Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH

FARMAKOLOGI VETERINER II

“DIURETIK”

Disususn Oleh :
Rizma Yolanda Timor 1709511084

Kelas C

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya tulisan ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Tulisan ini
dibuat dalam rangka pembelajaran untuk lebih mengetahui mengenai “Diuretik”.

Dalam proses pendalaman materi ini tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan terima
kasih kepada:

1. Dosen pembimbing mata kuliah Farmakologi Veteriner II


2. Teman-teman yang telah banyak memberikan masukan untuk tulisan ini.
3. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
hingga terselesaikannya tulisan.

Kami menyadari bahwa tulisan ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini.
Demikian tulisan ini kami buat semoga bermanfaat,

Denpasar, 5 Mei 2019


Hormat saya,

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................................ 1


Daftar Isi ......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
2.1 Definisi Diuretik ..................................................................................................... 5
2.2 Proses Diuresis........................................................................................................ 5
2.3 Mekanisme Kerja Diuretika .................................................................................... 6
2.4 Penggolongan Diuretika .......................................................................................... 7
2.5 Penggunaan Diuretika ............................................................................................. 9
2.6 Efek Samping ......................................................................................................... 9
2.7 Interaksi .................................................................................................................. 10
2.8 Kehamilan dan Laktasi ............................................................................................ 11
BAB III SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 12
5.1 Simpulan................................................................................................................. 12
5.2 Saran....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 13
LAMPIRAN ................................................................................................................... 14

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diuretika adalah obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urin.
Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja
langsung terhadap ginjal. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan
adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dan air (Setiabudi, 2007; Tjay dan Rahardja, 2007). Fungsi
utama diuretika adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi
normal (Nafrialdi, 2009) Diuretik diklasifikasikan berdasarkan tempat kerjanya (diuretik
loop), khasiat (high-ceiling diuretic), struktur kimia (diuretik tiazid), kesamaan kerja dengan
diuretik lain (diuretik mirip tiazid), efek terhadap ekskresi kalium (diuretik hemat kalium),
dll (Jackson, 2008). Dalam penggunaan klinisnya, obat obatan diuretik diindikasi untuk
hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal, diabetes insipidus nefrotik, hiperkalemia, glaukoma,
dan sebagainya (Harlan, 2011). Efek samping dari obat-obat diuretik sangat banyak,
terutama untuk dosis jangka panjang. Furosemid yang merupakan diuretik kuat bekerja
menghambat reabsorpsi elektrolit natrium, kalium, dan klorida mempunyai efek samping
gangguan cairan dan elektrolit, hipersensitivitas, efek metabolik, dan ototoksisitas.
Acetazolamide bekerja menghambat reabsorpsi bikarbonat, hidrogen, dan Natrium
mempunyai efek samping parastesi dan kantuk terus menerus, hipersensitivitas, dan
disorientasi mental pada pasien sirosis hepatis. Tiazid bekerja menghambat reabsorpsi
natrium klorida, dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping berupa gangguan
elektrolit, hiperkalsemia, hiperurisemia yang biasanya terjadi pada pasien gout artritis.
Spironolakton bekerja sebagai reabsorpsi natrium dan kalium mempunyai efek samping
hiperkalemia, ginekomastia, bahkan gangguan saluran cerna (Nafrialdi, 2009). Berdasarkan
latar belakang yang sudah penulis jabarkan, maka penulis berkeinginan untuk membuat
kajian pustaka tentang farmakologi obat diuretik, sehingga dapat memahami lebih dalam
tentang mekanisme kerja, penggolongan, efek samping, dan interaksi dari obat diuretik.

3
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari paper ini adalah:
a. Apa yang dimaksud dengan diuretik serta bagaimana prosesnya di dalam tubuh?
b. Bagaimanakah mekanisme kerja diuretik?
c. Apa saja penggolongan diuretik?
d. Bagaimanakah penggunaan diuretika?
e. Efek samping apa saja yang ditimbulkan oleh penggunaan diuretik?
f. Bagaimanakah interaksi diuretik dalam tubuh serta pengaruhnya terhadap kehamilan dan
laktasi?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui apa itu diuretic
baik definisi, mekanismenya di dalam tubuh, pengolongannya, efek samping yang
ditimbulkan, serta interaksi diuretic sendiri di dalam tubuh

1.4. Manfaat Penulisan


Penulisan paper ini diharapkan dapat memberi informasi tentang diuretik sebagai
pengetahuan dalam ilmu Farmakologi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DIURETIK

2.1 Definisi
Diuresis adalah penambahan volume urin yang diproduksi dan jumlah (kehilangan) zat-zat
terlarut dan air. Diuretika merupakan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lain yang menstimulasi diuresis
dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini seperti
zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume darah
(dekstran) atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alkohol).

Pengaruh obat diuretic terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan
tempat kerja diuretic. Secara umum kerja diuretik di bagi menjadi dua golongan besar:

1. Diuretik osmotic
2. Penghambat mekanisme transport elektrolit di tubuli ginjal. Obat yang yang menghambat
elektrolit di tubuli ginjal antara lain :
a. Penghambat karbonik Anhidrase
b. Dienzitidiazida
c. Diuretik hemat kalium
d. Diuretik kuat

2.2 Proses Diuresis

Dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler), yang terletak di
bagian luar ginjal (cortex), yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat
dilintasi air, garam-garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari penyaringan dan
berisi banyak air serta elektrolit akan ditampung dalam wadah (kapsul Bowman) dan
disalurkan ke pipa kecil. Disini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen
yang sangat penting bagi tubuh (glukosa, ion-Na+ dll). Zat ini dikembalikan ke darah melalui

5
kapiler yang mengelilingi tubuli. Sedang ”ampas” yang tersisa dirombak melalui
metabolisme protein (ureum) untuk sebagian diserap kembali. Akhirnnya, filtrat dari semua
tubuli ditampung di ductus colligens (penampung) yang disalurkan ke kandung kemih dan
ditimbun sebagai urin.

Ultrafiltrat yang dihasilkan perhari yang dipekatkan sampai hanya tersisa lebih kurang 1 liter
air kemih. Sisanya, lebih dari 99% direabsorpsi dan dikembalikan pada darah. Dengan
demikian, suatu obat yang cuma sedikit mengurangi reabsorpsi tubulerm misalnya dengan
1%, mampu melipatgandakan volume kemih (menjadi Ca 2,6 liter).

2.3 Mekanisme Kerja Diuretika

Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat


kemih dan juga air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga
ditempat lain, yakni:

1. Tubuli proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi
secara aktif untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsopsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap
isotonis terhadap plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi
rabsorpsi air dan natrium.

2. Lengkungan Henle. Di bagian menaiknya Ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi
direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air,
hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan
merintangi transpor Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+ diperbanyak.

3. Tubuli distal. Dibagian pertamanya, Na+ direabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat
menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini
dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya, ion Na+
ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal
aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan
mengekskresi Na+ dan retensi K+.

6
4. Saluran Pengumpul. Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan
mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.

2.4 Penggolongan Diuretika

1. Diuretika Lengkungan. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6
jam). Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru.
Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan efeknya senantiasa bertambah.
Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan turunan sulfonamid dan dapat
digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na
dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus distal,
mempengaruhi sistem transport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya ekskresi air, Na,
Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan.

2. Derivat Thiazida. Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan
pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-efek datar
yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah) tidak
bertambah. Contoh obatnya adalah hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari
turunan klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek
diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam.
Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karena
daya hipitensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan
waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah
Lorinid, Moduretik, Dytenzide.

3. Diuretika Penghemat Kalium. Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan
kombinasi dengan diuretika lainnya untuk menghemat kalium. Aldosteron menstimulasi
reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis
alosteron. Contoh obatnya adalah spironolakton yang merupakan pengambat aldosteron
mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan
bertahan sampai beberapa hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah
sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi.

7
Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%.
Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah
menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam
metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada
penggunaan lama dan dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi. Contoh obat
paten: Aldacton, Letonal.

4. Diuretika Osmosis. Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air
juga terbatas. Efeknya adalah diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan ekskresi Na
sedikit. Contoh obatnya adalah Mannitol dan Sorbitol. Mannitol adalah alkohol gula yang
terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat dan
dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga
penyerapan kembali air dapat dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus
untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaukoma. Contoh obat patennya adalah
Manitol.

5. Perintang Karbonanhidrase. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli


proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak,
bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie
maka perlu digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid diturunkan sulfanilamid. Efek
diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi
berikut:

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+

Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H + lagi untuk
ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat
ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi, obat „penyakit ketinggian‟. Resorpsinya baik
dan mulai bekerja dalam 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam
plasma adalah 3-6 jam dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah
Miamox.

8
2.5 Penggunaan Diuretika

Diuretika digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air,
khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.

1. Hipertensi

Guna mengurangi darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun. Derivat
thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretika lengkungan pada jangka panjang
ternyata lebih ringan efek antihipertensifnya. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penurunan daya-tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek antihipertensi
adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretis. Thiazida memperkuat efek obat-obat
hipertensi beta blocker dan ACE inhibitor, sehingga sering dikombinasikan dengannya.

2. Gagal jantung (decompensatio cordis)

Cirinya adalah peredaran tak sempurna dan terdapat cairan berlebihan di jaringan,
sehingga air tertimbun dan terjadi udema, misalnnya pada paru-paru. Begitu pula pada
sindro nefrotis yang bercirikan udema tersebar akibat proteinuria hebat karena
permeabilitas dipertinggi dari membran glomeruli. Pada busung perut dengan air
tertumpuk di rongga perut akibat cirrosis hati. Untuk indikasi ini terutama digunakan
diuretika lengkungan, dalam keadaan parah akut secara intravena. Thiazida dapat
memperbaiki efeknya pada pasien dengan insufiensi ginjal. Thiazid juga digunakan
dalam situasi di mana diuresis pesat bisa mengakibatkan kesulitan, seperti pada
hipermetrofi prostat.

2.6 Efek Samping

1. Hipokaliemia, yaitu kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan tempat
kerja di bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K+ dan H+ karena ditukarkan
dengan ion Na+. Akibatnya adalah kadar kalum plasma dapat turun di bawah 3,5 mml/liter.
Keadaan ini terutama terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida
atau bumetamida, mungkin bersama thiazida. Gejalanya berupa kelemahan otot, kejang-

9
kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang aritmia jantung. Pasien jantung dengan
gangguan ritme atau yang diobati dengan digitalis harus dimonitor dengan seksama, karena
kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin.

2. Hiperurikemia akibat retensi asam urat dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali
amirolida. Diduga disebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat
mengenai transpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tinggi untuk
retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka.

3. Hiperglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi, akibat
dikuranginya metabolisme glukosa berhubungan dengan sekresi insulin yang ditekan.
Terutama thiazida dan efek antidiabetika oral diperlemah olehnya.

4. Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total dan
trigliserida. Pengecualian adalah indapamida yang praktis tidak meningkatnya kadar lipid
tersebut.

5. Hiponatriema. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan,
kadar Na plasma dapat menurun keras dengan akibat hiponatriema. Gejalanya berupa
gelisah, kejang otot, haus, letargi, dan kolaps.

6. Lain-lain: gangguan lambung-usus, rasa letih, nyeri kepala, pusing, dan jarang reaksi
alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetemida dalam
dosis tinggi.

2.7 Interaksi

Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak
dikehendaki, seperti:

 Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru
diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.

10
 Obat-obat rema (NSAID‟s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan antihipertensif
akibat retensi natrium dan airnya.

 Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.

 Aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan


ketulian (reversibel).

 Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.

 Litiumklorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.

2.8 Kehamilan & Laktasi

Thiazida dan diuretika lengkungan dapat mengakibatkan gangguan elektrolit di janin dan
kelainan darah pada neonati. Diuretika hanya dapat digunakan pada fase terakhir kehamilan
ataas indikasi ketat dan dengan dosis yang serendah-rendahnya. Spironolakton & amilorida
dianggap aman digunakan oleh beberapa negara seperti Swedia. Furosemida, HCT dan
Spironolakton mencapai susu ibu dan menghambat laktasi.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi
normal. Mekanisme kerja obat diuretik adalah kebanyakan mengurangi reabsorbsi natrium
sehingga pengeluarannya melalui urin dan demikian juga dari air diperbanyak, obat ini
bekerja khusus terhadap tubuli dan ditempat lainnya.

3.2. Saran
Paper ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, agar lebih menambah
wawasan para pembaca diaharpakan juga membaca literatur dari sumber terpercaya lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Harlan E. Ives, MD, PhD. 2015. Bertram G. Katzung Farmakologi Dasar & Klinik, In : Obat
Diuretik. Edisi 11. Jakarta: EGC. (15) pp. 240-257.
Jackson, Edwin K.2008. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi Volume 1, In :
Diuretik. Edisi 10. Jakarta: EGC. (29) pp. 735-765.
Nafrialdi. 2009. Farmakologi dan Terapi, In : Obat yang Mempengaruhi Metabolisme
Elektrolit dan Konservasi Air, Diuretik dan Antidiuretik. Edisi lima. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. (24): 389-409.
Setiabudy, R. 2007. Farmakologi dan Terapi, In : Diuretik dan Antidiuretik. Edisi lima.
Jakarta: Gaya Baru, pp. 289-403.
Nurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program Studi Farmasi FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Katzung, Bertram G, (2004), Basic & clinical pharmacology, 9th Edition, Lange Medical
Books/Mcgraw-Hill: New York, Hal : 6, 152 (e-book version of the text).
Universitas Indonesia. 2008. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Anonim,www.medicastore, 2006
http://bahayadiabetes.com/index.php?option=com_content&view=article&id=61:furosemide
&catid=34:bahaya-hipertesi&Itemid=69
http://www.drugs.com/pdr/furosemide.html
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/medmaster/a682858.html
http://www.medicinenet.com/furosemide/article.htm
http://medicastore.com/obat/2420/FUROSEMID.html

13

Anda mungkin juga menyukai