Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

SEMESTER PENDEK BLOK CARDIOVASCULAR SYSTEM

ANTIHIPERTENSI
Untuk memenuhi salah satu tugas
Dosen pembimbing: Boby Suryawan, dr

Disusun Oleh:
KELOMPOK 8
PUSPARINI 12310358
GHEA VIRGINIA ALIFA 13310150
MUKHLIS R AHDA PETRA 13310262
NIKE SEPTIYANI 13310284
NUCKY NURHIKMAH RAHMAN 13310295
TEGUH RIZKI ALAMULHUD 13310401
TESA TIARA 13310403
UPI LESTARI 13310411

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu kami ucapkan rasa puji syukur kita kepada Allah SWT

yang sudah memberikan ramhat, karuna, inayah dan hidayahnya sehingga penulis

bisa menuntaskan makalah tentang “Antihipertensi”

Penulisan makalah ini diajukan guna untuk melengkapi salah satu

persyaratan semester pendek cardiovascular system dalam tahap perkuliahan.

kami selaku dari penulis makalah ini tidak luput dari kaya hambatan dan juga

kesulitan dalam pembuatannya, akan tetapi berkat adanya bimbingan dan bantuan

dari berbagai macam pihak, akhirnya hambatan dan kesulitanpun bisa diatasi

dengan baik.

Didalam penulisan makalah ini tentunya penulis sangat menyadari dan

juga peka terhadap banyaknya hal-hal atau persoalan yang masih banyak

kekurangannya dalam laporan in. Baik bagian kualitas ataupun bagian kuantitas

dari materi yang diberikan.

Penulis juga sangat menyadari sekali bahwa penulisan makalah ini jauh

dari kata sempurna, sehingga penulis sangat membutuhkan sekali kritikan dan

juga saran yang memiliki sifat untuk membangun dari berbagai macam pihak

yang bertujuan untuk memperbaiki laporan ini supaya bisa menjadi lebih baik lagi

kedepannya.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1. Latar Belakang

2. Rumusan masalah

3. Tujuan penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

1. Definisi

2. Obat antihipertensi

Bab III Penutup


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini hipertensi masih merupakan masalah yang cukup penting dalam

pelayanan kesahatan.Hal ini dikarenakan angka prevalensi yang cukup tinggi.

Prevalensi hipertensi menurut World Health Organization (WHO) pada tahun

2013 yang tertinggi ialah di Afrika dengan angka kejadian hipertensi sekitar 46%

pada usia dewasa, kemudian di Amerika dengan prevalensi hipertensi sekitar 35%

pada usia dewasa, dan pada negara berkembang prevalensi hipertensi ialah sekitar

40% pada usia dewasa. Indonesia memiliki angka prevalensi hipertensi yang

diperoleh melalui pengukuran kategori umur ≥18 tahun mencapai sekitar 25,8%,

tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),

Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Hipertensi yang tidak

tertangani dengan baik, akan menyebabkan komplikasi. Upaya untuk mencegah

terjadinya komplikasi hipertensi diperlukan penatalaksanaan hipertensi secara

tepat, salah satunya adalah dengan melakukan kontrol tekanan darah secara

teratur.

Kontrol tekanan darah adalah aktivitas yang dilakukan oleh penderita

hipertensi dalam mengontrolkan tekanan darah di pelayanan kesehatan. Tingginya

kasus hipertensi dan komplikasi dapat terjadi jika hipertensi tidak ditangani

dengan baik, sehingga penggunaan obat pada pasien hipertensi merupakan salah

satu hal penting yang harus diperhatikan dalam tercapainya kualitas kesehatan
bagi pasien. Pemilihan antihipertensi yang tidak tepat dapat menyebabkan tekanan

darah pasien tidak terkontrol.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari hipertensi dan antihipertensi?

2. Apa saja kegunaan obat antihipertensi terhadap pengontrolan tekanan

darah?

3. Apa saja obat antihipertensi?

4. Apa saja golongan obat antihipertensi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian tentang antihipertensi dan hipertensi

2. Untuk mengetahui penggunaan antihipertensi terhadap pengontrolan

tekanan darah

3. Untuk mengetahui obat-obat antihipertensi

4. Untuk mengetahui golongan obat antihipertensi

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah: Dapat menambah

wawasan dan memberikan informasi mengenai antihipertensi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi.

Hipertensi adalah suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah

melebihi normal.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg.

Untuk mempermudah pembelajaran dan penanganan, hipertensi dapat

diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan etiologinya

Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-90

Hipertensi tingkat 1 140-159 90-100

Hipertensi tingkat 2 >160 >100

(Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII, 2003)

Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi esensial

dan hipertensi sekunder:

 Hipertensi esensial/hipertensi primer/hipertensi idiopatik adalah hipertensi

tanpa kelainan dasar patologi yang jelas, lebih dari 90% kasus merupakan

hipertensi esensial. Penyebabnya meliputi faktor genetik (kepekaan

terhadap natrium, stress, dll) dan faktor lingkungan (gaya hidup, stress

emosi, dll)
 Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus. Dapat berupa hipertensi

kardiovaskuler (peningkatan resistensi perifer akibat aterosklerosis),

hipertensi ginjal (oklusi arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal),

hipertensi endokrin (feokromositoma dan sindrom Conn) dan hipertensi

neurogenik (akibat lesi saraf, menyebabkan gangguan di pusat kontrol,

baroreseptor atau penurunan aliran darah ke otak).

Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas

dan mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah

mungkin yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas

hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor resiko kardio vascular

lainnya.

Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH)

telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke,

iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.

2. Obat Antihipertensi

Obat antihipertensi dikelompokkan menjadi

 Diuretik : Diuretik tiazid, Loop Diuretik, dll

 Antiadrenergik : antiadrenergik sentral, antriadrenergik perifer, bloker alfa

dan beta.

 Vasodilator : penghambat ACE, Bloker pintu masuk kalsium, dan

Vasodilator langsung.

Mekanisme kerja :

Obat hipertensi dan cara kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
 Meningkatkan pengeluaran air dalam tubuh : Diuretika

 Memperlambat kerja jantung :Beta-blokers)

 Memperlebar pembuluh: Vaso dialtor langsung (di/hidralazim,minoxidil),

antagonis kalsium, penghambat ACE dan AT II-blocker.

 Menstimulasi SSP : alfa-2 agonis sentral seperti kronidin dan

moxonidin,metil-dopa,guanfanin dan resepin.

 Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni:

o Alfa-1-blockers:derivate quinazolin

(prazosin, doxasosin, terazosin, alfuzosin,tamsulozin), ketanserin (keta

nsin), dan urapidil (ebrantil).

o Alfa-1 dan 2-blockers : fentolamin.

o Beta blockers : propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol,

bisoprolol,timolol, dll.

o Alfa/beta-blockers: labetolol dan carvedilol (Eu-cardic).

Efek samping

 Umum

Praktis semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping

umum, seperti hidung mampat (akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut

kering, bradykardia (kecuali fasodilator langsung : justru tachycardia), rasa

letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan lambung-usus (mual, diare), ada

kalanya impotensi (terutama obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali

bersifat sementara yang hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi

atau dihindarkan dengan cara pentakaran “menyelinap”, artinya dimulai


dengan dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan. Dengan demikin,

penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat sebaiknya

diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak

mencapai puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi

pun tidak boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk

mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect).

 Khusus

Lebih serius adalah sejumlah besar efek samping khusus, antara

lain:

o Hipotensi ortostatis, yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh

tegak (= ortho, Lat.) daripada dalam keadaan berbaring, dapat

terjadi pada terutama simpatolitika.

o Depresi, terutama pada obat-obat yang bekerja sentral,

khususnya reserpin dan metildopa, juga pada beta-

blockers yang bersifat lipofil, antara lain propra-nolol,

alprenolol, dan metoprolol.

o Retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan

atau terjadinya udema, anatra lain antagonis Ca, reserpin,

metildopa dan hidralazin. Efek samping ini dapat diatasi degan

kombinasi bersama suatu deuretikum.

o Penurunan ratio HDL: LD Sejumlah obat mempengaruhi

metabolisme lipida secara buruk, yakni menurunkan kadar

kolesterol-HDL plasma yang dianggap sebagai faktor-


pelindung terhadap penyakit jantung-pembuluh. Atau, juga

meningkatkan kolesterol-LDL yang dianggap sebagai faktor

risiko bagi PJP. Sifat ini telah dipastikan

pada diuretika (kelompok thiazida dan klortalidon) dan

pada beta-blockers,khususnya obat-obat yang tak kardioselektif

atau tak memiliki ISA.

2.1 Diuretik

Obat ini menghasilkan peningkatan aliran urine (diuresis) dengan

menghambat reabsorpsi natrium dan air dari tubulus ginjal. Diuretik mempunyai

efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini

menyebabkan penurunan volum cairan dan merendahkan tekanan darah.

Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium di golongkan sebagai diuretik yang

tidak menahan kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat

kalium.

Enam kategori diuretik yang efektif untuk menghilangkan air dan natrium adalah :

 Tiazid dan seperti-tiazid

 Diuretik kuat

 Diuretik hemat kalium.

 Penghambat anhidrase karbonik.

 Diuretik osmotik.

 Diuretik mercurial.

Penjelasan masing-masing obat di atas adalah ssebagai berikut :


· Diuretik Tiazid : menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars

asendensansa Henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium

mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium.

Macam-macam obat diuretik Tiazid :

o Hidroklorotiazid (misal Hydrodiuril)

Mekanisme kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi natrium dan klorida

dalam pars asenden ansa henle tebal dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+,

dan Cl- menyebabkan peningkatan pengeluaran urine 3kali. Hilangnya natrium

menyebabkan penurunanan GFR.

Indikasi : obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema kronik, hiperkalsiuria

idiopatik digunakan untuk menurunkan pengeluaran urine pada diabetes insipidus

(GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorbsi dalam nefron proksimal,

hanya berefek pada diet rendah-garam).

Kontraindikasi : wanita hamil (kecuali jelas diindikasikan untuk edema

patologi). Anuria.

Dosis : Awal: 12,5.

Maksimal: 25.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 25mg; 50mg

Efek samping : hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemia, hiperurisemia,

hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan penurunan aliran plasenta, alergi

sulfonamide, gangguan saluran cerna.


Loop diuretik : lebih poten dibanding tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati

untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat menyebabkan hipoglikemia,

sehingga kadar kalium harus dipantau ketat.

Macam-macam obat Loop diuretik :

o Furosemid (lasix)

Mekanisme Kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi klorida dalam pars

asenden ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urine.

Indikasi : diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan kedaruratan

hipertensi. Juga edema paru dan untuk mengeluarkan banyak cairan. Kadangkala

digunakan untuk menurunkan kadar kalium serum.

Kontraindikasi : anuria, kekurangan elektrolit biasa.

Dosis : - biasa: Awal: 20 (1x)

Maksimal: 80

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 40mg

- Lepas lambat : Awal: 30 (1x)

Maksimal: 60.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : kapsul 30mg

Efek samping : hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hipotensi, hiperglikemia,

hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide, hipomagnesemia,

alkalosis, hipokloremik, hipovolemia.


o Asam Etakrinat (ethacrynat)

Mekanisme kerja : -

Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.

Kontraindikasi : -

Efek samping : paling ototoksi, lebih banyak gangguan saluran cerna, kecil

kemungkinan menyebabkan alkalosisseperti furosemid.

Dosis : -

o Bumetanit (bumex)

Mekanisme Kerja : Paling poten.

Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.

Kontraindikasi : -

Efek Samping : serupa dengan furosemid. Ototoksisitas belum pernah

dilaporkan. Dosis besar dapat menyebabkan mialgia berat.

Dosis : -

Diuretik Hemat Kalium : meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil

mennekan kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan diuretik boros-

kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium.

Macam-macam obat diuretik Hemat Kalium :

o Amilorid (midamor)

Mekanisme kerja: secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ dan menurunkan

sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.


Indikasi : digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat-K+ mengurangi

efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.

Kontaindikasi : -

Dosis: Awal: 5 (1x).

Maksimal: 10.

Frekuensi pemberian: 1-2x.

Sediaan : tablet 5 mg.

Efek samping : hiperkalemi, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan diabetes

mellitus dapat mengalami intoleransi glukosa.

o Spironolakton (mis. Aldactone)

Mekanisme kerja : antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan retensi Na+).

Juga memiliki kerja serupa dengan amilorid.

Indikasi : digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung kongesif),

sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga digunakan untuk mengobati atau mendiagnosis

hiperaldosteronisme

Kontraindikasi : anuria, insufisiensi ginjal berat, hiperkalemia. Hindari pada

pasien diabetes.

Dosis : Awal: 25 (1x).

Maksimal: 100.

Frekuensi pemberian: 1-2x.

Sediaan : tablet 25mg; 100mg


Efek samping : seperti amilorid. Juga menyebabkan ketidakseimbangan endokrin

(jerawat, kulit berminyak, hirsutisme, ginekomastia).

o Triamterin (Dyrenium)

Mekanisme Kerja : secara lanngsung menghambat rabsorpsi Na+ serta sekresi

K+ dan H+ dalam tubulus koligentis.

Indikasi : tidak digunakan unuk hiperaldoteronisme. Lain-lain seperti

spironolakton.

Kontraindikasi : -

Efek samping : dapat menyebabkan urine mmenjadi biru dan menurunkan aliran

darah ginjal. Lain-lain seperti amilorid.

Diuretik osmotik : menarik air ke urine, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi

ion dalam ginjal.

Macam-macam obat diuretik Osmotik :

o Manitol (mis. Resectisol)

Mekanisme Kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air.

Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.

Indikasi : gagal ginjal akut, glaukoma sudut tertutup akut, edema otak, untuk

menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.

Kontraindikasi : gagal jantung, hipertensi, edema paru karena peningkatan

sementara tekanan darah.


Efek Samping : sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia,

letargi, kebingungan dan nyeri dada.

2.2.2 Antiadrenergik

Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung

(reseptor β1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah periver (reseptor α1).

Pada pasien hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan menghambat

pelepasan agonis adrenergik atau melakukan antagonisasi reseptor adrenergik.

Ø Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik dibagi menjadi

antiadrenergik “sentral” dan “periver”. Antiadrenergik sentral mencegah aliran

keluar simoatis (adrenergik) dari otak dengan mengaktifkan reseptor

α2 penghambat. Dengan mengurangi aliran keluar simpatis, obat- obat ini

menguatkan “dominan parasimpatis”. Jadi, efek-efek yang tak diinginkan

menyerupai kerja parasimpatis. Antiadrenergik periver mencegah pelesapsan

norepinefrin dari terminal saraf periver (mis. Yang terkhir di jantung) obat-obat

ini mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.

Anti-adrenergi sentral

1. Klonidin (catapers)

Mekanisme kerja : bekerja di otak sebagai agonis adrenergik-α2 yang

menyebabkan penurunan aktifitas sistem syaraf simpatis (penurunan frekuensi

jantung, curah jantung dan tekanan darah)

Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang

Kontra indikasi : hipersensitifitas terhadap klonidin

Dosis : Awal: 0,075.


Maksimal: 0,6.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 0,75mg; 0,,15mg

Efek samping : ruam, mengantuk, mulut kering, konstipasi, sakit kepala,

gangguan ejakulasi. Hipertensi balik bila dilakukan mendadak. Untuk membatasi

toksisitas, mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan perlahan.

o Metil dopa (aldomet)

Mekanisme kerja : seperti klonidin juga, disintesis menjadi metil norepi nefrin

yang bekerja sebagai “neurotransmiter palsu” simpatomimetik lemah yang

menurunkan aliran keluar simpatis dari SSP.

Indikasi : seperti klonidin. Untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil

Kontra indikasi : jika terjadi tanda-tanda gagal jantung ( disebabkan retensi

cairan akibat aliran darah ginjal menurun), hentikan obat. Dikontra indikasikan

untuk pasien fungsi hepar buruk.

Dosis : Awal: 250.

Maksimal: 1000.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 125mg; 150mg

Efek samping : mulut kering, sedasi, hipotensi ortostatik ringan. Beberapa pasien

mengalami impotensi, gangguan psikis, mimpi buruk, gerakan infoluntar, atau

hepatotoksisitas.

o Guanabenz (wytensin)
Mekanisme kerja : seperti klonidin. Juga mengosongkan simpanan norepinefrin

pada terminal syaraf adrenergik perifer.

Indikasi : hipertensi ringan sampai ringan

Kontra indikasi : -

Dosis : Awal: 0,5.

Maksimal: 2.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 1mg

Efek samping : mulut kering, segrasi, hipertensi balik lebih jarang.

Anti-adrenergik perifer

1. Reserpin (serpasil)

Mekanisme kerja : sebagian mengosongkan simpanan katekolamin pada sistem

syaraf perifer dan mungkin pada SSP. Menurunkan resistensi perier total,

frekuensi jantung, dan curah jantung.

Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak

dianjurkan lagi pada kelainan psikiatri

Kontra indikasi : karena “dominan para simpatik”, dikontra indikasikan pada

pasien dengan gagl jantung kongestif, asma, bronkitis, penyakit ulkus peptikum.

Pasien dengan riwayat keluarga depresi.

Dosis : Awal: 0,05.

Maksimal: 0,25.

Frekuensi pemberian: 1x.


Sediaan : tablet 0.1 mg; 0,25 mg

Efek samping : “dominan parasimpatik”(bradikardi, diare, brankokonstriksi,

peningkatan sekresi), penurunan kontraktilitas dan curah jantung, hipotensi

postural (mengosongkan norepinefrin sehingga menghambat faso konstriksi ),

ulkus peptikum, sedasi dan depresi bunuh diri, gangguan ejakulasi, ginekomastia.

Resiko hiperten balik rendah karena durasi kerja lama.

2. Guanetidin (esimel)

Mekanisme kerja : ditempatkan kedalam ujung saraf adrengik. Awalnya

melepaskan norepinetrin (meningkatkan tekanan darah dan frekwensi jantung),

lalu mengosongkan noretinefrin dari terminal dan menggangu pelepasannya.

Kemudian tidak terjadi refllek takikardi karena kosongnya norepinamin.

Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan.

Kontraindikasi : pasien dengan fokromositoma akan mengalami hipertensi berat.

Dosis : Awal: 10.

Maksimal: 50.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg

Efek samping : peningkatan awal frekwensi jantung dan tekanan darah

(disebabkan pelepasan norepinefrin). Hipotensi ortostatik dan saat istirahat.

Brakikardi, menrunnya curah jantung, dispnea pada pasien PPOM, kongesti

hidung berat. Tidak ada depresi (penetrasi SSP sedikit).


3. Guanadriel (hylorel)

Mekaniosme kerja : seperti guanetidin, tapi bekerja lebih cepat, melepaskan

norepinefrin pada awalnya (peningkatan sementara tekanan darah), dan

mempunyai aktifitas SSP sedikit.

Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.

Kontra indikasi : -

Dosis : Awal:10.

Maksimal: 50.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg

Efek samping : seperti guanetidin, tetapi kurang berat.

4. Pargilin (eutonyl)

Mekanisme kerja : menghambat monoamin oksidase dalam saraf adrenergik.

Menghambat pelepasan norepinefrin.

Indikasi : karena efek BERBAHAYA, obat ini merupakan obat anti hipertensi

pilihan terakhir.

Kontra indikasi : karena pargilin meningkatkan aktifitas simpatis, berbahaya bila

diberikan simpatomimetik lansung atau antikolinergik dalam 2 minggu pargyline.

Dosis : -

Efek samping : efek yang mengancam jiwa (stroke, frisis hipertensi, infark

miokardial, aritmia) dapat terjadi bila diminum bersama makanan (produk

fermentasi, keju) dan obat-obat (pil diet, obat-obat flu) yang mengandung

simpatomimetik.
Ø Blockers alfa dan beta bersaing dengan agonis endogen memperebutka

reseptor adrenergik. Penempatan reseptor α1 oleh antagonis menghambat

vasekonstriksi dan penempatan reseptor β1 mencegah perangsangan adrenergik

pada jantung.

Blockers α1 atau β1 selektif sekarang menggantikan blocker β nonspesifik,

karena efek yang tidak diinginkan lebih sedikit. Beberapa blocker β memiliki

aktivitas simpatomimetik intriksi (bekerja sebagai agonis lemah pada beberapa

reseptor adrenergik). Obat-obat ini merangsang reseptor β2, yang menurunkan

kemungkinan timbaulnya hipertensi balik (reflek simpatis untuk menurunkan

tekanan darah). Reseptor β2 yang diaktifkan melebarkan arteri-arteri sentral besar

yang menyimpan cadangan darah.

Macam-macam bloker alfa dan beta :

1. Prazosin (minipress)

Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun

vena.

Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.

Kontra indikasi : -

Dosis : Awal: 0,5 (1x).

Maksimal: 4.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg


Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak

dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien

hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut

kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.

2. Terazosin (Hytrin)

Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun

vena.

Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.

Kontra indikasi : -

Dosis : Awal: 1-2.

Maksimal: 4.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg

Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak

dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien

hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut

kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.

3. Doxazosin (cardura)

Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun

vena.

Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.

Kontra indikasi : -

Dosis : Awal: 1-2.


Maksimal: 4.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg

Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak

dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien

hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut

kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.

4. Labetalol (mis. trandate)

Mekanisme kerja : memblok α1, β1 dan β2. Mencapai tekanan darah yang lebih

rendah (α1) tanpa refeleks takikardi (blokade β1).

Indikasi : hipertensi.

Kontr indikasi : pada pasien dengan asma atau bradikardi efek.

Dosis : Awal: 100.

Maksimal: 300.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 100 mg

Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung. Kelelahan, impoten, diare,

mati rasa, hipotensi ortostatik.

5. Atenolol (tenormin)

Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan

frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi

kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.

Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.

Dosis : Awal: 25.

Maksimal: 100.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg

Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

6. Betaksolol (kerlole)

Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan

frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi

kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.

Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.

Dosis : -

Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

7. Karteolol (cartlol)

Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan

frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi

kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.

Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.
Dosis : Awal: 2,5.

Maksimal: 10.

Frekuensi pemberian: 2-3x.

Sediaan : tablet 5 mg

Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

8. Penbutolol (levatol)

Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan

frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi

kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.

Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.

Dosis : -

Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

9. Metaprolol (lopressor)

Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan

frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi

kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.

Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.

Dosis : - biasa : Awal: 50.

Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1-2x.

Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg

- Lepas lambat : Awal: 100.

Maksimal: 200.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 100 mg

Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

10. Asebutolol (sectral)

Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktifitas sintatonimetik juga aktifitas

pemblokan β1.

Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.

Dosis : Awal: 200.

Maksimal: 800.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : kapsul 200 mg, tablet 400 mg

Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

11. Esmolol (brevibloc)

Mekanisme kerja : serupa dengan atenolol (tidak ada aktifitas simpatonimetik).

Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.
Dosis : -

Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

12. Propanolol (mis. Inderal)

Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan

frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi

melalui antagonisme reseptor β2

Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.

Dosis : Awal: 40.

Maksimal: 160.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 10 mg, 40 mg

Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat

antagonisme reseptor β2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek

terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

13. Nadolol (corgard)

Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan

frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi

melalui antagonisme reseptor β2

Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.
Dosis : Awal: 20.

Maksimal: 160.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 40 mg, 80 mg

Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat

antagonisme reseptor β2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek

terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

14. Timolol (blokadren)

Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan

frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi

melalui antagonisme reseptor β2

Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.

Dosis : Awal: 20.

Maksimal: 40.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 10 mg, 20 mg

Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat

antagonisme reseptor β2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek

terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

15. Pindolol (visken)


Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktifitas simpatomimetik intrinsik juga

aktifitas pemblokan β1 dan β2.

Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.

Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung,

asma, emfisema.

Dosis : Awal: 5(1x).

Maksimal: 40.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 5 mg, 10 mg

Efek samping : aktivitas simpatomimetik Intrinsik menurunkan kemungkinan

hipertensi balik (dengan mendilatasi arteri besar melalui β2). Atau bronkospasme.

2.2.3 Vasodilator

Tabel terdahulu menyajikan obat-obatan yang menyebabkan fase dilatasi

dengan memblok vasokonstriksi yang di perantarai oleh a1. Vasedilatasi juga

dapat diinduksi dengan menghambat vasokonstriktor endogen lain atau dengan

mengaktifkan jalur vasodilatasi. Contoh vasodilator anatra lain:

Ø Penghambat angiotensin convertin enzyme (ACE) menekan sintesis

angiotensis II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat ACE dapat

menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh.

Contoh obat:

1. Kaptopril (Capoten).
Mekanisme kerja: Menghambat ACE pada paru-paru, yang mengurangi

sintesis vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan aldosteron, mengakibatkan

natrioresis. Dapat merangsang produksi vasodilator (bradikinin, prostaglandin).

Indikasi: Hipertensi. Terutama berguna untuk hipertensi dengan rennin

tinggi. Obat yang disuplai untuk pasien hipertensi nefropati diabetic karena kadar

glukosa tidak dipengaruhi. Gagal jantung digunakan dengan diuretik digitalis.

Kontraindikasi : -

Dosis : Awal: 25.

Maksimal: 100.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 12,5mg; 25mg; 50mg

Efek samping: Semua penghambat ACE: dosis pertama hipotensi, pusing,

proteinuri, ruam, takikardi, sakit kepala. Kaptopril jarang menyebabkan

agranulosikosis atau neutropeni.

2. Lisinopril (missal: Prinivil).

Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril

Indikasi : sama dengan kaptopril

Kontraindikasi : sama dengan kaptopril

Dosis : Awal: 5.

Maksimal: 20.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 5mg; 10mg, 20mg

Efek samping : sama dengan kaptopril.


3. Ramipril (Altase)

Benazepril (Lotensin).

Fosinopril.

Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril

Indikasi : sama dengan kaptopril

Kontraindikasi : sama dengan kaptopril

Dosis : Ramipril (Altase) : Awal: 1,25.

Maksimal: 5.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 1,25mg; 2,5mg, 5mg

Benazepril (Lotensin) : Awal: 10.

Maksimal: 20.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 10mg

Fosinopril. : Awal: 10.

Maksimal: 40.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 10mg

Efek samping : sama dengan kaptopril.

4. Enalapril (Vasotec).

Mekanisme Kerja : dikonversi menjadi asam enaloprilat yang bekerja seperti

kaptopril.
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat dan hipertensi renovaskuler, gagal

jantung (diuretic dan digitalis).

Kontraindikasi : -

Dosis : Awal: 5.

Maksimal: 40.

Frekuensi pemberian: 1-2x.

Sediaan : tablet 5mg; 10mg

Efek Samping : -

Ø Blockers pintu masuk kalsium mencegah influks kalsium kedalam sel-

sel otot dinding pembuluh darah. Otot polos memutuhkan influks kalsium ekstra

sel untuk kontraksinya. Blokade influk kalsium mencegah kontraksi, yang

menyenbabkan vasodilatasi. Otot polos juga menyebabkan propulsi pada saluran

cerna. Penghambatan propulsi oleh blockers saluran kalsium menyebabkab

konstipasi, efek samping yang tercapai pada terapi blockers saluran kalsium. Otot

jantung dan jaringan penghantar tergantung pada influks natrium cepat dan influk

kalsium lamabat melalui saluarn-saluran yang terpisah untuk kontraksinya.

Saluran kalsium lambat terutama penting pada nodus S-A dan A-V. Blokade

saluran-saluran ini memperlambat jantung. Kontraksi otot skelet diinduksi oleh

influks cepat natrium, yang memicu pelepasan kalsium dari retikulim

sarkoplasma. Karena sel-sel ini tidak membutuhkan kalsium ekstrasel untuk

kontraksinya, blockers saluran kalisum tidak mempengaruhi otot skelet.

Contoh Obat :
1. Verapamil (isopten)

Mekanisme Kerja : memblok influks kalsium. Mendilatasi arteriol perifer,

menurunkan beban akhir. Memperlambat nodus A-V, mencegah irama reentrant,

melindungi miokardium selama iskemia singkat. Mempunyai aktivitas pemblokan

adrenergik alfa.

Indikasi : mengurangi frekuensi angina dan kebutuhan nitrat. Obat terpilih untuk

takikardi supraventrikular paroksismal akut. Memperlambat respon ventrikel

terhadap fibrilasi atrium. Hipertensi.

Kontraindikasi : pasien dengan digitalis atau bloker B4. Blok nodus A-V, sick

sinus sindrom, syok kardiogenik, gagal jantung, hipotensi..

Dosis : Awal: 80.

Maksimal: 320.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 80 mg

Efek samping : konstipasi, hipotensi, bradikardi, edema, gagal jantung kongestif,

blok nodus A-V, gangguan saluran cerna, pusing.

2. Diltiazen (cardizem)

Mekanisme Kerja : penurunan frekuensi jantung kurang nyata. Menurunkan

beban akhir dengan mendilatasi arteri perifer. Meningkatkan pasokan oksigen ke

miokardium ddengan mencegah spasme arteri koroner yang diindiksi saraf

simpatis.

Indikasi : mengurangi episode angina. Meningkatkan toleransi latihan anti-angina

stable. Juga digunakan sebagai anti hipertensi.


Kontraindikasi : blok nodus A-V sick sinus sindrom, hipotensi serta kongesti

paru.

Dosis : - biasa : Awal: 90.

Maksimal: 360.

Frekuensi pemberian: 3x.

Sediaan : tablet 30mg, 60mg

- Lepas lambat : Awal: 180.

Maksimal: 360.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 90mg, 180mg

Efek samping : edema, sakit kepala, pusing, astenia, mual, ruam.

3. Nifedipin (Procardia)

Mekanisme kerja : vasodilatasi perifer lebih poten. Sedikit depresi nodus. Tidak

mendilatasi arteri koroner. Menyebabkan reflek peningkatan frekuensi dan curah

jantung.

Indikasi : angina stable dan vvarian, hipertensi.

Kontraindikasi : hipotensi.

Dosis : - biasa : Awal: 15.

Maksimal: 30.

Frekuensi pemberian: 3x.

Sediaan : tablet 5mg; 10mg

- Retard : Awal: 20.

Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 10mg, 20mg

- Oros : Awal: 30.

Maksimal: 30.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 30mg

Efek samping : edema perifer , pusing, mual, hipotensi, infark miokard, reflek

takikardi edema paru.

4. Nikardipin (cardene)

Mekanisme Kerja : serupa dengan nifedifin

Indikasi : angina stable, kronik. Hipertensi.

Kontraindikasi : hipotensi

Dosis : - biasa : Awal: 60.

Maksimal: 120.

Frekuensi pemberian: 3x.

Sediaan : tablet 20mg

- Lepas lambat : Awal: 80.

Maksimal: 160.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : kapsul 40mg

Efek samping edema perifer, palpitasi, angina, pusing, sakit kepala, kemerahan,

astenia.
5. Isradipin (dynacric)

Mekanisme Kerja : secara selektif menghambat kontraksi otot polos vaskuler dan

konduksi nodus S-A dengan sedikit efek kontraktilitas jantung atau konduksi

nodus A-V.

Indikasi : angina hipertensi.

Kontraindikasi : -

Dosis : Awal: 2,5.

Maksimal: 10.

Frekuensi pemberian: 2x.

Sediaan : tablet 2,5mg

Efek samping : takikardi, sakit kepala, edema perifer, dan kemerahan.

6. Nimodipin (nimotop)

Mekanisme Kerja : bloker pintu masuk kalsium dengan efek paling besar pada

vasodilatasi arteri serebral.

Indikasi : mengurangi kerusakan SSP yang disebabkan oleh vasospasme setelah

perdarahan subaraknoid.

Kontraindikasi : -

Efek samping : karsinogenik dan teratogenik pada hewan percobaan. Paling sering

sakit kepala dan diare.

7. Bepridil (vascor)
Mekanisme kerja : sedikit vasodilatasi. Mengurangi frekuensi dan kontraktilitas.

Memperlambat konduksi.

Indikasi : angina, bila obat lain gagal. Tidak diindikasikan untuk hipertensi.

Kontraindikasi : pernah aritmia ventrikel.

Dosis : -

Efek samping : takikardi, ventrikel, aritmia, sakit kepala, mual, pusing.

8. Felodipin (plendil)

Mekanisme Kerja : cakupan efek masih diteliti.

Indikasi : hipertensi.

Kontraindikasi : -

Dosis : Awal: 5.

Maksimal: 10.

Frekuensi pemberian: 1x.

Sediaan : tablet 5mg; 10mg

Efek samping : edema perifer, kemerahan, sakit kepala, pusing.

Ø Vasodilator langsung merelaksasi sel-sel otot polos yang mengelilingi

pembuluh darah dengan mekanisme yang belum jelas, tetapi mungkin melibatkan

pembentukan nitrik oksida oleh indotel vaskular.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik > 140

mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg (Kee & Hayes). Obat antihipertensi

adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tingggi hingga

mencapai tekanan darah normal. Semua obat antihipertensi bekerja pada satu atau

lebih tempat kontrol anatomis dan efek tersebut terjadi dengan mempengaruhi

mekanisme normal regulasi TD.

Pengobatan Farmakologis

1. Diuretik

2. Antagonis Reseptor- Beta

3. Antagonis Reseptor-Alfa

4. Kalsium Antagonis

5. ACE inhibitor

6. Vasodilator

Semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung

mampat (akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali

fasodilator langsung : justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan

penglihatan, dan lambung-usus (mual, diare), ada kalanya impotensi (terutama

obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat sementara yang hilang dalam

waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan cara pentakaran
“menyelinap”, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur

dinaikkan.

Dengan demikin, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula

obat sebaiknya diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan

mendadak mencapai puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian

terapi pun tidak boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk

mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect) Khusus.

B. SARAN

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam

proses pembelajaran dan semoga bias menambah ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai