PENDAHULUAN
II. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :
A. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai
asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
B. Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus.
2. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
3. Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
4. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
5. Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus..
6. Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus.
8. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN DM
II. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
III. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ), gangguan
ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa darah plasma
>200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada
individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur
kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih
tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela,
mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel
beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam
sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang
membuat kehilangan produksi insulin.
3. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.
IV. PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian
kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri
dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga
kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena
perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di
dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia
dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel
oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar
dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong,
1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan
glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan
somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa
darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone
lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat
sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl.
Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan,
insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi
glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau
dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan
glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas
menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin Glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular yang
kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan konsentrasi
dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik diuresis yang
kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam
rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik menyebabkan
banyaknya cairan yang hilang melalui urine (polyuria) sehingga sel akan kekurangan
cairan dan muncul gejala Polydipsia(kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium
dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh
glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urine
yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa
pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena
hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel
B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B
pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan
virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak
dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis
yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat
menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula,
gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus
diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun
tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi
respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang
dikenal dengan istilah autoregresi.
V. MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes
melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin
dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b. Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.
c. Polidipsia
d. Poliphagia
e. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
f. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
g. Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme
abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma.
h. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
i. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau
kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara
menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya
tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara
holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan
terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini
terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.
c. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan
dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang
perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan
psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari
asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8),
EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI