Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PENYAKIT MENULAR HIV/AIDS


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dari Bapak Muhamad Fauzi, S.KM.,
M.P.H Selaku Dosen Mata Kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi

Disusun Oleh:
NADIA ZULFA AMELIA
R2002011

YAYASAN INDRA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDRAMAYU
PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada saya sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas makalah tentang: Penyakit Menular HIV/AIDS

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Dasar

Kesehatan Reproduksi dan untuk menambah wawasan pengetahuan penulis dan

pembaca.

Banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka penyusunan makalah

ini.Namun berkat bantuan berbagai pihak, penulis menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Bapak Muhamad Fauzi, S.KM., M.P.H selaku dosen dasar kesehatan

reproduksi yang telah menugaskan pembuatan makalah ini

2. Ibu dan Bapak saya yang selalu memberikan semangat kepada saya dalam

mengerjakan tugas ini

Penulis menyadari bahwa maklah ini banyak kekurangan dan jauh dari

kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran pembaca sangatlah penulis harapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca pada

umunya.

Indramayu, 11 April 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................1
PEMBAHASAN...........................................................................................................1
Definisi Umum HIV AIDS.......................................................................................1
Struktur HIV............................................................................................................5
Perjalanan Infeksi HIV............................................................................................7
Penyebab Penyakit HIV/AIDS................................................................................8
Cara Penularan AIDS..............................................................................................9
Gejala dan stadium klinis Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired
Imunnodeficiency Syndrome (AIDS).....................................................................11
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan Hidup 5 tahun Pasien Human
Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Imunnodeficiency Syndrome (AIDS).
12
Tahapan yang terjadi dalam penularan AIDS.....................................................19
UPAYA PENCEGAHAN.......................................................................................20
BAB III.............................................................................................................................1
PENUTUP.....................................................................................................................1
1. KESIMPULAN.................................................................................................1
A. SARAN..............................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................2

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HIV/AIDS saat ini merupakan penyakit yang dianggap paling


menakutkan. WHO (World Health Organization), badan PBB untuk kesehatan
dunia, memperkirakan AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang sejak
pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Pada tahun 2005 saja, AIDS
diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa; lebih
dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah
kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat
pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan persediaan sumber daya manusia
di sana. Oleh karena itu, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling
mematikan dalam sejarah.

Selain itu, sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat
menyembuhkan penderita dari penyakit ini. Obat yang ada hanya berfungsi
untuk menghambat pertumbuhan virus dan memperpanjang masa hidup
penderita. Oleh karena itu, sangat penting untuk dilakukan diagnosa dini
terhadap penyakit ini karena penyakit ini merupakan penyakit yang tidak
menunjukkan gejala pada bulan-bulan pertama padahal pada masa tersebut
penderita sudah dapat menularkan penyakit HIV/AIDS ini kepada orang lain.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana uraian dari HIV/AIDS?


2. Bagaimana struktur dari virus HIV?
3. Bagaimana perjalanan virus HIV?
4. Apa yang menyebabkan penyakit AIDS?
5. Bagaimana cara penularan penyakit AIDS?
6. Bagaimana gejala penyakit HIV?
7. Apa saja faktor-faktor harapan hidup penderita HIV/AIDS?
8. Bagaimana tahapan yang terjadi dalam penularan penyakit AIDS ?
9. Bagaiamana cara mencegah penularan penyakit AIDS ?
C. Tujuan

1. Memaparkan mengenai definisi dari penyakit HIV/AIDS


2. Memaparkan struktur dari HIV/AIDS.
3. Memaparkan perjalanan penyakit HIV/AIDS.
4. Mengetahui cara penyebaran penyakit AIDS.
5. Mengetahui cara penularan HIV/AIDS
6. Memaparkan gejala HIV/AIDS
7. Mengetahui factor-faktor harapan hidup penderita HIV/AIDS.
8. Memaparkan tahapan terjadinya penyakit HIV/AIDS
9. Mengetahui upaya pencegahan penularan penyakit AIDS.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Umum HIV AIDS


HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan penyebab dari
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Virus HIV ini juga disebut
juga sebagai Human Lymphotropic Virus tipe III, Lymphadenophaty-
associated Virus ataupun Lymphadenophaty Virus. Virus HIV merupakan
retrovirus. Retrovirus adalah virus RNA yang mempunyai enzim reverse
transcriptase. Dengan menggunakan enzim reverse transcriptase, virus ini
menggunakan RNA sebagai cetakan untuk membuat DNA komplementer
yang dapat berintegrasi dengan DNA induk.

Gambar HIV

Sesuai dengan namanya, virus HIV hanya menyerang manusia


khususnya sistem kekebalan tubuh manusia yang melindungi tubuh dari
infeksi. Sel imun yang terinfeksi adalah CD4+ sel T, makrofag, dan sel

3
4

dendritik. CD4+ sel T secara langsung maupun tidak langsung


dihancurkan oleh virus tersebut. Infeksi HIV menyebabkan sistem kekebalan
tubuh akan semakin lemah. Keadaan ini akan membuat orang mudah diserang
beberapa jenis penyakit (sindrom) yang kemungkinan tidak mempengaruhi
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat. Penyakit tersebut disebut
sebagai infeksi oportunistik.

Jika seseorang didiagnosis terinfeksi HIV (HIV positif), orang tersebut


dapat tetap sehat tanpa gejala klinis sehingga disebut penyakit HIV tanpa
gejala. Setelah timbul gejala, maka disebut sebagai infeksi HIV bergejala atau
penyakit HIV lanjutan. Namun pasien HIV positif tidak langsung didiagnosis
menderita AIDS. AIDS itu sendiri merupakan kumpulan gejala dan infeksi
akibat melemahnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi
HIV. Beberapa negara mempunyai kriteria tertentu dalam mendiagnosis
pasien AIDS. Di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, seseorang
didiagnosis menderita AIDS ketika HIV membunuh CD4+ sel T hingga jumlah
CD4+ sel T dalam darah kurang dari 200 sel/µL darah akibatnya kekebalan
seluler menjadi hilang. Sedangkan di Kanada, orang yang terinfeksi HIV
didiagnosis menderita AIDS ketika muncul infeksi oportunistik.

Tanpa terapi antiretroviral, rata-rata waktu infeksi HIV berubah


menjadi penyakit AIDS adalah sekitar 9 hingga 10 tahun dan rata-rata harapan
hidup penderita AIDS adalah 9,2 bulan. Bagaimanapun perkembangan klinis
masing-masing pasien bervariasi, mulai dari 2 minggu hingga 20 tahun.
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ini, misalnya
kemampuan tubuh untuk melawan HIV yang bekaitan dengan sistem imun
tubuh. Pasien AIDS yang lebih tua mempunyai sistem imun tubuh yang lebih
lemah daripada pasien muda sehingga resiko perkembangan penyakit AIDS
menjadi lebih besar. Akses yang sulit untuk mencapai pelayanan kesehatan
dan kehadiran agen infeksi seperti TBC juga dapat memperburuk
perkembangan penyakit.
5

Gambaran umum hubungan antara multiplikasi HIV dan jumlah CD4 pada infeksi
HIV yang tidak diobati.

Keterangan:                      Jumlah CD4+ T Limfosit (sel/mm³)

                     HIV RNA kopi per mL plasma

B. Struktur HIV

HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili


Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus
RNA dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases). Jenis virus RNA dalam proses
replikasinya harus membuat sebuah salinan DNA dari RNA yang ada di
dalam virus. Gen DNA tersebut yang memungkinkan virus untuk bereplikasi.
Seperti halnya virus yang lain, HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel
pejantan. HIV merupakan virus yang memiliki selubung virus (envelope),
mengandung dua kopi genomik RNA virus yang terdapat di dalam inti. Di
dalam inti virus juga terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat
salinan RNA, yang diperlukan untuk replikasi HIV yakni antara lain: reverse
transcriptase, integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk
kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus.
6

Gambar 1. Struktur HIV


Virus HIV yang menyebabkan AIDS ini menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia. Yang dimaksud dengan sistem kekebalan adalah suatu sistem
dalam tubuh yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari masuknya bakteri
atau virus yang bertujuan menyerang sel, menyerang pertahan tubuh. Organ
dimana sistem kekebalan tubuh berada disebut lymphoid, memiliki peran
utama dalam mengembangkan lymphocytes (sel darah putih) yang secara
spesifik berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan virus, yang disebut
sebagai T cells, yang terbagi dalam beberapa sel (Sarafino, 2006), yaitu:
a. Killer T cells (sel CD-8), secara langsung menyerang dan menghancurkan
sel asing, sel kanker, dan sel tubuh yang telah diserang oleh antigen
(substansi yang memicu respon kekebalan tubuh), seperti virus.
b. Memory T cells, bekerja diawal infeksi dengan cara mengingatkan tubuh
akan adanya hal asing yang masuk ke dalam tubuh.
c. Delayed-hypersensitivity T cell, berfungsi untuk menunda reaksi
kekebalan tubuh, dan juga memproduksi substansi protein (lymphokines)
yang memicu T cells lainnya untuk tubuh, memproduksi dan menyerang
antigen.
d. Helper T cells (sel CD-4), berfungsi untuk menstimulasi sel darah putih
untuk diproduksi dan menyerang virus.
e. Suppressor T cells, berfungsi untuk secara perlahan-perlahan
menghentikan proses kerja sel dan kekebalan.
7

Sel dalam tubuh individu yang diserang oleh HIV adalah limfosit
Helper T-cell atau yang disebut juga sebagai limfosit CD-4, yang fungsinya
dalam kekebalan tubuh adalah untuk mengatur dan bekerja sama dengan
komponen sistem kekebalan yang lain. Bila jumlah dan fungsi CD-4
berkurang maka sistem kekebalan individu yang bersangkutan akan rusak
sehingga mudah dimasuki dan diserang oleh berbagai kuman penyakit.
Segera setelah terinfeksi maka jumlah CD-4 berkurang sedikit demi sedikit
secara bertahap meskipun ada masa yang disebut sebagai window periode,
yaitu periode yang tidak menunjukan gejala apapun, yang berlangsung sejak
masuknya virus hingga individu dinyatakan positif terpapar HIV. Gambaran
klinik yang berat, yang mencerminkan kriteria AIDS, baru timbul sesudah
jumlah CD-4 kurang dari 200/mm3 dalam darah. (yayasan spiritia, 2006).
Perjalanan Infeksi HIV
Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase,
yaitu: (1) Fase Infeksi Akut (Sindroma Retroviral Akut); (2) Fase Infeksi Laten; (3)
Fase Infeksi Kronis.3
a. Fase Infeksi Akut (Sindroma Retroviral Akut)
Keadaan ini disebut juga infeksi primer HIV. Sindroma akut yang terkait
dengan infeksi primer HIV ini ditandai oleh proses replikasi yang menghasilkan
virus-virus baru (virion) dalam jumlah yang besar. Virus yang dihasilkan dapat
terdeteksi dalam darah dalam waktu sekitar tiga minggu setelah terjadinya
infeksi. Pada periode ini protein virus dan virus yang infeksius dapat dideteksi
dalam plasma dan juga cairan serebrospinal, jumlah virion di dalam plasma dapat
mencapai 106 hingga 107 per mililiter plasma. Viremia oleh karena replikasi
virus dalam jumlah yang besar akan memicu timbulnya sindroma infeksi akut
dengan gejala yang mirip infeksi mononukleosis akut yakni antara lain: demam,
limfadenopati, bercak pada kulit, faringitis, malaise, dan mual muntah, yang
timbul sekitar 3–6 minggu setelah infeksi. Pada fase ini selanjutnya akan terjadi
penurunan sel limfosit T-CD4 yang signifikan sekitar 2–8 minggu pertama
infeksi primer HIV, dan kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai
terjadi respons imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih diatas 500 sel/mm 3
dan kemudian akan mengalami penurunan setelah enam minggu terinfeksi HIV.
8

b. Fase Infeksi Laten


Setelah terjadi infeksi primer HIV akan timbul respons imun spesifik
tubuh terhadap virus HIV. Sel sitotoksik B dan limfosit T memberikan
perlawanan yang kuat terhadap virus sehingga sebagian besar virus hilang dari
sirkulasi sistemik. Sesudah terjadi peningkatan respons imun seluler, akan terjadi
peningkatan antibodi sebagai respons imun humoral. Selama periode terjadinya
respons imun yang kuat, lebih dari 10 milyar HIV baru dihasilkan tiap harinya,
namun dengan cepat virus-virus tersebut dihancurkan oleh sistem imun tubuh dan
hanya memiliki waktu paruh sekitar 5–6 jam. Meskipun di dalam darah dapat
dideteksi partikel virus hingga 10 8 per ml darah, akan tetapi jumlah partikel virus
yang infeksius hanya didapatkan dalam jumlah yang lebih sedikit, hal ini
menunjukkan bahwa sejumlah besar virus telah berhasil dihancurkan.
Pembentukan respons imun spesifik terhadap HIV menyebabkan virus dapat
dikendalikan, jumlah virus dalam darah menurun dan perjalanan infeksi mulai
memasuki fase laten. Namun demikian sebagian virus masih menetap di dalam
tubuh, meskipun jarang ditemukan di dalam plasma, virus terutama terakumulasi
di dalam kelenjar limfe, terperangkap di dalam sel dendritik folikuler, dan masih
terus mengadakan replikasi. Sehingga penurunan limfosit T-CD4 terus terjadi
walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-
CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm.
Jumlah virus, setelah mencapai jumlah tertinggi pada awal fase
infeksi primer, akan mencapai jumlah pada titik tertentu atau mencapai
suatu "set point" selama fase laten. Set point ini dapat memprediksi onset
waktu terjadinya penyakit AIDS. Dengan jumlah virus kurang dari 1000
kopi/ml darah, penyakit AIDS kemungkinan akan terjadi dengan periode
laten lebih dari 10 tahun. Sedangkan jika jumlah virus kurang dari 200
kopi/ml, infeksi HIV tidak mengarah menjadi penyakit AIDS. Sebagian
besar pasien dengan jumlah virus lebih dari 100.000 kopi/ml, mengalami
penurunan jumlah limfosit T-CD4 yang lebih cepat dan mengalami
perkembangan menjadi penyakit AIDS dalam kurun waktu kurang dari 10
tahun. Sejumlah pasien yang belum mendapatkan terapi memiliki jumlah
virus antara 10.000 hingga 100.000 kopi/ml pada fase infeksi laten. Pada
9

fase ini pasien umumnya belum menunjukkan gejala klinis atau


asimtomatis. Fase laten berlangsung sekitar 8–10 tahun (dapat 3-13 tahun)
setelah terinfeksi HIV.
c. Fase Infeksi Kronis
Selama berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi
replikasi virus yang diikuti dengan kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler
serta sel limfosit T-CD4 yang menjadi target utama dari virus HIV oleh karena
banyaknya jumlah virus. Fungsi kelenjar limfa sebagai perangkap virus menurun
atau bahkan hilang dan virus dicurahkan ke dalam darah. Pada fase ini terjadi
peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. respons
imun tidak mampu mengatasi jumlah virion yang sangat besar. Jumlah sel
limfosit T-CD4 menurun hingga dibawah 200 sel/mm 3, jumlah virus meningkat
dengan cepat sedangkan respons imun semakin tertekan sehingga pasien semakin
rentan terhadap berbagai macam infeksi sekunder yang dapat disebabkan oleh
virus, jamur, protozoa atau bakteri. Perjalanan infeksi semakin progresif yang
mendorong ke arah AIDS. Setelah terjadi AIDS pasien jarang bertahan hidup
lebih dari dua tahun tanpa intervensi terapi. Infeksi sekunder yang sering
menyertai antara lain: pneumonia yang disebabkan Pneumocytis carinii,
tuberkulosis, sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare akibat kriptosporidiasis,
infeksi virus sitomegalo, infeksi virus herpes, kandidiasis esofagus, kandidiasis
trakea, kandidiasis bronkhus atau paru serta infeksi jamur jenis lain misalnya
histoplasmosis dan koksidiodomikosis. Kadang-kadang juga ditemukan beberapa
jenis kanker yaitu, kanker kelenjar getah bening dan kanker sarkoma Kaposi's.
Selain tiga fase tersebut di atas, pada perjalanan infeksi HIV
terdapat periode masa jendela atau "window period" yaitu, periode saat
pemeriksaan tes antibodi terhadap HIV masih menunjukkan hasil negatif
walaupun virus sudah ada dalam darah pasien yang terinfeksi HIV dengan
jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi
melalui pemeriksaan laboratorium oleh karena kadarnya belum memadai.
Periode ini dapat berlangsung selama enam bulan sebelum terjadi
serokonversi yang positif, meskipun antibodi terhadap HIV dapat mulai
terdeteksi 3–6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer. Periode
10

jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini pasien
sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain.

Penyebab Penyakit HIV/AIDS


AIDS merupakan stadium akhir dari infeksi HIV. Pada umumnya
AIDS berujung pada kematian. HIV merupakan retrovirus yang mempunyai
materi genetik RNA. Tidak semua virus RNA merupakan retrovirus,
misalnya seperti virus campak atau virus flu merupakan virus RNA tetapi
bukan retrovirus. Yang menjadi ciri khas retrovirus adalah proses replikasi
dilakukan mundur (backward replication). HIV disebut retrovirus karena
kemampuannya merubah RNA menjadi DNA, yang merupakan proses
terbalik dari apa yang biasanya terjadi di dalam sel (biasanya, DNA dirubah
menjadi RNA oleh inti sel untuk menyampaikan perintah kepada bagian sel
lainnya). Bila virus masuk ke dalam tubuh penderita (sel hospes) maka RNA
virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase yang dimiliki
oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel
hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus.
Sistem imun manusia dibagi menjadi dua yaitu sistem imun
spesifik dan sistem imun non spesifik. Virus HIV menyerang sistem imun
spesifik yaitu sistem imun selular khususnya adalah T helper CD4. Sel T
helper CD4 adalah sel T yang telah disintesis dari kelenjar timus dan akan
terbawa sirkulasi darah sehingga masuk ke dalam limfa dan bermigrasi ke
dalam jaringan limfatik, kemudian bermigrasi kembali ke dalam sirkulasi
darah, hingga suatu saat terjadi terstimulasi oleh antigen tertentu dengat
ikatan pada molekul MHC kelas II. Apabila virus HIV masuk dalam
badan,dia akan mulai merusakkan sel T helper CD4. Sel CD4 bertindak
sebagai utusan kepada sel-sel sistem pertahanan tubuh badan yang lain,
memberitahu mereka untuk melawan mikroorganisme yang berbahaya.
HIV melekat dan menjangkiti sel CD4 dan mejadikan sel CD4 sebagai
tempat untuk menggandakan virus HIV. Dalam proses ini, sel CD4 yang
telah terjangkit kehilangan kekuatannya untuk melawan penyakit.
11

Cara Penularan AIDS

AIDS adalah penyakit hubungan seksual (PHS). Hal ini berarti


penyakit tersebut didapatkan melalui hubungan seksual yang tidak
terlindung dengan seseorang yang terinfeksi. Juga dapat didapatkan dari
kontak darah dengan darah bersama orang yang terinfeksi. HIV
menginfeksi sel-sel darah putih. Kebanyakan sel-sel darah putih
ditemukan dalam dua jenis cairan tubuh yang penting : darah dan semen
(cairan tempat hidupnya sperma dan sel-sel darah putih). Tetapi banyak
juga terdapat HIV yang menginfeksi sel-sel darah putih dalam cairan
vagina (termasuk darah menstruasi) dan air susu ibu (ASI) dari orang yang
terinfeksi HIV. HIV dapat menyebar ketika darah, semen, atau cairan
vagina dari orang yang terinfeksi memasuki tubuh orang lain. Hal ini dapat
terjadi dengan empat cara yang mendasar yaitu :
1. HIV dapat tertular dengan melakukan hubungan seksual yang tidak
terlindung melalui hubungan vagina, anal atau oral dengan seseorang
yang terinfeksi.
Vagina, rectum, uretra, mulut dan tenggorokan semuanya
dilapisi oleh lapisan sel-sel spongiosa (seperti busa) disebut membrane
mukosa. Dibawah membrane mukosa adalah pembuluh darah. Bila
seseorang melakukan hubungan sek vagina, anal, atau oral HIV dalam
darah, semen, atau cairan vagina dari orang yang terinfeksi dapat
mengalir kedalam mukosa tersebut seperti halnya air yang diserap oleh
busa. Lapisan dari vagina terbentuk dari banyak lapisan membrane
mukosa, dan pembuluh darah yang terdapat didalamnya terletak jauh
dipermukaan dalam.
Tidak seperti vagina, rectum tidak dapat meregang dengan
mudah ketika melakukan hubungan seks anal, sangat mudah bagi virus
HIV untuk masuk kedalam alran darah melalui lapisan membrane
mukosa yang tipis dan sangat mudah mengakibatkan luka pada lapisan
tersebut. Virus HIV pada semen laki-laki yang terinfeksi dapat
menggunakan luka tersebut sebagai jalan masuk ke dalam aliran darah
12

pasangannya. Hubungan seks anal kemungkinan merupakan


hubungan seks yang paling beresiko.
2. HIV dapat tertular dengan menggunakan jarum hypodermis atau
peralatan dari seseorang yang terinfeksi.
Orang menggunakan obat terlarang dengan banyak cara, salah
satu yang paling berbahaya dengan menyuntikkan obat apalagi ketika
jarum itu terinfeksi oleh HIV, apalagi jika digunakan dengan bersama-
sama. Setelah seseorang dengan HIV menggunakan jarum atau alat
suntik untuk menyuntik, setetes kecil darah terinfeksi tertinggal dalam
jarum dan alat suntikan. Maka bila anda menggunakan alat yang sama
tidak menutup kemungkinan anda akan tertular.
3. Penularan Melalui Tranfusi Darah
Tranfusi darah adalah ketika anda mendapatkan darah atau
komponen darah yang diberikan (didonorkan) oleh orang lain.
Sebelum tahun 1985, sejumlah orang mendapakan tranfusi darah
karena mereka diberikan darah yang terinfeksi oleh HIV.
4. Wanita Hamil Pengidap HIV
Wanita hamil dapat menularkan virus pada bayi yang ada
didalam kandungannya. Janin mendapatkan makanan dari ibunya
melalui plasenta dan tali pusat, sekelompok pembuluh darah yang
menghubungakan bayi pada bunya pada pusat bayi (dibawah perut).
Bila wanita yang hamil memiliki HIV dalam darahnya, akan
memungkinkan.bahwa wannita tersebut akan menularkan virus pada
jannin nya selama kehamilan atau selama kelahiran bayi tersebut
bayinya akan terlahir dengan HIV. Walauupun kurang umum juga
memungkinkan bahwa ibu yang terinfeksi dapat menularkan virus
pada anaknya bila ia menyusui bayinya, karena HIV juga terdapat
dalam ASI.

C. Gejala dan stadium klinis Human Immunodeficiency Virus (HIV) /


Acquired Imunnodeficiency Syndrome (AIDS)
13

Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan


klasifikasi klinis WHO atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk
keperluan surveilans epidemiologi dibuat apabila menunjukkan tes
HIVpositif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu
gejala minor.

Menurut WHO, stadium klinis HIV/AIDS dibedakan menjadi


14

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan Hidup 5 tahun Pasien


Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Imunnodeficiency
Syndrome (AIDS).
Angka Harapan Hidup (Survival Rate) merupakan lama hidup
manusia di dunia. Harapan hidup 5 tahun adalah rata-rata tahun hidup yang
masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai 5 tahun,
pada suatu tahun tertentu dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan
masyarakatnya.24 Prevalensi HIV pada orang dewasa dan tingkat kematian di
bawah 5 tahun mengalami peningkatan di negara dengan prevalensi HIV
yang tinggi dan dapat pula mengalami penurunan pada negara dengan
prevalensi HIV yang cukup tinggi atau rendah. Menurut Journal of Acquired
Immune Deficiency Syndromes, harapan hidup pasien HIV/AIDS meningkat
secara bermakna selama 15 tahun terakhir, tetapi usia tetap lebih singkat 21
15

tahun dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Harapan


hidup 5 tahun pasien HIV/AIDS ditentukan oleh berbagai macam faktor:
1. Virus
a. Plasma viral (Viral load)
Plasma viral (viral load) merupakan suatu indikator langsung
dari keseluruhan jumlah sel yang diproduksi oleh virus pada seseorang
yang terinfeksi HIV. Dalam pengukuran HIV RNA di dalam darah
dapat secara langsung mengukur besarnya replikasi virus dan
memiliki peran yang penting dalam perjalanan infeksi HIV.
Pemeriksaan viral load HIV dilakukan oleh para klinisi sebagai
prediktor yang lebih baik daripada pemeriksaan sel limfosit T-CD4.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang
dilakukan oleh John W. Mellors, MD dkk dari Universitas Pittsburg,
didapatkan hubungan yang kuat antara viral load dengan kecepatan
penurunan jumlah limfosit T-CD4. Terdapat pula penelitian yang
dilakukan R. Baker mengungkapkan bahwa semakin rendah viral
load, semakin lama waktu yang diperlukan untuk menjadi AIDS dan
semakin lama waktu ketahanan hidupnya. Sebaliknya, pasien dengan
plasma viral load yang tinggi dapat mengalami perkembangan
menjadi AIDS dalam waktu yang lebih pendek oleh karena produksi
virus dalam jumlah yang besar akan membuat kemampuan dan tenaga
host menurun untuk menekan kerusakan limfosit T-CD4 sehingga
limfosit T-CD4 tersebut menjadi lebih cepat habis.
Pemeriksaan viral load HIV juga sering digunakan untuk
menentukan efektivitas atau kegagalan terapi antiretroviral (ARV).
Pengukuran plasma viral load secara serial dan berkala dapat
membantu dokter untuk menentukan waktu permulaan pemberian
terapi ARV sehingga dapat menghambat progresivitas penyakit yang
akan mempengaruhi harapan hidup pasien HIV.
b. Resistensi virus
14

Selama ini untuk mengendalikan perkembangan virus HIV


digunakan terapi kombinasi ARV. Apabila pasien tidak sangat patuh
terhadap pengobatannya, virus secara cepat menghilangkan
kerentanan terhadap kombinasi obat tersebut. Resistensi akan obat
dapat terjadi karena mutasi dari struktur genetik HIV yang berbentuk
RNA, satu untai protein yang digunakan virus saat menginjeksi sel
dan memproduksi virus baru. Mutasi sangat umum terjadi karena laju
produksi yang terlalu cepat dan tidak adanya protein yang dapat
memperbaiki kesalahan saat mengkopi materi genetik.
Perkembangan HIV dengan berbagai mutasi yang resistan
pada orang yang menerima terapi ARV dikaitkan dengan kegagalan
pengobatan dan peningkatan mortalitas. Menurut The New England
Journal of Medicine, dengan adanya resistensi virus HIV terhadap
sebagian antiretroviral maka akan semakin sulit mencegah
berkembangnya infeksi HIV menjadi AIDS dan dapat menyebabkan
kematian.
2. Pasien
a. Jenis Kelamin
Pedoman terapi infeksi HIV yang didasarkan pada viral load
daripada limfosit T-CD4 akan menyebabkan perbedaan dalam hal
kelayakan untuk pengobatan ARV menurut jenis kelamin. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Homayoon Farzadegan, dkk didapatkan
bahwa viralload lebih rendah pada wanita dibandingkan dengan pria
meskipun memiliki jumlah CD4 yang sama. 12 Meskipun tingkat awal
HIV-1 RNA lebih rendah pada wanita dibandingkan pria, namun tingkat
progresi menjadi AIDS antara wanita dengan pria hasilnya tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Selain itu, menurut penelitian
Timothy R. Sterling, dkk didapatkan hasil yang sama dengan penelitian
sebelumnya yakni viral load relatif rendah memiliki nilai prediktif yang
sama untuk berkembang menjadi AIDS, bahkan viral load yang sama
mutlak memberikan risiko AIDS yang berbeda di kalangan pria dan
wanita.
14

b. Usia
Usia merupakan faktor penentu utama kematian bagi banyak
penyakit termasuk infeksi HIV.32 Dengan meningkatnya usia pada saat
infeksi HIV, perkembangan HIV menjadi AIDS menjadi lebih cepat.
Pada penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa pada orang yang
usianya semakin tua, kelenjar timus yang merupakan lokasi penting
untuk maturasi limfosit T akan mengalami involusi. Meningkatnya usia
juga berhubungan dengan menurunnya fungsi sel T, berkurangnya
populasi sel T, dan semakin rendah jumlah sel T sitotoksik CD8. Fungsi
timus dan produksi sel T juga dihambat oleh adanya infeksi HIV. Karena
dipengaruhi oleh proses tersebut, maka perubahan–perubahan yang
terjadi di dalam sistem imun menyebabkan progresivitas infeksi HIV
pada orang yang lebih tua menjadi lebih nyata. Progresivitas yang tinggi
untuk menjadi AIDS dan berkurangnya harapan hidup pada pasien HIV
yang lebih tua juga telah dibuktikan pada penelitian di Perancis dan
Spanyol
c. Ras
HIV/AIDS adalah penyebab utama keempat kematian di kalangan
Hispanik berusia 35-44 tahun, dibandingkan dengan non-Hispanik kulit
putih menjadi penyebab utama kesepuluh dari kelompok usia yang sama.
Keterlambatan diagnosis pada infeksi HIV tampaknya menjadi faktor
penting terkait dengan perbedaan dalam pencapaian indikator kesehatan
dan kematian akibat terinfeksi HIV. 34 Terdapat pula perbedaan yang
berhubungan dengan ras terkait tren kematian pada orang yang terinfeksi
HIV, laki-laki hitam, ras Hispanik, dan ras Asia memiliki tingkat
kematian lebih tinggi terutama bila dibandingkan dengan laki-laki putih.
Meskipun ras terkait dengan kematian, harapan hidup setelah diberi
terapi ARV tidak menunjukkan adanya perbedaan antara ras Hispanik
dan ras kulit putih.35
Pada penelitian sebelum-sebelumnya mengenai hubungan
harapan hidup ras Hispanik dibandingkan dengan ras non-Hispanik kulit
putih menunjukan hasil yang berbeda-beda. Ada 12 studi yang
14

menyatakan 6 studi menunjukkan bahwa ras Hispanik memiliki harapan


hidup lebih buruk dibandingkan dengan ras non-Hispanik, 3 studi
menunjukkan tidak ada perbedaan antara ras Hispanik dengan ras non-
Hispanik, dan 3 studi lagi menunjukan ras Hispanik memiliki harapan
hidup lebih baik dibandingkan ras non-Hispanik
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nadine E. Chen, dkk,
hasilnya tidak menunjukkan perbedaan antara ras Hispanik dengan ras
non-Hispanik, tetapi mereka menyimpulkan bahwa perbedaan harapan
hidup tergantung pada keterlambatan diagnosis dengan cara
membandingkan dengan orang yang terdiagnosis HIV lebih dini.
d. Kepatuhan Terapi ARV (Antiretroviral)
Kepatuhan terapi ARV merupakan komponen terpenting untuk
mencapai suatu program terapi yang maksimal. Tingkat kepatuhan
yang tinggi berkaitan erat dengan perbaikan virologis maupun
klinis.27 Kepatuhan minum obat ARV dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor antara lain, pengetahuan tentang terapi ARV, Persepsi
pasien tentang manfaat terapi, self efficacy, efek samping terapi,
kemudahan akses pelayanan, ketersediaan obat ARV. Kepatuhan
minum ARV sangat berkorelasi kuat dengan menurunnya kadar virus
dalam darah, mengurangi resistensi, meningkatkan harapan hidup, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien HIV/AIDS.
Untuk memulai terapi ARV perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4
dan penentuan stadium klinis infeksi HIV terlebih dahulu. WHO
memberikan rekomendasi saat memulai terapi kepada pasien ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS) berdasarkan jumlah CD4 dan stadium
klinis HIV 38, yakni:
Pada pasien yang memiliki tingkat kepatuhan yang rendah terhadap
pengobatan ARV mengakibatkan adanya kegagalan terapi. Resiko
kegagalan terapi timbul jika pasien sering lupa untuk minum obat.
Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus
yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh
14

terlupakan. Kegagalan terapi seseorang ditentukan berdasarkan


kriteria klinis, imunologis, maupun virologis. Kriteria kegagalan
terapi menurut WHO 38 , yakni:
e. Jumlah CD4 (Cluster Differentiation 4)
Sel CD4 adalah sel darah putih atau limfosit yang termasuk dalam
bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika
manusia terinfeksi HIV, virus akan menyerang sel CD4 dan menjadi
bagian dari sel tersebut. Selain sel CD4 menggandakan diri untuk
melawan infeksi apa pun, sel tersebut juga membuat banyak duplikasi
HIV. Semakin menurunnya sel CD4 berarti sistem kekebalan tubuh
kita semakin rusak dan semakin rendahnya jumlah CD4 yang ada
dalam tubuh manusia, semakin mungkin terserang penyakit atau
mungkin akan mengalami infeksi oportunistik.
Jumlah CD4 saat memulai pengobatan memang berdampak pada
harapan hidup pasien HIV/AIDS. Pasien dengan HIV yang menjalani
terapi ARV dengan baik disertai dengan jumlah CD4 di atas 500
memiliki tingkat kematian yang serupa dengan pasien yang tidak
terinfeksi HIV, namun hal ini tidak terjadi pada pasien HIV dengan
jumlah CD4 antara 350-500.40.
Menurut penelitian di Inggris, harapan hidup pasien HIV pada usia 20
tahun yang didiagnosis terlambat atau menunda pengobatan sampai
jumlah CD4 <200 sel/mm3 memiliki usia harapan hidup 10 tahun
lebih pendek daripada pasien yang mengikuti petunjuk pengobatan,
yang merekomendasikan pasien untuk memulai pengobatan ARV
ketika jumlah CD4 <350 sel/mm3. Pada penelitian lainnya juga
menyatakan bahwa CD4 awal mem pengaruhi kenaikan CD4 pasien.
Semakin tinggi CD4 ODHA ketika memulai pengobatan ARV
semakin tinggi jumlah CD4 mereka.
f. Stadium Klinis
HIV/AIDS merupakan penyakit yang sampai saat ini belum dapat
disembuhkan. Pemberian terapi ARV hanya dapat menghambat
14

replikasi virus dan memperpanjang waktu hidup pasien HIV/AIDS.


Saat ini skrining HIV perlu diperluas untuk meminimalkan
keterlambatan diagnosis. Keterlambatan diagnosis memberi
kontribusi.
3. Lingkungan
a. Dukungan sosial
Ketika individu dinyatakan terinfeksi HIV, sebagian besar menunjukkan
perubahan karakter psikososial. Pernyataan adanya infeksi HIV pada
individu tersebut mendorong terjadinya reaksi penolakkan hingga syok
yang berlangsung lama dan berpotensi mendorong progresivitas Infeksi
HIV ke AIDS. Dengan adanya keterkaitan antara kondisi pasien
HIV/AIDS dengan progresivitas penyakit maka perlunya menciptakan
lingkungan yang kondusif dengan cara meningkatkan dukungan sosial
pada pasien HIV/AIDS salah satunya melalui dukungan keluarga.
Di RSU Dr. Soetomo terbentuk komunitas ODHA untuk membangun
kondisi yang positif sesama terinfeksi HIV guna menghindari paham
bahwa orang yang terinfeksi HIV akan segera meninggal, stigma sosial,
dan diskriminasi.10 Stigma merupakan persepsi negatif terhadap
kelompok sosial tertentu terutama pada ODHA. Pada masyarakat
umumnya masih memiliki rasa ketakutan yang tinggi terhadap orang
dengan HIV/AIDS, sehingga banyak masyarakat mempunyai pandangan
negatif bahkan mengisolasi penderita. 53 Stigma sosial ini menimbulkan
masalah psikososial yang rumit pada pasien HIV/AIDS berupa gangguan
perilaku pada orang lain, termasuk menghindari kontak fisik dan sosial.
Dengan adanya stigma-stigma tersebut membuat penderita dan keluarga
menjadi malu dan takut sehingga menjadi enggan untuk memeriksakan
dirinya dan berobat karena takut dikucilkan oleh masyarakat.
Pengaruh sosial terhadap respon biologis juga akan
mempengaruhi perjalanan infeksi HIV menuju AIDS. Dampak HIV
secara langsung terhadap sistem saraf pusat menyebabkan munculnya
sindrom neuropsikiatrik, sedangkan yang secara tidak langsung dapat
menimbulkan infeksi sekunder pada otak, keganasan otak, efek samping
14

terapi ARV, atau kelainan yang terkait HIV. Oleh sebab itu, ODHA
memerlukan dukungan untuk menghambat progresivitas penyakit dan
menghindarikan dari kondisi yang fatal, sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup dan memperpanjang harapan hidup pasien terinfeksi HIV

Tahapan yang terjadi dalam penularan AIDS


Penularan AIDS meliputi :
1. Tahap dini, ( fase akut ) ditandai oleh viremia transien, masuk kedalam
jaringan limfosit, terjadi penurunan sementara dari CD4 sel T diikuti
pengaturan replikasi virus dengan dihasilkan CD8 sel T antivirus.
Secara klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan
nyeri tenggorok, mialgia, non – spesifik, dan meningitis aseptic.
Kesembuhan klinis dalam jumlah CD4 sel T menjadi normal terjadi
dalam waktu 6 – 12 minggu.
2. Tahap menengah,( fase kronik ) berupa keadaan panas secara klinis
dengan replikasi virus yang rendah khusunya dijaringan limfoit, dan
hitungan CD4 secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami
pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini
dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini, terjadi demam,
kemerahan kulit, kelelahan, dan viremi. Tahap kronik dapat berakhir
antara 7 – 10 tahun.
3. Tahap akhir, ( fase krisis ) di tandai dengan menurunya pertahanan
tubuh penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4,
penurunan berat badan, diarre, infeksi oportunistik, dan keganasan
sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari
CDC di Amerika Serikat mengganggap semua orang dengan infeksi
HIV dan jumlah sel T CD4 kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS,
meskipun gambaran klinis belum terlihat.
Gambaran klinis AIDS dapat berupa :
14

a) Berbagai macam infeksi oportunistik ( Pneumonia yang


disebabkan oleh Pneumocystis carinii terjadi pada 50 %
penderita ).
b) Spektrum luas dari infeksi bakteri piogenik ( menunjukan
gangguan imunitas humoral ).
c) Sejumlah keganasan sarkoma kaposi yang agresif ditemukan
pada 25% penderita, ditemukan lebih banyak pada penderita
yang homoseks daripada kelompok resiko lainya. Limfosit sel
B non – Hodgkin yang agresif trutama pada daerah ekstra
nodul, dengan kelinan pada otak ditemukan 60 kali lebih tinggi
daripada masyarakat umum.
d) Pada penderita AIDS, kurun waktu 5 tahun meningkat 85%.
Selanjutnya dapat meningkat sampai 100%.
E. UPAYA PENCEGAHAN

Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua


orang dengan mudah, asal kita tahu secara pasti cara – cara penyebaran virus
AIDS ( HIV ). Ada dua cara pencegahan AIDS, yaitu jangka pendek dan
jangka panjang.

A. Upaya Pencegahan Jangka Pendek


Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan memberikan
informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran
virus AIDS (HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah
pencegahannya.
Adapun pencegahan Infeksi HIV melalui beberapa cara yaitu :
1. Pencegahan infeksi melalui hubunggan seksual
HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti
berperan dalam penularan AIDS adalah air mani, cairan vagina dan
darah. HIV dapat menyebar melalui hubunggan sexual dari pria ke
wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria.
14

a) Cara hubunggan sexual yang sangat rawan bagi penularan AIDS


yaitu:
1) Penis mitra sexual mengidap HIV masuk ke lubang dubur
pasangannya (Anognital Pasif).
2) Penis orang sehat masuk ke lubang dubur mitra sexual
pengidap HIV (Anogenital Aktif).
3) Penis Mitra Sexual pengidap HIV masuk ke vagina orang
sehat (G-MITO-Genital Aktif)
4) Penis orang sehat masuk ke vagina mitra sexual pengidap
HIV (G-MITO-Genital Aktif).
5) Senggama terputus (coitus interuptus) dengan mitra sexual
pengidaf HIV.
b) Hubungan yang belum tentu aman
Hubungan atara mulut orang sehat dengan kelamin mitra sexual
pengidap HIV
( orogenital), dengan tidak ada luka di mulut ( sariawan).
c) Hubungan yang Aman
1) Penggunaan kondom secara tepat
2) Melakukan hubunggan sexual hanya dengan seorang mitra
sexual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (Monogami).
3) Mengurangi jumlah mitra sexual sesedikit mungkin.
4) Hindarai hubungan sexual dengan kelompok resiko tinggi
tertular AIDS.
5) Tidak melakukan hubungan sexual anogenital
6) Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan
sexual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan
pengidap HIV
2. Pencegahan infeksi HIV melalui darah
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS.
Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan:
a. Trasfusi darah yang mengandung HIV
14

b. Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupunktur,tato,tindik)


bekas pake orang yang mengidaf HIV tanpa di sterilkan dengan
baik.
c. Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pake orang
pengidap HIV.
Langkah-langkah utuk mencegah terjadinya penularan melalui darah
adalah:
1. Darah yang digunakan untuk traspusi di usahakan bebas HIV
dengan jalan memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat
di laksanakan, sebab memerlukan biaya yang tinggi serta
peralatan yang canggih. Karena prevalensi HIV di indonesia
masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji
petik.
2. Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak
menjadi donor darah. Apabila terpaksa karena menolak menjadi
donor menyalahi kode etik donor, maka darah yang di curigai
harus di buang.
3. Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus di sterilisasikan
secara baku setiap kali habis di pakai.
4. Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS
harus di sterilisasikan secara baku.
5. Kelompok penyalahguna narkotika harus menghentikan kebiasan
menyuntikan obat kedalam badannya, serta menghentikan
kebiasaan menggunakan jarum suntik bersama
6. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)
7. Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV
3. Pencegahan Infeksi HIV melalui Ibu Hamil
Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut
kepada janinnya. Penularannya dapat terjadi pada waktu bayi di dalam
kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan.
14

Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan


himbauan agar ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil.
4. Pencegahan AIDS Dengan Kondom

Kondom di Indonesia di kenal dengan alat kontrasepsi pada pria


selain untuk KB kondom biyasanya di konotasikan dengan
pelacuran,sehingga gambaran masyarakat awam tentang kondom
sangat rendah. Dalam upaya pencegahan pencegahan penyebab AIDS,
kondom sangat berperan dalam memutuskan mata rantai penularan
aids lewat jalur seksual. Penyuluhan di tunjukan pada resiko
tinggi,agar melakukan safe sexs dengan menggunakan kondom saat
melakukan hubungan kondom. Kondom yang di anjurkan untuk di
gunakan adalah terbuat dari lateks, sebab hasil penelitian
membuktikan, bahwa kondom lateks tidak dapat di tembus HIV.
Sedangkan kondom yang terbuat dari bahan alamiah seperti usus
kambing dan sejenisnya tidak dapat memberikan proteksi yang baik di
anjurkan pula untuk menggunakan obat-obat pembunuh sperma,
karena obat tersebut juga dapat membunuh HIV.

B. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang

Penyebaran AIDS di Indonesia ( Asia Pasifik ) sebagian besar


adalah karena hubungan seksual, terutama dengan orang asing. Kasus
AIDS yang menimpa orang Indonesia adalah mereka yang pernah keluar
negeri dan mengadakan hubungan seksual dengan orang asing. Hasil
penelitian menunjukan, bahwa resiko penularan dari suami pengidap HIV
keisterinya adalah 22% dan dari isteri pengidap HIV kesuaminya adalah
8%. Namun ada penelitian lain yang lain berpendapat, bahwa resiko
penulara suami – isteri dan isteri – suami dianggap sama. Kemungkinan
penularan tidak tergantung pada frekuensi hubungan yang dilakukan suami
isteri. Mengingat masalah seksual masih merupakan barang tabuh di
14

Indonesia, karena norma – norma budaya dan agama yang masih kuat,
sebetulnya masyarakat kita tidak boleh risau terhadap penyebaran virus
AIDS. Namun demikian, kita boleh lengah sebab Negara kita merupakan
terbuka.

Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah


merajalelanya AIDS adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat
dengan meningkatkan norma – norma agama maupun social, sehingga
masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab.

Sedangkan yang dimaksud perilaku seksual yang bertanggung jawab


adalah :

1. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.

2. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang


setia dan terinfeksi HIV ( monogamy ).

3. Menghindari hubungan seksual dengan wanita/pria tuna susila.

4. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai


lebih dari satu mitra seksual.

5. Mengurangi jumlah mitra seksual sedikit mungkin.

6. Tidak hamil bila terinfeksi HIV.

7. Tidak melakukan hubungan seksual bila sariawan.

8. Menggunakan kondom dari awal sampai akhir hubungan seksual.

Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh tokoh agama,


penyebar luasan informasi tentan AIDS dengan bahasa agama, melalui
penataran P4, dan lain – lain yang semua bertujuan untuk mempertebal
iman serta norma – norma agama menuju perilaku seksual yang
14

bertanggung jawab. Dengan perilaku yang bertanggung jawab diharapkan


mampu mencegah penyebaran AIDS di Indonesia.
15

BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan penyebab dari AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome). Virus HIV ini juga disebut juga
sebagai Human Lymphotropic Virus tipe III, Lymphadenophaty-associated
Virus ataupun Lymphadenophaty Virus. Virus HIV merupakan retrovirus.
Retrovirus adalah virus RNA yang mempunyai enzim reverse transcriptase

2. Penyebab penyakit AIDS ialah terinfeksinya sel limfosit T helper oleh


virus HIV.

3. Ada 4 cara penularan AIDS yaitu hubungan seks bebas, pemakaian jarum
suntik yang tidak steril, transfusi darah, dan wanita hamil pegidap HIV.

4. Ada tiga tahap yang terjadi dalam penularan AIDS yaitu Tahap Dini ( fase
akut ), Tahap Menengah ( fase kronik ), Tahap Akhir ( fase krisis ).

5. Ada dua upaya pencegahan penularan AIDS :

a. Upayapencegahan AIDS jangka pendek :

1)Pencegahan Infeksi HIV melelui hubungan seksual

2)Pencegahan Infeksi HIV melelui darah

3)Pencegahan Infeksi HIV melelui ibu hamil pengidap HIV

4)Pencegahan Infeksi HIV dengan kondom

b. Upaya pencegahan AIDS jangka panjang dengan cara perilaku seksual


yang bertanggung jawab.
29

A. SARAN

1. Masyarakat membutuhkan edukasi tentang bahaya penyakit HIV/AIDS


dan bagaimana cara penularannya yang benar agar stigma dan diskriminasi
terhadap ODHA dapat diluruskan.

2. Pengetahuan mengenai cara penularannya juga harus benar-benar


dipahami oleh masyarakat agar tidak adanya kesalah pahaman
14

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Earvin. 1995. Cara – Cara Menghindari AIDS. Jakarta : Arcan.

Kumar, Robbins Cotran. 1966. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta :


Buku Kedokteran EGC.

Organiasi Kesehatan Sedunia. 1994. Pencegahan AIDS melalui Promosi


Kesehatan. Bandung : ITB.

Rosmayanti, Lushi. 2012. “Penyakit HIV/AIDS”.


http://lushirosmayanti.blogspot.com/. Pada tanggal 20 Mei 2013.

Subowo. 2008. Imunobiologi. Bandung : Angkasa.

Tim Naskah Dapur Sedunia. 2011. Penyakit AIDS. Bandung : Amalia


Book.

Dewi Rokhmah. 2014. Implikasi Mobilitas Penduduk Dan Gaya Hidup Seksual
Terhadap Penularan Hiv/Aids. 190jurnal Kesehatan Masyarakat. Issn
1858-1196
Komisi Penanggulangan AIDS. 2006. Stop AIDS. Jakarta.
Linda Astari, Sawitri, Yunia Eka Safitri & Desy Hinda P. 2009. Viral Load pada
Infeksi HIV. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. Vol. 21 No.
1 April 2009
Murni, S., Green, W., Djauzi, S., Setiyanto, A., Okta, S. (2006). Hidup dengan
HIV/AIDS. Jakarta: penerbit Yayasan Spiritia.
UNAIDS. (2004). Hidup Bersama HIV/AIDS. Jakarta..
NIAID. How HIV causes AIDS. November 2004. Available from:
http://www.aegis.com/topics/basics/hivandaids.html.
Yayasan Spiritia, (2006). Lembar Informasi tentang HIV/AIDS untuk ODHA.
Jakarta: Yayasan Spiritia.

Anda mungkin juga menyukai