Anda di halaman 1dari 25

IMUNOGLOBULIN

INTRAVENA (IVIG)
Imunoglobulin intravena (IVIG)
• Imunoglobulin intravena (IVIG) terbuat dari antibodi yang
telah diambil dari 3000-10000  pendonor darah yang
sehat.
• IVIG digunakan untuk mengobati berbagai gangguan
autoimun,  penyakit idiopatik (penyakit tidak diketahui
penyebabnya), dan infeksi.
• Imunoglobulin (Ig) adalah molekul glikoprotein yang
berfungsi sebagai antibodi. Selama respon imun, antibodi
ini  berada di peredaran darah, mendeteksi dan mengikat
antigen (zat asing yang mampu merangsang respon
imun). Contoh yang termasuk antigen adalah bakteri,
virus, spora jamur, tungau, debu,  bulu binatang, dan
jamur.
• Saat antibodi melekat pada antigen, sel darah putih
dirangsang untuk menghancurkan antigen. Karena
antibodi yang ada di peredaran darah, dianggap sebagai
bagian dari sistem imun humoral.
• Produk immune globulin dari plasma manusia pertama
kali digunakan pada tahun 1952 untuk mengobati
kekurangan imunoglobulin ( IgG seperti defisiensi ).
• Awalnya, pengobatan diberikan secara intramuskular
(disuntikkan ke dalam otot). Intravena (disuntikkan ke
pembuluh darah) immune globulin terbukti efektif dalam
autoimun Idiopatik Thrombocytopenic Purpura (ITP) pada
tahun 1981.
• Metode ini lebih dipilih daripada suntikan intramuskular
karena telah terbukti lebih efektif.
• Produk immune globulin mengandung bahan steril, yang
dimurnikan dari imunoglobulin G (IgG). Produk biasanya
mengandung lebih dari 95% IgG yang telah dimodifikasi
dan sedikit mengandung immunoglobulin A (IgA) atau
immunoglobulin M (IgM).
• Antibodi IgG memiliki ukuran paling kecil, tapi merupakan
antibody terbanyak dalam tubuh, jumlahnya 75-80% dari
seluruh antibodi dalam tubuh. Antibodi tersebut berada
pada seluruh cairan tubuh.
• Antibodi IgG dianggap sebagai antibodi yang paling
penting untuk melawan infeksi bakteri dan virus, dan satu-
satunya antibodi yang dapat melewati plasenta selama
kehamilan.
• Antibodi IgA terutama ditemukan di hidung, bagian
saluran napas, saluran pencernaan, telinga, mata, air liur,
air mata dan vagina. Antibodi ini melindungi permukaan
tubuh yang sering terkena organisme asing dan zat dari
luar tubuh.
• Antibodi IgM berada dalam darah dan cairan getah
bening, dan IgM adalah antibodi pertama yang diproduksi
sebagai respon terhadap infeksi.
Pembuatan dan karakterisasi immunoglobulin
intravena (IVIG)
• Immunoglobulin intravena (IVIG) terbuat dari antibody
yang telah diambil dari 3.000-10.000 donor darah yang
sehat.
• Karakterisasi immunoglobulin intravena
• Produk cairan infus steril, dimurnikan immunoglobulin G (IgG).
Mengandung lebih dari 95% IgG yang dimodifikasi dan hanya
mengandung sebuah IgA atau IgM.
Pembuatan IVIG
• Serum immunoglobulin intravena tersedia dalam pentuk fraksi
alkohol yang diambil dari sediaan banyak pendonor yang
sedah dalam masa pemulihan penyakit, baru saja divaksinasi
atau  pendonor dengan jumlah antibodi yang cukup.
• Serum protein dipisahkan dalam suhu dingin dengan cara
presipitasi dengan alkohol pada kekuatan ion dan pH rendah.
Prosedur ini pertama kali dijelaskan oleh Cohen pda tahun
1944 dan sampai sekarang masih digunakan. Fraksi tersebut
kemudian dipisahkan dari serum protein dan virus hepatitis.
• Fraksi serum terdiri dari ig G 95-99%. Selain Ig G tersedia
juga Ig A, Ig M, Ig D, dan Ig E dalam serum tetapi bukan
merupakan terapi yang signifikan karena konsentrasinya yang
rendah dan masa paruh yang cepat.
• WHO menetapkan beberapa kriteria untuk produksi
immunoglobulin intravena. Dalam  prakteknya semua
plasma dikrining untuk virus hepatitis B, HIV, dan tidak
ada peningkatan enzim transaminase.
• Dalam sediaan yang dipasarkan diambil plasma dari
3000-6000 donor yang terdiri dari spectrum antibodi yang
luas. Setiap sediaan harus mengandung antibodi yang
cukup terhadap polio, campak, hepatitis B, dan difteri.
Sediaan
• Sedian imunoglobulin intravena antara lain:
• Intragam P-CSL bioplasma. Sediaan steril, bebas dari
immunoglobulin G, larutan 60mg/ml yang diambil dari donor
Australia melalui Australian red cross blood service.
• Intragam P hanya mengandung IgA dengan cairan pelarut
100mg/ml maltosa. Tersedia dalam 3g/50ml dan 12g/200ml.
• Sandoglobulin NF liquid-CSL bioplasma, mengandung Ig G steril
tanpa larutan. Sediaan terdiri dari 6g/50ml dan 12g/100ml.
• Octagam-octapharma. Sediaan steril bebas larutan dari
immunoglobulin G 60mg/ml yang diambil dari banyak donor.
Tersedia dalam kemasan 1g/20ml vial dan 2,5g/50ml, 5g/100ml,
dan 10g/200ml.
Penggunaan
• Produk immunoglobulin telah digunakan untuk
pengobatan gangguan autoimun, penyakit idiopatik dan
infeksi.
• Efek menguntungkan dari IVIG sebagai pencegahan
infeksi pada pasien dengan sindrom imunodefisiensi
primer (gangguan disebabkan oleh cacat genetik pada
sistem imun).
• IVIG juga digunakan untuk pencegahan infeksi saluran pernafasan
bawah, tetapi tidak untuk saluran pernafasan atas dan selain
infeksi pernafasan pada pasien dengan CVID (Common variable
immune deficiency).
• Peneliti menemukan bahwa pasien CVID dengan respon infeksi
lebih baik dioperasi dan mendapat perawatan. IVIG biasanya
disalurkan secara intravena sekitar 2-4 jam sehari selama 2-7 hari.
• Pasien biasanya menerima dosis tunggal setiap 10-21 hari atau
setiap 3-4 minggu, tergantung dari tipe dan kondisi tertentu.
Pasien biasanya mulai terjadi respon setelah 8 hari pengobatan.
• Pengobatan secara terus-menerus membantu pasien menjaga
tingkat kesehatan dari antibodi dalam darah, yang meningkatkan
sistem imun.
Mekanisme kerja
• IVIG Pada imunodefisiensi primer dan defisiensi antibody fungsional
immunoglobulin intravena berfungsi sebagai terapi pengganti.
Beberapa mekanisme kerja dari immunoglobulin intravena
disebutkan sebagai berikut:
1. Blok reseptor Fc. Tambahan molekul IgG eksogen berikatan pada Fc
reseptor sel target dan menghambat akses terhadap sel tersebut. Ini
untuk mencegah antiplatelet dan antibodi lain berikatan dengan sel
ini.
2. Aksi imunomodulator. Immunoglobulin intravena berikatan pada
reseptor Fc dari limfosit T dan B yang dapat menghambat sintesis
antibodi sel B dan atau meningkatkan aktivitas regulasi dari sel T
helper atau supresor. Immunoglobulin mempengaruhi dalam produksi
antibody dari sel B yaitu meningkatkan atau menurunkan produksi
antibody, menetralisasi auto antibody dari patogen dan sel T super
antigen, meningkatkan aktivasi dan fungsi dari sel T serta produksi
CD4 sel T dari sitokin yang dimediasi oleh sel T helper 1 dan 2 serta
mengontrol pertumbuhan sel.
3. Anti idiotype antibodi. Ikatan antigen dari molekul
immunoglobulin disebut daerah idiotype. Bagian anti idiotype
immunoglobulin intravena ini dapat menghambat produksi
dari patogen auto antibodi. Penyakit autoimun diperkirakan
adalah akibat adanya  pemecahan dari jaringan regulatori
antibodi. Immunoglobulin intravena dapat menyediakan
defisiensi antibodi anti idiotype.
4. Anti inflamasi. Imunogloblulin intravena menurunkan
produksi sitokin dan mediator inflamasi lain seperti monosit
dan makrofag dan antagonis terhadap interleukin.
Immunoglobulin intravena juga meningkatkan daya larut
kompleks imun pada penyakit inflamasi sistemik.
Immunoglobulin intravena secara kovalen berikatan dengan
sel endotelial.
Imunodefisiensi primer
• Imunodefisiensi primer merupakan penyakit kongenital
dengan muncul gejala di kemudian hari.
• Penyakit seperti X-link agama globulinemia, Common
Variable Immunodeficiency (CVID) dan X link
imunodefisiensi dengan hyperimunoglobulinemia M dan
kombinasi imun defisiensi berat yang berhubungan
dengan penurunan produksi dari semua kelas
imunoglobulin semuanya merupakan indikasi
mendapatkan terapi pengganti imunoglobulin intravena
• Karena imunoglobulin yang diberikan secara eksogen akan
menghambat produksi imunoglobulin intrinsik maka imunoglobulin
intravena diindikasikan bila terdapat gangguan  pembentukan antibodi
ditandai dengan rendahnya kadar imunoglobulin.
• Dosis 300 sampai 400 mg/kgBB dapat diberikan dengan interval
sebulan dan setelah dosis keempat atau kelima kadar imunoglobulin
dinilai kembali.
• Nilai 300  –  400 mg/dl dinilai sebagai kadar optimal meskipun
 beberapa rekomendasi menyatakan 500 –  600 mg/dl. Beberapa
pasien memerlukan dosis lebih tinggi atau pemberian yang lebih sering
dari imunoglobulin.
• Pasien baru terdiagnosis yang memerlukan terapi imunoglobulin
intravena biasanya rentan terhadap infeksi. Bila infeksi akut atau kronik
sudah membaik, imunoglobulin intravena sebaiknya diberikan dengan
dosis 200 mg/kgBB. Dan kadar dari Ig G terus dimonitor secara teratur.
Imunodefisiensi Sekunder
• Imunoglobulin intravena terbukti berhasil digunakan pada
pasien yang menerima terapi imunosupresan seperti pada
pasien setelah transplantasi sumsum tulang.
• Pada suatu penelitian multisenter buta acak terkendali
dibandingkan pemberian dosis imunoglobulin 250
mg/kgBB atau 500 mg/kgBB setiap minggu selama 8
sampai 111 hari, dimana dengan dosis yang lebih tinggi
terdapat pengurangan reaksi penolakan antara donor dan
resipien dan belum ditemukan  perbedaan bermakna
pada pemberian kedua dosis ini dalam hal pencegahan
infeksi.
Infeksi Bakterial
• Neonatus Sepsis neonatal muncul 2 sampai 5 dari 1000 kelahiran.
Bayi prematur lebih rentan terhadap infeksi bakterial karena sebagian
besar dari Ig G baru secara transplasental diturunkan kepada janin
pada usia 4 –  6 minggu terakhir kehamilan.
• Neonatus ini biasanya rentan terhadap infeksi Streptokokus grup B
(GBS), E.coli dan H.influenza B. Bakteri berkapsul ini membutuhkan
antibodi untuk proses opsonisasi, fagositosis dan pembunuhan.
• GBS merupakan  penyebab utama sepsis neonatal dan meningitis.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa  pemberian imunoglobulin
sebagai tambahan dari antibiotik dapat mencegah dan mengobati
infeksi GBS pada neonatus.
• Imunoglobulin intravena dengan dosis 500 mg/kgBB dapat ditoleransi
dnegan baik pada neonatus. Pada bayi prematur yang sangat kecil
dapat diberikan dosis 750 mg/kgBB untuk mencapai dosis terapi dari
Ig G dan dan perlu diulang selama 2  –  3 minggu.
Infeksi virus  
• Neonatus dengan resiko tinggi infeksi saluran nafas atas
diberikan imunoglobulin intravena, sehingga mempunyai
kadar antibodi yang cukup tinggi untuk melawan virus
respiratory synctial pada beberapa penelitian multisenter.
Tetapi belum ditemukan efek terapi  penting imunoglobulin
intravena pada infeksi melawan virus respiratory synctial
dari penelitian multi senter ini.
Otitis Media (Radang Telinga Tengah)
• Pada penelitian, pasien dengan defisiensi IG G2
imunoglobulin terapi diberikan pada anak dengan otitis
media rekuren. Anak yang mendapat terapi imunoglobulin
lebih jarang sakit daripada kelompok plasebo. Walaupun
tidak terdapat perbedaan jumlah kejadian infeksi pada
kedua kelompok.
Penyakit Auto Imun
• Pada trombositopenia berat setelah pemberian
imunoglobulin terapi terjadi peningkatan  jumlah trombosit
yang cukup signifikan.
• Pada penyakit ITP akut biasanya dapat sembuh sendiri
dan tidak perlu terapi tetapi pada penyakit ITP kronik yang
bertahan sampai lebih dari 6 bulan  pemberian
imunoglobulin dosis tinggi 0,5 –  1 gram/kgBB/ hari
selama 2 hari direkomendasikan sebagai terapi.
• Dengan mekanisme kerja imunoglobulin intravena
berkompetisi memblok Fc reseptor pada sel
retikuloendotelial sehingga tidak terjadi destruksi terhadap
sel platelet oleh sistem autoantibodi.
Penyakit Kawasaki
• Penyakit Kawasaki ditandai dengan demam persisten selama
lebih dari lima hari pada anak usia kurang dari 4 tahun disertai
dengan demam berlangsung selama 5 hari atau lebih,
kemerahan pada mata, tangan, kaki, mulut, dan lidah, ruam dan
pembengkakan kelenjar di leher.
• Rekomendasi penggunaan adalah 2 gram/kgBB imunoglobulin
intravena sebagai dosis tunggal bersama dengan pemberian
aspirin 80 –  1 mg/kgBB/ hari. Dosis ini sama efektif dengan
 pemebrian 400mg/kgBB/hari aspirin selama 4 hari. Dengan efek
lebih cepat menurunkan demam, proses inflamasi, angka
leukosit. Pada beberapa kasus anak mengalami demam setelah
24 jam masa pemulihan, pada kasus seperti ini dianjurkan untuk
diberikan kembali dosis kedua imunoglobulin intravena oleh
karena demam merupakan faktor resiko terjadinya aneurisma.
Adverse Reaction
• Efek samping dari pemberian imunoglobulin terjadi pada
5% pasien.
• Efek samping yang muncul seperti nyeri kepala,
menggigil, nyeri sendi, pusing, mual, lelah, nyeri otot,
nyeri  punggung, peningkatan tekanan darah pada pasien
dengan resiko hipertensi.
• Reaksi ringan dapat muncul setelah 30 menit pemberian
imunoglobulin intravena dan berkurang setelah infus
dihentikan.
• Meningitis aseptik akut dengan pleositosis dari cairan serebrospinal dapat
muncul 48 –  72  jam setelah pemberian imunoglobulin. Gejala yang timbul
dapat menghilang secara spontan atau dapat dikurangi dengan pemberian
obat NSAID. Gejala dari efek samping ini tidak akan muncul  pada pemberian
imunoglobulin intravena berikutnya meskipun memakai produk dari pabrik
yang  berbeda.
• Sangat jarang dijumpai reaksi anafilaktoid pada jam pertama pemberian
imunoglobulin. Anafilaksis berhubungan dengan terjadinya sensitisasi Ig A
pada pasien dengan defisiensi Ig A. Yang dapat dicegah dengan pemberian
Imunoglobulin dengan kadar Ig A rendah meskipun keberadaan Ig G anti Ig A
tidak selalu berhubungan dengan munculnya efek samping dari
imunoglobulin.
• Pasien yang sudah tua dengan diabetes atau gangguan
fungsi ginjal mempunyai resiko terjadi gagal ginjal oleh
karena terdapat peningkatan serum kreatinin dua sampai
lima hari setelah pemberian infus imunoglobulin.
• Gagal ginjal berhubungan dengan kerusakan tubular ginjal
yang dirangsang oleh sukrosa dari sediaan imunoglobulin.
Oleh karena itu disarankan  perlunya monitor ketat fungsi
ginjal pada pemberian imunogobulin.
• Faktor resiko terjadinya transmisi antigen asing melalui
sediaan imunoglobulin intravena juga telah lama diteliti.
Untuk memastikan keamanan, maka plasma donor
imunoglobulin telah diskrining untuk penularan virus
Hepatitis C, Hepatitis B, HIV

Anda mungkin juga menyukai