuman Zingferia
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia menduduki keragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah
Brasil dengan 7000 jenis tanaman berkhasiat sebagai obat. Tanaman obat telah
lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif
pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan
kesehatan serta peningkatan derajat kesehatan.(Buletin Pascapanen, 2011)
Adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature)
menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan obat herbal yang
diyakini tidak memiliki efek samping seperti obat kimia dan harga yang lebih
terjangkau daripada obat sintetik. Kondisi ini memacu peningkatan kebutuhan
pasar dan perkembangan jumlah industri obat herbal di Indonesia. Di dunia
Internasional, perkembangan obat herbal makin pesat dengan pemasok
terbesar adalah dari Cina, Eropa dan Amerika Serikat. Di Afrika presentasi
populasi yang menggunakan obat herbal mencapai 60-90%, di Australia
sekitar 40-50%, Eropa 40-80%, Amerika 40%, Kanada 50% dengan jumlah
penjualan termasuk bahan baku mencapai US $ 43 miliar.(WHO, 2003)
Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mendorong pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya alam Indonesia serta untuk menjadikan obat
tradisional khususnya obat herbal terstandar sebagai suatu komiditi yang
unggul maka perlu dikembangkan industri obat herbal di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada besarnya sumber daya alam hayati dan tingginya permintaan
pasar baik di dalam negeri maupun di luar negeri terhadap kebutuhan obat
herbal baik berupa produk obat herbal yang sudah jadi maupun dalam bentuk
bahan baku. Modal yang digunakan dalam usaha industri obat herbal
terstandar ini menggunakan modal sendiri dan modal perbankan. Dengan
demikian, diharapkan dapat menjadi acuan bagi investor, perbankan, dan
pengusaha dalam pengembangan industri obat dari bahan alam sehingga
industri ini dapat lebih berkembang dan dapat meningkatkan perekonomian.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan obat herbal yang baik?
2. Bagaimana alur bahan baku yang baik dalam industri?
3. Bagaimana cara produksi obat herbal terstandar yang baik pada sediaan
serbuk Zingferia?
4. Bagaimana cara produksi obat herbal terstandar yang baik pada sediaan
ekstrak Zingferia?
C. Tujuan
Untuk memahami cara pembuatan sediaan serbuk Zingferia dan sediaan
ekstrak Zingferia sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
F. Aspek-Aspek CPOTB
1. Manajemen Mutu
Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunaannya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak
efektif. Manajemen Mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini
melalui suatu “kebijakan mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen
jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para
distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar serta menginkorporasi cara pembuatan obat yang baik
termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko mutu. Hal ini hendaklah
didokumentasikan dan dimonitor efektifitasnya. Unsur dasar Manajemen
Mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan
yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
Konsep dasar Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB).Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek
Manajemen Mutu yang saling terkait.Konsep tersebut diuraikan di sini untuk
menekankan hubungan dan betapa penting konsep tersebut dalam produksi
dan pengawasan produk (Badan POM, 2012).
2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat tradisional yang
benar. Oleh sebab itu industri obat tradisional bertanggung jawab untuk
menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab tiap personil hendaklah dipahami
masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip
CPOTB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk
instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Keterangan:
Area A
1. Manager produksi 5. Manager administrasi
2. Sekretaris 6. Manager keuangan
3. Direktur utama 7. Manager pemasaran
4. Wakil direktur 8. Manager bagian umum
Area B
1. Divisi keamanan 3. Divisi proses produksi
2. Divisi material handing
4. Kadiv administrasi karyawan dan 7. Divisi quality control
perusahaan 8. Divisi pemasukan
5. Kadiv kebersihan 9. Divisi penjualan
6. Divisi packing
Area C
1. Gudang bahan baku 8. Tempat filling
2. Tempat penyimpanan bahan baku 9. Tempat pengemasan dan
3. Tempat penyucian pengepakan
4. Tempat pengeringan 10. Tempat penyimpanan bahan
5. Tempat ekstraksi pengemas
6. Tempat penimbangan 11. Tempat penyimpanan produk jadi
7. Tempat mixing
Area D
1. Ruangan ganti
2. Ruang laminar air flow
3. Laboratoriu fisika
4. Laboratorium kimia fisika
5. Laboratorium kimia
6. Laboratorium mikrobiologi
3. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets
dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang
umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
4. Sanitasi dan Higieni
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat tradisional. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran
produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu
program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Karena
sumbernya, bahan obat tradisional dapat mengandung cemaran mikrobiologis;
di samping itu, proses pemanenan/pengumpulan dan proses produksi obat
tradisional sangat mudah tercemar oleh mikroba. Untuk menghindarkan
perubahan mutu dan mengurangi kontaminasi, diperlukan penerapan sanitasi
dan higiene berstandar tinggi. Bangunan dan fasilitas serta peralatan
hendaklah dibersihkan dan, di mana perlu, didisinfeksi menurut prosedur
tertulis yang rinci dan tervalidasi.
5. Aspek Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur tervalidasi
yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOTB yang menjamin
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Untuk bahan
mentah - baik yang dibudidayakan maupun yang hidup secara liar, dan yang
digunakan baik dalam bentuk bahan mentah maupun sudah melalui tehnik
pengolahan sederhana (misal perajangan atau penghalusan) - tahap kritis
pertama dalam proses produksi, dalam hal ini di mana persyaratan teknis ini
mulai diterapkan, hendaklah ditentukan dengan jelas. Penjelasan tentang hal
tersebut hendaklah dinyatakan dan didokumentasikan. Petunjuk diberikan
seperti berikut. Namun untuk proses seperti ekstraksi, fermentasi dan
pemurnian, penentuannya hendaklah ditetapkan berdasarkan kasus-perkasus.
1. Pengumpulan/pembudidayaan dan /atau pemanenan, proses pasca panen
termasuk pemotongan pertama dari bahan alamiah hendaklah dijelaskan
secara rinci.
2. Jika diperlukan penghalusan lebih lanjut dalam proses pembuatannya,
hendaklah hal tersebut dilakukan sesuai CPOTB.
3. Dalam hal bahan aktif, sesuai definisi dalam Glosarium, terdiri hanya dari
rajangan atau serbuk, aplikasi dari persyaratan teknis ini dimulai pada
proses fisik yang mengikuti pemotongan awal dan perajangan, dan
termasuk pengemasan.
4. Jika ekstrak digunakan, prinsip-prinsip dari persyaratan teknis ini
hendaklah diberlakukan pada setiap tahap produksi mengikuti proses pasca
panen / pasca pengumpulan.
5. Dalam hal produk jadi diolah secara fermentasi, penerapan CPOTB
hendaklah meliputi seluruh tahap produksi sejak pemotongan awal dan
penghalusan.
UMUM
Bahan hendaklah ditangani dengan cara yang tidak mengubah produk.
Pada saat bahan alamiah tiba di pabrik hendaklah langsung diturunkan dan
dibongkar. Selama proses ini berlangsung hendaklah bahan alamiah
dihindarkan kontak langsung dengan tanah. Lebih lanjut, hendaklah juga
dihindarkan dari sinar matahari langsung (kecuali hal tersebut merupakan
kebutuhan spesifik, misal pengeringan dengan sinar matahari) dan hendaklah
terlindung dari hujan serta kontaminasi mikroba. Hendaklah diperhatikan
“klasifikasi“ atas kebutuhan area terkendali dengan mempertimbangkan
kemungkinan kontaminasi mikroba.
6. Aspek Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat Tadisional yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua
tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Ruang lingkup Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian serta organisasi, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan
dilakukan, dan bahwa bahan-bahan yang tidak diluluskan untuk digunakan,
atau produk jadi diluluskan untuk dijual atau didistribusikan, sampai
kualitasnya dinilai memenuhi syarat. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Independensi Pengawasan Mutu dari Produksi
adalah fundamental sehingga Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan
dengan benar.
7. Aspek Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri obat tradisional memenuhi ketentuan
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOTB
dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten
dari perusahaan. Ada manfaatnya bila juga menggunakan auditor luar yang
independen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping
itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali produk
jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan
perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Hal-hal
mengenai personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, dokumentasi,
produksi, pengawasan mutu, distribusi produk jadi, penanganan keluhan dan
penarikan produk jadi dan inspeksi diri hendaklah diinspeksi secara berkala
mengikuti program yang telah disusun sebelumnya untuk memverifikasi
pemenuhan terhadap prinsip pemastian mutu. Semua inspeksi diri hendaklah
dicatat. Laporan hendaklah mencantumkan semua observasi selama inspeksi
dan usul untuk tindakan korektif yang diperlukan. Laporan tindak lanjut
hendaklah dicatat juga.
8. Cara Penyimpanan Dan Pengiriman Obat Tradisional Yang Baik
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan
dan manajemen rantai pemasokan produk yang terintegrasi. Dokumen ini
menetapkan langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab
bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan
produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan dan
pengiriman produk jadi dari pabrik ke distributor.
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
Dan Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun
suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui
atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen
Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan
dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
11. Aspek Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
Catatan: Bab ini meliputi tanggung jawab industri obat tradisional terhadap
Badan POM dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat. Hal ini tidak
dimaksudkan untuk memengaruhi tanggung jawab legal dari Penerima
Kontrak dan Pemberi Kontrak terhadap konsumen.
12. Kualifikasi dan Validasi
CPOTB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasi validasi
yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari
kegiatan yang dilakukan.Kualifikasi adalah istilah yang digunakan untuk
validasi mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang. Kualifikasi
adalah tindakan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang
digunakan dalam suatu proses atau sistem akan selalu bekerja dengan kriteria
yang diinginkan dan konsisten. Terdapat empat macam kualifikasi yang
dilakukan di Industri Farmasi yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi,
kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja.
Validasi merupakan tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa
tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme
yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah
direncanakan.Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan
didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen
setara.RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. Pada
umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi
prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal tersebut tidak memungkinkan,
validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi
konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi
retrospektif).
BAB III
PEMBAHASAN
Quality Control
Karantina bahan baku
(Apoteker)
Bahan Baku
Bahan Baku
3
Manager Produksi
PPIC Penimbangan dan Pencampuran
(Apoteker)
Produk Jadi
Quality Control
(Apoteker) Karantina
Produk Jadi
No. Bahan
1 Jahe dan Kencur
2 Pelarut : air murni
3 Pemanis : gula jawa
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Alur Produksi
Bahan baku yang diterima dari gudang, kemudian ditimbang di bagian
penimbangan yang dilakukan oleh karyawan bagian penimbangan yang
memiliki kualifikasi minimal D3 farmasi. Proses penimbangan dilakukan
sesuai dengan SOP Penimbangan yang telah ditetapkan oleh Manager
produksi. Pada proses penimbangan dilakukan in process control oleh
karyawan bagian QC dibawah tanggung jawab Manager QC yang dapat
dijabat oleh Apoteker yang telah memiliki pengalaman minimal 5 tahun
dibidang QC. Setelah proses penimbangan selesai, dilakukan proses
pencampuran yang dilakukan di ruangan mixing yang dikerjakan oleh
karyawan bagian mixing dengan kualifikasi minimal D3 teknik farmasi,
pada proses mixing dilakukan pengawasan pada proses pencampuran oleh
karyawan bagian QC dibawah tanggung jawab manager QC. Pengawasan
pada saat proses mixing dilakukan agar dapat meminimalkan kejadian
yang tidak diinginkan seperti kontaminasi silang yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada produk. Setelah melalui tahap
pencampuran produk kemudian dikemas dalam kemasan yang sesuai
dengan standar pengemasan. Proses pengemasan dilakukan berdasarkan
SOP Pengemasan yang ditetapkan oleh Manager Produksi dan telah
divalidasi oleh Bagian QA. Proses pengemasan dilakukan oleh personel
bagian pengemasan yang memiliki kualifikasi minimal pendidikan
menegah/SMK dan diawasi oleh personel bagian QC. Sebelum dipasarkan
produk jadi di cek kembali oleh bagian QA untuk memastikan mutu
produk sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Manager QA.
Semua tahapan proses produksi dilakukan berdararkan cara produksi yang
baik yang menjadi acuan dalam produksi suatu produk.
2. Alur Bahan Baku
Bahan baku diperoleh dari supplier resmi yang telah teregistrasi oleh
BPOM RI. Pengadaan bahan baku merupakan tanggung jawab dari bagian
pengadaan. Bagian pengadaan melakukan pengadaan bahan baku sesuai
dengan SOP Pengadaan Bahan Baku yang telah ditetapkan oleh Manager
QA yang dapat dijabat oleh Apoteker. Bahan Baku yang sampai di pabrik
diperiksa oleh karyawan bagian QA untuk memastikan bahwa bahan baku
telah memenuhi persyaratan mutu. Setelah bahan baku dinyatakan telah
memenuhi syarat, kemudian bahan baku disimpan di dalam gudanng
penyimpanan bahan mentah (raw material) sesuai dengan SOP
Penyimpanan bahan baku yang telah ditetapkan oleh Manager QA. Bahan
baku di keluarkan dari gudang penyimpanan apabila ada permintaan dari
bagian produksi untuk dilakukan pembuatan produk. Semua tahapan
proses dilakukan berdasarkan cara pengadaan bahan baku yang baik yang
menjadi acuan dalam pengadaan bahan baku yang ditetapkan oleh
Manager QA.
3. Alur Produksi Produk
a. Serbuk Instan Temulawak
Proses produksi Serbuk Instan Temulawak terdiri dari sortasi bahan
baku, pengukuran kadar air, penimbangan bahan baku, penggilingan
simplisia, pengayakan dengan saringan, pencampuran sesuai kombinasi
yang diinginkan, Pengukuran kadar air serbuk, pengemasan dalam
bentuk sachet dan pak dan penyimpanan yang semua proses tersebut
menjadi tanggung jawab dari Manager Produksi dan Manager Quality
Control yang dapat dijabat oleh seorang Apoteker yang telah memiliki
pengalaman minimal 5 tahun. Proses produksi dilakukan pada ruangan –
ruangan terpisah. Pada proses sortasi dilakukan pada ruangan sortasi,
sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh Manager produksi,
kemudian pada pembuatan serbuk instan dilakukan didalam ruangan
pembuatan serbuk, pada proses ini dilakukan pengawasan oleh personel
QC dibawah tanggung jawab Manager QC untuk mencegah terjadinya
kontaminasi dan menjaga kualitas dari prduk itu sendiri. Selanjutnya
dilakukan proses pencampuran dilakukan pada ruangan mixing. Proses
mixing dilakukan berdasarkan SOP Mixing yang telah ditetapkan
Manager Produksi, pada proses mixing dilakukan pengawasan (in
process control) oleh personel QC dibawah tanggung jawab Manajer QC,
guna memastikan proses pencampuran dilakukan dengan benar sehingga
mutu dari produk dapat terjamin. Setelah proses pencampuran selesai
kemudian produk di kemas didalam kemasan yang sesuai dengan
persyaratan pada ruangan pengemasan. Pengemasan dilakukan oleh
karyawan bagian pengemasan yang memiliki kualifikasi minimal
pendidikan menengah/SMK. Pengemasan dilakukan berdasarkan SOP
Pengemasan yang ditetapkan oleh Manager Produksi yang telah
divalidasi oleh Bagian QA. Setelah produk selesai dikemas, dilakukan
pemeriksaan produk jadi oleh karyawan bagian QA untuk memastikan
bahwa produk jadi yang dihasilkan tidak mengalami cacat fisik/atau
kerusakan dan sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan.
b. Minuman Temulawak
Untuk proses produksi, bahan baku akan diminta melalui form
permintaan bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke
bagian produksi. Transfer bahan baku dari gudang ke area produksi
juga jadi aspek penting tersendiri. Karena spesifikasi ruang gudang
dengan spesifikasi ruang produksi berbeda. Penimbangan biasanya
dilakukan oleh personil Produciton Planing and Inventory Control
(PPIC), atau operator produksi khusus penimbangan, dengan
disaksikan oleh supervisor. Setiap bahan juga memilki prioritas
penimbangan dan pengawasan masing-masing. Dalam tahapan
produksi dilakukan validasi proses untuk mengetahui
keadaan/kelayakan bahan selama proses, agar setiap tahap dapat
diketahui dan jika ada kesalahan akan dapat segera diperbaiki. Untuk
proses pengolahan bagian IPC (In Process Control) yang berwenang
untuk menentukan bahan tersebut boleh dilanjutkan ke tahapan
pengolahan berikutnya, atau dilakukan perlakuan lain
(reject/pengolahan ulang, dll.) IPC ada yang masuk dalam struktur QC.
Setelah proses pengolahan berhasil dilalui dengan baik, masuk pada
proses cetak atau lainnya. Setelah melalui berbagai macam proses
pengolahan, suatu produk akan sampai pada tahap produk
ruahan. Produk ruahan adalah produk yang hanya memerlukan satu
tahap lagi sehingga menjadi produk jadi. Produk ruahan adalah cairan
siap filling yang belum dikemas. Produk ruahan ini kemudian akan
memasuki tahap pengemasan. Jika pada saat pengolahan, digunakan
Prosedur Pengolahan Induk, kali ini akan digunakan Prosedur
Pengemasan Induk. Kemasan sendiri terdiri dari kemasan primer
berupa botol kaca berlangsung di grey area, kemasan sekunder berupa
box berlangsung di black area, dan tersier berupa karton. Produk jadi
yang sudah ditransfer, tidak langsung dikemas secara sekunder. Produk
ini akan melalui serangkaian uji terlebih dahulu sehingga dinyatakan
memenuhi syarat dan mendapat release dari Quality Control
Department. Jika produk sudah mendapat release dari Quality Control
Department kemudian dikemas menurut Prosedur Pengemasan Induk.
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum
diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat
hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan Catatan
Pengemasan Bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Label,
karton, bahan pengemas dan bahan cetak lain diperiksa nomor bets/lot,
tanggal kadaluwarsa dan informasi lain sesuai dengan perintah
pengemasan hendaklah diawasi dengan ketat pada tiap tahap proses
sejak diterima dari gudang sampai menjadi bagian dari produk atau
dimusnahkan.
DAFTAR PUSTAKA
EGC
Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
Mashuda, Ali. 2011. Pedoman Cara Kefarmasian Yang Baik. Jakarta : Kerjasama
Indonesia.