Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan istilah lain dari beberapa
jenis penyakit paru-paru yang berlangsung lama atau menahun, ditandai
dengan meningkatnya resistensi terhadap aliran udara. Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) diakibatkan oleh beberapa jenis penyakit, yakni:
Bronchitis Kronis dan Emfisema Paru. Penyaki Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) disebut dengan Chronic Air flow Limitation (CAL) dan Chronic
Obstructive Lung Disease (Grece&Borly, 2011).

Menurut World Health Organition (WHO) pada tahun 2015 diperkirakan 65


juta orang memiliki resiko untuk mengalami penyakit PPOK yang parah.
Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK (5% dari semua kematian
global). Diketahui bahwa hampir 90% dari kematian PPOK terjadi pada
negara menengah yang berpenghasilan rendah. PPOK lebih umum pada laki-
laki. (WHO, 2016).

Menurut Riset Kesehatan Dasar, pada tahun 2007 angka kematian akibat
PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dan
prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7% (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis Rumah Sakit Bhayangkara
Tk.1 Raden Said Sukanto Jakartaperiode dari bulan Oktober sampai dengan
bulan Desember 2019 jumlah pasien yang dirawat sebanyak 28.757 orang
dengan jumlah penderita PPOK sebanyak 814 orang dengan persentase
9,39% periode Oktober sampai dengan Desember 2019 pasien yang dirawat
di Ruang Cemara II sebanyak 369 orang dengan penderita PPOK sebanyak
112 orang dengan presentase 30,35 %.

1
2

Gejala yang sering muncul pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) antara lain: sesak nafas, produksi sputum meningkat dan
keterbatasan aktivitas (Khotimah, 2013). Kondisi ini akan mengakibatkan
gangguan pernafasan. Sebagai seorang perawat diharapkan mampu
membantu pasien didalam mengatasi gangguan pernafasan salah satunya
Pertukaran Gas dengan cara berhenti merokok dan fisio terapi dada
(Bulechek, 2013).

Kegawatan PPOK apabila tidak segera ditangani akan menambah jumlah


kematian penderitanya. Pasien dengan PPOK akan mengalami gangguan
pertukaran gas, jalan nafas tidak efektif, perubahan pola nafas, intoleransi
aktifitas, kekurangan nutrsi, dan perasaan takut. Dengan berbagai
permasalahan tersebut kualitas hidup pasien PPOK akan menurun (Phhips,
Sands & Marek, 2010).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), penatalaksanaan untuk penderita


yang utama adalah mempertahankan fungsi paru dan meningkatkan kualitas
hidup penderita dengan penanganan berhenti merokok. Lakukan pencegahan
terjadinya serangan akut, stabilisasi kondisi untuk mempertahankan fungsi
paru sebaik mungkin atau seoptimal mungkin, mempertahankan dan
meningkatkan kualitas hidup sehingga tetap produktif dan tidak membebani
orang lain (Ikawati, 2011).

Adapun peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilihat dari
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Upaya promotif yaitu
memberikan pendidikan kesehatan mengenai PPOK. Upaya preventif dengan
cara menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan terjadinya PPOK
yaitu dengan cara menjelaskan pola hidup sehat pada penderita PPOK seperti
menghindari merokok minuman bersoda dan alcohol serta rajin berolahraga.
Upaya kuratif yaitu dengan cara kolaborasi dengan tim medis untuk atur
posisi tidur semi fowler, monitor frekuensi pernapasan, dan kedalaman
pernapasan serta mengajarkan cara batuk efektif. Upaya rehabilitatif, perawat
3

menganjurkan pada klien untuk menghindari aktivitas yang berlebih serta


polusi udara.

Berdasarkan kompleksnya masalah yang terjadi dan pentingnya perawatan


klien denganPPOK maka penulis terdorong untuk mengetahui bagaimana
memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan PPOKmelalui
pendekatan proses keperawatan.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah agar
mahasiswa memperoleh pengalaman yang nyatadalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
PPOK.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan
PPOK.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
PPOK.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien degan
PPOK.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
PPOK.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
praktik.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta
mencari solusi atau alternatif pemecahan masalah.
h. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan PPOK.
4

1.3 Ruang Lingkup Penulisan


Adapun ruang lingkup dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah “Asuhan
Keperawatan pada Klien Tn. G dengan PPOK di Ruang Cemara II Rumah
Sakit Bhayangkara TK I Raden Said Sukanto Jakarta” yang dilaksanakan dari
tanggal 18 Desember 2019 sampai dengan 20 Desember 2019.

1.4 Metode Penulisan


Metode dalam penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode
deskriptif yaitu metode yang bersifat mengumpulkan data dan menarik
kesimpulan yang kemudian disajikan dalam bentuk naratif. Metode yang
digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
a. Studi kasus yang meliputi observasi secara langsung dengan melakukan
pengamatan pada pasien dan melakukan langsung asuhan keperawatan
pada klien dengan PPOK dan wawancara yaitu dengan bertanya pada
klien, anggota keluarga dan petugas kesehatan lainnya.
b. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari berbagai
referensi yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada klien
dengan PPOK.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari lima bab yang disusun
secara sistematika dengan urutan sebagai berikut yaitu bab satu; Pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. Bab dua; Tinjauan Teori berisi pengertian, etiologi,
patofisiologi yang terdiri dari proses perjalanan penyakit, manifestasi klinis
dan komplikasi, penatalaksanaan medis yang terdiri dari terapi dan tindakan
keperawatan medis yang diberikan, pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan
evaluasi keperawatan. Bab tiga yaitu berisi Tinjauan Kasus yang meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi keperawatan. Bab empat yaitu berisi Pembahasan yang meliputi
5

pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,


pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab lima yaitu berisi
Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
6

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
PPOK adalah sebuah istilah keliru yang sering dikenakan pada pasien yang
menderita emfisema, bronkitis kronis, atau campuran dari keduanya. Ada
banyak pasien yang mengeluh bertambah sesak napas dalam beberapa tahun
dan ditemukan mengalami batuk kronis, toleransi olahraga yang buruk,
adanya obstruksi jalan napas, paru yang terlalu mengembang, dan gangguan
pertukaran gas (John B. West, 2010).

Menurut Padila (2012)penyakit Paru Obstruktif Menahun/Kronik merupakan


suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara. Ketiga penyakit yang membentuk kesatuan PPOK adalah bronkitis
kronis, emfisema dan asma bronkial.

PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan
dispnea dan terjadi obstruksi saluran napas sekalipun penyakit ini bersifat
kronis dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkitis kronik maupun
asma, tetapi dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi pernapasan
(Rab Tabrani, 2010).

2.2 Etiologi
MenurutGlobal Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
(2017) faktor risiko PPOK di seluruh dunia yang paling banyak ditemui
adalah merokok tembakau. Selain jenis tembakau, (misalnya pipa, cerutu, dan
ganja) juga merupakan faktor risiko PPOK. PPOK tidak hanya berisiko bagi
perokok aktif saja namun juga bisa berisiko bagi perokok pasif yang terkenan
pajanan asap rokok.Selain itu faktor - faktor yang berpengaruh pada
perjalanan dan perburukan PPOK yaitu factor genetic, usia, jenis kelamin
7

pertumbuhan dan perkembangan paru, asma dan hiperaktivitas saluran nafas,


bronchitis kronis serta infeksi berulang di saluran nafas.
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajatyaitu:
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis: memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum,
dan dispnea, terdapat paparan terhadap faktor resiko. Spirometri :
normal.
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1. Spirometri :
FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri: FEV1 < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis: sesak napas derajat sesak 3 dan 4, eksaserbasi lebih sering
terjadi. Spirometri: FEV1 < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis: pasien derajat III dengan gagal napas kronik, disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri:
FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30%.

2.3 Patofisiologi
2.3.1 Proses Perjalanan Penyakit
Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyakit kronik paru yang
diawali dengan seseorang menghisap asap rokok, polusi udara yang
tercemar, dan partikel lain seperti debu yang akan masuk ke saluran
pernapasan yang akan menyebabkan terjadi hipersekresi mukus atau
mukus. Apapun etiologinya yang berperan memproduksi sekret adalah
sel-sel goblet dan kelenjar-kelenjar mukus di submukosa. Sekret
bronkus yang dihasilkan cukup banyak dan kental. Karena kaya akan
8

kandungan protein, sekret bronkus menjadi tempat perbenihan yang


ideal bagi berbagai jenis kuman yang berhasil masuk ke saluran
pernapasan bawah sehingga mudah terjadi infeksi sekunder yang secara
klinis digolongkan sebagai infeksi saluran pernapasan bawah. Proses
tersebut akan menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi bronkus dan
kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis yang diperparah dengan
usia yang semakin tua yang menyebabkan terjadinya sumbatan pada
lumen bronkus-bronkus kecil dan bronkeolus sehingga terjadi
gangguan ventilasi. Mengingat ventilasi merupakan gerakan yang aktif
yang menggunakan otot-otot pernapasan, udara masih akan dapat
menembus sumbatan lumen dan masuk ke dalam alveolus, tetapi karena
ekspirasi merupakan gerakan pasif yang hanya mengandalkan
elastisitas jaringan interstitial paru yang mengandung banyak serat-
serat elastis, tak semua udara hasil inspirasi dapat dikeluarkan lagi atau
terjadi obstruksi awal ekspirasi. Dengan kata lain, akan tertumpuk
udara bekas inspirasi di dalam alveolus. Siklus ini berulang sehingga
akhirnya akan terjadi distensi alveolus. Proses ini dikenal dengan air-
trapping (Danusantoso, 2010).

2.3.2 Manifestasi Klinis


Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas.
Selain sesak nafas gejala lainnya yang muncul adalah batuk kronis atau
produksi sputum, dan/atau riwayat pajanan akan faktor resiko. Gejala
tambahan pada penyakit PPOK dengan derajat berat seperti kelelahan,
kehilangan berat badan, dan anoreksia merupakan gejala yang umum
terjadi pada pasien PPOK dengan derajat keparahan yang tinggi dan
sangat berat (Soeroto & Suryadinata, 2014).

2.3.3 Komplikasi
Menurut Soematri (2009) komplikasi penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) yaitu:
a. Hipoksemia
b. Asidosis Respiratori
9

c. Infeksi Saluran Pernafasan


d. Gagal Jantung
e. Disritmia Jantung
f. Status Asmatikus

2.4 Penatalaksanaan
2.4.1 Terapi
Menurut Fasitasari (2013) pada terapi farmakologisbronkodilator
dianjurkanpenggunaandalambentukinhalasikecualipadaeksaserbasidiguna
kan oral atau sistemik
sepertisalbutamol,aminofilin,teofilin,terbutalin.Anti inflamasi pilihan
utama bentuk metalprednisolonatau prednisone untuk penggunaan
jangkapanjang pada PPOK stabil hanya bila ujisteroid positif pada
eksaserbasidapatdigunakandalambentukoralatausistemik.Mukolitik
tidakdiberikansecararutin hanyadigunakan sebagai pengobatan
simtomatikbila tedapat dahak yang lengket dan kental
contohnyaialahglycerylguaiacolate,acetylcysteine.Antitusif diberikan
hanya bila terdapat batuk yangsangat mengganggu penggunaan
secararutinmerupakankontraindikasi contohnya seperti
dekstrometorfan.Antibiotik tidakdianjurkapenggunaanjangkapanjang
untuk pencegahan
eksaserbasi.Pilihanantibioticpadaeksaserbasidisesuaikan dengan pola
kuman setempat contoh antibiotik yang sering digunakanialah penicillin.

2.4.2 Tindakan Medis yang Bertujuan untuk Pengobatan


Menurut Fasitasari (2013) terapi non farmakologi dapat dilakukan
dengancara menghentikan kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi
parudengan olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi.
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan
10

progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas


dan mencegah kecepatan perburukan penyakit.

2.5 Pengkajian Keperawatan


Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) meliputi :
a. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
tanggal masuk sakit, rekam medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan PPOK adalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien dengan PPOK sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit
turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya
penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
e. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, pasien pada posisi
duduk
b) Dada diobservasi
c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
d) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar,
lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis,
dan lordosis.
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada.
11

f) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan


diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi
yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas
dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation
(CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
h) Kelainan pada bentuk dada
i) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru
atau pleura
j) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit,
dan mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara
3) Perkusi
a)Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
b) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati
c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara
d) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian
paru yang berisi darah.
e) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
12

Dapat terdengar pada perkusi daerah hati, di mana


areanya seluruhnya berisi jaringan.

4) Auskultasi
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal).
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan
crackles.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes darah, untuk memastikan apakah pasien menderita penyakit lain,
seperti anemia dan polisitemia, yang memiliki gejala serupa dengan
PPOK.
2) Analisis gas darah arteri tes ini untuk melihat kandungan oksigen dan
karbondioksida dalam darah.
3) Foto Rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi ganguan pada paru-
paru.
4) CT scan, yang dapat menunjukkan gambaran paru-paru secara lebih
detail.
5) Pengambilan sampel dahak.

2.6 Diagnosa Keperawatan


Menurut Nurarif dan Kusuma (2015)diagnosa keperawatan yang dapat
diambil pada pasien dengan PPOK adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam
jumlah berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli
dan bronkospasme
13

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot


pernafasan dan deformitas dinding dada
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas dan volume
sekuncup jantung
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (hipoksia) kelemahan

2.7 Perencanaan Keperawatan


Menurut Nurarif dan Kusuma (2015)berikut ini adalah intervensi yang
dirumuskan untuk mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan PPOK
adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sekret.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan
mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif.
Kriteria Hasil: Tidak ada secret, suara nafas normal dan batuk berkurang
Rencana Tindakan:
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernapasan
2) Keluarkan sekret dengan batuk (teknik batuk efektif)
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental
3) Monitor vital sign (RR)
Rasional: Mengetahui keadaan umum pasien
4) Observasi suara tambahan
Rasional: Mencatat adanya suara tambahan
5) Aukskultasi suara napas
Rasional: Mencatat adanya suara tambahan

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan


dan deformitas dinding dada.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan
14

mempertahankan pola napas yang efektif.


Kriteria Hasil: Tidak sianosis, kesadaran composmetis, ventilasi
dan perfusi seimbang
Rencana Tindakan:
1) Monitor kecepatan, irama, kedalam dan kesulitan bernafas
Rasional: Mengetahui meluasnya jangkauan paru-paru
2) Monitor saturasi oksigen
Rasional: Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis
3) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Rasional: Mengkaji adanya nyeri tekan
4) Monitor pola napas
Rasional: Mengetahui pola nafas
5) Pertahankan kepatenan jalan napas
Rasional: Untuk mempertahankankepatenan esofhagus.
6) Berikan oksigen
Rasional: Memenuhi kebutuhan oksigen

c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas dan volume


sekuncup jantung.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan
mempertahankan curah jantung yang stabil.
Kriteria Hasil : Tanda-Tanda vital dalam batas normal dan EKG normal
Rencana Tindakan:
1) Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
Rasional: Mengetahui peningkatan segera frekuensi jantung dan
kebutuhanoksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan
2) Monitor EKG
Rasional: Mengetahui keadaan jantung
3) Evaluasi perubahan tekanan darah
Rasional: Mengetahui terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
4) Monitor sesak, kelelahan, takipnea
Rasional: Mengetahui meluasnya jangkauan paru-paru
15

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan


oksigen (hipoksia) kelemahan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan
mempertahankan toleransi aktivitas yang adekuat
Kriteria Hasil: Aktivitas tidak di bantu dan keadaan umum baik tidak
lemah
Rencana Tindakan:
1) Monitor respirasi pasien selama kegiatan
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas
2) Bantu pasien identifikasi pilihan-pilihan aktivitas
Rasional: Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih
kembali
3) Bantu pasien untuk menjadwalkan periode istirahat
Rasional: Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien
Rasional : Menjaga kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan

2.8 Implementasi Keperawatan


Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011) implementasi merupakan tindakan
yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan.Tindakan mencakup
tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Pada tahap ini perawat
menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap pasien baik secara umum maupun secara khusus pada
pasien PPOK dalam pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara
independen, interdependen dan dependen.

2.9 Evaluasi Keperawata


16

MenurutTarwoto dan Wartonah (2011) tujuan dari evaluasi adalah untuk


mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan
balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Cara untuk menentukan
masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru
adalah membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Format evaluasi menggunakan:
S: Subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari
pasien setelah tindakan diperbaiki.
O: Onjektive adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan.
A: Analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau
muncul masalah baru.
P: Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai)
17

Daftar Pustaka

Danusantoso, H. (2010). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. (J. Suyono, Ed.)
(2nd ed.). Jakarta: EGC.

Fasitasari M. Terapi pada lanjut usiadengan penyakit paru obstruktif


kronik(PPOK). Sains Medika. 2013; 5(1):50-61.

Global Initiative for ChronicObstructive Lung Disease (GOLD), 2017. Global


Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease.www.goldcopd.org.

Nurarif, A. H., H. Kusuma. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan


BerdasarkanDiagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta.
Mediaction Publishing

Padila. 2012. BukuAjar :KeperawatanMedikalBedah. Yogyakarta


:NuhaMedika

Rabrani Rab. 2010. Ilmu penyakit paru. Jakarta: Trans Info Media. Hal.396-
412.

Soeroto, A.Y.,danSuryadinata, H. 2014. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.InaJ


chest Crit and Emerg MedVol.I No.2.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
18

Wartonah, Tarwoto. 2010.Kebutuhan Dasar manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

West, John B. 2010. Patofisiologi Paru Esensial. Jakarta: EGC


BAB 3
TINJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan menguraikan “Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. G
dengan PPOK dirawat di Ruang Cemara II Rumah Sakit Bhayangkara Tk 1 Raden
Said Sukanto Jakarta”. Asuhan keperawatan ini dimulai pada tanggal 18
Desember 2019 sampai dengan tanggal 20 Desember 2019. Dalam memberikan
asuhan keperawatan penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan, yang
terdiri dari lima tahap, yaitu : pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

3.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data pasien. Dalam melakukan pengkajian, penulis
memperoleh data dari pasien dan keluarga dengan melakukan wawancara dan
observasi langsung, catatan medis, dan catatan keperawatan.
Pengkajian ini di lakukan pada tanggal 18 Desember 2019, adapun data yang
diperoleh sebagai berikut :
3.1.1 Identitas Pasien
Nama pasien Tn. G usia 51 tahun, status perkawinanmenikah,
pendidikan terakhir SMA, pekerjaan Buruh harian lepas, agama Islam,
suku bangsa Sunda. Bertempat tinggal di Jl. Mandap No 11 Rt 04/01
Cipayung, Jakarta Timur. Sumber biaya BPJS, sumber informasi adalah
pasien dan keluarga. Nomor register 201912003033

3.1.2 Resume
Pasien datang ke IGD pada hari Senin tanggal 18 Desember 2019 pukul
10.00 WIB, klien tiba di ruang Cemara IIpada hari Senin 18 Desember
19

2019 pukul 16.00 WIB diantar dengan menggunakan kursi roda dengan
diagnosa medis PPOK. Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak,
sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu, dada terasa nyeri saat batuk,
suara serak dan berat. Kesadaran composmetis, GCS: 15
(E: 4, M:6, V:5). Observasi tanda-tanda vital; TD: 170/100 mmHg,
frekuensi nadi: 94x/menit, suhu: 36,5 ºC, frekuensi napas: 26 x/menit.
Pasien mendapat terapi cairan infus RL 20 tetes per menit dan
mendapat terapi inhalasi Ventolin 1 ampul. Hasil laboratorium pada
tanggal 18 Desember 2019 Hematologi; Hemoglobin: 15,8 g/dl,
Leukosit: 13.100 u/l, Hematokrit: 49%, Trombosit: 271.000 /ul, ureum
68 mg/dl, creatinin 0,9 mg/dl dan analisa gas darah, PH 7,43 mmhg,
PCO² 45 mmhg, PO² 70 mmhg, HCO³ 28 mmol/L, O² saturasi 49%,

Masalah keperawatan yang muncul yaituketidak efektifan bersihan


jalan nafas, gangguan pertukaran gas dan nyeri. Tindakan keperawatan
yang sudah dilakukan adalah mengukur tanda-tanda vital, mengajarkan
batuk efektif, menganjurkan banyak minum air hangat, memberikan
terapi O² menggunakan nasal canule, mengkaji karakteristik, frekuensi,
skala, dan waktu terjadinya nyeri, mengajarkan teknik relaksasi nafas
dalam dan memberikan posisi nyaman. Evaluasi keperawatan, tujuan
keperawatan belum tercapai, masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas, gangguan pertukaran gas dan nyeri belum teratasi,
tindakan keperawatan dilanjutkan.

3.1.3 Riwayat Keperawatan


a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama adalah sesak dan nyeri dada ketika batuk. Faktor
pencetus batuk. Timbulnya keluhan secara mendadak. Lamanya
adalah kurang lebih 2 menit. Upaya mengatasinya adalah beristirahat
dengan posisi yang nyaman.

b. Riwayat kesehatan masa lalu


Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit Hipertensi sejak 5
tahun yang lalu dan pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit
hipertensi, pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan ataupun
obat-obatan, riwayat pemakaian obat Amlodipin 1 x 1 tablet.

20
21

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Gambar3.1 Genogram dan Keterangan tiga generasi dari klien

Keterangan:

: Pasien

: Laki-laki

: Perempuan

: Hubungan Perkawinan

: Hubungan Keturunan

: Meninggal

: Tinggal dalam satu rumah

Kesimpulan: pasien adalah anak pertama dari lima bersaudara,


pasien tinggal dengan istri dan kedua anaknya.

d. Keluarga pasien tidak mempunyai penyakit yang menjadi faktor


resiko.
22

e. Riwayat psikologi dan spiritual


Orang yang terdekat dengan pasien adalah keluarga, interaksi pasien
terhadap keluarga baik dengan tidak adanya hambatan dalam pola
komunikasi, pembuatan keputusan diambil secara musyawarah,
kegiatan kemasyarakatan adalah kerja bakti. Dampak penyakit
pasien terhadap keluarga adalah keluarga menjadi cemas. Masalah
yang mempengaruhi pasien saat ini adalah pasien tidak dapat
beraktifitas seperti biasa. Mekanisme koping terhadap stres adalah
pemecahan masalah, hal yang sangat dipikirkan klien saat ini adalah
pasien ingin cepat sembuh, harapan setelah menjalani perawatan
adalah pasien dapat sembuh, perubahan yang dirasakan setelah jatuh
sakit adalah suara menjadi serak dan berat. Nilai-nilai yang
bertentangan dengan kesehatan tidak ada, aktivitas agama atau
kepercayaan yang dilakukan adalah berdoa dan sholat. Kondisi
lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini tidak ada
keluhan.
Pola kebiasaan
1) Pola kebiasaan sebelum sakit
a) Frekuensi makan pasien 3x/hari, nafsu makan baik, makan
habis 1 porsi, tidak ada makanan yang tidak disukai, tidak ada
makanan yang membuat alergi, tidak ada makanan pantangan,
tidak ada makanan diet dan tidak menggunakan obat-obatan
sebelum makan.
b) Pola eliminasi pasien adalah buang air kecil 5 kali sehari,
warna kuning jernih, tidak ada keluhan dalam pola eliminasi
serta tidak menggunakan alat bantu dalam pengeluaran buang
air kecil, sedangkan frekuensi buang air besar pasien adalah
1x/hari, waktunya tidak tentu, konsistensi setengah padat, dan
tidak ada keluhan dalam mengeluarkan feses.
c) Pola personal hygiene yang dilakukan pasien adalah mandi
2x/hari, waktu pagi dan sore hari, oral hygiene yang dilakukan
23

pasien 2x/hari, waktu ketika mandi (pagi dan sore), frekuensi


cuci rambut yang dilakukan klien 4 kali dalam satu minggu.
d) Pola istirahat dan tidur sebelum sakit, pasien tidak tidur siang
dan waktu tidur malam pasien adalah 8 jam/hari. Tidak ada
kebiasaan khusus yang dilakukan pasien sebelum tidur.
e) Dalam kesehariannya pasien bekerja dan pasien tidak
berolahraga setiap hari dan tidak ada keluhan dalam aktifitas
sehari hari.
f) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan, pasien tidak
merokok serta tidak pernah mengkonsumsi minuman keras dan
obat-obatan terlarang.

3.1.4 Pengkajian Fisik


a. Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik umum yang didapat adalah berat badan sebelum
sakit 55 Kg, berat badan sekarang 55 Kg, tinggi badan 167 cm, berat
badan ideal 60,3Kg, indeks masa tubuh pasien 19 (kurus), keadaan
umum sakit sedang, GCS 15 (E: 4, M: 6, V:5), tidak terdapat
pembesaran kelenjar getah bening.

b. Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, konjungtiva merah muda, kornea normal, sklera anikterik,
tidak ada kelainan pada otot-otot mata, fungsi penglihatan baik, tidak
ada tanda-tanda radang, tidak mengunakan lensa kontak, reaksi
terhadap cahaya baik.

c. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, kondisi telinga tengah baik, tidak ada cairan
dari telinga, tidak ada perasaan penuh di telinga, tidak ada tinitus,
fungsi pendengaran normal, tidak ada gangguan keseimbangan dan
tidak menggunakan alat bantu.
24

d. Sistem Wicara
Sistem wicara normal, tidak ada gangguan.

e. Sistem Pernafasan
Jalan nafas ada sumbatan berupa sekret, pernafasansesak,
menggunakan otot bantu nafas, frekuensi napas 24 x/menit, irama
teratur, jenis pernafasan spontan, kedalaman dangkal, ada batuk
produktif, ada secret, tidak terdapat darah, palpasi dada simetris,
perkusi dada sonor, suara nafas ronkhi, ada nyeri saat bernafas dan
menggunakan alat bantu nafas berupa O² nasal canule 3 liter /menit.

f. Sistem Kardiovaskuler
1) Sirkulasi Peripher
Frekuensi nadi 92 x/menit, irama teratur, denyut nadi kuat,
tekanan darah 12080 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis
kanan dan kiri, temperatur kulit hangat, suhu 36,5 oC, warna kulit
kemerahan, pengisian kapiler 2 detik, tidak ada edema.
2) Sirkulasi Jantung
Kecepatan denyut nadi apikal 90 x/menit, irama teratur, tidak ada
kelainan bunyi jantung (murmur ataupun gallop), tidak ada sakit
dada.

g. Sistem Hematologi
Tidak ada gangguan pada sistem hematologi.

h. Sistem Syaraf Pusat


Pasien tidak mengeluh sakit kepala, tingkat kesadaran
composmentis, GCS 15 (E4 M6 V5), tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK, tidak ada gangguan sistem persyarafan, reflek
fisiologis normal, tidak ada reflek patologis.
25

i. Sistem Pencernaan
Gigi tidak ada karies, tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada
stomatitis, lidah tidak kotor, produksi salifa normal, tidak terdapat
muntah, tidak terdapat nyeri perut, bising usus 13x/menit, tidak ada
diare, tidak ada konstipasi, hepar tidak teraba dan abdomen teraba
lembek.

j. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak
ada luka ganggren.

k. Sistem Urogenital
Intake: (minum 1000 ml, infus 800 ml, air metabolisme 275ml),
jumlah 2075 ml. Output: (urine 1000 ml, feses200ml, IWL 625ml),
jumlah 1825ml. Balance cairan +250 ml, warna urine kuning jernih,
tidak ada distensi kandung kemih dan pasien tidak mengeluh sakit
pinggang.

l. Sitem Integumen
Turgor kulit elastis, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan,
keadaaan kulit baik, tidak ada kelainan kulit, kondisi kulit daerah
pemasangan infus tidak ada tanda-tanda flebitis, keadaan rambut
baik dan bersih.

m. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada tulang,
sendi, dan kulit, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi, tidak ada
kelainan struktur tulang belakang, keadaan tonus otot baik, kekuatan
otot 5555 5555
5555 5555
Data Tambahan (Pemahaman tentang penyakit) :
Pasien mengatakan tidak mengetahui soal penyakitnya
26

3.1.5 Data Penunjang (pemeriksaan diagnostik yang menunjang masalah :


Laboratorium, Radiologi, Endoskopi dan lain-lain).
Hasil laboratorium pada tanggal 18 Desember 2020 ; Hematologi;
Haemoglobin: 13,4 g/dl, (L: 13-14g/dl, P: 12-14 g/dl), Leukosit: 7.600
u/l (5.000-10.000u/l), Hematokrit: 40% (L: 40-48%, P: 37-43%),
Trombosit: 332.000 /ul (150.000-400.000 /ul).ureum 68 mg/dl,
creatinin 0,9 mg/dl analisa gas darah, Ph 7,43 mmhg, Pco² 45 mmhg,
Po² 70 mmhg, Hco³ 28 mmol/L, O² saturasi 49%, dan Hasil radiologi :
tidak tampak kelainan pada cor dan plumo.

3.1.6 Penatalaksanaan (terapi atau pengobatan termasuk diit)


Terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gram pukul 12.00 wib melalui intravena
terapi injeksi Ranitidine 2x50mg intravena pukul 08.00 dan 20.00 dan
terapi Inhalasi Combivent2 x 1 ampul dan Pulmicort 2 x 1 ampulpukul
08.00 dan 20.00

3.1.7 Data Fokus


a. Data Subyektif
Pasien mengatakan sesak sejak 1 minggu yang lalu, pasien
mengatakan batuk berdahak dan dahak sulit untuk keluar, pasien
mengatakan suara sedikit serak, pasien mengatakan ketika batuk
dada terasa nyeri, skala nyeri 5, nyeri seperti tertekan benda berat,
nyeri hilang timbul dan nyeri timbul saat batuk, pasien mengatakan
suara sedikit hilang.

b. Data Obyektif
Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, nilai GCS: 15 (E:
4, M: 6, V:5), CRT2 detik, suara pasien serak, skala nyeri 5, pasien
tampak batuk – batuk, suara nafas ronchi, pasien tampak terlihat
sesak, pasien tampak kesulitan mengeluarkan dahak, pasien
memakai O² nasal kanul 3 liter, Observasi tanda-tanda vital; TD:
27

120/80 mmHg, frekuensi nadi: 92 x/menit, suhu: 36,5 ºC, frekuensi


napas: 24 x/menit.Hasil laboratorium pada tanggal 18 Desember
2019 Hematologi; Hemoglobin: 15,8 g/dl, Leukosit: 13.100 u/l,
Hematokrit: 49%, Trombosit: 271.000 /ul, ureum 68 mg/dl, creatinin
0,9 mg/dlanalisa gas darah, Ph 7,43 mmhg, Pco² 45 mmhg, Po² 70
mmhg, Hco³ 28 mmol/L, O² saturasi 49%, dan Hasil radiologi : tidak
tampak kelainan pada cardon plumo,

3.1.8 Analisa Data


Tabel 3.1 Analisa data pengkajian Tn. G dengan PPOK di ruang
Cemara II Rumah Sakit Bhayangkara Tk I Raden Said Sukanto.

No Data Masalah Etiologi


1 DS : Ketidakefektifan Penumpukan secret
a. Pasien mengatakan sesak sejak 1 bersihan jalan nafas
minggu yang lalu
b. Pasien mengatakan batuk berdahak
c. Pasien mengatakan dahak sulit
dikeluarkan
DO:
a. Keadaan umum lemah
b. Kesadaran compos mentis
c. Suara nafas terdengar ronkhi
d. Pasien tampak batuk berdahak
e. Hasil observasi tanda-tanda vital
TD: 120/80 mmHg, frekuensi
nadi: 92 x/menit, suhu: 36,5 ºC,
frekuensi napas: 24 x/menit
Hemoglobin: 15,8 g/dl, Leukosit:
13.100 u/l, Hematokrit: 49%,
Trombosit: 271.000 /ul, ureum 68
mg/dl, creatinin 0,9 mg/dl dan
analisa gas darah, Ph 7,43 mmhg,
Pco² 45 mmhg, Po² 70mmhg,
Hco³ 28 mmol/L, O² saturasi 49%.
2 DS: Gangguan Kurangnya suplai
a. Pasien mengatakan sesak pertukaran gas oksigen
28

b. Pasien mengatakan dahak tidak


dapat keluar
c. Pasien mengatakan suara serak
DO :
a. Keadaan umum lemah
b. Kesadaran compos mentis
c. Pasien tampak sesak
d. Pasien tampak kesulitan
mengeluarkan dahak
e. Suara pasien terdengar serak
f. Pasien menggunakan O² Nasal
kanul 3 Liter
g. TD: 120/80 mmHg, frekuensi nadi:
92 x/menit, suhu: 36,5 ºC, frekuensi
napas: 24 x/menit hasil analisa gas
darah : Ph 7,43 mmhg, Pco² 45
mmhg, Po² 70 mmhg, Hco³ 28
mmol/L, O² saturasi 49%.

DS: Nyeri akut Agen injury


3 a. Pasien mengatakan ketika batuk
dada terasa nyeri
b. Pasien mengatakan nyeri seperti
tertekan benda berat
c. Pasien mengatakan nyeri hilang
timbul
d. Pasien mengatakan nyeri timbul
ketika batuk
e. Pasien mengatakan skala nyeri 5
DO:
a. Skala nyeri 5
b.Pasien tampak memegangi dadanya
ketika batuk

3.2 Diagnosa Keperawatan


29

Setelah data dikumpulkan dan dianalisa, maka dapat dirumuskan beberapa


diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan tersebut disusun
berdasarkan prioritas sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
Sekret.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri

3.3 Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan Sekret ditandai dengan :

Data Subyektif : Pasien mengatakan sesak sejak 1minggu yang lalu,


pasien mengatakan batuk berdahak dan pasien
mengatakan dahak sulit dikeluarkan.
Data Obyektif : Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis,
pasien tampak batuk berdahak, pasien tampak
kesulita mengeluarkan dahak, suara nafas terdengar
ronkhi, tekanan darah: 120/80 mmHg, frekuensi
nadi: 92 x/menit, suhu: 36,5 ºC, frekuensi napas: 24
x/menit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Keadaan umum baik, pasien mengatakan tidak
sesak lagi, suara nafas vesikuler, pasien batuk
sedikit berkurang dan tanda-tanda vital dalam batas
normal (Td: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 60-
100x/menit, Suhu: 36,5oC- 37,5 oC, Frekuensi napas
16-20x/menit), Sekret dapat dikeluarkan.

Rencana Tindakan :
30

1) Kaji keadaan umum pasien.


2) Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam.
3) Observasi suara nafas
4) Ajarkan batuk efektif
5) Berikan posisi nyaman semi fowler
6) Berikan terapi sesuai program: terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gram
Intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi Ranitidine 2x50mg
intravena (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB) dan terapi Inhalasi
Combivent2 x 1amp dan Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan
20.00 WIB).

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Senin, tanggal 18 Desember 2019
Pukul 07.00 WIB mengkaji keadaan umum dan kesadaran pasien, hasil:
keadaan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis, nilai GCS 14 (E: 4,
M:6, V:5). Pukul 08.00 WIB memberikan injeksi Ranitidine melalui
intravena 50mg dan inhalasi Pulmicort dan Combivent 1 ampul hasil: therapy
masuk sesuai 6 benar pemberian obat dan tidak ada alergi. Pukul 08.15
mengukur tanda-tanda vital, hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 92
x/menit, suhu: 36,0ºC, Frekuensi napas: 24 x/menit. Pukul 09.00 WIB
mengobservasi suara nafas, hasil: suara nafas terdengar ronkhi. Pukul 10.00
WIB memberikan posisi semi fowler, hasil: pasien tampak nyaman. Pukul
11.00 WIB mengajarkan batuk efektif, hasil: pasien tampak mengikuti arahan
Pukul 12.00 WIB memberikan therapy Ceftriaxone 1gram secara intravena,
hasil: obat masuk sesuai 6 benar dan tidak ada alergi.

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Selasa, tanggal 19 Desember 2019
Pukul 07.15 WIB mengkaji keadaan umum, hasil: keadaan umum sedang.
Pukul 07.30 WIB mengkaji kesadaran, hasil: kesadaran compos mentis, nilai
GCS 14 (E: 4, M:6, V:5). Pukul 07.45 WIB mengukur TTV, hasil: TD:
120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 90 x/menit, Frekuensi nafas: 22 x/menit,
suhu: 36,7 ºC. Pukul 08.30 WIB memberikan injeksi Ranitidine melalui
31

intravena 50mg dan inhalasi Pulmicort dan Combivent 1 ampul hasil: therapy
masuk sesuai 6 benar pemberian obat dan tidak ada alergi.Pukul 09.00 WIB
mengobservasi suara nafas, hasil: suara nafas terdengar ronkhi. Pukul 10.00
WIB memberikan posisi semi fowler, hasil: pasien tampak nyaman. Pukul
11.00 WIB menganjurkan batuk efektif, hasil: pasien tampak mengikuti
anjuran. Pukul 12.00 WIB memberikan therapy Ceftriaxone 1gram secara
intravena, hasil: obat masuk sesuai 6 benar dan tidak ada alergi. Pukul 13.00
WIB menanyakan keluhan pasien, hasil: pasien mengatakan batuk berkurang,
pasien mengatakan suara sudah mulai normal, pasien mengatakan nyeri dada
berkurang dan pasien mengatakan secret sudah dapat dikeluarkan dan sesak
berkurang.

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Rabu, tanggal 20 Desember 2019
Pukul 07.20 WIB mengkaji keadaan umum, hasil: keadaan umum baik. Pukul
07.30 WIB mengkaji kesadaran, hasil: kesadaran compos mentis, nilai GCS
14 (E: 4, M:6, V:5). Pukul 07.45 WIB mengukur TTV, hasil: TD: 120/80
mmHg, Frekuensi nadi: 96 x/menit, Frekuensi nafas: 22 x/menit, suhu: 36,5
ºC. Pukul 08.15 WIB memberikan injeksi Ranitidine melalui intravena 50mg
dan inhalasi Pulmicort dan Combivent 1 ampul hasil: therapy masuk sesuai 6
benar pemberian obat dan tidak ada alergi . Pukul 08.45 WIB mengobservasi
suara nafas, hasil: suara nafas terdengar vesikuler. Pukul 09.15 WIB
memberikan posisi semi fowler, hasil: pasien tampak nyaman. Pukul 11.00
WIB menganjurkan batuk efektif, hasil: pasien tampak mengikuti anjuran.
Pukul 12.00 WIB memberikan therapy Ceftriaxone 1gram secara intravena,
hasil: obat masuk sesuai 6 benar dan tidak ada alergi.

Evaluasi Keperawatan
Hari Senin, 18 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan batuk berdahak, pasien mengatakan
dahak sulit dikeluarkan, dan pasien mengatakan sesak.
32

Data Obyektif : Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, nilai


GCS 15 (E: 4, M:6, V:5), TD: 120/80mmHg N:
92x/menit RR: 24x/menit Sh: 36,0⁰ C, suara nafas
terdengar ronkhi, pasien tampak batuk-batuk, dan
pasien tampak sesak.
Analisa : Masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas belum teratasi.
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
Kaji keadaan umum, ukur tanda-tanda vital setiap 8
jam, observasi suara nafas, ajarkan batuk efektif,
berikan posisi nyaman semi fowler, berikan terapi
sesuai program: terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gram
melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi
Ranitidine 2x50mg intravena (pukul 08.00 WIB) dan
terapi Inhalasi Combivent 2 x 1amp dan Pulmicort 2 x
1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Evaluasi Keperawatan
Hari Selasa, tanggal 19 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan batuk berkurang, pasien
mengatakan dahak berkurang, dan pasien mengatakan
sesak berkurang.
Data Obyektif : Keadaan umum pasien lemah, kesadaran compos
mentis, nilai GCS: 15 (E: 4, M: 6, V: 5), hasil tanda-
tanda vital: hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi:
90 x/menit, Frekuensi nafas: 22 x/menit, suhu: 36,7 ºC.
Suara nafas terdengar ronkhi, batuk tampak berkurang,
dan sekret tampak sudah dapat dikeluarkan.
Analisa : Masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas teratasi.
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
33

Kaji keadaan umum, ukur tanda-tanda vital setiap 8


jam, observasi suara nafas, identifikasi batuk efektif,
berikan posisi nyaman semi fowler, berikan terapi
sesuai program: terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gram
melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi
ranitidine 2x50mg intravena (pukul 08.00 WIB) dan
terapi Inhalasi Combivent 2x 1amp dan Pulmicort 2 x
1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Evaluasi Keperawatan
Hari Rabu, tanggal 20 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan batuk berkurang, pasien
mengatakan dahak sudah dapat dikeluarkan dan pasien
mengatakan sesak berkurang.
Data Obyektif : Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis,
nilai GCS: 15 (E: 4, M: 6, V: 5), hasil tanda-tanda vital:
hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 96 x/menit,
Frekuensi napas: 22 x/menit, suhu: 36,5 ºC, suara nafas
vesikuler, sekret berkurang dan suara pasien terdengar
tidak serak.
Analisa : Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi.
Perencanaan : Intervensi di hentikan pasien telah di pulangkan.
Anjurkan pasien banyak beristirahat, anjurkan pasien
banyak minum air hangat anjurkan pasien
meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan
latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai


oksigen ditandai dengan:
Data Subyektif : Pasien mengatakan sesak, pasien mengatakan dahak
tidak dapat keluar dan pasien mengatakan suara serak
34

Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis,


pasien tampak sesak, pasien tampak kesulitan
mengeluarkan dahak, Pasien menggunakan O² Nasal
kanul 3 Liter, analisa gasdarah : Ph 7,43 mmhg, Pco²
45 mmhg, Po² 70 mmhg, Hco³ 28 mmol/L, O²
saturasi 49% TD: 120/80 mmHg, frekuensi nadi: 92
x/menit, suhu: 36,5 ºC, frekuensi nafas: 24 x/menit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan masalah gangguan pertukaran gas
dapat teratasi
Kriteria Hasil : Keadaan umum baik, pasien mengatakan tidak sesak
lagi, sekret dapat dikeluarkan, O2 nasal kanul tidak
terpasang lagi dan dan tanda-tanda vital dalam batas
normal (Td: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 60-100
x/menit, Suhu: 36,5oC - 37,5 oC, Frekuensi napas 16-
20 x/menit).
Rencana Tindakan :
1) Kaji keadaan umum pasien.
2) Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam.
3) Pertahankan kepatenan jalan nafas
4) Monitor jalan nafas
5) Berikan terapi O2 nasal kanul 3 Liter/menit
6) Berikan terapi sesuai program: terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gram
melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi Ranitidine 2x50mg
melalui intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi Combivent 2 x
1amp dan Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Senin, tanggal 18 Desember 2019
Pukul 07.00 WIB mengkaji keadaan umum dan kesadaran pasien, hasil:
keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, nilai GCS 14 (E: 4, M:6,
V:5). Pukul 08.00 WIB memberikan injeksi Ranitidine melalui intravena
35

50mg dan inhalasi Pulmicort dan Combivent 1 ampul hasil: therapy masuk
sesuai 6 benar pemberian obat dan tidak ada alergi. Pukul 08.15 mengukur
tanda-tanda vital, hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 92 x/menit, suhu:
36,0ºC, Frekuensi napas: 24 x/menit.Pukul 09.05 WIB mengobservasi jalan
nafas pasien, hasil: jalan nafas dangakal dan cepat. Pukul 11.00 WIB
mengajarkan batuk efektif, hasil: pasien tampak mengikuti arahan. Pukul
12.00 WIB memberikan therapy Ceftriaxone 1gram secara intravena, hasil:
obat masuk sesuai 6 benar dan tidak ada alergi. Pukul 13.00 WIB
memberikan O² nasal kanul sebanyak 3 liter, hasil: O² nasal kanul sudah
terpasang.

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Selasa, tanggal 19 Desember 2019
Pukul 07.15 WIB mengkaji keadaan umum, hasil: keadaan umum sedang.
Pukul 07.30 WIB mengkaji kesadaran, hasil: kesadaran compos mentis, nilai
GCS 14 (E: 4, M:6, V:5). Pukul 07.45 WIB mengukur TTV, hasil: TD:
120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 90 x/menit, Frekuensi nafas: 22 x/menit,
suhu: 36,7 ºC. Pukul 08.30 WIB memberikan injeksi Ranitidine melalui
intravena 50mg dan inhalasi Pulmicort dan Combivent 1 ampul hasil: therapy
masuk sesuai 6 benar pemberian obat dan tidak ada alergi.Pukul 09.05 WIB
mengobservasi jalan nafas pasien, hasil: jalan nafas dangakal dan cepat.Pukul
11.00 WIB menganjurkan batuk efektif, hasil: pasien tampak mengikuti
anjuran. Pukul 12.00 WIB memberikan therapy Ceftriaxone 1gram secara
intravena, hasil: obat masuk sesuai 6 benar dan tidak ada alergi. Pukul 13.00
WIB menanyakan keluhan pasien, hasil: pasien mengatakan batuk berkurang,
pasien mengatakan suara sudah mulai normal, pasien mengatakan dahak sulit
keluar, pasien mengatakan nyeri dada berkurang dan sesak berkurang.

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Rabu, tanggal 20 Desember 2019
Pukul 07.20 WIB mengkaji keadaan umum, hasil: keadaan umum baik. Pukul
07.30 WIB mengkaji kesadaran, hasil: kesadaran compos mentis, nilai GCS
36

14 (E: 4, M:6, V:5). Pukul 07.45 WIB mengukur TTV, hasil: TD: 120/80
mmHg, Frekuensi nadi: 96 x/menit, Frekuensi nafas: 22 x/menit, suhu: 36,5
ºC. Pukul 08.15 WIB memberikan injeksi Ranitidine melalui intravena 50mg
dan inhalasi Pulmicort dan Combivent 1 ampul hasil: therapy masuk sesuai 6
benar pemberian obat dan tidak ada alergi. Pukul 09.00 WIB mengobservasi
jalan nafas pasien, hasil: jalan nafas dangakal dan teratur. Pukul 09.30 WIB
menganjurkan pasien untuk batuk efektif, hasil: pasien tampak melakuakan
anjuran perawat. Pukul 12.00 WIB memberikan therapy Ceftriaxone 1gram
secara intravena, hasil: obat masuk sesuai 6 benar dan tidak ada alergi.

Evaluasi Keperawatan
Hari Senin, 18 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan dahak sulit untuk keluar, pasien
mengatakan sesak dan pasien mengatakan suara serak
Data Obyektif : Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, nilai
GCS 15 (E: 4, M:6, V:5), TD: 120/80mmHg N:
92x/menit RR: 24x/menit Sh: 36,0⁰ C, pasien tampak
kesulitan mengeluarkan dahak, pasien tampak sesak
dan suara pasien terdengar serak, terpasang O2 Nasal
Kanul 3 Liter..
Analisa : Masalah keperawatan gangguan pertukaran gas belum
teratasi.
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
Kaji keadaan umum pasien, ukur tanda-tanda vital
setiap 8 jam, observasi jalan nafas, pertahankan
kepatenan jalan nafas, berikan terapi O2 nasal kanul,
Berikan terapi sesuai program: terapi injeksi
Ceftriaxone 1x1gram melalui intravena (pukul 12.00
WIB), terapi injeksi Ranitidine 2x50mg melalui
intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi
Combivent 2 x 1amp dan Pulmicort 2 x 1amp (pukul
08.00 WIB dan 20.00 WIB).
37

Evaluasi Keperawatan
Hari Selasa, tanggal 19 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan dahak dapat dikeluarkan sedikit –
sedikit, pasien mengatakan sesak berkurang dan pasien
mengatakan suara sudah mulai normal.
Data Obyektif : Keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis, nilai
GCS: 15 (E: 4, M: 6, V: 5), hasil tanda-tanda vital:
hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 90 x/menit,
Frekuensi nafas: 22 x/menit, suhu: 36,7 ºC, pasien
tampak dapat mengeluarkan dahak, suara pasien sudah
terdengar normal, O2 Nasal Kanul terpasang.
Analisa : Masalah keperawatan gangguan pertukaran gas teratasi.
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
Kaji keadaan umum pasien, ukur tanda-tanda vital setiap
8 jam, observasi jalan nafas, pertahankan kepatenan
jalan nafas, berikan terapi O2 nasal kanul, Berikan
terapi sesuai program: terapi injeksi Ceftriaxone
1x1gram melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi
injeksi Ranitidine 2x50mg melalui intravena (pukul
08.00 WIB) dan terapi Inhalasi Combivent 2 x 1amp
dan Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00
WIB).

Evaluasi Keperawatan
Hari Rabu, tanggal 20 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan dahak mulai berkurang, paien
mengatakan sesak berkurang dan pasien mengatakan
suara sudah kembali normal
Data Obyektif : Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis,
nilai GCS: 15 (E: 4, M: 6, V: 5), hasil tanda-tanda vital:
hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 96 x/menit,
Frekuensi napas: 22 x/menit, suhu: 36,5 ºC, pasien
38

tampak tidak sesak, pasien tampak tidak terpasang O2


nasal kanul, pasien tampak sudah dapat mengeluarkan
dahak dan suara pasien sudah terdengar normal
Analisa : Masalah gangguan pertukaran gas teratasi.
Perencanaan : Intervensi di hentikan pasien telah di pulangkan.
Anjurkan pasien banyak beristirahat, anjurkan pasien
banyak minum air hangat anjurkan pasien
meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan
latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi.

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri


Data Subyektif :Pasien mengatakan ketika batuk dada terasa sakit
Pasien mengatakan nyeri seperti tertekan benda berat
Pasien mengatakan nyeri hilang timbul Pasien
mengatakan nyeri timbul ketika batuk Pasien
mengatakan skala nyeri.
Data Obyektif : Skala nyeri 5, Pasien tampak memegangi dadanya
ketika batuk.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x
24 jam, diharapkan masalah nyeri akut dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Nyeri berkurang, pasien tampak rilexs dan tanda-
tanda vital dalam batas normal (Td: 120/80 mmHg,
Frekuensi nadi: 60-100 x/menit, Suhu: 36,5⁰C -
37,5⁰C, Frekuensi napas 16-20 x/menit).
Rencana Tindakan :
1) Kaji keadaan umum pasien.
2) Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam.
3) Kaji karakteristik nyeri
4) Ajarkan tehknik relaksasi nafas dalam
5) Ajarkan tehnik distraksi
6) Berikan terapi sesuai program: terapi injeksi ceftriaxone 1x1gr
intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi Ranitidine 2x50mg
39

intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi Combivent


2 x 1amp dan Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Senin, tanggal 18 Desember 2019
Pukul 07.00 WIB mengkaji keadaan umum dan kesadaran pasien, hasil:
keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, nilai GCS 14 (E: 4, M:6,
V:5). Pukul 08.00 WIB memberikan injeksi Ranitidine melalui intravena
50mg dan inhalasi Pulmicort dan Combivent 1 ampul hasil: therapy masuk
sesuai 6 benar pemberian obat dan tidak ada alergi. Pukul 08.15 mengukur
tanda-tanda vital, hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 92 x/menit, suhu:
36,0ºC, Frekuensi napas: 24 x/menit. Pukul 11.10 WIB mengkaji skala nyeri,
hasil: skala nyeri 5. Pukul 11.15 WIB mengajarkan tehnik relaksasi nafas
dalam, hasil: pasien tampak rileks. Pukul 12.00 WIB memberikan therapy
Ceftriaxone 1gram secara intravena, hasil: obat masuk sesuai 6 benar dan
tidak ada alergi.

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Selasa, tanggal 19 Desember 2019
Pukul 07.15 WIB mengkaji keadaan umum, hasil: keadaan umum sedang.
Pukul 07.30 WIB mengkaji kesadaran, hasil: kesadaran compos mentis, nilai
GCS 14 (E: 4, M:6, V:5). Pukul 07.45 WIB mengukur TTV, hasil: TD:
120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 90 x/menit, Frekuensi nafas: 22 x/menit,
suhu: 36,7 ºC. Pukul 08.30 WIB memberikan injeksi ranitidine melalui
intravena 50mg dan inhalasi pulmicord dan combiven 1 ampul hasil: therapy
masuk sesuai 6 benar pemberian obat dan tidak ada alergi.Pukul 11.20 WIB
mengkaji skala nyeri, hasil: skala nyeri 3. Pukul 11.30 WIB menganjurkan
tehnik relaksasi nafas dalam, hasil: pasien tampak rileks. Pukul 12.00 WIB
memberikan therapy ceftriaxone 1gram secara intravena, hasil: obat masuk
sesuai 6 benar dan tidak ada alergi. Pukul 13.00 WIB menanyakan keluhan
pasien, hasil: pasien mengatakan batuk berkurang, pasien mengatakan batuk
40

berkurang, pasien mengatakan suara sudah normal, pasien mengatakan dahak


sulit keluar, pasien mengatakan nyeri dada berkurang.

Pelaksanaan Keperawatan
Hari Rabu, tanggal 20 Desember 2019
Pukul 07.20 WIB mengkaji keadaan umum, hasil: keadaan umum baik. Pukul
07.30 WIB mengkaji kesadaran, hasil: kesadaran compos mentis, nilai GCS
14 (E: 4, M:6, V:5). Pukul 07.45 WIB mengukur TTV, hasil: TD: 120/80
mmHg, Frekuensi nadi: 96 x/menit, Frekuensi nafas: 22 x/menit, suhu: 36,5
ºC. Pukul 08.15 WIB memberikan injeksi Ranitidine melalui intravena 50mg
dan inhalasi Pulmicort dan Combivent 1 ampul hasil: therapy masuk sesuai 6
benar pemberian obat dan tidak ada alergi. Pukul 10.00 WIB mengkaji skala
nyeri, hasil: skala nyeri 1. Pukul 10.30 WIB menganjurkan tehnik relaksasi
nafas dalam, hasil: pasien tampak rileks. Pukul 12.00 WIB memberikan
therapy Ceftriaxone 1gram secara intravena, hasil: obat masuk sesuai 6 benar
dan tidak ada alergi.

Evaluasi Keperawatan
Hari Senin, tanggal 18 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan ketika batuk dada terasa sakit
Pasien mengatakan nyeri seperti tertekan benda berat
Pasien mengatakan nyeri hilang timbul Pasien
mengatakan nyeri timbul ketika batuk Pasien
mengatakan skala nyeri.
Data Obyektif : Skala nyeri 5, Keadaan umum sakit lemah, kesadaran
compos mentis, nilai GCS 15 (E: 4, M:6, V:5), TD:
120/80mmHg N: 92x/menit RR: 24x/menit Sh: 36,0⁰
C.
Analisa : Masalah keperawatan nyeri belum teratasi
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
Kaji keadaan umum, ukur tanda-tanda vital setiap 8
jam, kaji karakteristik nyeri, ajarkan tehnik relaksasi
41

nafas dalam, ajarkan tehknik distraksi, Berikan terapi


sesuai program: terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gram
melalui intravena (pukul 12.00WIB), terapi injeksi
Ranitidine 2x50mg intravena (pukul 08.00 WIB) dan
terapi Inhalasi Combivent 2 x 1amp dan Pulmicort 2 x
1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Evaluasi Keperawatan
Hari Selasa, Tanggal 19 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan nyeri dada berkurang, skala nyeri
3.
Data Obyektif : Skala nyeri 3, Keadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis, nilai GCS 15 (E: 4, M:6, V:5), TD:
120/80mmHg N: 92x/menit RR: 24x/menit Sh: 36,0⁰
C.
Analisa : Masalah keperawatan teratasi .
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
Kaji keadaan umum, ukur tanda-tanda vital setiap 8
jam, kaji karakteristik nyeri, ajarkan relaksasi nafas
dalam, ajarkan tehknik distraksi, Berikan terapi sesuai
program: terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gram melalui
intravena (pukul 12.00WIB), terapi injeksi Ranitidine
2x50mg intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi
InhalasiCcombivent 2 x 1amp dan Pulmicort 2 x
1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Evaluasi Keperawatan
Hari Rabu, tanggal 20 Desember 2019, pukul 14.00 WIB
Data Subyektif : Pasien mengatakan tidak nyeri lagi, pasien mengatakan
skala nyeri 1.
Data Obyektif : Skala nyeri 1, keadaan umum pasien baik, kesadaran
compos mentis, nilai GCS: 15 (E: 4, M: 6, V: 5), hasil
42

tanda-tanda vital: hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi


nadi: 96 x/menit, Frekuensi napas: 22 x/menit, suhu:
36,5 ºC.
Analisa : Masalah keperawatan nyeri teratasi.
Perencanaan : Intervensi di hentikan pasien telah di pulangkan.
Anjurkan pasien banyak beristirahat, anjurkan pasien
banyak minum air hangat anjurkan pasien
meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan
latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi.
43

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan yang ada antara teori
dan kasus dalam Asuhan Keperawatan pada Pasien Tn. G dengan PPOK di ruang
Cemara II. Pembahasan dimulai dari pengkajian keperawatan sampai dengan
evaluasi keperawatan, asuhan keperawatan sesuai dengan proses keperawatan
yang diberikan kepada Tn. G yang dikaitkan dengan asuhan keperawatan secara
teoritis. Adapun lingkup pembahasan mencakup tahap-tahap dalam proses
keperawatan.

4.1 Pengkajian Keperawatan


Pada tahap ini penulis memperoleh data dengan wawancara langsung dengan
pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik serta diskusi dengan
perawat ruangan. Selama melakukan pengkajian, penulis tidak menemukan
hambatan karena adanya kerjasama antara pasien dengan penulis dimana
pasien kooperatif dalam menyampaikan keluhan dan data yang dibutuhkan
penulis.

Pada teori faktor risiko PPOK di seluruh dunia yang paling banyak ditemui
adalah merokok tembakau. Selain jenis tembakau, (misalnya pipa, cerutu, dan
ganja) juga merupakan faktor risiko PPOK. Sedangkan pada kasus Tn. G dari
hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yaitu penyebab
yang menjadi faktor risiko PPOK adalah karena factor usia dan factor udara
karena pasien tidak merokok.

Dalam teori manifestasi klinistambahan pada teori penyakit PPOK adalah


kelelahan, kehilangan berat badan, dan anoreksia merupakan gejala yang
umum terjadi pada pasien PPOK dengan derajat keparahan yang tinggi dan
sangat berat. Sedangkan pada kasus Tn, G tidak ditemukann tanda dan gejala
tambahan seperti pada teori tanda gejala yang ditemukan adalah sesak, batuk
berdahak dan nyeri dada ketika batuk.
Pemeriksaan diagnostik pada teori yang dilakukan yaitutes darah, untuk
memastikan apakah pasien menderita penyakit lain, seperti anemia dan
polisitemia, yang memiliki gejala serupa dengan PPOK , analisis gas darah
arteri tes ini untuk melihat kandungan oksigen dan karbondioksida dalam
darah, foto Rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi ganguan pada paru-
paru, CT scan, yang dapat menunjukkan gambaran paru-paru secara lebih
detail, pengambilan sampel dahak.. Sedangkan pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada kasus yaitu hanya pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobin,
Trombosit, Hematokrit, Leukosit), analisa gas darah dan foto Rontgen.
Karena semua pemeriksaan yang dilakukan sudah dapat dijadikan dasar untuk
menegakkan diagnosa PPOK.

Penatalaksanaan medis pada teori adalah pada terapi farmakologis


bronkodilator dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi , anti inflamasi
pilihan utama bentuk metal prednisolon atau prednisone untuk penggunaan
jangka panjang pada PPOK, mukolitik tidak di berikan secara rutin hanya
digunakan sebagai pengobatan simtomatik bila tedapat dahak yang lengket
dan kental contohnya ialah glycerylguaiacolate, acetylcysteine, antitusif
diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu penggunaan
secara rutin merupakan kontra indikasi contohnya seperti dekstrometorfan dan
antibiotik tidak di anjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan
eksaserbasi. Pilihan antibiotic pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola
kuman setempat contoh antibiotik yang sering digunakanialah penicillin.
Sedangkan pada kasus terapi yang diberikan hanya terapi injeksi Ceftriaxone
1x1gram pukul 12.00 wib melalui intravena terapi injeksi Ranitidine 2x50mg
intravena pukul 08.00 dan 20.00 dan terapi Inhalasi Combivent 2 x 1 ampul
dan Pulmicort 2 x 1 ampul pukul 08.00 dan 20.00.

Adapun Faktor pendukung saat pengkajian adalah pasien dan keluarga mau
bekerja sama dan kooperatif saat penulis melakukan pengumpulan data. Dan
perawat ruangan memberikan informasi yang membantu penulis saat

44
45

pengkajian, sehingga tidak ada faktor penghambat yang ditemukan penulis


saat pengkajian terhadap klien Tn.G.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan menurut teori pada klien dengan PPOK terdapat
empat diagnosa keperawatan, akan tetapi yang muncul pada kasus Tn,G
dengan PPOK terdapat tiga diagnosa keperawatan. Dimana dua diagnosa
sama dengan teori dan satu diagnosa berbeda dari teori.

Diagnosa yang muncul pada kasus dan sesuai dengan teori yaitu:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan


Sekret. Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian terdapat data
yang mendukung yaitu pasien mengatakan sesak sejak 1 minggu yang lalu,
pasien mengatakan batuk berdahak. Keadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis, pasien tampak sesak, pasien tampak kesulitan,
mengeluarkan dahak, pasien menggunakan O² Nasal kanul 3 Liter tekanan
darah: 120/80 mmHg, frekuensi nadi: 92 x/menit, suhu: 36,5 ºC, frekuensi
napas: 24 x/menit.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.


Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian terdapat data yang
mendukung yaitu pasien mengatakan sesak, pasien mengatakan dahak
tidak dapat keluar dan suara serak. Keadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis, pasien tampak sesak, pasien tampak kesulitan
mengeluarkan dahak, Pasien menggunakan O² Nasal kanul 3 Liter, analisa
gas darah : Ph 7,43 mmhg, Pco² 45 mmhg, Po² 70 mmhg, Hco³ 28
mmol/L, O² saturasi 49% TD: 120/80 mmHg, frekuensi nadi: 92 x/menit,
suhu: 36,5 ºC, frekuensi nafas: 24 x/menit.

Diagnosa yang muncul pada kasus tetapi tidak ada pada teori yaitu :
46

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri. Diagnosa ini muncul karena
ada data yang mendukung yaitupasien mengatakan ketika batuk dada
terasa nyeri,pasien mengatakan nyeri seperti tertekan benda berat,pasien
mengatakan nyeri hilang timbul,pasien mengatakan nyeri timbul ketika
batuk dan pasien mengatakan skala nyeri 5.

Diagnosa keperawatan yang ada pada teori tetapi tidak ada didalam kasus
adalah:

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas dan volume


sekuncup jantung Diagnosa ini tidak muncul karena pasien tidak di EKG
dan tanda tanda vital pasien dalam keadan normal kecuali pernafasan.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan


kebutuhanoksigen (hipoksia) kelemahan. Diagnosa ini tidak muncul
karena pasien dapat melakukan aktivitasnya tanpa bantuan

Faktor pendukung dalam merumuskan diagnosa keperawatan adalah penulis


mendapatkan data-data yang lengkap secara subjektif maupun objektif dari
klien, perawat ruangan, catatan medis, dan catatan keperawatan. Sehingga
penulis tidak menemukan faktor penghambat karena data-data yang didapat
cukup untuk menegakkan diagnosa yang muncul pada klien.

4.3 Perencanaan Keperawatan


Setelah menegakkan diagnosa maka perlu penulis menyusun rencana
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi
masalah-masalah pada pasien. Dalam menyusun rencana keperawatan
perawat perlu menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan dan hasil
yang diharapkan serta menentukan rencana tindakan. Dalam menyusun
rencana tindakan keperawatan penulis menggunakan teori Maslow. Maka
prioritas masalah keperawatan terdiri dari:
47

Prioritas pertama sesuai dengan teori yaitu, ketidakefektifan bersihan jalan


nafas berhubungan dengan penumpukan Sekret. Diagnosa ini menjadi
prioritas pertama karena pasien mengatakan sesak sejak 1 minggu yang lalu,
dan pasien mengatakan batuk berdahak. Keadaan umum sakit lemah,
kesadaran compos mentis, pasien tampak sesak, pasien tampak kesulitan
mengeluarkan dahak, tekanan darah: 120/80 mmHg, frekuensi nadi: 92
x/menit, suhu: 36,5 ºC, frekuensi napas: 24 x/menit.Masalah ini menganggu
kebutuhan oksigenasi pasien dan menjadi masalah keperawatan yang serius
karena adanya kesulitan dalam bernafas yang menyebabkan kebutuhan
oksigenasi pasien kurang terpenuhi. Pada kasus ini rencana tindakan
keperawatan yang dibuat sesuai dengan teori yaitu kaji keadaan umum, ukur
tanda-tanda vital setiap 8 jam, observasi suara nafas, ajarkan batuk efektif,
berikan posisi nyaman semi fowler, berikan terapi sesuai program: terapi
injeksi Ceftriaxone 1x1gr melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi
Ranitidine 2x50mg intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi
Combivent 2 x 1amp dan Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00
WIB).

Diagnosa kedua yang diangkat pada kasus ini yaitu, Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen. Penulis menjadikan diagnosa
ini sebagai diagnosa kedua karena sama seperti diagnosa pertama diagnosa ini
menyangkut kebutuhan oksigenasi pasien. Pada kasus ini ditemukan data
bahwa pasien mengatakan sesak, dan suara serak. Keadaan umum lemah,
kesadaran compos mentis, pasien tampak sesak, suara terdengar serak, pasien
menggunakan O² Nasal kanul 3 Liter, analisa gas darah : Ph 7,43 mmhg,
Pco² 45 mmhg, Po² 70 mmhg, Hco³ 28 mmol/L, O² saturasi 49% TD:
120/80 mmHg, frekuensi nadi: 92 x/menit, suhu: 36,5 ºC, frekuensi nafas: 24
x/menit. Rencana keperawatan yang dibuat sesuai dengan teori yaitu kaji
keadaan umum pasien, ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam, observasi jalan
nafas, pertahankan kepatenan jalan nafas, monitor pola nafas, berikan terapi
O2 nasal kanul, berikan terapi sesuai program: terapi injeksi Ceftriaxone
1x1gr melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi Ranitidine 2x50mg
48

melalui intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi Combivent 2 x 1amp
dan Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Dan diagnosa ketiga yang penulis ambil dari kasus yaitu, Nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri penulis menjadikan diagnosa ini sebagai
diagnosa ketiga karena sesuai dengan teori Maslow terdapat dalam kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan rasa nyaman (bebas dari nyeri). Diagnosa ini
menjadi diagnosa ketiga karena pasien mengeluh ketika batuk dada terasa
nyeri, pasien mengatakan nyeri seperti tertekan benda berat, pasien
mengatakan nyeri hilang timbul, pasien mengatakan nyeri timbul ketika batuk
dan pasien mengatakan skala nyeri 5. dan rencana keperawatan yang di
lakukan sesuai teori yaitu kaji keadaan umum, ukur tanda-tanda vital setiap 8
jam, kaji karakteristik nyeri, ajarkan relaksasi nafas dalam, ajarkan tehknik
distraksi, berikan terapi sesuai program: terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gr
melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi Ranitidine 2x50mg
intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi Combivent 2 x 1amp dan
Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

4.4 Pelaksanaan Keperawatan


Pada tahap pelaksanaan, penulis melakukan semua tindakan keperawatan
sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Semua tindakan yang dilakukan
di dokumentasikan dalam catatan keperawatan. Tindakan keperawatan yang
tidak dapat dilaksanakan oleh penulis didelegasikan ke perawat ruangan.

Dalam hal ini dokumentasi sangat penting dilakukan oleh perawat karena
sebagai bukti tertulis yang akurat dan memiliki kekuatan hukum yang legal
apabila terjadi kesalahpahaman dalam proses pelaksanaan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat, selain itu dokumentasi juga bukti pertanggung
jawaban perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Dalam
keterbatasan waktu karena penulis tidak berada di ruangan selama 24 jam
maka tindakan keperawatan diwaktu malam hari dilakukan oleh perawat
diruangan.
49

Pada diagnosa pertama Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan


dengan penumpukan Sekret. Semua tindakan dapat dilaksanakan, baik
secara independen maupun interdependen. Pelaksanaan independen yang
dilaksanakan pada diagnosa ini adalah mengkaji keadaan umum pasien,
mengukur tanda-tanda vital setiap 8 jam, observasi suara nafas, ajarkan batuk
efektif, berikan posisi nyaman semi fowler. Sedangkan secara interdependen
tindakan yang dilakukan yaitu memberikan terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gr
melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi Ranitidine 2x50mg
intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi Combivent 2 x 1amp dan
Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Faktor pendukung dari diagnosa pertama ini yaitu, pasien mau mengikuti
anjuran perawat seperti melakukan batuk efektif. Tidak ada faktor
penghambat pada diagnosa ini.

Pada diagnosa kedua Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


kurangnya suplai oksigen . Semua tindakan dapat dilaksanakan, baik secara
independen maupun interdependen. Pelaksanaan independen yang
dilaksanakan pada diagnosa ini adalah mengkaji keadaan umum pasien,
mengukur tanda-tanda vital setiap 8 jam, monitor saturasi oksigen, dan
pertahankan kepatenan jalan nafas. Sedangkan secara interdependen tindakan
yang dilakukan yaitu memberikan terapi injeksi Ceftriaxone 1x1gr melalui
intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi Ranitidine 2x50mg intravena
(pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi Combivent 2 x 1amp dan Pulmicort 2
x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00 WIB).

Faktor pendukung dari diagnosa kedua ini yaitu, pasien sangat kooperatif saat
pelaksanaan keperawatan. Tidak ada faktor penghambat pada diagnosa ini.

Pada diagnosa ketiga Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri . Semua
tindakan dapat dilaksanakan yaitu secara independen dan interdependen.
50

Pelaksanaan independen yang dilaksanakan pada diagnosa ini adalah kaji


keadaan umum, ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam, kaji karakteristik nyeri,
ajarkan relaksasi nafas dalam, ajarkan tehknik distraksiSedangkan secara
interdependen tindakan yang dilakukan yaitu memberikan terapi injeksi
Ceftriaxone 1x1gr melalui intravena (pukul 12.00 WIB), terapi injeksi
Ranitidine 2x50mg intravena (pukul 08.00 WIB) dan terapi Inhalasi
Combivent 2 x 1amp dan Pulmicort 2 x 1amp (pukul 08.00 WIB dan 20.00
WIB).

Faktor pendukung dari diagnosa ini sehingga pelaksanaan dapat tercapai


dengan baik karena pasien sangat kooperatif dan mau melakukan anjuran dari
perawat seperti melakukan tehnik relaksasi nafas dalam dan tehnik distraksi.
Tidak ada fakor penghambat dalam melakukan tindakan keperawatan kepada
pasien.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dalam penulisan proses keperawatan, pada
tahap evaluasi ini penulis menilai sejauh mana masalah keperawatan teratasi
dan tujuan tercapai.

Dari ketiga diagnosa yang muncul, semua masalah keperawatan belum


teratasi tujuan sudah tercapai dan intervensi dilanjutkan.

Pada diagnosa pertama, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan


dengan penumpukan Sekret pasien mengatakan batuk berkurang dan sekret
dapat dikeluarkan, keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis,
nilai GCS: 15 (E: 4, M: 6, V: 5), hasil tanda-tanda vital: hasil: TD: 120/80
mmHg, Frekuensi nadi: 96 x/menit, Frekuensi napas: 22 x/menit, suhu: 36,5
ºC, suara nafas vesikuler. Pada diagnosa ini tujuan sudah tercapai dan
masalah keperawatan belum teratasi. Sehingga tindakan keperawatan masih
dilanjutkan dan didelegasikan kepada perawat ruangan.
51

Pada diagnosa kedua, Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


kurangnya suplai oksigen, pada diagnosa ini setelah dievaluasi pasien
mengatakan sesak berkurang, dan suara tidak serak lagi, keadaan umum
pasien baik, kesadaran compos mentis, nilai GCS: 15 (E: 4, M: 6, V: 5), hasil
tanda-tanda vital: hasil: TD: 120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 96 x/menit,
Frekuensi napas: 22 x/menit, suhu: 36,5 ºC, pasien tampak tidak sesak, pasien
tampak tidak terpasang O2 nasal kanul . Tujuan tercapai, masalah
keperawatan belum teratasi, tindakan keperawatan dilanjutkan dan
didelegasikan kepada perawat ruangan

Pada diagnosa ketiga, nyeri akut berhubungan dengan agen injuri pada
diagnose ini setelah di evaluasi pasien mengatakan Pasien mengatakan tidak
nyeri lagi skala nyeri 1, keadaan umum pasien baik, kesadaran compos
mentis, nilai GCS: 15 (E: 4, M: 6, V: 5), hasil tanda-tanda vital: hasil: TD:
120/80 mmHg, Frekuensi nadi: 96 x/menit, Frekuensi napas: 22 x/menit,
suhu: 36,5 ºC. Tujuan tercapai, masalah keperawatan belum teratasi, tindakan
keperawatan dilanjutkan dan didelegasikan kepada perawat ruangan.

Faktor pendukung yang penulis temukan saat melakukan evaluasi


keperawatan yaitu bantuan dari perawat ruangan senior dan rekan mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, serta adanya informasi
dari tim medis lainnya, serta adanya kriteria hasil yang sudah penulis buat
sebelumnya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam menentukan apakah
tujuan sudah tercapai atau belum serta menjadi acuan dalam pelaksanaan
tindakan dan evaluasi.
52

BAB 5
PENUTUP

Setelah penulis melakukan berbagai hal mengenai Asuhan Keperawatan pada Tn.
G dengan yang dirawat di ruang Cemara II Rumah Sakit Bhayangkara Tk. 1
Raden Said Sukanto Jakarta, mulai dari pendahuluan sampai dengan pembahasan,
maka pada bab ini penulis dapat menarik kesimpulan serta memberikan beberapa
saran yang mungkin untuk perbaikan dan kemajuan dalam keperawatan pada
pasien PPOK yang akan datang.

5.1 Kesimpulan
PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan
dispnea dan terjadi obstruksi saluran napasPPOK tidak hanya berisiko bagi
perokok aktif saja namun juga bisa berisiko bagi perokok pasif yang terkenan
pajanan asap rokok.Selain itu faktor - faktor yang berpengaruh pada
perjalanan dan perburukan PPOK yaitu factor genetic, usia, jenis kelamin.
Manifestasi klinis yang terdapat pada kasus yang diambil sama dengan
teoriyaitubatuk, sesak dan nyeri dada. Sehingga dari data tersebut sudah bisa
dijadikan acuan bahwa pasien menderita PPOK. Pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan seperti pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah dan rontgen
thorax tidak ada pemeriksaan ct scan.

Diagnosa keperawatan menurut teori dengan pasien PPOK terdapat empat


diagnosa keperawatan, akan tetapi yang muncul pada kasus Tn. G dengan
PPOK terdapat tiga diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang
sesuai teori dengan kasus yaitu: ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan penumpukan sekret dan gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen . Diagnosa keperawatan yang
ada dikasus tetapi tidak ada di teori yaitu nyeri akut berhubungan dengan
agen injuri. Sedangkan diagnosa keperawatan yang ada di teori tetapi tidak
ada pada kasus yaitu Penurunan curah jantung berhubungan dengan
kontakbilitas dan volume sekuncup jantung dan intoleransi aktivitas
53

berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan oksigen (hipoksia)


kelemahan.

Pada tahap perencanaan asuhan keperawatan yang akan diberikan, perawat


perlu menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan dan hasil yang
diharapkan serta menentukan rencana tindakan. Dalam hal ini penulis
menyusun rencana tindakan keperawatan dengan melihat kondisi pasien dan
menggunakan rentang waktu untuk mengatasi tiga masalah keperawatan
tersebut.

Pada tahap pelaksanaan atau implementasi keperawatan, penulis melakukan


tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan sebelumnya. Tindakan
keperawatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh penulis didelegasikan ke
perawat ruangan hal ini dikarenakan penulis tidak berada di ruangan selama
24 jam. Semua tindakan yang dilakukan di dokumentasikan dalam catatan
keperawatan. Dokumentasi sangat penting dilakukan oleh perawat karena
sebagai bukti tertulis yang akurat dan memiliki kekuatan hukum yang legal
apabila terjadi kesalahpahaman dalam proses pelaksanaan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat, selain itu dokumentasi juga bukti pertanggung
jawaban perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam penulisan proses keperawatan, pada


tahap evaluasi ini penulis menilai sejauh mana masalah keperawatan teratasi
dan tujuan tercapai. Evaluasi yang telah dicapai yaitu, ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret, gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen dan nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran
yang ingin disampaikan untuk koreksi dalam hal meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan kesehatan, sebagai berikut :
a. Bagi penulis
Penulis lebih memperbanyak pengetahuan tentang penyakit PPOK,
bagaimana cara merawat diri klien dengan banyak membaca buku-buku
perawatan pasien dengan PPOK agar penulis dalam memberikan asuhan
keperawatan menjadi lebih baik.
b. Bagi perawat ruangan
Saran untuk perawat dalam menangani pasien dengan ppok yaitu perawat
harus lebih sering memperhatikan jalan nafas pasien dan menganjurkan
pasien untuk batuk efektif serta banyak minum air hangat.
c. Bagi pasien
Saran untuk pasien, pasien harus banyak beristirahat, banyak minum air
hangat, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan
pernapasan serta memperbaiki nutrisi.

54

Anda mungkin juga menyukai