Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :

FAHMI ABDILLAH (16.3169.02.0011)

PROGRAM STUDI
D3 PEREKAM DAN INFORMASI KESEHATAN
STIKES MUHAMMADIYAH BOJONEGORO
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
FARMAKOLOGI ini dengan judul “ HIPERTENSI “. Makalah ini di susun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah FARMAKOLOGI, Program Studi D3 Perekam Dan Informasi
Kesehatan.
Dalam menyusun makalah ini, kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semuanya.

Bojonegoro, Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................................
Kata Pengantar .............................................................................................................
Daftar Isi ........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................
1.1 Latar belakang ..................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................
1.3 Tujuan ...............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................
2.1 Definsi Hpertensi ..............................................................................................
2.2 Klasifikasi Hipertensi .......................................................................................
2.3 Klasifikasi Obat Hipertensi...............................................................................
BAB III PENUTUP ......................................................................................................
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................
Daftar Pustaka ..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih
dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi
dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang
penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh
penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal.
Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-
menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena
itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara
berkala. Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah
meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan,
penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital
seperti jantung dan ginjal. (Riskesdas 2013).
Sunarta Ann mengutip data WHO (tahun 2005) selama 10 tahun terakhir, terlihat
bahwa jumlah penderita hipertensi yang dirawat di berbagai rumah sakit di Semarang
meningkat lebih dari 10 kali lipat. Peningkatan ini tentu saja sangat mencemaskan
siapapun yang peduli, karena penemuan kasus yang hanya dilakukan secara pasif pada
masyarakat yang tingkat pengetahuannya rendah hanyalah sebongkah gunung es yang
muncul di permukaan laut.
Faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko hipertensi yang tidak
dapat diubah antara lain adalah umur, jenis kelamin, dan keturunan atau genetik.
Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah antara lain adalah kegemukan (obesitas),
dislipidemia, faktor psikososial atau stres, merokok, kurangnya olahraga, konsumsi
alkohol berlebih, dan pola asupan makanan asin yang berlebihan (DepKes RI, 2006).
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan ataukerusakan
pada pembuluh darah turut berperan pada terjadinya hipertensi. Faktor-faktortersebut
antara lain merokok, asam lemak jenuh dan tingginya kolesterol dalam darah. Selain
faktor-faktor tersebut di atas, faktor lain yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara
lain alkohol, gangguan mekanisme pompa natrium (yang mengatur jumlah cairan tubuh),
faktor renin-angiotensin-aldosteron (hormon - hormon yang mempengaruhi tekanan
darah). Pada kalangan penduduk umur 25 – 65 tahun dengan jenis kelamin laki-laki yang
mempunyai kebiasaan merokok cukup tinggi yaitu 54,5% dan perempuan 1,2% (DepKes
RI, 2003).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari hipertensi?
2. Apa klasifikasi dari hipertensi?
3. Apa klasifikasi obar dari hipertensi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit hipertensi.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit hipertensi.
3. Untuk mengetahu apa saja klasifikasi obat dari penyakit hipertensi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipertensi


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dari arteri yang bersifat sistemik
alias berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama. Hipertensi tidak terjadi tiba-
tiba, melainkan melalui proses yang cukup lama. Tekanan darah tinggi yang tidak
terkontrol untuk periode tertentu akan menyebabkan tekanan darah tinggi permanen yang
disebut hipertensi (Lingga, 2012).
Untuk menentukan terjadi atau tidaknya hipertensi diperlukan setidaknya tiga kali
pengukuran tekanan darah pada waktu yang berbeda. Jika dalam tiga kali pengukuran
selama interval 2-8 pekan angka tekanan darah tetap tinggi, maka patut dicurigai sebagai
hipertensi. Pengecekan retina mata dapat menjadi cara sederhana untuk membantu
menentukan hipertensi pada diri seseorang (Lingga, 2012).

2.2 Klasifikasi Hipertensi


Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi atas dua golongan yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang belum diketahui penyebabnya dengan
pasti atau Idiopatik
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan penyakit lain, disebut juga
hipertensi non esensial
Menurut Joint national committee on detectionn evaluation and treatment of high
blood pressure pada tahun 1984 membagi tekanan sistolik dan diastolik menjadi sebagai
berikut:
1. Klasifikasi tekanan sistolik
2. Klasifikasi tekanan diastolic
3. Klasifikasi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan sistolik
Tekanan Sistole Kategori
Kurang dari 140 Tekanan darah normal
140 – 159 Hipertensi terisolasi borderline
Lebih dari 160 Hipertensi sistolik meragukan
*bila tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg
Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan diastolik
Tekanan Diastole Kategori
Kurang dari 85 Tekanan darah normal
85 – 89 Tekanan darah normal tinggi
90 – 104 Hipertensi ringan
105 – 114 Hioertensi sedang
Lebih dari115 Hipertensi berat

Tabel 2.3 Klasifikasi berdasarkan tekanan sistolik dan diastolik


Kategori Sistolik Diastolik
Tekanan darah normal Kurang dari 130 Kurang dari 85
Tekanan darah normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Stage I 140-159 90-99
Stage II 160-179 100-109
Stage III 180-209 110-119
Stage IV Lebih dari 210 Lebih dari 120
2.3 Klasifikasi Obat Hipertensi
2.3.1 DIURETIK
Bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan
menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air.
Khasiat antihipertensi diuretik :
adalah berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan
air, sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel. TD turun akibat
berkurangnya curah jantung, sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal
terapi. Pada pemberian kronik, volume plasma kembali tetapi masih kira-kira 5%
dibawah nilai sebelum pengobatan. Curah jantung kembali mendekati normal.TD
tetap turun karena sekarang resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang
terjadi kemudian tampaknya bukan efek langsung tiazid tetapi karena adanya
penyesuaian pembuluh darah perifer terhadap pengurangan volume plasma yang
terus-menerus. Kemungkinan lain adalah berkurangnya volume cairan interstisial
berakibat berkurangnya kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya
lentur (compliance) vaskular.
1. DIURETIK TIAZID
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle
tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan
karena efeknya yang boros kalium.
1) TABLET HYDROCLOROTHIAZIDE ( HTC )
Golongan obat antihipertnsi ini merupakan obat antihipertensi yang
prosesnya melalui pengeluaran cairan tubuh via urin. Golongan antihipertensi
ini cukup cepat menurunkan tekanan darah namun dengan prosesnya yang
melalui pengeluaran cairan, ada kemungkinan besar potassium ( kalium )
terbuang.
(1) Sediaan obat : Tablet
(2) Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium
sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer
menurun. Dan menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam pars
asendens ansa henle tebal dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+,
dan Cl- menyebabkan peningkatan pengeluaran urin 3x. Hilangnya
natrium menyebabkan turunnya GFR.
(3) Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna.
Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam
jaringan ginjal.
(4) Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung,
cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi, Obat awal yang ideal untuk
hipertensi, edema kronik, hiperkalsuria idiopatik. Digunakan untuk
menurunkan pengeluaran urin pada diabetes inspidus (GFR rendah
menyebabkan peningkatan reabsorpsi dalam nefron proksimal, hanya
berefek pada diet rendah garam)
(5) Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia,
hipertensi pada kehamilan, hiperurisemia, hiperkalsemia, oliguria,
anuria, kelemahan, penurunan aliran plasenta, alergi sulfonamide,
gangguan saluran cerna.
(6) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Katagori C
(7) Dosis :
- Dewasa 25 – 50 mg/hr
- Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/ 12 – 24 jam
2. LOOP DIURETIC
Lebih potensial dibandingkan tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati untuk
menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan hipokalemia,
sehingga kadar kalium harus dipantau ketat. (Furosemid/Lasix)
1) FUROSEMIDE
(1) Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix,
uresix.
(2) Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
(3) Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen
tubuli ke dalam intersitium pada ascending limb of henle dan
menghambat reabsorpsi klorida dalam pars asendens ansa henle tebal.
K+ banyak hilang ke dalam urin.
(4) Indikasi : Diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan
kedaruratan hipertensi. Juga edema, edema paru dan untuk
mengeluarkan banyak cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan
kadar kalium serum.Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit
jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
(5) Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
(6) Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hiperglikemia, hiperurisemia,
hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide, hipomagnesemia,
alkalosis hipokloremik, hipovolemia.
(7) Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek
ototoksit meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh
diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila
diberikan bersamaan.
(8) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Katagori C
(9) Dosis :
 Dewasa 40 mg/hr
 Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
3. DIURETIK HEMAT KALIUM
Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan kalium. Obat-obat ini
dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium untuk memperkecil
ketidakseimbangan kalium. (Spirinolactone)
1) AMILORID (MIDAMOR)
(1) Mekanisme Kerja : secara langsung meningkatkan ekskresi Na+
menurunkan sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
(2) Indikasi : Digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat K+
mengurangi efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
(3) Efek tak diinginkan : Hiperkalemia, kekurangan natrium atau air.
Pasien dengan diabetes militus dapat mengalami intoleransi glukosa.
(4) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Katagori C
2) SPIRONOLAKTON (ALDACTONE)
(1) Mekanisme Kerja : antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan
retensi Na+). Juga memiliki jerja serupa dengan amilorid.
(2) Indikasi : digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung
kongestif), sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga untuk mengobati atau
mendiagnosis hiperaldo-steronisme.
(3) Efek tak diinginkan : seperti amilorid. Juga menyebabkan
ketidakseimbangan endokrin (jerawat, kulit berminyak, hirsutisme,
ginekomastia).
(4) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Katagori C
3) TRIAMTERIN (DYRENIUM)
(1) Mekanisme Kerja : secara langsung menghambat reabsorpsi Na+ serta
sekresi K+ dan H+ dalam tubulus koligentes.
(2) Indikasi : tidak digunakan untuk hiperaldosteronisme. Lain-lain seperti
Spironolakton.
(3) Efek tak diinginkan : dapat menyebabkan urin menjadi biru dan
menurunkan aliran darah ginjal. Lain-lain seperti amilorid.
4. DIURETIK OSMOTIK
Menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal.
(Manitol/Resectisol)
1) MANITOL (MIS. RESECTISOL)
(1) Mekanisme kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan
air. Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.
(2) Indikasi : gagal ginjal akut, glaucoma, sudut tertutup akut, edema otak,
untuk menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.
(3) Efek tak diinginkan : sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing,
polidipsia, letargi, kebingungan, dan nyeri dada.
(4) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Katagori C

2.3.2 ANTI ADRENERGIK


Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung
(reseptor ß1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah perifer (reseptor α1).
Pada pasien hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan menghambat
pelepasan agonis adrenergik atau melakukan antagonisasi reseptor adrenergik.
a. Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik;
Dibagi menjadi antiadrenergik “sentral” dan “perifer”. Antiadrenergik sentral
mencegah aliran keluar simpatis (adrenergic) dari otak dengan mengaktifkan
reseptor α2 penghambat. Antiadrenergik perifer mencegah pelepasan
norepinefrin dari terminal saraf perifer (misal yang berakhir di jantung). Obat-
obat ini mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.
b. Blocker alfa dan beta
Bersaing dengan agonis endogen memperebutkan reseptor adrenergik.
Penempatan reseptor α1 oleh antagonis menghambat vasokontriksi dan
penempatan reseptor ß1 mencegah perangsangan adrenergik pada jantung.
1. ANTAGONIS RESEPTOR BETA
Bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan
curah jantung.
1) ASEBUTOL (BETA BLOKER)
(1) Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
(2) Sediaan obat : tablet, kapsul.
(3) Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan
aktivitas renin, menurunka outflow simpatetik perifer.
(4) Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma,
kardiomiopati obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
(5) Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes
mellitus, bradikardia, depresi.
(6) Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
(7) Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi
bersama insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam
urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA
meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium
(8) Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).
(9) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
2) ATENOLOL (BETA BLOKER)
Golongan ini merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan
tekanan darah bekerja dengan melalui proses memperlambat kerja jantung
dan memperlebar pembuluh darah.
(1) Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin,
internolol.
(2) Sediaan obat : Tablet
(3) Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi
renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
(4) Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
(5) Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,
bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
(6) Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur,
kulit kemerahan, impotensi.
(7) Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama
insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat.
Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
(8) Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr
(9) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
3) METOPROLOL (BETA BLOKER)
(1) Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
(2) Sediaan obat : Tablet
(3) Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi
renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal.
(4) Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
(5) Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat
perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan
tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan
dapat masuk ke ASI.
(6) Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pectoris
(7) Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok
kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
(8) Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi
buruk, diare
(9) Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
(10) Dosis : 50 – 100 mg/kg
(11) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C
4) PROPRANOLOL (BETA BLOKER)
(1) Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
(2) Sediaan obat : Tablet
(3) Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah
jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus
simpatetik di pusat vasomotor otak.
(4) Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat
mudah berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat
lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
(5) Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat
perangsangan simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan
tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan
dapat masuk ke ASI.
(6) Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis
subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
(7) Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan
blok jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati – hati
pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan
menyusui.
(8) Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depresi.
(9) Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine
karena menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena
menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat
terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital,
rifampin meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan
metabolism propranolol. Etanolol menurukan absorbsinya.
(10) Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.
(11) Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C

2.3.3 VASODILATOR
Contoh vasodilator antara lain:
Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE)
Menekan sintesis angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu,
penghambat ACE dapat menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh.
1. ACE INHIBITOR
Berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang
diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini
menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer.
Dan angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan
meningkatkan pengeluaran netrium melalui urine sehingga volume plasma dan
curah jantung menurun.
1) KAPTOPRIL
Nama paten : Capoten, Zestril
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan
aldosterone.dan menghambat ACE pada paru-paru, yang mengurangi sintesis
vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan aldosteron, mengakibatkan
natriuesis. Dapat merangsang produksi vasodilator (bradikinin,
prostaglandin).
Indikasi : hipertensi, gagal jantung. hipertensi, terutama berguna untuk
hipertensi dengan rennin tinggi. Obat yang disukai untuk pasien hipertensi
dengan nefropatidiabetik karena kadar glukosa tidak dipengaruhi.
Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan riwayat
angioedema dan wanita menyusui. Dan semua penghambat ACE : dosis
pertama hipotensi, pusing, proteinuria, ruam, takikardi, sakit kepala.
Kaptopril jarang menyebabkan agrunolositosis atau neutropenia.
Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.
Tingkat keamanan obat menurut (FDA) : Meskipun ACE Inhibitor dan
ARBs memiliki factor resiko kategori C pada kehamilan trimester satu, dan
kategori D pada trimester dua dan tiga.
Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia,
pandangan kabur, myalgia.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau
preparat nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini.
Meningkatkan toksisitas litium.
2) RAMIPRIL
Nama paten : Triatec
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan
menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi
Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas.
Hati – hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
Dosis : awal 2,5 mg/hr
Tingkat keamanan obat menurut (FDA) : kategori C pada kehamilan
trimester satu, dan kategori D pada trimester dua dan tiga .namun obat
tersebut berpotensi menyebabkan tetatogenik.
Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung,
susah tidur.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan peningkatan abnormal dari tekanan arterial ditandai dengan
adanya suatu kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari kenaikan
resistensi arteri perifer. Hipertensi juga didefinisikan sebagai kondisi dimana tekanan
darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar
atau sama dengan 90 mmHg, dengan diagnosis didasarkan pada hasil yang sama pada
dua atau lebih kunjungan setelah pemeriksaan awal.
Pengobatan Hipertensi :
1. Diuretik
2. Antagonis Reseptor- Beta
3. Antagonis Reseptor-Alfa
4. Kalsium Antagonis
5. ACE inhibitor
6. Vasodilator
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press; Jakarta


Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Hipertensi. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Depkes RI. (2003). Hipertensi Dapat Dicegah dengan Pola Hidup Sehat. Diakses pada
tanggal 4 Februari 2012.
Lingga, L. (2012). Bebas Hipertensi Tanpa Obat. Jakarta. Agro Media Pustaka.
Mycek, Merry J dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Ed2.Jakarta : Media medika.
Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Ed. 5. Jakarta : Erlangga.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan. Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013.
Setiawati, Arini dkk. 2001. Farmakologi dan Terapi ed. 4. Jakarta : FKUI.
U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. National Institute of Health : 2004.
WHO dalam Soenarta Ann Arieska. Konsensus Pengobatan Hipertensi. Jakarta:
Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Perhi), 2005;5

Anda mungkin juga menyukai