Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan


rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun makalah ini dengan judul “
Bioavailabilitas dan Bioekivalensi’. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
remidi mata kuliah biofarmasetika pada program studi S1 farmasi Stikes Cendekia
Utama Kudus.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini menjadi lebih baik dan digunakan sebagaimana
fungsinya.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
memenuhi tugas remidi.

Kudus, 28 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Bioavailabilitas dan Bioekivalensi ............................... 3
B. Tipe-tipe Bioavailabilitas dan Bioekivalensi .................................. 3
C. Faktor yang Mempengaruhi Bioavailabilitas .................................. 5
D. Metode Penilaian Terhadap Bioavailabilitas .................................. 6
E. Metode Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi .............................. 8
F. Kriteria Uji Bioekivalensi .............................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat
fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas
menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik.
Biofarmasetika bertujuan untuk mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke
sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik
tertentu.
Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi
oleh sifatsifat anatomi dan fisiologi tempat absorpsi serta sifat-sifat fisikokimia
atau produk obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan variable-variabel
tersebut melalui rancangan suatu produk obat dengan tujuan terapetik tertentu.
Dengan memilih secara teliti rute pemberian obat dan rancangan secara tepat
produk obat, maka bioavaibilitas obat aktif dapat diubah dari absorpsi yang
sangat cepat dan lengkap menjadi lambat, kecepatan absorpsi yang diperlambat
atau bahkan sampai tidak terjadi absorpsi sama sekali.
Konsep bioavailabilitas pertama kali diperkenalkan oleh Osser pada
tahun 1945, yaitu pada waktu Osser mempelajari absorpsi relatif sediaan
vitamin. Istilah yang dipakai pertama kali adalah availabilitas fisiologik, yang
kemudian diperluas pengertiannya dengan istilah bioavailabilitas. Dengan
mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi dan kecepatan obat berada
dalam sirkulasi sistemik, dapat diperkirakan tercapai tidaknya efek terapi yang
dikehendaki menurut formulasinya. Dengan demikian, bioavailabilitas dapat
digunakan untuk mengetahui faktor formulasi yang dapat mempengaruhi
efektivitas obat.
Beberapa obat dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi.
Dari studi biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan
formulasi dengan nyata mempengaruhi bioavaibilitas obat tersebut. Karena

1
kebanyakan produk-produk obat mengandung jumlah bahan aktif yang sama,
maka dokter, farmasis dan orang lain yang menulis resep, menyalurkan atau
membeli obat harus memilih produk yang memberikan efek terapeutik yang
ekivalen. Karena pentingnya pegetahuan tentang bioavaibilitas dan
bioekivalensi dalam ilmu farmasetika maka dalam makalah ini akan dibahas
materi mengenai hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bioavailabilitas dan bioekivalensi ?
2. Apa sajakah tipe bioavailabilitas dan bioekivalensi?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas ?
4. Metode apa saja yang digunakan dalam melakukan penilaian
bioavailabilitas?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian bioavailabilitas dan bioekivalensi
2. Mengetahui tipe bioavailabilitas dan bioekivalensi
3. Mengetauhi faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas
4. Mengetahui metode yang digunakan dalam melakukan penilaian
bioavailabilitas

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bioavailabilitas dan Bioekivalensi


Bioavailabilitas merupakan kecepatan dan jumlah obat yang mencapai
sistem sirkulasi sistemik dan secara keseluruhan menunjukkan kinetik dan
perbandingan zat aktif yang mencapai peredaran darah terhadap jumlah obat
yang dberikan. Ketersediaan hayati merupakan bagian dari salah satu tujuan
rancangan bentuk sediaan dan yang terpenting untuk keefektifan obat tersebut.
Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran kecepatan
absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh,
dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Uji bioavailabilitas dapat digunakan
untuk menentukan bahwa produk obatnya dengan formulasi dan proses
produksi yang spesifik akan memberikan efek klinik yang sebanding dengan
produk obat sejenis yang diproduksi industri obat lain (produk originator atau
produk inovator), yang pada uji kliniknya memberikan hasil yang baik.
Sedangkan, bioekivalensi merupakan istilah yang lebih relatif yang
membandingkan satu produk obat dengan yang lain atau dengan satu produk
standar yang sudah dikembangkan. Bioekivalensi mengindikasikan bahwa
suatu obat dalam dua atau lebih bentuk dosis yang sama mencapai sirkulasi
umum pada tingkat relatif yang sama dan keberadaan relatif yang sama.Studi
bioekivalensi produk obat pada umumnya dengan maksud membandingkan
bioavailabilitas antara suatu formulasi baru obat standar dibandingkan terhadap
formulasi asli/lama, atau suatu bentuk pemakaian baru obat dibandingkan
terhadap formulasi yang diperdagangkan. Tujuan uji bioekivalensi baik di
pedoman WHO maupun di Indonesia adalah sama yaitu untuk menjamin bahwa
obat copy yang beredar mempunyai standar yang sama dengan produk
inovatornya.

B. Tipe-Tipe Bioavaibilitas Dan Bioekivalensi


Bioavailabilitas terbagi menjadi 2, yaitu:

3
1. Bioavailabilitas absolut: bioavaibilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavaibiltas zat aktif
tersebut dengan pemberian intra vena. Bioavailabilitas absolut dapat diukur dengan
membandingkan AUC produk yang bersangkutan setelah pemberian oral dan IV.
Pengukuran dapat dilakukan sepanjang Vd dan K tidak tergantung pada rute pemberian.
Availabililitas absolut dengan menggunakan data plasma dapat ditentukan sebagai
berikut.

[𝐴𝑈𝐶]𝑃𝑂/𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑃0
Availabilitas absolut =
[𝐴𝑈𝐶]𝐼𝑉/𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐼𝑉

Cara menghitung bioavailabilitas ini adalah membagi luas dibawah


kurva (area under the curve/AUC) pada kurva hubungan antara kadar obat
versus waktu setelah pemberian obat tunggal dibagi dengan AUC pada
pemberian obat yang sama melalui IV.

2. Bioavailabilitas relatif: bioavaibilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi


sistemik dari suatu sediaan obat dibandingakan dengan bentuk sediaan lain
selain intra vena. Availabilitas relatif dari dua produk obat yang diberikan pada dosis dan
rute pemberian yang sama dapat diperoleh dengan persamaan berikut.
[𝐴𝑈𝐶]𝐴
Availabilitas relatif =
[𝐴𝑈𝐶]𝐵

4
Dimana produk obat B sebagai standar pembanding yang telah diketahui. Fraksi
tersebut dapat dikalikan 100 untuk memberi prosen availabilitas relatif. Jika dosis yang
diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis dibuat seperti dalam persamaan berikut.
[𝐴𝑈𝐶]𝐴
𝐴
Availabilitas relatif = 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
[𝐴𝑈𝐶]𝐵
𝐵
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠

Kesetaraan obat (BE) dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :


1. Kesetaraan farmakoklinik yaitu kesetaraan dua obat dengan 2
molekul berbeda tapi memiliki aktivitas intrinsik yang sama dan yang secara
In vivo bekerja pada substrat molekular yang sama.
2. Kesetaran kimia yaitu kesetaran 2 obat yang masing masing dengan caradan
dosis zat aktif yang sama.
3. Kesetaraan farmasetik yaitu kesetaraan antara dua bentuk yang samadengan
zat aktif dan dosis lazim yang sama.
4. Kesetaraan biologik atau bioekuivalen yaitu obat yang mempunyai
kesetaraan kimia atau kesetaraan farmasetik, yang bila diberikan
dengan posologi yang sama dengan mengacu pada kadar obat dalam
darah,menunjukkan kriteria ketersediaan hayati yang sama pada setiap
individu.
5. Kesetaraan klinik atau terapetik yaitu obat dengan kesetaraanfarmakologik,
kimia atau farmasetik, yang bila diberikan dengan posologi yang sama akan
memberikan efektivitas terapetik yang sama dan terkendali serta mempunyai
toksisitas yang sama.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bioavaibilitas


Secara umum bioavaibiltas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain;
1. Obat: sifat fisiko-kimia zat aktif, formulasi, dan teknik pembuatan
2. Subjek: karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisis
dan aktivitas tubuh (pada subjek yang sama)
3. Rute pemberian

5
4. Antar aksi obat/makanan, misalnya grisovulvin sukar larut dalam air.
Apabila diberikan bersama makanan berlemak jadi mudah larut. Di dalam
tubuh, digunakan surfaktan alami sehingga baik diabsorpsi. Pemberian
vitamin B12 dengan coca cola menghasilkan absorpsi yang lebih baik.

Secara farmasetik, bioavaibilitas obat aktif dalam suatu bentuk sediaan


padat bergantung pada beberapa faktor, yang meliputi :
1. Disintegrasi produk obat dan pelepasan partikel obat aktif
Secara umum telah dikenal sejak beberapa tahun yang lalu bahwa sebelum
absorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus mengalami disintegrasi ke
dalam partikel partikel kecil dan melepaskan obat.
2. Pelarutan obat
Pelarutan merupakan proses dimana zat kimia atau obat menjadi terlarut
dalam suatu pelarut. Laju pelarutan obat obat dengan kelarutan dalam
air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdistegrasi dalam
saluran cerna sering mengendalikan laju absorpsi obat.
3. Absorpsi atau permeasi obat melintasi membran sel

D. Metode Penilaian Terhadap Bioavaibilitas


Beberapa metode langsung dan tidak langsung digunakan untuk
menghitung bioavailabilitas pada manusia. Pemilihan metode tergantung pada
tujuan, metode analisis untuk menetapkan kadar obat dan sifat produk obat.
Beberapa parameter-parameter dalam penentuan bioavailabilitas suatu obat.
1. Data Plasma, meliputi :
a. tmaks
tmaks adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi
maksimum setelah pemberian obat. Pada t maks absorbsi obat adalah
maksimum dan laju obat sama dengan laju eliminasi. Harga t maks
menjadi (berarti sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi plasma puncak) bila laju absorbsi menjadi lebih cepat.
b. Cpmaks

6
Cpmaks menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah
pemberian obat secara oral. Cpmaks memberi suatu petunjuk bahwa obat
cukup diabsorbsi secara sistemik untuk member suatu respon terapetik
dan menunjukkan adanya kadar toksik obat.
c. AUC (Area Under the Curve)
Area Under the Curve adalah suatu ukuran dari jumlah bioavailabilitas
suatu obat. Parameter ini mencerminkan jumlah total obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. AUC merupakan area dibawah kurva kadar
obat dalam plasma-waktu dari t = 0 sampai t = ∞.

[AUC]∞0 = ∫0 Cp dt

FD0 FD0
[AUC]∞0 = =
klirens KVd

Dimana :

F = frkasi dosis terabsorbsi


D0 = dosis
K = laju eliminasi
Vd = Volume distribusi

AUC tidak bergantung pada rute pamberian dan proses eliminasi obat
selama proses eliminasi obat tidak berubah.
2. Data Urin
a. Du
Du merupakan jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin secara
langsung berhubungan dengan jumlah total obat terabsorbsi.

7
Bila obat dieliminasi secara sempurna, konsentrasi obat dalam plasma
mendekati nol dan diperoleh jumlah maksimum obat yang diekskresi
diurin.
b. dDu/dt
dDu/dt adalah laju ekskresi obat dalam urin. Oleh karena sebagian besar
obat dieliminasi dengan proses laju orde kesatu.
c. t∞
t∞ merupakan waktu untuk terjadi ekskresi maksimum dalam urin. t ∞
merupakan suatu parameter yang berguna dalam studi bioekivalensi
yang membandingkan beberapa produk obat.
3. Efek Farmakologi Akut
Efek farmakologi akut seperti efek pada diameter pupil, kecepatan
denyut jantung, atau tekanan darah dapat digunakan sebagai indeks dari
bioavailabilitas.
Penggunaan efek farmakologi akut untuk menentukan
bioavailabilitas memerlukan adanya kaitan dosis-respon. Dengan demikian,
bioavailabilitas dapat ditentukan dengan memeriksa kurva dosis-respon
maupun total area dari kurva efek farmakologi akut-waktu.
4. Pengamatan Klinik
Perbedaan respon klinik mungkin disebabkan oleh perbedaan
farmakokinetik dan farmakodinamik obat antar individu. Produk obat yang
bioekivalen harus mempunyai bioavailabilitas sistemik yang sama,
sehingga respon obat yang sama dapat diperkirakan. Karena perubahan
respon klinik antar individu yang tidak dikaitkan dengan bioavailabilitas
mungkin disebabkan adanya perbedaan dalam farmakodinamik obat.

E. Metode Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi


Bioavaibilitas merupakan persentase dan kecepatan zat aktif dalam
suatu produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh atau aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari
kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin.

8
Sedangkan Bioekivalen adalah dua produk obat yang keduanya mempunyai
ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian
dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang
sebanding sehingga efeknya akan sama dalam hal efikasi maupun keamanan.
Metode analisa yang valid diperlukan untuk menjamin keabsahan hasil uji yang
diperoleh. Bagan tahapan pelaksanaan studi BA/BE dapat dilihat sebagai
berikut :

F. Kriteria Uji Bioekivalensi


Tidak semua obat perlu dilakukan uji bioekivalensi sebelum dipasarkan.
Ada beberapa obat yang tidak memerlukan uji bioekivalensi secara in vivo,
tetapi cukup dilakukan uji bioekivalensi in vitro saja yaitu dengan Uji Disolusi
Terbanding (UDT). Tujuan dari uji bioekivalensi ini adalah untuk menjamin
efikasi, keamanan, dan mutu obat generik yang akan beredar. Adanya uji
bioekivalensi menyebabkan meningkatnya riset obat generik, menghasilkan
industri generik yang kompetitif, meningkatnya akses obat yang terjangkau,
mendorong inovasi, dan meningkatkan peran Indonesia dalam pasar obat
generik secara global.
Produk obat yang tidak memerlukan uji ekivalensi :
1. Produk obat untuk penggunaan intravena sebagai larutan dalam air yang

9
mengandung zat akt if ya ng sama dalam kadar molar yang sama dengan
produk pembanding.
2. Produk obat untuk penggunaan parenteral yang lain (misal :intramuskular,
subkutan) sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama
dalam kadar molar yang sama dan eksipien yang sama atau mirip dalam
kadar yang sebanding seperti dalam produk pembanding. Eksipien tertentu
(misal : pengawet, antioksidan) boleh berbeda asalkan perubahan eksipien
ini diperkirakan tidak mempengaruhi keamanan atau efikasi produk obat
tersebut.
3. Produk obat berupa larutan untuk penggunaan oral (termasuk sirup,eliksir,
tingtur atau bentuk larutan lain bukan suspensi), yang menga ndung zat aktif
dalam kadar molar yang sama dengan produk pembanding, dan hanya
mengandung eksipien yang diketahui tidak mempunyai efek terhadap transit
atau permeabilitas dalam saluran cerna.
4. Produk obat berupa bubuk untuk dilarutkan.
5. Produk obat berupa gas.
6. Produk obat berupa sediaan obat mata atau te linga sebagai larutan dalam
air dan mengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan
eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding.
7. Produk obat berupa sediaan obat topikal sebagai larutan dalam air
danmengandung zat aktif yang sama dalam kadar molar yang sama dan
eksipien yang praktis sama dalam kadar yang sebanding.
8. Produk obat berupa larutan untuk aerosol atau produk inhalasi nebulizer
atau semprot hidung yang digunakan dengan atau tanpa alat yang praktis
sama sebagai larutan dalam air dan mengandung zat aktif yang sama dalam
kadar yang sama dan eksipien yang praktis sama dalam kadar yang
sebanding

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan :
1. Bioavailabilitas adalah suatu istilah yang menyatakan jumlah atau proporsi
obat yang diabsorpsi dan kecepatan absorpsi obat tersebut. Biasanya diukur
dari perkembangan kadar obat (senyawa aktif) atau metabolit aktifnya
dalam darah atau dari ekskresinya dalam urin terhadap waktu. Sedangkan
bioekivalensi merupakan dua atau lebih obat yang apabila diberikan dalam
dosis, rute pemberian, dan bentuk sediaan yang sama serta diteliti dengan
kondisi eksperimental yang sama akan memberikan bioavailabilitas yang
sama.
2. Bioavaibilitas terbagi atas bioavaibilitas absolute dan bioavaibilitas relative.
Sedangkan tipe bioekivalensi antara lain Kesetaraan farmakoklinik,
kesetaran kimia, kesetaraan farmasetik, kesetaraan biologik atau
bioekuivalen, dan kesetaraan klinik.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavaibilitas terbagi atas dua yaitu
faktor umum dan faktor farmasetik.
4. Beberapa metode langsung dan tidak langsung digunakan untuk
menghitung bioavailabilitas pada manusia. Pemilihan metode tergantung
pada tujuan, metode analisis untuk menetapkan kadar obat dan sifat produk
obat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ardiarini, Ari, 2006, Perbandingan bioavailabilitas ( bioekivalensi ) obat


cimetidine Dalam sediaan generik dan paten secara in vitro, Artikel karya
tulis ilmiah, Fakultas kedokteran. Universitas diponegoro, Semarang
Priyanto, 2010, Farmakologi Dasar Edisi II, Leskonfi, Jakarta
Shargel, Leon, 2005, Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan, Airlangga
University Press, Surabaya
Tjay, Tan Hoan & Kinara Rahardja, 2008, Obat-obat Penting, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta

12

Anda mungkin juga menyukai