Anda di halaman 1dari 7

Golongan ARB (Angiotensin Receptor Blocker)

Angiotensin receptor blocker (ARB) merupakan salah satu obat antihipertensi yang
bekerja dengan cara menurunkan tekanan darah melalui sistem renin-angiotensinaldosteron. ARB mampu menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya,
sehingga secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi
vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek ini secara bersama-sama
akan menyebabkan penurunan tekanan darah.

Angiostensinogen
adalah suatu

globulin
yang
disintesis
dalam hati dan beredar dalam darah. Renin
angiostensinogen

menjadi

angiotensin

berfungsi

mengubah
(AngI),

yang

merupakan
hormone
yang belum
aktif.
diubah

Selanjutnya

AngI

akan

oleh

angiotensin converting enzyme (ACE)


menjadi angiotensin II (AngII) yang memiliki efek vasokontriksi yang sangat kuat dan
merangsang sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Mekanisme Kerja Angiotensin II

Angiotensin II adalah suatu oktapeptida yang merupakan komponen aktif dalam


SRA dan bekerja pada system kardiovaskular dan neuro-endokrin.
Dikenal dua jenis reseptor Angiotensin II, yaitu AT1 dan AT2, tapi yang paling
berperan dalam efek fisiologis AII adalah reseptor AT1. Ikatan AII pada reseptor AT1
akan mengaktifkan fosfolipase C (PLC). PLC selanjutnya mengubah fosfoinositol di
fosfat (IP2) menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasil gliserol (DAG). I3 menyebabkan
mobilisasi kalsim dari reticulum sarkoplasma ke sitoplasma sehingga terjadi
peningkatan kalsium di sitoplasma. Hal ini menyebabkan depolarisasi membrane sel
dan terbukanya kanal kalsim di sitoplasma. Selnjutnya terjadi influx massif kalsium ke
dalam sel dan menyebabkan kontraksi sel otot polos vascular (vasokontriksi). Efek ini
merupakan mekanisme utama peningkatan tekanan darah oleh system rennin
angiotensin.
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) merupakan kelompok obat yang memodulasi
sistem RAS dengan cara menginhibisi ikatan angiotensin II dengan reseptornya, yaitu
pada reseptor AT1 secara spesifik. Semua kelompok ARB memiliki afinitas yang kuat
ribuan bahkan puluhan ribu kali lebih kuat dibanding angiotensin II dalam berikatan
dengan reseptor AT1.
Akibat penghambatan ini, maka angiotensin II tidak dapat bekerja pada reseptor
AT1, yang secara langsung memberikan efek vasodilatasi, penurunan vasopressin, dan
penurunan aldosteron, selain itu, penghambatan tersebut juga berefek pada penurunan
retensi air dan Na dan penurunan aktivitas seluler yang merugikan (misalnya hipertrofi).
ARB sangat efektif menrunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar
rennin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang
efektif pada hipertensi dengan aktivitas rennin yang rendah. Pemberian ARB
menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Penghentian
mendadak tidak menimbulkan hipertensi reboud dan pemberian jangka panjang tidak
mempengaruhi lipid dan kadar glukosa darah.
Contoh obat golongan ARB:
1. Losartan
Losartan merupakan prototype obat golongan ARB yang bekerja selektif pada
reseptor AT1. Pemberian obat ini akan menghambat semua efek AngII seperti :

vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, efek sentral AngII


(sekresi vasopressin, rangsangan haus), stimulasi jantung, efek renal serta efek
jangka panjang berupa hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard. Dengan
kata lain, ARB menimbulkan efek yang mirip dengan pemberian ACEI. Tapi, karena
tidak memengaruhi metabolism bradikinin, maka obat ini dilaporkan tidak memiliki
efek samping batuk kering dan angioedema seperti yang sering terjadi dengan ACE
inhibitor.
Efek samping : Sakit kepala, pusing, Nyeri punggung, pegal-pegal, gangguan saluran
napas, kelelahan, hipotensi (tekanan darah turun di bawah normal) pada dosis awal,
reaksi hipersensitivitas seperti ruam kulit dan angioedema, gangguan saluran
pencernaan, peningkatan enzim fungsi hati yang bersifat sementara, gangguan fungsi
ginjal yang bersifat reversible apabila obat dihentikan, perubahan rasa, dan
hiperkalemia.
Interaksi obat : Losartan tidak berinteraksi dengan HCT, digoksin, warfarin, simetidin
dan fenobarbital. Losartan bila dikombinasikan dengan HCT akan memberikan efek
sinergis dalam menurunkan tekanan darah. Sama seperti golongan Antagonis
Reseptor Angiotensin II lainnya, penggunaan diuretika hemat kalium (misalnya
spironolakton, trianteren, amilorid), suplemen kalium atau bahan mengandung kalium
dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah.
2. Valsartan
Valsartan merupakan prototipe ARB dan keberadaannya cukup mewakili seluruh
ARB. Valsartan bekerja pada reseptor AT1 secara selektif, sehingga diindikasikan
untuk mengatasi hipertensi.. Bioavailabilitas valsartan adalah sebesar 25% dengan
95% terikat protein. Waktu paruh valsartan adalah 6 jam, dan kemudian
diekskresikan 30% melalui ginjal dan 70% melalui bilier.
Efek Samping: Sakit kepala, diare, infeksi saluran panas, pusing, lemah, batuk,
mual, sinusitis, infeksi virus, nyeri perut, rinitis, sakit pinggang, faringitis, artralgia.
Interaksi Obat: Valsartan berinteraksi dengan suplemen K, diuretik hemat K.
3. Candesartan
Candesartan merupakan salah satu ARB yang digunakan sebagai antihipertensi.
Prodrug candesartan dipasarkan dalam bentuk candesartan cileksil, dengan nama
Blopress, Atacand, Amias, dan Ratacand. Bioavailabilitas candesartan adalah sebesar

15% hingga 40% dengan metabolisme terjadi di dinding intestinal untuk candesartan
sileksil, dan dihepar untuk candesartan yang dikatalisasi enzim sitokrom. Waktu
paruh candesartan adalah 5,1 sampai 10,5 jam, dan kemudian diekskresikan 33%
melalui renal dan 67% melalui feses.
diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung kongestif, candesartan juga dapat
dikombinasikan dengan ACE inhibitor untuk memperbaiki morbiditas dan mortalitas
penderita gagal jantung.
Efek samping : vertigo, sakit kepala; sangat jarang mual, hepatitis, kerusakan darah,
hiponatremia, nyeri punggung, sakit sendi, nyeri otot, ruam, urtikaria, rasa gatal.
Interaksi obat :
4. Ibesartan
Interaksi obat : obat diuretika dan antihipertensi lain, suplemen kalium dan diuretika
hemat kalium, AINS. Pemberian bersamaan litium dengan angiotensin converting
enzyme inhibitor dapat meningkatkan serum litium yang reversible dan toksisitasnya.
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi kalium: kaliuretik diuretika lain, laksatif,
amfotericin, karbenoksolon, penisilin G natrium, derivat asam salisilat. Obat-obatan
yang dipengaruhi oleh gangguan serum kalium: glikosida digitalis dan antiaritmia.
Kombinasi dengan HCT (keterangan lihat HCT).
Efek samping : mual, muntah, lelah, nyeri pada otot; tidak terlalu sering: diare,
dispepsia, kemerahan, takikardia, batuk, disfungsi seksual; jarang: ruam, urtikaria;
sangat jarang: sakit kepala, mialgia, arthalgia, telinga berdenging, gangguan
pencecap, hepatitis, disfungsi ginjal.

Golongan Penghambat Adrenoreseptor Alfa

Hambatan reseptor 1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga


menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi menyebabkan aliran balik
vena berkurang yang selnajutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi ini dapat
menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal.
Alfa bloker memiliki beberapa keunggulan antara lain efek positif terhadap lipid
darah dan mengurangi resistensi insulin, sehingga cocok untuk pasien hipertensi dengan
dengan dislipidemia dan diabetes.
Efek samping dari golongan obat ini adalah hipotensi ortostatik sering terjadi pada
pemberian dosis awal terutama dengan obat yang kerjanya singkat seperti (prazosin).
Efek samping lain antara lain sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat,
mual dll.
1. Prazosin, terasozin, doxazosin
Merupakan penghambat reseptor 1 yang menginhibisi katekolamin pada sel otot
polos vascular perifer yang memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini tidak
mengubah aktifitas 2 sehingga tidak menimbulkan efek takikardia.
Efek samping berat yang mungkin terjadi nerupakan gejala dosis awal yang ditandai
dengan hipotensi ortostatik yang disertai pusing atau pingsan sesaat, palpitasi, dan
juga sinkope dalam satu hingga tiga jam setelah dosis pertama atau terjadi lebih
lambat setelah dosis yang lebih tinggi. Hal ini dapat dihindari dengan cara pemberian
dosis awal dan diikuti dengan peningkatan dosis awal pada saat mau tidur.
Retensi air dan natrium dapat terjadi pada dosis yang lebih tinggi dan terkdang
dengan pemberian kronik dosis rendah.
2. Methyldopa, klonidin, guanfancin, guanabenz
Merupakan aderonolitik sentral yang menurunkan tekanan darah pada umumnya
dengan cara menstimulasi 2 adrenergik di otak, yang mengurangi aliran simaptetik
dari pusat vasomotor dan meningkatkan tonus vagal.

a. Methyldopa
Merupakan prodrug yang dalam SSP menggantikan kedudukan DOPA dalam
sintesis katekolamin dengan hasil akhir -metilnorepinefrin. Metildopa
menrunkan resistensi vascular tanpa banyak mempengaruhi frekuensi curah
jantung.
Efek samping : sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering, dan sakit kepala.
Penghentian pengobatan secara mendadak dapat menimbulkan fenomena
rebound berupa peningkatan TD mendadak.
Interaksi : pemberian bersama preparat besi dapat mengurangi absorpsi metildopa
sampai 70% tapi sekaligus mengurangi eliminasi dan menyebabkan akumulasi
metabolit sulfat.
b. Klonidin
Klonidin terutama bekerja pada reseptor 2 di susunan saraf pusat denga efek
kerja penurunan sympathetic outflow. Efek hipotensi klonidin terjadi karena
penurunan resistensi perifer dan curah jantung. Penurunan tonus simpatis
menyebabkan penurunan kontraktilitas miokard dan frekuensi denyut jantung.
Efek samping : mulut kering dn sedasi terjadi 50% psien yang berkurang setelah
beberapa minggu pengobatan. Gejala ortostatik kadang-kadang terjadi terutama
bila ada deplesi cairan. Efek sentral berupa mimpi buruk, insomnia, cemas dan
depresi. Retensi cairan dan toleransi semu terutama terjadi bila klonidin
digunakan sebagai obat tunggal.
c. Guanfansin & guanabenz
Sifat-sifat farmakologik dan efek sampingnya mirip dengan klonidin. Efek
antihipertensi guanabenz mencapai maksimal setelah 2-4 jam setelah pemberian
oral dan menghilang 10 jam kemudian.

Guanfansin mempunyai waktu paruh relative panjang (14-18 jam). Obat ini
terutama dieliminasi di ginjal dalam bentuk urin dan metabolik.

Anda mungkin juga menyukai