Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

        I.            LATAR BELAKANG


Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran
basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan
bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus
bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah
menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta
kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes
terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada
anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar
gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul
gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga
sejak dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan
sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya
komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun
keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan
diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat
asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes
Melitus dengan metode masalah yang sistematis melalui proses keperawatan.

    II.            TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
A.    Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai
asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
B.     Tujuan khusus
1.      Mengetahui definisi diabetes mellitus.
2.      Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
3.      Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
4.      Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
5.      Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus..
6.      Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus.
7.      Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
8.      Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
BAB II
PEMBAHASAN

      I.     PENGERTIAN DM

  Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus merupakan


suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh
darah.
  Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik
progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
  Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
  Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer
dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong,
2003)
  Diabetes Melitus adalah suatu penyakit gangguan pada endokrin yang merupakan hasil
dari proses destruksi sel pankreas sehingga insulin mengalami kekurangan. (Suriadi.
2001).
  Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum umur
15 tahun. (FKUI, 1988)

  II.     KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)


2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 diabetes melitus dibagi
menjadi  :
1.      Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik melalui
proses imunologik atau idiopatik.
2.      Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3.      Diabetes Melitus Tipe Lain
a.       Defek genetik fungsi sel beta
kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid acid(DNA)
Mitokondria.
b.      Defek genetik kerja insulin
Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-Mendenhall, diabetes
lipoatrofik, lainnya.
c.       Penyakit Eksokrin Pankreas
Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, Neoplasma, Cystic fibrosis, hemokromatosis,
pankreatopati fibro kalkulus.
d.      Endokrinopati
Akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme, somatostatinoma,
aldosteronoma.
e.       Karena Obat/Zat kimia
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin,
interferon alfa, diazoxide, agonis β-adrenergic.
f.       Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
g.      Imunologi (jarang)
antibodi anti reseptor insulin, sindrom ”Stiff-man”.
h.      Sindroma genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader Willi,
ataksia friedreich’s, sindrom laurence-Moon-Biedl.

4.      Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan).


Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini
sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak
ditangani dengan benar.

  III.            ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ), gangguan
ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa darah plasma
>200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1.      Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada
individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur
kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.

2.      Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih
tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela,
mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel
beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam
sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang
membuat kehilangan produksi insulin.

3.      Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.
  IV.            PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian
kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama yaitu :
1)        Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2)        Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga
kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena
perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di
dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia
dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel
oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar
dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler 
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong,
1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan
glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan
somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans.  Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone
lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat
sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl.
Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan,
insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi
glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau
dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan
glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin Glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular yang
kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan konsentrasi
dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik diuresis yang
kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam
rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik menyebabkan
banyaknya cairan yang hilang melalui urine (polyuria) sehingga sel akan kekurangan
cairan dan muncul gejala Polydipsia(kehausan).
 Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium
dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh
glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urine
yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa
pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena
hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel
B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B
pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan
virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak
dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis
yang mendasari yang berhubungan dengan  replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat
menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula,
gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus
diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun
tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi
respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang
dikenal dengan istilah autoregresi.

V.            MANIFESTASI KLINIS
    

Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes
melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin
dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a.       Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b.      Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.
c.       Polidipsia
d.      Poliphagia
e.       Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
f.       Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
g.      Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme
abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.
h.      Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
i.        Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau
kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )

Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:


1.         Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering
didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2.         Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3.         Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin menurun
sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan dosis
insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin
harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara
teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau
orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4.         Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
  VI.            KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang
beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat
saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua
kategori (Schteingart, 2006):
A.    Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1.      Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya.
Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari  80 mg/dl. Hipoglikemi sering
membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan
kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh
kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum
dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena
latihan fisik yang berlebihan.
2.      Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya
lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
         Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
         Minum banyak, kencing banyak
         Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta
berbau aseton
         Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik
harus segara dibawa ke rumah sakit
B.     Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-
5) berupa :
1.      Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe-1.
2.      Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
         Gangguan pertumbuhan dan pubertas
         Katarak
         Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
         Hepatomegali

VII.            PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1.      Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.     Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

b.      Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


c.       Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d.       Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e.       Elektrolit :
· Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
· Fosfor : lebih sering menurun
f.       Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g.      Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h.       Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
i.         Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
j.        Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k.      Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

VIII.            PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan  jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara
menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya
tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara
holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.

Baik Sedang Buruk


Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa 80-109 110-139 >140
-2 jam 110-159 160-199 >200
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95

Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas


diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe
1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1.      Fase akut/ketoasidosis
          koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam basa,        elektrolit dan pemakaian insulin.
2.      Fase subakut/ transisi
          Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit        dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara
teratur dengan       pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan
komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3.      Fase pemeliharaan
          Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1.      Bebas dari gejala penyakit
2.      Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3.      Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

a.      Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan
terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini
terutama untuk :
1.      Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2.      Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a)      Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b)      DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
c)      DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.

Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama


bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa.
Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak.
Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati.
Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi
glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar
yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan
ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena
(intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin
pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut,
yakni :
1.      Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2.      Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3.      Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4.      Mixed Insulin
5.      Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6.      Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Insulin yang Tersedia di Indonesia

Tipe Insulin Mulai Puncak Lama


Kerja Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid 15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Acting)Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
Short-Acting (Soluble, Neutral) 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
Intermediate-Acting (Isophane) 1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr
Insulatard, Humulin N, NPH
Long-Acting Insulin (Zinc-based) 1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn
Very Long Acting Insulin 2-4 hr 4-24hr 24-36 hr
Insulin Glargine (Lantus) (nopeak)
Insulin Detemir (Levemir)
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate- 30 min 2-8 hr 24 hr
Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70

Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1


Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang digunakan
untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes. Sebuah pompa
insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan insulin
dan microcomputer yang membantu pasien untuk menentukan berapa banyak insulin
yang diperlukan. Insulin dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan
sebuah tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan
perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di
Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya. Akan
tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi favorit pasien
diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
-          Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
-          Kadar glukosa darah sering tidak teratur
-          Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
-          Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
-          Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
-          Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada


beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
1.      Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk
mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa
darah tubuh
2.      Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut membuat
kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
3.      Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk meminimalisir
kerusakan.

Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun


terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi
insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat
mengurangi komplikasi diabetes secara efektif.  Studi ini menunjukan bahwa terapi
insulin intensif :
-          Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
-          Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
-          Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous
Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling menyerupai
metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang dipergunakan dalam
pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau rapid acting insulin), sehingga
dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial “bolus” yang diberikan secara intensif
selama 24 jam.
Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
1.      Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
2.      Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
3.      Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
4.      Mengurangi variasi kadar glukosa darah
5.      Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes
Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :
1.      Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula secara eratur
2.      Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
3.      Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan diabetic
ketoacidosis yang lebih besar jika tidak mempergunakan pompa dalam jangka waktu
yang lama.
Di Indonesia sendiri, insiden diabetes melitus tipe 1 sangat jarang. Walaupun alatnya
sudah ada di Indonesia, akan tetapi harganya relatif mahal.
b.      Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak                  60 – 70 %
2) Protein sebanyak                          10 – 15 %
3) Lemak sebanyak                           20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1)      Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2)      Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3)      Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4)      Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah
untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai
dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak   20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak    25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

c.       Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d.      Edukasi
              Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan
dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan
psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari
asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8),
EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC,


Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan


Keperawatan,  (Edisi III), EGC, Jakarta.

FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta

Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995,  Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sherwood,  2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai