Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR TEORITIS


1. Konsep Lansia
a) Teori Biologis Menua

Menua merupakan proses alamiah memasuki tahap akhir kehidupa


n yang akan dialami setiap individu yang usia lanjut (lansia). Lansia m
engalami proses penuaan yang membuat individu mengalami kemundu
ran dalam fungsi fisiologis maupun psikologis (Muwarni, 2010).

Lansia merupakan salah satu kelompok umur yang telah memasuki


tahapan akhir dari kehidupan. Secara alamiah semua orang yang akan
mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang berakhir dari fase kehidupannya yang ditandai dengan
penurunan fungsi tubuh seperti terjadinya penurunan fungsi fisik,
psikologis dan sosial (Muhith, 2016).

Lansia merupakan tahap akhir dari sebuah rentang kehidupan


manusia dan merupakan proses alami yang tidak bisa dihindari oleh
setiap individu. Proses alami yang ditandai dengan menghilangnya
secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap suatu infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Nugroho, 2012).
Seseorang dikatakan lanjut usia jika telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Pada lansia telah terjadi berbagai perubahan dan
kemunduran pada beberapa aspek fisik, mental dan sosial (Nugroho,
Abikusno, 2013).

b) Klasifikasi Lansia
a. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia
menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (Middle age) yaitu seseorang yang
berusia 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (Elderly) berusia antara 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (Old) berusia 74-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) yaitu seseorang dengan usia lebih
dari 90 tahun.
b. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK), 2016 batasan
lansia adalah sebagai berikut:
1) Pra lanjut usia : 45-59 tahun
2) Lanjut usia : 60-69 tahun
c. Kelompok lansia dan resiko tinggi : 70 tahun ke atas atau ± 60
tahun dengan masalah kesehatan.

c) Perubahan Sistem lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan
pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,
perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011)
a. Sistem kardiovaskular
1) Jantung
Keadaan jantung pada usia lanjut terjadi penurunan
kekuatan otot jantung, terjadinya penebalan pada katup dan
menjadi lebih kaku serta sinus sinoatrial yang bertanggung
jawab terhadap kelistrikan jantung menjadi berkurang,
efektifitas dalam menjalankan tugasnya dan implus yang
dihasilkan melemah.

2) Pembuluh darah
Pada pembuluh darah terjadi penurunan elastisitas
dinding arteri, penebalan pada dinding kapiler menyebabkan
melambatnya pertukaran antara nutrisi dan zat sisa
metabolisme antar sel dan darah, serta semakin kakunya
dinding pembuluh darah yang mana akan meningkatkan
tekanan darah.
3) Darah
Terjadinya penurunan volume darah dan cairan tubuh
akibat proses menua, aktivitas sumsum tulang mengalami
penurunan sehingga terjadi penurunan jumlah sel darah
merah, kadar hematokrit dan kadar hemoglobin serta
kontraksi jantung melemah, volume darah yang dipompa
menurun
b. Sistem Pernapasan
1) Cavum thorak
Biasanya cavum thorak terjadi kekakuan, vertebrae
thorakalis menjadi pendek dan terjadi osteoporosis yang
mana menyebabkan postur tubuh menjadi bungkuk yang akan
menurunkan ekspansi paru-paru serta membatasi pergerakan
thorak.
2) Otot bantu pernapasan
Otot abdomen melemah yang menyebabkan
terjadinya penurunan usaha nafas
3) Perubahan intrapulmonal
Akibat pertambahan usia daya recoil paru semakin
menurun, alveoli menjadi kendor dan menjadi lebih tipis,
walaupun jumlahnya tetap, jumlah alveoli menurun secara
keseluruhan, terjadi peningkatan ketebalan membran alveoli
kapiler, menurunkan area permukaan fungsional untuk
terjadinya pertukaran gas.
c. Sistem muskuloskletal
Sebagian lansia mengalami perubahan postur, penurunan
rentang gerak yang semakin melambat akibat proses menua.
1) Struktur Tulang
Terjadinya penurunan massa tulang yang dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh, lemah, dan columna
vertebralis mengalami kompresi sehingga dapat
menyebabkan terjadinya penurunan tinggi badan dilihat dari
postur tubuh yang mengalami bungkuk.
2) Kekuatan otot
Lambatnya regenerasi jaringan otot dan massa otot
berkurang, mengecil dan bergelembir pada otot lengan dan
betis, kehilangan fleksibilitas dan ketahannya seiring dengan
inaktivitas otot.
3) Sendi
Rentang gerak yang terbatas, sendi menjadi kaku,
nyeri dan mengalami inflamasi akibat dari kartilago yang
menipis
d. Sistem Integumen
1) Kulit
Biasanya pada lansia terjadinya penurunan elastisitas
kulit, kulit berkerut dan kering, serta kulit menipis sehingga
fungsi kulit sebagai pelindung pembuluh darah berkurang,
lemak subkutan menipis, penumpukan melanosit
menyebabkan terbentuknya pigmentasi pada kulit.
2) Rambut
Rambut menjadi menipis akibat dari aktivitas folikel
rambut menurun, terjadi perubahan warna pada rambut akibat
dari penurunan melanin.

3) Kuku
Terjadi penurunan aliran darah ke kuku yang
menyebabkan bantalan kuku menjadi tebal, keras dan rapuh.
4) Kelenjar Keringat
Terjadinya penurunan ukuran dan jumlah dari
kelenjar keringat.
e. Sistem Gastrointestinal
1) Cavum Oris
Reabsorpsi tulang bagian rahang dapat menyebabkan
gigi copot sehingga menurunkan kemampuan mengunyah.
2) Esophagus
Terjadi peningkatan resiko aspirasi akibat dari reflex
menelan yang melemah.
3) Lambung
Terjadi penurunan pengeluaran zat asam lambung
yang menyebabkan gangguan penerapan besi, vitamin B12
dan protein dalam tubuh.
4) Intestinum
Terjadi penurunan peristaltik usus dan pelemahan
pada peristaltik yang menyebabkan inkompetensi
pengosongan bowel. Penurunan peristaltik usus disertai
dengan hilangnya tonus otot lambung menyebabkan
pengosongan lambung menurun sehingga lansia akan merasa
kenyang setelah makan meskipun dalam porsi yang sedikit
serta penurunan sekresi asam lambung dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan penurunan nafsu makan.
f. Sistem genitounaria
1) Fungsi ginjal
Aliran darah ke ginjal terjadi penurunan karena
penurunan cardiac output dan laju filtrasi glomerulus
menurun, kemampuan konsentrasi urine terjadi gangguan
2) Kandung kemih
Menghilangnya tonus otot dan terjadi gangguan pada
pengosongan kandung kemih, serta kapasitas kandung kemih
menjadi menurun.
3) Miksi
Terjadi peningkatan frekuensi miksi akibat dari
pembesaran prostat pada pria dan terjadinya peningkatan
frekuensi miksi dapat terjadi akibat dari melemahnya otot
perineal pada wanita.
4) Reproduksi
Pada wanita terjadi atropi vulva, penurunan jumlah
rambut pubis, penurunan sekresi vagina, dan tipis dan kurang
elastik dinding vagina. Dan pada pria terjadi pengecilan
ukuran testis, dan prostat membesar.
g. Perubahan sistem persyarafan
1) Neuron
Pada otak dan batang otak terjadi penurunan jumlah
neuron, sintesa dan metabolisme neuron berkurang, dan
terjadi penurunan masa otot secara progresif. Sejalan dengan
penurunan efisiensi kerja neuron, reaction time akan
melambat.
2) Pergerakan
Terjadi ganggguan keseimbangan dan penurunan
reaction time.
3) Tidur
Pada lansia biasanya dapat terjadi insomnia dan
mudah bangun pada malam hari.
h. Sistem Sensori
1) Penglihatan
Pada lansia biasanya terjadi penurunan dalam
memfokuskan objek yang dekat, terdapatnya akumulasi
lemak di sekitar iris, produksi air mata menjadi menurun,
serta ukuran pupil mengecil dan sensivitas pada cahaya
berkurang.
2) Pendengaran
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan
mendengar, serumen mengandung banyak keratin sehingga
mudah mengeras.
3) Perasa
Terjadi penurunan kemampuan untuk merasa seperti
susah membedakan pahit, asin dan asam.
4) Peraba
Terjadi Penurunan kemampuan dalam merasakan nyeri
baik ringan dan perubahan suhu.

2. Konsep Hipertensi
a) Pengertian hipertensi
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg yang
didapat dari dua kali pengukuran atau lebih (Brunner & Suddarth,
2011).
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah secara
bertahap. Batas normal tekanan darah ialah tekanan darah sistolik
sebesar 120-140mmHg dan tekanan darah diastolik 80-90mmHg.
Seseorang dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnya lebih
dari 140/90 mmHg (World Health Organization, 2018).
Hipertensi adalah suatu kondisi tekanan darah tinggi dengan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg.
Sedangkan pada lansia bisa dikatakan hipertensi apabila tekanan darah
melebihi 160/90 mmHg. Hipertensi juga disebut sebagai pembunuh
diam-diam (silent killer) karena penderita tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita
penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit
saraf, ginjal, dan pembuluh darah, maka semakin besar resikonya
(Oktavia, Junaid, & Ainurafiq, 2017).

b) Faktor resiko terjadinya hipertensi


Menurut (Aspiani,R.L, 2015) beberapa kondisi, dan kebiasaan
atau gaya hidup seseorang dapat meningkatkan resiko terjadinya
hipertensi. Berikut beberapa faktor resiko utama terjadinya hipertensi :
a. Usia
Kejadian hipertensi cenderung meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Hipertensi yang banyak diderita oleh lansia
adalah isolated hypertension atau hipertensi sistolik. Meskipun
demikian, hipertensi tidak selalu terjadi pada proses penuaan. Hal
ini dapat disebabkan oleh perubahan pada struktur pembuluh darah
seperti perubahan pada dinding pembuluh darah yang menjadi
kaku serta elastisitasnya berkurang sehingga meningkatkan tekanan
darah.
b. Jenis Kelamin
Pria dan wanita memiliki peluang yang sama untuk
menderita hipertensi dalam kehidupannya. Namun, pria beresiko
mengalami hipertensi dibandingkan wanita saat berusia sebelum 45
tahun akibat gaya hidup yang kurang sehat. Sebaliknya saat wanita
menginjak usia 65 tahun ke atas, maka mereka lebih beresiko
mengalami hipertensi karena pada wanita adanya pengaruh
hormon dan pada saat wanita memasuki masa menopause maka
akan beresiko terjadinya obesitas yang akan meningkatkan resiko
hipertensi.
c. Keturunan
Resiko seseorang menderita hipertensi akan lebih
meningkat pada orang dengan keluarga yang juga ada riwayat
hipertensi serta faktor keluarga juga dapat menigkatkan
pengaturan penggunaan garam (NaCl) serta rennin pada membran
sel.
d. Obesitas
Seseorang yang mengalami kegemukan atau obesitas
memiliki resiko lebih besar untuk mengalami hipertensi akibat
terganggunya aliran darah. Orang dengan obesitas biasanya akan
terjadi peningkatan kadar lemak dalam darahnya sehingga akan
berpotensi terjadinya penyempitan pada pembuluh darah
(aterosklerosis). Penyempitan ini akan membuat jantung bekerja
lebih keras dalam memompa darah supaya kebutuhan oksigen dan
zat lain dapat terpenuhi. Hal ini yang menyebabkan tekanan darah
meningkat. Indikator yang biasa digunakan menentukan seseorang
obesitas atau tidak yaitu melalui pengukuran IMT atau lingkar
perut.
e. Kurang aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yaitu pergerakan otot tubuh yang
membutuhkan energi untuk dapat meningkatkan kesehatan. Contoh
berkebun, berenang, menari, bersepeda atau yoga. Aktivitas fisik
dapat membuat pembuluh darah lebih sehat dan mencegah
terjadinya hipertensi. Usaha dalam mencegahan hipertensi akan
lebih optimal jika kita lebih aktif melakukan aktivitas-aktivitas
fisik dan diiringi dengan pola hidup sehat serta berhenti merokok.
f. Kebiasaan merokok
Satu dari lima kasus kematian di Amerika setiap tahun
terjadi akibat kebiasaan merokok. Merokok merupakan penyebab
kematian dan kesakitan yang paling bisa di cegah. Pasalnya, zat
kimia seperti nikotin dan karbon monoksida yang di hasilkan dari
pembakaran tembakau berbahaya bagi sel darah dan organ tubuh
lainnya, seperti jantung, pembuluh darah, organ reproduksi, paru
paru, bahkan organ pencernaan. Zat tersebut akan masuk ke aliran
darah dan menyebabkan kerusakan lapisan endotel pembuluh darah
arteri dan mempercepat terbentuknya aterosklerosis.
Nikotin masuk ke dalam pembuluh darah dan nantinya
diedarkan ke seluruh tubuh termasuk otak. Akibatnya otak akan
bereaksi dengan member sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepaskan epinefrin (adrenalin). Hormon ini yang akan membuat
pembuluh darah mengalami penyempitan. Penyempitan pembuluh
darah otak ini yang akan memaksa jantung untuk bekerja lebih
berat. Keadaan ini berbahaya karena akan menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak sehingga terjadinya strok. Karbon monoksida
yang terdapat dirokok juga dapat mengikat hemoglobin yang ada
dalam darah dan membuat darah menjadi kental. Hemoglobin
sendiri merupakan protein penting yang mengandung zat besi
dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen. CO2
ini juga menggantikan ikatan O2 didalam darah sehingga membuat
jantung bekerja lebih ekstra untuk memasukkan O2 yang cukup ke
organ dan jaringan tubuh lainnya. Hal ini yang dapat meningkatkan
tekanan darah.
g. Konsumsi alkohol dan kafein berlebih
Komsumsi minuman beralkohol juga dapat meningkatkan
tekanan darah. Hal ini akibat adanya peningkatan kadar kortisol,
peningkatan volume sel darah merah, dan kekentalan darah yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Penelitian
menunjukkan bahwa resiko hipertensi meningkat dua kali lipat jika
mengkomsumsi minuman beralkohol lebih dari 3 gelas sehari.
Sementara kafein diketahui dapat membuat jantung berpacu lebih
cepat sehingga mengalirkan darah lebih banyak setiap detiknya,
akan tetapi dalam hal ini kafein memiliki reaksi yang berbeda pada
setiap orang.
h. Konsumsi garam berlebih
Hal ini dikarenakan garam mengandung natrium yang dapat
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan sehingga
menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh. Hal ini dapat
membuat peningkatan volume dan tekanan darah.
i. Stres
Kejadian hipertensi lebih besar terjadi pada individu yang
mengalami stres emosional. Kedaan seperti tertekan, murung,
dendam, takut, dan rasa bersalah dapat merangsang timbulnya
hormon adrenalin dan memicu jantung berdetak lebih kencang
sehinggga memicu peningkatan tekanan darah.
j. Keseimbangan Hormonal
Keseimbangan hormonal antara estrogen dan progesteron
dapat memengaruhi tekanan darah. Dalam hal ini, wanita memiliki
hormon estrogen yang berfungsi mencegah terjadinya pengentalan
darah dan menjaga dinding pembuluh darah. Jika terjadi
ketidakseimbangan maka akan dapat memicu terjadinya gangguan
pada pembuluh darah. Gangguan tersebut berdampak pada
peningkatan tekanan darah dan gangguan tersebut biasanya terjadi
pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal seperti pil KB.

c) Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer
dan curah jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang
meningkat frekuensi jantung, volume secunkup atau keduanya.
Resitensi perifer meningkat karena faktor-faktor yang meningkatkan
viskositas darah (darah mengalir) atau yang menurunkan ukuran lumen
pembuluh darah khususnya pembuluh arteriol.
Teori-teori yang menjelaskan terjadinya hipertensi adalah :
a. Perubahan pada bantalan dinding pembuluh darah arteriolar
yang menyebabkan peningkatan resistensi perifer.
b. Peningkatan tonus pada system saraf simpatik yang
abnormal dan berasal dari dalam pusat system vasomotor,
peningkatan tonus ini menyebabkan peningkatan resitensi
vaskuler perifer.
c. Penambahan volume darah yang terjadi karena disfungsi
renal atau hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik
yang menyebabkan peningkatan resitensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga terbentuk
angiotensin II yang menimbulkan kontriksi anteriol dan
meningkatkan volume darah.
Hipertensi yang berlangsung lama akan mengakibatkan beban
kerja jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi
ventrikel kiri. Untuk meningkatkan kekuatan kontraksinya, ventrikel
kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen
dan beban kerja jantung meningkat. Kegagalan jantung dapat terjadi
ketika keadaan hipertrofi tidak lagi mampu mempertahankan curah
jantung yang memadai. Karena hipertensi memicu proses
aterosklerosis arteri koronaria, maka jantung dapat mengalami
gangguan lebih lanjut akibat penurunan aliran darah ke dalam
miokardium sehingga timbul angina pektoris atau infark miokard.
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang
semakin mempercepat proses aterosklerosis serta kerusakan organ,
seperti gagal ginjal, strok, aneurisma serta diseksi aorta (Kowalak et al,
2011).
Pada lansia perubahan struktur dan fungsi pada sistem
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi. Perubahan tersebut meliputi ateklorosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah yang akan menurunkan kemampuan distensi daya
regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume secungkup) sehingga terjadi
penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan perifer (Manurung,
2018).

d) Komplikasi Hipertensi
Strok dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang
terpajan tekanan tinggi. Strok dapat terjadi pada hipertensi kronik
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya
berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
aneurisma. Gejala terkena strok adalah sakit kepala secara tiba-tiba,
seperti orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang
mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan
(misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara
dengan jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Manurung,
2018).
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang
arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah
melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan
pembekuan (Aspiani,R.L, 2015).
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan
rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional
ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar
melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik
(Manurung, 2018).
Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul
di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam
paru-paru menyebabkan sesak nafas, timbunan cairan di tungkai
menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefalopati
dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat).
Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di
seluruh susunan saraf pusat. Neuron- neuron di sekitarnya kolap dan
terjadi koma (Manurung, 2018).

3. Konsep terapi Rebusan Daun Saledri


a) Morfologi tanaman saledri
Tanaman saledri (Apium graveolens L.) mempunyai akar yang
tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Batangnya pendek
karena daunnya terkumpul pada leher akar, selain itu juga mempunyai
bunga yang warnanya putih dan kekuning-kuningan dan buahnya
panjang berusuk dan keras. Daunnya mempunyai aroma yang harumnya
spesifik, serta bentuknya menjari, melekuk dan tidak teratur ( Oktavia,
2017)
Daun saledri bersifat majemuk, menyirip ganjil dengan anak daun
antara 3-7 helai. Tulang daun menyirip dengan 2-7,5 cm dan lebarnya 2-
5 cm.
Berdasarkan habitus (bentuk) pohonnya, saledri dapat dibedakan
menjadi 3 golongan, yaitu :
a) Seledri daun (Apium graveolus L. var. secalinum alef) seledri
berjenis ini dipanen daunnya atau batangnya saja.
b) Seledri potong (A. graveolus L var. sylvestre Alef) hanya dipanen
batangnya.
c) Seledri umbi (A. graveolus L var. rapaceum Alef) yang dipanen
daun daunnya saja. Batang seledri berumbi membengkak
membentuk umbi.
Dari ketiga jenis varietas saledri di atas yang paling banyak
ditanam di Indonesia adalah saledri daun (Apium graveolus L. var.
secalinum alef) (Rukmana,2011).

b) Kandungan tanaman saledri


Kandungan dari seledri (Apium graveolens) yang memiliki
kandungan apigenin yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah
dan tekanan darah tinggi, magnesium dan pthalides yang dapat
melenturkan otot-otot arteri. Seledri diketahui mengandung senyawa aktif
yang dapat menurunkan tekanan darah yaitu Apigenin (yang berfungsi
sebagai calcium antagonis). Apigenin yang terkandung didalam seledri
bersifat vasodilator (melebarkan pembuluh darah ) dengan mekanisme
penghambat kontraksi yang disebabkan oleh pelepasan kalsium (
mekanisme kerja seperti kalsium antagonis). Antagonis kalsium bekerja
dengan menurunkan tekanan darah dengam memblokade masuknya
kalsium kedalam darah. Jika kalsium memasuki otot-otot maka akan
berkontraksi, dengan menghambat kontraksi otot melingkari pembuluh
darah, pembuluh darah akan melebar sehingga darah mengalir dengan
lancar dan tekanan darah akan menurun.seledri mengandung senyawa
aktif apigenin yang berfungsi sebagai kalsium antagonis yang
menurunkan tekanan darah dan manitol yang berfungsi sebagai diuretik
(Nuryanti, L, 2011).
Kandungan kimia daun seledri secara keseluruhan. Apigenin dalam
daun seledri berfungsi sebagai beta blocker yang dapat memperlambat
detak jantung dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran
darah yang terpompa lebih sedikit dan tekanan darah menjadi berkurang
(Asmawati, 2015).
Gambar 1 Tabel Kandungan gizi seledri Sumber: Dokumentasi
Pribadi berdasarkan data Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI
(2011).

c) Manfaat tanaman saledri


Daun saledri banyak mengandung apiin, apigenin, manitol,
inositol, asparangin, glutamin, kholin dan linamarose, disamping substansi
diuretik yang bermanfaat untuk meningkatkan jumlah air seni. Biasanya
digunakan sebagai obat sakit mata, keseleo, reumatik, hipertensi dan
sebagai penyubur rambut (Oktavia, 2017).
Seledri adalah tumbuhan serba guna, terutama sebagai sayuran
dan obat-obatan. Sebagai sayuran, daun, tangkai daun, dan umbi
sebagai campuran sup. Seledri disebut sebagai sayuran anti
hipertensi. Fungsi lainnya adalah sebagai peluruh (diuretika), anti
reumatik serta pembangkit nafsu makan (karminativa). Banyak sekali
manfaat dari seledri, selain dapat menurunkan tekanan darah, seledri
juga dapat mengurangi kolesterol tubuh, menyehatkan sendi, mencegah
kanker, menyuburkan rambut, mengobati bronchitis, mengatasi alergi
dan banyak mengandung vitamin C (Apriliano, 2012).
Manitol dan apiin, bersifat diuretik yaitu membantu ginjal
mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya
cairan dalam darah akan menurunkan tekanan darah. Potasium (kalium)
yang terkandung dalam seledri bermanfaat meningkatkan cairan
interselular dengan menarik cairan ekstraselular, sehingga terjadi
perubahan keseimbangan pompa natrium-kalium yang akan menyebabkan
penurunan tekanan darah. Salah satu strategi dalam penanganan hipertensi
adalah mengubah keseimbanagn Na+. Perubahan keseimbangan Na+
biasanya dilakukan dengan pemberian diuretik secara oral (Asmawati,
2015).
Rebusan daun seledri dapat mengontrol tekanan darah antara lain,
memberikan efek dilatasi pada pembuluh darah dan menghambat
angiotensin converting enzim (ACE). Penghambat sistem renin-
angiotensin dapat menurunkan kemampuan ginjal dalam meningkatkan
tekanan darah. Tekanan darah mulai turun sehari setelah pengobatan yang
diikuti dengan membaiknya tidur terasa nyaman, dan jumlah urin yang
dikeluarkan meningkat. Seledri mengandung flevonoid, saponi, tanin 1%
minyak asiri 0,033 %, flavuglukosida (apiin), apigenin, fitosterol, kolin,
lipase, pthalides, asparagine, zat pahit, vitamin (A,B dan C), apiin minyak
menguap, apigenin dan alkaloid (Asmawati, 2015).
a. Alat dan bahan :
1. 40 gr seledri
2. Air
3. Gelas
4. Panci
b. Prosedur kerja
1. Mencuci 40 gr seledri sampai bersih
2. Seledri dipotong-potong kasar
3. Kemudian seledri dimasukkan didalam panci
4. Tambahkan 1 gelas air bersih 200 ml lalu rebus sampai
airnya tersisa 3/4nya
5. Angkat dan tuang kedalam gelas. Rebusan daun seledri siap
disajikan/diminum.
c. Cara pemberian rebusan daun seledri
Penggunaan ekstrak daun seledri untuk hipertensi dengan
cara di rebus. Membuat rebusan daun seledri sebanyak 16 batang
dan air 300 cc di rebus menjadi 200 cc kurang lebih selama 15
menit setelah dingin segera di saring, dibagi menjadi 2 , diminum
dipagi hari 100 cc dan di siang hari 100 cc. Dengan dilakukan
selama kurang lebih tujuh hari pemberian (Nuryanti, 2011).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Menurut (Depkes, 2011), asuhan keperawatan pada lansia adalah s
uatu rangkaian kegiatan dari proses keperawatan yang ditujukan pada lansi
a. Kegiatan tersebut meliputi pengkajian kepada lansia dengan memerhatik
an kebutuhan biologis, psikologis, kultural dan spritual. Status kesehatan p
ada lansia dikaji secara komprehensif, akurat dan sistematis. Pengkajian p
ada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan keluarga seb
agai orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan lansia.

a. Identitas Pasien
Meliputi: nama pasien, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, status perkawinan, dan alamat.
b. Struktur Keluarga
Genogram merupakan silsilah 3 generasi dari keluarga lansia berupa
skema keluarga dan riwayat keluarga.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada bagian kepala, berat pada
bagian tengkuk dan mengalami kesulitan tidur.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Lansia biasanya mengeluh rasa nyeri, sakit, pada bagian kepala.
Gejala lain yang dapat menyertai yaitu demam, menggigil,
malaise. Lansia biasanya akan terbangun pada malam hari karena
rasa sakit.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan atau pengobatan yang
pernah dijalani oleh lansia.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari
pihak lansia khususnya dengan penyakit hipertensi.
d. Pola Fungsi Kesehatan
1) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Lansia biasanya sering merasa tidak berguna dan menyusahkan
keluarga dengan penyakitnya. Biasanya pasien juga tidak
mengetahui tentang penyakit hipertensi sehingga jarang merawat
diri dan menjaga pola hidup sehat.
2) Hubungan dengan lingkungan
Hubungan lansia dengan lingkungan biasanya sudah berkurang
karena faktor penyakit yang dialami pasien menyebabkan
keterbatasan pasien untuk aktif beraktivitas dan bersosialisasi
dilingkungannya.
3) Keadaan pekerjaan, perumahan dan ekonomi
Lansia biasanya tidak bekerja karena sudah lanjut usia dan
penurunan fungsi tenaga pasien akibat penyakit yang bisa
menurunkan fungsi pandangan dan ekstremitas pada lansia.
Perumahan ini biasanya menggambarkan kondisi tempat tinggal
pasien, keadaan disekitar rumah pasien. Biasanya ekonomi ini
menggambarkan bagaimana biaya kehidupan pasien sehari-hari,
siapa yang membiayai kehidupan pasien setiap bulannya, apakah
pasien masih berpenghasilan sendiri atau tidak sama sekali.
4) Pelayanan kesehatan dan harapan
Lansia biasanya menggunakan jasa pelayanan kesehatan
menggunakan kartu jaminan kesehatan bagi yang mempunyai atau
datang berobat secara umum ke puskesmas, rumah sakit, atau
praktek klinik terdekat untuk mencek kondisi kesehatannya saat ini.
Biasanya pasien memiliki harapan untuk bisa sembuh dan bisa
menjalani hidup dengan tidak membani keluarga karena
penyakitnya.
5) Mekanisme Koping
a) Koping adaptif
Lansia biasanya menyadari tentang penurunan fungsi tubuh
yang dialaminya akibat penyakit hipertensi dan akan bercerita
kepada orang terdekat tentang masalah yang dirasakan.
b) Koping maladaptif
Lansia biasanya sering menahan sakitnya sendiri dan tidak mau
berobat.

e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : biasanya meningkat karena elastisitas aorta dan pe
mbuluh darah menurun serta fungsi jantung dalam memompa darah
menurun
Nadi : biasanya meningkat
Pernapasan : biasanya meningkat
Suhu : biasanya dalam batas normal
2) Kepala dan rambut
Biasanya kulit kepala bersih, tidak ada lesi, berwarna putih, mulai
rontok
3) Mata
Biasanya sebagian pasien ada yang mengalami katarak, penglihatan
kabur, lapang pandang menurun, biasanya konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik.
4) Telinga
Biasanya terdapat serumen, pendengaran mulai berkurang, telinga
simetris kiri-kanan.
5) Hidung
Biasanya lubang hidung bersih, simetris kiri dan kanan, tidak ada
polip, tidak ada lendir, penciuman baik.
6) Mulut
Biasanya mukosa bibir lembab, lidah bersih, gigi mulai ompong,
tampak ada karies gigi.
7) Leher
Trakea : biasanya tidak terjadi pergeseran, tidak pembesaran
kelenjer tiroid
JVP : biasanya normal (5-2 cm H2O)
8) Thorak
I : biasanya simetris kiri dan kanan, pergerakan dinding dada
teratur
P : biasanya fremitus sama kiri kanan
P : biasanya sonor
A : biasanya vesikuler
9) Jantung
I : biasanya ictus cordis tidak terlihat
P : biasanya ictus cordis teraba di RIC V
P : biasanya batas-batas jantung jelas
A: biasanya bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada bunyi
tambahan, reguler
10) Abdomen
I : biasanya tidak terdapat distensi abdomen maupun asites
A : biasanya bising dan peristaltik usus melambat (<10x/menit)
P : biasanya tidak ada asites, tidak ada nyeri lepas tekan
P : biasanya tympani
11) Ekstremitas
Kekuatan otot: biasanya sedikit menurun karena tendon menger
ut, serta penurunan massa otot.
I: Biasanya terjadi pembengkakan dan nyeri, sakit, kaku pada
sendi kaki, sendi jari tangan, pergelangan tangan dan siku dan
dapat disertai pembengkakan sendi nodular yang besar.
P: terdapat nyeri tekan pada sendi yang mengalami
pembengkakan
12) Integumen
I : biasanya terdapat perubahan pigmen dan flek hitam, kulit
mulai mengeriput
P : biasanya akral teraba hangat, elastisitas kulit menurun

f. Pemeriksaan penunjang
Biasanya kadar asam urat diatas normal dimana kadar asam
urat normal pada laki-laki dewasa 3,4-7,0 mg/dL dan pada peremp
uan dewasa 2,4-5,7 mg/dL (Herliana, 2013).
g. Status kognitif/Afektif/Sosial
1) Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Biasanya tingkat kesadaran pasien lanjut usia apatis atau
delirium.
2) Mini-Mental State Exam (MMSE)
Biasanya lansia mengalami kerusakan intelektual dari ringan
sampai kerusakan intelektual berat.
3) Inventaris Depresi Beck
Biasanya lansia bisa mengalami depresi ringan hingga depresi
berat karena memikirkan penyakitnya.

2. Diagnosa Keperawatan
Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk menentukan diagnos
is keperawatan. Diagnosis keperawatan dapat berupa diagnosis keperawata
n individu maupun diagnosis keluarga dengan lansia. Diagnosis keperawat
an keluarga dengan lansia yang bisa ditegakkan yaitu ketidakefektifan man
ajemen kesehatan keluarga. Diagnosis tersebut didefinisikan sebagai pola
pengaturan dan pengintegrasian ke dalam proses keluarga, suatu program
untuk pengobatan penyakit yang tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan
kesehatan tertentu dari unit keluarga. Diagnosis tersebut ditegakkan berdas
arkan beberapa batasan karakteristik yaitu adanya percepatan gejala penya
kit pada anggota keluarga, adanya aktivitas keluarga yang tidak sesuai den
gan tujuan kesehatan, menyatakan keinginan untuk memanajemen penyaki
t dan mengungkapkan kesulitan dengan regimen yang ditentukan.
Menurut Nanda 2015, kemungkinan diagnosa keperawatan yang
muncul pada lansia dengan hipertensi pada keluarga :
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis :
peningkatan tekanan vaskuler serebral
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya kontrol
tidur
d. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
e. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan afterload

3. Intervensi Keperawatan
Tahap intervensi keperawatan memberikan kesempatan kepada perawat, pasien dan keluarga dan orang terdekat pasien
untuk merumuskan rencana tindakan keperawatn guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Intervensi keperawatan ini
merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap
pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan (NIC & NOC, 2015).
...................
N NANDA NOC NIC
O
1 Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan • Kaji nyeri secara komprehensif
keperawatan …x 24 jam klien dapat meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
agen pencidera fisiologis :
mengontrol nyeri dengan kriteria : frekuensi, kualitas, intensitas
peningkatan tekanan vaskuler 1. Mengenal faktor nyeri • Observasi reaki nonverbal dan
2. Tindakan pertolongan non- ketidaknyamanan
serebral
farmakologi • Gunakan komunikasi terapeutik agar
3. Mengenal tanda pencetus nyeri klien dapat mengekspresikan nyeri
untuk mencari pertolongan • Ajarkan
4. Melaporkan nyeri berkurang dengan • penggunaan teknik non farmakologi :
menggunakan manajemen nyeri teknik relaksasi progresif
5. Menyatakan rasa nyaman setelah • Berikan analgetik sesuai anjuran
nyeri berkurang • Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
• Cek instruksi dokter tentang jenis,
obat, dosis dan frekuensi
2 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan • Ciptakan suasana lingkungan yang tenang
berhubungan dengan kurangnya keperawatan …x 24 jam tidak terjadi dan nyaman
kontrol tidur gangguan pola tidur dengan kriteria : • Beri kesempatan klien untuk
1. Jumlah jam tidur dalam batas istirahat/tidur
normal 6-8 jam/hari • Evaluasi tingkat stress
2. Tidak menunjukkan perilaku gelisah • Monitor keluhan nyeri kepala
Wajah tidak pucat dan • Lengkapi jadwal tidur secara teratur
konjungtiva tidak anemis
3 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen energy
ketidakseimbanga n antara suplai keperawatan …x 24 jam tidak terjadi  Tentukan keterbatasan klien terhadap
dan kebutuhan oksigen intoleransi aktifitas dengan kriteria : aktifitas
1 Meningkatkan energy untuk  Tentukan penyebab lain kelelahan
melakukan aktifitas sehari-hari  Observasi asupan nutrisi sebagai sumber
2 Menunjukkan penurunan gejala- energy yang adekuat
gejala intoleransi aktifitas  Observasi respons jantung terhadap
aktivitas (mis. Takikardia, disritmia,
dyspnea, diaphoresis, pucat, tekanan
hemodinamik dan frekuensi pernafasan)
 Dorong klien melakukan aktifitas
sebagai sumber energy
4 Resiko penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan  Kaji TTV
b.d perubahan afterload keperawatan…x 24 jam tidak terjadi  Berikan lingkungan tenang, nyaman,
penurunan curah jantung dengan kurangi aktivitas, batasi jumlah
kriteria : pengunjung
1. TTV dalam batas normal TD :  Pertahankan pembatasan aktivitas seperti
S : 120-140 mmHg D : 80- istirahat ditempat tidur/kursi
90 mmHg  Bantu melakukan aktivitas perawatan diri
N : 60-100x/mnt RR : 12- sesuai kebutuhan
24 x/mnt
T : 36.5-37.5
2. Berpartisipasi dalam aktivitas yang
menurunkan TD
3. Mempertahankan TD
dalam rentang yang apat
diterima
T : 36.5-37.5
4. Konsep Teoritis Evidence Based Dalam Asuhan Keperawatan
Tentang Pengaruh Pemberian Terapi Rebusan Daun Saledri (Apium
Gra Veolens) untuk Menurunkan Tekanan Darah
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah secara bertahap.
Batas normal tekanan darah ialah tekanan darah sistolik sebesar 120-
140mmHg dan tekanan darah diastolik 80-90mmHg. Seseorang
dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90
mmHg (World Health Organization, 2018).
Pada lansia perubahan struktur dan fungsi pada sistem pembuluh
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi.
Perubahan tersebut meliputi ateklorosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang akan
menurunkan kemampuan distensi daya regang pembuluh darah. Hal
tersebut menyebabkan aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume secungkup) sehingga terjadi penurunan curah jantung dan
peningkatan tekanan perifer (Manurung, 2018).
Penatalaksanaan hipertensi secara umum dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu secara farmakologi dan secara non-
farmakologi. Penatalaksanaan farmakologi dengan memperhatikan
tingkat kepatuhan dan mekanisme kerja, terdiri dari obat diuretik,
vasodilator, simpatetik, betabloker. Mengonsumsi obat dalam jangka
waktu panjang bisa menimbulkan efek yang tidak baik bagi tubuh.
Penatalaksanaan non farmakologi yaitu dengan menjaga berat
badan ideal, mengurangi konsumsi makanan yang berlemak, olahraga
secara teratur, dan dengan terapi komplementer seperti rebusan daun
seledri (Alamsyah, Nurhidayat, & Rosjidi,2017).
Tumbuhan seledri kaya akan kandungan senyawa apiin yang
merupakan suatu senyawa yang bersifat diuretik dan mampu
melebarkan pembuluh darah. Seledri mengandung apigenin yang
berfungsi sebagai beta blocker yang dapat memperlambat detak jantung
dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran darah yang
terpompa lebih sedikit dan tekanan darah menjadi berkurang. Selain itu,
seledri juga mengandung flavonoid,vitamin C, kalsium, dan
magnesium yang dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi.
(Oktadoni & Fitria, 2016).

a) Definisi Seledri
Seledri (Apium Graveolens L.) adalah sayuran dan tumbuhan obat
yang bisa digunakan sebagai bumbu masakan. Di Indonesia Tumbuhan
ini di perkenalkan oleh penjajah belanda dan digunakan daunnya untuk
menyedapkan sup atau sebagai lalap (Astrid, 2016)

b) Kandungan Seledri
Daun seledri banyak mengandung apiin yang merupakan suatu
senyawa yang bersifat diuretik dan dapat melebarkan pembuluh darah ,
kandungan Apigenin dalam seledri berfungsi sebagai beta blocker yang
dapat memperlambat detak jantung dan menurunkan kekuatan kontraksi
jantung sehingga aliran darah yang terpompa lebih sedikit sehingga dapat
menurunkan tekanan darah (Fauzi Ahmad, 2018).
Manitol dan apiin, bersifat diuretik yaitu membantu ginjal
mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya
cairan dalam darah akan menrunkan tekanan darah. Potasium (kalium)
yang terkandung dalam seledri bermanfaat meningkatkan cairan
interselular dengan menarik cairan ekstraselular, sehingga terjadi
perubahan keseimbangan pompa natrium-kalium yang akan
menyebabkan penurunan tekanan darah. Salah satu strategi dalam
penanganan hipertensi adalah mengubah keseimbanagn Na+. Perubahan
keseimbangan Na+ biasanya dilakukan dengan pemberian diuretik secara
oral (Asmawati, 2015).
c) Metode Pembuatan Daun Seledri
1 Alat dan bahan :
a. 40 gr seledri
b. Air
c. Gelas
d. Panci
2. Prosedur kerja
a. Mencuci 40 gr seledri sampai bersih
b. Seledri dipotong-potong kasar
c. Kemudian seledri dimasukkan didalam panci
d. Tambahkan 1 gelas air bersih 200 ml lalu rebus sampai
airnya tersisa 3/4nya
e. Angkat dan tuang kedalam gelas. Rebusan daun seledri siap
disajikan/diminum.
3. Cara pemberian rebusan daun seledri
Penggunaan ekstrak daun seledri untuk hipertensi dengan
cara di rebus. Membuat rebusan daun seledri sebanyak 16 batang
dan air 300 cc di rebus menjadi 200 cc kurang lebih selama 15
menit setelah dingin segera di saring, dibagi menjadi 2 , diminum
dipagi hari 100 cc dan di siang hari 100 cc. Dengan dilakukan
selama kurang lebih tujuh hari pemberian (Nuryanti, 2011).

d) Seledri dalam Hubungannya dengan Penurunan Tekanan Darah


................
Unsur-unsur yang terdapat dalam seledri yang dapat
menurunkan tekanan darah adalah flavanoid, fitosterol, apigenin,
apiin, vitamin k, dan vitamin c yang dapat berperan pada efek
diuretik dan mempertahankan elastisitas pembuluh darah. Dengan
demikian seledri memiliki peranan mekanisme dalam penurunan
tekanan darah.
(1) Flavonoid : flavonoid dapat menghalau penyakit degeneratif.
Flavonoid dapat bertindak sebagai quencer atau penstabil
oksigen. Salah satu flavpnoid yang berkhasiat seperti itu adalah
quercetin. Senyawa ini beraktivitas sebagai antioksidan dengan
melepaskan atau menyumbangkan ion hidogen kepada radikal
bebas peroksi agar menjadi lebih stabil. Aktivitas tersebut
menghalangi reaksi oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang
menyebabkan darah mengental, sehingga mencegah
pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah.

(2) Apigenin
Apigenin di seledri sangat bermanfaat untuk mencegah
penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi.

(3) Vitamin C
Vitamin C dapat memperkuat otot jantung, vitamin C berperan
penting melalui proses metabolisme kolesterol, karena dalam
proses metabolisme kolesterol vitamin C dapat meningkatkan
laju kolesterol yang dibuang dalm bentuk asam empedu dan
mengatur metabolisme kolesterol.

(4) Fitosterol
Fitosterol adalah sterol yang terdapat dalam tanaman dan
mempunyai struktur mirip kolesterol. Secara alami fitosterol
dapat ditemukan di dalam sayuran, kacang-kacangan dan gan
dum. Fitosterol dapat membantu menurunkan kadar kolesterol
dengan cara menghambat penyerapan kolesterol di usus
sehingga membantu menurunkan jumlah kolesterol yang
memasuki aliran darah. Sehingga fitosterol dapat membantu
untuk menurunkan tekanan darah.

(5) Vitamin K
Berfungs untuk membantu proses pembekuan darah. Vitamin K
berpotensi mencegah penyakit serius seperti jantung dan strok
karena efeknya mengurangi pengerasan pembuluh darah oleh
faktor-fakor seperti timbunann plak kalsium.

(6) Apiin
Apiin bersifat diuretik yaitu membantuginjal mengeluarkan
kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh sehingga
berkurangnya cairan dalam darah sehingga dapat menurunkan
tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai